Anda di halaman 1dari 67

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra merupakan salah satu karya seni karena karya sastra dengan

leluasa menggungkapkan dan mengekspresikan nilai-nilai yang bermanfaat bagi

manusia demi penyempurnaan kehidupan manusia. Karya sastra memiliki

beberapa klasifikasi, jenis, gengre yang meliputi prosa, puisi, dan drama. Prosa

terdiri atas novel, cerpen, roman, dan sebagainya. Sastra diartikan sebagai tulisan

atau karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dalam bahasa

yang indah.

Wiyatmi (2011:14), mengatakan sastra merupakan hasil karya seni yang

diciptakan pengarang ataupun kelompok masyarakat tertentu bermediakan bahasa.

Sebagai karya seni yang bermediakan bahasa, karya sastra dipandang sebagai

karya imajinatif. Di samping sebagai karya seni yang memberikan kesan

keindahan bagi pembacanya, juga dapat dijadikan objek bagi seseorang yang

ingin berusaha meninjau dan mendeskripsikan peristiwa atau memahami watak

tokoh yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Selain itu, karya sastra juga bisa

diapresiasikan.

Aminudin (2010:36), mengatakan kegiatan apresiasi sastra dapat dilakukan

dengan kegiatan langsung dan tak langsung. Apresiasi sastra secara langsung

adalah kegiatan membaca atau menikmati cipta sastra berupa teks maupun

performasi secara langsung. Kegiatan membaca suatu teks sastra secara langsung

itu dapat terwujud dalam prilaku membaca, memahami, menikmati, serta


2

mengevaluasi teks sastra baik yang berupa cerpen, novel, roman naskah drama,

maupun teks sastra yang berupa puisi. Struktur dan unsur yang membangun

beberapa karya sastra itu sama yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Karya sastra

jenis prosa fiksi yang dipilih sebagai bahan kajian penelitian ini adalah cerita

pendek (cerpen). Cerpen adalah bentuk karangan prosa fiksi yang pendek, jumlah

katanya berkisar antara seribu hingga lima ribu kata. Kosasih (2003:222),

menjelaskan bahwa cerita pendek (cerpen) adalah cerita yang menurut wujud

fisiknya berbentu pendek. Ukuran panjang pendeknya suatu cerita memang relatif.

Namun, pada umumnya cerita pendek merupakan cerita yang habis dibaca sekitar

sepuluh menit atau setengah jam. Jumlah katanya sekitar 500-5.000 kata. Karena

itu, cerita pendek sering diungkapkan dengan cerita yang dapat dibaca dalam

sekali duduk. dan sebelum mengapresiasikan karya sastra terlebih dahulu kita

mengetahui ciri-ciri sastra itu.

Luxemburg, dkk (Wiyatmi 2011:14-15), mengemukakan beberapa ciri


sastra. Pertama, sastra adalah sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan sebuah
imitasi. Kedua, sastra merupakan luapan emosi yang spontan. Ketiga, sastra
bersifat otonom, tidak mengacu kepada sesuatu yang lain; sastra tidak bersifat
komunikatif. Keempat, otonomi sastra itu bercirikan suatu koherensi.
Pengertian koherensi ini mengacu pada keselarasan yang mendalam antara
bentuk dan isi. Kelima, sastra menghidangkan sebuah sintesa antara hal-hal
yang saling bertentangan. Keenam, sastra mengungkapkan yang tak
terungkap. Sastra mampu menghadirkan aneka macam asosiasi dan konotasi
yang dalam bahasa sehari-hari jarang kita temukan. Oleh karena itu, meninjau
dan mendeskripsikan peristiwa atau memahami psikologi sastra merupakan
langkah awal bentuk sumbangan pemikiran terhadap pengembangan
pembelajaran sastra.

Wiyatmi (2011:28), menjelaskan, bahwa psikologi sastra merupakan salah

satu kajian sastra yang bersifat interdisipliner, karena memahami dan mengkaji

sastra dengan menggunakan berbagai konsep dan kerangka teori yang ada dalam

psikologis. Selain itu, Karya sastra merupakan dunia imajinasi yang diciptakan
3

oleh pengarang. Imajinasi yang diciptakan berasal dari diri sendiri dan lingkungan

sekitar pengarang. Imajinasi yang diciptakan dari diri sendiri berhubungan dengan

kondisi psikologis yang dialami oleh pengarang. Hal tersebut sangat berpengaruh

bagi cerita yang akan dituliskan. Pengaruh tersebut dari kondisi psikis pengarang

yaitu pada tokoh cerita. Kebanyakan orang beranggapan bahwa tokoh utama

merupkan tokoh yang sama dengan pengarangnya, apalagi jika tokoh tersebut

memiliki jenis kelamin yang sama.

Sastra sebagai gejala kejiwaan di dalamnya terkandung fenomena-fenomena

kejiwaan yang terlihat lewat prilaku tokohnya. Dengan demikian mempelajari

sastra salah satunya dalam bentuk cerita dapat memberikan semangat kepada

seseorang untuk memperoleh informasi tentang sastra dan segala sesuatu yang

terjadi dalam kehidupan. Dalam pelaksanaan apresiasi sastra melalui kegiatan

tinjauan, tidak harus meliputi keseluruhan aspek yang terkandung dalam suatu

cipta sastra, melainkan bisa dibatasi pada tinjaun struktur, diksi, gaya bahasa

unsur kebahasaan, atau mungkin psikologi penokohan.

Menurut Minderop (2010:54), tujuan psikologis sastra adalah memahami

aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya, melalui pemahaman

terhadap para tokoh, misalnya, masyarakat dapat memahami perubahan,

kontradiksi dan penyimpangan-penyimpangan lain yang terjadi di masyarakat

khususnya yang terkait dengan psike. Meskipun demikian bukan berarti bahwa

tinjauan psikologis sastra sama sekali terlepas dari kebutuhan masyarakat.

Menurut Semi (Endraswara, 2013:12), ada beberapa kelebihan penggunaan

psikologis sastra, yaitu (1) sesuai untuk mengkaji secara mendalam aspek
4

perwatakan, (2) dengan pendekatan ini dapat memberikan umpan balik kepada

penulis tentang masalah perwatakan yang dikembangkan (3) sangat membantu

dalam meganalisis karya sastra, apalagi menganalisis kejiwaan penokohan cerita

pendek atau cerpen.

Menganalisis tokoh dalam karya sastra dan perwatakannya seorang pengkaji

sastra juga harus berdasarkan pada teori dan hukum-hukum psikologi yang

menjelaskan perilaku dan karakter manusia. Teori psikologi yang sering

digunakan dalam melakukan penelitian sebuah karya sastra adalah teori

psikoanalisis yang dikemukakan oleh Sigmund Frued.

Sigmund Freud adalah seorang dokter dari Wina. Ia mengemukakan

gagasannya bahwa kesadaran merupakan sebagian kecil dari kehidupan mental

sedangkan sebagian besarnya adalah ketaksadran atau taksadar (Endarswara,

2013:101). Teori psikoanalisis berhubungan dengan fungsi dan perkembangan

mental manusia. Ilmu merupakan bagian dari psikologi yang memberikan

kontribusi besar dan dibuat untuk psikologi manusia selama ini.

Salah satu psikoanalisis yang dikemukakan Frued adalah struktur

kepribadian. Frued berpendapat, bahwa kepribadian tersusun dari tiga sistem

pokok, yakni: id, ego, dan super ego. Ketiga aspek itu masing-masing mempunyai

fungsi, sifat komponen, psinsip kerja dan dinamika sendiri-sendiri. Namun

ketiganya saling berhubungan sehingga sukar untuk memisah-misahkan

pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia. Tingkah laku merupakan hasil kerja

sama dari ketiga aspek itu.


5

Penelitian psikologi sastra membutuhkan kecermatan dan ketelitian dalam

membaca supaya dapat menemukan unsur-unsur yang mempengaruhi kejiwaan.

Oleh karena itu, dalam meninjau cerita pendek atau cerpen diperlukan kecermatan

dari seorang pembaca, hal ini memungkinkan secara tidak langsung pembaca akan

merasakan sesuatu di dalam karya sastra tersebut.

Berdasarkan uraian sebelumnya, kaitannya dengan penelitian ini tinjauan

yang akan dilakukan peneliti adalah tinjauan psikologis penokohan dari kumpulan

cerita pendek atau cerpen Menunggu Suti karya RD. Kedum. Hasil tinjauan ini

diharapkan dapat dijadikan bahan pembelajaran sastra di sekolah untuk mengatasi

kendala pembelajaran sastra yang tejadi saat ini.

B. Fokus dan Subfokus Penelitian


1. Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah menyangkut tentang Bagaimanakah

psikologis penokohan cerpen Menunggu Suti karya RD. Kedum dan implikasi

pengajarannya?
2. Subfokus Penelitian
Subfokus dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah psikologis penokohan Id cerpen Menunggu Suti karya RD.

Kedum dan implikasi pengajarannya?


b. Bagaimanakah psikologis penokohan Ego cerpen Menunggu Suti karya RD.

Kedum dan implikasi pengajarannya?


c. Bagaimanakah psikologis penokohan Super Ego cerpen Menunggu Suti karya

RD. Kedum dan implikasi pengajarannya?

C. Rumusan Masalah
6

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah psikologis

penokohan cerpen Menunggu Suti karya RD. Kedum dan implikasi

pengajarannya?

D. Ruang Lingkup Penelitian

Cerita pendek atau cerpen yang akan ditinjau dalam penelitian ini adalah

kumpulan cerpen Menunggu Suti Karya RD. Kedum yang terdiri dari 13 cerpen.

Ruang lingkup penelitian ini peneliti batasi pada analisis psikologis penokohan

cerpen Menunggu Suti karya RD. Kedum dan implikas pengajarannya. Tinjauan

yang dibahas dalam penelitian ini yaitu tentang psikologis penokohannya,

bagaimana kejiwaan tokoh yang ada dalam cerpen tersebut.

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan

penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan psikologis penokohan cerpen menuggu

Suri karya RD. Kedum dan implikasi pengajarannya.

F. Definisi Operasional
1. Tinjauan adalah pemeriksaan yang teliti, penyelidikan, kegiatan pengumpulan

data, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara

sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan.


2. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas

kejiwaan.
3. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang

ditampilkan dalam sebuah cerita.


7

4. Cerita pendek atau cerpen adalah jenis karya sastra yang memaparkan kisah

atau cerita tentang manusia dan seluk beluknya lewat tulisan pendek.
5. Implikasi adalah akibat langsung atau konsekuensi dari temuan dan hasil atas

suatu penelitian.

G. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari hasil kegiatan penelitian ini adalah:
1. Bagi Peneliti hasil penelitian ini berguna untuk mengukur kemampuan

peneliti dalam melakukan tinjauan psikologis penokohan cerpen Menunggu

suti Karya RD. Kedum.


2. Bagi peserta didik agar dapat membantu peserta didik untuk mengetahui

nilai-nilai pendidikan dalam cerpen. Pembelajaran apresiasi sastra harus dapat

member perubahan perilaku terhadap peserta didik. Pembelajaran analisis

cerpen ini sangat bermanfaat bagi anak didik menjadi lebih cerdas.
3. Bagi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia Sebagai masukan dan informasi

terhadap proses pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, Khususnya

pembelajaran sastra.
4. Bagi Lembaga Pendidikan STKIP-PGRI Lubuklinggau hasil penelitian ini

diharapkan dapat dijadikan sumbangan pemikiran dan mendorong untuk

meningkatkan pengalaman dan sumber belajar tentang tinjauan psikologis

penokohan cerita pendek.


8

BAB II
KAJIAN TEORETIK

Pada bagian ini diuraikan beberapa hal yang berkaitan erat dengan fokus yang

diangkat dalam penelitian ini, yaitu gambaran tentang tinjauan psikologis

penokohan cerpen Menunggu Suti karya RD. Kedum dan implikasi

pengajarannya. Uraian ini dimaksud sebagai landasan yang akan digunakan dalam

pembahasan penelitian. Adapun uraian ini terdiri dari lima bagian. Pertama, uraian

tentang pengertian tinjau. kedua uraian tentang pengertian psikologi sastra. ketiga

uraian tentan pendekatan psikologi sastra yang meliputi (a) id, (b) ego, (c) super

ego. Keempat, uraian tentang cerpen yang meliputi, (a) pengertian cerpen, (b) ciri-
9

ciri cerpen, (c) jenis-jenis cerpen. Kelima, uraian tentang penokohan yang

meliputi, (a) pengetian penokohan, (b) jenis-jenis tokoh.

