Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra merupakan hasil imajinasi pengarang sebagai hasil renungan,

pemikiran, dan perasaan pengarang. Melalui daya imajinasi sastrawan mampu

merangsang dan membawa pembaca kepada suasana yang bersifat menyedihkan,

membahagiakan, menggugah, menyengsarakan, dan sebagainya. Perpaduan

keindahan yang realitas kehidupan yang terkandung dalam karya sastra dapat

menggugah dan mempengaruhi jiwa pembaca atau penikmatnya. Seorang

pengarang dikatakan berhasil menciptakan karya sastra yang baik apabila dapat

mempengaruhi dan menggugah perasaan seseeorang atau masyarakat yang

membaca atau menikmati karyanya (Latif, 2004: 1).

Pembaca dapat memahami, menghayati, dan merasakan berbagai

tantangan hidup yang sengaja dihadirkan pengarang melalui media fiksi. Hal itu

karena roman fiktif dapat membujuk pembaca untuk ikut mempertimbangkan

tantangan hidup. Akibatnya, karya sastra dapat mendorong pembaca untuk

memecahkan masalah kehidupan. Kita dapat memperoleh pemahaman

menyeluruh tentang sifat manusia dengan mempelajari karakter dan penokohan

roman. Salah satu karakter dalam roman dipengaruhi oleh psikologi. Menurut

psikologi sastra, sastra merupakan cerminan dari perilaku dan sikap manusia

(Endraswara, 2003).

Karya sastra yang dianggap sebagai fenomena psikologis akan

menunjukkan ciri-ciri psikologis melalui tokoh-tokohnya. Akibatnya, karya sastra

1
2

dapat didekati menggunakan pendekatan psikologis. Terlepas dari kenyataan

bahwa penulis jarang berpikir secara psikologis, karya mereka mungkin memiliki

arti psikologis bagi mereka. Hal ini diperbolehkan karena psikologi dan sastra

terkait erat dan fungsional. Keterkaitan tak langsung, artinya hubungan itu ada

karena baik psikologi maupun sastra memiliki objek yang sama, yaitu jiwa

manusia. Penulis dan psikolog sama-sama manusia. Mereka memiliki pemahaman

mendalam tentang jiwa manusia. Hasil penangkapan berikut pengolahan dan

pengungkapannya dalam bentuk karya. Perbedaan utama adalah romanis

menulisnya sebagai karya sastra, sedangkan psikolog menulisnya sebagai

pernyataan teori psikologi berdasarkan keahliannya (Endraswara, 2003).

Alwisol (2009) mengemukakan bahwa kepribadian adalah bagian dari jiwa

yang membangun keberadaan manusia menjadi satu kesatuan, tidak terpecah-

belah dalam fungsi-fungsi. Memahami kepribadian berarti memahami aku, diri,

self, atau memahami manusia seutuhnya.

Kepribadian merupakan suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem, yakni

Id, Ego dan Superego, sedangkan tingkah laku tidak lain merupakan hasil dari

konflik ketiga unsur dalam sistem kepribadian tersebut. Dalam hal ini, Id

merupakan sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang di dalamnya

terdapat naluri-naluri bawaan. Id adalah sistem yang bertindak sebagai penyedia

atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh sistem-sistem tersebut untuk operasi

atau kegiatan yang dilakukannya. Ego adalah sistem kepribadian yang bertindak

sebagai pengaruh individu kepada dunia objek dari kenyataan dan menjalankan

fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Superego adalah sistem kepribadian


3

yang berisi nilaidan aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik dan buruk).

Berdasarkan teori ini pembentukan kepribadian melalui peningkatan

pertimbangan moraladalah upaya yang mengacu pada peningkatan kekuatan ego

dalam menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan yang dihadapi

dengan melengkapi cara berpikir moral yang memadai sehingga dapat menunjang

keputusan seseorang ke arah yang lebih bermoral (Sigmund Freud dalam

Koeswara, 1991).

Untuk mengkaji aspek psikologis dari tokoh utama, penulis menggunakan

teori psikoanalisis. Psikoanalisis adalah istilah khusus dalam penelitian psikologi

sastra. Ada beberapa tokoh psikoanalisis dunia yang terkemuka antara lain Freud,

Jung, Adler. Akan tetapi, Sigmund Freud yang secara tidak langsung membahas

tentang proses penciptaan seni sebagai akibat tekanan dan timbunan masalah di

alam bawah sadar yang kemudian disublimasi ke dalam bentuk penciptaan karya

seni. Pendekatan psikologis banyak bersandar kepada psikoanalisis yang

dikembangkan Freud setelah melakukan penelitian, bahwa manusia banyak

dikuasai oleh alam batinnya sendiri. Terdapat id, ego, superego dalam diri

manusia yang menyebabkan manusia selalu berada dalam keadaan berperang

dalam dirinya, resah, tertekan, gelisah, dan lain-lain. Namun, bila ketiganya

bekerja dengan seimbang, akan memperlihatkan watak yang wajar (Endraswara,

2003).

Dalam penelitian ini penulis mendeskripsikan kepribadian tokoh utama

dalam roman Zadig ou La Destinée karya Voltaire berdasarkan teori psikoanalisis

Sigmund Freud. Voltaire adalah pengarang besar Prancis yang hidup pada abad ke
4

18, yang dikenal diseluruh dunia. Gagasan-gagasannya masih sering dikutip

sampai sekarang, karena sifatnya yang universal dan masih relevan untuk

masalah- masalah masa kini. Yang paling menonjol dari Voltaire sebagai seorang

pemikir, penulis sastra dan sejarah, ahli filsafat adalah kebenciannya pada

kefanatikan, diskusi filsafat dan keagamaan yang dinilainya terlalu bertele-tele

sehingga tidak masuk akal dan mengabaikan masalah-masalah manusia yang

utama (Putra, 2019).

Zadig ou La Destinée menceritakan tentang seorang pemuda bernama Zadig

yang mengalami berbagai rintangan dalam menemukan wanita yang sesuai dengan

harapannya. Dalam petualangannya mencari cinta, Zadig mengalami status sosial

yang berubah-ubah dari seorang pemuda pintar yang kaya raya menjadi seorang

narapidana, budak hingga akhirnya menjadi seorang pelayan oleh salah satu

pedagang dari Arab. Zadig bertemu dengan banyak wanita yang memiliki karakter

yang berbeda-beda antara lain: Sémire gadis yang tidak suka mempunyai kekasih

yang picak matanya, Azora adalah gadis yang pernah dinikahinya namun hanya

mencintai hartanya, Almona yang telah menyelamatkannya dari hukuman bakar

dan Missouf yang telah membohonginya hingga dia menemukan ratu Astarté yang

menjadi pelabuhan terakhir hatinya (Putra, 2019).

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan dari pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah bagaimana kepribadian tokoh utama yang

digambarkan dalam roman Zadig ou La Destinée karya Voltaire berdasarkan teori

psikoanalisis Sigmund Freud.


5

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan kepribadian tokoh utama pada roman Zadig ou La Destinée

karya Voltaire dari perspektif psikoanalisis Sigmund Freud.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat penelitian ini yaitu untuk memberikan pemahaman yang

mendalam terhadap penelitian sastra dan dapat dijadikan sebagai pedoman

penelitian selanjutnya.

b. Untuk memberikan pengalaman berfikir melalui penyusunan proposal

skripsi sehingga dapat menambahkan wawasan dan pengetahuan dalam

bidang Sastra Perancis tentunya.

c. Dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi bagi mahasiswa yang akan

melakukan penelitian yang sama namun dengan objek yang berbeda.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini membatasi pembahasan pada upaya melihat kepribadian

yang ditampilkan tokoh utama yang terdapat dalam roman Zadig ou La Destinée

karya Voltaire. Teori yang digunakan adalah psikoanalisis Sigmund Freud pada

konsep Id, Ego dan Superego.

1.6 Definisi Operasional

1. Tokoh utama adalah tokoh yang ceritanya diprioritaskan dalam karya yang

sedang dikerjakan. Dia adalah karakter yang paling banyak dibicarakan.

Baik sebagai pelaku maupun sebagai korban dari kejadian tersebut.


6

Bahkan dalam roman-roman tertentu, tokoh utama muncul disetiap

kejadian dan disetiap halaman buku cerita yang bersangkutan

(Nurgiyantoro, 2019).

2. Zadig ou La Destinée adalah salah satu jenis karya sastra yang berbentuk

prosa yang dikarang oleh Voltaire pada tahun 1747. Roman ini lalu

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Widya Mahardika Putra,

yang diterbitkan oleh DIVA Press (Anggota IKAPI) pada tahun 2019 cetakan

pertama dengan jumlah halaman 156. Novel ini menceritakan tentang seorang

pemuda bernama Zadig yang mengalami berbagai rintangan dalam menemukan

wanita pendamping yang sesuai dengan harapan.

3. Roman adalah sebuah kisahan prosa rekaan yang lebih panjang dan

kompleks daripada cerita pendek tapi tidak sepanjang novel.

Jangkauannya terbatas pada satu peristiwa dan satu keadaan. Roman

merupakan karya sastra yang menjelaskan tokoh utama dari ia lahir sampai

ia meninggal.

4. Kepribadian adalah perilaku yang ditampilkan seseorang yang dapat

diamati melalui pikiran, tindakan dan bahasa tubuhnya.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dapat di jadikan sebagai acuan bagi penulis dalam

melakukan penelitian dan memudahkan penulis untuk mendapatkan informasi-

informasi yang berkaitan dengan model permasalahan. Ada beberapa penelitian

terdahulu yang juga meneliti kepribadian tokoh utama namun dengan objek yang

berbeda. Beberapa penelitian yang telah ditulis oleh peneliti terdahulu adalah

sebagai berikut.

Peneliti pertama oleh Sholihah pada tahun 2007, jurusan Bahasa Prancis

Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Semarang. Dengan judul

penelitiannya yaitu “Analisis Perilaku Tokoh Utama dalam Roman Zadig ou La

Destinée Karya Voltaire”. Hasil penelitian ini menggunakan kajian psikologi

sastra yang berlandaskan pada teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relations

Orientations) yakni teori tiga dimensi yang dikemukakan oleh Schutz. Dari hasil

penelitiannya dapat diungkapkan bahwa perilaku seseorang dapat diketahui

melalui karakternya. Ada beberapa factor yang mempengaruhinya misalnya faktor

emosi, faktor sikap, dan faktor-faktor yang lain.

Penelitian kedua oleh Larassati pada tahun 2017, Mahasiswi Program Studi

Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Judul

penelitiannya adalah “Analisis Kepribadian Tokoh Utama pada Film The Stolen

Years Berdasarkan Tinjauan Psikologi Sastra”.Hasil penelitian ini menunjukkan

7
8

bahwa dengan berlandaskan pada teori Freud, terdapat tiga struktur dalam

kepribadian yaitu id, ego, dan superego. Struktur id ditampilkan tokoh utama

melalui dorongan yang muncul dari dirinya yang dengan senang hati untuk

mewujudkan harapannya untuk kembali hidup bahagia bersama mantan suaminya.

Kemudian sifat ego muncul melalui pemahaman realitas dan penyesalan yang

dialami oleh tokoh utama dan unsur superego yang ditandai melalui tindakan-

tindakan yang berasal dari hati nurani tokoh utama. Tokoh utama mencoba

memahami apa yang dia rasakan jauh dilubuk hatinya, menyelaraskan rasa takut

dan khawatir serta memikirkan dan menimbang sesuatu sebelum bertindak.

Penelitian ketiga oleh Muliani pada tahun 2013, Muliani adalah seorang

mahasiswa Program Studi Sastra Perancis Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas

Negeri Semarang. Judul penelitiannya adalah “Analisis Perilaku Tokoh Utama

Dalam Roman Claude Gueux Karya Victor Hugo Berdasarkan Teori

Behaviorisme B.F Skinner”. Hasil penelitiannya yang dapat disimpulkan bahwa

perilaku seseorang terjadi karena adanya stimulasi yang mengawalinya dan

perilaku tersebut tidak dapatdikontrol. Persamaan penelitian yang dilakukan

peneliti adalah pada penggunaan aspek psikologi dengan kajian yang berbeda.

Penelitian keempat oleh Inna pada tahun 2015, jurusan Pendidikan Bahasa

Jerman Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Dengan judul

penelitiannya yaitu “Kepribadian Tokoh Utama Michael Berg dalam Roman Der

Vorleser Karya Bernhard Schlink: Analisis Psikologi Ssatra”. Hasil penelitiannya

memperlihatkan bahwa struktur kepribadian tokoh utama terdiri dari sistem id,
9

ego, dan superego. Struktur id ditunjukan dengan pengaruh tokoh utama untuk

mengejar kepuasan dan kesenangannya. Ego ditampilkan melalui perbedaan

kecemasan-kecemasan dalam diri tokoh utama dan superego ditampilkan dengan

pengendalian dari sikap-sikap tokoh utama. Kemudian dinamika kepribadian

tokoh utama terdiri dari naluri mati, naluri hidup, kecemasan realistik, kecemasan

neurosis dan kecemasan moral. Perkembangan kepribadian tokoh utama tersebut

berupa mekanisme pertahanan seperti displacement (pemindahan) pembentukan

reaksi, represi, regresi danrasionalisasi.

Penelitian kelima oleh Mulyadi pada tahun 2007, Mahasiswa Jurusan Ilmu

Susastra Universitas Diponegoro Semarang. Dengan judul penelitiannya yaitu

“Karakter Tokoh Utama Novel Utsukushisa To Kanashimi To Karya Kawabata

Yasunari”. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa Tokoh Utama Novel

Utsukushisa To Kanashimi To memiliki banyak karakter, tetapi posisi id dan

superego seimbang dalam kepribadian Oki. Teknik penceritaannya menggunakan

penceritaan tidak langsung (showing) sedangkan simbol-simbol yang digunakan

tokoh utama banyak diambil dari alam.

Penelitian keenam dilakukan oleh Nurhayati pada tahun 2008, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Surakarta dengan judul

“Aspek Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Midah, Simanis Bergigi Emas

Karya Pramoedya Ananta Toer: Tinjauan Psikolog Sastra”. Hasil penelitian ini

yaitu untuk mengetahui struktural (tema, latar, penokohan) novel Midah, Simanis

Bergigi Emas dan mengetahui tingkah laku tokoh Midah berdasarkan teori

kepribadian Sigmund Freud.


10

2.2 Roman

2.2.1 Pengertian Roman

Roman berasal dari jenis sastra epik dan romansa abad pertengahan.

Menurut Schmitt dan Viala (1982: 215) roman merupakan jenis karya narasi

panjang yang berbentuk prosa. Pada abad pertengahan (Moyen Age), roman

mengacu pada bahasa yang digunakan pada masa itu, yaitu bahasa roman yang

merupakan oposisi dari bahasa latin.

Menurut Sumarjo (dalam Bella Gitta, 2013:9-10) karya sastra dapat

dibedakan dalam tiga bentuk yaitu; teks syair, dramadan cerita (novel, roman dan

cerpen). Ketiganya memiliki unsur yang samanamun memiliki takaran unsur-

unsur yang berbeda dengan maksud yang berbeda pula. Roman sebagai salah satu

karya sastra, biasanya melingkupi fase-fase penting dalam hidup seseorang,

namun tidak melingkupi fase hidup yang panjang. Secara Etimologis pada

awalnya roman merupakan sebuah cerita yang disusun dalam bahasa Romagna,

yang sebetulnya berarti berbicara. Bahasa Romagna yaitu bahasa rakyat Perancis

di abad pertengahan di daerah sekitar kota Roma. Jadi roman ditulis dalam bahasa

daerah, bukan dalam bahasa Latin resmi seperti dipakai oleh para sarjana. Roman

sendiri berasal dari bahasa Prancis, yaitu Romance. Sesudah abad ke-13 istilah ini

secara khusus dipakai dalam kaitan dengan cerita penuh avontur atau kisah

asmara, semula dalam bentuk puisi, kemudian dalam bentuk prosa.

Berikut pengertian-pengertian roman, menurut para ahli bahasa dalam

kesusastraan Indonesia. Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 961) roman

adalah karangan prosa yang melukiskan perbuatan pelakunya menurut watak dan
11

isi jiwa masing-masing, lebih banyak membawa sifat zamannya dari pada drama

dan puisi.

