Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SEJARAH PENDIDIKAN DUNIA DAN INDONESIA

Disusun guna memenuhi tugas


Mata Kuliah : Landasan Pendidikan Kejuruan
Dosen Pengampu : Miftah Al-Hafidz, M.Pd

Disusun oleh :
NURWAHID STYANTO
6122120009

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN VOKASIONAL TEKNIK MESIN OTOMOTIF
UNIVERSITAS IVET SEMARANG

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Perkembangan pemikiran manusia dalam memberikan batasan tentang makna dan


pengertian pendidikan, setiap saat selalu menunjukkan adanya perubahan. Perubahan itu
didasarkan atas berbagai temuan dan perubahan di lapangan yang berkaitan dengan semakin
bertambahnya komponen system pendidikan yang ada. Berkembangnya pola pikir para ahli
pendidikan, pengelola pendidikan, dan pengamat pendidikan yang membuahkan teori-teori
baru. Kemajuan alat teknologi turut andil dalam mewarnai perubahan makna dan pengertian
pendidikan tersebut. Pada saat yang sama, proses pembelajaran dan pendidikan selalu eksis
dan terus berlangsung. Karena itu, bisa jadi pandangan seseorang tentang makna atau
pengertian pendidikan yang dianut oleh suatu Negara tertentu, pada saat yang berbeda makna
dan pengertian pendidikan itu justru tidak relevan. Namun demikian, selama belum ada teori
dan temuan baru tentang makna dan pengertian pendidikan, maka teori dan temuan yang telah
ada masih relevan untuk dimanfaatkan sebagai acuan.