A. Deskripsi Konseptual Fokus dan Subfokus Penelitian


1. Pengertian Tinjauan

Pengertian tinjauan menurut Poerdarminta (2008:162), adalah hasil meninjau,

pandangan, (menyelidiki, mempelajari, dsb). Sedangkan (Hermaheri, 2004

http://www.pengertian-tinjauan.com (19 Agustus 2015), menjelaskan bahwa yang

dimaksud dengan tinjaun adalah pemeriksaan yang teliti, penyelidikan, kegiatan

pengumpulan data, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan

secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tinjau adalah

pemeriksaan yang teliti, pandangan, menyelidiki, mempelajari, kegiatan

pengumpulan data, pengolahan analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara

sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan.

2. Pengertian Psikologi Sastra


Sebelum menguraikan tentang psikologi sastra, terlebih dahulu diuraikan

pengertian psikologi. Dalam pengantar psikologi umum, Ahmadi (2009:1),

mengemukakan bahwa Psikologis berasal dari perkataan yunani psyche yang

artinya jiwa dan logos yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi

(menurut arti kata) psikologis artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik

mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya.

Dengan singkat disebut ilmu jiwa. Sejalan dengan pendapat di atas, Djamarah
10

(2008:1), mengatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang

jiwa atau ilmu jiwa.


Perlu diketahui istilah jiwa dalam bahasa Indonesia sering kali

dihubungkan dengan masalah mistik, kebatinan, dan keruhanian. Oleh alasan

tersebut para ahli lebih suka menggunakan istilah psikologi. Di samping itu, objek

utama psikologi bukanlah masalah jiwa karena jiwa tidak dapat dipelajari dan

diteliti secara ilmiah. Objek psikologi, yaitu tingkah laku manusia atau gejalah

kejiwaan. seperti menurut Prawira (2012:25), ini mengatakan psikologi adalah

ilmu yang mempelajari baik gejalah-gejalah kesadaran maupun gejalah-gejalah

ketidaksadaran serta gejalah-gejalah di bawah sadar.


Psikologis merupakan ilmu yang berdiri sendiri, tidak bergabung dengan

ilmu-ilmu lain. Namun, psikologsi tidak boleh dipandang sebagai ilmu yang sama

sekali terlepas dari imu-ilmu lainnya. Dalam hal ini psikologis masih mempunyai

hubungan dengan ilmu lain seperti filsafat, sosial, maupun budaya. Di samping

itu, psikologsi mempunyai keterkaitan denga ilmu sastra.

Endraswara (2013:96), mengatakan Psikologis sastra adalah kajian sastra

yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Sejalan dengan pendapat di

atas Minderop (2010:54), mengemukakan psikologi sastra adalah telaah karya

sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Artinya dalam

menelaah suatu karya psikologis hal penting yang perlu dipahami adalah sejauh

mana keterlibatan psikologis pengarang dan kemampuan pengarang menampilkan

para tokoh rekaan yang terlibat dengan masalah kejiwaan. Psikologi sastra

merupakan salah satu kajian sastra yang bersifat interdidipliner, karena memahami

dan mengkaji sastra dengan menggunakan berbagai konsep dan kerangkah teori
11

yang ada dalam psikologi. Menurut Wellek dan Waren (Wahyuningtias dan

Wijaya, 2011:8-9), psikologi sastra mempunyai empat kategori, yaitu:

a. Studi psikologi pengarang sebagai tife atau sebagai pribadi


b. Studi hukum-hukum psikologi yang diterapkan dalam karya sastra
c. Proses kreatif
d. Pengarang dan latar belakang pengarangnya mempelajari dampak sastra

terhadap pembaca atau psikologi karya sastra.

Dalam menelaah suatu karya psikologis hal penting yang perlu dipahami

adalah sejauh mana keterlibatan psikologis pengarang dan kemampuan

pengarang menampilkan para tokoh rekaan yang terlibat dengan masalah

kejiwaan.

Minderop (2010:55), mengemukakan bahwa psikologi sastra dipengaruhi

oleh beberapa hal. Pertama, karya sastra merupakan kreasi dari suatu proses

kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar.

Kedua, telaah psikologi sastra adalah kajian yang menelaah cermin psikologis

dalam diri para tokoh yang disajikan sedemikian rupa oleh pengarang sehingga

pembaca merasa terbuai oleh problemah psikologis kisahan yang kadang kalah

merasakan dirinya teribat dalam cerita.

3. Pendekatan Psikologis Sastra

Endraswara (2013:97), mengatakan dasar penelitian psikologi sastra akan


ditopang oleh tiga pendekatan sekaligus. Pertama, pendekatan tekstual, yang
mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya satra. Kedua, pendekatan
reseftif-pragmatik, yang mengkaji aspek psikologis pembaca sebagai
penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya yang dibacanya.
Ketiga, pendekatan ekspresif, yang mengkaji aspek psikologis sang penulis
ketika melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat karyanya.
Berdasarkan penelitian ini pendekatan yang di gunakan adalah pendekatan
tekstual, yang mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya satra.
12

Penelitian psikologi sastra memang memiliki landasan pijak yang kokoh.

Karena, baik sastra maupun psikologi sama-sama mempelajari hidup manusia.

Bedanya, kalau sastra mempelajari manusia sebagai ciptaan imajinasi pengarang,

sedangkan psikologi mempelajari manusia sebagai ciptaan illahi secara riil.

Namun sifat-sifat manusia dalam psikologi maupun sastra sering menunjukkan

kemiripan, sehingga psikologi sastra memang tepat dilakukan. Meskipun karya

sastra bersifat kreatif dan imajiner, penciptaan tetap sering memanfaat hukum-

hukum psikologi untuk menghidupkan karakter tokoh-tokohnya. Pencipta sadar

atau tidak telah menerapkan teori psikologi secara diam-diam.

Penelitian psikologis sastra membutuhkan kecermatan dan ketelitian dalam

membaca supaya dapat menemukan unsur-unsur yang mempengaruhi kejiwaan.

Perbedaan gelaja-gejala kejiwaan yang ada dalam karya sastra adalah gejala

kejiwaan dari manusia-manusia imajiner. Sedangkan dalam psikologis gelaja

kejiwaan pada manusia rill (Endaswara, 2013: 97).

Antara psikologi dan sastra akan saling melengkapi dan saling berhubungan

sebab hal tersebut dapat digunakan untuk menemukan proses penciptaan sebuah

karya sastra. Psikologi digunakan untuk menghidupkan karakter para tokoh yang

tidak secara sadar diciptakan oleh pengarang.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan psikologi sastra

adalah suatu pendekatan yang memahami lebih jauh latar belakang kejiwaan baik

itu dari pengarangnya maupun dari tokoh-tokoh rekaan yang terlibat masalah

kejiwaan.
13

Minderop (2010:54), mengemukakan tiga cara yang dapat dilakukan untuk

memahami hubungan antara psikologi dengan sastra yaitu (1) memahami unsur-

unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis (2) memahami unsur-unsur kejiwaan

tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra (3) memahami unsur-unsur kejiwaan

pembaca. Berdasarkan penelitian ini cara yang digunakan untuk menghubungkan

psikologi dan sastra adalah memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh

fiksional dalam karya sastra.

Menurut Endraswara (2013:104), yang harus dilakukan dari sasaran

penelitian tentang psikologi tokoh ada beberapa proses, yaitu:

a. Pendekatan psikologi sastra menekankan kajian keseluruhan baik berupa

unsur instriksik maupun ekstrinsik. Namun, tekanan pada unsur intrinsik,

yaitu tentang penokohan dan perwatakannya.


b. Analisis tokoh seharusnya ditekankan pada nalar perilaku tokoh. Tokoh yang

disoroti tak hanya terfokus pada tokoh utama, baik protagonis maupun

antagonis. Tokoh-tokoh bawahan yang dianggap tak penting pun harus

diungkapkan.
c. Konflik perwatakan tokoh perlu dikaitkan dengan psikologi

Menurut Minderop (Endraswara, 2013:2) kelebihan penelitian psikologi

sastra yaitu;

a. Pentingnya pisikologi sastra untuk mengkaji lebih mendalam aspek

perwatakan.
b. Dengan pendekatan ini dapat memberi umpan-balik kepada peneliti tentang

masalah perwatakan yang dikembangkan.


14

c. Penelitian semacam ini sangat membantu untuk menganalisis karya sastra

yang kental dengan masalah-masalah psikologis.

Adapun kelemahannya antara lain:

a. Menuntut kekayaan pengetahuan, ilmu jiwa psikologi. Kalau tidak,

pendekatan ini sukar untuk dijalankan.


b. Banyak hal yang abstrak yang sukar dinalar dan dipecahkan karena

keterangan tentang perilaku dan motif tindakan itu tidak dijelaskan oleh

penulis.
c. Sukar mengetahui kaitan satu tindakan dengan tindakan lain yang

diperlihatkan tokoh karena tokoh itu sendiri mati, tidak bisa diwawancarai,

sedangkan pengarang-pun seringkali tidak mau mengomentari karyanya.


d. Tidak mudah mengetahui apakah pengalaman yang menimpa tokoh cerita

merupakan pengalaman pengarang atau bukan.

Menganalisis tokoh dalam karya sastra dan perwatakannya seorang pengkaji

sastra juga harus berdasarkan pada teori dan hukum-hukum psikologis yang

menjelaskan perilaku dan karakter manusia. Teori psikologis yang sering

digunakan dalam melakukan penelitian sebuah karya sastra adalah teori

psikoanalisis yang dikemukakan oleh Sigmund Frued.

Sigmund Freud adalah seorang dokter dari Wina. Ia mengemukakan

gagasannya bahwa kesadaran merupakan sebagian kecil dari kehidupan mental

sedangkan sebagian besarnya adalah ketaksadran atau taksadar (Endarswara,

2013:101). Teori psikoanalisis berhubungan dengan fungsi dan perkembangan


15

mental manusia. Ilmu merupakan bagian dari psikologi yang memberikan

kontribusi besar dan dibuat untuk psikologis manusia selama ini.

Salah satu psikoanalisis yang dikemukakan Frued adalah struktur

kepribadian. Frued berpendapat, bahwa kepribdian tersusun dari tiga sistem

pokok, yakni: id, ego, dan super ego. Ketiga aspek itu masing-masing

mempunyai fungsi, sifat komponen, psinsip kerja dan dinamika sendiri-sendiri.

Namun ketiganya saling berhubungan sehingga sukar untuk memisah-misahkan

pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia. Tingkah laku merupakan hasil kerja

sama dari ketiga aspek itu. Ketiga aspek itu diuraikan sebagai berikut :

a. Id

Das Es (The Id) Wahyuningtyas dan Wijaya (2011:11), Menjelaskan Das

Es (The Id) adalah aspek biologis kepribadian yang berhubungan dengan prinsip

kesenangan atau pemuasan dalam bentuk dorongan seksual. Sejalan dengan

pendapat di atas Endraswara (2013:101), Mengatakan Id adalah aspek

kepribadian yang gelap dalam bawah sadar manusia yang berisi insting dan

nafsu-nafsu tak kenal nilai dan agaknya berupa energy buta. Demikian juga

Wiyatmi mengatakan Id berkaitan dengan ketidaksadaran yang merupakan bagian

yang primitif dari kepribadian. Kekuatan yang berkaitan dengan Id mencakup

insting seksual dan insting agresif.

Dapat disimpulkan bahwa, Id merupakan aspek biologis kepribadian yang

berkaitan dengan ketidaksadaran serta mencakup insting seksual dan insting

agresif. Misalkan kita lihat pada kutipan di bawah ini:

Tiba-tiba aku mendengar erangan sirine ambulans dari arah


16

Lubuklinggau makin mendekat, seakan mengabarkan kepada

dunia: Ada orang mati mengenaskan!!! Kerumunan orang tersibak

memberi jalan kepada polisi yang menghapiriku. Aku terperangah

kala melihat yang datang adalah Darmadi adik kandung Suti. Aku

menggamit lengannya untuk memberi tahu bahwa ini aku, kakak

iparnya! Tapi, aku seperti menggamit angin. Lalu aku

berteriak,Aku Inung Dar, suami kakakmu! Dar, kabarkan kepada

Suti perihal kematianku, Dar! Dar, dengar aku, Dar, Dar.!