Menurut Hartoko dan Rahmanto (dalam Bella Gitta, 2013: 10), roman

dapat dikatakan mencakup waktu yang lebih panjang, dari masa kanak-kanak

sampai usia dewasa. Sementara itu Nursito berpendapat bahwa Roman dapat

diartikan sebagai cerita dalam bentuk prosa, yang terbagi atas beberapa bab atau

bagian, serta menceritakan tentang kehidupan sehari-hari seseorang ataupun

sebuah keluarga yang meliputi kehidupan lahir dan batin.

Roman sebagai salah satu karya sastra dibentuk oleh unsur-unsur intrisik

dan ekstrinsik. Menurut Nurgiyantoro (2019), unsur ekstrinsik adalah unsur-

unsur yang berada di luar karya tersebut, tetapi secara tidak langsung

mempengaruhi bangunan atau sistem organisasi karya sastra. Unsur-unsur

tersebut antara lain; politik, psikologi, sejarah, filsafat, dan pendidikan. Unsur

intrinsik adalah unsur yang membangun sebuah karya sastra dari dalam yang

menyebabkan karya itu hadir. Unsur intrinsik terdiri dari tema, alur, latar, sudut

pandang, dan tokoh dan penokohan. Di mana antara satu unsur dan unsur lainnya

terdapat keterikatan satu sama lain, karna setiap unsur yang ada saling

mempengaruhi.

2.3 Psikologi Sastra

Secara etimologi kata psikolog berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche

dan logos. Kata psyche berarti “jiwa, roh, atau sukma”, sedangkan logos berarti

“pengetahuan”. Akibatnya, psikologi secara harfiah diterjemahkan sebagai“ilmu

jiwa”atau “ilmu tentang hal-hal jiwa” (Chaer, 2003:2). Definisi lain dari psikologi
12

sastra adalah disiplin menafsirkan karya sastra sebagai karya yang

menggambarkan peristiwa dalam kehidupan manusia seperti yang digambarkan

oleh karakter fiktif atau orang di dunia nyata. Hal ini mendorong eksplorasi

pikiran atau jiwa untuk mempelajari lebih jauh tentang beragam komleksitas

manusia (Semi dalam Sangidu, 2004:30).

Karena banyak teori psikologi yangberkaitkan dengan sastra, khususnya

untuk tujuan kajian sebagai teks sastra, sehingga muncul istilah psikologi sastra.

Menurut Wellek & Warren (1989), psikologi dalam karya sastra dapat

dihubungkan dengan psikologi pengarang, penggunaan konsep-konsep psikologi

dalam karya sastra, dan psikologi pembaca. Psikologi pengarang terkait dengan

proses menghasilkan karya sastra, suka atau tidak suka pasti ada pengaruhnya

terhadap kepribadian pengarang. Ideologi, nilai-nilai kepercayaan, pikiran dan

perasaan, dorongan dan nafsu, dan lain-lain.

Psikologi sastra adalah studi yang berbeda yang terkait erat dengan teks

sastra. Menurut Jadman (dalam Endraswara, 2003: 97) sastra dan psikologi

memiliki ikatan yang erat, baik secara tidak langsung maupun secara fungsional.

Karena banyak sastra maupun psikologi sama-sama memiliki objek yang sama,

yaitu kehidupan manusia, maka terjadilah keterkaitan tidak langsung. Karena baik

psikologi maupun sastra berusaha memahami keadaan mental orang lain,

keduanya memiliki hubungan fungsional. Perbedanya adalah gejala dalam

psikologi adalah asli, sedangkan gejala dalam fiksi adalah fiktif.

Menurut Walgito (dalam Wiyatmi 2011: 7) psikologi adalah ilmu yang

menyelidiki dan meneliti perilaku atau aktivitas yang dipersepsikan sebagai aspek
13

kehidupan psikis manusia. Psikologi sastra, menurut Wiyatmi (2011: 28)

merupakan salah satu studi sastra interdisipliner karena memahami dan mengkaji

sastra dengan memanfaatkan berbagai konsep dan kerangka teori yang ada dalam

psikologi. Lanjut Wiyatmi, psikologi sastra dapat didefinisikan sebagai studi

tentang psikologi pengarang sebagai suatu tipe atau sebagai pribadi, proses

kreatif, studi tentang jenis dan hukum psikologis yang diterapkan pada karya

sastra, dan penelitian tentang dampak sastra pada pembaca.

Kepribadian selalu menjadi topik diskusi yang penting sejak penciptaan

psikologi pada akhir abad ke-18. Psikologi didirikan sebagai ilmu yang

didedikasikan untuk memahami manusia secara keseluruhan, yang hanya dapat

dicapai melalui pemahaman kepribadian yang menyeluruh (Alwisol, 2009: 1).

2.4 Teori Psikoanalisis

Kata psikonalisis berasal dari tahun 1896 dalam sebuah teks oleh Freud

yang ditulis dan diterbitkan dalam bahasa Prancis, L’hérédité et l’étiologie des

neuroses. Psikoanalisis, jika dilihat dari perkembangannya merupakan bagian

pertama dari tiga aluran utama psikologi. Aluran kedua adalah ‘behaviorisme’ dan

ketiga adalah ‘eksistensial-humanistik’.

Un psychologue, Vermeulen dit que “La psychanalyse est une théorie

psychologique fondée par Sigmund Freud au 19ème siècle. La psychanalyse

influence encore beaucoup la psychologie et la psychothérapie”. Seorang

psikologi bernama Vermeulen menarik kesimpulan bahwa teori psikonalisis

merupakan sebuah teori psikologi yang dikembangkan oleh Sigmund Freud pada

abad 19. Teori psikonalisis sangat berpengaruh dalam teori psikologi dan
14

psikoterapi.

Psikoanalisis adalah hipotesis yang berusaha memperjelas sifat dan

perbaikan karakter manusia. Komponen yang menjadi fokus dalam hipotesis ini

adalah inspirasi, perasaan dan perspektif batin lainnya. Hipotesis ini menerima

bahwa karakter tercipta ketika ada bentrokan dari perspektif mental yang sering

ditemukan pada masa perkembangan anak usia dini.

Istilah “psikoanalisis” digunakan secara jelas berdasarkan teori Freud, oleh

karena itu istilah “psikoanalisis” dan “psikoanalisis freud” memiliki arti yang

sama. Jika sebagian pengikut Freud kemudian menyimpang dari pelajarannya dan

menuju ke arah yang berbeda, mereka akan meninggalkan istilah analisis dan

memilih nama lain untuk mrngartikan pelajaran mereka. Model terkenal dari

pembentukan nama baru tersebut adalah Carl Gustav Jung dan Alfred Adler, yang

melahirkan nama “psikologi analitik” (bahasa Inggris: individual psychology)

untuk pelajaran mereka yang terpisah. Psikonalisis memiliki tiga penerapan:

1. Teknik eksplorasijiwa.

2. Sebuah studi yang disengaja tentang perilaku manusia.

3. Sebuah strategi untuk mengobati penyakit psikologi atauemosional.

Terlepas dari kenyataan bahwa psikoanalisis berkembang, Freud kemudian

menegaskan agar analisis tidak masuk ke dalam elektilisme, dan pengikutnya yang

telah terjebak dari pemikiran mendasar ini akan segera diasingkan secara nyata

ahli oleh Freud. Freud melihat dirinya sebagai seorang peneliti. Freud merupakan

pencipta pendekatan psikodinamika terhadap psikologi, yang memberikan

pandangan baru kepada psikologi dan menemukan hal-hal baru. Misalnya


15

membangkitkan minat terhadap motivasi tingkah laku. Freud juga mengundang

banyak kontroversi, eksplorasi, penelitian, dan menyajikan landasan tempat

bertumpu sistem-sistem yang muncul kemudian.

Psikoanalisis Freud dapat dikatakan sebagai ilmu lain tentang orang-orang

yang telah mengalami banyak inkonsistensi. Singkatnya, bahwa istilah

psikonalisis mencakup tentang tiga hal yaitu: (1) teori tentang kepribadian dan

psikopatologi, (2) metode terapi untuk gangguan kepribadian, dan (3) teknik

untuk menginvestasikan pemikiran dan perasaan individu yang tidak disadari.

Kemudian dari uraian di atas, tampak jelas bahwa dalam teori psikoanalisis

kepribadian adalah objek utama teori yang dikemukakan Sigmund Freud.

2.5 Teori Kepribadian Sigmund Freud

Sigmund Schlomo Freud, plus connu sous le nom de Sigmund Freud, est un

docteur en médecine et neurologue autrichien né le 6 mai 1856 à Freiberg et

décédé le 23 septembre 1939 à Londres. En 1896, il lui donne le nom de «

psychanalyse ». Son objectif : dénouer des troubles psychiques médicalement

inexpliquables. Dès lors, Freud développe sa théorie du conscient, du pré-

conscient et de l’ inconscient. Une première révolution dans la représentation du

psychisme (Rambert,2016). Plus tard, Freud est connu comme le père de la

psychanalyse, il développe plusieurs théories fondamentales sur la psyché

humaine. Il est le premier à mettre en place la cure analytique qu’il théorise dans

plusieurs ouvrages majeurs, comme L’Interprétation des rêves (1900), Totem et

Tabou (1913) ou encore Le Moi et le Ça (1923).

Sigmund Schlomo Freud atau umumnya dikenal dengan nama Sigmund


16

Freud merupakan salah satu pakar psikologi yang awalnya merupakan seorang

medis dan ahli saraf dari Austria yang lahir pada 6 Mei 1856 di Freiberg. Freud

meninggal pada 23 September 1939 di London. Pada tahun 1896, ia melahirkan

sebuah nama "psikoanalisis". Tujuannya yaitu untuk menyelesaikan gangguan

mental yang tidak dapat dijelaskan secara medis. Freud adalah orang pertama

yang menerapkan perlakuan analitis yang ia teorikan dalam beberapa karya besar,

seperti L’Interprétation des rêves (1900), Totem et Tabou (1913) atau juga Le Moi

et le Ça (1923).

Di abad 19, Freud sebagai seorang ahli tentang kepribadian manusia melihat

bahwa adanya pengaruh deterministik dan positivistik yang membuat manusia

menjadi suatu sistem energi yang tidak mudah ditebak. Freud kemudian

menjelaskan bahwa di dalam tubuh manusia, berdasarkan penggunaannya sumber

energi berasal dari dua aktivitas yaitu aktivitas fisik dan aktivitas psikis. Freud

menyatakan bahwa energi dari aktivitas psikis atau dapat juga disebut juga energi

psikis bersama segala perasaan yang dirasakan menjadi sumber yang menyatukan

antara energi fisik dan kepribadian (Walgito, 2010: 22).

Tentang kepribadian, salah satu hal yang membentuk hal tersebut yaitu

karena kejadian-kejadian yang dialami masa kanak-kanak bersama orang tuannya.

Freud lalu mengatakan bahwa secara jelasnya untuk mengetahui kepribadian

seseorang, hal yang perlu diperhatikan yaitu melalui gerakan simbolis dan fokus

pikirannya karena umumnya perilaku yang ditunjukan hanya dasar dari

kepribadiannya.

Freud mengembangkan teorinya tentang alam sadar, prasadar dan tidak


17

sadar. Sebuah revolusi pertama dalam representasi jiwa (Rambert, 2016). Ketiga

konsep tersebut diketahui merupakan kontribusi terbesar Sigmun Freud bagi

kehidupan mental manusia.

Menurut Freud, tentang alam sadar, tidak semua tentang alam sadar dari

kehidupan psikis manusia yang masuk pada tingkat kesadaran. Alam sadar berasal

dari pengamatan yang dilakukan baik itu dari luar maupun dalam dirinya.

Kemudian, pra sadar diketahui sebagai jembatan antara alam sadar dan tak sadar.

Pra sadar mengandung elemen tentang kehidupan mental manusia yang bertujuan

untuk menghambat keinginan yang berasal dari alam sadar. Taraf terakhir adalah

tingkat alam bawah sadar yang merupakan bagian terbesar dalam kehidupan

psikis manusia. Alam bawah sadar merupakan sistem dinamis yang berisi

berbagai ide, perasaan, pengalaman yang berakibat traumatik yang ditekan dan

didesak. Segala hal yang berada di daerah tak sadar tidak dapat dimunculkan

kembali ke daerah sadar kecuali alam sadar dibuat tak berdaya (Sunaryo,

2008:81).

Il a donc crée une seconde topique (en 1923), bâtie sur le triptyque ça,

surmoi, moi. C’est cette seconde topique qui marque le plus profondément la

scission avec la philosophie classique. Freud définit en effet trois instances

présentes en l’homme, lesquelles régissent ses comportements, à la fois conscients

et inconscients. Kemudian, Freud membuat topografi kedua (pada tahun 1923),

topik tersebut dibangun di atas streotip topik awal. Topik kedua inilah yang

menandai perpecahan paling mendalam dengan filsafat klasik. Freud bertujuan

untuk mendefinisikan tiga contoh yang ada dalam diri manusia yang mengatur
18

perilakunya, baik sadar maupun tidak sadar. Id, ego dan superego (le ca, le mo, le

surmoi dalam bahasa Prancis) merupakan topografi kedua yang diciptakan yang

digunakan untuk menyempurnakan atau melengkapi. Ketiganya merupakan

struktur kepribadian yang saling berkaitan.

1. Id (Le Ça)

Id dalam bahasa Prancis adalah Le Ça. Id merupakan bagian tertua

dari kepribadian. Id adalah bagian kepribadian yang sudah beroperasi

sebelum bayi berhubungan dengan dunia luar, diturunkan secara genetis dan

langsung berhubungan dengan dorongan-dorongan biologis manusia. Id

terdiri dari jiwa manusia yang berisi dari dorongan primatif. Dorongan

primatif adalah dorongan yang ada pada diri manusia yang menghendaki

untuk segera dipenuhi atau dilaksakanan keinginan atau kebutuhannya.

Id bekerja seluruhnya pada tingkat ketidaksadaran dan tidak diatur

oleh pertimbagan waktu, tempat, dan logika. Freud dalam Semiun (2006:61)

mengatakan bahwa id merupakan jembatan antara segi biologis dan psikis

manusia, oleh sebab itu Freud menyebutnya sebagai kenyataan psikis yang

sebenarnya.

Contoh Id, seorang adik yang sangat kelaparan mengambil porsi

dengan banyak tanpa menanyakan keadaan keluarga lain yang sedang

menunggunya duduk bersama di meja makan.

2. Ego (Le Moi)

Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan. Ego

adalah eksekutif dari kepribadian yang mengontrol perilaku seseorang. Ego


19

dapat dikatakan sebagai satu-satunya yang memiliki hubungan dengan

realitas. Menurut Freud (dalam Semiun, 2006: 64-65) prinsip kerja ego yaitu

berlandaskan berdasarkan kenyataan. Tujuan utama dari prinsip realitas

adalah menjauhi terciptanya ketegangan sampai ditemukan objek yang akan

melengkapinya. Cara kerjanya yaitu, kenyataan akan menunda kenikmatan

yang diinginkan, walaupun akhirnya kenikmatan dapat dicapai atas

kemunculan objek yang sesuai dan membantu meredakan ketegangan yang

terjadi. Jelasnya, prinsip kenyataan berusaha untuk mengetahui tentang

benar atau salahnya kejadian yang dialami dengan kenyataan dunia luar,

sementara prinsip kenikmatan hanya menginginkan kesenangan terhadap

kejadian yang dialami.

Freud juga berpendapat bahwa ego ditandai sejak masa

pertumbuhan bayi yang belajar untuk mengetahui perbedaan dirinya dengan

nilai luar. Ego merupakan satu-satunya yang berperan untukmembangun

hubungan dengan wilayah luar, sehingga dalam unsur kepribadian ego

mengambil peran penting dalam mengambil keputusan. Dalam hal yang

bersamaan, karena ego berada ditengah yang mana sebagaiannya bersifat

sadar, ego juga memiliki akses untuk memutuskan keberadaannya di antara

tingkatan lainnya tersebut.

3. Superego (Le Surmoi)

Struktur ketiganya adalah superego yang berhubungan dengan

perilaku moral dalam kepribadian yang berarti bahwa superego berkembang

dari ego. “le surmoi est cette voix en nous qui dit “il ne faut pas” une sorte
20

de lui morale qui agit sur nous sans comprendre son origine”. Superego

adalah suara di dalam hati kita yang mengatakan “kita tidak boleh”

semacam moral yang bertindak pada kita tanpa memahami asalnya.

