Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Karya sastra adalah seni yang diciptakan untuk mengekspresikan suatu

hal yang sedang terjadi dan mengandung unsur keindahan. Karya sastra sendiri

bertujuan untuk mengekspresikan rasa emosional dari penciptanya melalui pikiran

yang penuh imajinatif menjadi jembatan menuju realitas kehidupan, wawasan

penulis terhadap realitas, imajinasi murni penulis yang tidak terkait dengan

realitas hidup atau keinginan intuitif penulis, dan juga bisa menjadi campuran

keduanya. Karya sastra sebagai potret kehidupan orang dapat dipahami, dan

digunakan oleh masyarakat. Sebuah karya sastra diciptakan sebagai hasil dari

pengalaman batin penulis dalam bentuk peristiwa atau masalah yang menarik,

sehingga ide-ide dan imajinasi muncul yang diungkapkan dalam bentuk

tertulis.(Wicaksono, 2017). Damono,1984 (dalam Wicaksono,2017)

mengungkapkan bahwa karya sastra menampilkan gambar kehidupan dan

kehidupan itu sendiri adalah realitas sosial. Sangidu 2004(dalam Wicaksono,

2017) mengungkapkan bahwa sastra adalah bagian dari masyarakat, fakta ini

menginspirasi penulis untuk terlibat dalam kehidupan masyarakat di mana mereka

berada dan mencoba memecahkan masalah yang ada di masyarakat dan berjuang

untuk posisi mereka dalam struktur sosial.

1
2

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat penulis simpulkan karya

sastra adalah ciptaan yang disampaikan secara komunikatif untuk menyampaikan

maksud penulis yang bertujuan estetika.

Sastra sendiri dibagi menjadi dua, yaitu puisi dan prosa. Pradopo, 1995

(di Pamungkas,2020) mengatakan bahwa puisi adalah rekaman dan interpretasi

berbagai pengalaman manusia yang penting, disusun dalam bentuk yang paling

mengesankan. Menurut Emzir, et al (2018) karya-karya sastra prosa sering juga

disebut fiksi atau cerita fiksi. Prosa fiksi adalah cerita atau cerita yang

dikembangkan oleh aktor dalam cerita, tahap dan seri cerita yang menyimpang

dari imajinasi penulis untuk membangun cerita. Menurut Nurgiyantoro (2018)

prosa dikenal di dunia sastra sebagai genre sastra selain genre lainnya. Untuk

menekankan keberadaan genre prosa, prosa sering dikombinasikan dengan genre

lain, misalnya dengan puisi, meskipun kontradiksi itu sendiri hanya teoritis. Salah

satu bentuk sastra prosa adalah novel. Novel ini menyajikan cerita fiksi yang

biasanya mencerminkan kehidupan manusia di mana ia berisi perjalanan dan

pengalaman kehidupan manusia yang digambarkan sebagai kehidupan nyata yang

dimanifestasikan melalui bahasa estetika. Kisah dalam novel ini memiliki konflik

yang sangat beragam. Berbagai konflik dalam novel ini dapat membuat pembaca

lebih penasaran dan terpesona menikmati karya sastra ini. Dunia imajinasi dalam

novel ini dibangun melalui elemen intrinsik dan ekstinsik seperti tema, karakter,

pengaturan, plot, sudut pandang, gaya bahasa, nilai-nilai yang disatukan, dan

sebagainya. Faktor yang paling penting dalam novel adalah tokoh. Tokoh adalah

pelaku yang memerankan karakter dalam sebuah cerita. Penulis harus mampu
3

membuat karakter dalam cerita hidup sehingga tidak menyebabkan kebosanan

bagi pembaca. Penulis dalam membuat cerita, menampilkan karakter baik karakter

utama dan karakter pendukung. Karakter yang ditampilkan dalam fiksi memiliki

karakter dan perilaku yang terkait dengan psikologi dan pengalaman psikologis

seperti yang dialami manusia dalam kehidupan nyata. Karakter-karakter ini

memiliki berbagai jenis konflik, biasanya konflik yang terjadi paling dialami oleh

karakter utama. Itu adalah konflik yang timbul dalam karakter yang membuat

karya sastra lebih hidup. Karakter dalam cerita juga memiliki cara mereka sendiri

untuk menangani konflik yang terjadi, itulah di mana penulis mengungkapkan

kepribadian karakter. Dalam psikologi, konflik adalah salah satu studi psikologi

kepribadian. Psikologi Kepribadian adalah psikologi yang mempelajari

kepribadian manusia dengan objek penelitian pada faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku manusia. Dalam psikologi kepribadian, hubungannya

antara ingatan atau observasi dan perkembangan dipelajari, hubungan antara

pengamatan dan penyesuaian pada individu, dan sebagainya. (Koswara dalam

Fauziyah 2020).

Pendekatan yang digunakan dalam pengamatan ini adalah pendekatan

psikologi sastra. Menurut Atkinson, 1996 (dalam Wahdaniyah, 2021) Psikologi

berasal dari kata Yunani psyche, yang berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu

pengetahuan. Jadi psikologi berarti jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan

mempelajari perilaku manusia. Psikologi sastra adalah studi tentang karya sastra

yang diyakini mencerminkan proses dan kegiatan psikologis Dalam mengkaji

suatu karya psikologis harus dipahami sejauh mana keterlibatan psikologis penulis
4

dan kemampuan penulis untuk menyajikan karakter fiksi yang terlibat dengan

masalah psikologis. Sastra yang berkaitan dengan psikologi penting untuk

penelitian, karena menurut Wellek dan Warren, 1993 (dalam wahdaniyah, 2021)

psikologi membantu mengumpulkan sensitivitas pengamat terhadap realitas,

mengasah pengamatan, kemampuan dan memberikan kesempatan untuk

mempelajari pola yang sebelumnya belum tersentuh. Psikologi dalam sastra

mengandung fenomena yang terjadi melalui perilaku karakter sebagai gejala

psikiatri. Berdasarkan teori kepribadian menurut Sigmund Freud, ia dikenal

dengan istilah khusus, yaitu psikoanalisis dalam pengamatan psikologi sastra yang

ditemukan Freud sekitar tahun 1890-an. Kemudian psikoanalisis sekitar 1900

menjadi disiplin. Teori psikoanalisis berhubungan dengan peran dan

perkembangan psikologi manusia. Studi ini adalah bagian dari psikologi yang

sejauh ini telah memberikan kontribusi besar untuk psikologi manusia. Dalam

teori psikoanalisis, struktur kepribadian terdiri dari tiga aspek atau sistem, yaitu

Id, Ego, dan Superego. Aspek id adalah elemen kepribadian yang ada sejak lahir.

Cara id bekerja terkait dengan prinsip kesenangan, yaitu selalu menghindari hal-

hal yang tidak nyaman untuk mencari kepuasan. Aspek ego adalah elemen

kepribadian yang berada di alam sadar dan bawah sadar yang menghubungkan id

dan superego. Ego bertindak sebagai cabang eksekutif kepribadian atau sebagai

pembuat keputusan antara id dan superego. Aspek superego adalah elemen moral

kepribadian yang terkait dengan baik dan buruk, benar dan salah dalam standar

atau norma sosial. Superego memainkan peran dalam memblokir impuls id.
5

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin meneliti

Aspekkepribadian tokoh utama dalam novel Bibi Gill karya Tere Liye

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mencapai hasil penelitian yang maksimal dan efisien, diperlukan

rumusan masalah dalam sebuah penelitian. Rumusan Masalah Dalam

Penelitian ini adalah Apa aspek kepribadian tokoh utama dalam novel bibi gill

Karya Tere Liye: Kajian Psikologi Sastra

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian yang baik harus memiliki tujuan yang baik dan jelas. Adapun arah

dan tujuan yang terdapat dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan aspek

kepribadian tokoh utama dalam novel bibi gill Karya Tere Liye: Kajian

Psikologi Sastra

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ilmiah harus memberikan manfaat teoritis dan praktis. kualitas

penelitian yang dilakukan oleh peneliti diuji. Manfaatnya adalah sebagai

berikut.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan memperluas repertoar pengetahuan.

terutama dalam bidang bahasa dan sastra Indonesia serta menambahkan

wawasan terutama bagi para pembaca dan pecinta sastra.


6

2. Manfaat Praktis

➢ Mengenal aspek kepribadian tokoh utama dalam novel Bibi Gill karya

Tere Liye.

➢ Keindahan Novel Bibi Gill, dan tokoh utama yang diceritakan dalam

Novel.

➢ Dapat memahami karakter-karakter tokoh dalam novel Bibi Gill

Cleopatra, menangkap apa yang diharapkan penulis setelah novelnya di

baca oleh para pembaca.

➢ Sebagai motivasi dan referensi untuk penelitian tentang karya-karya

sastra Indonesia setelah penelitian ini. Selain itu dapat menumbuhkan

motivasi dalam kesusastraan pada peneliti baru.