Kutipan di atas dilihat dari psikologis penokohan menunjukan idnya berusaha

untuk menyampaikan segala sesuatu yang tejadi padanya, namun ia tidak bisa

melakukannya. Hal ini dikarenakan peran egonya yang lebih dominan dalam

dirinya. Oleh sebab itu ia berusaha untuk menyampaikan keinginannya dengan

cara menggamit lengan Darmadi untuk memberi tahu bahwa jenazah itu adalah

tokoh Aku! Tapi yang tokoh Aku lakukankan seperti menggamit angin. Usahanya

sia-sia tindakan apapun yang ia lakukan tidak bisa didengar atau dirasakan oleh

orang disekitarnya karena manusia biasa tidak bisa berkomunikasi dengan

mahluk astral. Tapi ia tidak menyerah untuk memberitahu perihal kematiannya

pada orang-orang, seperti terlihat dalam kutipan dibawah ini:

Komandan, lapor! Aku dibunuh kawan-kawanku! Genok, Mada,

dan Mudin! Mereka bersekongkol membunuhku karena aku berhasil

menggeruk uang empat miliar pada satu bank, sementara mereka

hanya mendapatkan koper kosong berisi berkas bukti nasabah!

Aku berusaha menjelaskan kepada komandan. Tapi, mereka hanya


17

sibuk membolak-balik tubuhku kesana kemari.

Tokoh aku berusaha untuk melaporkan peristiwa kejadian yang dialaminya

kepada pak Komandan bahwa ia mati karena di bunuh oleh kawan-kawannya.

Tapi hasilnya sia-sia mereka hanya sibuk membolak-balik jenazah kesana kemari.
b. Ego
Das Ich (The Ego) Wahyuningtyas dan Wijaya (2011:12), menjelaskan

Das Ich (Th Ego) adalah aspek psikologis dari kepribadian yang muncul setelah

adanya hubungan dengan dunia luar atau lingkungan. Ego bersifat menekan Id

yang kuat dalam bentuk aktivitas sadar dan prasadar dengan berpegang pada

prinsip kenyataan atau reality prinsciple. Sejalan dengan pendapat di atas,

Endraswara (2013:101), mengatakan ego adalah kepribadian implemetatif, yaitu

berupa kontak dengan dunia luar. Sama dengan pendapat di atas, Wiyatmi

(2011:12), menjelaskan ego sadar akan realitas. Oleh karena itu, Frued

menyebutnya sebagai prinsip realitas. Misalnya:

Tolong buka saja wajahnya. Siapa tahu aku mengenalnya! kata

seseorang. Kurasa ia bukan ingin mengenaliku karena aku tidak

pernah mengenalnya. Ya, dia hanya ingin memastikan bahwa ada

jasad yang terbujur kaku di tepi jalan lintas Sumatra, dengan

wajah rusak! Selanjutnya, pasti dia akan berkabar layaknya

corongan toa di masjid-masjid. Tidak saja mengambarkan berita

duka, tetapi dia kan tuturkan wajahku yang remuk, bola mata

yang keluar, leher yang hampir putus, perut yang terburai.

Maka, orang-orang pun akan menyeringai ngeri, menyumpahi


18

perbuatan jahat pelakunya, mengutuk! Selanjutnya serentak

mereka merasa iba kepadaku, merasakan kedukaanku seakan

dukanya. Puihhh!!.

Jika dipandang dari sudut psikologi penokohan kutipan di atas

mengambarkan ego tokoh Aku yang merasa bahwa orang-orang yang berada di

sekitarnya hanya ingin mengejek dan mencelanya. Peran ego dalam bentuk

aktivitas prasadar dalam dirinya begitu mengendalikan dirinya sehingga ia

berprasangka buruk pada orang-orang yang ingin melihat jenazahnya. Padahal

orang-orang yang berada di sekitar jenazah tidak semuanya memiliki sifat yang

seperti itu. Ada yang bersimpati padanya, seperti seseorang ini ia ingin melihat

wajanyanya siapa tahu ia mengenal jenazah yang terbujur kaku di tepi jalan lintas

Sumatra ini.

c. Super Ego
Sementara super ego berkembang mengontol dorongan-dorongan buta

Id tersebut. Hal ini berarti ego (das ich) merupakan sistem kepribadian yang

bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek dari kenyataan, dan

menjalan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Ego adalah kepribadian

implementatif, yaitu berupa kontak dengan dunia luar. Adapun super ego (das

ueber ich) adalah sistem kepribadian yang berisi nilai-nilai atau aturan yang

bersifat evaluatif (menyangkut baik buruk) Endraswara (2013:101). Super ego


19

merupakan lapisan yang menolak sesuatu yang melanggar norma. Super ego dapat

dikatakan sebagai dasar hati nurani yang erat hubungannya dengan moral. Sejalan

dengan pendapat di atas Wiyatmi (2011:11), mengatakan bahwa super ego

mengontrol mana perilaku yang boleh dilakukan, mana yang tidak. Misalnya:

Kali ini aku benar-benar menangis. Aku sudah tak peduli dengan

orang-orang yang berduyun-duyun mendekat dan mengerumuniku.

.Yang kupikirkan hanyalah, bagaimana caranya mengabari suti, agar

ia tahu bahwa aku telah mati. Baru aku sadar, aku belum sempat

memberikan kebahagiaan yang penuh untuknya. Aku lebih banyak

bersandiwara sebagai suami yang suci. Padahal, aku lebih banyak

menghabiskan malam-malamku diranjang bersama Rusti atau Sumi,

berjudi, minum-minuman keras, merencanakan perampokan-

perampokan, dan perbuatan terkutuk lainnya.

Peran super ego dalam diri tokoh Aku lebih kuat untuk menyadarkan

dirinya bahwa tidak semua orang yang berduyun-duyun datang untuk mencelah

dirinya. Ia tersentak sadar ketika mengigat Suti istrinya yang belum sempat ia

bahagiakan, selama ini ia lebih banyak bersandiwara sebagai suami yang suci dan

tidak memperdulikan apa yang terjadi. Ia selalu mengahabiskan malamnya

bersama Sumi dan Rsuti, minum-minuman, berjudi dan lain-lainnya. Ia sadar

ketika mengingat Suti, istri yang slama ini slalu ia zolimi yang belum sempat ia

bahagiakan . Kali ini ia benar-benar menyesal dengan perbuatannya selama ini.

Dan sekarang bagaimanapun caranya ia harus mengabarkan istrinya tersebut.


20

Das Ueber Ich atau The Super ego, merupakan aspek psikologi kepribadian

yang fungsi pokoknya menentukan benar salahnya atau sesuai tidaknya sesuatu.

Dengan demikian, pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat. Super

ego dibentuk melalui jalan internalisasi, artinya larangan/ perintah dari luar diolah

sedemikian rupa sehingga akhirnya terpancar dari dalam. Fungsi pokok super ego

terlihat dalam hubungannya dengan ketiga sistem kepribadian, yaitu merintangi

impuls-impuls id terutama impuls seksual dan agresif, mendorong ego untuk lebih

mengejar hal-hal moralitas dan mengejar kesempurnaan.

4. Langkah-langkah Analisis Cerpen Menunggu Suti Karya RD. Kedum

dengan Tinjauan Psikologi Penokohan Sastra.

Menurut Amirun dan Haryono (2005:54), adapun langkah-langkah dalam

menganalisis cerpen adalah sebagai berikut:

a. Membaca teks cerpen Menunggu Suti Karya RD. Kedum secara seksama dari

awal sampai akhir cerita secara berurutan, agar dapat memahami secara

mendalam kandungan isi yang ada dalam cerpen tersebut.


b. Mengidentifikasi dan menganalisis teks sastra sebagai gambaran hubungan

kejiwaan dengan gagasan dalam cerpen Menunggu Suti Karya RD. Kedum.
c. Mengidentifikasi dan menganalisis sikap atau kejiwaan tokoh cerita dalam

cerpen Menunggu Suti karya RD. Kedum.


d. Menyimpulkan hasil analisis yang didasarkan pada analisis secara

keseluruhan
5. Batasan Cerita Pendek (Cerpen)

Somad, dkk (2008:171), mengatakan, bahwa cerita pendek sering disebut

sebagai cerita rekaan yang relatif pendek, karena dapat selesai dibaca dalam satu

kali pembacaan. Dalam penyajiannya cerpen disusun secara cermat dan hemat
21

serta berfokus pada satu pokok permasalahan. Sejalan dengan pendapat di atas,

Kosasih (2003:222), menjelaskan bahwa cerita pendek (cerpen) adalah cerita yang

menurut wujud fisiknya berbentu pendek. Ukuran panjang pendeknya suatu cerita

memang relatif. Namun, pada umumnya cerita pendek merupakan cerita yang

habis dibaca sekitar sepuluh menit atau setengah jam. Jumlah katanya sekitar 500-

5.000 kata. Karena itu, cerita pendek sering diungkapkan dengan cerita yang dapat

dibaca dalam sekali duduk. Selain itu menurut Nurgiantoro (2010:10), cerpen,

sesuai dengan namanya adalah cerita yang pendek. Akan tetapi, berapa ukuran

panjang pendek itu memang tidak ada aturannya, tidak ada satu kesepakatan di

antara para pengarang dan para ahli.

Dengan demikian dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

cerpen sesuai dengan namanya adalah cerita pendek namun ukuran panjang

pendeknya suatu cerita memang relatif. Karena itu, cerita pendek sering

diungkapka dengan cerita yang dapat dibaca dalam sekali duduk.

a. Ciri-ciri Cerpen
Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa cerpen memiliki ciri-

ciri sebagai berikut:


1) Penyajiannya disusun secara cermat dan hemat
2) Berfokus pada satu pokok permasalahan
3) Jumlah katanya sekitar 500-5.000 kata
4) Dapat dibaca dalam sekali duduk
Menurut Kosasih (2003:223), cerpen memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Alur lebih sederhana
2) Tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang
3) Latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkup yang relatif terbatas
4) Tema dan nilai-nilai kehidupan yang disampaikan relatif sederhana.
22

b. Jenis-jenis Cerpen
Menurut Nurgiantoro (2010:10), berdasarkan panjang ceritanya jenis cerita

pendek atau cerpen terdiri dari:


1) Short short story yakni, cerpen yang pendek bahkan mungkin pendek sekali

berkisar antara 500-an kata.


2) Midle short story yakni, cerpen yang panjangnya cukupan.
3) Long short story yakni, cerpen yang panjang ceritanya terdiri dari puluhan

atau bahkan beberapa puluh ribu kata. Cerpen dalam bentuk ini bisa disebut

dengan novelet.

6. Pengertian Penokohan

Tokoh berkaitan dengan siapa yang diceritakan, siapa yang melakukan

sesuatu, siapa yang mengalami sesuatu, siapa yang membuat konflik, dan

sebagainya. Peristiwa dalam cerita dialami oleh tokoh atau pelaku. Penokohan

memiliki arti yang lebih luas dari tokoh karena penokohan merupakan pelukisan

bagaimana perwatakan tokoh-tokohnya dan memberikan gambaran yang jelas

pada pembaca. Kosasih (2003:228), Menjelaskan bahwa penokohan adalah cara

pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam

cerita. Sejalan dengan pendapat itu Nurgiantoro (2010:165), mengemukakan

bahwa penokohan merupakan pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang

yang ditampilkan dalam sebuah cerita

Dalam pembicaraan sebuah fiksi, sering dipergunakan istilah-istilah seperti

tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan atau karakter dan karakteristik

secara bergantian dengan menunjukan arti yang hampir sama. Penokohan dan
23

perwatakan, menunjukan pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-

watak tertentu dalam sebuah cerita. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang

jelas tentang seseorang yang ditampilakan dalam sebuah cerita.

Selanjutnya Minderop (2010:98), berpendapat bahwa perwatakan adalah

kualitas nalar atau perasaan para tokoh di dalam suatu karya fiksi yang dapat

mencakup tidak saja tingkah laku atau tabiat dan kebiasaan tetapi juga

penampilan. Penggunaan istilah karakter (character) dalam berbagai literatur

bahasa Inggris menyarankan pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai

tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan,

emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut. Stanto (Nurgiantoro

2010:165), mengatakan dengan demikian, character dapat berarti pelaku cerita

dan dapat pula berarti perwatakan. Antara seorang tokoh dengan perwatakan yang

dimilikinya, memang merupakan suatu kepaduan yang utuh. Penyebutan nama

tokoh tertentu tak jarang, langsung mengisyaratkan kepada kita perwatakan yang

dimilikinya. Hal itu terjadi terutama pada tokoh-tokoh cerita yang telah menjadi

milik masyarakat.

