Anda di halaman 1dari 17

TUNAWICARA

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Dosen Pembimbing
Pipit Rika Wijaya, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 4

1. FATMAWATI 221E10370
2. TITIK HARIYATI NINGSIH 221E20371
3. UMMI SAYYIDATUL FARIKOH 221E10484

UNIVERSITAS PGRI ARGOPURO


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
JEMBER 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan
karunianya, sehingga makalah tentang “Tuna Wicara” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada selaku dosen mata kuliah Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat
menyusun makalah ini dengan baik dan benar.

Makalah ini disusun berdasarkan pengetahuan yang didapatkan oleh penulis dari buku,
jurnal, maupun dari berbagai sumber lainnya. Dengan demikian makalah ini membahas tentang
Tuna Wicara. Penulis menyadari bahwa makalah ini belum begitu memadai, masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu
sarandan kritik yang membangun sangat kami nantikan demi kesempurnaan makalah.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca dari berbagai kalangan khususnya untuk para mahasiswa.
DAFTAR ISI

Cover…………………………………………………………………………………….i
Kata Pengantar ……………………………………………………………………….....ii
Daftar Isi..........…………………………………………………………………………..iii
1 .Bab 1 Pendahuluan......................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................4
1.3 Tujuan...........................................................................................................4
2. Bab 2 Pembahasan….......………………………………………………………….....5
2.1 Pengertian Tuna Wicara...............................................................................5
2.2 Karakteristik Tuna Wicara...........................................................................6
2.3 Faktor Penyebab..........................................................................................6
2.4 Klasifikasi Tuna Wicara..............................................................................7
2.5 Problematika dalam Pendidikan..................................................................9
2.6 Pendidikan untuk anak Tuna Wicara..........................................................11
2.7 Peran Bimbingan dan Konseling Bagi Anak Tuna Wicara………………..12
3.Bab 3 Penutup …….………………………...……............................…….…...........14
3.1 Kesimpulan………………………………………………………..…..........14
Daftar Rujukan ………………………………………………………………………...15
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Tunawicara merupakan ketidakmampuan seseorang dalam berbicara. Hal ini
disebabkan oleh kurang atau tidak berfungsinya organ-organ untuk berbicara, seperti rongga
mulut, langit-langit, lidah dan pita suara, seseorang yang mengalami tunawicara memiliki cara
tersendiri dalam berkomunikasi, yaitu dengan menggunakan bahasa isyarat[1]. Bahasa isyarat
merupakan alat yang digunakan untuk berkomunikasi penyandang tunawicara kepada
masyarakat normal dengan menggunakan gerakan tangan, mimik, tubuh yang membentuk
simbol-simbol yang mengartikan suatu huruf atau kata[2].Ada dua bahasa isyarat yang
digunakan di Indonesia, yaitu Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat
Indonesia (BISINDO). Meskipun SIBI digunakan sebagai bahasa isyarat resmi di sekolah,
tetapi itu tidak umum digunakan oleh para tunarungu pada kehidupan sehari-hari mereka[3].
Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2009 mengadakan survei sosial ekonomi nasional
(SUSENAS) memperkirakan terdapat sekitar 2.126.000 penyandang cacat tersebar di seluruh
wilayah Indonesia, dimana terdapat 223.655 orang tuna rungu, 151.371 orang tuna wicara dan
73.560 orang tuna rungu wicara.[4]. Penyandang disabilitas tunawicara cenderung memiliki
sifat pemalu dan tertutup dengan lingkungan sekitarnya, karena keterbatasan dalam
berkomunikasi yang kurang baik membuat penyandang tunawicara kurang percaya diri apabila
harus berinteraksi dengan orang lain.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian dari Tuna Wicara?
2. Bagaimana Karakteristik Tuna Wicara?
3. Apa saja Faktor Penyebab Anak Tuna Wicara?
4. Bagaimana Klasifikasi Tuna Wicara?
5. Bagaimana Problematika dalam Pendidikan?
6. Bagaimana Pendidikan untuk anak Tuna Wicara?
7. Seperti Apa Peran Bimbingan dan Konseling Bagi Anak Tuna Wicara?