➢ Pembaca diharapkan dapat memahami niat dan pesan yang disampaikan

penulis novel Bibi Gill Karya Tere Liye.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Yang Relevan

Pernyataan yang dianggap relevan dengan pernyataan penulis adalah sebagai

berikut:

Penelitian oleh Wahdaniyah Wilyah, seorang mahasiswa di Muhammadiyah

University of Makassar dalam tesisnya berjudul Analisis Karakter

Kepribadian Dara dalam Novel Brizzle: Cinta Sang Hafizah oleh Ario

Muhammad (Literary Psychology). Hasil dari pengamatan ini menunjukkan

bahwa kepribadian yang menonjol dalam karakter Dara didasarkan pada tiga

struktur keperibadian dasar yang diusulkan oleh Freud yang terdiri dari aspek

penting, yaitu id, ego dan superego. Persamaan penelitian ini dengan

penelitian yang dilakukan penulis, yaitu baik menganalisis kepribadian

karakter utama dalam novel dan menggunakan pendekatan yang sama, yaitu

pendekatan psikologi sastra dan juga menggunakan pengamatan teori

keperibadian Sigmund Freud. Perbedaan antara penelitian yang relevan

dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah dalam hal objek yang

dipelajari, yaitu penelitian novel yang berbeda.

Penelitian yang hampir mirip dengan penelitian ini adalah penelitian berjudul

“Tipe kepribadian dalam karakter utama dalam novel Tere Liye’s Fallen

Leaves Never Hates the Wind and Their Implications for Literary Learning in

High School” yang dipelajari oleh Maulana pada tahun 2015. Hasilnya
8

Penelitiannya adalah bahwa karakter utama memiliki empat keperibadian

menurut teori kepribadian Galenus, yaitu melankolis, phegmatic, choleric, dan

sanguine. Ciri-ciri karakter yang dimiliki oleh kepribadian melankolik adalah

introvert, keras kepala, setia, teguh, sensitif, hati nurani, perfeksionis, keras,

dan keras kepala. Kepribadian fegmatik ditunjukkan ketika karakter utama

adalah seorang pengamat. Sifat tak sabar karakter utama milik kepribadian

kolerik. Kepribadian sanguine digambarkan sebagai karakter utama yang

memiliki kualitas sosial dan meyakinkan. Selain itu, hasil penelitian juga

membahas implikasi untuk belajar Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas XII

semester aneh, yaitu siswa dapat belajar bagaimana menganalisis novel.

Kesamaan studi ini adalah bahwa keduanya memeriksa kepribadian karakter.

Perbedaan adalah dalam implikasi untuk belajar sastra di sekolah menengah.

Objek penelitian juga berbeda dari penelitian ini, serta teori yang digunakan.

Penelitian ini menggunakan teori kepribadian menurut Galenus, sedangkan

penelitian ini menggunakan teori kepribadiannya menurut Sigmund Freud.

Tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Maulana (2015),

Oktavia (2016) juga melakukan penelitian dengan judul “Personality in

Characters in Tere Liye’s Rindu Novel and Its Relevance to Literature

Learning in High School”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan

kepribadian karakter yang dialami oleh karakter dalam novel Rindu oleh Tere

Liye dan relevansinya untuk belajar sastra di sekolah menengah yang

mencakup id, ego, dan superego dalam hal bahasa, psikologi, dan psikologi.

latar belakang budaya. Penelitian tentang kepribadian tokoh utama juga pada
9

tahun 2016 oleh Supriyanto T dan Ayu Deviya Setiari dengan judul

"Personalitas dan Struktur Emosional Karakter Utama dalam Serial Novel

Anak-anak Mamak". Studi ini menggunakan pendekatan psikologi sastra

dengan teori psikoanalisis Sigmund Freud. Tujuannya adalah untuk

menggambarkan karakter utama, struktur kepribadian, struktur emosional,

hubungan antara struktur keperibadian dan struktur emosi karakter utama dan

faktor-faktor dari kedua struktur tersebut. Penelitian ini hampir sama dengan

penelitian yang akan penulis lakukan, yaitu menganalisis kepribadian karakter

utama dengan pendekatan psikologi sastra menggunakan teori psikoanalitik

Sigmund Freud, sedangkan perbedaan terletak pada objek penelitian dan

penelitian ini menganalisa konflik yang terjadi dalam novel. Persamaan

penelitian ini dengan penelitian yang akan penulis lakukan, yaitu menganalisis

kepribadian karakter dalam novel dengan menggunakan teori keperibadian

menurut Sigmund Freud. Namun, objek penelitian berbeda. Selain itu, studi

ini menganalisis kepribadian semua karakter dalam novel, sementara studi ini

berfokus pada analisis keperibadian karakter utama.

2.2 Konsep Sastra

Menurut Wellek and Warren, 1995 (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017),

sastra adalah seni yang mengandung nilai estetik terlahir dari individu yang

kreatif. Sebagai salah satu nilai budaya, sastra juga bagian dari perwujudan

kehidupan melalui pengamatan dari seorang sastrawan baik yang di dapat dari

lingkungan sekitar atau sesuatu yang langsung di alami. Hal itu sesuai dengan

pendapat Esten, 1991 (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017) bahwa karya
10

sastra bersifat evidensi objektif yang ditemukan oleh indera sastrawan dan

menghasilkan nilai seni dan budaya yang lebih tinggi. Dengan kata lain, sastra

sastra merupakan perjalanan hidup bersosial yang disampaikan oleh sastrawan

dengan perasaan dan pemikiran yang mendalam. Sumardjo,1982 (dalam Al-

Ma’ruf serta Farida,2017) memaparkan bahwa sastra ialah gambaran objektif

berdasarkan pengalaman dan serangkaian peristiwa. Sejalan dengan itu,

Rampan, 1984 (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017) mengatakan bahwa sastra

berasal dari kata dasar “sastra” yang mendapat awalan “su” yang bermakna

indah atau baik. Dari deskripsi di atas dapat disimpulkan bahwa sastra ialah

suatu karangan yang dihasilkan dengan nilai-nilai keindahan dan budaya untuk

memberi petunjuk atau ajaran.

Hugh (dalam Al-Ma’ruf serta Farida, 2017) mengungkapkan bahwa “sastra

yang dihasilkan dan memiliki bobot literer harus mencakup dua kriteria utama,

(1) relevansi nilai-nilai keberadaan manusia yang dibentuk oleh seni, melalui

imajinasi dan komposisi yang semuanya memiliki keseluruhan yang bersatu,

harmonis dan koheren dalam mencapai tujuan tertentu (integritas, harmoni dan

kesatuan) dan (2) kekuatan ekspresif, lebar dan pesona yang ditawarkan oleh

bentuk (tekstur) serta tata letak elemen linguistik dan struktur lisan mereka (as

well as consonance and clarification)”.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, bisa disimpulkan di dalam sastra terdapat

dua unsur inti, yaitu a) Isi, berisikan poko pikiran, pengalaman, perasaan, serta

suatu tanggapan seorang sastrawan terhadap lingkungan sosial yang


11

disampaikan kepada pembaca; b) Bentuk, berisikan unsur kebahasaan yang

mengandung totalitas makna didalamnya.

Karya sastra selain memberikan hiburan kepada pembaca juga terdapat

hikmah dan pembelajaran mengenai kehidupan manusia di dalamnya. Oleh

karena itu karya sastra dijuluki sebagai jendela jiwa. Karya sastra yang

memiliki bobot literatur dapat berperan sebagai penjernihan, pendalaman,

serta perluasan wawasan dan pengahayatan manusia mengenai esensi

kehidupan.

2.3 Peran Serta Manfaat Sastra

Edgar Allan Poe (dalam AlMa’ruf serta Farida, 2017) “peran sastra ialah

didaktic heresy: sesuatu yang menghibur dan mengajar”. Selain memberikan

kesenangan bagi pembaca, sastra juga bermanfaat untuk kehidupan batin

seseorang. Dengan kata lain, sastra berguna untuk menghibur secara rohani

atau menambah ilmu pengetahuan seseorang. Aminuddin, 2000 (dalam Al-

Ma’ruf serta Farida, 2017) menambahkan suatu hal dalam sastra dapat

dimaklumi kehadirannya karena sastra yang digunakan dalam memberi

tanggapan pribadi masalah kehidupan.

Berlandaskan peran sastra di atas, banyak manfaat yang dapat diberikan dalam

mengkreatifitaskan sebuah sastra. Karno, 1996 (dalam Al-Ma’ruf serta Farida,

2017) memberikan penjelasan mengenai manfaat karya sastra yaitu,

1 Sastra sebagai Ilmu

Pada mata pelajaran bahasa Indonesia sastra merupakan bidang studi yang
12

konvensional.

2 Sastra sebagai Seni

Selain ilmu seni dalam menghibur sastra juga memiliki manfaat dalam

memperkaya ilmu keagamaan bagi kehidupan manusia. Sastra memilki

motto dulce et utile (menghibur serta bermanfaat).