Tokoh cerita (character) menurut Abrams (Nurgiantoro, 2010:165-166),

adalah orang-orang yang ditampilkan dalam sebuah karya naratif, atau drama,

yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu

seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Pembedaan antara tokoh yang satu dengan yang lain lebih ditentukan oleh kualitas

pribadi daripada secara fisik.


24

Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya dari pada tokoh

dan perwatakan sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita,

bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam

sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada

pembaca.

a. Jenis-jenis Tokoh dalam Prosa Fiksi


Tokoh-tokoh dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis

penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan

perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat dikategorikan ke

dalam beberapa jenis penamaan (Nurgiantoro, 2010:176), yaitu :


1) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Membaca sebuah cerita biasanya kita akan dihadapkan pada sebuah tokoh

yang dihadirkan di dalamnya. Namun dalam kaitannya dengan keseluruhan cerita,

peranan masing-masing tokoh tersebut tak sama. Tokoh yang disebut pertama

adalah tokoh utama cerita sedangkan yang kedua adalah tokoh tambahan.
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya baik sebagai

pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan dalam cerita-cerita

tertentu tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui

dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan. Berbeda dengan tokoh

tambahan, tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit tidak

dipentingkan dan kehadirannya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama. Secara

langsung ataupun tak langsung. Tokoh utama adalah yang dibuat sinopisnya,

sedangkan tokoh tambahan biasanya diabaikan.


2) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
25

Dilihat dari fungsi penampilan, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh

protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi

yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero tokoh yang merupakan

pengenjawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Altenbernd dan

Lewis (Nurgiantoro 2010:178), menjelaskan tokoh protagonis menampilkan

sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita. Maka kita

sering mengenalinya sebagai memiliki kesamaan dengan kita, permasalahan yang

dihadapinya seolah-olah juga sebagai permasalahan kita demikian pula dengan

menyikapinya.

Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang sering dibenci oleh pembaca,

karena biasanya tokoh ini dikenal dengan orang yang jahat, tidak sesuai dengan

apa yang diharkan oleh pembaca.


3) Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dibagi menjadi dua yaitu tokoh

sederhana dan tokoh bulat. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memilki

satu kualitas pribadi tertentu, sifat-watak tertentu saja, ia tidak memiliki efek

kejutan bagi pembaca.


Sedangkan tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki kemungkinan sisi

kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Dibandingkan dengan sederhana

tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena

disamping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan ia juga sering

memberikan kejutan.
4) Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami

perubahan dan perkembangan perwatakkan sebagai akibat adanya peristiwa-

peristiwa yang terjadi.


26

Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan cerita

yang mengalami perubahan dan perkembangan watak sejalan dengan

perkembangan dan perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan.

5) Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral

Berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita dapat dibedakan

kedalam tokoh tipikal dan tokoh netral. Tokoh tipikal yang hanya sedikit

ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas

pekerjaan atau kebangsaannya. Tokoh tipikal merupakan penggambaran,

pencerminan, atau penunjukan terhadap orang yang terikat dalam sebuah

lembaga.

Tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri.

Ia benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi

dalam dunia fiksi. Ia hadir atau dihadirkan semata-mata demi cerita.

7. Implikasi Pengajarannya

Implikasi menurut Poerwadarminta (2008:106), didefenisikan sebagai akibat

langsung atau konsekuensi atas temuan hasil suatu penelitian. Akan tetapi secara

bahasa memiliki arti sesuatu yang telah tersimpul di dalamnya. Implikasi

memiliki tujuan membandingkan suatu hasil penelitian antara yang lalu dengan

yang baru saja dilakukan. Adapun macam implikasi sebagai berikut:

a. Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat dapat menambah dan memperkaya

tentang penelitian sastra Indonesia khususnya dalam hal tinjaun cerpen tentang

psikologis penokohannya. Pada bagian ini seorang peneliti menyajikan gambaran


27

secara lengkap mengenai implikasi dari penelitian tersebut. Tujuannya untuk

menyakinkan para penguji terhadap konstribusi ilmu pengetahuan maupun teori

yang dipergunakan untuk menyelesaikan masalah penelitian.

b. Secara Praktis

Manfaat secara praktis dapat member masukan kepada guru Bahasa Indonesia

dalam mengajar teori sastra dan membantu siswa untuk meningkatkan

kemampuan dalam memahami sebuah cerpen. Hal ini agar lebih memberikan

kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran

sehingga siswa dapat memiliki pembelajaran yang lebih bermakna.

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah SMA memiliki materi

ajar yang berkaitan dengan apresiasi sastra. Apresiasi sastra yaitu mencaskup

puisi, prosa, drama dan sebagainya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan dan pemahaman siswa dibidang sastra.

Menurut Effendi (Aminuddin, 2010:35), yang dimaksud dengan apresiasi

sastra adalah kegiatan mengauli karya sastra dengan sungguh-sungguh sehingga

menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan, pikiran kritis, dan kepekaan

perasaan yang baik terhadap karya sastra. Melalui apresiasi sastra, siswa

diharapkan mampu meberikan penghargaan terhadap karya sastra. Hal tersebut

dapat dicapai melalui pembelajaran yang intens antara siswa dengan karya sastra

dan didasari rasa suka terhadap karya sastra sehingga siswa dapat merasakan

kenikmatan akan maknanya. Kompetensi apresiasi yang diasah dalam pendidikan

ini adalah kemampuan menikmati dan menghargai karya sastra. Dengan


28

pendidikan seperti ini peserta didik diajak untuk langsung membaca, memahami

dan menganalisis dan menikmati karya sastra secara langsung.

Dengan pendidikan karya sastra, peserta didik tidak hanya diajak untuk

memahami dan menganalisis berdasarkan bukti nyata yang ada di dalam karya

sastra dan kenyataan yang ada diluar sastra, tetapi juga diajak untuk

mengembangkan sikap positif terhadap karya sastra. Pendidikan semacam ini

akan mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan keterampilam peserta

didik. Pembelajaran sastra di sekolah banyak meberikan keuntungan pada diri

siswa. Melalui sastra siswa dapat mengambil nilai-nilai pendidikan yang dapat

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga melatih kepekaan siswa

terhadap segala hal yang terjadi di lingkungan sekitarnya, karna dalam sastra

memuat cerita segala kehidupan yang mengandung pelajaran baik dan buruk.

Pembelajaran sastra harus sanggup mengembangkan cipta, rasa, dan karsa

siswa dalam mengapresiasi karya sastra, serta dapat meningkatkan semangat

siswa untuk menekuni bacaan secara lebih mendalam, sehingga dapat

memberikan perubahan perilaku, akal, budi pekerti, dan susila. Oleh karena itu,

tujuan pembelajaran apresiasi sastra khususnya cerpen dapat membantu siswa

peka terhadap perasaannya dengan nilai-nilai. Isi cerpen sebagai bahan ajar harus

sanggup berperan sebagai sarana pendidikan menuju pembentukan kebulatan

kepribadian anak didik.

Dalam rangka mencapai tujuan pengajaran sastra masalah pemilihan

bahanpun perlu mendapat perhatian yang cukup. Pemilihan karya sastra yang baik

sebagai bahan apresiasi sastra bukanlah pekerjaan yang mudah, oleh karena itu
29

dalam memilih bahan yang akan diajarkan perlu diingatkan kriteria pemilihannya.

Pemilihan bahan yang akan diajarkan tersebut juga harus memperhitungkan usia

sekolah anak didik. Bahan ajar untuk usia SMP akan berbeda dengan bahan ajar

untuk tingkat SMA, dan bahkan sangat berbeda dengan usia Mahasiswa.

B. Hasil Penelitian yang Relevan


Sebagai perbandingan dari hasil penelitian yang relevan ini, peneliti

mengambil hasil penelitian yang di tulis oleh Siti Nurbaiti yang berjudul

Analisis Psikologis Tokoh cerpen Pagi Bening Seekor Kupu-kupu karya

Mohammad Diponegoro.
Analisis psikolgis cerpen pagi bening seekor kupu-kupu dari segi Idnya

tergambar pada keinginan si Bocah untuk sekolah dan bermain seperti bocah-

bocah yang bermain-main di taman tersebut. Keinginan tersebut merupakan

keinginan yang wajar bagi anak-anak seusianya. Ia ingin tahu bagaimana rasanya

dapat bermain dengan bebas dan sepuasnya di taman tersebut, menjalani hari-hari

sebagaimana yang dilalui bocah-bocah yang Ia perhatikan di taman tersebut.


Kalau dari segi egonya tergambar pada keputusannya untuk menerima

tawaran Kupu-kupu untuk bertukar tubuh dengan Kupu-kupu tersebut, hal itu

mereka lakukan karena si Bocah ingin sekali merasakan bagaimana menjadi

seekor kupu-kupu begitupun alasan si Kupu-kupu.


Sedangkan secara Superegonya tergambar pada saat Ia mempertimbangkan

apakah Ia akan menerima tawaran Kupu-kupu untuk bertukar tubuh dengannya

atau tidak.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut peneliti mengambil kesimpulan bahwa:
1. Persamaan yang ada yaitu penelitian ini juga menganalisis psikolgis

penokohan cerpen.
30

2. Perbedaan yang ada yaitu pada cerpennya ada yang menganalisis cerpen

Pagi Bening Seeokor Kupu-Kupu dan Menunggu Suti.

BAB III
METODE PENELITIAN
31

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian cerpen Menunggu Suti karya RD. Kedum ini dilakukan di

Lubuklinggau tepatnya di kelurahan Majapahit, Jl. Hayamwuruk.


2. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian yakni dari tahap persiapan sampai dengan

tahap pelaporan dilakukan selama 14 bulan dari bulan Maret sampai dengan bulan

April. Pengajuan judul dilaksanakan pada bulan Maret Minggu ketiga dan

keempat, pengumpulan data minggu pertama dan kedua di bulan April, penulisan

proposal minggu ketiga dan keempat, bimbingan proposal mulai dari minggu

pertama bulan Mei sampai dengan minggu keempat bulan Juli, seminar proposal

minggu pertama bulan Agustus, menganalisis data minggu kedua sampai keempat

bulan Agustus, penyusunan skripsi minggu pertama sampai ketiga bulan

September, bimbingan skripsi minggu keempat bulan September sampai dengan

minggu pertama bulan Januari, dan ujian skripsi minggu keempat bulan April.

B. Latar Penelitian

Penelitian psikologi sastra membutuhkan kecermatan dan ketelitian dalam

membaca supaya dapat menemukan unsur-unsur yang mempengaruhi kejiwaan.

Oleh karena itu, dalam meninjau cerita pendek atau cerpen diperlukan kecermatan

dari seorang pembaca, hal ini memungkinkan secara tidak langsung pembaca akan

merasakan sesuatu di dalam karya sastra tersebut.


32

Maka dari itu saya, tertarik untuk meninjau psikologis penokohan dalam

sebuah penelitian. Seperti di jelaskan di atas bahwasannya untuk meninjau atau

menganalisis karya sastra terutama meninjau psikologis penokohannya cukup sulit

untuk di pahami apalagi dilakukan. Maka dari itu, untuk melakukan hal tersebut di

perlukan kecermatan dari seorang penganalisis.

C. Metode dan Prosedur Penelitan


1. Metode Penelitian
Dalam menyelesaikan masalah penelitian diperlukan suatu metode dan

pendekatan. Metode merupakan cara kerja yang bersistem untuk memudahkan

pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Sedangkan pendekatan adalah proses atau cara mendekati sebuah masalah dalam

suatu penelitian.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan

kualitatif. Hadi dan Haryono (2005:14), penelitian kualitatif adalah penelitian

yang digunakan untuk menghasilkan grounded theory, yakni teori yang timbul

dari data bukan dari hipotesis-hipotesis seperti dalam metode kuantitatif.

Selanjutnya Syamsudin dan Damaianti (2009:73), mengatakan penelitian

kualitatif juga bisa dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya

tidak diperoleh melalui prosedur statistik ataupun bentuk hitung lainnya.


Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah

penelitian yang tidak diperoleh melalui prosedur statistika yakni teori yang timbul

dari data. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang penting untuk memahami

suatu fenomena sosial dan perspektif individu yang diteliti. Tujuan pokoknya

adalah mengambarkan, mempelajari, dan menjelaskan fenomena itu. Pemaham


33

fenomena ini dapat diperoleh dengan cara mendeskripsikan dan

mengeksplorasikan dalam sebuah narasi.