1.3 Tujuan

1. Memahami Pengertian dari Penderita Tuna Wicara


2. Mengetahui Karakteristik Tuna Wicara
3. Memahami Faktor Penyebab Tuna Wicara
4. Mengetahui Klasifikasi Tuna Wicara
5. Memahami Problematika dalam Pendidikan
6. Mengetahui Pendidikan untuk anak Tuna Wicara
7. Memahami Bagaimana Peran Bimbingan dan Konseling Bagi Anak Tuna Wicara
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tuna Wicara
Tunawicara merupakan individu yang mengalami kesulitan berbicara. Hal ini dapat
disebabkan oleh alat-alat bicara yang tidak befungsi maksimal, seperti rongga mulut,
lidah,langit-langit, dan pita suara. Selain itu organ pendengaran yang tidak
berfungsi,keterlambatan bahasa, kerusakan pada system saraf dan struktur otot, serta ketidak
mampuan mengontrol gerak juga dapat memicu keterbatasan dalam berbicara.Diantara individu
yang mengalami tunawicara, ada yang sama sekali tidak dapat berbicara,mampu mengeluarkan
bunyi tetapi tidak mengucapkan kata-kata, serta dapat berbicara secara tidak jelas.
Menurut Olivia (2015:7) tuna wicara adalah keterbatasan pada bicara. Seseorang
penderita tuna rungu sejak lahir juga nasabnya menderita tuna wicara, ketika tidak ada
yangdidengarnya maka tidak ada juga yang dikatakannya. Namun tidak selalu orang
yangmengalami tuna wicara adalah juga penjandang tuna rungu. Tuna wicara yang tanpa
diiringidengan tuna rungu biasanya dialami ketika orang itu beranjak dewasa seperti
mengalamigangguan kerusakan organ mulut atau mengalami keterlambatan berbicara yang
terusmenerus yang disebabkan oleh rasa trauma yang pernah dialaminya.
Salah satu penyebab paling sering terjadi pada tunawicara adalah gangguan pendengaran
yang tidak terdeteksi secara dini. Dalam hal ini permasalahan paling mendasaryang di alami
orang tuli adalah kurangnya stimulasi bahasa sejak lahir.Masalah utama pada diri seorang
tinawicara adalah mengalami gangguan atau bahkankehilangan fungsi pendengaran (tunarungu)
dan atau fungsi bicara (tunawicara) yangdisebabkan bawaan lahir, kecelakaan, ataupun penyakit.
Pada umumnya, anak dengan gangguan dengar yang disebabkan karena factor bawaan
(keturunan/genetika) akan berdampak pada kemampuan bicara, walaupun tidak selalu.
Sebaliknya, anak yangmengalami gangguan bicara biasanya masih dapat menggunakan fungsi
pendengarannya.
Jika terdapat siswa yang memiliki gangguan tunawicara, perhatian khusus dari sekolah
terutama para guru kelas harus diberikan. Bentuk perhatian khusus yang paling utama adalah
memberikan penanganan khusus agar siswa tunawicara tetap berkesempatan menempuh proses
belajar mengajar secara lancar.
2.2 Karakteristik Tuna Wicara
Menurut Wasita (2014:25) karakteristik tunawicara hampir sama dengan tunarungu, antara
lain:
1.Berbicara keras dan tidak jelas
2. Suka melihat gerak bibir atau gerak tubuh teman bicaranya
3. Telinga mengeluarkan cairan
4. Menggunakan alat bantu dengar
5. Bibir sumbing
6. Suka melakukan gerakan tubuh
7. Cenderung pendiam
8. Suara sengau
9. Cadel

2.3 Faktor Penyebab


Sardjono (1997: 10-20) menyebutkan bahwa penyebab anak tunarungu dapat dikategorikan
sebagai berikut.
1. Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (pre natal)
a. Faktor keturunan
b. Cacar air, campak , Rubella, Gueman measles)
c. Terjadi toxaemia (keracunan darah)
d. Penggunaan pilkina atau obat-obatan dalam jumlah besar
e. Kekurangan oksigen (anoxia)
2. Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal)
a. Faktor Rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis
b. Anak lahir pre mature
c. Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang)
d. Proses kelahiran yang terlalu lama
3. Faktor-faktor sesudah anak di lahirkan
a. Infeksi
b. Meningitis (peradangan selaput otak)
c. Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan
d. Otitis
e. Media yang kronise terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan
Sedangkan menurut Trybus (1985) dalam Somat dan Hernawati (1996:27) menyebutkan enam
penyebab tunarungu:
1. Keturunan
2. Penyakit bawaan dari pihak ibu
3. Komplikasi selama kehamilan dan kelahiran
4. Radang selaput otak (mengikis)
5. Otitis media (radang pada bagian telinga tengah)
6. Penyakit anak-anak berupa radang atau luka-luka