Menurut Freud dalam Semiun (2006:66) superego memiliki dua

subsistem, yaitu ego-ideal dan suara hati (conscienc). Ego-ideal merupakan

hasil pujian dan penghadiahan atas berbagai perilaku yang dinilai baik oleh

orang tua. Anak mengejar keunggulan dan kebaikan. Apabila berhasil akan

memiliki nilai diri dan kebanggaan diri. Sebaliknya suara hati diperoleh

melalui hukuman yang diberikan orang tua atas tingkah laku yang tidak

tepat dan menjadi dasar bagi rasa bersalah. Suara hati timbul ketika seorang

anak menyesuaikan diri dengan norma-norma moral orang tua karena takut

kehilangan cinta atau persetujuan orang tua.

Superego bertindak untuk menyempurnakan dan membudayakan

kondisi psikologis manusia. Superego menekan semua yang tidak dapat

diterima mendesak dari id dan berjuang untuk membuat tindakan ego atas

dasar standar idealis lebih karena pada prinsip-prinsip realistis. Superego

hadir dalam sadar, prasadar dan tidak.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Jenis

penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kepribadian tokoh utama

dalam roman Zadig ou La Destinée karya Voltaire dengan

menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud.

3.2 Data dan Sumber Data


3.2.1 Data

Data merupakan sebuah kumpulan atau keterangan yang direkam

dalam suatu media, yang dapat dibedakan dengan data lain, dapat

dideskripsikan dengan teknik-teknik yang ada dan relevan dengan

masalah yang diteliti. Karena ini bersifat deskriptif kualitatif, maka data

yang dikumpulkan adalah kutipan-kutipan teks yang berupa kepribadian

Zadig.

3.2.2 Sumber Data

Dalam penelitian ini hanya terdapat satu sumber data utama yaitu roman

Zadig ou La Destinée karya Voltaire.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling

strategis dalam penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah

mendapatkan data yang sesuai dengan pokok permasalahan yang


21
22

diangkat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pustaka

karena sumber data yang diperoleh dari sumber tertulis. Adapun

langkah-langkah yang dilakukan dalam mengumpulkan penelitian ini

adalah:

1. Peneliti membaca roman dengan cermat dan berulang-ulang untuk

mendapatkan fokus pada kepribadian tokoh utama;

2. Peneliti melakukan teknik catat. Teknik ini diterapkan pada saat membaca

roman. Penulis memperhatikan setiap kalimat dan dialog yang terdapat

dalam novel tersebut dan mencatat kalimat yang diperlukan sebagai data

untuk dianalisis;

3. Peneliti mengidentifikasi pengumpulan data yang berupa kalimat dan

dialog yang terdapat dalam roman.

3.4 Teknik Analisis Data

Setelah peneliti melakukan pengumpulan data, tahap selanjutnya

yaitu menganalisis data tersebut. Teknik analisis data pada penelitian ini

adalah teknik analisis deskriptif. Adapun langkah-langkah yang

dilakukan dalam analisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan data sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji.

2. Menentukan dan mendeskrisikan kepribadian tokoh utama dalam roman

Zadig ou La Destinée karya Voltaire.

3. Menarik kesimpulan dari apa yang telah dianalisis.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dalam sebuah cerita, tokoh-tokoh tersebut baik tokoh utama atau tokoh

bawaan pasti memiliki karakter/watak yang ada pada dirinya. Roman Zadig ou La

Destinée karya Voltaire merupakan roman yang begitu kuat dalam

menggambarkan kepribadian/karakter dari sang tokoh utama yaitu Zadig.

Kepribadian yang ada dalam tokoh utama tersebut dikupas dengan teori dari

Sigmund Freud, yaitu id, ego, dan superego. Berikut ini klasifikasi aspek

kepribadian yang dimiliki oleh tokoh utama dalam roman Zadig ou La Destinée

karya Voltaire.

4.1 Id

Sigmund Freud menyebut id sebagai pusat dari seluruh energi dinamis mental

seseorang (psychic energy). Ini adalah komponen utama dari sifat manusia yang

telah ada sejak baru lahir ke dunia. Aspek ini sepenuhnya terjadi tanpa disadari

serta melibatkan perilaku primitif dan berdasarkan pada insting. Adapun karakter

Id dalam roman Zadig yaitu :

4.1.1 Tidak Suka Pamer

Aspek id yang terdapat dalam tokoh Zadig muncul di awal cerita, yaitu

ketika Zadig yang terlahir dengan begitu banyak kelebihan dari segi fisik yaitu ia

memiliki wajah yang begitu banyak dikagumi oleh para kaum wanita, ia juga

hidup dengan bergelimang kemewahan. Akan tetapi, hasrat atau keinginan ia

untuk mengumbar atau memamerkan kelebihan dan kemewahan yang ia miliki

23
24

tidak pernah terlintas. Ia mampu mengekang nafsu/hasrat dan keinginannya

sehingga ia tidak pernah memamerkan ataupun merasa paling hebat. Ia sadar

bahwa apa yang dimilikinya ini bukanlah suatu hal yang harus diumbar-umbar

kepada orang lain. Hal ini terlihat dalam kutipan sebagai berikut:

“Meski muda dan kaya, ia mampu mengekang nafsunya. Zadig tidak suka
pamer, ia tak pernah merasa ingin yang paling benar” (Voltaire, 2019:7).
“Zadig tidak membangga-banggakan dirinya karena telah berhasil
merendahkan dan menundukan wanita. Ia sangat murah hati” (Voltaire,
2019:8).

Artinya:

“Quoique riche et jeune, il savait modérer ses passions ; il n’affectait


rien ; il ne voulait point toujours avoir raison” (Voltaire, 2015: 8)
“ Zadig surtout ne se vantait pas de mépriser les femmes et de les subjuguer. Il
était généreux”(Voltaire, 2015: 8)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zadig tidak membangga-banggakan diri

karena telah berhasil merendahkan dan menundukan wanita. Karakter yang

dimiliki Zadig yaitu tidak suka pamer ini bukan berarti tidak beralasan, kelebihan

yang ia miliki ini menjadikan ia untuk senantiasa belajar dan selalu memperbaiki

diri.

4.1.2 Budi Pekerti yang Baik

Aspek id berikutnya yaitu memiliki budi pekerti yang baik. Budi pekerti

yang baik itu sudah ada sejak manusia dilahirkan. Hal ini juga selaras dengan

filosofi dimana manusia itu dilahirkan bagaikan selembar kertas yang putih (suci).

Zadigpun memiliki hal yang sama dengan manusia lainnya. Akan tetapi, sifat budi

pekerti yang baik ini apakah bisa dipertahankan oleh manusia sampai ia tumbuh

dewasa? Inilah yang masih banyak menimbulkan pertanyaan. Hal ini terdapat

dalam kutipan sebagai berikut:


25

“Pada masa kekuasaan Raja Moabdar di Babilonia, hiduplah seorang


pemuda bernama Zadig, yang selain dianugerahi kecendekiawan dan budi
pekerti yang baik, juga senantiasa belajar untuk semakin memperbaiki diri.”
“ia tak pernah merasa ingin menjadi yang paling benar, dan mau mengerti
kekurangan orang lain. Zadig memang mengherankan meski cerdas dan
berwawasan, ia tidak pernah menghina atau bahkan mengejek orang-orang”
(Voltaire, 2019:7)

Artinya:

“Du temps du roi Moabdar il y avait à Babylone un jeune homme nommé


Zadig, né avec un beau naturel fortifié par l’éducation.”
“il ne voulait point toujours avoir raison, et savait respecter la faiblesse
des hommes. On était étonné de voir qu’avec beaucoup d’esprit il
n’insultât jamais par des railleries à ces propos si vagues.” (Voltaire,
2015:8)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa kebaikan hati Zadig dibuktikan pada

saat tradisi Babilonia yaitu setiap lima tahun sekali akan diberikan penghargaan

kepada warga yang melakukan tindakan baik hati. Kebaikan hati Zadig langsung

dibalas oleh sang Raja Babilonia.

“Tiba giliran Raja untuk bicara, dan ia berkata ‘Tindakannya, dan juga
tindakan-tindakan lainnya sangat baik, tapi tidak ada dari tindakan-tindakan
itu yang mengherankanku. Kemarin, Zadig melakukan sebuah tindakan
yang membuatku terheran-heran. Beberapa hari yang lalu aku memecat
Koreb. Aku mengeluh tentang Koreb sepanjang hari, dan para selirku bilang
bahwa aku terlalu berwelas asih pada Koreb. Intinya, semua orang
mengutuk Koreb. Aku tanya Zadig, apa pendapatnya dan ia berani memuji
Koreb. Aku bersumpah, aku sudah berkali-kali berjumpa dengan orang yang
bersedia kehilangan seluruh hartanya karena suatu kelalaian, orang yang
merelakan kekasihnya untuk dinikahi sahabatnya, atau orang yang lebih
mencintai ibunya daripada kekasihnya, tapi baru kali ini aku berjumpa
dengan orang yang berani memuji seorang perdana menteri yang dipecat
dan dibenci habis-habisan oleh rajanya. Aku berikan dua puluh keeping
emas pada tiap-tiap orang yang tindakannya diuraikan tadi, tapi cawan ini
akan kuanugerahkan kepada Zadig” (Voltaire, 2019:36)

Artinya:

“Le roi prit la parole, et dit : « Son action et celles des autres sont belles,
mais elles ne m’étonnent point ; hier Zadig en a fait une qui m’a étonné.
J’avais disgracié depuis quelques jours mon ministre et mon favori Coreb.
26

Je plaignais de lui avec violence, et tous mes courtisans m’assuraient que


j’étais trop doux ; c’était à qui me dirait le plus de mal de Coreb. Je
demandai à Zadig ce qu’il en pensait, et il osa en dire du bien. J’avoue
que j’ai vu, dans nos histoires, des exemples qu’on a payé de son bien une
erreur, qu’on a cédé sa maîtresse, qu’on a préféré une mère à l’objet de
son amour ; mais je n’ai jamais lu qu’un courtisan ait parlé
avantageusement d’un ministre disgracié contre qui son souverain était en
colère. Je donne vingt mille pièces d’or à chacun de ceux dont on vient de
réciter les actions généreuses ; mais je donne la coupe à Zadig” (Voltaire,
2015: 34)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zadig merupakan pemuda yang masih

berpegang tegu dengan karakter yang sudah diberikan oleh sang Maha Pencipta

yaitu tetap menjaga budi pekertinya dengan baik. Hal ini ditandai dengan awal

cerita yang dimulai di dalam roman dimana Zadig digambarkan sebagai sosok

seorang pemuda yang memiliki karakter yaitu budi pekerti yang baik. Hal ini pasti

memiliki alasan/sebab kenapa Zadig dikategorikan seperti itu. Dimana Zadig

senantiasa belajar, selalu memperbaiki diri, mau mengerti kekurangan orang lain,

ia tidak pernah menghina atau bahkan mengejek orang lain. Karakter yang ia

miliki itu memiliki landasan/dasar yang membuat ia selalu seperti itu. Adapun

landasan yang ia selalu pegang yaitu terdapat dari kitab pertama Zarathustra

bahwa kecintan pada diri sendiri adalah gelembung bisikan angin yang akan

melahirkan badai bila ditusuk. Zadig memiliki hati yang sangat baik. Akan tetapi,

dengan kebaikan hati yang ia miliki membuat ia memiliki banyak musuh

disekitarnya. Kebaikan hati yang selalu ia berikan kepada siapa saja membuat

orang-orang disekitarnya merasa bahwa Zadig merupakan orang yang harus

disingkirkan dari lingkungan mereka. Oleh karena itu, segala upaya selalu

dilakukan untuk menyingkirkan sang pemuda ini. Hal tersebut terdapat dalam

kutipan sebagai berikut:


27

“Selagi mereka mencari basilisk, kata Astarte, akan kuceritakan apa saja
derita yang ku alami, danapa saja kekejaman takdir padaku, yang telah
kumaafkan. Seperti kau tahu, suamiku tidak suka padamu karena kau adalah
manusia yang sangat baik. Karena itulah malam itu ia memutuskan untuk
membunuhmu” (Voltaire, 2019:120)

Artinya:

“Pendant qu’elles cherchent leur basilic, dit la belle Astarté, je vais vous
apprendre tout ce que j’ai souffert, et tout ce que je pardonne au Ciel
depuis que je vous revois. Vous savez que le roi mon mari trouva mauvais
que vous fussiez le plus aimable de tous les hommes ; et ce fut pour cette
raison qu’il prit une nuit la résolution de vous faire étrangler et de
m’empoisonner.” (Voltaire, 2015: 99-100)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa kebaikan hati yang selalu ditampakan

Zadig, dibalas dengan kejahatan oleh Raja Babilonia. Bukan hanya itu, kebaikan

hati yang dilakukan Zadig yaitu mengobati sang Raja Hirkania hingga ia sehat,

namun kebaikan hati itu bagaikan malapetaka yang akan menimpa Zadig. Seorang

Tabib Raja Hirkania merasakan suatu firasat dengan kehadiran Zadig ini. Menurut

sang Tabib, Zadig merupakan ancaman sehingga ia memikirkan cara untuk

menyingkirkan Zadig. Zadig merupakan orang yang baik, ia rela membiarkan

dirinya terkurung di wilayah yang ia sendiri tidak tau bagaimana kondisinya demi

menyelamatkan sang pujaan hati yaitu Astarte. Zadig akhirnya merelakan dirinya

yang harus bersusah payah mengobati sang Raja Hirkania yang sedang dalam

keadaan sakit, dikarenakan hawa nafsunya yang terlalu tinggi di atas meja makan.

Selama delapan hari Zadig merawat sang Raja Hirkania atau biasa dikenal dengan

nama Ogul, akhirnya sang Raja Hirkania itu sembuh dan mulai merasakan

keceriaan dalam dirinya. Akan tetapi, sang Tabib mulai menganggap bahwa Zadig

merupakan ancaman yang besar. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan

sebagai berikut:
28

“Tabib Ogul, yang merasa bahwa Zadig amat berbahaya untuk ilmu
pengobatan, bersekutu dengan ahli obat Ogul untuk mengirim Zadig
mencari basilisk di akhirat. Jadi setelah berkali-kali mendapat imbalan
malapetaka atas perbuatan baiknya, Zadig hampir saja mati karena telah
menyembuhkan seorang Tuan kaya yang rakus. Ia diundang makan malam.
Seharusnya, ia akan diracuni pada sajian kedua, tapi kurir Astarte dating
pada sajian pertama. Zadig pun bangkit dari meja makannya, dan pergi. Bila
kau dicintai oleh seorang wanita cantik, kata Zarathusta yang agung, kau
akan selalu menemukan jalan keluar dari masalah-masalahmu’’ (Voltaire,
2019:128)

Artinya:

“Le premier médecin d’Ogul, sentant combien cet homme était dangereux
pour la médecine, s’unit avec l’apothicaire du corps pour envoyer Zadig
chercher des basilics dans l’autre monde. Ainsi, après avoir été toujours
puni pour avoir bien fait, il était près de périr pour avoir guéri un
seigneur gourmand. On l’invita à un excellent dîner. Il devait être
empoisonné au second service ; mais il reçut un courrier de la belle
Astarté au premier. Il quitta la table, et partit. Quand on est aimé d’une
belle femme, dit le grand Zoroastre, on se tire toujours d’affaire dans ce
monde.” (Voltaire, 2015: 108-109)

Beberapa kutipan di atas merupakan bentuk-bentuk kebaikan Zadig yang

ada dalam hatinya yang selalu ia tanamkan dalam kehidupannya. Walalupun ia

sudah mengetahui bahwa kemalangan selalu menimpanya ketika ia berbuat baik

kepada seseorang. Akan tetapi, tidak membuat Zadig berhenti dalam berbuat baik.