Ciri-ciri terpenting penelitian kualitatif menurut Ratna (2004:47-48), yaitu:
a. Memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat

objek, yaitu sebagai studi Kultural.


b. Lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga

makna selalu berubah.


c. Tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek

penelitian sebagai intrumen utama, sehingga terjadi interaksi langsung

diantaranya.
d. Desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian bersifat

terbuka.
e. Penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konteks sosial budayanya masing-

masing.

Sedangkan menurut Basrowi dan Suwandi (2008:20), secara umum penelitian

kualitatif terdapat hal-hal sebagai berikut:

a. Data disikapi sebagai data verba atau sebagai sesuatu yang dapat

ditransposisiskan sebagai data verba.


b. Diorientasikan pada pemahaman makna baik itu merujuk pada cirri,

hubungan sistematika, konsepsi, nilai, kaidah, dan abstraksi formulasi

pemahaman.
c. Mengutamakan hubungan secara langsung antara peneliti dengan hal yang

diteliti.
d. Mengutamakan peran peneliti sebagai intrumen kunci.
Hal ini perlu dipahami sebab karya sastra adalah dunia kata dan symbol

yang penuh makna sehingga perlu ditafsirkan maknanya agar dimengerti dan

dipahami yang tujuannya untuk meneliti dan memahai suatu peristiwa atau
34

gejalah yang muncul pada teks bacaan, dengan ketentuan setiap gejala yang

muncul harus diamati dan dikontrol secermat mungkin, sehingga dapat diketahui

hubungan sebab akibat munculnya gejalah tersebut dalam sebuah cerita.


Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan

analisis data secara kualitatif. Asmani (2011:40), menjelaskan penelitian deskriptif

adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian

yang terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada

masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung.

Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan

kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberi perlakuan khusus terhadap

peristiwa tersebut.
Metode pemahaman digunakan dalam tinjauan ini bertujuan untuk

mengetahui psikologis penokohan yang terkandung dalam cerpen Menunggu Suti

karya RD Kedum dan implikasi pengajarannya yang diapresiasikan dalam sebuah

uraian kualitatif sehingga tampak kualitas dan hasil karya sastra yang dibuat oleh

seorang pengarang salah satunya pada cerpen Menunggu Suti karya RD. Kedum

ini.
2. Objek Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, yang menjadi objek penelitian ini adalah

cerpen Menunggu Suti yang terdapat dalam karya RD. Kedum diterbitkan oleh

Digna Pustaka di Yogyakarta tahun 2011. Unsur-unsur yang diteliti adalah

kondisi kejiwaan yang dialami oleh tokoh dalam cerpen Menunggu Suti karya

RD. Kedum dan implikasi pengajarannya.

3. Prosedur Penelitian
35

Tinjauan cerpen Menunggu Suti karya RD. Kedum ini dilakukan dengan

tahap proses peninjauan yaitu dengan cara membaca dengan penuh pemahaman

untuk memahami keseluruhan isi cerita yang mencakup unsur intrinsik. Lalu

menentukan psikologis penokohan dalam cerpen . Tinjauan data dalam penelitian

ini lebih ditekankan pada psikologis penokohannya yang Meliputi Aspek Id, Ego,

dan Super Ego.

Kemudian dilanjutkan dengan pengkualitasan data akhir dan kemudian

menarik simpulan dari hasil keseluruhan isi cerpen dengan memaparkan segala

pesan dan amanat yang disampaikan dalam cerpen. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada bagan prosedur penelitian berikut ini:

Bagan 3.1
Prosedur Penelitian

Tinjauan Psikologis Penokohan


Cerpen Menunggu
1. Suti Karya
RD. Kedum

2. Kegiatan Awal
Membaca Cerpen dengan Menentukan Psikologis
Penuh Pemahaman Penokohan dalam
Cerpen
Tinjaun Psikologis
Penokohan Cerpen
Meliputi Aspek:
1. Id (tak sadar)
2. Ego (prasadar)
3. Super Ego (sadar)
Kesimpulan
D. Data dan Sumber Data
1. Data
36

Data pada dasarnya merupakan bahan mentah yang dikumpulkan oleh peneliti

dari dunia yang dipelajarinya. Data yang terdapat dalam penelitian ini adalah data

yang berwujud kata-kata, ungkapan, kalimat yang terdapat dalam cerpen

Menunggu Suti karya RD. Kedum.

2. Sumber data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data

kepustakaan yaitu berupa buku, artikel, teks atau dokumen yang terdiri dari: teks

kumpulan cerpen Menunggu Suti karya RD. Kedum. Berdasarkan sumbernya data

dibedakan menjadi dua yaitu Azwar (2010:91):

a. Data primer, atau data tangan pertama, adalah data yang diperoleh langsung

dari subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat

pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang

dicari.
b. Data sekunder atau data tangan ke dua adalah data yang diperoleh lewat pihak

lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya.

E. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data


1. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam proses penelitian ini

peneliti menggunakan teknik studi pustaka dilakukan dengan cara mencari,

mengumpulkan, mempelajari dan membaca buku-buku, artikel atau laporan yang

berhubungan dengan objek penelitian.


37

2. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis data kualitatif yang

dikemukakan oleh Miles dan Huberman (Sugiyono,2013:247-252), dengan

tahapan analisis sebagai berikut:

a. Reduksi Data (Data Reduction)


Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan

demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas

dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan

mencarinya bila diperlukan.


b. Penyajian Data (Data Display)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan

data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori. Yang paling sering digunakan

untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang

bersifat naratif.
c. Penarikan Simpulan/Verifikasi (Conclusion Drawing)

Kesimpulan awal yang dikemukan masih bersifat sementara, dan akan

berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendkung pada tahap

pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan

pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat

meneliti, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang

kredibel.
38

3. Tabel Kerja

Tabel kerja pengumpulan data tinjauan psikologis penokohan cerpen

Menunggu Suti karya RD. Kedum.

Tabel 3.1
Analisis tinjauan psikologis penokohan
cerpen Menunggu suti karya RD. Kedum
Psikologis Penokohan
Tokoh Id Ego Super Ego Analisis
No Kutipan

Ds

F. Prosedur Analisis Data


Penelitian sastra sebagaimana penelitian disiplin lain, bersandar pada metode

yang sistematis. Hanya saja penelitian sastra bersifat deskriptif, karena itu

metodenya juga digolongkan ke dalam metode deskripif (Siswantoro, 2010:48).

Menganalisis data diperlukan prosedur pengambilan data yang tepat, karena hasil

analisis ditentukan oleh kualitas data itu sendiri.


Prosedur analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif. Metode analisis deskriptif digunakan dalam rangka menganalisis data

di dalamnya. Asmani (2011:40), menjelaskan penelitian deskriptif adalah

penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang


39

terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-

masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Melalui

penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian

yang menjadi pusat perhatian tanpa memberi perlakuan khusus terhadap peristiwa

tersebut.
Dalam penelitian ini, prosedur analisis deskriptif digunakan untuk

menganalisis hubungan isi cerpen dengan pendekatan psikologi sastra.

Berdasarkan analisis melalui pendekatan tersebut, kemudian ditentukan adanya

hubungan isi cerpen dengan kejiwaan tokoh yang terdapat dalam cerpen tersebut.
Asmani (2011:41), adapun langkah-langkah atau teknik dalam menganalisis

data sebagai berikut:


1. Membaca cerpen dengan penuh pemahaman dan berusaha memahaminya
2. Mengumpulkan data dari cerpen untuk mengetahui kondisi psikologisnya
3. Menyeleksi data sesuai dengan bagian data yang akan ditinjau
4. Melakukan pengamatan, yaitu dengan mencermati, meneliti, dan

mengevaluasi kembali tinjauan yang telah dilakukan secara menyeluruh


5. Melakukan diskusi dengan teman yang paham dengan masalah yang diangkat
6. Melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing
7. Membuat kesimpulan.

G. Teknik Analisis Karya


Azwar (2010:92), teknik analisis karya yaitu suatu teknik penyelidikan

dengan mengadakan penganalisaan dari hasil karya seseorang dari mana karya-

karya ini merupakan pencetusan keadaan jiwa seseorang. Dalam penganalisaan ini

peneliti menganalisis bagaimana tinjauan psikologis penokohan cerpen Menunggu

Suti karya RD. Kedum dan implikasi pengajarannya.

H. Pemeriksaan Keabsahan Data


Penentuan kualitas instrument tinjauan di dalam penelitian yang mempunyai

kedudukan penting adalah data kualitatif, karena data kualitatif merupakan

penggambaran variabel yang diteliti, dan berfungsi sebagai alat pembuktian atau
40

uji keabsahan data hasil penelitian meliputi: kredibilitas, transferbilitas,

dependabilitas, dan konfirmabilitas menurut Syamsudin dan Vismala (2009:91-

92).
1. Kredibilitas
Merupakan kriteria untuk memenuhi nilai-nilai kebenaran dari data dan

informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya oleh

semua pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informasi. Untuk

membuktikan bahwa penelitian ini benar-benar memiliki nilai kebenaran dari

data-data yang berupa buku-buku tentang psikologi dan informasi dari sekitar.
2. Transferbilitas
Kriteria ini digunakan untuk memenuhi kriteria, bahwa hasil penelitian

yang dilakukan dalam konteks atau setting tertentu dapat ditranfer ke subjek lain

yang memiliki tipologi yang sama. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat

bagi orang yang ingin meneliti hal yang sama yaitu meneliti psikologis penokohan

cerpen dan dapat dijadikan acuan.

3. Dependabilitas
Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah proses penelitian

kualitatif bermutu atau tidak, dengan mengecek: apakah si peneliti sudah cukup

hati-hati, apakah membuat kesalahan dalam mengonseptualisasikan rencana

penelitiannya, dalam pengumpulan data, dan dalam penginterpretasiannya.

Dengan ini, peneliti itu diharapkan untuk berhati-hati dalam mengkonsep,

mengumpul data dan lainnya dalam meninjau psikologi penokohan dalam cerpen.
4. Konfirmabilitas
Kriteria untuk menilai kebermutuan hasil penelitian. Jika dependabilitas

digunakan untuk menilai kualitas dari proses yang ditempuh oleh peneliti maka

konfirmabilitas digunakan untuk menilai kualitas hasil penelitian sendiri, dengan


41

tekanan pertanyaan apakah data dan informasi serta interpretasi dan lainnya

didukung oleh materi yang ada dalam audit trail. Dalam meneliti psikologi

penokohan cerpen Menunggu Suti karya. RD. Kedum dan implikiasi

pembelajarannya didukung oleh materi dari beberapa sumber.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Penelitian

Dalam Bab IV ini akan disajikan paparan dan penafsiran data yang berupa

gambaran tinjauan psikologi cerpen Menunggu Suti karya RD. Kedum. Paparan

dan penafsiran data dalam penelitian ini yaitu deskripsi cerpen Menunggu Suti

karya RD. Kedum ditinjau dari segi psikologis sastra yang meliputi: id, ego, dan

super ego. Dalam menganalisis cerpen pendekatan psikologi yang harus

diperhatikan yaitu tentang analisis kepribadian tokoh menurut psikoanalisis

Sigmun Frued. Dan deskripsi tentang implikasi cerpen Menunggu Suti dalam

pengajarannya.
42

B. Hasil Penelitian Tinjauan Psikologis Penokohan Cerpen Menunggu Suti

karya RD. Kedum


1. Tinjauan Psikologis Id Menunggu Suti karya RD. Kedum

Menurut Endraswara (2013:101), Mengatakan Id adalah aspek kepribadian

yang gelap dalam bawah sadar manusia yang berisi insting dan nafsu-nafsu tak

kenal nilai dan agaknya berupa energy buta. Mengapa id dikatakan aspek

kepribadian yang gelap dalam bawah sadar manusia yang berisi insting dan nafsu-

nafsu tak kenal nilai? Dapat kita lihat pada kutipan beikut ini:

Ach! Jika saja aku memiliki sedikit kepahaman seperti Khidir,

niscaya aku dapat membaca apa yang akan terjadi esok. Atau

seperti Sulaiman yang paham bahasa hewan, pasti aku akan

mendapatkan kabar dari semut, nyamuk, kecoa, cecak, perihal apa

yang akan kualami hari ini. Ya, aku akan mengerti jika ada bahaya

mengintaiku, apalagi jika maut akan menjemputk. (MS. 001)

Jika dipandang dari sudut psikologis penokohan cuplikan di atas

mengambarkan id tokoh aku yang begitu menyesal mengapa tokoh aku tidak bisa

membaca situasi dan kondisi mengenai perihal apa yang akan terjadi padanya.

inilah mengapa id dikatakan sebagai kepribadian yang di bawah sadar manusia.