3 Sastra sebagai Kebudayaan

Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari kebudayaan yang berpangku

pada kehidupan rohani dan jasmani. Sastra tercipta sejalan dengan bahasa

yang berperan sebagai alat komunikasi guna mempersatukan antar suku,

bangsa dan Negara. Dengan sastra kita dapat mengenalkan kehidupan

kebudayaan antar suku dan Negara yang diciptakan melalui karya seorang

sastrawan. Secara kejiwaan sastra juga dapat meningkatkan sikap mental

seseorang dalam masyarakat serta mentalitas bangsa. Hal ini dibuktikan

dengan hasil karya sastra Sutardji Calsum Bahri, Sertaarto, Abdulhadi

W.M., Taufik Ismail, Ahmad Tohari, , Putu Wijaya, Mochtar Lubis, Iwan

Simatupang, Djenar Mahesa Ayu, Kuntowijoyo, Ayu Utami, dan

sastrawan-sastrawan lainnya, kekayaan batin akan semakin kaya dengan

membaca karya sastra.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan karya sastra selain

berfungsi sebagai penghibur seseorang juga dapat belajar pengalaman

yang menarik mengenai kehidupan yang berbeda-beda. Sastra diciptakan

bukan hanya untuk memenuhi dokumen sejarah atau laporan kisah hidup,

pandangan moral, ilmu filsafat, dan kerohanian. Sastra adalah kaki tangan
13

dalam perpanjangan penjelasan kehidupan. Karena itu, tujuan seseorang

membaca karya sastra tidak lain untuk menambah pengalaman kerohanian.

2.5. Novel

Karya sastra yang biasa menampilkan tentang sebagian kehidupan tokoh

yang terdapat di dalamnya kemudian mengubah perjalanan nasibnya adalah novel.

Novel merangkai suatu kejadian peristiwa yang menakjubkan yang dapat

mengubah nasib dan sikap seseorang di dalamnya. Novel dikatakan sebagai cerita

fiksi yang terdapat gambaran hidup para tokohnya. Dalam arti luas, novel adalah

bentuk prosa besar yang memiliki cakupan luas dengan alur yang kompleks,

berbagai karakter tokoh, dan suasana kreatif yang sangat berbeda. Novel juga

harus memiliki cakupan tema yang kompleks. Pada novel ukuran area tidak

mutlak, karena area hanya bagian fisik seperti subjek, fitur, dan lingkungan.

Sumardjo serta Saini, 1997 (dalam Firwan, 2017) ”Novel merupakan karya prosa

yang cakupannya lebih luas dan terdapat plot yang kompleks, tema, tokoh yang

banyak, suasana yang beragam, serta latar yang berbeda-beda, Arti cakupan luas

disini juga tidaklah mutlak, mungkin hanya salah satu unsur fisiknya saja yang

luas”. misalnya temanya, tokoh, latar dan lain sebagainya.

Novel menurut Wellek serta Warren, 1993 (Al-Ma’ruf serta Farida,

2017) adalah cerita yang menggambarkan kehidupan manusia dari waktu-

kewaktu. Sependapat dengan pandangan di atas, Damono, 1978 (Al-Ma’ruf serta

Farida, 2017) mengungkapkan bahwa novel adalah karya sastra yang dapat

dijadikan pengalaman hidup yang nyata dan dapat mendidik pengalaman batinnya

walaupun novel dikatakan sebagai karangan fiksi.


14

Berdasarkan pendapat di atas, bisa disimpulkan bahwa novel adalah

karya sastra yang diciptakan melalui gambaran pengalaman kehidupan sastrawan

atau pun sekedar imajinasi dan juga yang terjadi dalam lingkungan hidup yang

dituangkan dalam bentuk karya tulis berupa novel.

Novel merupakan ungkapan ekspresi sastrawan tentang perasaan,

pikiran, dan keinginan yang direfleksikan melalui kata-kata yang indah sehingga

mampu menarik hati pembaca.

2.6. Ciri – Ciri Novel

Bila dibandingkan dengan sastra yang lain, novel memiliki ciri yang berbeda baik

dari jumlah kalimat yang digunakan. Dalam novel terdapat banyak kata dan

kalimat sehingga pembaca lebih mudah dalam pemaknaannya. Berkaitan dengan

masalah tersebut Warsiman, 2018 menyatakan ciri-ciri novel sebagai berikut:

a. Novel ialah karya sastra yang berbentuk narasi. Selain mengandung banyak

karakter di dalamnya juga terdapat latar yang berbeda-beda yang membentuk

serangkaian peristiwa dan konflik sehingga membuat cerita didalamnya lebih

panjang. Selain berbentuk narasi, ada juga novel yang berbentuk esai deskriptif

atau dapat disebut sebagai karangan deskripsi. Karangan jenis ini biasanya

digunakan penulis untuk merefleksikan suasana pemandangan, suasana hati

tokohnya, dan sebagainya. Karangan jenis deskriptif ini juga biasanya lebih

panjang ceritanya.

b. Novel adalah bagian dari karya sastra prosa.


15

c. Novel adalah karangan atau karya sastra yang dibuat berdasarkan tanggapan

sastrawan tentang lingkungan dan sosial budaya sekitarnya.

d. Novel dijadikan sebagai wadah dalam mengungkapkan pikiran seorang

sastrawan tentang keadaan sekitar. Seorang sastrawan akan menempatkan

dirinya dalam kehidupan yang diceritakan.

2.7. Unsur-Unsur Yang Membangun Novel

a. unsur Intrinsik

Strukture karya sastra menunjuk pada pengertian adanya hubungan antar

unsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling

mempengaruhi, yang secara bersama membentuk kesatuan yang utuh

Nurgiyantoro (dalam Fauziah 2020). (dalam Fauziah 2020).

Adapan unsur intrinsic dalam novel adalah sebagai berikut:

1 Tema

Tema merupakan dasar dasar yang menopang karya sastra dan yang

terkandung di teks sebagai sistematis struktur dan yang menyangkut

persamaan atau perbedaan (Hartoko dan Rahmanto dalam Nurgiyantoro

2013). Baldic (dalam Nurgiyantoro 2013) mengemukakan bahwa tema

adalah gagasan abstrak utama yang terdapat dalam sebuah karya sastra atau

yang secara berulang-ulang dimunculkan baik secara eksplisit mau pun

(yang banyak ditemukan) implisit lewat pengulangan motif. Seperti yang

dapat dilihat, tema ini adalah gagasan akal sehat yang menggabungkan

filsafat sastra dan abstrak yang muncul secara bertahap, baik secara formal
16

maupun informal.

2 Tokoh dan Penokohan

Abrams (dalam Nurgiyantoro 2013) berpendapat bahwa tokoh cerita adalah

orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh

pembaca ditafsir memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu

seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam

tindakan. Beldic (dalam Nurgiyantoro 2013) juga berpendapat bahwa tokoh

adalah orang yang menjadi pelaku dalam cerita fiksi atau drama, dan

mengundang pembaca untuk menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan

tindakannya.

Tokoh dalam cerita sangat penting karena dapat meningkatkan dan

menyampaikan pesan moral kepada penonton. Untuk dapat menyampaikan

pesan atau perasaan, seseorang harus mencari tokoh dengan karakter dan

kemampuan untuk menyampaikan rasa realitas sehingga pembaca percaya

cerita itu ada dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Fiksi adalah disiplin yang terampil dan artistik. Maka dari itu, kita harus

berhati-hati dalam memilih jenis makanan yang sesuai dengan kebutuhan.

Penokohan akan membangun negara totaliter di samping faktor-faktor lain

seperti tema, latar, plot, sudut pandang, lingua franca, dan kompas moral.

(Nurgiyantoro 2013). Penokohan dan pemlotan adalah dua cerita yang

saling mempengaruhi dan menggantungkan satu lain. Plot adalah apa yang

dilakukan oleh tokoh dan apa yang menimpanya. Kejadian demi kejadian,

ketegangan, konflik, sampai ke klimaks merupakan hal hal yang esensial


17

Nurgiyantoro (dalam Fauziah 2020). Karakteristik terkait dengan tema.

Karakter adalah aktor yang menggambarkan karakter dengan cara yang

realistis atau fiktif. Penulis akan memilih karakter yang tepat untuk

mengembangkan tema lebih lanjut. Topik tidak selalu disampaikan secara

terbuka, sehingga pembaca harus menafsirkan melalui rincian peristiwa,

konflik menonjol, apa pun yang dilakukan, dipikirkan, dan ditimbulkan

pada karakter, sehingga tema cerita selalu menjauh dari karakter

Nurgiyantoro (dalam Fauziah 2022). Selain hubungan yang jelas antara satu

elemen dengan elemen lain, karakter dapat diklasifikasikan sebagai karakter

primer, sekunder, atau tertiary, seperti antagonis, protagonis, figuran, dan

tipikal.

Tokoh utama adalah tokoh yang sering dimunculkan dalam cerita, tokoh

tambahan atau tokoh periferal yang dimunkulkan hanya beberapa kali. Jika

fungsi tokoh dipahami, itu dapat diterapkan pada protagonisme dan

antagonisme.

Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan dan

harapan pembaca, karena pembaca mengenalinya sebagai tokoh yang

memiliki kesamaan termasuk permasalahan yang dialami dengan sikap

dalam menghadapi permasalah tersebut. Tokoh antagonis adalah tokoh

yang menjadi penyebab permasalahan atau konflik. Perbedaan-perbedaan

yang sangat penting antara dua kepentingan yang baik-buruk, baik-jahat,

benar-salah dan lain-lain Ini akan meningkatkan minat pada sebuah cerita.
18

Karakter tokoh yang berkembang adalah karakter yang dapat berubah,

misalnya dari antagonis menjadi protagonis Nurgiyantoro (dalam Fauziah

2020). Berdasarkan karakter, karakter dapat dibagi menjadi karakter

sederhana dan karakter bulat atau kompleks. Karakter sederhana memiliki

sifat, sikap, dan perilaku yang rata, monoton dan hanya mencerminkan satu

karakter tertentu. Lebih mudah untuk mengenali, memahami, lebih akrab,

dan cenderung stereotip. Karakter sederhana terlihat lebih seperti angka

perifer karena mereka tidak mendapatkan banyak bagian gambar. Karakter

tambahan dalam cerita fiksi biasanya karakter sederhana. Tidak seperti

halnya dengan karakter sederhana, karakter bulat atau kompleks lebih sulit

dipahami karena mereka memiliki berbagai karakteristik, karakter dan

perilaku. (dalam Fauziah 2022). Berdasarkan kriteria untuk

mengembangkan atau tidak mengembangkan karakter, karakter cerita fiksi

dapat dibagi menjadi statik, karakter yang belum dikembangkan dan

karakter yang mengembangkan. Karakter statik tidak terpengaruh oleh

perubahan lingkungan, memiliki sikap dan karakter yang relatif tetap, dan

tidak berkembang dari awal sampai akhir cerita, sedangkan karakter yang

berkembang adalah karakter yang mengalami perubahan sesuai dengan

perkembangan peristiwa dan plot yang diberitakan. Karakter statik secara

aktif berinteraksi dengan lingkungan mereka, baik lingkungan sosial, alam

dan lainnya, yang semuanya akan mempengaruhi sikap karakter mereka.

(Nurgiyantoro 2013). Berdasarkan kemungkinan mencerminkan karakter

cerita dapat dibedakan menjadi karakter khas dan karakter netral. Altenberg
19

dan Lewis (dalam Nurgiyantoro 2013). Saya ingin mengatakan bahwa

angka khas adalah angka yang hanya sedikit menunjukkan individualitas

orang dan lebih sering mengungkapkan kualitas pekerjaan atau pekerjaan,

atau sesuatu yang lebih karakteristik mewakili. Penegak hukum dapat

dipandang sebagai reaksi, tanggapan, penerimaan, dan tafsiran oleh

pengarang terhadap tokoh manusia di dunia nyata. Tanggapan bisa negatif

seperti menyindir dan mengkritik. Dapatkan pula positif sebagai

menyanjung. Di sisi lain, tokoh netral adalah tokoh cerita yang

bereksistensi dalam dunia fiksi. Saya berbicara tentang cerita, cerita dan

cerita. Kehadirannya tidak berpretensi untuk mewakili atau

menggambarkan sesuatu yang di luar dirinya, seseorang yang berasal dari

dunia nyata. Paus Fransiskus akan mengalami kesulitan untuk

menafsirkannya sebagai bersifat mewakili berhubung kurang ada unsur

bukti pencerminan kenyataan.

3 Latar

Moody, 1972 (dalam Al-Ma'ruf dan Farida, 2017) mendefinisikan

pengaturan sebagai tempat, pengalaman historis, sosial, politik atau

pengaturan cerita yang terjadi. Menurut Parkamin dan Bari, 1973 (dalam

Al-Ma'ruf dan Farida, 2017) pengaturan adalah penempatan waktu dan

tempat termasuk lingkungan. Ini berarti bahwa lingkungan termasuk

adat, kebiasaan, pengaturan alam atau keadaan yang terjadi di sekitar

kita. Latar belakang dapat berarti lingkungan sekitar. Lingkungan dapat

dilihat sebagai bertindak sebagai metonymy atau metafora, dan ekspresi


20

karakter. Setting juga bisa berarti ekspresi kehendak manusia. Jika

dibandingkan dengan cerita modern seperti hari ini, kota-kota besar

seperti pengaturan karakter (Wellek dan Warren, 1992 (di Al-Ma'ruf dan

Farida, 2017). Setting menjadi satu unit dalam cerita karakter dalam

karya sastra. Tindakan karakter selalu terkait dengan latar belakang

tertentu, yang untuk Chatman, 1978 (dalam Al-Ma'ruf dan Farida, 2017)

terdiri dari lataran internal dan eksternal. Latar belakang internal

termasuk perasaan kebahagiaan, kesedihan, sukacita, kemarahan dan

lainnya. Pengaturan eksternal termasuk cuaca, alam, tempat-tempat

tertentu dan sebagainya. Elemen latar belakang sebagai elemen cerita

memiliki peran, sedangkan pengaturan memainkan peran utama dalam

memberikan suasana (mood) dalam sebuah cerita. Abrams, 1981 (dalam

Al-Ma'ruf dan Farida, 2017) memberikan gambaran tentang latar

belakang dalam karya sastra dalam tiga bagian, yaitu tempat, waktu dan

pengaturan sosial. Latar belakang tempat terkait dengan masalah

geografis; waktu terkait dengan waktu; dan latar belakang sosial terkait

erat dengan kehidupan sosial atau sosial-budaya. Dengan demikian,

dalam istilah sederhana, dapat dikatakan bahwa pengaturan cerita dapat

dalam bentuk pengaturan tempat, pengaturan waktu dan pengaturan

lingkungan. Latar belakang lingkungan, terutama latar belakang sosial-

budaya dalam lingkup kehidupan karakter. Nah, pengaturan atau latar

belakang memainkan peran dalam suasana cerita.

Berdasarkan pemahaman di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa


21

latar adalah salah satu bagian yang juga membangun karya sastra dari

dalam. Latar adalah unsur yang terpenting dalam suatu karya sastra

karena kehadirannya tidak dapat dipisahkan dari karakter tokoh. Latar

juga memerlukan penempatan waktu yang tepat sesuai lingkungan.

Dalam karya sastra latar terbagi menjadi tiga bagian, yaitu latar tempat,

waktu dan sosial suasana.

4 Amanat

Menurut Siswanto, 2008 (dalam Rizky, 2019) amanat ialah pesan yang

igin disampaikan kepada pembaca yang dituangkan melalui gagasan

sastrawan yang menjadi dasar dalam penciptaannya. Pesan yang

disampaikan biasanya bersifat tersirat. Amanat biasanya dihadirkan

dalam karya sastra sebagai pengajaran bentuk moral yang disampaikan

kepada pembaca. Rokhmansyah, 2014 (dalam Aulia, dkk, 2018)

mengatakan amanat dalam suatu novel adalah pesan yang disampaikan

kepada pembaca secara tersirat. Pembaca harus membaca novel dengan

teliti agar dapat menemukan pesan yang disampaikan. Hal ini

dikarenakan amanat bisa jadi diungkapkan sastrawan secara tersirat.

Amanat menurut Esten, 2013 (dalam Aulia, dkk, 2018) sebagai pemecah

dalam suatu tema pada karya sastra. Esten juga menambahkan, dalam

amanat terlihat impian dan pandangan hidup seorang sastrawan. Amanat

bersifat implisit dan eksplisit. Amanat implisit adalah amanat yang

bersifat tersirat dalam karya sastra. Sedangkan amanat eksplisit adalah

amanat yang bersifat tersurat dalam karya sastra. Dalam karya sastra kita
22

bias mendapat pelajaran moral, misalnya pada novel, drama, teater, puisi

dan lain sebagainya. Penafsiran terhadap karya sastra tentunya

diperlukan untuk dapat menyeleksi atau mengambil pesan atau ajaran

moral dalam sebuah karya sastra. Untuk dapat memaknai karya sastra,

seorang pembaca perlu memiliki pengetahuan dan wawasan yang bias

mereka peroleh dengan banyak membaca buku dan realitas dalam

kehidupan lingkungan sekitar (AlMa’ruf serta Farida, 2017).

Berdasarkan pendapat ahli di atas, penulis mengambil kesimpulan

bahwa amanat ialah suatu gagasan atau pesan moral yang disampaikan

sastrawan kepada pembaca melalui setiap karya sastra yang

diciptakannya bersifat implisit dan eksplisit.

5 Plot atau Alur

Nurgiyantoro (2013) mengumpulkan beberapa pendapat para ahli dalam

bukunya mengenai pengertian plot. Stanton berpendapat bahwa plot

adalah cerita yang berisikan suatu urutan kejadian, namun pada setiap

kejadian itu dihubungkan sebab-akibat suatu kejadian.

Kenny juga mengemukakan plot adalang rangkaian peristiwa yang

dimunculkan dalam cerita yang sifatnya tidak sederhana karena

penyusunannya berdasarkan pola sebab-akibat. Forster juga

mengemukakan hal yang senada. Menurut Forster, plot merupakan

rangkaian peristiwa yang memiliki penekanan pada hubungan kausalitas.

Berdasarkan pendapat di atas penulis simpulkan bahwa plot adalah

semua rangkaian peristiwa yang dihubungkan dengan pola sebab-akibat


23

dari peristiwa yang satu dengan yang lainnya.

