Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA DALAM CERITA PENDEK………

MENGGUNAKAN TEORI ABRAHAM MASLOW

Diajukan untuk Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah Psikologi Sastra


Dosen Pengampu: Mulasih, M.Pd

Disusun Oleh :
Defi Restiawati 40419002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PERADABAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "analisis kepribadian tokoh
utama dalam cerita pendek …………

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas UAS pada mata
kuliah Psikologi Sastra yang diampu oleh Mulasih, M.Pd. Dosen program studi Pendidikan
Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Peradaban.

Penulisan makalah ini juga dimaksudkan sebagai media untuk mengembangkan dan
meningkatkan kemampuan dalam penelitian serta penulisan karya ilmiah mahasiswa.
Makalah ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik
moril maupun materil.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuanya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Kritik dan saran dari para
pembaca sangat di harapkan demi kesempurnaan penulisan selanjutnya. Dan kiranya,
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Belik, Juli 2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya
bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun suasana rasa atau
emosi (Endraswara, 2008: 86). Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui
kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam
lingkungan sosialnya (Ali Imron, 2009: 1). Karya sastra sebagai sebuah fenomena kreatif
(Atmazaki dalam Endraswara, 2003: 12)Salah satu cara untuk menikmati karya sastra adalah
melalui pengkajian psikologi sastra.

Dalam kaitannya dengan psikologi, Wellek dan Warren (2014:90) menyatakan bahwa
kajian terhadap sastra dengan menggunakan psikologi dapat dilakukan melalui empat ranah,
yakni (1) studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pribadi, (2) studi proses kreatif, (3) studi
tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, dan (4) mempelajari
dampak sastra pada pembaca atau yang disebut dengan istilah psikologi pembaca. Di antara
keempat kajian tersebut, ranah yang ketiga paling dominan digunakan dalam konteks sastra.

Pendekatan psikologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa
karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia. Tujuan dari
pesikologi sastra menurut Ratna (2004) memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung
dalam karya sastra. Didalam psikologi membahas tetang manusia, tentang kejiwaan manusia.

B. Rumusan Masalah
1) Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah:
Bagaimana kajian psikologi sastra dalam cerpen ........ menurut teori Abraham
Maslow?
C. Tujuan Masalah
1) Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui mengenai kajian psikologi sastra dalam cerpen ......... menurut teori
Abraham Maslow
BAB II
LANDASA TEORI

A. Pengertian sastra
Sastra adalah hasil kegiatan kreatif manusia dalam hal ini tanggapan, fantasi,
perasaan, pikiran, dan kehendak yang dituangkan dalam suatu karya yang bersatu
padu dan diwujudkan dengan menggunakan bahasa. Sastra merupakan kreasi
manusia yang diangkat dari realita kehidupan. Sastra tidak hanya dinilai sebagai
suatu karya seni yang imajinatif, tetapi juga sebagai suatu karya kreatif yang
bermanfaat memberika informasi yang berhubungan dengan pemerolehan nilai-
nilai kehidupan.
Sastra menurut Gazali (Pradopo, 2002: 32) adalah tulisan atau bahasa yang
indah, yakni hasil ciptaan bahasa yang indah dan perwujudan getaran jiwa dalam
bentuk tulisan. Yang dimaksud indah adalah sesuatu yang membuat orang yang
melihat dan mendengarkan dapat bergetar jiwanya ssehingga melahirkan
keharuan, kemesraan, kebencian, kecemasan, dendam, dan seterusnya.
Welek dan Warren (1995: 4) mengemukakan bahwa sastra tidak bisa ditelaah
sama sekali. Sastra boleh dibaca, dinikmati dan diapresiasi. Selebihnya, yang bisa
dilakukan adalah mengumpulkan berbagai macam informasi mengenai karya
sastra. Sastra merupakan suatu karya seni yang diciptakan dari hasil ekspresi
pengalaman batin penciptanya untuk mengungkapkan peristiwa-peristiwa hidup
dan kehidupan yang terjadi di masyarakat dan menggunakan medium bahasa yang
beragam untuk menarik minat pembaca.