2.4 Klasifikasi Tuna Wicara


A. Akbar Rasyid mengelompokkan gangguan dengar/wicara melalui uraian berikut ini.
1. Ringan (20-30 dB)
Pada umumnya, penderita masih dapat berkomunikasi dengan baik. Hanya saja,
terdapat kata-kata tertentu yang tidak mampu didengar secara langsung sehingga
pemahaman penderita sedikit terhambat.
2. Sedang (40-60 dB)
Penderita mulai mengalami kesulitan dalam memahami pembicaraan orang lain.
Bunyi yang mampu didengar oleh penderita adalah suara radio dengan volume
maksimal.
3. Berat/Parah (>60 dB)
Penderita tunawicara tingkat ini sudah megalami kesulitan untukmengikuti
pembicaraan orang lain. Suara yang mampu didengar sama dengan situasi lalu
lintas jalan raya pada jam sibuk. Bisanya penderita dalam kategori ini sudah
menggunakan alat bantu dengar, mengandalkan kemampuan membaca gerak bibir,
atau menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi.
B. Tanda-tanda Tuna Wicara
Biasanya, tanda-tanda tunawicara dapat dilihat melalui beberapa hal, di antaranya
sulit mengikuti percakapan normal, selalu memerhatikan mimic atau bibir lawan
bicara,sering menghindar percakapan, suka menyendiri, berbicara dengan suara keras,
nada bicara tidak normal, mengungkapkan kalimat secara kurang lancar, serta
menggunakan bahasa isyarat
C. Penanganan Siswa Tuna Wicara
Bukan perkara mudah bagi orang tua menghadapi kenyataan memiliki anak
tunawicara.Jika orang tua tersebut kurang memahami berbagai masalah tunawicara maka
perkembangan sang anak akan semakin mengkhawatirkan.Oleh karena itu,orangtua patut
memahami apa dan bagaimana tuna wicara serta penanganan yang harusdilakukan guna
mencapai keberhasilan pada tugas perkembangan anak.Selain perhatian khusus ,orangtua
dan guru juga harus melakukan beberapa langkahsederhana berikut ini
1. Berbicara Secara Jelas dengan Ucapan yang Benar Di dalam kelas ,seoarang guru
harus memperlakukan siswa tunawicara secara lebih berhati-hati dalam
berbicara ataupun menjelaskan pelajaran.Guru harus senantiasa berbicara
dengan bahasa jelas dan ucapan yang benar.Dengan Bahasa yang jelas ,
siswa tunawicara akan lebih mudah menangkap dan memahami pembicaraan.
Begitu pula ucapan yang benar akan memudahkan murid memahamiaksud dan
pesan dari sang guru Bila perlu, ketika siswa tersebut masih kesulitaan memahami
pelajaran , guru dapat mengulangi penyampaian pesan secara sabar dan perlahan
2. Menggunakan Kalimat Sederhana dan SingkatKalimat sederhana tentu tidak
bertele-tele.Dengan kata lain, kalimat tersebut tidakmengandung pemborosan
ketika hanya menyampaikan suatu hal.Kalimat sederhanayang digunakan
kebanyakan hanya berupa subjek,predikat dan objek.Dengan menggunakan
kalimat sederhana ,siswa akan lebih mudah menangkap pesan utama yang
ingin disampaikan oleh sang guru.Hal ini ditambah kalimat singkat yang dapat
langsung mengena pada sasaran pesan.Melalui cara tersebut, sisawa yang
mengalami ganggungan tunawicara sekalipun dapat memahami kalimat secara
lebih mudah
3. Menerapkan Komunikasi Nonverbal seperti Gerak Bibir Atau TanganSiswa
yang menderita tunawicara mengalami kesulitan dalam berbicara.Penyebab dari hal
itu bermacam-macam,salah satunya ganggunan pendengaran atau tunarungu .
Jika penyebabnya adalah tunarungu maka guru dapatmengkombinasikan
penangangan dengan menerpakan komunikasi non verbal .seperti gerak bibir
dan tangan.Gerakan bibir seperti ini berguna untuk memudahkansiswa memahami
pesan yang disampaikan guru.Siswa akan memahami gerak bibir dengan cara
menyamakan bahasa , kalimat dalam berbicara .Adapun gerakan tangan boleh jadi
merupakan isyarat untuk menegaskan pesan yang di sampaikan bibir sebagai contoh,
guru mengatakan “tidak” terhadap gerakan bibir yang jelas dan tepat, kemudian hal itu
perkuat dengan gerakan tangan pertanda larangan
4. Gunakan Pulpen dan ertas untuk Menyampaikan Pesan Pesan dapat pula di sampaikan
menggunakan tulisan . Dalam cara komunikasi ini,guru dapat menyampaikan pesan
atau pembelajaran kepada siswa tunawicara dengan menuliskan kalimat sederhana,
singkat dan jelas.Pentingnyaa kalimat singkat dan sederhana telah dibahas pada
bagian sebelumnya .Adapun Kejelasan tulisan berguna membantu siswa tunawicara
menangkap pesan dengan menggunakan indra penglihatan.Sebaliknya , ketidak jelasan
dalam menulis akan menyebabkan murid tunawicara bertambah pusing, sekalipun
kalimatnya sederhanadan singkat
5. Bicara Berhadapan MukaSetiap perbincangan atau komunikasi yang dilakukan
secara langsung oleh murid tunawicara hendaknya juga dilakukan dengan menghadap
wajahnya.Keharusan berhapadan disebabkan tunawicara juga dapat mengalami
tunarungu dimana indra pendengaran sulit menangkap pesan dari guru yang
disampaikan.Jika sudahdemikian maka siswa tersebut akan menggunakana indra lain
untuk menangkap danmemahami pesan tersebut. Selain itu, siswa tunawicara juga
menggunakan matadalam memahami pesan komunikasi yang sedang disampaikan
oleh guru.Dengandemikian ,guru hendaknya selalu berkomunikasi dengan
berhadapan muka secara langsung
2.5 Problematika dalam Pendidikan dan Dampaknya