Pendidikan sudah sepatutnya menentukan masa depan suatu negara. Bila visi
pendidikan tidak jelas, yang dipertaruhkan adalah kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Visi
pendidikan harus diterjemahkan ke dalam sistem pendidikan yang memiliki sasaran jelas, dan
tanggap terhadap masalah-masalah bangsa. Karena itu, perubahan dalam subsistem pendidikan
merupakan suatu hal yang sangat wajar, karena kepedulian untuk menyesuaikan perkembangan
yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sudah seyogyanya sistem pendidikan tidak
boleh jalan di tempat, namun setiap perubahan juga harus disertai dan dilandasi visi yang
mantap dalam menjawab tantangan zaman.
Dari uraian di atas, penulis akan mempresentasikan sebuah makalah mengenai sejarah
pendidikan dengan judul “Sejarah Pendidikan Dunia dan Indonesia”.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal Mula Pendidikan
Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik yaitu ilmu menuntun
anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun,
tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman
melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan
kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa,
pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan – Red), mengolah, mengubah kejiwaan,
mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar didik
(mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar Dewantara
mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta
jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak
yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Dari pengertian-pengertian dan analisis yang ada maka bisa disimpulkan bahwa
pendidikan adalah upaya menuntun anak sejak lahir untuk mencapai kedewasaan jasmani dan
rohani, dalam interaksi alam beserta lingkungannya.
Dalam pendidikan terdapat dua hal penting yaitu aspek kognitif (berpikir) dan aspek
afektif (merasa). Sebagai ilustrasi, saat kita mempelajari sesuatu maka di dalamnya tidak saja
proses berpikir yang ambil bagian tapi juga ada unsur-unsur yang berkaitan dengan perasaan
seperti semangat, suka dan lain-lain. Substansi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah
membebaskan manusia dan menurut Drikarya adalah memanusiakan manusia. Ini menunjukan
bahwa para pakar pun menilai bahwa pendidikan tidak hanya sekedar memperhatikan aspek
kognitif saja tapi cakupannya harus lebih luas.
B. Sejarah Pendidikan di Dunia
Sejak awal sejarah, dambaan manusia untuk lebih mengetahui tentang diri dan alamnya,
mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan dan ini menjadi pemacu terbentuknya pusat-
pusat pembelajaran, perguruan dan universitas-universitas di dunia.
Kata universitas berasal dari bahasa Latin ‘universitas magistrorum et scholarium,’
yang kurang lebih berarti “kumpulan para guru dan sarjana/siswa ilmuwan (community of
teachers and scholars).” Ini mirip dengan istilah sanghrama. Sangha artinya ‘komunitas’
dan arama artinya ‘tempat, akomodasi’.
Pusat-pusat pembelajaran tertua di dunia dimulai dengan terbentuknya berbagai
institusi pembelajaran seperti di Ghandara, Takshasila pada abad ke-7 SM di Punjab, Pakistan,
‘Academy’ yang dipimpin oleh Plato di Yunani pada abad ke-4 SM, ‘Taixue’ pada abad ke-3
M di Cina, dan ‘Pandidakterion’ pada abad ke-5 SM di Konstantinopel, serta ‘Sanghrama
Nalanda’ di India pada abad ke-5. Apa yang kita kenal sebagai pelopor universitas modern
mulai terbentuk di Bologna pada abad ke-11 M, diikuti universitas-universitas lain
seperti University of Paris, University of Oxford, University Of Cambridge pada abad ke-12
atau 13.
Pada dasarnya, yang diajarkan di universitas-universitas pada waktu itu
adalah trivium (tatabahasa, dialektika dan logika), dan quadrivium (matematika, ilmu ukur,
musik dan astronomi).
Menurut catatan penjelajah yang datang ke Sriwijaya pada abad ke-7, di Nusantara ini
telah mempunyai pusat belajar dengan mata pelajaran mencakup pancavidya, yaitu logika, tata
bahasa dan kesusastraan, ilmu pengobatan, kesenian serta metafisika dan filsafat. Di abad ke-
11, seorang terpelajar dari India, datang dan belajar di Sriwijaya, beliau akhirnya menjadi
seorang cendekiawan terkemuka dan membawa pengaruh yang luar biasa terhadap sejarah
pembelajaran di dunia, hingga hari ini.
Dengan demikian, jauh sebelum berdirinya universitas-universitas modern di dunia,
Indonesia telah mempunyai pusat pembelajaran yang cukup “advanced,” terbukti dari
banyaknya para pakar, terutama dari India dan Cina yang belajar dan mengajar di Sriwijaya,
paling tidak selama abad ke-7 hingga abad ke-11 Masehi.
C. Tokoh Pendidikan di Dunia
1. Al Ghazali
Sejak kecil Al Ghazali terkenal akan kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan dan
kegigihannya dalam mencari ilmu. Maka tidak mengherankan jika dalam masa usia yang masih
kanak-kanak ia telah belajar dengan sejumlah guru di tanah kelahirannya.
Al Ghazali menjelaskan bahwa konsep pendidikan yang benar itu mengajarkan secara
menyeluruh yang meliputi tujuan pendidikan, metode, etika guru, kurikulum dan murid.
2. John Locke