Tokoh Aku dalam kutipan ini ingin memiliki kepandaian yang sama seperti

Khidir yang bisa membaca apa yang akan terjadi kedepannya dan seperti

Sulaiman yang paham bahasa hewan agar ia mendapat kabar dari semut, kecoa,

cecak tentang apa yang akan terjadi hari ini. Hal ini ia lakukan supaya ia bisa

menghindari segala sesuatu yang akan terjadi padanya. Perhatikan kutipan di


43

bawah ini. Kutipan ini bisa memperkuat mengapa id dikatakan sebagai

kepribadian yang di bawah sadar manusia yang berisi insting dan nafsu-nafsu tak

kenal nilai?

Tiba-tiba aku mendengar erangan sirine ambulans dari arah

Lubuklinggau makin mendekat, seakan mengabarkan kepada

dunia: Ada orang mati mengenaskan!!! Kerumunan orang tersibak

memberi jalan kepada polisi yang menghampiriku. Aku

terperangah kala melihat yang datang adalah Darmadi adik

kandung Suti. Aku menggamit lengannya untuk memberi tahu

bahwa ini aku, kakak iparnya! Tapi, aku seperti menggamit angin.

Lalu aku berteriak,Aku Inung Dar, suami kakakmu! Dar,

kabarkan kepada Suti perihal kematianku, Dar! Dar, dengar aku,

Dar, Dar.!

(MS. 002)

Kutipan di atas dilihat dari psikologis penokohan menunjukan idnya berusaha

untuk menyampaikan segala sesuatu yang tejadi padanya, namun ia tidak bisa

melakukannya. Hal ini dikarenakan peran egonya yang lebih dominan dalam

dirinya. Oleh sebab itu ia berusaha untuk menyampaikan keinginannya dengan

cara menggamit lengan Darmadi untuk memberi tahu bahwa jenazah itu adalah

tokoh Aku! Tapi yang tokoh Aku lakukankan seperti menggamit angin. Usahanya

sia-sia tindakan apapun yang ia lakukan tidak bisa didengar atau dirasakan oleh

orang disekitarnya karena manusia biasa tidak bisa berkomunikasi dengan


44

mahluk astral. Tapi ia tidak menyerah untuk memberitahu perihal kematiannya

pada orang-orang, seperti terlihat dalam kutipan dibawah ini:

Komandan, lapor! Aku dibunuh kawan-kawanku! Genok, Mada,

dan Mudin! Mereka bersekongkol membunuhku karena aku berhasil

menggeruk uang empat miliar pada satu bank, sementara mereka

hanya mendapatkan koper kosong berisi berkas bukti nasabah!

Aku berusaha menjelaskan kepada komandan. Tapi, mereka hanya

sibuk membolak-balik tubuhku kesana kemari. (MS. 003)

Tokoh aku berusaha untuk melaporkan peristiwa kejadian yang dialaminya

kepada pak Komandan bahwa ia mati karena di bunuh oleh kawan-kawannya.

Tapi hasilnya sia-sia mereka hanya sibuk membolak-balik jenazah kesana kemari.

Coba kita perhatikan Kutipan dibawah ini, kutipan ini lebih menyakinkan kita

mengapa id dikatakan sebagai kepribadian yang gelap dalam bawah sadar

manusia yang berisi insting dan nafsu-nafsu tak kenal nilai dan agaknya berupa

energy buta.

Ndan, dengar aku, Ndan! Aku korban pembunuhan! Tangkap

mereka! Bila perlu tembak mati mereka! kali ini aku naik dekat

jasadku. Berteriak sekencang kencangnya. (MS. 004)

Nafsunya semakin kuat untuk memberitahu pak Komanda sampai-sampai

ia naik dekat jenazahnya dan berteriak sekencang-kencangnya. Namun walaupun

ia berteriak sekencang-kencang mungkin usahanya tetap sia-sia tidak ada yang

bisa mendengar suaranya. Peristiwa ini menunjukan bahwa tokoh Aku memiliki

sifat yang pantang menyerah apapun ia lakukan agar keinginannya bisa tercapai.
45

Berbeda dengan tokoh Suti, secara id Suti adalah orang yang banyak

menghabiskan waktunya di sajadah, dengan Al-Quran mungil yang tak henti

dibacanya. Tokoh ini adalah tokoh sentral yang menyebabkan munculnya

kesadaran dalam diri tokoh utama. Secara ego Suti memiliki kepribadian yang

baik, sholeha, kuat, rajin, lembut, bertanggung jawab, dan ikhlas. Tergambar

dalam kutipan di bawah ini:

Suti? Tiba-tiba hatiku tersayat pedih. Wanita yang benar-benar

istriku itu, pasti gelisah menanti kehadiranku. Dia akan khusuk di

atas sajadah, dengan sebuah Al-Quran mungil yang tak henti

dibacanya; memanjatkan doa untuk keselamatanku dan kesabaran

hatinya. Ia akan serta merta melengkapi shalat wajibnya dengan

Dhuha, Tahajjud, Hajat, dan shalat sunnah lainnya. Oh Suti,

wanita yang selalu menyambutku dengan senyum, penuh takzim,

walau aku pulang larut, ia akan memperlakukanku seperti raja;

melucuti pakaianku dengan hati-hati, mengelapi tubuhku dengan

air hangat, memakaikanku dengan pakaian yang sudah

disetrikanya, menyuguhiku segelas kopi setengah pahit,

menyiapkan makan untukku. (MS. 005)

Kutipan di atas menunjukan kepribadian seorang Suti yang sangat taat

beribadah dan patuh serta sayang dengan suaminya. Ia rela menunggu suaminya

pulang hingga larut malam setelah suaminya pulang ia perlakukan suaminyanya

seperti raja, mengelapi suaminya dengan air hangngat, memakaikan pakaian yang

sudah rapi dan menyuguhi suaminya dengan segelas kopi. Suti benar-benar wanita
46

yang sholehah disetiap sujudnya ia selalu memanjatkan doa meminta kepada

Allah keselamatan dan kesabaran untuk suaminya yang selama ini Suti anggap

sebagai suami yang baik untuknya.

Sedangkah tokoh Rusti secara id Rusti adalah orang yang selalu ingin

tampil cantik dan modis apapun ia lakukan demi mendapatkan apa yang ia

inginkan. Tokoh ini ialah tokoh yang menyebabkan tokoh utama menjadi

seseorang yang gemar maksiat, mabuk-mabukan, merampok dan lain sebagainya.

Secara ego Rusti berkarakater jahat, keras, dan molek.

Aku tidak berharap Rusti akan berduka. Pasti perempuan itu akan

pura-pura sedih, lalu tersenyum sebab dia akan bebas berpelukan

dengan lelaki yang disukainya. Selanjutnya dia pasti akan

menambah beberapa susuk di dada, pantat, dan pipinya, agar

selalu terlihat mudah dan bergairah, demi mengelabui mata-mata

yang tak mampu menembus topeng gaib itu. (MS. 006)

Kutipan tersebut dipandang dari psikologi penokohan idnya menunjukkan

bagaimana kepribadian seorang Rusti. Orang yang selalu ingin tampil cantik dan

modis, Rusti rela melakukan apa saja demi mencapai keinginannya seperti

menambah beberapa susuk di bagian dada, pantat, dan pipinya agar terlihat lebih

mudah dan bergairah dibandingkan dengan usianya, yang ia lakukan hanya semata

demi mengelabui mata-mata yang tak mampu menebus topeng gaibnya. Aspek id

nya sangat berperan dalam diri Rusti ia hanya ingin melakukan sesuai dengan

keinginan dan kehendaknya sendiri tanpa memikirkan akibatnya.


47

Tokoh Sumi sama halnya dengan tokoh Rusti, Tokoh Sumi dan Rusti

memiliki kepribadian yang sama Secara Id atau pun secara ego. secara id Sumi

adalah orang yang selalu menghabiskan waktunya di depan cermin, berhias,

bersolek agar terlihat cantik didepan para kaum laki-laki. Tokoh ini ialah tokoh

yang menyebabkan tokoh utama menjadi seseorang yang gemar maksiat, mabuk-

mabukan, merampok dan lain sebagainya. Secara ego Sumi berkarakater jahat,

keras, cerewet dan cantik.

Lalu sumi, perempuan yang kukawini setengah tahun yang lalu.

Apakah dia akan kehilangan dan menagis? Ach! Sepertinya tidak!

Dia pasti enggan menagis. Sebab, jika air mata itu menyapuh

wajahnya niscaya dempul yang setiap hari ditempelkan akan

membuat ia menjadi bopeng. Ini pasti akan merepotkan karena

harus berlama-lama di depan cermin. (MS. 007)

Dari kutipan ini menunjukan kepribadian seorang Sumi. Orang yang selalu

menghabiskan waktunya di depan cermin untuk berhias dan memasang dempul

demi kecantikannya. Aspek id nya sangat berperan dalam diri Sumi ia hanya

mementingkan kehendaknya sendiri, ia tidak perna menghiraukan orang lain.

2. Tinjauan Psikologis Ego Menunggu Suti karya RD. Kedum

Ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang muncul setelah adanya

hubungan dengan dunia luar atau lingkungan. Ego bersifat menekan Id yang kuat

dalam bentuk aktivitas sadar dan prasadar dengan berpegang pada prinsip

kenyataan atau reality prinsciple.


48

Ego yang dalam bentuk aktivitas prasadar bersifat jahat, suka mabuk-

mabukan, merampok , pencoleng, pembohong, gemar maksiat, bahkan membunuh

dan Pantang Menyerah. Tokoh Aku sebagai laki-laki ia sering menggunakan

kekerasan dan tindakan yang merugikan orang lain untuk menghadapi masalah

yang terjadi dalam dirinya. Perhatikan kutipan dibawah ini yang menyangkut ego

dalam bentuk aktivitas prasadar.

Tolong buka saja wajahnya. Siapa tahu aku mengenalnya! kata

seseorang. Kurasa ia bukan ingin mengenaliku karena aku tidak

pernah mengenalnya. Ya, dia hanya ingin memastikan bahwa ada

jasad yang terbujur kaku di tepi jalan lintas Sumatra, dengan

wajah rusak! Selanjutnya, pasti dia akan berkabar layaknya

corongan toa di masjid-masjid. Tidak saja mengambarkan berita

duka, tetapi dia kan tuturkan wajahku yang remuk, bola mata yang

keluar, leher yang hampir putus, perut yang terburai. Maka,

orang-orang pun akan menyeringai ngeri, menyumpahi perbuatan

jahat pelakunya, mengutuk! Selanjutnya serentak mereka merasa

iba kepadaku, merasakan kedukaanku seakan dukanya. Puihhh!!.

(MS. 001)

Jika dipandang dari sudut psikologis penokohan kutipan di atas

mengambarkan ego tokoh Aku yang merasa bahwa orang-orang yang berada di

sekitarnya hanya ingin mengejek dan mencelanya. Peran ego dalam bentuk

aktivitas prasadar dalam dirinya begitu mengendalikan dirinya sehingga ia

berprasangka buruk pada orang-orang yang ingin melihat jenazahnya. Padahal


49

orang-orang yang berada di sekitar jenazah tidak semuanya memiliki sifat yang

seperti itu. Ada yang bersimpati padanya, seperti seseorang ini ia ingin melihat

wajahnya siapa tahu ia mengenal jenazah yang terbujur kaku di tepi jalan lintas

Sumatra ini.

Tapi disisi lain ego dalam bentuk aktivitas sadar dalam diri tokoh Aku

berperan dengan baik ia bisa mengontrol emosinya dan berusaha untuk menjadi

manusia yang lebih baik lagi. Hal ini ditunjukkan pada kutipan di bawah ini:

Kali ini aku benar-benar menangis. Aku sudah tak peduli dengan

orang-orang yang berduyun-duyun mendekat dan

mengerumuniku. .Yang kupikirkan hanyalah, bagaimana caranya

mengabari suti, agar ia tahu bahwa aku telah mati. Baru aku

sadar, aku belum sempat memberikan kebahagiaan yang penuh

untuknya. Aku lebih banyak bersandiwara sebagai suami yang

suci. Padahal, aku lebih banyak menghabiskan malam-malamku

diranjang bersama Rusti atau Sumi, berjudi, minum-minuman

keras, merencanakan perampokan-perampokan, dan perbuatan

terkutuk lainnya.