B. Pengertian Cerpen
Cerita pendek atau cerpen adalah salah satu karya sastra yang berbentuk prosa
dan hanya memilikisatu tahapan alur cerita. Biasanya berisi tentang kisah
kehidupan manusia yang di ceritakan lewat tulisan pendek dan singkat Cerpen
adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar
antara setengah sampai dua jam, suatu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan
dalam sebuah novel (Poe dalam Burhan, 2012:10).
Cerpen, sesuai dengan namanya adalah cerita yang pendek. Panjang cerpen
itu sendiri bervariasi. Ada cerpen yang pendek (short short story), ada yang
panjangnya cukupan (midle short stoy), serta ada cerpen yang panjang (long short
story) (Burhan, 2012:10). cerpen adalah fiksi pendek yang selesai dibaca dalam
sekali duduk‟. Cerita pendek hanya memiliki satu arti, satu krisis dan satu efek
untuk pembacanya. Pengarang cerpen hanya ingin mengemukakan suatu hal
secara tajam (Jacob, 2001:184).
Cerpen dibangun oleh unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Seperti unsur
peristiwa, plot, tema, tokoh, latar, sudut pandang. Karena bentuknya yang pendek,
cerpen menuntut penceritaan yang serba ringkas, tidak sampai pada detail-detail
khusus yang “kurang penting” yang lebih bersifat memperpanjang cerita.

