Disusun Oleh :
Defi Restiawati 40419002
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "analisis kepribadian tokoh
utama dalam cerita pendek …………
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas UAS pada mata
kuliah Psikologi Sastra yang diampu oleh Mulasih, M.Pd. Dosen program studi Pendidikan
Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Peradaban.
Penulisan makalah ini juga dimaksudkan sebagai media untuk mengembangkan dan
meningkatkan kemampuan dalam penelitian serta penulisan karya ilmiah mahasiswa.
Makalah ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik
moril maupun materil.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuanya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Kritik dan saran dari para
pembaca sangat di harapkan demi kesempurnaan penulisan selanjutnya. Dan kiranya,
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
PENDAHULUAN
Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya
bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun suasana rasa atau
emosi (Endraswara, 2008: 86). Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui
kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam
lingkungan sosialnya (Ali Imron, 2009: 1). Karya sastra sebagai sebuah fenomena kreatif
(Atmazaki dalam Endraswara, 2003: 12)Salah satu cara untuk menikmati karya sastra adalah
melalui pengkajian psikologi sastra.
Dalam kaitannya dengan psikologi, Wellek dan Warren (2014:90) menyatakan bahwa
kajian terhadap sastra dengan menggunakan psikologi dapat dilakukan melalui empat ranah,
yakni (1) studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pribadi, (2) studi proses kreatif, (3) studi
tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, dan (4) mempelajari
dampak sastra pada pembaca atau yang disebut dengan istilah psikologi pembaca. Di antara
keempat kajian tersebut, ranah yang ketiga paling dominan digunakan dalam konteks sastra.
Pendekatan psikologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa
karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia. Tujuan dari
pesikologi sastra menurut Ratna (2004) memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung
dalam karya sastra. Didalam psikologi membahas tetang manusia, tentang kejiwaan manusia.
B. Rumusan Masalah
1) Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah:
Bagaimana kajian psikologi sastra dalam cerpen ........ menurut teori Abraham
Maslow?
C. Tujuan Masalah
1) Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui mengenai kajian psikologi sastra dalam cerpen ......... menurut teori
Abraham Maslow
BAB II
LANDASA TEORI
A. Pengertian sastra
Sastra adalah hasil kegiatan kreatif manusia dalam hal ini tanggapan, fantasi,
perasaan, pikiran, dan kehendak yang dituangkan dalam suatu karya yang bersatu
padu dan diwujudkan dengan menggunakan bahasa. Sastra merupakan kreasi
manusia yang diangkat dari realita kehidupan. Sastra tidak hanya dinilai sebagai
suatu karya seni yang imajinatif, tetapi juga sebagai suatu karya kreatif yang
bermanfaat memberika informasi yang berhubungan dengan pemerolehan nilai-
nilai kehidupan.
Sastra menurut Gazali (Pradopo, 2002: 32) adalah tulisan atau bahasa yang
indah, yakni hasil ciptaan bahasa yang indah dan perwujudan getaran jiwa dalam
bentuk tulisan. Yang dimaksud indah adalah sesuatu yang membuat orang yang
melihat dan mendengarkan dapat bergetar jiwanya ssehingga melahirkan
keharuan, kemesraan, kebencian, kecemasan, dendam, dan seterusnya.
Welek dan Warren (1995: 4) mengemukakan bahwa sastra tidak bisa ditelaah
sama sekali. Sastra boleh dibaca, dinikmati dan diapresiasi. Selebihnya, yang bisa
dilakukan adalah mengumpulkan berbagai macam informasi mengenai karya
sastra. Sastra merupakan suatu karya seni yang diciptakan dari hasil ekspresi
pengalaman batin penciptanya untuk mengungkapkan peristiwa-peristiwa hidup
dan kehidupan yang terjadi di masyarakat dan menggunakan medium bahasa yang
beragam untuk menarik minat pembaca.
B. Pengertian Cerpen
Cerita pendek atau cerpen adalah salah satu karya sastra yang berbentuk prosa
dan hanya memilikisatu tahapan alur cerita. Biasanya berisi tentang kisah
kehidupan manusia yang di ceritakan lewat tulisan pendek dan singkat Cerpen
adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar
antara setengah sampai dua jam, suatu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan
dalam sebuah novel (Poe dalam Burhan, 2012:10).
Cerpen, sesuai dengan namanya adalah cerita yang pendek. Panjang cerpen
itu sendiri bervariasi. Ada cerpen yang pendek (short short story), ada yang
panjangnya cukupan (midle short stoy), serta ada cerpen yang panjang (long short
story) (Burhan, 2012:10). cerpen adalah fiksi pendek yang selesai dibaca dalam
sekali duduk‟. Cerita pendek hanya memiliki satu arti, satu krisis dan satu efek
untuk pembacanya. Pengarang cerpen hanya ingin mengemukakan suatu hal
secara tajam (Jacob, 2001:184).