(MS. 002)

Peran ego dalam diri tokoh aku ternyata bisa mengontrol emosinya seperti

terdapat pada kutipan di atas. Tokoh aku sudah tidak memperdulikan lagi orang

yang berduyun-duyun datang yang ada dalam pikirannya saat ini adalah

bagaimana untuk mengabari Suti istrinya bahwa ia sudah meninggal. Tokoh aku

baru menyadari bahwa ia belum sempat untuk membahagiakan Suti Istrinya.


50

Selama ini ia hanya berpura-pura sebagai suami yang suci bagi Suti. Padahal ia

banyak mengahabiskan waktu untuk berjudi dan bermalam bersama Sumi dan

Rusti.

3. Tinjauan Psikologis Super Ego Menunggu Suti karya RD. Kedum

Wiyatmi (2011:11), mengatakan bahwa super ego mengontrol mana perilaku

yang boleh dilakukan, mana yang tidak. Perhatikan kutipan di bawah ini perilaku

seperti apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.

Kali ini aku benar-benar menangis. Aku sudah tak peduli dengan

orang-orang yang berduyun-duyun mendekat dan

mengerumuniku. .Yang kupikirkan hanyalah, bagaimana caranya

mengabari suti, agar ia tahu bahwa aku telah mati. Baru aku

sadar, aku belum sempat memberikan kebahagiaan yang penuh

untuknya. Aku lebih banyak bersandiwara sebagai suami yang

suci. Padahal, aku lebih banyak menghabiskan malam-malamku

diranjang bersama Rusti atau Sumi, berjudi, minum-minuman

keras, merencanakan perampokan-perampokan, dan perbuatan

terkutuk lainnya.

(MS. 001)

Peran super ego dalam diri tokoh Aku lebih kuat untuk menyadarkan

dirinya bahwa tidak semua orang yang berduyun-duyun datang untuk mencelah

dirinya. Ia tersentak sadar ketika mengigat Suti istrinya yang belum sempat ia

bahagiakan, selama ini ia lebih banyak bersandiwara sebagai suami yang suci dan

tidak memperdulikan apa yang terjadi. Ia selalu mengahabiskan malamnya


51

bersama Sumi dan Rusti, minum-minuman, berjudi dan lain-lainnya. Ia sadar

ketika mengingat Suti, istri yang slama ini slalu ia zolimi yang belum sempat ia

bahagiakan. Kali ini ia benar-benar menyesal dengan perbuatannya selama ini.

Dan sekarang bagaimanapun caranya ia harus mengabarkan istrinya tersebut.

Super ego dapat dikatakan juga sebagai dasar hati nurani yang erat hubungannya

dengan moral. Seperti kutipan di bawah ini:

Oh Suti, betapa baru kali ini aku takut engkau bersedih. Selama ini

aku terlalu yakin kau dapat mengatasi semuanya dengan senjata

sabar yang kau miliki. Aku selalu melihat rasa syukur terpancar

lewat bola matamu yang bening setiap kali aku datang

menemuimu, walau kadang hanya sekejap. Kerap kali kutinggalkan

kau yang masih tergolek di atas kasur, membiarkan sisa libidomu

terkapar. (MS. 002)

Hati nuraninya berdetak, takut jika Suti mengetahuinya Suti akan sedih.

Selama ini tokoh aku selalu yakin kalau Suti bisa mengatasi semuanya dan Suti

selalu bersyukur serta sabar dalam menghadapi semua yang terjadi. Kutipan di

atas dapat diperkuat dengan kutipan di bawah ini:

Duh! Suti, air mataku meleleh berubah menjadi darah. Kau tak

pernah tahu kalau aku bandit! Kau tak pernah tahu kalau aku

adalah pencoleng, pembohong, gemar maksiat! Kau tak pernah tau

jika nafkah yang telah kuberikan adalah hasil rampok. Merampok

apa saja. Termasuk merampok gudang kopi milik pamanmu, lalu

membunuhnya. Menjambret tas ibumu yang baru saja menjual


52

hasil panen karetnya. Termasuk mencuri mobil ayahmu lalu

menjualnya kepada penadah dengan harga murah. Aku harus

mengakui kesalahanku, Suti. Aku harus mencium telapak kakimu

untuk mintak maaf. (MS. 003)

Dulu tokoh Aku benar-benar penjahat yang tidak pernah pandang bulu. Apa

saja yang bisa menghasilkan uang akan ia lakukan termasuk merampok gudang

kopi milik paman Suti lalu membunuhnya, menjambret tas ibu Suti, dan mencuri

mobil ayah Suti. Tetapi setelah kematian menimpahnya hati nuraninya sadar

dengan apa yang telah ia lakukan, dan sekarang apa saja akan ia lakukan untuk

menebus kesalahan yang telah ia lakukan kepada keluarga Suti, termasuk

mencium telapak kaki Suti. Tapi sekarang nasi sudah menjadi bubur tidak ada

yang bisa dilakukan lagi, tinggal semuanya diserahkan pada yang Maha Esa untuk

memperhitungkan semuanya. Dapat diperkuat pada kutipan di bawah ini.

Tapi, akankah cinta suci dan keikhlasan seorang Suti masih

punya arti di sini? Bisakah ia mengembalikan aku seperti dulu.

Bersamanya lagi. Sebentar saja. (MS. 004)

Tokoh Aku benar-benar mengharapkan cinta dan keikhlasan dari seorang

Suti. Ia berharap bisa seperti dulu bersama Suti lagi walaupun hanya sebentar.

Setiap proses yang terjadi dalam pikiran manusia, ketiga sistem kepribadian

manusia itu akan saling menunjukkan kebenarannya. Peristiwa ini akan

menggambarkan bagaimana setelah ego dalam tokoh Aku berperan, tetapi

super ego dalam dirinya menyatakan bahwa itu adalah suatu tindakan yang salah,
53

karena berprasangka buruk dengan orang lain akan menyebabkan pikiran-pikirang

yang negatif.

Dari peristiwa yang dialami oleh tokoh Aku. Dapat dijadikan

pengalaman bahwa apapun yang kita lakukan di dunia ini akan ada balasannya

tidak hanya diakhirat di duniapun ada orang yang mengalami suatu balasan atas

perbuatan yang sudah ia lakukan. Karena peristiwa itu yang telah membuka mata

hati dan menyadarkan dirinya untuk berbuat baik dan ikhlas.

C. Implikasi Cerpen Menunggu Suti dalam pengajarannya


1. Secara Teoritis
Implikasi secara teoritis, kajian sastra dengan menggunakan pendekatan

psikologi ini dapat memperdalam masalah mengenai analisis telaah sastra dari

segi kejiwaan para tokoh. Dan dengan adanya nilai-nilai pendidikan positif

diharapkan dapat menjadi acuan bagi siswa agar dapat menerapkan dalam

kehidupan sehari-hari. Dalam cerpen Menunggu Suti ini siswa bisa membedakan

mana prilaku yang baik dan yang buruk. Aku dalam cerpen ini memiliki prilaku

yang buruk terhadap istrinya Suti dan keluarganya. Ia melakukan perbuatan yang

tidak baik untuk ditiru oleh parah pelajar seperti merampok, berjudi, minum-

minuman keras dan perbuatan terkutuk lainnya. Dari kejadian dalam cerpen ini

diharapkan siswa dapat membedakan antara perbuatan yang baik untuk dilakukan

dan yang tidak baik untuk dilakukan.


2. Secara Praktis
Implikasi secara praktis, bahwa hasil penelitian ini memiliki keterlibatan yang

erat dengan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, yakni pembelajaran teori

dan apresiasi cerpen di kelas XI SMA. Hasil penelitian ini dapat dikaitkan sesuai
54

dengan isi kurikulum pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia kelas XI

semester II, dengan standar kompetensi aspek mendengarkan nomor 13 (tiga

belas) yaitu memahami cerpen yang dibacakan. Sedangkan kompetensi dasarnya

adalah 13.2 menemukan nilai-nilai dalam cerpen yang dibacakan.


Cerpen Menunggu Suti merupakan sebuah cerpen yang relevan untuk

dijadikan sebagai materi pelajaran. Pembahasan cerpen Menunggu Suti ini yang

berkaitan dengan tinjauan terhadap menemukan nilai-nilai psikologis. Siswa

diharapkan mampu berpikir kritis dalam menemukan nilai-nilai psikologis yang

terdapat dalam cerpen Menunggu Suti. Sebelum siswa meninjau cerpen

diharuskan memperhatikan penjelasan dari guru yang berkaitan dengan cara dan

langkah-langkah dalam meninjaun cerpen. Selanjutnya siswa diminta untuk

mendengarkan terlebih dahulu cerpen yang akan dibacakan untuk ditinjau, setelah

menyimak cerpen tersebut maka siswa langsung menemukan nilai-nilai psikologis

dalam cerpen. Kegiatan ini merupakan latihan dan pembelajaran bagi siswa dalam

meningkatkan keterampilan berbahasa.

D. Pembahasan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti telah mengkaji kumpulan cerpen Menunggu

Suti karya RD. Kedum yang terdiri dari 13 cerpen. Dalam penelitian ini peneliti

hanya meneliti cerpen yang berjudul Menunggu Suti. RD. Kedum adalah nama

pena dari Rusmana Dewi. Sebagian besar cerpennya banyak menceritakan tentang

sejarah-sejarah, kehidupan, budaya, dan sosial.


Langkah-langkah yang dilakukan yaitu pertama membaca cerpen. Kedua,

menentukan psikologis cerpen. Dan ketiga, menganalisis psikologis cerpen

tersebut.
55

Analisis psikologis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori

Psikoanalisis yang dikemukakan Frued. Frued berpendapat, bahwa kepribdian

tersusun dari tiga sistem pokok, yakni: id, ego, dan super ego. Ketiga aspek itu

masing-masing mempunyai fungsi, sifat komponen, prinsip kerja dan dinamika

sendiri-sendiri. Namun ketiganya saling berhubungan sehingga sukar untuk

memisah-misahkan pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia. Tingkah laku

merupakan hasil kerja sama dari ketiga aspek itu. Ketiga aspek itu diuraikan

sebagai berikut:

1. Id
Berdasarkan hasil analisis data pada cerpen Menunggu Suti tersebut id

pada tokoh aku begitu menyesal mengapa ia tidak bisa membaca kondisi dan

situasi mengenai perihal apa yang akan terjadi padanya. inilah mengapa id

dikatakan sebagai kepribadian yang di bawah sadar manusia. Tokoh Aku dalam

kutipan ini ingin memiliki kepandaian yang sama seperti Khidir yang bisa

membaca apa yang akan terjadi kedepannya dan seperti Sulaiman yang paham

bahasa hewan agar ia mendapat kabar dari semut, kecoa, cecak tentang apa yang

akan terjadi hari ini. Hal ini ia lakukan supaya ia bisa menghindari segala sesuatu

yang akan terjadi padanya. Yang terdapat pada kutipan di bawah ini:

Ach! Jika saja aku memiliki sedikit kepahaman seperti Khidir,

niscaya aku dapat membaca apa yang akan terjadi esok. Atau

seperti Sulaiman yang paham bahasa hewan, pasti aku akan

mendapatkan kabar dari semut, nyamuk, kecoa, cecak, perihal

apa yang akan kualami hari ini. Ya, aku akan mengerti jika ada

bahaya mengintaiku, apalagi jika maut akan menjemputk.


56

Walaupun tokoh aku sudah meninggal ia selalu berusaha melaporkan

peristiwa kejadian yang dialaminya kepada pak Komandan bahwa ia mati dibunuh

oleh kawan-kawannya. Nafsunya semakin kuat untuk memberitahu pak Komanda

sampai-sampai ia naik dekat jenazahnya. Dipertegas pada kutipan di bawah ini.

Komandan, lapor! Aku dibunuh kawan-kawanku! Genok, Mada,

dan Mudin! Mereka bersekongkol membunuhku karena aku

berhasil menggeruk uang empat miliar pada satu bank, sementara

mereka hanya mendapatkan koper kosong berisi berkas bukti

nasabah! Aku berusaha menjelaskan kepada komandan. Tapi,

mereka hanya sibuk membolak-balik tubuhku kesana kemari.

Ndan, dengar aku, Ndan! Aku korban pembunuhan! Tangkap

mereka! Bila perlu tembak mati mereka! kali ini aku naik dekat

jasadku. Berteriak sekencang kencangnya.

Id pada tokoh Suti merupakan orang yang selalu taat beribadah dan patuh

pada suaminya. Ia rela menunggu suaminya pulang hingga larut malam. Padahal

suaminya sedang gila-gilaan dengan kebiasaan buruknya dan dengan istri-istri

mudahnya. Suti benar-benar wanita yang sholeha disetiap sujudnya ia selalu

mendoakan suaminya itu. Sedangkan Rusti dan Sumi merupakan wanita yang

memiliki nafsu-nafsu yang negatif. Mereka berdua selalu menghabiskan waktunya

di depan cermin memasang dempul demi kecantikkannya.