C. Psikologi Sastra
Psikologi berasal dari bahasa Yunani “psyche” yang berarti jiwa, dan “logos”
yang berarti ilmu. Jadi psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan
mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson, 1996: 7). Menurut Clifford dalam
Usman dan Juhaya (2012: 1-2) “Psychology is the science of human and animal
behavior”. Artinya: Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku
manusia dan hewan.
Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas
kejiwaan (Suwardi Endraswara, 2013: 96). Menurut Nyoman Kutha Ratna (2012:
349) psikologi sastra adalah model penelititan interdisiplin dengan menetapkan
karya sastra memiliki posisi yang lebih dominan. Atas dasar khazanah sastra yang
sangat luas, yang dievokasi melalui tradisi yang berbeda-beda, unsur-unsur
psikologis menampilkan aspek-aspek yang berbeda-beda.
Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan
proses dan aktivitas kejiwaan (Suwardi Endraswara, 2013: 96). Dalam menelaah
suatu karya psikologis hal penting yang perlu dipahami adalah sejauh mana
keterlibatan psikologi pengarang dan kemampuan pengarang menampilkan para
tokoh rekaan yang terlibat dengan masalah kejiwaan (Minderop, 2011: 55).
Menurut Wellek Werren dalam Kasnadi dan Sutejo (2010: 64) psikologi sastra
mempunyai empat pengertian, yang pertama studi psikologi pengarang. Kedua
studi tentang proses kreatif. Ketiga, studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang
diterapkan pada karya sastra dan keempat mempelajari dampak sastra pada
pembaca.
Tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang
terkandung di dalam suatu karya. Melalui pemahaman terhadap para tokoh,
misalnya masyarakat dapat memahami perubahan, kontradiksi dan penyimpangan-
penyimpangan lain yang terjadi di masyarakat, khususnya yang
terkait dengan psike.
Ada tiga cara yang dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi
dengan sastra, yaitu : a) memahami unsur-unsur pengarang sebagai penulis, b)
memahami unsur-unsur kejiwaan para tokoh, c) memahami unsur-unsur kejiwaan
para pembaca. Prinsip-prinsip penalaran efek sastra untuk memahami sebab-sebab
psikologis, pertama, muatan tema yang signifikan. Tiap kepribadian memiliki
kunci utama dalam menampilkan watak tokoh sehingga memiliki ciri khas dan
daya tarik karena adanya gelora perasaan yang dominan. Kedua, muatan
identifikasi tokoh utama atau protagonis. Perasaan tokoh tersebut merupakan
pantulan kepribadian si pencipta. Ketiga, muatan rasa persahabatan dan ketulusan
yang disampaikan pengarang melalui caranya sendiri dengan melepaskan diri dari
peraturan konvensional; pengarang berhak memilih gaya penyampaian sesuai
dengan selera masing-masing. Keempat, muatan pencitraan. Pikiran dan perasaan
pengarang dapat ditelusuri tidak semata melalui kisahan tetapi juga melalui
pencitraan dan perbandingan yang digalinya dari berbagai sudut deengan berbagai
pilihan gaya bahasa sehingga menjadikan karyanya indah dan penuh gaya.
Pencitraan mampu melukiskan kepribadian, temperamen, dan kualitas nalar
seorang pengarang. Metafor dan simile yang diungkapkan oleh tokoh-tokoh
dramatik ternyata merupakan cerminan kejiwaan dari seorang pengarang.
Kelima,muatan gaya kisahan merupakan cetusan jiwa dari si pencipta (Minderop,
2011:54-58).
Suwardi Endraswara (2008: 89) berpendapat, bahwa langkah pemahaman
teori psikologi sastra dapat melalui tiga cara, pertama, melalui pemahaman teori-
teori psikologi kemudian dilakukan analisis terhadap suatu karya sastra. Kedua,
dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian,
kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk
digunakan. Ketiga, secara simultan menemukan teori dan objek penelitian.
Selanjutnya, memperlihatkan bahwa teks yang ditampilkan melalui suatu teknik
dalam teori sastra ternyata dapat mencerminkan suatu konsep dari psikologi yang
diusung oleh tokoh fiksional.
Terkait dengan hubungan antara sastra dan psikologi menurut Abrams dalam
Minderop (2011: 61), terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Pertama,
suatu karya sastra harus merefleksikan kekuatan, kekaryaan dan kepakaran
penciptanya. Kedua, karya sastra harus memiliki keistimewaan dalam hal gaya
dan masalah bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan
pengarang. Ketiga, masalah gaya, struktur dan tema karya sastra harus saling
terkait dengan elemen-elemen yang mencerminkan pikiran dan perasaan individu,
tercakup di dalamnya: pesan utama, gelora jiwa, kesenangan dan ketidaksenangan
yang memberikan kesinambungan dan koherensi terhadap kepribadian.
Penelitian psikologi sastra menurut Suwardi Endraswara (2013: 99),memang
memiliki landasan pijak yang kokoh. Baik sastra maupun psikologi sama-sama
mempelajari hidup manusia. Bedanya, sastra mempelajari manusia sebagai ciptaan
imajinasi pengarang, sedangkan psikologi mempelajari manusia sebagai ciptaan
Illahi secaraa riil. Sifat-sifat manusia dalam psikologi maupun sastra sering
menunjukkan kemiripan, sehingga psikologi sastra memang tepat dilakukan.
Pengarang sadar atau tidak memang telah menerapkan teori psikologi secara
diam-diam dalam karyanya.