Dia memperoleh pendidikan di Universitas Oxford, peroleh gelar sarjana muda tahun
1656 dan gelar sarjana penuh tahun 1658. Selaku remaja dia tertarik sangat pada ilmu
pengetahuan dan di umur tiga puluh enam tahun dia terpilih jadi anggota “Royal Society.” John
Locke menegaskan kurikulum harus diarahkan demi kecerdasan individual, kemampuan dan
keistimewaan anak-anak dalam menguasai pengetahuan dan bukan pada pengetahuan yang
biasa diajarkan dengan hukuman yang sewenang-wenang.
3. John Dewey
Dewey mengadakan penelitian mengenai pendidikan di sekolah-sekolah dan mencoba
menerapkan teori pendidikannya dalam praktek di sekolah-sekolah. Hasilnya, ia meninggalkan
pola dan proses pendidikan tradisional yang mengandalkan kemampuan mendengar dan
menghafal. Sebagai gantinya, ia menekankan pentingnya kreativitas dan keterlibatan siswa
dalam diskusi dan pemecahan masalaH.
4. Ibnu Sina
Ibnu Sina terkenal dengan pemikirannya sebagai intelektual muslim yang mendapat
banyak gelar. Menurutnya, tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh
potensi yang dimiliki oleh seseorang. Potensi itu tidak hanya menuju pada perkembangan fisik,
tapi juga intelektual dan budi pekerti. Selain itu, pendidikan juga harus mampu mempersiapkan
seseorang agar dapat hidup bermasyarakat.
D. Sejarah Pendidikan di IndonesiA
1. Pendidikan Pra Kemerdekaan
Pendidikan modern di Indonesia dimulai sejak akhir abad ke-18, ketika belanda
mengakhiri politik “tanam paksa” menjadi politik etis, sebagai akibat kritik dari kelompok
sosialis di negeri Belanda yang mengecam praktik tanam paksa yang menyebabkan
kesengsaraan maha dasyat di Hindia Belanda. Pendidikan “ongko loro” diperkenalkan bukan
saja sebagai elaborasi terhadap desakan kaum sosialis di negeri Belanda, namun juga didasari
kebutuhan pemerintah pendudukan untuk mendapatkan pegawai negeri jajaran rendah di dalam
administrasi pendudukannya. Pendidikan yang digerakkan oleh penjajah belanda kamudian
ditiru kembangkan oleh kaum nasionalis Indonesia.
Sejarah pendidikan di Indonesia modern dimulai dengan lahirnya gerakan Boedi
Oetomo di tahun 1908, “Pagoeyoeban Pasoendan” di tahun 1913, dan Taman Siswa di tahun
1922. Perjuangan kemerdekaan menghasilkan kemerdekaan RI tahun 1945. Soekarno, presiden
pertama Indonesia membawa semangat “nation and character building” dalam pendidikan
Indonesia. Di seluruh pelosok tanah air didirikan sekolah, dan anak-anak dicari untuk
disekolahkan tanpa dibayar. Untuk meningkatkan kualitas guru, didirikan pendidikan guru
yang diberi nama KPK-PKB, SG 2 tahun, SGA/KPG, kursus B-1 dan kursus B-2.
Masa pra-kemerdekaan begitu banyak persoalan yang menerpa dunia pendidikan di
Indonesia. Pendidikan pada saat itu masih dipengaruhi oleh kolonialisme, alhasil bangsa ini
dididik untuk mengabdi kepada penjajah atau setelah pasca kemerdekaan adalah untuk
kepentingan para penguasa pada saat itu. Karena, pada saat penjajahan semua bentuk
pendidikan dipusatkan untuk membantu dan mendukung kepentingan penjajah. Pendidikan di
zaman penjajah adalah pendidikan yang menjadikan penduduk Indonesia bertekuk lutut di
bawah ketiak kolonialis. Bangsa ini tidak diberikan ruang yang lebar guna membaca dan
mengamati banyak realitas pahit kemiskinan yang sedemikian membumi di bumi pertiwi.
Dalam pendidikan kolonialis, pendidikan bagi bangsa ini bertujuan membutakan bangsa ini
terhadap eksistensi dirinya sebagai bangsa yang seharusnya dan sejatinya wajib dimerdekakan.
Konsep ideal pendidikan kolonialis adalah pendidikan yang sedemikian mungkin
mampu mencetak para pekerja yang dapat dipekerjakan oleh penjajah pula, bukan lagi untuk
memanusiakan manusia sebagaimana dengan konsep pendidikan yang ideal itu sendiri. Tujuan
pendidikan kolonial tidak terarah pada pembentukan dan pendidikan orang muda untuk
mengabdi pada bangsa dan tanah airnya sendiri, akan tetapi dipakai untuk menanamkan nilai-
nilai dan norma-norma masyarakat penjajah agar dapat ditransfer oleh penduduk pribumi dan
menggiring penduduk pribumi menjadi budak dari pemerintahan kolonial. Selain itu, agar
penduduk pribumi menjadi pengikut negara yang patuh pada penjajah, bodoh, dan mudah
ditundukkan serta dieksploitasi, tidak memberontak, dan tidak menuntut kemerdekaan
bangsanya.
2. Pendidikan Pasca Kemerdekaan dan Masa Orde Lama
Tidak jauh berbeda setelah masa kemerdekaan, pendidikan di masa pascakolonial
melahirkan beberapa hal diantaranya:
1) Terdapat banyak sikap hidup yang bisu dan kelu. Kebudayaan bisu dan budaya
pedagogi yang hanya mengandalkan memori otak sehingga menjadikan sekolah hanya
sebagai tempat untuk mendengarkan guru ceramah tanpa siswa diberikan kesempatan
untuk berpikir kritis. Pada saat ini siswa tidak memiliki pilihan untuk tidak mengikuti
metode ceramah ini, karena guru diposisikan sebagai subjek sentral yang harus
dihormati oleh murid. Penduduk dipinggiran kota (di kampung-kampung kumuh)
ternyata belum mampu berkembang dan belum dapat diikutsertakan dalam proses
pendidikan.
2) Model sekolah yang mengikuti model barat ternyata belum hilang bekas-bekas
pengaruhnya dalam mengalami kegagalan.
3) Di sekolah-sekolah, bahasa ibu (bahasa daerah asli) didiskualifikasi secara sistematis,