6 Sudut Pandang

Sudut pandang adalah bagian yang menunjukkan cara sebuah cerita

dikisahkan. Sudut pandang dalam suatu karya sastra digunakan

pengarang sebagai alat untuk menyajiakan cerita pada karya fiksi kepada

pembaca (Abrams dalam Nurgiyantoro 2013). Pouillon dan Todorov

(dalam Nurgiyantoro 2013) Ia membedakan sudut pandang menjadi tiga

kategori, yaitu pandangan dari belakang, pandangan yang sama, dan

pandangan dari luar, masing-masing yang menyarankan narator tahu

lebih banyak daripada , narrator tahu sama seperti aktor dan narator

mengetahui kurang dari aktor.

7 Gaya Bahasa

Bahasa pada karya sastra bersifat dinamis dan terbuka untuk

menghindari adanya penyimpangan dan pembaharuan yang menjadi

manifestasi tuntutan terhadap kreativitas. Seorang sastrawan di tuntut

untuk dapat menciptakan sesuatu yang baru dalam penulisan karyanya.

Penyampaian sastra lewat kesusastraan dipandang sebagai kegiatan

komunikasi (Nurgiyantoro 2013). Stile (style, gaya bahasa) merupakan

cara dalam menyampaikan sesuatu melalui sastra. (Abrams dalam

Nurgiyantoro 2013). tidak jauh berbeda dengan Baldic (dalam

Nurgiyantoro 2013) mengemukakan bahwa stile adalah penggunaan

bahasa secara khusus yang ditandai oleh penulis, aliran, periode, dan

genre. Secara lebih khusus lagi wujud bahasa itu ditandai oleh diksi,
24

sintaksis, citraan, irama, dan bahasa figuratif, atau tanda-tanda linguistik

yang lain. Stile dapat berbeda-beda bergantung penulis, aliran, periode,

dan genre.

8 Pesan Moral

Dalam sebuah karya sastra terdapat pesan moral yang disampaikan

sastrawan mengenai pandangan hidup, tentang nilai-nilai kehidupan,

yang disampaikan kepada pembaca. Karya sastra pada umumnya

berwujud genre yang merupakan pandangan ideologi sastrawan

diperoleh dari masalah kehidupan sosial secara implisit maupun eksplisit

yang diyakini kebenarannya oleh sastrawan itu sendiri Nurgiyantoro

(dalam Fauziah 2020). Kenny (dalam Nurgiyantoro 2013) berpendapat

bahwa moral dalam karya sastra dibuat untuk mengajarkan tentang

moral kehidupan dalam bersosialisasi terhadap sesama manusia yang

dapat ditafsirkan lewat cerita oleh pembaca. Moral merupakan petunjuk

yang secara sengaja disampaikan pengarang yang berhubungan dengan

sikap, tingkah laku, dan sopan santun dalam pergaulan. Moral sendiri

dapat memberi hikmah yang diambil oleh pembaca yang ditampilkan

lewat sikap dan tingkah laku para tokoh yang terdapat dalam cerita. Jika

terdapat tingkah laku yang tidak terpuji baik itu yang ditampilkan tokoh

antagonis maupun protagonist bukan berarti pengarang menyarankan

pembaca untuk bersikap demikian. Sikap yang seperti itu ditampilkan

justru sebagai pembelajaran agar tidak diikuti, pembaca diharapkan

dapat mengambil hikmah dari setiap cerita yang diciptakan pengarang


25

Nurgiyantoro (dalam Fauziah 2020: 27).

b. Unsur Ekstrinsik

Dalam karya sastra juga terdapat unsur yang membangun suatu karya

dari luar yang disebut sebagai unsur ekstrinsik. Unsur ini secara tidak

langsung dapat mempengaruhi struktur dan sistem organisme dalam

suatu karya sastra. Kehadiran Unsur ekstrinsik pada novel dianggap

sangat penting (Nurgiyantoro, 2018: 30). Bagian dari unsur ekstrinsik

meliputi, subjektivitas individu sastrawan yang memilki keyakinan,

sikap, serta pandangan hidup yang semuanya dapat mempengaruhi karya

sastra yang diciptakannya. Unsur ekstrinsik suatu karya sastra

bergantung pada sastrawan yang menceritakan karya tersebut.

2.8. Psikologi Sastra

Menurut Atkinson, 1996 (dalam Minderop, 2016) Psikologi berasal dari

kata Yunani psyche, yang berarti jiwa, serta logos yang berarti ilmu. Jadi dapat

diartikan jiwa atau ilmu yang menyelidiki serta mempelajari perilaku manusia.

Psikologi sastra ialah studi tentang karya sastra yang diyakini mencerminkan

proses serta aktivitas psikologis (Minderop, 2016).

Dalam penyelidikan suatu karya psikologi sangat penting dalam

memahami sejauh mana keterlibatan penulis dan kemampuannya dalam

menghadirkan para tokoh fiksi yang berhubungan pada masalah mental. Karya

sastra selalu berkaitan dengan psikologi untuk melakukan pengamatan atau

penelitian, karena menurut Wellek serta Warren, 1993 (dalam Setyorini, 2017)

psikologi sastra dapat membantu penulis dalam menghimpun kepekaan pada


26

pengamatan suatu realitas untuk mempelajari pola sebelumnya yang belum

tersentuh. Psikologi sastra itu muncul secara fenomena melalui para tokoh

cerita.

Menurut Endraswara, 2008 (dalam Wahdaniyah, 2021) psikologi sastra

ialah ilmu yang mempelajari karya sastra yang diyakini mencerminkan proses

serta aktivitas psikologis. Psikologi sastra sendiri memiliki tujuan untuk

memahami aspek tingkah laku yang terdapat pada sebuah karya sastra. Setujuan

dengan itu, Minderop (2018) menerangkan psikologi sastra ialah pembelajaran

yang mengkaji sikap tokoh yang dihadirkan sastrawan sehingga membuat para

pembaca seakan terbebani pada setiap persoalan dan merasa terlibat langsung

dalam cerita.

John Keble (2018) mengatakan bahwa ikatan antara karya sastra dan

psikologi sastra dapat dilihat dari suatu karya yang telah dihasilakan melalui

ekspresi dan motif konflik yang terjadi kemudian ditampilkan dalam karakter

guna mencari kepuasan imajinasi bersama dalam menyembunyikan dan

menekankan perasaan.

Sastra diakatan sebagai jendela jiwa, karena menyampaikan berbagai

tindakan manusia untuk mencapai hasrat yang diinginkan. Dalam bentuk yang

lain kita dapat memahami jiwa seseorang melalui psikologi karya sastra. Sebab

itu, psikologi sastra merupakan unsur pusat yang tidak dapat dipisahkan dari

dalam karya sastra (Ahmadi dalam wahdaniyah, 2021).

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa psikologi

ilmu kejiwaan yang berhubungan dengan manusia sebagai tokoh fiktif dalam
27

karya sastra. Dengan demikian, psikologi sastra ialah ilmu yang menelaah

dalam diri manusia dalam hal ini jiwa yang direfleksikan melalui perilaku dan

dialog para tokoh dalam novel tersebut. Kita bisa memahami jiwa seseorang

melalui sastra serta kita pula bisa memahami psikologi melalui sastra. Oleh

karena itu, sastra tidak dapat dipisahkan dari konteks psikologi serta sebaliknya,

psikologi pula tidak dapat dipisahkan dari sastra.

2.9. Kepribadian

Kepribadian menurut Santrock (dalam Minderop, 2013) merupakan sikap

yang meliputi pikiran, perasaan, serta perilaku seseorang yang menunjukkan

bagaimana cara beradaptasi dalam kehidupan.

Menurut Hilgard, et al (dalam Minderop, 2013) Kepribadian merujuk pada

pola perilaku dan disposisi dari penilaian seseorang terhadap lingkungannya.

Kepribadian terbentuk dari kelahiran yang diubah oleh budaya dan pengalaman

yang mempengaruhi seseorang.

Dalam kehidupan kita sering mendengar kata kepribadian. Biasanya,

kepribadian menyangkut pada identitas diri seseorang. Kata pribadi diambil dari

bahasa latin persona yaitu topeng yang dipakai oleh para actor. Dalam

psikologi, menurut kamus Webster, kepribadian berarti:

a) Dalam menjalin hubungan dengan orang lain adanya totalitas karakter yang

dilakukan setiap individu;

b) sekelompok kecenderungan perilaku, emosi yang terpadu, minat-minat, serta

yang mencakup kepribadian ganda (Wilcox, 2018).


28

Dalam kajian psikologi kepribadian sendiri mencakup pada pemahaman

prilaku, pikiran, perasaan, segala aktivitas manusia yang rasional dan sistematis.

Teori psikologi kepribadian mengkaji siapa dia, apa yang dia miliki, serta

apa yang dia lakukan. Menganalisis suatu individu dalam kelompok, bangsa,

hewan, atau mesin yang memandang mereka sebagai individu, bukan sebaliknya

(Alwisol, 2018). Kepribadian merupakan suatu eksistensi manusia yang

merupakan bagian dari jiwa menjadi kesatuan peran. Jika memahami

kepribadian berarti juga memahami diri sendiri dan orang lain secara utuh.