Ini merupakan suatu pelajaran yang sangat besar bahwa yakinlah kebaikan itu

pada akhirnya akan selalu dibalas dengan sesuatu yang baik dan lebih besar

nantinya. Hal ini sudah terbukti pada kehidupan Zadig. Seolah-olah sudah akan

terbayang bahwa setelah ini Zadig akan merasakan kebahagiaan bersama Astarte,

karena Zadig menyakini bahwa sudah tidak ada rintangan lagi untuk bersama sang

pujaan hati. Akan tetapi, kemalangan yang lebih besar sudah menantinya di depan

mata. Hal tersebut, terdapat dalam kutipan sebagai berikut:


29

“Zadig berjalan-jalan di tepi Sungai Eufrat, merenungkan kesialan-kesialan


yang terjadi padanya sejak ia beristrikan seorang wanita yang membenci
pria bermata satu sampai zirahnya berubah menjadi hijau, dan sepenuhnya
yakin bahwa memang ia ditakdirkan untuk selalu bersedih. Zadigpun
berkata ‘Inilah akibat yang harus kutanggung karena terlambat bangun.
Andai aku tidak terlambat bangun, sekarang pasti aku sudah menjadi raja
Babilonia dan memiliki Astarte. Ilmu-ilmu yang kupelajari, kebaikan hatiku,
dan ketangguhanku hanya membawa malapetaka bagiku’ Pada akhirnya ia
mengutuk Tuhan, dan tergoda untuk percaya bahwa semua hal di dunia ini
memang hanya ditakdirkan untuk menindas orang-orang baik dan
mengagungkan kesatria-kesatria berzirah hijau” (Voltaire, 2019:135-136)

Artinya:

“Il se promenait sur les bords de l’Euphrate, persuadé que son étoile le
destinait à être malheureux sans ressource, repassant dans son esprit
toutes ses disgrâces depuis l’aventure de la femme qui haïssait les
borgnes, jusqu’à celle de son armure. « Voilà ce que c’est, disaitil, de
m’être éveillé trop tard ; si j’avais moins dormi, je serais roi de Babylone,
je posséderais Astarté. Les sciences, les mœurs, le courage, n’ont donc
jamais servi qu’à mon infortune. » Il lui échappa enfin de murmurer
contre la Providence, et il fut tenté de croire que tout était gouverné par
une destinée cruelle qui opprimait les bons et qui faisait prospérer les
chevaliers verts.” (Voltaire, 2015: 116-117)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa pada akhirnya kesabaran seorang

Zadigpun habis. Zadig merasakan kekecewaan yang sangat besar diakibatkan

kecurangan yang ia hadapi. Seakan-akan penderitaannya tidak pernah usai,

kebaikan hatinya selalu diuji. Zadig juga merasa jengkel dan terpukul karena apa

yang ada dibayangannya yaitu ia akan bersama sang pujaan hati Astarte, berakhir

dengan kecurangan. Segala usaha dan tenaga yang ia keluarkan untuk

memenangkan sayembara ternyata tidak berarti karena kecurangan yang

dilakukan lawannya zirah hijau yaitu Itobad. Pada saat sayembara telah usai yaitu

pertandingan Zadig yang menggunakan zirah putih melawan Itobad yang

menggunakan zirah hijau kemudian dimenangkan oleh Zadig. Pada mulanya


30

Itobad menerima kekalahannya dan mengakui kemenangan Zadig sang kesatria

putih. Akan tetapi, keesokan harinya yaitu di pagi hari, Itobad memiliki akal

untuk mencurangi Zadig. Itobad tidak terima dengan kekalahannya ditandainya

dengan kegelisahannya di malam hari setelah pertandingan selesai. Akhirnya,

Itobad menukar zirahnya yang hijau dengan milik zadig putih. Sehingga, pada

pagi hari Itobad keluar mengenakan zirah putih milik Zadig tampak angkuh ketika

berjalan menghadap Kepala Magi. Zadigpun yang terlelap dalam tidurnya

akhirnya bangun dan tidak menyadari bahwa zirahnya telah ditukar oleh Itobad.

Dikamarnya yang tersisa hanya zirah hijau. Sehingga dengan sangat terpaksa

Zadig keluar menggunakan zirah hijau. Kesabaran Zadig sudah habis. Akan tetapi,

walaupun kesabarannya seolah diuji kembali Zadig tetap mempertahankan

kebaikan hati yang ia miliki.

4.1.3 Tulus dan Berhati Mulia

Aspek id berikutnya yang terdapat dalam karakter tokoh Zadig yaitu tulus

dan berhati mulia. Ajaran untuk melakukan sesuatu tanpa pamrih ini sudah

diajarkan sejak manusia kecil, maksudnya adalah ketika manusia melakukan

sesuatu terhadap orang lain harus tulus dan tidak boleh mengharapkan pamrih.

Begitu juga dengan tokoh Zadig ini. Hal ini dibuktikan dalam kutipan sebagai

berikut:

“Zadig dengan hartanya yang berlimpah dan oleh karena itu dengan teman-
temannya, dengan kesehatannya, dengan wajahnya yang tampan, dengan
sifatnya yang baik dan bijak, dengan hatinya yang tulus dan mulia, percaya
bahwa ia bisa hidup dengan bahagia” (Voltaire, 2019:9)

Artinya:
31

“Zadig, avec de grandes richesses, et par conséquent avec des amis, ayant
de la santé, une figure aimable, un esprit juste et modéré, un cœur sincère
et noble, crut qu’il pouvait être heureu” (Voltaire, 2015: 9)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zadig percaya bahwa dengan ketulusan

hati yang ia miliki ia akan hidup bahagia. Kebahagiaan yang ia ingin ciptakan

akan ia bangun bersama wanita kesayangannya. Akan tetapi, pada kenyataannya

ketulusan hati tidak menjamin hidupmu akan bahagia, karena di dalam hubungan

kebahagiaan itu diciptakan oleh kedua pasangan bukan hanya salah satu pihak

saja. Ketulusan hati zadig terbukti dengan pengorbanan yang ia lakukan. Hal ini

terdapat dalam kutipan roman sebagai berikut:

“Zadig melindunginya dengan seluruh kekuatan yang diberikan oleh cinta


dan keberaniannya. Hanya dengan bantuan dua orang budak, Zadig berhasil
mengusir para penculik itu, dan mengantar pulang Semira yang berdarah tak
sadarkan diri.”
“Zadig terluka sangat parah, tembakan panah yang menancap dekat matanya
meninggalkan sebuah luka yang dalam” (Voltaire, 2019:10)

Artinya:

“Zadig la défendait avec toute la force que donnent la valeur et l’amour.


Aidé seulement de deux esclaves, il mit les ravisseurs en fuite, et ramena
chez elle Sémire évanouie et sanglante.”
“Zadig était blessé plus dangereusement ; un coup de flèche reçu près de
l’œil lui avait fait une plaie profonde.” (Voltaire: 2015: 10-11)

Kutipan di atas merupakan bukti bahwa memang tokoh Zadig disini

memiliki hati yang tulus bukan hanya dalam membantu teman-temannya, tetapi

pada pasangannya juga ia sangat tulus dan berhati mulia. Ia rela mengorbankan

dirinya demi menyelamatkan pasangannya yaitu Semira. Luka yang ia dapatkan

usai pertikaiannya itu tidak sebanding dengan keselamatan sang kekasih. Akan

tetapi luka yang ia dapatkan tidak mungkin disembuhkan dan membuat Zadig
32

harus hidup dengan mata satu. Ketulusan hatinya kepada sang kekasih dibayar

dengan keji. Sang kekasih tak mau menerima keadaan Zadig yang hanya memiliki

mata satu. Kekecewaan timbul di dalam benak Zadig. Hal ini dibuktikan pada

kutipan sebagai berikut:

“Andai mata kanan Tuan yang kena panah, mungkin hambah bisa
menyembuhkan Tuan, luka dalam dekat mata kiri tidak mungkin
disembuhkan.”
“Semira tinggal di pedesaan sejak tiga hari lalu. Dijalan, dia mendapatkan
kabar bahwa gadis cantik, yang telah mengatakan bahwa ia amat membenci
orang bermata satu.”
“Setelah mendengar kabar itu, Zadig jatuh tak sadarkan diri, kesedihannya
membuatnya ingin segera meninggalkan dunia ini, ia kemudian sakit untuk
waktu yang lama, tapi pada akhirnya akal budinya menjauhkannya dari
penderitaannya dan bahkan keji dan kejamnya hal yang ia alami membantu
melipur laranya.” (Voltaire, 2019:11)

Artinya:

“Si c’eût été l’œil droit, dit-il, je l’aurais guéri ; mais les plaies de l’œil
gauche sont incurables.”
“Sémire était à la campagne depuis trois jours. Il apprit en chemin que
cette belle dame, ayant déclaré hautement qu’elle avait une aversion
insurmontable pour les borgnes.”
“À cette nouvelle il tomba sans connaissance, sa douleur le mit au bord
du tombeau, il fut longtemps malade, mais enfin la raison l’emporta sur
son affliction, et l’atrocité de ce qu’il éprouvait servit même à le
consoler.” (Voltaire, 2015: 12)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zadig sangat kecewa dengan kekasihnya

yang ia idamkan untuk bahagia bersamanya kini berpaling darinya karena hal

yang tak begitu patut. Ia dengan setulus hati berjuang untuk menyelamatkan

kekasihnya, akan tetapi perjuangannya itu dibalas dengan siksaan yang begitu

perih dirasakan oleh Zadig. Zadigpun sakit jatuh tak sadarkan diri, kesedihannya

membuat ia seolah-olah ingin meninggalkan dunia ini. Beberapa setelah ia sakit ia

akhirnya berpikir dengan akal budinya dan menjauhkan segala penderitannya.


33

4.1.4 Rendah Hati

Aspek Id selanjutnya yang ditemukan di dalam roman adalah rendah hati.

Rendah hati adalah salah satu karakter positif yang melekat pada diri seseorang.

Sikap rendah hati ini harus diterapkan sejak anak lahir di dunia. Karena rendah

hati ini salah satu sikap yang harus dimiliki setiap insan manusia. Karakter Zadig

yang rendah hati ini terbukti dalam kutipan sebagai berikut:

“Zadig sama sekali tidak angkuh dalam memilih teman atau bahkan
hidangan, karena pada dasarnya ia lebih suka menjadi sesuatu daripada
terlihat seperti sesuatu, dan karena itu orang benar-benar menghormatinya,
meski ia tidak ingin dihormati.” (Voltaire, 2019:27)

Artinya:

“Zadig n'est pas du tout arrogant dans le choix de ses amis, ni celui des
mets, n’étaient faits par la vanité, car en tout il préférait l’être au paraître,
et par là il s’attirait la considération véritable à laquelle il ne prétendait
pas.” (Voltaire, 2015: 26).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zadig dengan kebaikan hatinya ternyata

juga memiliki kerendahan hati yang besar. Zadig jika dihadapkan dengan orang-

orang disekitarnya, ia tidak mengelompokkan mereka berdasarkan kasta dan lain

sebagainya. Akan tetapi, ia melakukan semua orang sama tanpa terkecuali. Zadig

tidak ingin diagungkan, tidak ingin pula dihormati layaknya raja. Ia hanya ingin

diperlakukan biasa saja tanpa ada rasa yang berlebihan. Walaupun dalam kondisi

yang kaya, gagah, serta memiliki kehormatan. Tapi, Zadig tidak ingin dilakukan

seperti itu. Ia ingin selalu menjaga dirinya dengan kerendahan hati yang ia miliki.

Hal tersebut terdapat dalam kutipan sebagai berikut:

“Teman-temannya meminta agar sajak itu juga diperlihatkan pada mereka,


tapi Zadig tidak berkenan melakukan itu; kerendahan hatinya, atau kalau
mau jujur keinginannya untuk tidak mencoreng citra dirinya, membuatnya
enggan melakukan itu.”
“Zadig tidak pernah memandang dirinya sebagai seorang penyair yang
34

andal” (Voltaire, 2019: 29-30)

Artinya:

“Ses amis le prièrent de leur en faire part, la modestie, ou plutôt un


amour-propre bien entendu, l’en empêcha.”
“Zadig ne se piquait pas d’être bon poète.” (Voltaire, 2015: 28-29).

Kutipan diatas menjelaskan kerendahan hati seorang pemuda bernama Zadig

membuat dirinya sangat diagungkan di kalangannya. Zadig merupakan sosok

yang memiliki kerendahan hati yang besar dalam berteman, ia tidak suka

memilih-milih teman. Walaupun, ia merupakan sosok yang gagah, memiliki harta

yang berlimpah, ia akan tetap berteman dengan siapa saja. Bukan hanya dalam

pertemanan saja, Zadig juga tidak ingin terlihat hebat dihadapan orang lain. Ia

ingin terlihat biasa saja, ia ingin dirinya terlihat sama dengan teman-temannya

yang lain. Padahal kendatinya Zadig merupakan sosok yang memiliki kelebihan

dibandingkan temannya yang lain.

4.1.5 Pintar

Aspek Id selanjutnya yaitu Zadig memiliki kepintaran yang diakui oleh

orang-orang. Aspek id yaitu pintar ini merupakan hakikat dasar yang ada pada

manusia. Karena, manusia yang lahir ke muka bumi memiliki kepintarannya

masing-masing. Zadig memiliki kepintaran yang semua orang sadari. Kepribadian

ini ia bentuk karena ia selalu mencari ilmu dimanapun ia berada. Hal ini dapat

dilihat pada kutipan berikut ini:

“Ia menguasai ilmu-ilmu yang diturunkan bangsa Kaldan zaman dahulu,


mengerti hukum-hukum ilmu dan sejauh yang dimengerti oleh orang pada
zamannya, dan paham mengenai metafisika sejauh yang dimengerti oleh
orang dari segala zaman.” (Voltaire, 2019:8)

Artinya:
35

“Il était aussi sage qu’on peut l’être ; car il cherchait à vivre avec des
sages. Instruit dans les sciences des anciens Chaldéens, il n’ignorait pas
les principes physiques de la nature, tels qu’on les connaissait alors, et
savait de la métaphysique ce qu’on en a su dans tous les ages.” (Voltaire,
2015: 9).

Kutipan diatas menjelaskan kepintaran yang zadig miliki memiliki

perbedaan dibandingkan yang lain. Ia menggunakan kepintarannya bukan untuk

membanggakan dirinya, tetapi ia gunakan untuk membantu orang lain, memberi

nasihat, dll. Ia selalu ingin belajar dengan baik bukan karena ia ingin dipuji,

melainkan ia gunakan untuk memperdalam ilmunya saja. Karena Zadig berpikir

banyaknya kemalangan yang terjadi dihidupnya membuat ia sangat kecewa dan

ingin melampiaskan kekecewaannya dengan menambah pengetahuan. Hal ini

terdapat dalam kutipan sebagai berikut:

“Dengan pikiran-pikiran seperti itu, ia tinggal di sebuah rumah di daerah


pedesaan, di tepi Sungai Eufart. Di sana, ia tidak memedulikan berapa inci
kubik air yang mengalir melewati jembatan dalam satu detik, atau apakah
ada lebih banyak rintik hujan yang turun di bulan tikus daripada di bulan
biri-biri. Ia juga tidak mencoba menyulam kain sutra dari jaring laba-laba
atau membuat porselen dari pecahan botol. Ia mempelajari sifat-sifat
berbagai binatang dan tumbuhan, dan kemudian memperoleh ilmu
pengetahuan yang membuatnya mampu menemukan ribuan perbedaan dari
hal-hal yang orang biasa anggap sama.” (Voltaire, 2019:18)

Artinya:

“Plein de ces idées, il se retira dans une maison de campagne sur les
bords de l’Euphrate. Là il ne s’occupait pas à calculer combien de pouces
d’eau coulaient en une seconde sous les arches d’un pont, ou s’il tombait
une ligne cube de pluie dans le mois de la souris plus que dans le mois du
mouton. Il n’imaginait point de faire de la soie avec des toiles d’araignée,
ni de la porcelaine avec des bouteilles cassées, mais il étudia surtout les
propriétés des animaux et des plantes, et il acquit bientôt une sagacité qui
lui découvrait mille différences où les autres hommes ne voient rien que
d’uniforme.” (Voltaire, 2015: 17-18)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zadig mulai mempelajari sifat-sifat

binatang dan tumbuhan. Ia melampiaskan kekecewaannya dengan mempelajari


36

hal-hal yang mungkin dianggap tidak memiliki perbedaan sama sekali. Zadig

dengan kecerdasaannya ini kembali mendapat mala petaka. Pada saat ia berjalan

di hutan, ia melihat seorang kepala kasim sedang mencari sesuatu yang sangat

berharga. Zadig tanpa basa-basi langsung bisa menebaknya. Inilah bukti

kepintaran Zadig beda daripada yang lain. Tanpa melihat anjing tersebut, Zadig

sudah bisa menebak jenis kelaminnya, dan jenis anjing yang hilang itu. Bahkan

penderitaan anjing tersebut diketahui oleh Zadig. Sungguh cerdasnya lelaki ini.