1. Kurangnya Sarana Dan Prasarana Yang Mendukung Pembelajaran


Khususnya bagi penderita tunawicara. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun2005 junto
No. 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan dan No. 24 Tahun2007 tentang
standar Sarana dan Prasarana Sekolah. Pada BAB VII Pasal 42 PP32/2013 disebutkan
bahwa: (a) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber ajar lainnya, bahan habis
pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran
yang teratur dan berkelanjutan, (b) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana
yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik,
ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang
unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat
beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, ruang/tempat lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Dampak: Akibatnya siswa tidak mendapatkan kesempatan secara penuh untuk sarana-
prasarana dari sekolah, hal tersebut dapat memperlambat proses pembelajarannya
siswasecara berlangsung.
2. Kurangnya Alokasi Waktu Yang Diberikan Untuk Memberikan Pembelajaran Bagi
Siswa Tunawicara.
Alokasi waktu disini bisa diartikan sebagai sebuah intensitas. Keberhasilandalam
sebuah proses pendidikan baik formal maupun nonformal tentunya tidak lepasdari
komunikasi yang baik antar warga belajar, karena salah satu fungsi dari komunikasiyang
paling mendasar adalah mendidik (to educate), dimana komunikasi dilakukanuntuk
memberikan pendidikan (Nolvy Ruata, 2014). Sardiman, dalam bukunyaInteraksi dan
Motivasi Belajar Mengajar, menyatakan bahwa intensitas belajar siswa sangat
menentukan tingkat pencapaian tujuan belajarnya yakni tingkatan hasil belajarnya.
Dengan demikian, siswa dapat memperoleh beberapa kemudahan dalam belajar, seperti
dapat mengatur waktu belajar, membangkitkan motivasi dan lebihmudah mengingat
materi pembelajaran karena apabila ada beban belajar yang lebih besar maka ia dapat
mempersiapkan diri karena ia rutin belajar (Sardiman, 2012).Sehingga, ketika intensitas
pertemuan pembelajaran rendah maka akan berimbaskepada prestasi belajar siswa
(Fahmi, 2016).
Dampak:
Intensitas belajar siswa sangat menentukan tingkat pencapaian tujuan belajarnya yakni
tingkatan hasil belajarnya, tetapi jika alokasi waktu tidak diberikansecara penuh, hal
tersebut dapat berdampak untuk siswa itu sendiri, alhasil siswa tidakmudah cepat dalam
memahami materi yang diberikan guru atau pun lamban dalammengerjar materi yang
diberikan guru, hal tersebut dapat mempengaruhi hasil belajarsiswa nantinya
3. Kurangnya Dukungan Dari Orang Tua
SiswaMenurut teori perkembangan sosial Vygotsky, mengatakan bahwa anak
membutuhkan orang lain untuk memahami sesuatu dan memecahkan masalah
yangdihadapinya (Danoebroto, 2015). Menurut Yuliani, dalam bukunya Metode
Pengembangan Kognitif, menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam proses pembelajaran, yaitu (Sujiono, 2005): (a) dalam kegiatan pembelajaran
hendaknya anak memperoleh kesempatan yang luas untuk perkembangan proksimalnya
atau potensinya melalui belajar dan berkembang. (b) pembelajaran perlu dikaitkan
dengan tingkat perkembangan potensialnya dari pada perkembangan aktualnya. (c)
pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan
kemampuan intermentalnya daripada kemampuanintramentalnya. (d) Anak diberikan
kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah
dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural untukmelakukan tugas-tugas dan
memecahkan masalah. Selain itu, Slameto dalam bukunya Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya, mengungkapkan bahwa faktorintern (dari dalam diri) terdiri dari tiga
faktor yaitu factor jasmaniah, faktor psikologis,dan faktor kelelahan. Sementara itu,
faktor-faktor ekstern(dari luar diri) terdiri dari tiga faktor yaitu faktor keluarga, faktor
sekolah dan faktor masyarakat.Oleh karena itu, faktor – faktor tersebut tidak boleh di
sepelekan oleh guru maupun orang tua sebagai pendidik di rumah (Slameto, 2010). Dari
pernyataan di atas, maka bias di simpulkan bahwa keberadaan lingkungan sekitar (dalam
hal ini, khususnya keberadaan orang tua di samping anak) memberikan kontribusi yang
besar keberhasilan pembelajaran anakdidik. Apalagi kondisi anak didik yang memiliki
ketunaan, mereka membutuhkan perhatian yang yang lebih dibandingkan anak normal
lainnya. Dikarenakan merekamemiliki kekurangan di salah satu anggota tubuhnya,
sehingga
Dampak:
Menyebabkan muncul rasa minder atau rendah diri yang akan berakibatmereka meminta
perhatian lebih yang berupa pengakuan