Cerpen dibangun oleh unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Seperti unsur
peristiwa, plot, tema, tokoh, latar, sudut pandang. Karena bentuknya yang pendek,
cerpen menuntut penceritaan yang serba ringkas, tidak sampai pada detail-detail
khusus yang “kurang penting” yang lebih bersifat memperpanjang cerita.
C. Psikologi Sastra
Psikologi berasal dari bahasa Yunani “psyche” yang berarti jiwa, dan “logos”
yang berarti ilmu. Jadi psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan
mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson, 1996: 7). Menurut Clifford dalam
Usman dan Juhaya (2012: 1-2) “Psychology is the science of human and animal
behavior”. Artinya: Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku
manusia dan hewan.
Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas
kejiwaan (Suwardi Endraswara, 2013: 96). Menurut Nyoman Kutha Ratna (2012:
349) psikologi sastra adalah model penelititan interdisiplin dengan menetapkan
karya sastra memiliki posisi yang lebih dominan. Atas dasar khazanah sastra yang
sangat luas, yang dievokasi melalui tradisi yang berbeda-beda, unsur-unsur
psikologis menampilkan aspek-aspek yang berbeda-beda.
Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan
proses dan aktivitas kejiwaan (Suwardi Endraswara, 2013: 96). Dalam menelaah
suatu karya psikologis hal penting yang perlu dipahami adalah sejauh mana
keterlibatan psikologi pengarang dan kemampuan pengarang menampilkan para
tokoh rekaan yang terlibat dengan masalah kejiwaan (Minderop, 2011: 55).
Menurut Wellek Werren dalam Kasnadi dan Sutejo (2010: 64) psikologi sastra
mempunyai empat pengertian, yang pertama studi psikologi pengarang. Kedua
studi tentang proses kreatif. Ketiga, studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang
diterapkan pada karya sastra dan keempat mempelajari dampak sastra pada
pembaca.
Tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang
terkandung di dalam suatu karya. Melalui pemahaman terhadap para tokoh,
misalnya masyarakat dapat memahami perubahan, kontradiksi dan penyimpangan-
penyimpangan lain yang terjadi di masyarakat, khususnya yang
terkait dengan psike.
Ada tiga cara yang dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi
dengan sastra, yaitu : a) memahami unsur-unsur pengarang sebagai penulis, b)
memahami unsur-unsur kejiwaan para tokoh, c) memahami unsur-unsur kejiwaan
para pembaca. Prinsip-prinsip penalaran efek sastra untuk memahami sebab-sebab
psikologis, pertama, muatan tema yang signifikan. Tiap kepribadian memiliki
kunci utama dalam menampilkan watak tokoh sehingga memiliki ciri khas dan
daya tarik karena adanya gelora perasaan yang dominan. Kedua, muatan
identifikasi tokoh utama atau protagonis. Perasaan tokoh tersebut merupakan
pantulan kepribadian si pencipta. Ketiga, muatan rasa persahabatan dan ketulusan
yang disampaikan pengarang melalui caranya sendiri dengan melepaskan diri dari
peraturan konvensional; pengarang berhak memilih gaya penyampaian sesuai
dengan selera masing-masing. Keempat, muatan pencitraan. Pikiran dan perasaan
pengarang dapat ditelusuri tidak semata melalui kisahan tetapi juga melalui
pencitraan dan perbandingan yang digalinya dari berbagai sudut deengan berbagai
pilihan gaya bahasa sehingga menjadikan karyanya indah dan penuh gaya.
Pencitraan mampu melukiskan kepribadian, temperamen, dan kualitas nalar
seorang pengarang. Metafor dan simile yang diungkapkan oleh tokoh-tokoh
dramatik ternyata merupakan cerminan kejiwaan dari seorang pengarang.
Kelima,muatan gaya kisahan merupakan cetusan jiwa dari si pencipta (Minderop,
2011:54-58).
Suwardi Endraswara (2008: 89) berpendapat, bahwa langkah pemahaman
teori psikologi sastra dapat melalui tiga cara, pertama, melalui pemahaman teori-
teori psikologi kemudian dilakukan analisis terhadap suatu karya sastra. Kedua,
dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian,
kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk
digunakan. Ketiga, secara simultan menemukan teori dan objek penelitian.
Selanjutnya, memperlihatkan bahwa teks yang ditampilkan melalui suatu teknik
dalam teori sastra ternyata dapat mencerminkan suatu konsep dari psikologi yang
diusung oleh tokoh fiksional.