diganti dengan bahasa intelektual dan artifisial penguasa di bidang politik.
4) Kaum elit dan intelektual yang mendapatkan pendidikan dari luar negeri ternyata tidak
akrab dengan masyarakat pribumi.
Oleh karena itu, secara garis besar pendidikan di awal kemerdekaan diupayakan untuk
dapat menyamai dan mendekati sistem pendidikan di negara-negara maju, khususnya dalam
mengejar keserbaterbelakangan di berbagai sektor kehidupan.
Secara umum pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi pasca kemerdekaan di
bawah kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang bebas terhadap pendidikan.
Pemerintahan yang berasaskan sosialisme menjadi rujukan dasar bagaimana pendidikan akan
dibentuk dan dijalankan demi pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa
mendatang. Pada prinsipnya konsep sosialisme dalam pendidikan memberikan dasar bahwa
pendidikan merupakan hak semua kelompok masyarakat tanpa memandang kelas sosial. Pada
masa ini Indonesia mampu mengekspor guru ke negara tetangga, dan banyak generasi muda
yang disekolahkan di luar negeri dengan tujuan agar mereka kelak dapat kembali ke tanah air
untuk mengaplikasikan ilmu yang telah mereka dapat. Tidak ada halangan ekonomis yang
merintangi seseorang untuk belajar di sekolah, karena diskriminasi dianggap sebagai tindakan
kolonialisme. Pada saat inilah merupakan suatu era di mana setiap orang merasa bahwa dirinya
sejajar dengan yang lain, serta setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan.
Orde lama berusaha membangun masyarakat sipil yang kuat, yang berdiri di atas
demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara, termasuk dalam bidang
pendidikan. Sesungguhnya, inilah amanat UUD 1945 yang menyebutkan salah satu cita-cita
pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Banyak pemikir-pemikir yang
lahir pada masa itu, sebab ruang kebebasan betul-betul dibuka dan tidak ada yang mendikte
peserta didik. Tidak ada nuansa kepentingan politik sektoral tertentu untuk menjadikan
pendidikan sebagai alat negara maupun kaum dominan pemerintah. Seokarno pernah berkata:
“…sungguh alangkah hebatnya kalau tiap-tiap guru di perguruan taman siswa itu satu persatu
adalah Rasul Kebangunan! Hanya guru yang dadanya penuh dengan jiwa kebangunan dapat
‘menurunkan’ kebangunan ke dalam jiwa sang anak,”
Dari perkataan Soekarno itu sangatlah jelas bahwa pemerintahan orde lama menaruh
perhatian serius yang sangat tinggi untuk memajukan bangsanya melalui pendidikan.
Di bawah menteri pendidikan Ki Hadjar Dewantara dikembangkan pendidikan dengan
sistem “among” berdasarkan asas-asas kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan,
dan kemanuasiaan yang dikenal sebagai “Panca Dharma Taman Siswa” dan semboyan “ing
ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani” pada 1950 diundangkan
pertama kali peraturan pendidikan nasional yaitu UU No. 4/1950 yang kemudian
disempurnakan (jo) menjadi UU No. 12/1954 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran
di sekolah. Pada 1961 diundangkan UU No. 22/1961 tentang Pendidikan Tinggi, dilanjutkan
dengan UU No.14/1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional, dan UU No. 19/1965 tentang
Pokok-Pokok Sitem Pendidikan Nasional Pancasila. Pada masa akhir pendidikan Presiden
Soekarno, 90 % bangsa Indonesia berpendidikan SD.
3. Pendidikan Masa Orde Baru
Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era
pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar,
terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres)
Pendidikan Dasar. Namun, yang disayangkan adalah pengaplikasian inpres ini hanya
berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan kualitas. Yang
terpenting pada masa ini adalah menciptakan lulusan terdidik sebanyak-banyaknya tanpa
memperhatikan kualitas pengajaran dan hasil didikan.
Pelaksanaan pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak menemukan kendala,
karena pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan
kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman
intelektualitas peserta didik. Selain itu, masa ini juga diwarnai dengan ideologi militeralistik
dalam pendidikan yang bertujuan untuk melanggengkan status quo penguasa. Pendidikan
militeralistik diperkuat dengan kebijakan pemerintah dalam penyiapan calon-calon tenaga guru
negeri.
Pada pendidikan orde baru kesetaran dalam pendidikan tidak dapat diciptakan karena
unsur dominatif dan submisif masih sangat kental dalam pola pendidikan orde baru. Pada masa
ini, peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan berat tanpa memperhatikan
keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-faktor kurikulum yang lain untuk menjadi peka
terhadap lingkungan. Beberapa hal negatif lain yang tercipta pada masa ini adalah:
1) Produk-produk pendidikan diarahkan untuk menjadi pekerja. Sehingga, berimplikasi
pada hilangnya eksistensi manusia yang hidup dengan akal pikirannya (tidak
memanusiakan manusia).
2) Lahirnya kaum terdidik yang tumpul akan kepekaan sosial, dan banyaknya anak muda
yang berpikiran positivisti.