D. Biografi Abraham Maslow


Abraham Maslow adalah seorang psikolog terkenal yang teman bekerja pada
psikologi humanistik telah melihat ketenaran menyebar ke berbagai mata
pelajaran kemanusiaan seperti geografi dan demografi. Ia terutama terkenal
dengan Hierarchy-nya ‘Kebutuhan. Abraham Harold Maslow lahir pada 1 April
1908 di Brooklyn, New York . Maslow adalah anak sulung dari tujuh bersaudara
yang lahir dari imigran Yahudi Rusia. Relatif tidak berpendidikan sendiri mereka
melihat belajar sebagai kunci untuk anak-anak mereka berhasil di tanah air baru
mereka. Dengan demikian semua anak-anak mereka didorong untuk belajar;
Abraham anak tertua didorong sangat keras karena ia diakui sebagai seorang
intelektual di usia muda. Maslow sendiri merasa bahwa masa kecilnya relatif
bahagia, sendirian di lingkungan aneh dia berlindung dalam mempelajari dan
buku-bukunya. Maslow menghabiskan masa kecilnya di Brooklyn.
Di sekolah Maslow adalah murid ilmiah, dan berhasil mendapatkan tempat di
City College of New York . Maslow awalnya belajar hukum untuk memenuhi
keinginan orang tuanya, tapi ia menghadiri kuliah di Universitas Wisconsin. Di
Wisconsin ia berubah tunduk ke psikologi, menerima gelar BA pada tahun 1930,
gelar MA pada tahun 1931 dan Ph.D pada tahun 1934. Di Wisconsin ia dibimbing
oleh Harry Harlow, seorang psikolog terkenal untuk karyanya pada monyet rhesus
dan perilaku. Maslow mengembangkan melihat perilaku dominasi primata dan
seksualitas. Selama periode tentang belajar di Wisconsin, Maslow menikahi
sepupunya, Bertha Goodman.
Setelah Ph.D, Maslow kembali ke New York pada tahun 1935, di mana ia
melanjutkan studi psikologinya di Universitas Kolombia. Bekerja dengan EL
Thorndike, Maslow terus mengembangkan minatnya pada seksualitas manusia.
Pada tahun 1937 Maslow mengambil sebuah posting mengajar di Brooklyn
College , di mana ia segera menemukan mentor lebih lanjut dalam Alfred Adler
dan Erich Fromm. Adler dan Fromm adalah psikolog terkemuka Eropa. juga
belajar dari antropolog Ruth Benedict dan psikolog Freudian Max Wertheimer
Maslow. Maslow meskipun akan belajar dari mencatat perilaku mereka.
Pada tahun 1951 Maslow pindah ke Brandeis University, sebuah universitas
riset Massachusetts swasta, di mana mengambil kursi dari departemen psikologi.
Posisi ini memungkinkan dia untuk lebih fokus pada karya teoretisnya. Di
Brandeis Maslow juga menjadi berteman dengan Kurt Goldstein, yang
memperkenalkan Maslow dengan teori aktualisasi diri. Maslow tetap di Brandeis
sampai 1969, sebelum yang singkat sebagai sesama di Laughlin Institute di
California.
Kontribusi utama Maslow dengan psikologi adalah tangga / piramida
kebutuhan dasar, bukti menunjukkan bahwa ia awalnya datang dengan ide di
tahun 1940-an. Menampilkan piramida yang beberapa kebutuhan yang lebih kuat
daripada yang lain, mulai dari yang paling mendesak untuk yang paling canggih.
Kelima kategori yang fisiologis (jenis kelamin, tidur, air, dll makanan), keamanan
(keamanan tubuh, kesehatan, dll kerja), milik / cinta (persahabatan, keluarga dan
keintiman seksual), harga diri (rasa percaya diri, menghormati orang lain dan oleh
orang lain ), dan aktualisasi diri (moralitas, kreativitas dll).
Teorinya adalah bahwa meskipun tidak memenuhi syarat dari segmen bawah
tangga / piramid akan mencegah seseorang naik ke tingkat berikutnya. Mereka
yang mencapai puncak piramida adalah orang-actualising diri. Hirarki Kebutuhan
Maslow menjadi gagasan diterima di bidang psikologi dan antropologi, serta
menyeberang ke bidang kemanusiaan lainnya.
Maslow tidak melakukan revisi teori dan ini berarti bahwa karya-karya besar
lainnya Motivation and Personality ‘(1954) dan Menuju Psikologi Menjadi’
(1962) telah diabaikan untuk sebagian besar. Maslow juga mengkritik psikologi
mainstream untuk overusing patologi dan tidak melihat individu, ‘diri otentik.
Dalam tahun kemudian tahun 1960-an, Maslow masuk ke semi-pensiun dan mulai
menghabiskan lebih banyak waktu di rumahnya di California. kesehatan III
meskipun blighted semi-Nya-pensiun dan pada usia 62, Maslow meninggal pada 8
Juni 1970 dari serangan-jantung.
Maslow adalah tokoh terkemuka dari psikologi humanistik sekolah, yang
menjadi kekuatan ketiga di belakang teori Freud dan behaviorisme. Salah satu
pekerjaan utama, hirarki kebutuhan, telah memastikan bahwa generasi mahasiswa
psikologi dan kemanusiaan telah menemukan kebutuhan dasar setiap manusia.