Terkait dengan hubungan antara sastra dan psikologi menurut Abrams dalam
Minderop (2011: 61), terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Pertama,
suatu karya sastra harus merefleksikan kekuatan, kekaryaan dan kepakaran
penciptanya. Kedua, karya sastra harus memiliki keistimewaan dalam hal gaya
dan masalah bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan
pengarang. Ketiga, masalah gaya, struktur dan tema karya sastra harus saling
terkait dengan elemen-elemen yang mencerminkan pikiran dan perasaan individu,
tercakup di dalamnya: pesan utama, gelora jiwa, kesenangan dan ketidaksenangan
yang memberikan kesinambungan dan koherensi terhadap kepribadian.
Penelitian psikologi sastra menurut Suwardi Endraswara (2013: 99),memang
memiliki landasan pijak yang kokoh. Baik sastra maupun psikologi sama-sama
mempelajari hidup manusia. Bedanya, sastra mempelajari manusia sebagai ciptaan
imajinasi pengarang, sedangkan psikologi mempelajari manusia sebagai ciptaan
Illahi secaraa riil. Sifat-sifat manusia dalam psikologi maupun sastra sering
menunjukkan kemiripan, sehingga psikologi sastra memang tepat dilakukan.
Pengarang sadar atau tidak memang telah menerapkan teori psikologi secara
diam-diam dalam karyanya.
d. Kebutuhan Seks
2) . Kebutuhan Psikis
Kebutuhan akan rasa aman juga meliputi kebutuhan aman secara fisik,
kebebasan dari daya-daya yang mengancam seperti takut, cemas, bahaya, dan
kerusuhan. Kebutuhan aman secara fisik merupakan kebutuhan yang
diperlukan oleh seseorang yang diakibatkan oleh gangguan-gangguan
dilingkungannya. Kebutuhan ini sangat diperlukan oleh seseorang agar lebih
fokus memenuhi kebutuhannya selanjutnya, begitu pula dengan aman
terhadap daya-daya yang mengancam seperti takut, cemas, bahaya, dan
kerusuhan.
Kebutuhan akan rasa aman ini merupakan kebutuhan yang akan dipenuhi
oleh seseorang setelah kebutuhan fisiologisnya cukup terpenuhi. Kebutuhan
ini merupakan kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh
ketentraman, kepastian, dan keteraturan dari keadaan lingkungannya.
Kebutuhan akan rasa aman berbeda dari kebutuhan fisiologis karena
kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi secara total. Dengan demikian, kebutuhan
akan rasa aman merupakan kebutuhan yang pemenuhannya tidak selalu
terpenuhi dengan total sebab manusia tidak pernah dapat dilindungi
sepenuhnya dari ancaman-ancaman atau perilaku berbahaya orang lain yang
belum diketahui kedatangannya, namun kebutuhan ini tetap akan dipenuhi
oleh individu sebisa mungkin demi mencapai ketentraman dan kesejahteraan
guna untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya.
Kebutuhan individu akan rasa cinta dan rasa memiliki adalah suatu
kebutuhan yang mendorong individu untuk mengadakan hubungan efektif
atau ikatan emosional dengan individu lain, baik dengan sesama jenis
maupun dengan yang berlawanan jenis, di lingkungan keluarga ataupun di
lingkungan kelompok di masyarakat. Individu berhak untuk mencintai dan
dicintai oleh individu lain. Kebutuhan akan rasa cinta dan dimiliki akan terus
penting sepanjang hidup. Kebutuhan rasa cinta adalah kebutuhan untuk saling
menghargai, menghormati, dan saling mempercayai. Menurut Maslow cinta
adalah hubungan sehat antara pasangan manusia yang melibatkan perasaan
saling menghargai, menghormati, dan mempercayai. Dicintai dan diterima
adalah jalan menuju perasaan yang sehat dan berharga, sebaliknya tanpa cinta
menimbulkan kesia-siaan, kekosongan, dan kemarahan.
Maslow menegaskan bahwa rasa harga diri yang sehat lebih didasarkan
pada prestasi, status, atau keturunan. Dengan perkataan lain rasa harga diri
individu yang sehat adalah hasil usaha individu yang bersangkutan. Namun,
penghargaan yang dimaksud disini bukan berarti harus selalu dipuaskan
dengan materi sebab harga diri seseorang tidak pernah bisa diukur dengan
apapun yang ada di dunia ini. Adapun kebutuhan akan harga diri ini
merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh individu baik penghormatan
atau penghargaan dari diri sendiri maupun dari orang lain guna mngetahui
atau yakin bahwa dirinya berharga serta mampu mengatasi segala tantangan
dalam menjalani kehidupannya.
METODE PENELITIAN