3) Hilangnya kebebasan berpendapat.
Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Soeharto mengedepankan moto “membangun
manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia”. Pada tahun 1969-1970 diadakan
Proyek Penilaian Nasional Pendidikan (PPNP) dan menemukan empat masalah pokok dalam
pendidikan di Indonesia: pemerataan, mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan. Dan hasilnya
digunakan untuk membentuk Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan
Kebudayaan (BP3K). Pada masa orde baru dibentuk BP-7 yang menjadi pusat pengarus
utamaan (mainstreaming) pancasila dan UUD 1945 dengan produknya mata ajar Pendidikan
Moral Pancasila (PMP) dan penataran P-4. Ditahun 1980 mulai timbul masalah pendidikan di
Indonesia. Salah satunya adalah “pengangguran terdidik”. Depdiknas di bawah Menteri
Wardiman Djojohadiningrat (kabinet pembangunan VI) mengedepankan wacana pendidikan
“link and match” sebagai upaya untuk memperbaiki pendidikan Indonesia pada masa itu.
4. Pendidikan pada Masa Reformasi
Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakan-
kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum
menjadi berbasis kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan berubah dari
sentralistik (orde lama) menjadi desentralistik. Pada masa ini pemerintah menjalankan amanat
UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari
anggaran pendapatan belanja negara.
“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen (20%)
dari anggaran pendapatan dan belanja negara, serta dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.”
Dengan didasarkan oleh UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang
diperkuat dengan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah,
maka pendidikan digiring pada pengembangan lokalitas, di mana keberagaman sangat
diperhatikan. Masyarakat dapat berperan aktif dalam pelaksanaan satuan pendidikan.
Pendidikan di era reformasi 1999 mengubah wajah sistem pendidikan Indonesia
melalui UU No 22 tahun 1999, dengan ini pendidikan menjadi sektor pembangunan yang
didesentralisasikan. Pemerintah memperkenalkan model “Manajemen Berbasis Sekolah”.
Sementara untuk mengimbangi kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas, maka
dibuat sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi”.
Memasuki tahun 2003 pemerintah membuat UU No.20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional menggantikan UU No 2 tahun 1989, dan sejak saat itu pendidikan
dipahami sebagai:
“usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”
Mendiknas kabinet bersatu Bambang Sudibyo memperkenalkan beberapa inovasi
penting bagi daerah yang berhasil melaksanakan pembangunan pendidikan, mengelola
pengadaan buku untuk sekolah, dan mengembangkan wajib belajar 9 tahun, menetapkan guru
sebagai profesi agar bisa sejajar dengan profesi terhormat lainnya
Tak ada gading yang tak retak, pendidikan di masa reformasi juga belum sepenuhnya
dikatakan berhasil. Karena, pemerintah belum memberikan kebebasan sepenuhnya untuk
mendesain pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan lokal, misalnya penentuan
kelulusan siswa masih diatur dan ditentukan oleh pemerintah. Walaupun telah ada aturan yang
mengatur posisi siswa sebagai subjek yang setara dengan guru, namun dalam
pengaplikasiannya, guru masih menjadi pihak yang dominan dan mendominasi siswanya,
sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan proses pendidikan Indonesia masih jauh dari
dikatakan untuk memperjuangkan hak-hak siswa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejak awal sejarah, dambaan manusia untuk lebih mengetahui tentang diri dan alamnya,
mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan dan ini menjadi pemacu terbentuknya pusat-
pusat pembelajaran, perguruan dan universitas-universitas di dunia. Kata universitas berasal
dari bahasa Latin ‘universitas magistrorum et scholarium,’ yang kurang lebih berarti
“kumpulan para guru dan sarjana/siswa ilmuwan (community of teachers and scholars).” Ini
mirip dengan istilah sanghrama. Sangha artinya ‘komunitas’ dan arama artinya ‘tempat,
akomodasi’. Pada dasarnya, yang diajarkan di universitas-universitas pada waktu itu
adalah trivium (tatabahasa, dialektika dan logika), dan quadrivium (matematika, ilmu ukur,
musik dan astronomi).
Ada empat tokoh pendidikan di dunia, yaitu: Al Ghazali, Ibnu Shina, John Locke, dan
John Dewey.
Sejarah pendidikan di Indonesia dari masa Pra-kemerdekaan hingga masa Reformasi:
1. Pendidikan pada Masa Pra-kemerdekaan
Sejarah pendidikan di Indonesia modern dimulai dengan lahirnya gerakan Boedi Oetomo
di tahun 1908, “Pagoeyoeban Pasoendan” di tahun 1913, dan Taman Siswa di tahun 1922.
Perjuangan kemerdekaan menghasilkan kemerdekaan RI tahun 1945. Soekarno, presiden
pertama Indonesia membawa semangat “nation and character building” dalam pendidikan
Indonesia. Di seluruh pelosok tanah air didirikan sekolah, dan anak-anak dicari untuk
disekolahkan tanpa dibayar. Untuk meningkatkan kualitas guru, didirikan pendidikan guru
yang diberi nama KPK-PKB, SG 2 tahun, SGA/KPG, kursus B-1 dan kursus B-2.