E. Teori Kepribadian Humanistik-Abraham Maslow


Riski Muhammad (2019: 68), Abraham Maslow menyatakan dalam teori
psikologi sastra bahwa setiap manusia adalah satu kepribadian secara keseluruhan
yang integral, khas, dan terorganisasi, yang menunjukkan eksistensi manusia
memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau
wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan
keberadaannya itu. Adapun kepribadian menurut Maslow adalah sebagai lukisan
pegunungan dan pemanfaatan secara penuh bakat, kapasitas-kapasitas dan
potensi-potensi.
Minderop (2010: 48-50), Abraham Maslow, seorang psikolog berasumsi
bahwa manusia sejatinya merupakan makhluk yang baik, sehingga manusia
memiliki hak untuk merealisasikan jati dirinya agar mencapai self-actualization.
Menurut Maslow tingkah laku manusia lebih ditentukan oleh kecenderungan
individu untuk mencapai tujuan agar kehidupan si individu lebih berbahagia dan
sekaligus memuaskan. Maslow menyampaikan teorinya tentang kebutuhan
bertingkat yang tersusun sebagai berikut, kebutuhan: fisiologis, rasa aman, cinta,
dan memiliki harga diri dan aktualisasi diri.
Kebutuhan yang paling mendasar adalah kebutuhan fisiologis: bila kebutuhan
ini belum tercapai dan terpuaskan maka individu tidak akan bergerak mencapai
kebutuhan di atasnya. Demikian pula, kebutuhan harga diri dapat dicapai bila
kebutuhan cinta dan memiliki telah diperoleh, dan seterusnya. Hirarkhi teori
kebutuhan bertingkat dari Maslow adalah sebagai berikut, kebutuhan: fisiologis,
contohnya, perasaan lapar dan haus; rasa aman. Contoh, kenyamanan dan
stabilitas; kepemilikan dan cinta, contoh, rasa kasih-sayang dan identifikasi;
penghargaan, contoh prestise dan harga diri; aktualiasi diri, contoh pencapaian
semua potensi manusia—kebutuhan inheren, kapasitas dan pengembangan
potensi.
1). Kebutuhan Dasar Fisiologis (Fisik)
Maslow menyebut bahwa kebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah
sekumpulan kebutuhan dasar yang paling mendesak pemenuhannya karena
terkait dengan kelangsungan hidup manusia, kebutuhan yang pemenuhannya
tidak mungkin ditunda. Adapun kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis yang
dimaksud antara lain kebutuhan makanan dan minuman, pakaian, stirahat,
seks, dan tempat tinggal. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis merupakan
kebutuhan yang paling mendesak sehingga paling didahulukan pemuasannya
oleh individu. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling
mendasar dan tentunya merupakan masalah yang terpenting apabila
kebutuhan ini tidak terpenuhi. Apabila kebutuhan ini terpenuhi maka,
seseorang akan cenderung bergerak untuk berusaha mencapai kebutuhan di
atasnya demi untuk memenuhi kebutuhan tingkat berikutnya karena besar
kemungkinan bahwa motivasi yang paling besar ialah kebutuhan fisiologis.
Dengan kata lain, seorang individu yang melarat kehidupannya,
mungkin sekali akan selalu termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan ini.
Kemudian apabila kebutuhan ini belum terpenuhi, maka seseorang tidak akan
bergerak mencapai kebutuhan berikutnya dan cenderung mengalami problem
kejiwaan dan ketimpangan perilaku yang dapat menyebabkan kehidupan
individu tersebut tidak mengalami perkembangan bahkan akan mengalami
penyimpangan yang lebih negatif.
Kebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah potensi paling dasar dan besar
bagi semua pemenuhan kebutuhan di atasnya. Adapun kebutuhan-kebutuhan
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan Makanan Dan Minuman
Manusia yang lapar akan selalu termotivasi untuk makan dan minum,
bukan untuk mencari teman atau dihargai. Manusia akan mengabaikan atau
menekan dulu semua kebutuhan lain sampai kebutuhan fisiologisnya itu
terpuaskan agar memperoleh keseimbangan dalam berpikir untuk kebutuhan
selanjutnya.
b. Kebutuhan Pakaian
Kebutuhan Fisiologis selain makan manusia memerlukan pakaian agar
memudahkannya dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Kebutuhan ini
merupakan kebutuhan yang termasuk kebutuhan mendesak dalam
pemenuhannya dan diusahakan harus dipenuhi oleh manusia sebisa mungkin,
sebab bila tidak terpenuhi seseorang akan merasa tidak percaya diri dalam
menjalani kesehariannya. Namun, dalam pemenuhan kebutuhan ini, tidak
selamanya bisa terpuaskan sepenuhnya atau minimal bisa diatasi.
c. Kebutuhan Istirahat
Kebutuhan dasar fisiologis, selain makanan, minuman, dan pakaian,
kebutuhan istrahat juga termasuk kebutuhan dasar fisiologis. Kebutuhan ini
adalah keadaan rileks tanpa adanya tekanan emosional, bukan hanya dalam
keadaan tidak beraktivitas tetapi juga kondisi yang membutuhkan
ketenangan. Terdapat beberapa karakteristik dari istirahat, di antaranya
merasa segala sesuatu dapat diatasi, merasa diterima, mengetahui apa yang
sedang terjadi, bebas dari ganguan ketidaknyamanan, mempunyai sejumlah
kepuasan terhadap aktivitas yang mempunyai tujuan, mengetahui adanya
bentuan sewaktu memerlukan. Kebutuhan ini termasuk kebutuhan yang
paling mendesak pemenuhannya agar seseorang dapat berpikir dengan baik
demi kelansungan hidupnya.