2. Ego
57

Ego bersifat menekan Id yang kuat dalam bentuk aktivitas sadar dan prasadar

dengan berpegang pada prinsip kenyataan atau reality prinsciple. Peran ego

dalam bentuk aktivitas prasadar dalam diri tokoh aku begitu mengendalikan

dirinya sehingga ia berprasangkah buruk pada orang-orang yang ingin melihat

jenazanya. Ia selalu mengira orang-orang tersebut hanya ingin mengejek dan

mencelanya saja. Seperti kutipan cerpen di bawah ini:

Tolong buka saja wajahnya. Siapa tahu aku mengenalnya! kata

seseorang. Kurasa ia bukan ingin mengenaliku karena aku tidak

pernah mengenalnya. Ya, dia hanya ingin memastikan bahwa ada

jasad yang terbujur kaku di tepi jalan lintas Sumatra, dengan

wajah rusak! Selanjutnya, pasti dia akan berkabar layaknya

corongan toa di masjid-masjid. Tidak saja mengambarkan berita

duka, tetapi dia kan tuturkan wajahku yang remuk, bola mata yang

keluar, leher yang hampir putus, perut yang terburai. Maka,

orang-orang pun akan menyeringai ngeri, menyumpahi perbuatan

jahat pelakunya, mengutuk! Selanjutnya serentak mereka merasa

iba kepadaku, merasakan kedukaanku seakan dukanya. Puihhh!!.

Tapi peran ego dalam aktivitas sadar dalam diri toko Aku begitu kuat untuk

menyadarkan dirinya. Peran ego dalam diri tokoh aku ternyata bisa mengontrol

emosinya. Tokoh aku sudah tidak memperdulikan lagi orang yang berduyun-

duyun datang yang ada dalam pikirannya saat ini adalah bagaimana untuk

mengabari Suti istrinya bahwa ia sudah meninggal. Tokoh aku baru menyadari

bahwa ia belum sempat untuk membahagiakan Suti Istrinya. Selama ini ia hanya
58

berpura-pura sebagai suami yang suci bagi Suti. Padahal ia banyak

mengahabiskan waktu untuk berjudi dan bermalam bersama Sumi dan Rusti.

Dipertegas pada kutipan di bawah ini:

Kali ini aku benar-benar menangis. Aku sudah tak peduli dengan

orang-orang yang berduyun-duyun mendekat dan

mengerumuniku. .Yang kupikirkan hanyalah, bagaimana caranya

mengabari suti, agar ia tahu bahwa aku telah mati. Baru aku

sadar, aku belum sempat memberikan kebahagiaan yang penuh

untuknya. Aku lebih banyak bersandiwara sebagai suami yang

suci. Padahal, aku lebih banyak menghabiskan malam-malamku

diranjang bersama Rusti atau Sumi, berjudi, minum-minuman

keras, merencanakan perampokan-perampokan, dan perbuatan

terkutuk lainnya.

3. Super Ego

Wiyatmi (2011:11), mengatakan bahwa super ego mengontrol mana

perilaku yang boleh dilakukan, mana yang tidak. Coba kita perhatikan kutipan di

bawah ini perilaku seperti apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh

dilakukan.

Duh! Suti, air mataku meleleh berubah menjadi darah. Kau

tak pernah tahu kalau aku bandit! Kau tak pernah tahu kalau

aku adalah pencoleng, pembohong, gemar maksiat! Kau tak

pernah tau jika nafkah yang telah kuberikan adalah hasil


59

rampok. Merampok apa saja. Termasuk merampok gudang kopi

milik pamanmu, lalu membunuhnya. Menjambret tas ibumu yang

baru saja menjual hasil panen karetnya. Termasuk mencuri

mobil ayahmu lalu menjualnya kepada penadah dengan harga

murah. Aku harus mengakui kesalahanku, Suti. Aku harus

mencium telapak kakimu untuk mintak maaf.

Dulu tokoh Aku benar-benar penjahat yang tidak pernah pandang bulu.

Apa saja yang bisa menghasilkan uang akan ia lakukan termasuk merampok

gudang kopi milik paman Suti lalu membunuhnya, menjambret tas ibu Suti, dan

mencuri mobil ayah Suti. Tetapi setelah kematian menimpahnya hati nuraninya

sadar dengan apa yang telah ia lakukan, dan sekarang apa saja akan ia lakukan

untuk menebus kesalahan yang telah ia lakukan kepada keluarga Suti, termasuk

mencium telapak kaki Suti. Tapi sekarang nasi sudah menjadi bubur tidak ada

yang bisa dilakukan lagi, tinggal semuanya diserahkan pada yang Maha Esa untuk

memperhitungkan semuanya. Dapat diperkuat dengan kutipan di bawah ini:

Tapi, akankah cinta suci dan keikhlasan seorang Suti masih

punya arti di sini? Bisakah ia mengembalikan aku seperti dulu.

Bersamanya lagi. Sebentar saja. (MS. 004)

Tokoh Aku benar-benar mengharapkan cinta dan keikhlasan dari seorang

Suti. Ia berharap bisa seperti dulu bersama Suti lagi walaupun hanya sebentar.

Cerpen Menunggu Suti karya RD. Kedum ini dapat dijadikan bahan

bacaan bagi siswa, karena di dalamnya banyak mengajarkan kepada siswa mana

prilaku yang salah dan benar. Bagaimanapun kerasnya kehidupan, kita tidak boleh
60

melakukan hal-hal yang dianggap salah dan bisa mencelakakan diri kita sendiri

maupun orang lain. Toko Aku dan Suti dalam cerita ini dapat dijadikan contoh

bagi siswa, tokoh aku orangnya suka merampok, berjudi, mabuk-mabukkan dan

lainnya sebagainya, kita tidak boleh meniru apa yang dilakukan oleh tokoh aku

yang memiliki sifat buruk, lebih baik kita meniru sikap Suti. Ia adalah wanita

yang sholeha, ia rela menunggu suaminya pulang hingga larut malam dan

ditengah sujudnya ia selalu mendoakan kebaikan untuk suaminya, sedangkan

suaminya selalu berpura-pura menjadi suami yang suci untuk Suti.


61

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tinjauan cerpen Menunggu Suti Karya RD. Kedum ini dilihat dari segi

psikologis tokoh melalui aspek kepribadian psikoanalisis Sigmund Frued yang

meliputi Id, Ego, dan Super Ego.


1. Id

Id dalam cerpen Menunggu Suti karya RD. Kedum terdapat tujuh kutipan. Id

merupakan aspek biologis kepribadian yang berkaitan dengan ketidaksadaran

serta mencakup isnting seksual dan insting agresif, dalam cerpen Menunggu Suti

karya RD. Kedum ini cukup banyak paragraf yang menerangkan aspek Idnya.

Dalam cerpen ini idnya begitu bersikeras untuk melakukan sesuatu, tokoh Aku

dalam cerpen ini sudah meninggal hanya arwahnya saja yang berbicara dan

menceritakan apa yang terjadi tokoh Aku begitu agresif menyampaikan

kronologi kejadianya kepada Pak Komandan sampai-sampai ia naik dekat

jasadnya, tapi tidak ada satu pun yang bisa mendengarnya.

2. Ego
62

Ego bersifat menekan Id yang kuat dalam bentuk aktivitas sadar dan prasadar

yang muncul setelah adanya hubungan dengan dunia luar atau lingkungan. Ego

dalam cerpen Menunggu Suti karya RD. Kedum ini hanya terdapat dua kutipan

yang mencakup sadar dan prasadar, awalnya ego dalam diri tokoh Aku begitu

kuat untuk mempengaruhi dirinya tetapi setelah ia ingat dengan istrinya Suti

tokoh Aku sadar dan tidak memperdulikan orang-orang disekitarnya.

3. Super Ego

super ego dalam cerpen Menunggu Suti karya RD. Kedum terdapat empat

kutipan. Super Ego dapat dikatakan sebagai dasar hati nurani yang erat

hubungannya dengan moral dan berfungsi menentukan benar salahnya atau sesuai

tidaknya sesuatu. Tokoh Aku dalam cerpen ini yang tadinya begitu mengikuti

peran egonya tetapi peran super egonya begitu cepat untuk menyadarkan dirinya.

Setelah dianalisis psikologis penokohan peneliti menemukan 13 kutipan yang

berkaitan dengan psikologis. Dari 13 kutipan menyangkut psikologis penokohan

id ada 7 kutipan, ego 2 kutipan dan super ego 4 kutipan.

Implikasi dalam pengajarannya yaitu hasil penelitian ini dapat dijadikan

bahan ajar Bahasa dan Sastra Indonesia bagi siswa SMA. Hal ini relevan dengan

isi kurikulum pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia kelas XI semester II,

dengan standar kompetensi aspek mendengarkan nomor 13 yaitu memahami

cerpen yang dibacakan. Sedangkan kompetensi dasarkan adalah 13.2 menemukan

nilai-nilai dalam cerpen yang dibacakan.

B. Saran
63

1. Bagi Peneliti, agar dapat mengambil nilai-nilai positif dari penelitian ini.

Karena dalam cerpen Menunggu Suti karya RD. Kedum ini mengangkat

masalah kejiwaan yang terjadi di Dunia nyata maupun di dunia astral. Oleh

karena itu perlu dilakukan penelitian lain agar penikmat sastra bisa

mengambil nilai-nilai pendidikan yang lebih banyak lagi.


2. Bagi peserta didik. Tujuan pembelajaran apresiasi sastra melalui pembacaan

cerpen Menunggu Suti karya RD. Kedum diharapkan dapat membantu anak

didik untuk peka terhadap perasaanya melalui nilai-nilai pendidikan dalam

cerpen Menunggu Suti. Pembelajaran apresiasi sastra harus dapat

memberikan perubahan perilaku, akal, dan budi pekerti. Pembelajaran

apresiasi sastra bermanfaat bagi kehidupan anak didik menjadi lebih cerdas

dan bebudi luhur dalam kehidupannya sehari-hari.


3. Bagi guru bidang studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, cerpen

Menunggu Suti memiliki nilai pendidikan yang sangat tinggi, hendaknya

dapat dijadikan bahan pendukung pengajaran apresiasi sastra di sekolah-

sekolah.
4. Bagi Lembaga Pendidikan STKIP-PGRI Lubuklinggau, peneliti menyarankan

agar penelitian ini dapat di laksanakan pada karya sastra lainnya yang juga

mengambarkan tentang permasalahn kejiwaan dan gambaran kepribadian

karakter tokoh cerita, agar mempunyai nilai lebih sehingga bisa menjadi

bahan acuan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis.


64

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu.2009. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Aminudin. 2010. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru


Algensindo

Asmani, Jamal Mamur. 2011. Tuntunan Lengkap Metodologi Praktik Penelitian


Pendidikan. Jakarta: Diva Press.

Azwar, Saifuddin. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Renika


Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Endraswara, Suwardi. 2013. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta:


Medpres (Anggota IKAPI).

Hadi, Amirun dan Haryono. 2005. Metodologi Penelitian Psikologi Sastra.


Bandung: CV Pustaka Setia.

Kedum, RD. 2011. Menunggu Suti. Yogyakarta: Digna Pustaka.

Kosasih. 2003. Ketatabahasaan dan kesusastraan. Bandung: Yrama Widya.

Minderop, Albertine. 2010. Psikologis sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor


Indonesia.

Nurgiantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadja Mada


University Press.

Poerwadarminta. 2008. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.

Prawira, Purwa Atmaja, 2012, Psikologi Umum, Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
65

Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta:


Pustaka pelajar.

Somad Adi Abdul dkk. 2008. Berbahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Perbukuan.

Sugiyono. 2013.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung:


Alfabeta.

Syamsudin dan Vismala damaianti. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa.


Bandung: Rusda.

Wahyuningtyas Sri dan Wijaya Heru Santoso. 2011. Sastra Teori dan
Implementasi. Kadipiro Surakarta: Yuma Pustaka.

Wiyatmi. 2011. Psikologi Sastra Teori dan Aplikasinya. Kanwa Publisher:


Yogyakarta.
66

SUMBER INTERNET

https://drummerfan.wordpress.com/2010/03/25/perbedaan-mekanisme-proses-
tinjauan-analisis-dan-evaluasi/. (Diakses 19 Agustus 2015).
67

Anda mungkin juga menyukai