Akan tetapi, kepintaran ini membawa kemalangan sehingga Zadig dituduh telah

mengambil anjing dan kuda tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan

sebagai berikut:

‘Suatu hari, ketika sedang berjalan-jalan di hutan, ia dihampiri oleh Kepala


Kasim kerajaan, diikuti serombongan tentara yang tampaknya sedang sangat
khawatir, dan berlari ke sana kemari seolah sedang mencari barang berharga
yang hilang.
Zadig menjawab dengan tenang ‘Apakah anjing itu betina, Tuan Kasim?’
‘Benar,’ balas si Kepala Kasim
‘Anjing iitu berjenis spaniel, badannya kecil’ imbuh Zadig, ‘belum lama ini
dia melahirkan, kaki depannya yang kiri agak pincang, dan telinganya
sangat panjang’
‘Kau tadi melihatnya’ kata si Kepala kasim, yang kehabisan napas.
‘Tidak” balas Zadig. ‘hamba tidak pernah melihatnya, dan bahkan hamba
tidak pernah tahu kalau Baginda Ratu mempunyai anjing piaraan’
Dan tepat pada saat itu, karena, seperti biasa, takdir bertingkah aneh, kuda
tercantik Baginda Raja melepaskan diri dari tangan tukang kuda istana di
salah satu padang rumput Babilonia. Kapal Pemburu kerajaan beserta
penjabat-penjabat lain mengejarnyaa dengan rasa kehawatiran yang setara
dengan kekhawatiran Kepala Kasim. Si Kepala Pemburu bertemu dengan
Zadig, dan bertanya apakah ia tahu di mana kuda Baginda Raja
‘Kuda itu,’ balas Zadig,’adalah yang paling cepat di Babilonia, tingginya
lima kaki, tampaknya sangat kecil, panjang ekornya tiga setengah kaki, tali
kekangnya dilengkapi emas dua puluh tiga karat, dan tapelnya terbuat dari
perak’
‘Kemana larinya? Di mana dia sekarang?’ tanya si Kepala Pemburu
‘Hamba tidak pernah melihatnya’ balas Zadig ‘dan hamba tidak tahu kalau
baginda Raja punya kuda seperti itu’
Si Kepala Pemburu dan si Kepala Kasim, tanpa ragu-ragu menyatakan
37

bahwa Zadig telah mencuri kuda Baginda Raja dan anjing Baginda Ratu”
(Voltaire, 2019:18-20)

Artinya:

“Un jour, se promenant auprès d’un petit bois, il vit accourir à lui un
eunuque de la reine, suivi de plusieurs officiers qui paraissaient dans la
plus grande inquiétude, et qui couraient çà et là comme des hommes
égarés qui cherchent ce qu’ils ont perdu de plus précieux. « Jeune
homme, lui dit le premier eunuque, n’avez-vous point vu le chien de la
reine ? » Zadig répondit modestement : « C’est une chienne, et non pas un
chien. – Vous avez raison, reprit le premier eunuque. – C’est une
épagneule très petite, ajouta Zadig ; elle a fait depuis peu des chiens ; elle
boite du pied gauche de devant, et elle a les oreilles très longues. – Vous
l’avez donc vue ? dit le premier eunuque tout essoufflé. – Non, répondit
Zadig, je ne l’ai jamais vue, et je n’ai jamais su si la reine avait une
chienne. »
Précisément dans le même temps, par une bizarrerie ordinaire de la
fortune, le plus beau cheval de l’écurie du roi s’était échappé des mains
d’un palefrenier dans les plaines de Babylone. Le grand veneur et tous les
autres officiers couraient après lui avec autant d’inquiétude que le
premier eunuque après la chienne. Le grand veneur s’adressa à Zadig, et
lui demanda s’il n’avait point vu passer le cheval du roi. « C’est, répondit
Zadig, le cheval qui galope le mieux ; il a cinq pieds de haut, le sabot fort
petit ; il porte une queue de trois pieds et demi de long ; les bossettes de
son mors sont d’or à vingttrois carats ; ses fers sont d’argent à onze
deniers.
– Quel chemin a-t-il pris ? Où est-il ? demanda le grand veneur. – Je ne
l’ai point vu, répondit Zadig, et je n’en ai jamais entendu parler. »
Le grand veneur et le premier eunuque ne doutèrent pas que Zadig n’eût
volé le cheval du roi et la chienne de la reine”. (Voltaire, 2015: 18-19)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zadig memiliki kecerdasan yang luar

biasa. Ia bisa menebak tanpa melihatnya. Akan tetapi, kemalangan menimpanya

diakibatkan kecerdasannya ini. Setelah Zadig menjelaskan bagaimana caranya ia

bisa mengetahui jenis-jenis dari hewan tersebut tanpa melihatnya. Akhirnya, para

hakim mengakui kecerdasan yang dimiliki Zadig. Hal ini terdapat dalam kutipan

sebagai berikut:

“Para hakim mengagumi tajam dan cerdasnya penjelasan Zadig dan kabar
mengenai kecerdasan Zadig pun terdengar di telinga Baginda Raja dan
38

Ratu.” (Voltaire, 2019:22)

Artinya:

“Tous les juges admirèrent le profond et subtil discernement de Zadig ; la


nouvelle en vint jusqu’au roi et à la reine.” (Voltaire, 2015: 22)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zadig kembali dipuja-puji dengan

kepintarannya. Ketika ia telah diusir dari wilayahnya yaitu Babilonia, kini ia harus

terpontang-panting menyelamatkan diri. Ia pun telah sampai di kota Mesir. Ketika

sesampainya di kota Mesir, karena kebaikan hatinya, ia kembali mengalami

kemalangan nasib. Kemalangan nasibnya yaitu ia dihukum karena telah bersalah,

walaupun kendatinya Zadig hanya membela diri. Ia dijadikan seorang budak di

kota Mesir, sungguh malang pria ini. Akan tetapi, ketika ia menjadi budak oleh

saudagar kaya dan berhati baik. Ia kembali dipuji karena kepintarannya dalam

menyelesaikan masalah. Hal tersebut terdapat dalam kutipan sebagai berikut:

“Zadig menyebutkan nama si Yahudi di pengadilan, dan kepada hakim ia


berkata: ‘O Telinga keadilan, hamba dating atas nama Tuan hamba, untuk
menagih utang sebesar lima ratus ons perak yang si pengutang tidak mau
bayar’
‘Kau punya saksi’ kata si hakim.
“Tidak, mereka berdua sudah mati, tapi masih ada sebongkah batu besar di
mana perak itu dihitung dan bila Yang Mulia berkenan, hamba mohon Yang
Mulia sudi bila hamba mengutus orang untuk mengambil batu tersebut.
hamba harap batu itu bisa menjadi saksi. Hamba dan si pengutang akan
menunggu batu tersebut dating. Tuan hamba Setok, akan membayar orang
itu mengambil batu tersebut.
‘Setelah beberapa lama, ia menoleh kepada Zadig: ‘Jadi,’ katanya ‘batumu
belum sampai’
Si Yahudi, sambil tertawa kecil, berkata: ‘Yang Mulia, ditunggu sampai
besok pun mungkin batu itu belum akan sampai, tempat itu berjarak lebih
dari enam mil dari sini, dan mungkin dibutuhkan lima belas orang untuk
mengangkat batu itu’
‘Na’, kata Zadig ‘seperti hamba bilang, batu itu bisa dijadikan saksi, karena
pria ini tahu di mana letaknya dengan begitu, ia telah mengetahui bahwa di
sanalah perak itu dihitung ’Si Yahudi bingung dan terpaksa mengakui
semuanya.” (Voltaire, 2019:69-70)
39

Artinya:

“»En effet il cita l’Hébreu au tribunal, et il parla ainsi au juge : « Oreiller


du trône d’équité, je viens redemander à cet homme, au nom de mon
maître, cinq cents onces d’argent qu’il ne veut pas rendre. – Avez-vous des
témoins ? dit le juge. – Non, ils sont morts ; mais il reste une large pierre
sur laquelle l’argent fut compté ; et s’il plaît à votre grandeur d’ordonner
qu’on aille chercher la pierre, j’espère qu’elle portera témoignage ; nous
resterons ici, l’Hébreu et moi, en attendant que la pierre vienne ; je
l’enverrai chercher aux dépens de Sétoc, mon maître. – Très volontiers,
répondit le juge » ; et il se mit à expédier d’autres affaires. À la fin de
l’audience : « Eh bien ! dit-il à Zadig, votre pierre n’est pas encore
venue ? » L’Hébreu, en riant, répondit : « Votre Grandeur resterait ici
jusqu’à demain que la pierre ne serait pas encore arrivée ; elle est à plus
de six milles d’ici, et il faudrait quinze hommes pour la remuer. – Eh
bien ! s’écria Zadig, je vous avais bien dit que la pierre porterait
témoignage ; puisque cet homme sait où elle est, il avoue donc que c’est
sur elle que l’argent fut compté. » L’Hébreu, déconcerté, fut bientôt
contraint de tout avouer.” (Voltaire, 2015: 66-67)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zadig memang memiliki kecerdasan

yang sangat tak terduga. Ia mampu mengelabui seseorang dengan kebohongannya

untuk mengutarakan kejujuran. Kecerdasan ini memang sungguh dikagumi. Zadig

dengan keistimewaannya dijadikan sahabat oleh Raja Sarendib. Raja Sarendib

kemudian mulai mengutarakan kegunda gulananya terkait bendaharanya yang

suka menipu dan merampok. Sang Raja Sarendib bingung dan ingin mencari

seorang bendahara yang jujur. Akhirnya ia teringat akan keistimewaan Zadig, dan

meminta saran kepada Zadig terkait gunda gulananya ini. Hal ini terdapat dalam

kutipan sebagai berikut:

“Apakah kau tahu cara menemukan bendaharawan yang tidak akan mencuri
uangku?’
‘Tentu saja’, jawab Zadig, ‘hamba tahu satu cara sempurna yang akan
membantu Baginda menemukan orang yang bersih’
‘Zadig bicara dengan begitu percaya diri, sampai-sampai Sang Raja percaya
kalau ia mempunyai semacam kemampuan gaib dalam perkara memilih
bendaharawan’
‘Bila baginda berkenan, hamba akan mengadakan sayembara menari, dan
40

hamba jamin Baginda akan mengerti rahasia hamba adalah sesuatu yang
sangat sederhana. kata Zadig’
‘Hari itu juga, Zadig mengumumkan, atas nama raja, bahwa semua yang
ingin menjadi bendaharawan Raja harus datang ke aula istana, dengan
memakai pakaian yang tipis serta ringan dan terbuat dari sutra pada hari
pertama bulan Buaya. Enam puluh empat orang datang.’
‘Sang Raja menaruh seluruh hartanya di koridor itu. Ketika semua calon
memasuki aula, Baginda Raja memerintahkan mereka untuk menari. Para
calon pun menari dengan sangat tidak gemulai, kepala mereka semua
tertunduk, punggung mereka membungkuk, dan tangan mereka masuk ke
kantong celana mereka. ‘Hha! Dasar pencuri’ kata Zadig lirih. Hanya satu
orang diantara para calon itu yang menari dengan lemah gemulai, kepala
tegak, tatap mata yakin, tangan melintang, dan kantong celana kosong. “Ah!
Orang jujur! Orang baik!’ kata Zadig. Sang raja memeluk penari yang
tangkas itu, menunjuknya sebagai bendaharawan negara’ (Voltaire: 93-95)

Artinya:

“ne sauriez-vous pas le moyen de me faire trouver un trésorier qui ne me


vole point ?”
“Assurément, répondit Zadig, je sais une façon infaillible de vous donner
un homme qui ait les mains nettes.”
“Zadig parlait avec tant de confiance, que le roi crut qu’il avait quelque
secret surnaturel pour connaître les financiers.”
“si Votre Majesté veut me laisser faire l’épreuve que je lui propose, elle
sera bien convaincue que mon secret est la chose la plus simple et la plus
aisée. Dit Zadig”
“Le jour même il fit publier, au nom du roi, que tous ceux qui
prétendaient à l’emploi de haut receveur des deniers de Sa gracieuse
Majesté Nabussan, fils de Nussanab, eussent à se rendre, en habits de soie
légère, le premier de la lune du Crocodile, dans l’antichambre du roi. Ils
s’y rendirent au nombre de soixante et quatre.”
“Le roi, qui avait le mot, avait étalé tous ses trésors dans cette galerie.
Lorsque tous les prétendants furent arrivés dans le salon, Sa Majesté
ordonna qu’on les fît danser. Jamais on ne dansa plus pesamment et avec
moins de grâce, ils avaient tous la tête baissée, les reins courbés, les mains
collées à leurs côtés ? « Quels fripons ! » disait tout bas Zadig.Un seul
d’entre eux formait des pas avec agilité, la tête haute, le regard assuré, les
bras étendus, le corps droit, le jarret ferme. « Ah ! l’honnête homme ! le
brave homme ! » disait Zadig. Le roi embrassa ce bon danseur, le déclara
trésorier, et tous les autres furent punis et taxés avec la plus grande justice
du monde.” (Voltaire, 2015: 137-139)

Dari beberapa kutipan di atas dapat dibuktikan bahwa memang Zadig

memiliki kecerdasan yang luar biasa. Kecerdasannya ini ia dapatkan dari


41

kegigihannya untuk selalu belajar dan mencari ilmu.

4.2 Ego
Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk

menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan

memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat

diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak

sadar.

4.2.1 Tidak Setia

Aspek Ego pertama yang ditemukan dalam roman yaitu karakter seorang

pemuda yang tidak setia kepada baginda raja. Tidaksetiaan yang dilakukan Zadig

kepada baginda raja dilakukan adalah ketika Zadig mulai mengikuti egonya untuk

berpaling dari baginda raja yang selama ini telah merawatnya. Zadig secara sadar

mengetahui bahwa rasa cintanya kepada Ratu mulai tumbuh dan berkembang.

Awalnya Zadig memikirkan bahwa apa yang ia rasakan bisa ia tepis dan bisa ia

hindari. Zadig berpikir bahwa apa yang dirasakan ini hanya karena baginda Ratu

sangat baik kepadanya. Jadi, perasaan itu awalnya dipikir hanya sebuah dambaan

saja. Akan tetapi, lama-kelamaan Zadig sudah tidak bisa menahannya. Hal ini

dapat dibuktikan dalam kutipan sebagai beriku:

“Namun, pada akhirnya, pengabdian, rasa terima kasih, dan kebangsawan


Baginda Ratu menjadi momok di hadapan Zadig: ia bertarung melawan rasa
cintanya dan menang, tapi kemenangan itu harus ia bayar dengan rintih dan
tangis. Ia tidak lagi berani bicara pada Baginda Ratu dengan kebebasan yang
sebelumnya membuat mereka berdua saling terpikat: matanya kini tertutup
oleh awan; kata-katanya terbatasi dan susah dimengerti: ia tundukkan
kepalanya, dan ketika ia gagal menjauhkan pandangan matanya dari Astarte,
ia menatap mata seorang ratu yang berlinang air mata, tapi juga
memancarkan cinta; mereka berdua seolah sama-sama mengatakan; ’Kita
saling mengagumi, tapi kita tak bisa saling mencintai. Kita berdua sama-
42

sama terbakar oleh api cinta yang kita kutuk.” (Voltaire: 52-53)

Artinya:

“La familiarité d’Astarté, ses discours tendres, dont elle commençait à


rougir, ses regards, qu’elle voulait détourner, et qui se fixaient sur les
siens, allumèrent dans le cœur de Zadig un feu dont il s’étonna. Il
combattit ; il appela à son secours la philosophie, qui l’avait toujours
secouru ; il n’en tira que des lumières, et n’en reçut aucun soulagement.
Le devoir, la reconnaissance, la majesté souveraine violée, se présentaient
à ses yeux comme des dieux vengeurs ; il combattait, il triomphait ; mais
cette victoire, qu’il fallait remporter à tout moment, lui coûtait des
gémissements et des larmes. Il n’osait plus parler à la reine avec cette
douce liberté qui avait eu tant de charmes pour tous deux : ses yeux se
couvraient d’un nuage ; ses discours étaient contraints et sans suite ; il
baissait la vue, et quand, malgré lui, ses regards se tournaient vers
Astarté, ils rencontraient ceux de la reine mouillés de pleurs, dont il
partait des traits de flamme ; ils semblaient se dire l’un à l’autre : « Nous
nous adorons, et nous craignons de nous aimer ; nous brûlons tous deux
d’un feu que nous condamnons. »” (Voltaire, 2015: 50-51)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zadig mulai merasa cemas dan

khawatir. Karena orang yang ia khianati ini adalah seorang yang telah

memberinya makan. Zadig merupakan orang kepercayaan baginda Raja. Jadi bisa

dibayangkan akan betapa marahnya sang Raja jika mengetahui hal tersebut. Zadig

tau persis bagaimana karakter sang Raja yaitu baginda Raja mempercayai apa saja

yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri dan sang Raja merupakan orang yang

sangat pencemburu. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

“Zadig terhanyut dalam lamunannya akan betapa marahnya sang Raja


apabila mengetahui tentang semua ini. Baginda Raja memercayai apa saja
yang ia lihat dengan mata kepala sendiri. Tampaknya ia menyadari bahwa
sepatu istrinya bewarna biru seperti sepatu Zadig dan bahwa pita rambut
istrinya bewarna kuning sama seperti topi Zadig bagi sang Raja, hal itu
adalah sebuah pertanda akan sesuatu. Kecurigaan di kepalanya berubah
menjadi keyakinan di hatinya yang getir.” (Voltaire:54-55)

Artinya:

“il tantôt si interdite, quand elle lui parlait en présence du roi ; une
rêverie si profonde s’emparait d’elle quand il était sorti, que le roi fut
43

troublé. Il crut tout ce qu’il voyait, et imagina tout ce qu’il ne voyait point.
Il remarqua surtout que les babouches de sa femme étaient bleues, et que
les babouches de Zadig étaient bleues, que les rubans de sa femme étaient
jaunes, et que le bonnet de Zadig était jaune ; c’étaient là de terribles
indices pour un prince délicat. Les soupçons se tournèrent en certitude
dans son esprit aigri.” (Voltaire, 2015: 52-53)

Beberapa kutipan di atas merupakan bukti bahwa kebaikan hati yang ada di

dalam diri Zadig yang merupakan aspek Id berubah menjadi pengkhianat

dikarenakan nafsu/hasrat mulai mendorongnya. Aspek ini merupakan ego yang

menjadi penggerak Zadig melakukan pengkhianatan. Zadig yang dikenal sebagai

orang yang memiliki kebaikan hati tak disangka melakukan sesuatu hal yang

buruk. Akan tetapi faktor ego disini yang membuat Zadig terhanyut yaitu

perasaannya yang muncul kepada wanita yang telah bersuami. Terlebih lagi

wanita yang didambakan merupakan istri dari orang yang sangat percaya kepada

Zadig.

4.2.2 Pejuang

Zadig merupakan lelaki yang memiliki paras yang tampan dan gagah.

Semua wanita di Babilonia mendambahkan Zadig untuk menjadi pangeran

mereka. Akan tetapi, Zadig bukan orang yang sembarangan. Zadig tidak terbuai

dengan semua itu. Walapun ia didamba-dambakan oleh para kaum wanita, itu

tidak menjadikannya tamak dan sombong. Zadig merupakan sosok yang sangat

baik dan memiliki hati yang tulus dan mulia. Hal ini dapat dibuktikan pada

kutipan sebagai berikut:

“Zadig tidak membangga-banggakan dirinya karena telah berhasil


merendahkan dan menundukan wanita”
“Zadig dengan hartanya yang berlimpah dan oleh karena itu dengan teman-
temannya, dengan kesehatannya, dengan wajah tampannya, dengan sifatnya
44

yang baik dan bijak, dengan hatinya yang tulus dan mulia, percaya bahwa ia
bisa hidup bahagia.” (Voltaire, 2019: 8-9)

Artinya:

“Zadig surtout ne se vantait pas de mépriser les femmes et de les subjuguer. Il


était généreux”
“Zadig, avec de grandes richesses, et par conséquent avec des amis, ayant
de la santé, une figure aimable, un esprit juste et modéré, un cœur sincère
et noble, crut qu’il pouvait être heureux.” (Voltaire, 2015: 8-9)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zadig dengan semua kelebihannya itu

meyakini bahwa ia bisa hidup bahagia suatu hari nanti. Zadig akan menikahi gadis

cantik yang memiliki latar belakang tak jauh berbeda dari Zadig yaitu Semira.

Zadig sangat menyayangi Semira dengan setulus hati begitu juga sebaliknya.

Aspek id yang sudah diperlihatkan Zadig membuat ia mempunyai ambisi untuk

mempertahankan gadisnya. Akan tetapi, aspek ego mendukung Zadig untuk

memperjuangkan cintanya. Perjalanan kisah cinta antara Zadig dan Semira tak

semulus latar belakang mereka. Pada suatu ketika ada seorang pemuda yang

berusaha merebut Semira dari Zadig. Orkan merupakan sosok lelaki yang sangat

mendambakan Semira, sehingga ia tidak rela Semira dimiliki oleh orang lain. Ego

disini mulai menguasai Zadig. Hasrat yang begitu besar untuk menyelamatkan

sang kekasih begitu besar sehingga tak sadar dirinya pun terluka begitu sadis. Hal

ini dapat dibuktikan pada kutipan sebagai berikut:

“Kemarahan mulai menyulut seorang pemuda yang mampu menundukan


harimau-harimau dari gunung Imaus hanya dengan kehadirannya saja.
Semira menikam langit dengan erangannya”.
“Ia sama sekali tidak memikirkan bahaya mengincar dirinya, ia hanya
mengkhawatirkan keselamata Zadig. Sementara itu, Zadig melindunginya
dengan seluruh kekuatan yang diberikan oleh cinta dan keberaniannya.
Hanya dengan bantuan dua orang budak, Zadig berhasil mengusir para
penculik itu, dan mengantar pulang Semira yang berdarah dan tak sadarkan
diri, yang menatap wajah pahlawannya begitu ia membuka mata.”
45

“Sementara luka Zadig lebih para, Sembilan panah yang menancap di dekat
matanya meninggalkan sebuah luka yang dalam.” (Voltaire, 2019: 9-10)

Artinya:

“dans les emportements de leur violence ils la blessèrent, et firent couler


le sang d’une personne dont la vue aurait attendri les tigres du mont
Imaüs. Elle perçait le ciel de ses plaintes.”
“» Elle n’était point occupée de son danger ; elle ne pensait qu’à son cher
Zadig. Celui-ci, dans le même temps, la défendait avec toute la force que
donnent la valeur et l’amour. Aidé seulement de deux esclaves, il mit les
ravisseurs en fuite, et ramena chez elle Sémire évanouie et sanglante, qui
en ouvrant les yeux vit son libérateur.”
“Zadig était blessé plus dangereusement ; un coup de flèche reçu près de
l’œil lui avait fait une plaie profonde.” (Voltaire: 2015: 10-11)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa aspek ego yang dimiliki oleh Zadig

semakin memuncak ketika mendengar suara erangan sang kekasih. Ia tak sanggup

melihat dan menyaksikan kekasihnya disakiti oleh orang lain. Ego pun

membangkitkan semangat perjuangan untuk memperjuangkan keselamatan sang

kekasih hingga dirinya berakhir dengan mata yang terluka dan tak akan kunjung

sembuh.

4.2.3 Keramah-Tamahan

Aspek id yang terhubung dengan kepribadian tokoh Zadig yaitu keremah-

tamahan adalah budi pekerti yang baik dan rendah hati. Aspek id inilah kemudian

berkembang dikarenakan hadirnya ego di dalam dirinya membuat aspek id ini

merupakan sumber untuk membuat egonya kemudian menggerakan dirinya.

Kebaikan hati dan kerendahan hati yang dimiliki Zadig membuat ia hidup dengan

tenang. Walaupun banyak sekali orang yang berusaha menjatuhkannya, tapi ia

selalu membalasnya dengan kebaikan hati pula. Ketika si Pedengki yaitu

Arimazes memiliki rasa iri terhadap Zadig yang dikenal dengan panggilan si
46

Bahagia. Kedengkiannya terhadap Zadig tidak memiliki alasan yang jelas. Zadig

dan Arimazes merupakan tetangga, sehingga Arimazes sering melihat kehidupan

dari Zadig dan mulai merasa iri dan cemburu dengan hidup Zadig. Hal ini dapat

dilihat dalam kutipan sebagai berikut :

“Dirumah yang terletak berseberang rumah Zadig, tinggal Arimazes,


seorang pria dengan kekejamannya tergambar di wajah jeleknya”
“Suara kereta kuda yang masuk ke halaman rumah Zadig di malam hari
membuatnya marah. Ia beberapa kali berkunjung ke rumah Zadig tanpa
diundang, di sana ia merusak kesenangan semua orang, sebagaimana seekor
harpi, andai ia benar-benar ada, memperbusuk daging yang disentuhnya”
“Suatu hari yang lain, ketika ia sedang berbincang dengan Zadig di istana,
seorang menteri mengundang Zadig makan malam, namun tidak
mengundang Arimazes. Sering terjadi bahwa kebencian paling besar justru
didasari oleh alasan yang sangat remeh. Arimazes, yang terkenal sebagai si
Pendengki di Babilonia, ingin menghancurkan hidup Zadig, yang terkenal si
Bahagia”
“Si Pedengki yang masih berada di taman mencari kedua potongan tablet
itu, dan kemudian menemukan satu potongan. Potongan yang ditemukannya
itu terbelah sedemikian rupa, hingga tiap bagian dari sajak itu mempunyai
arti tersendiri, dan bahkan bisa diartikan sebagai sajak yang utuh. Dan
karena suatu kebetulan yang luar biasa, sajak itu mempunyai makna yang
mengandung hinaan yang sangat nista bagi Baginda Raja. Si Pendengki
untuk pertama kali dalam hidupnya merasakan kebahagiaan.” (Voltaire,
2019: 28-30)

Artinya:

“Vis-à-vis sa maison demeurait Arimaze, personnage dont la méchante


âme était peinte sur sa grossière physionomie.”
“Le bruit des chars qui entraient le soir chez Zadig l’importunait, le bruit
de ses louanges l’irritait davantage. Il allait quelquefois chez Zadig, et se
mettait à table sans être prié : il y corrompait toute la joie de la société,
comme on dit que les harpies infectent les viandes qu’elles touchent.”
“Un autre jour, causant avec lui dans le palais, ils abordèrent un ministre
qui pria Zadig à souper, et ne pria point Arimaze. Les plus implacables
haines n’ont pas souvent des fondements plus importants. Cet homme,
qu’on appelait l’envieux dans Babylone, voulut perdre Zadig, parce qu’on
l’appelait l’heureux.”
“L’envieux, qui resta dans le jardin, chercha tant, qu’il trouva un
morceau de la feuille. Elle avait été tellement rompue que chaque moitié
de vers qui remplissait la ligne faisait un sens, et même un vers d’une plus
petite mesure ; mais, par un hasard encore plus étrange, ces petits vers se
47

trouvaient former un sens qui contenait les injures les plus horribles
contre le roi, L’envieux fut heureux pour la première fois de sa vie.”
(Voltaire, 2015: 26-28)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa si Pendengki memiliki rasa iri yang

sangat besar kepada Zadig. Sajak Zadig yang ia tuliskan dalam tablet yang

sesungguhnya berisi pujian terhadap Baginda Raja itu terbela menjadi dua.

Arimazes yang dengan ketangkasannya ingin menghancurkan Zadig, ia pun

menunggu di taman dan mulai mencari tablet yang terpotong itu. Keberuntungan

seolah berpihak kepada si Pendengki ini. Akhirnya Pendengki ini mengambil dan

melihat kepingan tablet itu dan membawahnya ke hadapan baginda Raja.

Kepingan yang ditemukan oleh Arimazes seolah-olah merupakan sajak yang

buruk dimana isinya merupakan penghinaan kepada Baginda Raja. Oleh karena

itu Zadig dihukum oleh baginda Raja yaitu seluruh kekayaannya dibagi dimana

Arimazes mendapatkan seperempat hartanya dan sisanya yaitu tiga perempat

dirampas oleh Baginda Raja. Zadig dengan kebaikan hati dan kerendahan hatinya

tak memiliki rasa dendam sama sekali. Karena menurutnya sajak yang ia tulis

sesungguhnya merupakan pujaan kepada Baginda Raja. Zadig sudah siap

menerima hukuman mati. Setelah beberapa saat kemudian sebutir buah persik

seolah menjadi penunjuk untuk membuka kebenaran. Buah persik itu jatuh tepat

di atas potongan tablet zadig yang satunya, dan menempel di sana. Si burung nuri

mengambil buah persik itu beserta potongannya sehingga disatukannya potokan

tablet itu, dan pada akhirnya sajak Zadigpun terbaca dengan jelas. Bahwa

sesungguhnya sajak yang dituliskan oleh Zadig itu merupakan pujian untuk

Baginda Raja. Zadig dengan aspek idnya tetap meminta maaf kepada Baginda
48

Raja walaupun kendatinya ia tak berbuat demikian. Hal tersebut dapat dibuktikan

pada kutipan berikut:

“Baginda Raja memerintahkan agar Zadig di bawah ke hadapannya, dan


agar kedua temannya dan si perempuan dibebaskan dari penjara. Zadig
bersujud di depan raja dan ratunya, ia meminta maaf sebesar-besarnta
karena telah menulis sajak yang keterlaluan jeleknya, ia bicara dengan amat
sopan, bersemangat, dan cerdas sehingga Baginda Raja dan Ratu ingin
berjumpa lagi dengannya.”
“Baginda raja lalu memerintahkan agar Zadig diberi seluruh harta kekayaan
si Pedengki, yang telah menfitnah Zadig, tapi Zadig mengembalikan seluruh
harta kekayaan itu.” (Voltaire, 2019:32)

Artinya:

“Le roi ordonna aussitôt qu’on fît venir Zadig devant lui, et qu’on fît
sortir de prison ses deux amis et la belle dame. Zadig se jeta le visage
contre terre aux pieds du roi et de la reine : il leur demanda très
humblement pardon d’avoir fait de mauvais vers ; il parla avec tant de
grâce, d’esprit, et de raison, que le roi et la reine voulurent le revoir.”
“On lui donna tous les biens de l’envieux, qui l’avait injustement accusé :
mais Zadig les rendit tous.” (Voltaire, 2015: 31)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa aspek id yang ada mendorong ia untuk

melakukan hal yang baik, walaupun ia telah dijahati oleh si Pedengki. Egonya

menguasai pikirannya dan menguatkan Zadig untuk tetap berbuat baik dan selalu

rendah hati. Karena aspek id yang didorong oleh ego sehingga terbentuklah

kepribadiaan yaitu keramah-tamahan.

4.2.4 Penolong

Dari beberapa aspek id yang terdapat pada kepribadian Zadig.

Terbentuklah aspek ego berikutnya yaitu penolong. Sikap penolong ini timbul

karena adanya sifat-sifat yang mendasar dari diri Zadig ini. Kebaikan hatinya,

kerendahan hatinya, kepintarannya, dll. Mendorong aspek ego keluar yaitu

penolong. Didukung dengan situasi yang mencekam sehingga ego ini menguasai
49

diri Zadig dan timbulah tindakan tolong-menolong ini. Zadig yang sedang

berjalan di kota Mesir, karena ia telah diusir dai Babilonia menemukan sosok

seorang perempuan yang menjerit meminta pertolongan. Zadig melihat dengan

kedua matanya wanita itu berlinang air mata dan seolah-olah meminta

pertolongan kepada langit dan bumi. Hal ini terdapat dalam kutipan sebagai

berikut:

“Zadig berjalan-jalan di taman-taman yang berada di pinggir kota itu. Tak


jauh dari jalan utama, ia melihat seorang wanita berlinang air mata yang
meminta tolong pada langit dan bumi, dan seorang pria marah yang
mengejarnya. Wanita itu tertangkat, dan kemudian memeluk kaki pria itu.
Pria itu memukuli dan menghardik wanita itu. Dari kemarahan pria itu, dan
bagaimaan wanita mengulang-ulang permintaan maafnya, Zadig dapat
menyimpulkan bahwa pria itu sedang cemburu, dan bahwa wanita itu telah
jatuh hati pada pria lain”
“Tolong’ jeritnya pada Zadig sambal menangis. ‘Selamatkan aku dari
tangan pria kejam ini, selamatkan hidupku!”
“Kemudian Zadig berlari dan menempatkan dirinya di antara wanita dan
pria itu. ‘Kalau Tuan masih punya rasa kemanusiaan, hamba mohon
hormatilah kecantikan dan kelemahan wanita ini. Kenapa Tuan
menghinakan adikarya Tuhan yang bersimbah air mata di kaki Tuan, dan
hanya bisa melawan dengan air matanya?”
“Ah’ kata pria itu. ‘Kau juga mencintainya? Berarti kaulah yang harus
kuhajar” (Voltaire, 2019: 60-61)

Artinya:

“Zadig cependant se promenait vers les jardins qui bordaient ce village. Il


vit, non loin du grand chemin, une femme éplorée qui appelait le ciel et la
terre à son secours, et un homme furieux qui la suivait. Elle était déjà
atteinte par lui, elle embrassait ses genoux. Cet homme l’accablait de
coups et de reproches. Il jugea, à la violence de l’Égyptien et aux pardons
réitérés que lui demandait la dame, que l’un était un jaloux, et l’autre une
infidèle ; mais quand il eut considéré cette femme.”
“« Secourezmoi, s’écria-t-elle à Zadig avec des sanglots : tirez-moi des
mains du plus barbare des hommes, sauvez-moi la vie !”
“À ces cris, Zadig courut se jeter entre elle et ce barbare. Il avait quelque
connaissance de la langue égyptienne. Il lui dit en cette langue : « Si vous
avez quelque humanité, je vous conjure de respecter la beauté et la
faiblesse. Pouvez-vous outrager ainsi un chef-d’œuvre de la nature, qui
est à vos pieds, et qui n’a pour sa défense que des larmes ?”
50

“ Ah ! ah !lui dit cet emporté, tu l’aimes donc aussi ! et c’est de toi qu’il
faut que je me venge.” (Voltaire, 2015: 58-59)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zadig yang sedang melakukan

perjalanan dengan hati yang sangat kecewa dan renungan yang menguasai

otaknya, terdorong egonya dikarenakan id yang ia miliki yaitu baik hati, rendah

hati, tulus, dll sehingga ia terdorong untuk menolong sorang wanita yang dalam

keadaan bahaya. Zadig tak menyangka, ia hanya ingin menolong wanita itu,

malah ia harus berakhir dengan melakukan penyerangan dikarenakan lelaki

tersebut terkuasai oleh emosinya dan mengira Zadig merupakan selingkuhan

perempuan itu. Zadig tak bisa mengelak dari perkelahian itu, ia akhirnya

bertarung melawan lelaki tak dikenalnya itu. Ia tetap menggunakan aspek id yaitu

kebaikan hati, kepintarannya untuk mengatur siasat dalam melawan lelaki ini. Hal

tersebut terdapat dalam kutipan sebagai berikut:

“Zadig bertarung sebagai seorang pria yang mengendalikan tangan dengan


kepalanya, sementara pria itu bertarung sebagai seorang pria yang
gerakannya dikendalikan oleh kemarahan. Zadig maju dan berhasil
menjauhkan pria itu, pria itu semakin menjadi marah dan melempar
badannya ke arah Zadig, namun Zadig mencengkramnya menjatuhkannya,
dan menekan badannya ke tanah sambil menodongkan pedang di dekat
dadanya. Zadig berjanji untuk tidak mencabut nyawanya apabila ia berhenti
melawan. Namun, kemarahan pria itu justru semakin menjadi, dan
kemudian ia menghunus pisau belatihnya, justru ketika Zadig mulai berpikir
untuk memaafkannya, ia melukai Zadig dengan pisau belatihnya. Zadig
geram, dan menghujamkan pedangnya kepada pria itu. Pria itu mengerang
kesakitan, kemudian mati menggelepar”
“Zadig berkata ‘Dia memaksa hamba membunuhnya. Dia itu manusia
terkejam yang pernah hamba temui. Untungnya hamba masih bisa
menyelamatkan Nyonya darinya.” (Voltaire, 2019: 62)

Artinya:

“Celui-ci se battait en homme dont la tête conduisait le bras, et celui-là


comme un emporté dont une colère aveugle guidait les mouvements au
hasard. Zadig passe à lui, et le désarme ; et tandis que l’Égyptien, devenu
plus furieux, veut se jeter sur lui, il le saisit, le presse, le fait tomber en lui
51

tenant l’épée sur la poitrine ; il lui offre de lui donner la vie. L’Égyptien
hors de lui tire son poignard ; il en blesse Zadig dans le temps même que
le vainqueur lui pardonnait. Zadig, indigné, lui plonge son épée dans le
sein. L’Égyptien jette un cri horrible, et meurt en se débattant.”
“Zadig alors s’avança vers la dame, et lui dit d’une voix soumise : « Il
m’a forcé de le tuer : je vous ai vengée ; vous êtes délivrée de l’homme le
plus violent que j’aie jamais vu.” (Voltaire, 2015: 59-60)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zadig di dalam peperangan tersebut,

masih bisa memikirkan untuk bisa memaafkan pria tersebut. Akan tetapi, Zadig

mulai mengikuti egonya dan meladeni pria tersebut dengan ketangkasannya. Ia

sebenarnya tak memiliki niat untuk membunuhnya. Ia hanya ingin

menyelamatkan wanita itu. Akan tetapi, pria itu mulai melayangkan pedangnya

kepada Zadig, dan ego Zadig untuk mempertahankan dirinya pun sangat kuat.

Karena, Zadig hanya memiliki niat yang baik yaitu menyelamatkan perempuan

tersebut. Dalam keadaan terpaksa Zadig melayangkan pedangnya dan membunuh

pria itu.

Suatu hari, dalam perjalanannya Zadig bertemu dengan seorang nelayan

yang hendak mengakhiri hidupnya di sungai. Kebaikan hatinya mendorong ia

ingin menolong sang nelayan tersebut. Ego yang dimiliki Zadig yaitu menolong

sang nelayan semakin besar karena melihat kondisi dari sang nelayan. Hal ini

terdapat dalam kutipan sebagai berikut:

“Sambil berkata demikian, ia bangkit berdiri, melangkah maju, dan bersiap


mengakhiri hidupnya dengan menenggelamkan dirinya di sungai. Hasratnya
untuk menyelamatkan si nelayan cepatnya sengan kemunculan pikiran itu.
Zadig pun berlari ke arahnya dan menghentikannya, dan menanyainya
dengan nada halus dan menghibur.” (Voltaire, 2019: 110)

Artinya:

“» En disant ces mots il se lève, et s’avance dans l’attitude d’un homme


qui allait se précipiter et finir sa vie.En disant ces mots il se lève, et
52

s’avance dans l’attitude d’un homme qui allait se précipiter et finir sa vie.
L’ardeur de sauver la vie au pêcheur fut aussi prompte que cette
réflexion. Il court à lui, il l’arrête, il l’interroge d’un air attendri et
consolant.” (Voltaire, 2015: 90-91)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa sungguh mulia hati Zadig yang begitu

tanggas dan cepat menyelamatkan sang nelayan dan kembali menghibur sang

nelayan dengan kesedihan hatinya. Zadig memiliki kebaikan hati yang mendorong

ia untuk mempunyai ego yang dapat menolong orang lain.

4.3 Superego
Superego adalah suatu gambaran kesadaran akan nilai-nilai dan moral

masyarakat yang ditanam oleh adat-istiadat, agama, orangtua, dan lingkungan.

Pada dasarnya Superego adalah hati nurani, jadi Superego memberikan pedoman

untuk membuat penilaian, baik yang benar atau yang salah.

4.3.1 Bijak

Setelah dianalisi aspek id, ego, maka akan berlanjut pada aspek superego.

Aspek id yang terdapat dalam kepribadian Zadig, kemudian berkembang menjadi

ego yang dihasilkan yaitu penghianat, penolong, dll, menimbulkan superego yang

dipengaruhi oleh keadaan sosial. Aspek superego yang terbentuk dari aspek id dan

ego yaitu bijak. Zadig merupakan pribadi yang baik, renda hati sehingga membuat

ego yang berkembang di dirinya juga menjadi penolong, keramah-tamahan,

hingga ketidaksetiaan yang dikarenakan hawa nafsu yang ingin mendapatkkan

cinta dari perempuan bersuami. Di dalam roman zadig digambarkan memiliki

aspek superego yang bijak. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:
53

“Ia bijak sekali, karena ia selalu berusaha untuk berkumpul dengan orang-
orang bijak.” (Voltaire, 2019: 8)

Artinya:

“Il était aussi sage qu’on peut l’être ; car il cherchait à vivre avec des
sages.” (Voltaire, 2015: 9)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zadig di awal cerita memang sudah

digambarkan memiliki kebijakan yang sangat dikagumi oleh masyarakat

Babilonia. Kebijakan ini terbentuk karena aspek id dan ego yang kemudian

bergabung dan membentuk superego yaitu bijak. Kebijakan seorang Zadig

membuat sang Raja mengangkatnya menjadi seorang perdana menteri. Sebelum

menjadi perdana menteri ia sudah berlaku bijak, apalagi ketika ia menjadi perdana

menteri Babilonia. Hal ini terdapat dalam kutipan sebagai berikut:

‘Ia menegakkan hukum di seluruh Babilonia, tanpa menonjolkan


marwahnya sama sekali. Ia tidak melawan kehendak majelis negara, dan ia
memperbolehkan setiap wazir berpendapat sebagaimana mestinya. Ketika ia
mempertimbangkan sebuah urusan, ia memakai pertimbangan berdasar
hukum, dan bukan berdasar keinginan pribadinya, ketika ada urusan yang
sangat besar dan berat, ia berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikan,
bahkan, bila hukum negara belum mempunyai aturan tentang suatu urusan,
sifat jujur dan adil Zadig sering membuat orang mengira bahwa ia adalah
titisan Zathustra” (Voltaire, 2019:38)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zadig seorang yang pintar dan

bijaksana. Kepintarannya, kebaikannya, kerendahan hatinya, selalu ia gunakan

untuk membantu orang dan membuat ia dikenal dengan orang yang bijak.

Kebijakan ini berdasarkan pada aspek id dan ego yang telah bergabung menjadi

satu. Zadig dengan kemalangannya ia tetap menjadi pribadinya dan tak sedikit

digoyahkan oleh keadaan. Ia selalu dipuja dan dipuji oleh masayarakat Babilonia

pada mas kedudukannya sebagai perdana menteri. Bukan hanya, masayarakatnya


54

saja bahkan para pendeta dan magi sekalipun. Hal ini terdapat dalam kutipan

sebagai berikut:

“seperti itulah setiap hari Zadig menunjukkan kecerdasan dan kebaikan


hatinya. Orang mengaguminya, tapi orang juga menyayanginya. Ia dianggap
sebagai manusia paling beruntung di Babilonia, dan namanya terkenal di
seluruh negeri, semua wanita mengincarnya, sifat adilnya dipuja semua
orang, para cendekiawan memandangnya sebagai seorang yang bijak, para
pendeta mengakui bahwa ia lebih mengerti perkara agama dari pada Yebor,
magi yang sudah tua dan berkedudukan tinggi.” (Voltaire, 2019:45)

Artinya:

“C’est ainsi que Zadig montrait tous les jours la subtilité de son génie et la
bonté de son âme ; on l’admirait, et cependant on l’aimait. Il passait pour
le plus fortuné de tous les hommes, tout l’empire était rempli de son nom ;
toutes les femmes le lorgnaient ; tous les citoyens célébraient sa justice ;
les savants le regardaient comme leur oracle ; les prêtres même avouaient
qu’il en savait plus que le vieux archimage Yébor.” (Voltaire. 2015: 43)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zadig merupakan orang yang istimewa

menurut warga Babilonia. Kenapa bisa begitu? Karena Zadig memiliki

kemampuan yang tak dimiliki oleh orang lain. Aspek idnya membawa ia selalu

dalam perbuatan yang baik. Ia mampu menyelesaikan persoalan apa saja yang

terjadi di babilonia. Suatu ketika, pada saat ia menjabat menjadi perdana menteri

di Babilonia, sudah ada perselisihan yang menurut warga Babilonia sudah tidak

mungkin terselesaikan. Karena permasalahan ini sudah ada sejak seribu lima ratus

tahun yang lalu. Orang sudah menganggap perselisihan ini menjadi hukum adat

Babilonia. Permasalahan ini merupakan permasalahan tradisi yang di mana

masayarakat terbagi menjadi dua kubuh yaitu Magi Jubah Puti dan Magi Jubah

Hitam. Pembagian kubuh ini yaitu ketika engkau memasuki kuil Mithra dengan

menginjakan kaki kiri terlebih dahulu, begitupun sebaliknya. Karena Zadig

merupakan perdana menteri yang sangat dicintai oleh masyarakat Babilonia,


55

ketika ia hendak ke kuil Mithra mereka menantikan kira-kira Zadig akan memihak

kepada siapa. Zadig dengan otaknya yang cerdas memiliki pandangan bahwa hal

itu bukan menjadi masalah akhirnya ia memunculkan kebijakannya, sehingga ia

masuk ke kuil Mathra dengan meloncat dan mendarat dengan dua kaki.

Masayarakat Babiloniapun bingung dan bertanya-tanya mengapa perdana menteri

melakukan hal tersebut. Akhirnya Zadig dengan kecerdasannya menjelaskan

maksud dan tujuannya. Setelah penjelasnnya selesai, maka berakhir pulala

perselisihan yang terjadi sejak seribu lima ratus tahun yang lalu. Hal ini terdapat

dalam kutipan sebagai berikut:

“Ia juga mengakhiri perselisihan antara Magi Jubah Putih dan Magi Jubah
Hitam. Magi Jubah Putih bersikeras bahwa sembayang menghadap timur
adalah dosa besar. Magi Jubah Hitam menegaskan bahwa Tuhan membenci
doa manusia yang sembayang menghadap barat. Zadig memutuskan bahwa
orang boleh bersembayang dengan menghadap ke mana saja.” (Voltaire,
2019: 47)

Artinya:

“Il termina aussi heureusement le grand procès entre les mages blancs et
les mages noirs. Les blancs soutenaient que c’était une impiété de se
tourner, en priant Dieu, vers l’orient d’hiver ; les noirs assuraient que
Dieu avait en horreur les prières des hommes qui se tournaient vers le
couchant d’été. Zadig ordonna qu’on se tournât comme on voudrait.”
(Voltaire, 2015: 45)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zadig sangat diagungkan di Babilonia.

Akan tetapi, kemalangan menimpanya. Ia menjadi perdana menteri yang baik hati

dan memiliki kecerdasan yang luar biasa sehingga ia dijuluki manusia yang

istimewa itupun hilang dan menjadikannya seorang yang hina karena egonya.

Aspek ego menguasai Zadig, Zadig semakin larut dalam cintanya kepada Ratu

istri Baginda Raja Astarte. Zadig awalnya tak merasakan cinta itu. Ia hanya
56

berperilaku baik saja kepada semuanya. Akan tetapi, kebaikan inilah disalah

artikan oleh Ratu. Zadigpun mulai merasahkan benih-benih cinta dan mengikuti

egonya. Kemuadian, ia diusir dari Babilonia karena perbuatannya itu. Egonya

mengantarnya pada penghianatan yang sangat dibenci oleh baginda Raja. Ketika

ia diusir dari Babilonia, Ia membawa satu orang budak yang sangat setia

menemaninya. Walaupun egonya membuat ia berkhianat, tapi tak membuat aspek

idnya dilupakan begitu saja. Ia sangat bijak dengan budaknya. Ia memiliki rasa

kasihan kepada budaknya. Hal ini terdapat dalam kutipan sebagai berikut:

“‘Kulihat’ kata Zadig, ‘kesialanku menular padamu. Semuanya menuntunku


ke sini dengan cara yang sangat aneh. Aku didenda karena dikira melihat
seekor anjing lewat, aku hampir disula karena perkara grifon, aku hampir
disiksa karena aku menulis sajak yang memuji. Baginda Raja: aku hampir
dibunuh Baginda Ratu mempunyai pita rambut bewarna kuning, dan aku
harus menjadi budak bersamamu karena seorang pria kejam memukuli
kekasihnya. Tapi, jangan berputus asa: semua ini akan berakhir.” (Voltaire,
2019: 67)

Artinya:

“Je vois, lui disait-il, que les malheurs de ma destinée se répandent sur la
tienne. Tout m’a tourné jusqu’ici d’une façon bien étrange. J’ai été
condamné à l’amende pour avoir vu passer une chienne, j’ai pensé être
empalé pour un griffon, j’ai été envoyé au supplice parce que j’avais fait
des vers à la louange du roi, j’ai été sur le point d’être étranglé parce que
la reine avait des rubans jaunes, et me voici esclave avec toi parce qu’un
brutal a battu sa maîtresse. Allons, ne perdons point courage, tout ceci
finira peut-être.” (Voltaire, 2015: 63-64)

Kutipan di atas menjelaskan kebijakan Zadig bukan hanya dari perilaku

saja. Ia mempunyai tutur kata yang bijak yang dapat menenangkan hati orang lain.