2.6 Pendidikan untuk anak Tuna Wicara


Anak tuna wicara perlu di tampung dan diberi pendidikan seperlunya disesuaikandengan
ketunaannya. Sekolah yang khusus menanpung anak tuna wicara disebut sekolahluar biasa
bagian B. (SLB B). Berpangkal pada ketentuan-ketentuan bahwa :“-segala warga Negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahaan (pasal 27 ayat 1UUD 45).
Kemudian bahwa : Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran ( pasal 31 ayat
1 UUD 45) Juga dalam uu no.12 tahun 1954 sebagai undang-undang pokok pendidikan,
menetapkan antara lain sebagai berikut :
1. Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas dalam pancasila, undang-undang
dasar negara Indonesia dan atas kebudayaan kebangsaan (bab III, pasal 4 )
2. Pendidikan dan pengajar luar biasa di berikan dengan khusus untuk mereka yang
Membutuhkan (pasal 6 ayat 2)
3. Pendidikan dan pengajaran luar biasa bermaksud pada orang-orang yang dalam
keadaan kekurangan, baik jasmani maupun rohaninya, supaya mereka dapat memiliki
kehidupan lahir batin yang layak (pasal 7 ayat 5).

Berdasarkan pedoman pelaksanaan kurikulum SLB untuk tuna wicara bagian B tahun1977
buku III A 1 dijelaskan kurikulum SLB / B 1976 mengarahkan pada suatu pengajaran bahasa
untuk membentuk tuna wicara yang memiliki sikap dan bagian mata, dimana diperhatikan
keseluruhan hidup manusia yang cacat pendengaran dengan segala akibatnya dan
kekhasannya sebagai manusia “Pemata” dan diusahakan menyusun hubungan pengertian
yang akumulatif dengan keadaan hidup sesengguhnya, yang mencakup kenyataan dan
lingkungan sekitar, tetapi tugas- tugas sosial, budaya dana politik dalam masyarakat.
2.7 Peran Bimbingan dan Konseling Bagi Anak Tuna Wicara
Persoalan bagi konselor yang menghadapi anak berkebutuhan khusus terutama pada anak
tuna wicara yang mengalami permasalahan yang berkaitan dengan eksistensinya sebagai
anak tuna wicara. Konselor dapat memberikan layanan dan menerapkan proses konseling
yang sesuai dengan kebutuhan penyandang tuna wicara. Ada beberapa upaya yangdilakukan
oleh sekolah dan konselor untuk pengembangan anak yang memiliki kebutuhan khusus
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Full Inclusion (integrasi penuh) Melalui Program Mentoring


Giangreco dalam Atmaja (2017:88) mengemukakan bahwa definisi fullinclusion
adalah sebagai suatu keberadaan dimana hanya terdapat satu kesatuan sistem pendidikan
formal yang meliputi semua anggota atau peserta didik secarawajar tanpa memandang
perbedaan status mereka. Cara ini tidak diartikan bahwa semua siswa akan di didik
menggunakan metode pengajaran yang sama. Namun dengan cara merefleksikan pada
kemampuan dan kebutuhan setiap siswa dengandukungan yang di perlukan untuk
meningkatkan keberhasilan. Dukungan yang diberikan adalah dengan bentuk pengajaran
yang khusus dengan berkerjasama antaraguru pendidik umum dengan stafpendidik
khusus dan konselor sekolah agar layananyang diberikan sekolah dapat berjalan dengan
baik bagi semua siswa.
Tujuan utama dari full inclusion adalah meningkatkan hubungan temansebayanya agar
anak yang memiliki kebutuhan khusus tersebut dapat berkembang dan memiliki peranan
yang normal sama seperti anak normal lainnya, serta lebih memudahkan untuk
mengarahkan anak berkebutuhan khusus ini agar dapat menunjukkan perilak selayaknya
anak-anak lain yang mampu mengembangkan aspekyang dililiki secara penuh.
b. Melibatkan orang tua dalam bimbingan intervensi optimalisasi kemandirian anak
tuna wicara
Bimbingan kepada orang tua bertujuan agar orang tua lebih memahamitentang
keadaan dan kebutuhan anaknya yang tuna wicara , memberikan pemahamankepada
orang tua juga bahwa harus dapat menghargai pekerjaan atau pilihan yang diambil oleh
anaknya meskopun nantinya akan jauh dari keinginan orang tua yang dianggap lebih baik
pilihan nya dari pada pilihan yang di pilih oleh anaknya.
c. Memiliki konselor yang kompeten dalam hal menangani anak berkebutuhan khusus
Seorang petugas bimbingan atau guru BK harus memiliki latar belakang mengenali
tingkah laku anak berkebutuhan khusus termasuk tuna wicara. Pengetahuan ini
diperlukan untuk dapat memahami kepribadian setiap anak. Pelaksanaan bimbingan bagi
anak tuna wicara adalah mengharapkan seorang konselor harus mampumembangitkan
kepercayaan dirinya, berfikir baik dan berinteraksi sosial dilingkungannya, serta mampu
membuat atau menyadarkan anak tuna wicara untukmenerima dan mengerti batas
kemampuannya tanpa memiliki rasa penyesalan pada dirinya atau merasa rendah diri.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyebab paling sering terjadi pada tunawicara adalah gangguan pendengaran yang tidak
terdeteksi secara dini. Dalam hal ini permasalahan paling mendasaryang di alami orang tuli
adalah kurangnya stimulasi bahasa sejak lahir.Masalah utama pada diri seorang tinawicara
adalah mengalami gangguan atau bahkankehilangan fungsi pendengaran (tunarungu) dan atau
fungsi bicara (tunawicara) yangdisebabkan bawaan lahir, kecelakaan, ataupun penyakit. Pada
umumnya, anak dengan gangguan dengar yang disebabkan karena factor bawaan
(keturunan/genetika) akan berdampak pada kemampuan bicara, walaupun tidak selalu.
Sebaliknya, anak yangmengalami gangguan bicara biasanya masih dapat menggunakan fungsi
pendengarannya.
DAFTAR RUJUKAN

Atmaja, Jati Rinakri. 2017. Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus.
Bandung:PT Remaja Rosdakarya
Olivia, Stella. 2015. Deteksi Dini Psikologi Balita Hingga Manula.
Jakarta: PT Elex MediaKomputindo.
Putranto, Bambang. 2015. Tips Menangani Siswa yang Membutuhkan Perhatian Khusus.
Yogyakarta: Diva Press
Wasita, Ahmad. 2014. Seluk-Beluk Tunarungu & Tunawicara Serta Strategi Pembelajarannya
Jogjakarta: Javalitera

Anda mungkin juga menyukai