d. Kebutuhan Seks

Kebutuhan adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perasaan kekurangan


dan ingin diperoleh sesuatu yang akan diwujudkan melalui suatu usaha atau
tindakan. Salah satu kebutuhan mendasar adalah kebutuhan seks karena
kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar fisiologis yang benar-benar harus
terpenuhi dan apabila tidak terpenuhi semestinya maka akan terjadi sesuatu
penyimpangan seksual. Kebutuhan ini merupakan bagian integral dari
kehidupan manusia. Kebutuhan ini berhubungan lansung dengan kualitas
manusia, perasaan paling dalam, akrab, intim dari lubuk hati paling dalam,
dapat pula berupa pengakuan, penerimaan dan ekspresi diri manusia sebagai
makhluk seksual. Pada manusia seksual berkaitan dengan biologis, fisiologis,
psikologis, sosial, dan norma yang berlaku. Hubungan seks manusia dapat
dikatakan bersifat mulia sehingga secara wajar hanya dibenarkan dalam
ikatan perkawinan. Kebutuhan ini adalah kebutuhan dasar yang dapat
mempengaruhi cara berpikir sehat seseorang. Sebagai makhluk yang normal,
manusia dikaitkan dengan kebutuhan seks merupakan makhluk yang akan
memenuhi kebutuhan ini dengan penuh hati-hati sebab kebutuhan ini dapat
mendominasi perilaku manusia tersebut. Kebutuhan ini merupakan
kebutuhan yang termasuk kebutuhan dengan pemenuhan yang mendesak
untuk didahulukan. Namun, dalam pemenuhan kebutuhan ini, perlu
pemikiran yang sehat agar dapat terpenuhi dengan baik. Paling umum seks
digunakan untuk mengacu pada bagian fisik dari berhubungan, yaitu aktifitas
seksual genital. Seks di lain pihak adalah istilah yang lebih luas. Seks
diekspresikan melalui interaksi dan hubungan dengan individu dari jenis
kelamin yang berbeda atau sama dan mencangkup pikiran, pengalaman,
pelajaran, ideal, nilai, fantasi, dan emosi.