Kemudian, dalam perjalanannya Zadig bertemu dengan orang baik yang bernama

Setok. Menurut Setok Zadig orang yang memiliki id yang sangat baik. Sehingga,

ia menjadikan Zadig sebagai sahabatnya. Zadig sangat bijak dan mengajarkan


57

Setok berbagai hal. Setok menganggap bahwa Zadig merupakan budak yang

sangat berbeda dari yang lain. Pada akhirnya, Setok menyadari kepintaran dan

kebijakan dari seorang Zadig. Hal ini terdapat dalam kutipan sebagai berikut:

“Hamba ingin seperti Tuan,’ balas Zadig. ‘Hamba menyembah lilin-lilin ini,
tanpa memedulikan siapa Tuan mereka dan siapa Tuan hamba’
Setok mengerti betapa dalamnya perumpamaan itu. Kebijaksanaan
budaknya meresap dalam jiwanya; ia tidak lagi mebuang-buang dupanya
untuk dipersembahkan pada benda-benda di alam semesta, dan kini
menyembah Pencipta seluruh alam semesta.” (Voltaire, 2019: 73)

Artinya:

“Je fais comme vous, répondit Zadig ; j’adore ces chandelles, et je néglige
leur maître et le mien. » Sétoc comprit le sens profond de cet apologue. La
sagesse de son esclave entra dans son âme ; il ne prodigua plus son
encens aux créatures, et adora l’Être éternel qui les a faites.” (Voltaire,
2015: 69)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zadig tetap pada pendiriannya. Ia tetap

membuat pandangan baru bagi masyarakat Arab. Seperti halnya di Babilonia, ia

mampu membuat perdamaian terkait perselisihan yang ada sejak seribu lima ratus

tahun yang lalu. Zadig juga kembali berhasil membuat perdamaian dengan

kebijaksanaannya ini di kota Arab. Hal ini terdapat dalam kutipan sebagai berikut:

“Ketika seorang suami meninggal, istrinya diwajibkan membakar diri di


atas mayat suaminya, di depan umum. Upacara penyucian itu disebut
pembakaran janda.’ (Voltaire, 2019:73)
“Zadig, karena teringat akan Astarte, pura-pura tidak mendengar pernyatan
itu. Saat itu juga, ia pergi menemui para kepala suku, mengatakan pada
mereka apa yang telah terjadi, dan meminta mereka membuat suatu undang-
undang yang mengatur bahwa seorang janda muda hanya boleh dibakar
setelah bicara empat mata dengan seorang lelaki muda selama satu jam
penuh. Sejak saat itu, tidak ada lagi wanita yang dibakar hidup-hidup di
Arabia, Zadig berhasil menghapus sebuah adat biadab yang sudah dilakukan
sehak berabad-abad lalu dalam sehari saja. Zadig pun berjasa bagi Arabia.”
(Voltaire, 2019: 75-76)

Artinya:
58

“Lorsqu’un homme marié était mort, et que sa femme bien-aimée voulait


être sainte, elle se brûlait en public sur le corps de son mari. C’était une
fête solennelle qui s’appelait le bûcher du veuvage.” (Voltaire, 2015:69-
70)
“Zadig était trop rempli de l’idée d’Astarté pour ne pas éluder cette
déclaration ; mais il alla dans l’instant trouver les chefs des tribus, leur dit
ce qui s’était passé, et leur conseilla de faire une loi par laquelle il ne
serait permis à une veuve de se brûler qu’après avoir entretenu un jeune
homme tête à tête pendant une heure entière. Depuis ce temps, aucune
dame ne se brûla en Arabie. On eut au seul Zadig l’obligation d’avoir
détruit en un jour une coutume si cruelle, qui durait depuis tant de siècles.
Il était donc le bienfaiteur de l’Arabie.” (Voltaire, 2015: 71-72)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa setelah kejadian itu, Zadig dan Setok

kemudian memulai lagi perjalanan mereka menuju Basra. Pada suatu ketiak, ia

dan Setok menghadiri jamuan makan malam yang dihadiri oleh berbagai pria dari

beberapa pelosok negeri. Ada yang dari Mesir, India, China, Yunani. Di dalam

jamuan makan malam itu, terjadi percekcokan yang tidak terselesaikan. Zadig tak

mengeluarkan sepatah kata pun dalam percekcokan itu. Pada saat percekcokan

mereka mencapai klimaks, Zadig pun berupaya untuk mendamaikannya. Hal ini

terdapat dalam kutipan sebagai "berikut:

‘Percekcokan mereka semakin memanas, dan Setok melihat darah


bercucuran di meja makan. Zadig, yang selama percekcokan itu tidak
mengucapkan sepatah kata pun, akhirnya berdiri: pertama-tama ia bicara
pada si Kelt, yang adalah orang yang paling marah di situ; ia berkata
padanya bahwa ia benar, dan meminta misletoe padanya agar nasib baiknya
bisa dinikmati oleh lebih banyak orang: ia memuji kefasihan lidah si Yunani
dan mendinginkan suasana yang sudah memanas. Zadig tidak bicara banyak
pada si pria dari Khanbaliq, karena iaadalah yang paling tenang di antara
mereka.
Kemudian Zadig berkata: ‘Tuan-tuan semua, percekcokan ini tidak berguna
karena pendapat Tuan-tuan semua sama’
Dengan ucapannya itu, ia mengeluh pada semua orang yang ada di sana.
‘Apakah hamba benar’ katanya pada si Kelt, ‘bila hamba bilang bahwa,
alih-alih menyembah tumbuhan ini, Tuan menyembah Pencipta-nta?
‘Tentu saja kau benar’ kata si Kelt
‘Dan Tuan dari Mesir, apakah Tuan memuja, dalam perwujudan seekor sapi,
Dia yang menciptakan semua sapi?’
59

‘Benar’ balas si Mesir


‘Bahkan Oannes si ikan’ lanjut Zadig, ‘harus tunduk pada Dia yang
menciptakan laut dan ikan’
‘Setuju’ kata si Kaldan
‘Bangsa India’ imbuh Zadig, ‘dan bangsa Cina juga menganut, seperti
Tuan-tuan sekalian, asas yang mendasari segala pemujaan itu, hamba tidak
terlalu mengerti kata-kata mengagumkan dari Tuan dari Yunani ini, tapi
hamba yakin bahwa beliau juga mengakui keberadaan Tuhan yang Maha
Esa, yang kepadanya segala bentuk dan materi bergantung’
Si Yunani, yang mereka semua kagumi, berkata bahwa Zadig mengerti
pemikirannya dengan baik.
‘Oleh karena itu, Tuan-tuan semua sejatinya sependapat’ balas Zadig, ‘dan
tidak ada alasan bagi Tuan-tuan untuk bercekcokan’
Mereka semua saling memeluk dan meinta maaf’ (Voltaire, 2019:82-84)

Artinya:

“La querelle s’échauffa pour lors, et Sétoc vit le moment où la table allait
être ensanglantée. Zadig, qui avait gardé le silence pendant toute la
dispute, se leva enfin : il s’adressa d’abord au Celte, comme au plus
furieux ; il lui dit qu’il avait raison, et lui demanda du gui ; il loua le Grec
sur son éloquence, et adoucit tous les esprits échauffés. Il ne dit que très
peu de chose à l’homme du Cathay, parce qu’il avait été le plus
raisonnable de tous.
Ensuite il leur dit : « Mes amis, vous alliez vous quereller pour rien, car
vous êtes tous du même avis.
À ce mot, ils se récrièrent tous.
« N’est-il pas vrai, dit-il au Celte, que vous n’adorez pas ce gui, mais celui
qui a fait le gui et le chêne ?
Assurément, répondit le Celte.
Et vous, monsieur l’Égyptien, vous révérez apparemment dans un certain
bœuf celui qui vous a donné les bœufs ?
Oui, dit l’Égyptien.
Le poisson Oannès, continua-t-il, doit céder à celui qui a fait la mer et les
poissons.
D’accord, dit le Chaldéen.
L’Indien, ajouta-t-il, et le Cathayen, reconnaissent comme vous un
premier principe ; je n’ai pas trop bien compris les choses admirables que
le Grec a dites, mais je suis sûr qu’il admet aussi un Être supérieur, de qui
la forme et la matière dépendent.
» Le Grec, qu’on admirait, dit que Zadig avait très bien pris sa pensée. «
Vous êtes donc tous de même avis, répliqua Zadig, et il n’y a pas là de
quoi se quereller.
Tout le monde l’embrassa. (Voltaire, 2015: 77-78)

Setiap Zadig pergi kemana pun, Zadig selalu dipuja-puji. Setelah dari
60

Basra, Zadig kemudian pergi ke pulau Sarendib bersama sahabatnya Setok. Belum

lama ia berada di pulau tersebut, ia sudah dipuji-puji karena keluar biasaannya.

Hal tersebut terdapat dalam kutipan sebagai berikut:

“Belum lama berada di Pulau Sarendib, ia sudah dipandang sebagai


seseorang yang luar biasa. Ia menjadi penengah dalam berbagai sengketa
antar pedagang, sahabat dari orang-orang bijak, dan penasihat bagi sedikit
orang yang mau dinasihati.” (Voltaire, 2019: 91-92)

Artinya:

“sans y être regardé comme un homme extraordinaire. Il devint l’arbitre


de tous les différents entre les négociants, l’ami des sages, le conseil du
petit nombre de gens qui prennent conseil.” (Voltaire, 2015: 135-136)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa karena keluarbiasaannya Zadig,

kemudian dikenal oleh Raja Serendib. Zadig dijadikan sebagai penasihat kerajaan

Sarendib. Hal ini memiliki alasan dikarenakan kepintarannya dalam mencari

solusi terkait permasalahan yang Raja Sarendib hadapi, sehingga ia selalu

memberitahukan Zadig terkait pemikirannya dan Nabussan selalu mengikuti saran

dari Zadig. Hal ini terdapat dalam kutipan sebagai berikut:

“Nabussan menuruti saran Zadig: para biarawan datang bersujud di


hadapannya, dan memohon perlindungannya. Sang Raja membalas
permintaan mereka dengan menyanyikan sebuah lagu yang berlirik doa
untuk kejayaan negara. Akhirnya para biarawan bersedia memberikan harta
mereka, dan Nabussan, berhasil menghalau serangan bangsa barbar itu.
Zadig karena nasihat-nasihatnya yang cerdas dan bijaksana, dan karena
pengabdiannya pada negara, ia dibenci banyak orang sarendib: para
biarawan dan para wanita yang tidak bermata biru menyumpahinya.”
(Voltaire, 2019:101-102)

Artinya:

“Nabussan n’y manqua pas : les bonzes vinrent se jeter aux pieds du roi,
et implorer son assistance. Le roi leur répondit par une belle musique dont
les paroles étaient des prières au ciel pour la conservation de leurs terres.
Les bonzes enfin donnèrent de l’argent, et le roi finit heureusement la
guerre. Ainsi Zadig, par ses conseils sages et heureux, et par les plus
grands services, s’était attiré l’irréconciliable inimitié des hommes les plus
61

puissants de l’État, les bonzes et les brunes jurèrent sa perte.” (Voltaire,


2015: 145-146)

Dari beberapa kutipan di atas, kebijaksanaan yang dimiliki Zadig

merupakan aspek superego yang menentukan bahwa Zadig merupakan orang

yang mempunya kepribadiaan yang baik. Kebijaksanaan ini terbentuk karena

aspek id dan ego yang bergabung. Karena kebaikan hati, kepintarannya yang

merupakan aspek id kemudian digabungkan dengan aspek ego penolong dan

keramah-tamahan sehingga ia dipandang sebagai orang yang bijak. Penilaian ini

bukan keluar dari dirinya saja. Akan tetapi, seluruh warga Babilonia, Arab, Basra,

Mesir, dll memuji dan mengangungkan Zadig karena memiliki keluarbiasaan,

kecerdasan, keistimewaan, dan kebijaksanaan yang sangat luar biasa.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil deskripsi kepribadian tokoh utama dalam roman Zadig


ou La Destinée Karya Voltaire menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud
maka ditemukan kepribadian tokoh berdasarkan aspek id, ego, dan superego
yaitu: aspek id dalam kepribadian Zadig yaitu (1) tidak suka pamer, (2) budi
pekerti yang baik, (3) tulus dan berhati mulia, (4) rendah hati, (5) pintar. Aspek-
aspek ini kemudian membentuk ego yang terdapat dalam kepribadian sehingga
terbentuk aspek ego sebagai beriku: (1) tidak setia, (2) pejuang, (3) keramah-
tamahan, dan (4) penolong. Aspek id dan ego kemudian menjadi satu sehingga
menimbulkan aspek superego yang membuat Zadig mempunyai kepribadian yang
baik di mata semua orang. Aspek ego yang ada pada kepribadian Zadig yaitu
bijak. Kebijakan ini timbul karena perlakuan Zadig dari aspek id dan aspek ego
sehingga ia dijuluki sebagai manusia yang luar biasa, memiliki kebaikan hati, dan
bijaksana.

5.2 Saran

Penelitian ini membahas tentang kepribadian tokoh utama yang terdapat


dalam roman Zadig ou La Destinée karya Voltaire. Oleh karena itu, diharapkan
adanya penelitian lebih lanjut tentang roman Zadig ou La Destinée karya Voltaire
dengan perpektif yang berbeda. Penelitian ini juga menggunakan teori
psikoanalisis Sigmund Freud. Diharapkan ada penelitian lebih lanjut yang tidak
hanya membahas roman Voltaire dari sisi psikoanalisis Sigmund Freud saja.
Selain itu, diharapkan akan ada penelitian-penelitian berikutnya yang juga
membahas karya Voltaire.

62
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian edisi revisi. Malang : UMM Press.

Bella, Gitta. 2013. Analisis Struktural Roman Das Austauschkind Karya Christine
Nöstlinger, Uny.ac.id

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik : Kajian Teoretik. Jakarta : Rineka Cipta.

Depdiknas. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Endraswara, Suwandi. 2003. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka


Widyatama.

Harjana. Andre. 1985. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta:Gramedia.

Inna, Matilda Angelina. 2017. “Kepribadian Tokoh Utama Michael Berg dalam
Roman Der Vorleser Karya Bernhard Schlink: Analisis Psikologi
Ssatra”.Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.

Koeswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: PT Eresco.

Labrousse, Pierre. 2003. Kamus Umum Indonesia-Prancis. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Umum.

Larassati. 2017. “Analisis Kepribadian Tokoh Utama pada Film The Stolen
YearsBerdasarkan Tinjauan Psikologi Sastra”.Skripsi. Universitas Sumatera
Utara.

Muliani, Wahyu Puji. 2013. “Analisis Perilaku Tokoh Utama Dalam Roman
Claude Gueux Karya Victor Hugo Berdasarkan Teori Behaviorisme B.F
Skinner”. Skripsi. Program Studi Sastra Prancis. Semarang. Universitas
Negeri Semarang.

Mulyadi. Budi. 2007. “Karakter Tokoh Utama Novel Utsukushisa To Kanashimi


To Karya Kawabata Yasunari”.Skripsi. Program Pascasarjana Magister
Ilmu Susastra. Semarang. Universitas Diponegoro.

Nurgiyantoro, Burhan. (2019, september). TeoriPengkajian Fiksi(cet.


Keduabelas). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nurhayati, Hevi. 2008. “Aspek Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Midah, Simanis
Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer: Tinjauan Psikolog Sastra”.

63
64

Skripsi. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Patty, F. Dkk. 1982. Pengantar Psikologi Umum. Surabaya: Usaha Nasional.

Putra, Widya Mahardika, 2019. Novel Zadig Karya Voltaire Bahasa Indonesia
(cet. Pertama). Yogyakarta: Diva Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian


Sastra.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sangidu. 2004. Metode Penelitian Sastra, Pendekatan Teori dan Kiat.Yogyakarta:


UGM.

Sayuti, A. Suminto. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta : Gama


Media.

Schmitt, M.P., dan Viala, A. 1982. Savoir-Lire. Paris. Didier.

Semiun, Yustinus. 2006. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud.


Yogyakarta: Kanisius.

Sholihah, Eny Rokhiyatus. 2007. “Analisis Perilaku Tokoh Utama dalam Roman
Zadig ou La Destinée Karya Voltaire”. Skripsi. Semarang. Universitas Negeri
Semarang.

Tarigan, Henry Guntur. 2011. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Teeuw, A. 1997. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya.

Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum.Yogyakarta: Andi Offset.

Wellek & Warren. 1989. Teori Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wiyatmi. 2011. “Psikologi Sastra Teori dan Aplikasinya”. Yogyakarta: Kanwa


Publisher.

https://la-philosophie.com/freud-moi-ca-surmoi.

https://www.psychologies.com/Culture/Maitres-de-vie/Sigmund-Freud.

Anda mungkin juga menyukai