2. Pendidikan pada Masa Pasca Kemerdekaan dan Masa Orde Lama

Secara garis besar pendidikan di awal kemerdekaan diupayakan untuk dapat menyamai
dan mendekati sistem pendidikan di negara-negara maju, khususnya dalam mengejar
keserbaterbelakangan di berbagai sektor kehidupan.

Orde lama berusaha membangun masyarakat sipil yang kuat, yang berdiri di atas
demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara, termasuk dalam bidang
pendidikan. Sesungguhnya, inilah amanat UUD 1945 yang menyebutkan salah satu cita-cita
pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
3. Pendidikan pada Masa Orde Baru
Pelaksanaan pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak menemukan kendala,
karena pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan
kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman
intelektualitas peserta didik. Selain itu, masa ini juga diwarnai dengan ideologi militeralistik
dalam pendidikan yang bertujuan untuk melanggengkan status quo penguasa. Pendidikan
militeralistik diperkuat dengan kebijakan pemerintah dalam penyiapan calon-calon tenaga guru
negeri.

4. Pendidikan pada Masa Reformasi


Pendidikan di era reformasi 1999 mengubah wajah sistem pendidikan Indonesia melalui
UU No 22 tahun 1999, dengan ini pendidikan menjadi sektor pembangunan yang
didesentralisasikan. Pemerintah memperkenalkan model “Manajemen Berbasis Sekolah”.
Sementara untuk mengimbangi kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas, maka
dibuat sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi”.
DAFTAR PUSTAKA
Kartono, Kartini.1997. Tujuan Pendidikan Holistik Mengenai Tujuan Pendidikan Nasional.
Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Yamin, Moh. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar Ruz.
Nugroho, Rianti.2008. Pendidikan Indonesia: Harapan, Visi,dan Strategi. Jogjakarta:
Pustaka Pelajar.
Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta: Cemerlang, 2005)
UUD 1945 amandemen keempat, pasal 31 ayat 4.
“Asal Mula Pendidikan”, (worldfhan.wordpress.com, diakses 04 Oktober 2013, pukul 19.02
WIB).
“Sejarah Perkembangan Pendidikan di Dunia”, (sudimuja.com, diakses 04 Oktober 2013,
pukul 19.25 WIB).
“4 Tokoh Pendidikan di Dunia”, (yudhe.com. diakses 04 Oktober 2013, pukul 19.51WIB).
“Sejarah Pendidikan Indonesia”, (filsufgaul.wordpress.com, diakses 04 Oktober 2013,
pukul 20.13 WIB).

Anda mungkin juga menyukai