e. Kebutuhan Tempat Tinggal

Tempat tinggal merupakan kebutuhan yang termasuk kebutuhan dasar


fisiologis. Pemenuhan kebutuhan ini paling mendesak untuk didahulukan
oleh setiap individu agar memudahkannya memperoleh ketenangan dalam
mempertahankan kehidupannya secara fisik. Tanpa tempat tinggal, seseorang
akan merasa terusik kehidupannya dari keadaan sekelilingnya. Hal tersebut
dapat mempengaruhi pemikiran individu dalam menjalani kehidupannya,
seperti tidak tenang karena merasa tidak terlindungi secara fisik. Seseorang
akan berusaha memenuhi kebutuhan ini dengan cara apa pun agar
memperoleh ketenangan dalam berpikir untuk memenuhi kebutuhan
selanjutnya dengan tujuan dapat mencapai kehidupan yang lebih baik.

2) . Kebutuhan Psikis

Kebutuhan psikis merupakan kebutuhan yang akan diusahakan oleh


individu setelah kebutuhan dasar fisiologisnya terpenuhi. Terpenuhinya
kebutuhan dasar fisiologis merupakan motivasi untuk bergerak memenuhi
kebutuhan yang lebih tinggi lagi. Untuk mencapai kebutuhan yang lebih
tinggi terlebih dahulu harus terpenuhi kebutuhan yang di bawahnya. Selain
kebutuhan fisik seseorang akan mengusahakan pemenuhan sejumlah
kebutuhan psikisnya agar dapat dengan mudah mencapai kebutuhan yang
lebih tinggi. Ada pun kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan Rasa Aman

Setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, maka


dalam diri individu akan muncul satu kebutuhan lain sebagai kebutuhan yang
dominan dan menuntut pemuasan, yakni kebutuhan akan rasa aman.
Kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman ini di antaranya adalah rasa aman fisik,
stabilitas, ketergantungan, perlindungan dan kebebasan dari daya-daya yang
mengancam seperti penyakit, takut, cemas, bahaya, kerusuhan dan bencana
alam.

Kebutuhan akan rasa aman juga meliputi kebutuhan aman secara fisik,
kebebasan dari daya-daya yang mengancam seperti takut, cemas, bahaya, dan
kerusuhan. Kebutuhan aman secara fisik merupakan kebutuhan yang
diperlukan oleh seseorang yang diakibatkan oleh gangguan-gangguan
dilingkungannya. Kebutuhan ini sangat diperlukan oleh seseorang agar lebih
fokus memenuhi kebutuhannya selanjutnya, begitu pula dengan aman
terhadap daya-daya yang mengancam seperti takut, cemas, bahaya, dan
kerusuhan.

Kebutuhan akan rasa aman ini merupakan kebutuhan yang akan dipenuhi
oleh seseorang setelah kebutuhan fisiologisnya cukup terpenuhi. Kebutuhan
ini merupakan kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh
ketentraman, kepastian, dan keteraturan dari keadaan lingkungannya.
Kebutuhan akan rasa aman berbeda dari kebutuhan fisiologis karena
kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi secara total. Dengan demikian, kebutuhan
akan rasa aman merupakan kebutuhan yang pemenuhannya tidak selalu
terpenuhi dengan total sebab manusia tidak pernah dapat dilindungi
sepenuhnya dari ancaman-ancaman atau perilaku berbahaya orang lain yang
belum diketahui kedatangannya, namun kebutuhan ini tetap akan dipenuhi
oleh individu sebisa mungkin demi mencapai ketentraman dan kesejahteraan
guna untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya.

b. Kebutuhan Rasa Cinta dan Memiliki


Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi,
maka muncullah kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki-
dimiliki. Kebutuhan-kebutuhan ini meliputi dorongan untuk bersahabat,
keinginan memiliki pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk dekat pada
keluarga dan kebutuhan antarpribadi seperti kebutuhan untuk memberi dan
menerima cinta.