Bagian yang terpenting dalam memahami pengertian kepribadian adalah

bagaiman suatu kepribadian dapat mempengaruhi paradigma yang dijadikan

sebagai acuan bagi perkembangan kepribadian itu sendiri. Para pakar

kepribadian terlihat sangat percaya pada setiap paradigma yang berbeda baik

secara sistematis mempengaruhi pola pikir kepribadian manusia. Paradigma

dalam beberapa ahli kepribadian menyatakan secara terus terang mengenai para

digma yang disamarkan dan diakui oleh para model analisis. Untuk

mengembangkan teori para ahli kepribadian mengenai paradigma yang berbeda

akan dihasilkan teori yang berbeda pula, bahkan tidak berhubungan. (Alwisol,

2018).

Macam-macam aspek kepribadian menurut Abin Syamsuddin, 2003

(dalam Pratiwi, 2018) diantaranya sebagai berikut:

a) Karakter ialah bagaiamana kita dapat mematuhi sikap etis atau konsisten

dalam memegang suatu komitme.

b) Temperamen ialah bagaimana cara seseorang dalam merespon rangsangan


29

yang datang dari loingkungan sekitar.

c) Sikap ialah bersifat positif dan negative atau bertentangan yang muncul

akibat reaksi terhadap suatu objek.

d) Stabilitas Emosi ialah Cara seseorang menerima respons dan

menstabilkannya terhadap rangsangan emosional yang diperoleh dari

lingkungan. Misalnya, perasaan yang mudah disinggung, marah, sedih, atau

merasa putus asa.

e) Tanggung jawab adalah kemauan untuk menerima risiko dari tindakan atau

tindakan yang diambil. Misalnya, bersedia menerima risiko.

f) Sosialitas adalah pendapat pribadi yang berkaitan dengan hubungan

interpersonal. Misalnya, orang yang terbuka atau tertutup dan kemampuan

untuk berkomunikasi dengan orang lain. Berdasarkan keterbatasan yang telah

dijelaskan dalam deskripsi sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa

kepribadian adalah sifat yang mencakup perasaan, pikiran, dan perilaku

seseorang yang menunjukkan bagaimana menyesuaikan diri dengan

kehidupan. Memahami kepribadian berarti memahami diri sendiri, diri, diri

sendiri atau memahami orang sepenuhnya. Aspek kepribadian terdiri dari

karakter, temperamen, sikap, stabilitas emosional, tanggung jawab dan

persahabatan.

2.10. Teori Sigmund Freud

Sigmund Freud adalah seorang ilmuwan yang dianggap sebagai pendiri

gagasan psikologi sastra. Dia lahir di Australia pada tahun 1856 dan meninggal

di London pada usia 83 tahun. Sigmund Frued adalah keturunan Yahudi.


30

(Minderop, 2016). Endraswara, 2008 (dalam Wahdaniyah, 2021) mengatakan

bahwa dari berbagai tokoh psikologis, seperti Brill, Jung, Freud, dan Adler

memberikan banyak inspirasi dalam memecahkan rahasia perilaku manusia

melalui teori psikologi. Namun, karena tekanan dan tumpukan masalah di

bawah sadar yang kemudian disublimasi dalam bentuk penciptaan karya seni

hanya Freud di antara tokoh-tokoh psikologis yang berbicara secara langsung

tentang proses menciptakan seni. Istilah khusus dalam psikologi sastra observasi

yang ditemukan oleh Frued sekitar tahun 1890-an dikenal sebagai psikoanalisis.

Kemudian psikoanalisis sekitar tahun 1900 menjadi bidang studi.

Teori psikoanalisis terkait dengan peran psikologi manusia. Studi ini

adalah bagian dari psikologi yang telah berkontribusi besar untuk psikologi

manusia. (Minderop, 2016). Teori psikoanalisis dari Sigmund Freud

berkontribusi banyak dan menginspirasi pengamat psikologi sastra. Analisis

psikologi sastra perlu didorong dan dikembangkan lebih serius karena dalam

karya sastra ada banyak aspek psikiatri. Endraswara, 2008 (dalam Wahdaniyah,

2021) mengatakan bahwa psikoanalisis adalah salah satu bidang ilmu sosial

yang memiliki peran penting dalam pengembangan teori sastra modern, ini

dikatakan dalam pengantar terjemahan buku Max Milner, Freud dan interpretasi

sastra. Ide di balik psikoanalisis adalah bahwa orang hampir dikendalikan oleh

pikiran mereka. Sastra sebagai ekspresi pikiran manusia. Jadi, memahami sastra

dari perspektif psikoanalisis akan mencoba untuk memahami dunia batin.

Suryabrata, 2006 (di Fauziyah, 2020) mengungkapkan bahwa menurut teori

psikoanalitik Sigmund Freud, Kepribadian dibagi menjadi tiga sistem atau


31

aspek. Tiga aspek kepribadian adalah ID, ego, dan superego yang bekerja sama

untuk menciptakan perilaku manusia.

Berdasarkan deskripsi di atas, dapat disimpulkan bahwa psikoanalisis

adalah istilah khusus dalam mengamati psikologi sastra yang ditemukan oleh

Frued sekitar tahun 1890-an yang dikenal sebagai psikoanalisa. Kemudian

psikoanalisis sekitar tahun 1900 menjadi bidang studi. Teori psikoanalisis

terkait dengan peran psikologi manusia. Studi ini adalah bagian dari psikologi

yang telah berkontribusi besar untuk psikologi manusia.

Teori psikoanalisis dari Sigmund Freud berkontribusi banyak dan

menginspirasi pengamat psikologi sastra. Menurut teori psikoanalitik Sigmund

Freud, kepribadian dibagi menjadi tiga bagian. Tiga aspek kepribadian adalah

ID, ego, dan superego yang bekerja sama untuk menciptakan perilaku manusia.

2.11. Struktur Kepribadian Sigmund Freud

Menurut Freud (dalam Minderop 2016) perilaku adalah hasil dari

konflik dan rekonsiliasi tiga sistem atau aspek kepribadian. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kepribadian adalah faktor historis masa lalu serta faktor-faktor

modern atau saat ini, analogi faktor bawaan dan faktor lingkungan dalam

pembentukan keperibadian individu.

Struktur kepribadian Freud terdiri dari tiga aspek penting, yaitu ID, Ego,

dan Superego. Menurut Freud (dalam Minderop 2016: 21) ID sebagai raja atau

ratu, ego sebagai perdana menteri, dan superego sebagai imam tinggi. ID

bertindak sebagai penguasa mutlak, harus dihormati, sewenang-wenang, rusak,

menyukai unsur kesenangan dan egois, Semua keinginannya harus dilakukan


32

segera. Ego sebagai perdana menteri yang dibandingkan dengan melaksanakan

mandat harus menyelesaikan semua pekerjaan yang berkaitan dengan realitas

yang merespon keinginan masyarakat. Superego, misalnya, seperti seorang

imam atau sarjana yang selalu menghormati dan mempraktikkan nilai-nilai baik

dan buruk, mengingatkan identitas cemburu dan sombong tentang pentingnya

perilaku bijaksana dan bijaksana.

1 Id

Menurut Minderop (2016), Id adalah energi psikologis dan naluri yang

mendorong manusia untuk menyediakan kebutuhan dasar seperti kebutuhan:

makan, seks menolak rasa sakit atau ketidaknyamanan. Menurut Freud, Id

berada di bawah sadar, tidak ada kontak dengan realitas. Cara kerja Id terkait

dengan prinsip kesenangan, yang selalu menghindari hal-hal yang tidak

nyaman untuk menemukan kepuasan. Menurut Yusuf LN dan Nurihsan,

2012 (di Fauziyah, 2020) Id mengambil dua cara (proses), untuk mengurangi

stres atau menghilangkan kondisi yang tidak menyenangkan dan untuk

mendapatkan kesenangan, metode ini melalui refleks dan primers. Refleks

adalah reaksi otomatis yang merupakan sifat bawaan manusia, seperti: bersin

dan berkedip.

Melalui refleks, ketidaknyamanan dapat segera dikurangi. Proses primer

ialah reaksi psikologis yang lebih kompleks. Proses utama bertujuan untuk

mengurangi ketidaknyamanan dengan membentuk fantasi tentang objek atau

kegiatan yang akan meringankan apa yang akan terjadi pada manusia.

Misalnya: ketika kita sedang haus, kita membayangkan minuman yang segar.
33

2 Ego

Ego merupakan aspek psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang

terletak pada alam sadar dan alam bawah sadar. Dalam ego terdapat prinsip

yang realitas menjadi suatu pertimbangan pada superego yang menimbulkan

tindakan seseorang dalam memenuhi tuntutan id. Ego terbentuk dari dunia

luar pada kepribadian individu yang bertindak sebagai cabang kepribadian

yang mengambil suatu keputusan. Proses yang dilakukan dalam ego adalah

proses skunder yang dapat memuaskan kebutuhan dan mengurangi stress

pada seseorang (Minderop, 2016).

Pada diri seseorang ego dibatasi dengan kenyataan dalam kehidupan. Karena

setiap individu memiliki dua kekuatan yang berlawanan, dijaga dan dipatuhi

pada prinsip realitas. Contohnya, seseoarang yang akan melakukan tindakan

kriminal untuk mencapai kepuasan dirinya sendiri akan terhalang oleh

kenyataan hidup yang sedang dihadapinya. Sama halnya, dengan dorongan

seksual yang tinggi pada seseorang, keinginan tersebut tentunya tidak akan

terpuaskan tanpa adanya pengawasan. Oleh karena itu, kehadiran ego dalam

diri manusia sangatlah penting untuk dapat merenungkan apa yang bias

memuaskan hasrat inginnya tanpa harus menimbulkan masalah dalam

hidupnya (Minderop, 2016). Ego memiliki tugas pada peranan spiritual

seperti: pemecahan masalah, pengambilan keputusan serta penalaran. Dalam

hal ini, ego adalah tombak utama dalam kepribadian setiap individu. Seperti

sikap seorang pemimpin dalam mengambil keputusan yang rasional demi

kemajuan bisnisnya. Id serta ego tidak memilki moralitas karena keduanya


34

tidak mengetahui nilai baik serta buruk (Minderop, 2016).

3 Superego

Hati nurani seseorang yang dapat mengetahui nilai baik buruknya seseorang

disebut sebagai Superego. Sama halnya dengan id, sama sekali tidak

mempertimbangkan dengan realitas karena tidak berjuang bersama realistis,

kecuali jika keinginan seksual dan agresi yang tinggi dapat terpuaskan

dengan pertimbangan moral. Misalnya, ego seseorang yang menginginkan

seks secara teratur tanpa adanya ikatan pernikahan, lalu id orang tersebut

menginginkan seks yang memuaskan karena adanya kesenangan tersendiri,

kemudian superego muncul menjadi penengah dengan beranggapan bahwa

perilaku tersebut salah baik secara budaya ataupun agama (Minderop, 2016).

Superego merupakan nilai moral dalam kepribadian yang berkaitan dengan

baik buruk benar salahnya suatu tindakan. Seorang individu telah memahami

tentang perilaku yang baik dan buruk melalui pengalaman dari usia anak-

anak sampai nantinya di hari tua. Individu tersebut sudah

menginternalisasikan norma-norma sosial yang berbeda dan moral tertentu,

yang menuntut individu tersebut berjalan sesuai pada norma dan ketentuan

yang berlaku.

Superego berkembang sekitar usia 3 sampai 5 tahun. Pada usia 3 sampai 5

tahun, anak belajar menerima penghargaan serta menghindari hukuman

dengan mengarahkan perilakunya yang sesuai dengan syarat atau keinginan

orang tuanya (Fauziyah, 2020). Suryabrata, 2006 (Fauziyah, 2020)

menuturkan bahwa Superego dalam kaitannya dengan tiga aspek


35

kepribadian, superego memiliki peran untuk:

• menghalangi implus id, khususnya secara seksual serta agresif,

karena dalam manifestasinya tampaknya sangat dihargai oleh

masyarakat;

• mendorong ego untuk mengejar moralistik daripada yang realistis;

• berjuang untuk kesempurnaan. Superego cederung melawan baik ego

serta id untuk menciptakan dunia sesuai dengan konsepsi yang ideal.

Berdasarkan batas-batas yang disajikan dalam deskripsi sebelumnya, dapat

disimpulkan bahwa struktur kepribadian Freud terdiri dari tiga elemen

sistem penting, yaitu Id, Ego, dan Superego. Jadi, Id sebagai raja atau ratu,

ego sebagai perdana menteri, dan superego sebagai imam tinggi. Id

bertindak sebagai penguasa mutlak, harus dihormati, sewenang-wenang,

manja, menyukai unsur kesenangan dan egois, semua keinginannya harus

dilakukan segera. Ego sebagai perdana menteri yang dibandingkan dengan

melaksanakan mandat harus menyelesaikan semua pekerjaan yang

berkaitan dengan realitas yang merespon keinginan masyarakat. Superego,

misalnya, seperti seorang imam atau sarjana yang selalu menghormati dan

mempraktikkan nilai-nilai baik dan buruk, mengingatkan identitas tentang

pentingnya perilaku bijaksana dan berilmu.


36

2.12. Sinopsis Novel “Bibi Gill” Karya Tere liye

Buku Sejak kecil, hidupnya adalah kejadian yang menjadi tragedi!

Lahir di tempat dimana matahari hanya mengenal dua puluh empat jam

dan seterusnya menghadapi gelap. Sering kali sedih karena kehilangan

beberapa orang yang dicintainya, orang tua, Keluarga, sahabat sejati,

pasangan, dan bahkan penerusnya (anak-anaknya). Suramnya kehidupan

tentu sangat mengerikan dalam kehidupan yang gelap. Bagaimana dia

menebus itu semua? Bagaimana dia menjadi petarung terkuat sepanjang

masa. Ketika dia melepaskan teknik beku ini, bahkan cero, tanpa mahkota,

bukanlah tandingannya. Bagaimana menjadi petarung terkuat di dunia

paralel? Dengan pelatihan panjang dan pengorbanan. Termasuk

kehilangan dan kesedihan. Ini adalah kisah Bibi Gill, yang sejak kecil

berusaha mengatasi "monster" dalam hidupnya. Bisakah dia menemukan

jawaban yang selama ini dia cari? Hei, jika kamu melihat orang yang

sangat sederhana seperti pramusaji, tukang bersih-bersih atau tukang ojek

online. Jangan terlalu cepat menilai, sesederhana itu. Mungkin dia adalah

pemilik teknik pertarungan paling mematikan di alam semesta paralel.

Buku ini merupakan buku ke-12 dalam seri BUMI. Buku ini tidak

menceritakan kelanjutan kisah petualangan Raib, Sel dan Ali, melainkan

mengakhiri kisah latar belakang kehidupan Tante Gill. Bibi Gill adalah

salah satu guru di Akademi Bayangan Tinggi (ABTT) yang mengajar mata

pelajaran Malam dan Teka-Teki. Bibi Gill adalah salah satu petarung hebat

dan pengintai terbaik. Namun, ada cerita berbeda di balik kehebatan Bibi
37

Gill yang dramatis sekaligus tragis. Seluruh latar belakang Bibi Gill

terungkap dalam buku itu. Seri/versi lain:1. Bumi (2014) 2. Bulan (2015)

3. Matahari (2016) 4. Bintang (2017) 5. Ceros dan Batozar (2018) 6.

Komet (2018) 7. Komet Minor (2019) 8. Selena (2020) 9. Nebula (2020)

10. Si Putih (2021) 11. Lumpu (2021) 12. Bibi Gili (2022) 13. Sagaras

(2022)

2.13. Kerangka Pemikiran

Bagan ini menggambarkan hal-hal yang dilakukan peneliti sebagai dasar untuk

bertindak lebih lanjut. Landasan berpikir yang dimaksud akan memandu

peneliti untuk menentukan data dan informasi dalam pengamatan ini untuk

memecahkan masalah yang telah diuraiakan.


38

Bagan Kerangka Pikir


Sumber: Fauziyah, 2020
39

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah

deskriptif kualitatif (Psikologi Sastra) yakni analisis kepribadian tokoh

utama dalam novel Bibi Gill Karya Tere Liye pada kajian psikologi

sastra. Menurut Denzin serta Lincoln (dalam Albi Anggito serta Johan

Setiawan, 2018) Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

menggunakan lingkungan alam dengan maksud menafsirkan fenomena

yang terjadi dan dilakukan dengan melibatkan berbagai metode yang

ada.

Sebuah desain dalam observasi merupakan bagian dari rencana

yang sistematis dan memiliki kerangka kerja yang dibuat untuk

menemukan jawaban atas pertanyaan observasi. Desain observasi

mengacu pada strategi umum yang dipilih untuk mengintegrasikan

berbagai komponen observasi dengan konsisten dan logis untuk

memastikan efektivitas observasi pemecahan masalah (Nurdin serta Sri

2019).

Desain pengamatan kualitatif merupakan suatu desain yang

umum dan berkembang sesuai dengan situasi di lapangan. Oleh karena

itu, desain harus fleksibel dan terbuka. Data deskriptif yaitu data dalam

bentuk gejala yang dikategorikan atau dalam bentuk lain seperti foto,
40

dokumen, catatan lapangan pada saat pengamatan (Rukin, 2019).

Pengamatan ini akan menggambarkan Aspek kepribadian tokoh utama

dalam novel Bibi Gill oleh Tere Liye: Kajian Psikologi Sastra.

3.2 Informan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data dalam bentuk karya sastra

yaitu novel. Peran yang sangat penting sebagai bahan yang memiliki

informasi terkait dengan apa yang akan diteliti. Peneliti dan pengarang

novel memiliki fungsi yang sama. Oleh karena itu, hasil karangan novel

tere liye ini dapat memberikan jawaban untuk semua hal yang akan

dianalisis oleh penulis. Karena itulah sumber data Dalam penelitian

kualitatif disebut sebagai informant penelitian (Sutopo,2016). Informant

dalam penelitian ini adalah karya sastra Novel Bibi Gill Karya Tere Liye

3.2.1 Teknik Penentu Informant

Pemilihan informant sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah

berdasarkan subjek yang menguasai masalah, memiliki data, dan

bersedia memberikan informasi yang lengkap dan akurat. Informasi

bertindak sebagai sumber data dan informasi harus memenuhi

persyaratan, Siapakah yang akan menjadi informant (key informants).

Penelitian kualitatif tidak dipertanyakan oleh jumlah informant, tetapi

dapat tergantung pada ada atau tidak kunci jawaban dari informant, Dari

berbagai fenomena sosial yang dipelajari. Dalam penelitian kualitatif

teknik sampling yang sering digunakan adalah sample yang bertujuan.


41

Purposive Sampling adalah teknik sampling dalam mencari sumber data.

Dengan beberapa pertimbangan misalnya karya sastra tersebut dianggap

memiliki informasi mengenai aspek yang akan dianalisis (Arikunto,

2002). Dalam pemilihan sampel pada penelitian ini akam dipandu

berdasarkan kondisi yang harus dipenuhi.

a. Pengambilan sampel harus berdasarkan karakteristik utama dari

populasi.

b. Subjek yang diambil sebagai sampel adalah benar-benar subjek

yang paling banyak mengandung karakteristik yang ditemukan dalam

populasi.

c. Penentuan karakteristik dilakukan dengan cermat.

Seperti yang telah disebutkan bahwa pemilihan informan pertama merupakan hal yang

sangat utama sehingga harus dilakukan secara cermat, karena penelitian ini

menganalisis Aspek Kepribadian tokoh utama dalam novel Bibi Gill karya Tere Liye

Pada Kajian Psikologi Sastra. maka peneliti memutuskan informan penelitian ini adalah

Karya Sastra novel Bibi Gill karya Tere Liye yang jumlah halamnnya 358

halaman.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode analisis (Psikologi Sastra) untuk mengungkapkan aspek kepribadian

dari tokoh utama dalam novel Bibi Gill karya Tere Liye. Untuk mencapai

sasaran penelitian seperti yang diinginkan, teknik pengumpulan data yang

dilakukan peneiti yakni:


42

1 Membaca keseluruhan novel dengan teliti yang dijadikan sebagai bahan

pengamatan.

2 Mengkaji bagian cerita yang berhubungan dengan kepribadian tokoh

utama.

3 Mengklasifikasikan teks novel Bibi Gill karya Tere Liye yang

berhubungan dengan kondisi kepribadian tokoh utama. (Endraswara,

2013: 162).

3.3.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang didapat atau dikumpulkan oleh

peneliti dengan cara langsung dari sumbernya. Data primer

biasanya disebut dengan data asli atau data baru yang mempunyai

sifat up to date.

Untuk memperoleh data primer dalam meneliti Novel adalah

peneliti wajib membaca habis novel tersebut dengan seksama agar

menemukan data primer yang dianalisis. Peneliti mambaca

langsung untuk menemukan aspek kepribadian tokoh utama pada

novel Bibi Gill karya Tere Liye.

3.3.2 Data Sekunder

Merupakan data yang didapat atau dikumpulkan peneliti dari semua

sumber yang sudah ada, dalam artian peneliti sebagai tangan kedua. Data

sekunder bisa didapat dari beberapa sumber misalnya Jurnal, Buku,

Novel, laporan, dan Sebagainya yang berkaitan dengan penelitian aspek

kepribadian tokoh utama pada novel Bibi Gill Karya Tere Liye kajian
43

psikologi sastra. Pemahaman pada kedua jenis data di atas dibutuhkan

sebagai landasan untuk menentukan cara dan langkah-langkah

pengumpulan data penelitian.

3.4 Instrumen Penelitian

Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, maka instrumen yang dipakai

untuk mengumpulkan data adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai key

instrument atau alat penelitian yang utama, yang berarti bahwa peneliti

harus dapat menemukan aspek kepribadian tokoh utama dalam novel Bibi

Gill karya Tere Liye pada Kajian Psikologi Sastra. Pelaksanaannya

meliputi analisis novel secara langsung dengan membaca novel hingga

selesai.

3.5 Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono, 2008 (dalam Wahdaniyah, 2021) analisis data

merupakan Proses sistematis menemukan dan mengumpulkan data

yang diperoleh dari hasil membaca dan menganalisis isi novel

memilih yang berkaitan dengan aspek kepribadian tokoh yang

kemudian disajikan dalam bentuk deskripsi

Metode yang digunakan untuk menganalisis data menurut Miles dan

Huberman (dalam Wahdaniyah, 2021: 51) adalah (pengumpulan

data) Mengambil data yang diperlukan menurut parameter struktural

dengan pengumpulan data, peneliti akan mengabdikan semua

kemampuan, terutama penguasaan teori atau konsep struktural.

Selanjutnya, melakukan pemilihan data (data reduction) yang

memilih data dengan fokus pada data yang dibutuhkan sesuai


44

dengan kriteria atau parameter yang ditentukan. Setelah memperoleh

data yang akurat, peneliti (kesimpulan data) menarik kesimpulan

berdasarkan konsep dan menganalisis dan menyesuaikan data yang

ditemukan dalam novel Bibi Gill oleh Tere Liye. Tahap berikutnya

memverifikasi hasil analisis data sehingga kebenaran dapat

diperiksa. Tahap terakhir, (Data Disply) Data exposure adalah hasil

analisis yang dapat memberikan hasil yang baik dan dapat dihitung.

3.4 Jadwal Penelitian

Jadwal Penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini :

Table 3.1 Jadwal Penelitian

No. Kegiatan penelitian Jadwal kegiatan Ket

Nov Des Jan Peb Mar Apr

1. Pembuatan Proposal

2. Bimbingan Proposal

3. Pengumpulan Data Penelitian

4 Membaca keseluruhan

novel dengan teliti yang

dijadikan sebagai bahan

pengamatan.

5 Mengkaji bagian cerita

yang berhubungan dengan

kepribadian tokoh utama.


45

6 Melakukan analisis konsep

Aspek kepribadian tokoh

utama Novel.

7 Melakukan analisis tokoh

utama Novel dengan

menggunakan Kajian

Psikologi sastra.

4. Menyimpulkan hsail

analisi Kepribadian tokoh

utama dalam novel.

5. Mengklasifikasikan teks

novel Bibi Gill karya Tere

Liye yang berhubungan

dengan kondisi

kepribadian tokoh utama

dan menuangkan hasil

analisis kedalam Bab IV

(hasil penelitian)

6. Pelaporan Penelitian
46

DAFTAR PUSTAKA

Al-ma’ruf, Ali Imron dan Farida. (2017). Pengkajian Sastra Teori dan Aplikasi.

Surakarta : CV Djiwa Amarta Press.

Alwisol. (2018). Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang: UMM Press.

Anggito, Albi dan Johan Setiawan. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif.

Sukabumi: CV Jejak.

Emzir, dkk. (2018). Tentang Sastra: Orkestrasi Teori dan Pembelajarannya.

Yogyakarta: Garudawaca.

Endraswara, Suwardi (2013). Metodologi Penelitian: Penelitian Sastra,

Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: CAPS (Center For

Academic Publishing Service).

Firwan, Muhammad. (2017). Nilai Moral Dalam Novel Sang Pencerah Karya

Akmal Nasry Basral. Jurnal Bahasa Dan Sastra, 2(2).

Fitrah, Muh dan Luthfiyah. (2017). Metodologi Penelitian: Penelitian

Kualitatif, Tindakan Kelas dan Studi Kasus. Jawa Barat: CV Jejak.

H.B. Sutopo, Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian,

(Surakarta: Universitas Sebelas Maret. 2016)

Minderop, Albertine. (2018). Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia.

Minderop, Albertine. (2016). Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Nedrawati, Fauziyah. (2020). Kepribadian Tokoh Utama Dalam Novel Jagade


47

Kanisthan Karya Tulus Setiyadi: Kajian Psikologi Sastra. Skripsi

UNNESA, Semarang.

Nurdin, Ismail dan Sri Hartati. (2019). Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya:

Media Sahabat Cendekia. 49

Nurgiyantoro, Burhan. (2018). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.

Nurgiyantoro, Burhan. (2013). Teori Pengkajian Fiksi. Cetakan IX. Yogyakarta:

Gajah Mada University Press.

Pamungkas. (2020). Metode Penelitian Sastra. Surakarta: Yuma Pustaka.

Rizky, Aulia. (2019). Analisis Unsur Intrinsik Dalam Novel Pulang Karya Tere

Liye. Jurnal Bahasa Dan Sastra, 1(1).

Rukin. (2019). Metodologi Penelitian Kualitatif. Sulawesi Selatan. Yayasan

Ahmar Cendekia Indonesia.

Setyorini, Ririn. (2017). Deskriminasi Gender Dalam Novel Entrok Karya Okky

Madasari: Kajian Feminisme. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Paradaban Bumiayu.4(3).

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2002) cet. Ke-12, hlm 183.

Warsiman. (2018). Pengantar Pembelajaran Sastra. Malang: UB Press.

Wicaksono, Andri. (2017). Pengkajian Frosa Fiksi. Yogyakarta: Garudawacana.

Wilcox L, Dennis. (2018). Public Relations Strategies and Tactics. Boston:

Pearson.

Wilyah, Wahdaniyah. (2021). Analisis Kepribadian Tokoh Utama Dara Dalam


48

Novel Jagade Kanisthan Karya Tulus Setiyadi: Kajian Psikologi Sastra.

Skripsi UNNES, Semarang.

Anda mungkin juga menyukai