Kebutuhan individu akan rasa cinta dan rasa memiliki adalah suatu
kebutuhan yang mendorong individu untuk mengadakan hubungan efektif
atau ikatan emosional dengan individu lain, baik dengan sesama jenis
maupun dengan yang berlawanan jenis, di lingkungan keluarga ataupun di
lingkungan kelompok di masyarakat. Individu berhak untuk mencintai dan
dicintai oleh individu lain. Kebutuhan akan rasa cinta dan dimiliki akan terus
penting sepanjang hidup. Kebutuhan rasa cinta adalah kebutuhan untuk saling
menghargai, menghormati, dan saling mempercayai. Menurut Maslow cinta
adalah hubungan sehat antara pasangan manusia yang melibatkan perasaan
saling menghargai, menghormati, dan mempercayai. Dicintai dan diterima
adalah jalan menuju perasaan yang sehat dan berharga, sebaliknya tanpa cinta
menimbulkan kesia-siaan, kekosongan, dan kemarahan.

Dengan demikian, kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki ini


merupakan kebutuhan yang pemenuhannya tidak bisa ditolak oleh individu
sebab dalam menjalani kehidupan baik di lingkungan keluarga mau pun di
masyarakat diperlukan hubungan yang baik dan tentunya erat kaitannya
dengan perasaan saling menghargai, menghormati dan saling mempercayai
dan jika kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki ini sudah terpenuhi dengan
baik maka individu akan merasa percaya diri, dengan perasaan yang sehat
dan berharga untuk memenuhi kebutuhan lainnya.

c. Kebutuhan Harga Diri

Setelah kebutuhan dicintai dan dimiliki tercukupi, manusia akan bebas


untuk mengejar kebutuhan akan penghargaan. Kebutuhan yang ke empat,
yakni kebutuhan akan rasa harga diri. Maslow menemukan bahwa setiap
orang memiliki dua kategori mengenai kebutuhan penghargaan, yaitu
kebutuhan yang lebih rendah dan lebih tinggi. Kebutuhan yang rendah adalah
kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan status, ketenaran,
kemuliaan, pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat, bahkan
penghargaan dari orang lain. Kebutuhan yang tinggi adalah kebutuhan akan
penghormatan atau penghargaan dari diri sendiri, termasuk perasaan,
keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian dan kebebasan.

Maslow menegaskan bahwa rasa harga diri yang sehat lebih didasarkan
pada prestasi, status, atau keturunan. Dengan perkataan lain rasa harga diri
individu yang sehat adalah hasil usaha individu yang bersangkutan. Namun,
penghargaan yang dimaksud disini bukan berarti harus selalu dipuaskan
dengan materi sebab harga diri seseorang tidak pernah bisa diukur dengan
apapun yang ada di dunia ini. Adapun kebutuhan akan harga diri ini
merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh individu baik penghormatan
atau penghargaan dari diri sendiri maupun dari orang lain guna mngetahui
atau yakin bahwa dirinya berharga serta mampu mengatasi segala tantangan
dalam menjalani kehidupannya.

d. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Tingkatan terakhir dari kebutuhan dasar Maslow adalah aktualisasi diri.


Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang tidak melibatkan
keseimbangan, tetapi melibatkan keinginan yang terus menerus untuk
memenuhi potensi. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang mendorong
individu untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri. Kebutuhan individu
akan aktualisasi diri dapat diartikan sebagai hasrat individu untuk
memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri, untuk menyadari semua
potensi dirinya, hasrat untuk semakin menjadi diri sepenuh kemampuannya
sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya dan menjadi kreatif untuk
bebas mencapai puncak prestasi potensinya menjadi orang yang sesuai
dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya untuk menyempurnakan
dirinya melalui pengungkapan segenap potensi yang dimiliki.

Dengan demikian, kebutuhan aktualisasi diri ini merupakan kebutuhan


yang mendorong individu untuk menunjukkan potensi yang dimilikinya
setelah kebutuhan-kebutuhan lainnya terpenuhi. Kebutuhan ini menuntut
individu untuk dapat mengembangkan potensinya menurut kemampuan yang
dimilikinya guna memperoleh kepuasan terhadap dirinya sendiri dengan hal-
hal yang dapat ia lakukan untuk lebih memahami perkembangan kepribadian
secara menyeluruh agar individu mampu mencapai kesenangan,
kesejahteraan dengan memanfaatkan potensi-potensi yang berkembang.
BAB III

METODE PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai