Anda di halaman 1dari 15

Gejala Psikis Tokoh Manen dalam Novel Raumanen Karya

Henrite Marine Katoppo

(Robiatul Aliyah 11160130000023, Muhammad Najib 11160130000033)

Abstrak

Psikologi sastra merupakan lingkup sastra yang mengkaji gejala jiwa karya sastra tersebut,
melalui data-data struktural yang ada, psikologi sastra dapat dengan mudah dipelajari.
Pendekatan ini begitu penting dalam kajian prosa, tentu ketika menilik intrinsik dan ekstrinsik
sebuah novel khususnya, diperlukan pendekatan relevan dan berfokus. Pendekatan psikoanalisis
adalah pendekatan psikologi sastra yang umum digunakan kritikus dan akademisi sastra dalam
kiprahnya mengkaji sastra. Katoppo sebagai pengarang novel berjudul Raumanen merupakan
pegiat teologis, budaya, dan agama. Katoppo berhasil menghadirkan prosa indah yang memaksa
pembaca membuat kemelut batin dalam benaknya dengan melihat sosok Manen di dalamnya.
Pada analsisis ini, mengapa memilih pendekatan Freud dalam prosesnya, karena pendekatan
Freud adalah pendekatan kompleks mengenai focus tokoh berdasarkan gejala jiwa yang
dihadirkan. Metode pendekatan ini menggunakan metode kualitatif, menilik bukti sekunder dan
menghasilkan bukti primer melalui tindak tutur tokoh dalam novel. Psikoanalisis merupakan
pendekatan yang paling sinkron dengan tujuan analisis ini.

Kata kunci: Psikologi sastra, psikoanalisis, pendekatan Freud

A. Latar Belakang Masalah

Decade pertama abad 21 ini dunia sastra Indonesia dipenuhi dengan karya-karya tulis
pengarang wanita. Sejak novel saman ayu utami laris di pasaran tahun 1998, pembaca buku
Indonesia semakin ingin mencicipi sastra yang mencerminkan hidup mereka sendiri dan
bercerita tentang kenyataan Indonesia sekarang. Generasi baru pengarang wanita ini memuaskan
selera itu. Salah satu dari mereka, nova riyani, yusuf, pernah berkata di tahun 2003, “ generasiku
sama sekali berbeda dari generasi sebelumnya. Apa yang aku tulis, dan yang ditulis oleh
kebanyakan wanita-wanita muda sekarang, adalah reaksiku terhadap kehidupan modern.1

Novel Raumanen adalah karya sastra yang menarik untuk dinikmati dan dikaji. Melalui
pendekatan psikologi, Raumanen begitu mewakili simbol-simbol psikis manusia. Simbol-simbol
tersebut yang membuat novel ini memaksa pembacanya menghadirkan citraan-citraan liar ketika
membaca, citraan tersebut menarik pemikiran pembacake dalam rumitnya suasana hati masing-
masing tokoh dalam novel tersebut. Pendekatan Freud adalah pendekatan yang sangat cocok
dalam mengkajinya, maksud untuk memahami gejolak batin dari Manen Sang pemeran penting
dalam novel tersebut. Kecermatan menganalisis menjadi begitu penting dalam melihat perubahan

1
Katoppo, Raumanen, (Jakarta: Metafor Publish, 2006)
psikis dalam novel tersebut. Tentunya amat penting bagi masyarakat sastra dalam mengapresiasi
novel ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pendekatan Psikologi Sastra?
2. Bagaimana pendekatan psikoanalisis Freud dalam psikologi sastra?
3. Seperti apa analisis intrinsik dan analisis psikologi sastra Raumanen?

C. Acuan Teoritis

Sastra dan psikologi adalah dua hal yang tak dapat terpisah, karena psikologi berfungsi
sebagai studi yang mempelajari sastra berdasarkan ekspresi jiwa gejala-gejalanya. Istilah
psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian. Pengertian pertama adalah studi
psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Pengertian kedua menjelaskan bahwa
psikologi sastra adalah studi proses kreatif, pengertian ketiga adalah menyatakan bahwa studi ini
adalah studi tipe dan hokum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya satra, dan yang
terakhir adalah mempelajari gejala atau respon pembaca secara psikologis.2

Pendekatan psikologi sastra sebagaimana definisi sebelumnya, mengemukakan bahwa


pendekatan ini menekankan pada gejala psikologi atau ekspresi jiwa, baik refleksi pengarang,
intrinsik tokoh, juga konflik tokoh yang tercipta dalam novel yang akan dibahas. Psikologi sastra
memiliki peranan penting dalam lingkup sastra. Simbiosis antara keduanya begitu signifikan,
karena dua hal ini sama terikat mengkaji manusia sebagai objek penelitian dan masyarakat dalam
gejala psikologi.3 Meskipun terdapat simbiosis kuat antara keduanya, psikologi dan sastra tetap
memiliki perbedaan. Perbedaan keduanya meperlihatkan bagaimana sifat gejala jiwa yang ada
dalam psikologi secara teorits, dan psikologi dalam karya sastra yang bersifat imajinatif.

Salah satu teori terkenal mengenai pendekatan psikologi sastra adalah pendekatan
psikoanalisis. Psikoanalisis dicetus oleh Freud sekitar tahun 1890-an. 4 Freud adalah psikolog
yang menyelidiki aspek ketidaksadaran dalam jiwa manusia. Ketidaksadaran memainkan
peranan yang besar, sebagian besar kehidupan psikis manusia tidak disadari dan hanya bagian
kecil saja yang muncul dalam kesadaran, dan ketidaksadaran itu terus menerus beroperasi
dorongan-dorongan dan tenaga-tenaga asal (Kartini Kartono, 1990:125).

Freud berpendapat, bahwa kepribadian tersusun dari tiga sistem pokok, yakni: Id, Ego dan
Superego. Dalam kinerjanya ketiga sistem tersebut akan selalu berinteraksi satu sama lain untuk
memenuhi kebutuhan dan mempertahankan kestabilan yang telah terbentuk dari pengaruh luar
maupun rangsangan-rangsangan yang lahir dari dalam, dan dari proses kinerja ketiga sistem
tersebut, maka terjadilah suatu bentuk perilaku (Freud dalam Ferdinand Zaviera, 2008:93). ada
hakekatnya perilaku yang terbentuk dari ketiga sistem tersebut merupakan realisasi dari suatu
2
Warren dan Welleck, Teori Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia, 1989), h. 90
3
Warren dan Welleck, Ibid. h. 93
4
Ibid. h. 93
bentuk usaha untuk mewujudkan suatu keinginan, baik itu berupa keinginan tercapainya suatu
maksud maupun keinginan yang berupa melepaskan diri dari suatu tekanan. Novel sangat terkait
erat dengan ilmu psikologi, karena di dalamnya terdapat gambaran aktivitas kejiwaan manusia.

D. Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan merupakan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan
mengangkat tema yang serupa. Penelitian ini berfungsi untuk memberikan penjabaran mengenai
persamman dan perbedaan pada penelitian yamg pernah dilakukan. pada bagian ini akan
dipaparkan bebrapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

Penelitian terhadap novel Raumanen pernah dilakukan oleh Dwi Endah Palupi dengan judul
“Raumanen Karya Marine Kattopo (Suatu Pendekatan Psikologis Sastra) Skripsi Universitas
Sebelas Maret Surakarta 2010, analisis psikologi sastra novel Raumanen yang berupa unsur-
unsur ketidaksadaran tokoh seperti Id, Ego, dan Superego, serta trauma psikis tokoh dalam novel
Raumanen karya Marianne Katoppo.

E. Biografi

Nama lengkapnya adalah Henriette Marianne Katoppo. Dilahirkan di Tomohon, Sulawesi,


tanggal 9 Juni 1943. Berpendidikan Sekolah Tinggi Theologia Jakarta (sarjana muda 1963,
sarjana lengkap 1977), International Christina University, Tokyo (1964), Shingakuhbu (sekolah
theologia) Doshisha Daigaku, Kyoto (1965), dan terakhir mengikuti program pascasarjana di
Institut Oecumenique Bossey, Swiss (1978-1979). Pernah bekerja di British and Foreign Bible
Society, London (1966-1969), di AB Svenska Pressbyran, Stockholm (Swedia) sambil mengikuti
kursus malam di Universitas Stockholm (1970-1974), kini bekerja di Yayasan Obor Indonesia di
samping menjadi anggota MPH-PGI (1984).

Mulai menulis pada tahun 1951, ketika masih berumur 8 tahun, mengisi rubik anak-anak
dalam majalah berbahasa belanda Nieuwsgier. Beberapa artikelnya dimuat dalam harian Sinar
Harapan dan majalah Ragi Buana, Mutiara dan Femine.5

Cerpennya "supiyah" mendapat hadiah hiburan sayembara kincir emas radio nederland
wereldomroep 1975, Novelnya Raumanen (1977), mendapat Hadiah Harapan Sayembara
Mengarang Roman DKI 1975 dan sekaligus nendapat hadiah Yayasan Buku Utama Departemen
P&K tahun 1977. Karyanya yang lain: Terbangnya Punai (novel, 1978), Compassio nateand free
(1979), Anggrek tak pernah berdusta (Novel, 1980), Rumah Di Atas Jembatan (Novel, 1981),
dan Dunia tak bermusim (novel, 1984). Tahun 1982 Marianne Katoppo menerima hadiah Sastra
ASEAN.6

5
Pusat Dokumentasi Sastra H.B Jasin
6
Hasanuddin WS, dkk., Ensiklopedia Sastra Indonesia, (Bandung: Titian Ilmu Bandung, 2009), h. 587-588.
F. Analisis Struktur Intrinsik
1. Tema

Tema adalah arti cerita; tema adalah arti penyiaran cerita; tema mungkin menjadi arti
penemuan cerita. Dengan demikian, tema berarti implikasi yang perlu dari cerita keseluruhan,
bukan bagian yang terpisah dari cerita (kenney, 1966:91). Tema membuat cerita lebih terfokus,
menyatu, mengerucut,dan berdampak. Bagian awal dan akhir cerita menjadi pas, sesuai, dan
memuaskan berkat keberadaab tema. Tema merupakan elemen yang relevan dengan setiap
peristiwa dan detail cerita (stanton, 1965:19).7 Tema merupakan apa yang menjadi persoalan di
dalam sebuah karya sastra. Apa yang menjadi persoalan utama di dalam sebuah karya sastra. 8
Tema yang terdapat dalam novel Raumanen adalah Pergulatan batin seorang wanita dalam
mengadapi masalah percintaan.

“.....sebetulnya bukan itu pertanyaan yang membebani kalbunya saat itu. Sebetulnya hatinya
menjerit: Monang, apakah kau cinta padaku? Kalau kau cinta, aku rela ikut ke Lampung, ke
Kalimantan, ke mana saja di dunia ini....tetapi tak terucapkan olehnya.”9

2. Amanat
Amanat adalah pesan yang akan dismpaikan melalui cerita. Amanat baru dapat ditemukan
setelah pembaca menyelesaikan seluruh cerita yang dibacanya. Amanat biasanya berupa nilai-
nilai yang dititipkan penulis cerita kepada pembaca. Sekecil apapun nilai-nilai dalam cerita pasti
ada.10 Amanat merupakan pemecahan suatu tema, di dalam amanat terlihat pandangan hidup dan
cita-cita pengarang. Amanat dapat diungkapkan dalam secara eksplisit (berterang-terangan) dan
dapat juga secara implisit (tersirat).11 Amanat dalam novel Raumanen yaitu percintaan
merupakan hal yang indah, akan tetapi pikirkan matang-matang terlebih dahulu dalam masalah
percintaan, jangan sampai percintaan itu menjerumuskan diri sendiri kepada perbuatan yang
dilarang khususnya seks di luar nikah.

3. Tokoh dan Penokohan

Istilah 'tokoh' bisa dipergunakan untuk menunjuk pada pelaku cerita. Tokoh merajuk pada
individu-individu yang muncul di dalam cerita. 12Penokohan adalah cara pengarang dalam
melukiskan tokoh.Tokoh-tokoh cerita novel biasanya ditampilkan secara lengkap, misalnya yang
berhubungan dengan ciri-ciri fisik, keadaan sosial, tingkah laku, sifat dan kebiasaan, dan lain-

7
Pujiharto, Pengantar Teori Fiksi, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012) h. 76.
8
Mursal Esten, Kritik Sastra Indonesia, (Padang: Angkasa Raya, 1984), h.87.
9
Marianne Katoppo, Raumanen (Jakarta: Metafor Intermedia Indonesia, 2006), h. 64
10
Esti Ismawati, Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Ombak, 2013), h. 73
11
Mursal Esten, Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah (Bandung: Angkasa, 2013) h.20
12
Pujiharto, Op.Cit, h.43.
lain, termasuk bagaimana hubungan antartokoh, baik hal itu dilukiskan secara langsung maupun
tidak langsung.13 Berikut adalah penokohan dalam novel ini:

a. Manen
Raumanen Rumokoi atau Manen adalah tokoh utama dalan novel Raumanen gadis yang
Rasional, cerdas, aktif, pemaaf, berani, cantik, rajin, dan putus asa akan masalah yang
dihadapinya.

"......Manen selalu merasa bahwa ia memang cuma seorang adik kecil bagi
monang. Yang diajak berdialog, berdiskusi tentang sastra, tentang musik tentang
agama." "....mereka tak bisa mengerti bahwa aku sanggup mengasihi orang yang
telah mengucilkanku kemari.14
"Memang manen sendiri seorang gadis remaja bermuka bundar, berkulit langsep,
sebagaimana umumnya dianggap menjadi ciri-ciri khas putri Manado........"15
“......manen masih cukup idealis, dan tak mau menggunakan masa perkenalan ini
sebagai suatu masa pembayatan, membuat mahasiswa baru jadi obyek
pelampiasan sadisme tersembunyi para senior. Baginya, masa perkenalan itu
betul-betul harus bermutu dan menguntungkan bagi kedua pihak....16

b. Ir. Hamonangan Pohan atau Monang


Monang adalah seorang insinyur batak yang cerdas mempunyai sifat periang, suka
merayu dengan rayuan gombalnya, pengecut, berbicara ceplas-ceplos, dan pandai.

"Adikku tersayang, datanglah kepada abangmu!"17


"Raumanen!" Monang menjabat tangan manen,seraya membungkuk hampir
berlipat dua. "Raumanen..... romantis betul namamu itu!"18
"Jadi kau bisa tiga bahasa Batak, tetapi tidak satu pun bahasa Minahasa? Kalau
begitu, patut kita larikan ke tanah Batak saja!"19
“dingin betul tanganmu.... kau sakit? Ada apa sebetulnya?” pertanyaan-
pertanyaan yang dilontarkan seraya menoleh ke belakang, ke arah rumah itu.”20
“maukah ia menolong mu?” monang salah mengerti”ya Raumanen, barangkali itu
jalan terbaik, sekalipun melanggar hukum.....”21

13
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2013), h. 16
14
Marianne Katoppo, Op.Cit., h.3
15
Ibid,. h.22
16
Ibid., h.32
17
Ibid., h.10
18
Ibid,. h. 11
19
Ibid., h 18.
20
Ibid., h 93.
21
Ibid,. h 122.
“baru kali ini monang begitu serius berbicara dengannya, dan manen tak tahu
bagaimana akan menghadapinya. Monang yang selalu kebal, acuh tak acuh, gila
perempuan, itulah Monang yang dikenalnya.”22
c. Patrik
Partik adalah teman manen dan sekaligus rekannya di gerakan mahasiswa, ia bersifat
sopan, peduli terhadap manen, dewasa, cemburu, dan sinis.
"Diantarnya mereka ke ruang dalam, memberi salam kepada kepala keluarga.
Partik, yang menjadi asisteb pak Profesor, memperkenalkan, "Inilah Raumanen,
pak, putri Pak Rumokoi"23
"..... yang gelarnya memang sudah senior, tetapi gerak-geriknya masih junior
sekali!" Sela Patrik, semakin kecut."24
"Rupanya sekarang insinyur-insinyur kita makin baik gajinya! Ataukah ini mobil
hotel Medan?"25
d. Ilyas
Ilyas merupakn teman manen, ia juga aktivis pergerakan mahasiswa bersifat ramah,
sopan, sederhana dan cerdas.

"Lucu Ilyas ini. Orang lain atangke pesta untuk bercengkrama atau untuk
berdiskusi atau makan enak..... dan Ilyas cuma tidur saja."26
“manen keluar dengan tas pakaiannya. Ilyas sopan bercengrama dengan ibu
Manen, sedang monang.....”27
e. Philip
Philip merupakan asisten dokter yang dingin, kecewa terhadap manen, peduli terhadap
manen, emosi, baik hati kepada manen dan ia aktivis pergerakan mahasiswa bersama
manen.

“Philip bangkit berdiri dari belakang mejanya. „Sudahlah Manen,‟ katanya


menghibur. „Selesaikan besok saja. Tampaknya sekarang kau terlalu capek.‟.
„Tetapi besok sudah harus dibawa Sahat !‟ keluh Manen. „Ah, dia kan baru
berangkat sore,‟ sahut Philip. „Ayo, kita pulang saja. Aku sudah lapar.‟28
f. Lori
Lori merupakan teman manen mempunyai watak yang ramah, peduli terhadap manen

"He, keke (panggilan untuk anak perempuan) sejak kapan kau berpacaran dengan
buaya darat itu?"29
22
Mariane Kattopo., Op.Cit. h 41.
23
Ibid., h 10.
24
Ibid., h 11.
25
Ibid., h 17.
26
Ibid,. h.16.
27
Ibid., h.27.
28
Ibid., h 118.
29
Ibid, h 25.
"Mon, kataku padanya, aku betul-betul sayang sama keke itu, jadi awas kalau kau
praktekan teori daun pisangmu padanya!"30
g. Sara
Sara adalah teman manen periang, jujur, berkata apa adanya dan menasehati manen.
“manen! tunggu”
Sarra datang berlari-lari, turun bis “nen,” tanyanya riang ‘pacar gue masih di atas
gak?”31
Sara seorng anak pendeta, tak pandai berbohong. Wajahnya sekejap menjadi
merah padam. Matanya yang redup menjadi gelisah.32
h. Norah
Norah adalah teman manen yang tinggal di amerika memliki sifat periang, gembira,
peduli terhadap manen, keras kepala, dan kasar.

”kalau di Amerika, itu tidak menjadi soal,” kata Norah, seraya menarik nafas
panjang.” Di sini aku selalu mendapat kesan bahwa aku seorang tante girang
dalam penilaian orang lain!”33
“kalau aku datang sebagai tamu yang tak diundang kepesta itu, paling-paling
dikatakan bahwa perempuan-perempuan bule memang tidak tahu adat.”34
4. Alur

Alur adalah rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab-akibat.35Alur merupakan


tahapan-tahapan peristiwa yang menjalin sebuah cerita. Alur yang digunakan dalam novel ini
adalah alur mundur, berikut tahapan alurnya.

1) Pengenalan situasi cerita (exposition)


Pengarang memperkenalkan tokoh serta menata adegan dengan hubungan antartokoh.
Tahap penyituasian adalah tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar
dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, memberikan informasi
awal dan lain-lain yang terutama, berfungsi untuk melandas tumpu cerita yang dikisahkan
pada tahap berikutnya. 36 tahap pengenalan situasi cerita pada bab 1 yaitu

“Adikku sayang”
Manen baru saja datang ke pesta di rumah bapak Professor bersama-sama dengan
Patrik dan Ilyas, rekan-rekannya dari pengurus pusat gerakan mahasiswa. .......
begitu turun dari becak Manen serta pengawal-pengawalnya langsung disambut

30
Ibid., h. 27
31
Mariane Katoppo, Op.Cit.,h.85
32
Ibid,. h. 85.
33
Ibid., h.90
34
Ibid,. h.93
35
Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010),
h.112
36
Burhan Nurgiantoro,. Op.Cit. h. 209
oleh seorang laki-laki muda yang langcang mencetuskan perkataan aneh itu.
“Adikku sayang!”37

2) Pengungkapan peristiwa (complication)


Peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-
kesukaran bagi para tokohnya. Masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut
terjadinya konflik mulai di munculkan. Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik,
dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik
pada tahap berikutnya.38 Tahap konflik mulai terjadi ketika hubungan antara monang dan
manen mulai mesra meskipun teman-teman manen memperingatkan manen untuk berhati-
hati terhadap monang yang playboy, hingga mereka melakukan hubungan badan di bungalow
“tetapi sejak kita bertemu di rumah Namboru itu....aku tak tahu, Raumanen. Aku
tak boleh berharap, dan tak patut memberi harapan apapun. Kita begitu senang
bersama-sama. Seakan-akan inilah hari-hari kecerahan kita, selalu gairah, selalu
gembira......”39
“Apa yang terjadi sesudah itu seakan-akan suatu mimpi buruk bagi Manen. Siapa
yang akan dipersalahkannya? Penjaga bungalow, yang kebetulan sedang mencari
kesempatan „ngobjek‟ di luar pengetahuan majikannya? Monang, yang begitu
mahir merayu? Dirinya sendiri yang tak sanggup bertahan.”40

3) Menuju pada adanya konflik (rising action)


Peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun keterlibatan berbagai situasi
yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh. Konflik yang telah dimunculkan pada
tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. 41 Tahap
menuju adanya konflik atau rising action yaitu ketika manen hamil dan monang mengadakan
pesta perayaan (pesta perjodohan yang dilakukan ibu monang)
“barangkali anak yang ku kandung ini dapat mendamaikan kami, pikir manen.
Bukankah anak-anak sering menjadi pelangsung perdamaian.”42
“manen mengenal kembali beberapa teman monang: anton, togi, bistok....rupanya
ada pesta perayaan.”43

4) Puncak konflik (turning point)


Puncak cerita yang paling besar dan mendebarkan atau puncaknya konflik Klimaks. Pada
bagian ini pula ditentukan perubahan nasib beberapa tokohnya, misalnya berhasil-tidaknya

37
Ibid,. h.9
38
Burhan Nurgiyantoro, Op.Cit., h. 209.
39
Mariane Katoppo, Ibid., h.41
40
Ibid,. h. 63
41
Burhan Nurgiyantoro, Ibid., h.209.
42
Ibid., h 91.
43
Ibid., h. 92
menyelesaikan masalah.44 Monang marah kepada manen karena mengadukan keadaanya
kepada philip, manen sangat kecewa kepada monang karena sikap pengecutnya, dan manen
menyesal atas semua dosa yang ia lakukan selama ini.
“mengapa perlu kau adukan kepada philip?” tanyanya gusar.”Aku tak
mengadu....” manen pun menjadi gusar.”Cuma tiba-tiba kurasa tak tahan lagi
bermunafik begini, lalu kupikir philip dapat menolongku...”45

5) Penyelesaian (ending)
Penjelasan tentang nasi-nasib yang dialami oleh tokoh setelah mengalami peristiwa
puncak. Tahap penyelesaian novel Raumanen adalah raumanen memutuskan untuk bunuh
diri karena ia tak tak sanggup menahan beban yang dialami oleh dirinya.
“Raumanen!” suara monang
Tetapi pisau itu sudah jatuh ke lantai. Dan raumanen terkapar di atas ranjang, menutup
mukanya dengan kedua belah tangannya. Dan darah yang mengalir dari pergelangan
tangannya, dalam remang-remang cahaya bulan itu tampaknya seperti pita-pita merah yang
sangat indah, yang tak pernah dapat disambung lagi.”46

5. Latar
Latar adalah elemen fiksi yang menyatakan pada pembaca di mana dan kapan terjadinya
peristiwa.47 Unsur prosa cerita yang disebut latar ini menyangkut tentang lingkungan
geografi, sejarah, sosial dan kadang-kadang lingkungan poitik atau latar belakang tempat
kisah itu berlangsung.48 Jadi, latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa
dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang
berlangsung. Latar dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca,
atau satu periode sejarah.49
a. Latar Tempat
Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi. Novel Raumanen peristiwa tersebut terjadi di Jakarta, Bandung, dan Bogor.
Kota Jakarta latar tempat yang sering diceritakan dalam novel ini misalnya: Kebayoran
Baru dan Cikini, Tokoh manen yang tinggal dan dibesarkan di Jakarta, Awal pertemuan
monang dan manen saat menghadiri acara di rumah profesor.

"Manen baru saja datang ke pesta di rumah Bapak Profesor bersama-sama dengan
Partik dan Ilyas, rekan-rekannya dari pengurus pusat gerakan mahasiswa.”50

44
E. Kosasih, Apresiasi sastra Indonesia, (Jakarta: Nobel Edumedia, 2008), h.58.
45
Mariane Katoppo, Op.Cit., h.122.
46
Marianne Katoppo, Op.Cit., h.128.
47
Pujiharto, Op.Cit, h.47.
48
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra (Yogyakarta: Kanisius, 1988) h. 71
49
Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton (An Introduction to fiction), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2007), h.35
50
Marianne Katoppo, Op.Cit., h.9.
“rumah itu letaknya di Kebayoran Baru. Bagian kota baru, pesat dipenuhi
bangunan-bangunan baru. Kantor, instasi, asrama...”51
“mereka sudah sampai ke Pasar Cikini. Melewati toko-toko kecil yang
memamerkan dagangannya: buah, busana, berlian.....”52
Bandung merupakan latar tempat dalam novel ini. Bandung lebih tepatnya bukit dago
merupakan latar tempat ketika manen dan Ilyas yang mewakili pengurus pusat
pergerakan mahasiswa dalam acara perkenalan mahasiswa yaitu perkenalan mahasiswa
baru.

"Ia dan Ilyas diutus ke Bandung mewakili pengurus pusat pada acara perkenalan
mahasiswa disana. Monang telah berjanji mengantarkan mereka, karena toh harus
menjemput ibunya, yang sedang bisnis ke Bandung." 53
"Rupanya kedai sate di jalan Dago itu banyak sekali penggemarnya........" 54
Bogor yakni latar tempat selanjutnya, lebih tepatnya di daerah cibogo. Manen
melepaskan kehormatannya karena rauyan monang.

“turun dari puncak, mobil monang mogok di Cibogo, ditengah hujan deras. Kali
ini yang ditumpanginya bukan impala ibunda,......akhirnya mereka pergi berteduh
di suatu bungalow dekat situ. Tadinya mereka hanya berniat duduk diberanda,
menunggu redanya hujan.......”55
“apa yang terjadi sesudah itu seakan-akan suatu mimpi buruk bagi manen. Siapa
yang akan dipersalahkannya? Penjaga bungalow, yang kebetulan sedang mencari
kesemptan ‘ngobek’ di luar pengetahuan majikannya?.........”56

b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan
dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa
sejarah. 57 latar waktu dalam novel Raumanen tidak dijelaskan secara terperinci, waktu
terjadinya peristiwa itu adalah tahun 1960-an karena setelah 20 tahun setelah revolusi
adalah tahun 1965, meskipun bangsa indonesia sudah merdeka akan tetapi mereka tetap
berpendirian teguh akan adat istiadat dan tradisi dari suku mereka sendiri. Perbedaan
suku antara monang dan manen menjadi rintangan yang sulit ditembus di tahun 60-an,
persamaan suku dalam memilih pasangan hidup merupakan syarat yang mutlak.

51
Ibid., h.67.
52
Ibid., h.120.
53
Ibid,. h. 25.
54
Ibid,. h. 34.
55
Mariane Katoppo, Op.Cit., h. 62.
56
Ibid,. h. 63
57
Burhan Nurgiyantoro, Op.Cit., h 318
"........Waktu itu memang Republik masih muda, dan siapa akab menilai sampai
ke mana semboyan "Bhineka Tunggal Ika" meresap ke hati warganya?"
"Masih jauh jalan yang harus ditempuh, pikir manen kadang-kadang. Sekarang,
hampir 20 tahun sezudah Revolusi, sesudah dua windu lebih penduduk Nusantara
berpengalaman hidup sebagai "orang Indonesia", ternyata beban prasangka serta
wasangka terhadap suku lain masih belum dapat dilepaskan orang dengan begitu
mudah."58

c. Latar Sosial
Latar sosial menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan
sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. 59
Monang yang merupakan anak tertua dari keluarga batak ia tidak dapat menentang
tradisi adat yang dianut keluarganya, sehingga melepaskan tanggung jawab terhadap
perbuatan yang ia lakukan.
Manen yang merupakan tokoh berfikir rasional bahwa semakin berkembangnya zaman
membuat Teknologi semakin maju, hukum adat istiadat dianggap kuno dan terlalu
mengekang bangsa indonesia.

6. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah hubungan yang terdapat antara sang pengarang dengan alam fiktif
ceritanya, ataupun sang pengarang dengan pikiran dan perasaan dan pembacanya. 60
Pengarang dalam menentukan posisinya harus memilih dengan hati-hati agar cerita yang
diutarakannya menimbulkan efek yang tepat. Pengarang dapat menyampaikan cerita dari sisi
dalam atau dari sisi luar.61 Sudut pandang yang di pakai dalam novel Raumanen
menggunakan Sudut pandang orang ketiga (Dia maha tahu) arwah manen yang
menceritakan kisah penceritaan 10 tahun yang lalu terdapat dalam bab 1-11 dan sudut
pandang orang pertama (Aku) terdapat dalam bab Manen dan Monang.
a. Sudut pandang orang pertama "Aku" Manen
Akhir-akhir ini,tak pernah lagi teman-temanku datang menjengukku. Padahal
dulu, ketika ku baru pindah kemari, hampir setiap hari mereka datang. 62
b. Sudut pandang orang pertama "Aku" Monang
"Tadi malam, aku bermimpi tentang raumanen. Rupanya kuteriakkan namanya-
ketika aku bangun, gemetar dan basah keringat, nama itu masih bergema dalam
kepekatan kamar tidurku."63

58
Ibid,. h.22.
59
Ibid.,h.322
60
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1993), h.140
61
Ibid, fiksi h.66
62
Marianne Katoppo, Op.Cit., h.1.
63
Ibid,. h. 5
c. Sudut pandang orang ketiga "Dia" dia maha tahu,
"Manen baru saja datang ke pesta di rumah Bapak Profesor bersama-sama dengan
Patrik dan Ilyas, rekan-rekannya dari pengurus pusat pergerakan mahasiswa."64

7. Gaya Bahasa
Gaya bahasa sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).65 Gaya bahasa mencakup
berbagai figur bahasa antara lain metafor, simile, antitesis, hiperbola dan paradoks. Pada
umumnya gaya bahasa adalah semacam bahasa yang bermula dari bahasa yang biasa
digunakan dalam gaya tradisional dan literal untuk menjelaskan orang atau objek. Dengan
menggunakan gaya bahasa, pemaparan imajinatif menjadi lebih segar dan berkesan.66
Pemakaian ragam bahasa dalam mewakili atau melukiskan sesuatu dengan pemilihan dan
penyusunan kata dalam kalimat untuk memperoleh efek tertentu. 67 Gaya bahasa yang
digunakan pada novel Raumanen gaya bahasa hiperbola, perbandingan, dan personifikasi.

"Rik!" Monang mendelik. "Mengapa kau begitu ganas menyerangku?........."


“....sayup-sayup terdengar suara musik rock menjembatani ombak-ombak yang
tenang berayun”
“purna candra mengintip dari balik awan hitam. “Ah bulan kegairahanku yang tak
pernah sirna! Sekali lagi megah kau rias cakrawala......”68
“.....dan darah yang mengalir dari pergelangan tangannya, dalam remang-remang
cahaya bulan itu tampaknya seperti pita-pita merah yang sangat indah, yang tak
pernah dapat disambung lagi.”69

G. Analisis Isi

Penelitian pada novel Raumanen menggunakan pendekatan psikologi sebagai “studi tipe
dan hukum-hukum” yang diterapkan pada karya sastra. Freud berpendapat bahwa
kepribadian tersusun dari tiga sistem pokok yakni Id, Ego, dan Superego.70 Tiga komponen
tersebut adalah bentuk pengharapan yang mungkin dimiliki tokoh utama, sehingga pada
akhirnya memunculkan kecemasan dalam batin tokoh utama. Pendekatan Freud dap[at
membantu konflik batin tokoh yang coba disampaikan penulis dalam novel, bagaiman
konflik tersebut memicu penyebab selanjutnya, dan bagaimana gejela tersebut membutuhkan
faktor terjadinya gejala atau konflik tokoh utama.
64
Ibid,. h. 10
65
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia, 1986), h.113
66
Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005) h. 51
67
Zainudin, Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 51

68
Ibid., h. 98.
69
Ibid,. h.128
70
Albertine Minderop, Psikologi Sastra, (Jakarta: Pustaka Obor, 2010), h. 56
Freud membedakan tiga sistem dalam hidup psikis, yakni Id, Ego, dan Superego.
Peristilahan psikoanalisis, tiga faktor ini dikenal juga sebagai tiga “instansi” yang menandai
hidup psikis.71 Ketiga komponen di atas memiliki fungsi, dinamika,dan mekanisme yang
berbeda antara ketiganya. Bagian Id merupakan bagian mendasar kejiwaaan tokoh, artinya
bahwa Id merupakan pembentuk gejala-gejala psikis tokoh. Id adalah motor psikis,
penggerak pada setiap hal yang akan memengaruhi sikap tokoh selanjutnya. Meskipun
begitu, Id adalah komponen yang selalu terlepas namun tetap menjalankan operasinya pada
Ego dan Superego. Konotasi menjalankan operasinya adalah bahwa Id merupkan stimulus
utama dalam mencapai apa yang diinginkan tokoh, juga dihindari tokoh.

Andil Id pada tokoh Manen memberikan gejala reflektif terhadap beberapa situasi dalam
novel tersebut, penyituasin yang diangap mendukung hasrat tokoh dalam operasi Id akan
semakin kuat dan menjalar. Mengenai prinsip Id, prinsip yang mendasari Id adalah prinsip
kesenangan, prinsip kesenangan yang akan tetap menjadi pemegang kendali dan
mengalahkan dorongan ego dan kenyataan. Id adalah gerak sadar maupun tak sadar seorang
tokoh dalam mengungkapkan atau tindak retoris terhadap angan-angan dalam batinnya, dan
yang mendominasi adalah prinsip kesenangan. Prinsip kesenangan pada akhirnya
membuahkan sifat alamiah seseorang, yakni naluri kehidupan dan kematian. Seperti dalam
kutipan Monang tetap memeluk Manen. “Biasanya kalau cewek bilang dia kedinginan,
artinya memang minta dipeluk!” (Katoppo, 2006 : 35). Kutipan tersebut memberikan arti
intuisi seorang perempuan yang mencoba memberikan simbol afirmasi untuk mendapatkan
pelukan dari lawan jenis. Sikap tersebut bersifat otomatis, karena didukung penyituasian
pada bagian tersebut. Pengacuhan situasi juga sangat berpengaruh dalam Id dari kutipan
tersebut, Id tersebut memaksa gerak reflek dari tokoh untuk tindakan selanjutnya.

Fungsi Id dalam pembentuk psikis lainnya adalah proses primer seorang tokoh dalam
menghindari naluri kematian, naluri kematian berarti mengungkapkan tindak tutur demi
menghindari kekecewaan seseorang. Pernyataan retoris selalu menjadi mediator ungkapan
tokoh dalam mengurangi kekecewaannya.

Selanjutnya adalah komponen Ego, Menurut Freud, Ego terbentuk dengan deferensiasi
dari Id karena kontaknya dengan dunia luar, khususnya orang di sekitar lingkungan.
Aktifitasnya bersifat sadar, pra sadar, maupun tidak sadar. Untuk sebagian besar Ego bersifat
sadar dan sebagai contoh aktivitas sadar boleh disebut persepsi lahiriah, persepsi batin,
proses-proses intelektual. Aktivitas pra sadar adalah dikemukakan fungsi ingatan, dan
aktivitas tak sadar Ego dijalankan dengan mekanisme pertahanan. Ego mengontrol pintu-
pintu ke arah tindakan, memilih segi-segi lingkungan ke mana ia akan memberikan respon,
dan memutuskan insting-insting manakah yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya.
Dalam melaksanakan fungsi ini, Ego harus berusaha mengintegrasikan tuntutan Id, Superego,
dan dunia luar yang sering bertentangan, tujuannya adalah mempertahankan kehidupan

71
K. Bertens, Psikoanalsis Sigmund Freud, (Jakarta: Gramedia, 2006), h. 32
individu dan memperhatikan bahwa spesies dikembangbiakkan. Seperti dalam kutipan
“Begini malah lebih baik lagi,”kata Monang, (Katoppo, 2006: 99). Konotasi kalimat tersebut
adalah cerminan sadar tokoh Monang ketika mendapat ransangan dari Manen yang hamil
karenanya, terlihat pengukuhan keinginan dari Monang terhadap kabar tersebut, meskipun
Manen sedikitnya tak merasakan apapun.

Superego merupakan dasar hati nurani moral. Aktifitas Superego menyatakan diri dalam
konflik dengan Ego yang dirasakan dalam emosi-emosi seperti rasa bersalah, rasa menyesal,
dan lain sebagainya. Sikap-sikap seperti observasi diri, kritik diri, dan inhibisi berasal dari
Superego.72 Superego merupakan bentuk akhir psikis yang dirasakan ketika kekecewaan
mulai datang pada kondisi tokoh. Upaya mengembalikan yang diinginkan pada akhirnya
membuahkan sesuatu yang positif, bentuk-bentuk permohonan secara langsung adalah bukti
dan upaya dalam mengembalikan suasana kembali seperti semula, dan tak serumit saat ini.

Id, Ego, dan Superego tidak dipandang sebagai orang-orang yang menjalankan
kepribadian. Ketiga sistem tersebut hanyalah nama-nama untuk berbagai proses psikologis
yang mengikuti prinsip-prinsip sistem yang berbeda. Kepribadian biasanya berfungsi sebagai
satu kesatuan dan bukan sebagai tiga bagian yang terpisah. Secara umum Id dapat dipandang
sebagai komponen biologis kepribadian. Sedangkan Ego sebagai komponen psikologis dan
Superego sebagai komponen sosialnya.

Dominasi unsur psikis Manen membuat novel ini begitu menarik, Manen sebagai sosok
yang mengalami perubahan kejiwaan yang sistematis, terus-menerus hingga tiba saat
kematiannya ia masih merasakan konflik batin dalam dirinya. Kejadian-kejadian yang telah
menimpanya dianggap sebagai stimulus pembentuk unsur-unsur psikologis manusia yang
umum, namun kemelut batinnya mengalahkan semua prediksi pembaca dalam menafsir
novel ini.

H. Simpulan

Pendekatan psikologi merupakan cara penghubungan karya sastra dengan gejala-gejala


manusia. Seperti yang diungkapkan Warren dan Welleck bahwa psikologi sastra bisa dilihat
berdasarkan empat sudut pandang, bagaiamana melihat sikap dan kejiwaan pengarang
melalui karya sastranya, bagaiamana melihat karya sastra tersebut sebagai ekspresi sosial dan
erat pada manusia pada kajian karya sastra tersebut, mempelajari tokoh melalui gejala-gejala

72
K. Bertens, ibid. h. 34
psikisnya, dan respon psikis pembaca dalam membaca novel atau karya sastra lainnya.
Raumanen merupakan karya sastra pop yang popular pada tahun 70-an, Katoppo sebagai
penulisnya mampu menghadirkan konflik batin pada setiap tokohnya dengan begitu
kompleks. Terutama pada sosok Manen sebagai tokoh utamanya.

I. Daftar Pustaka

B. Rahmanto. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius


E. Kosasih. 2008. Apresiasi sastra Indonesia. Jakarta: Nobel Edumedia
Esten, Mursal. 1984. Kritik Sastra Indonesia. Padang: Angkasa Raya.
Esten, Mursal. 2013. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa
Hasanuddin WS, dkk.2009. Ensiklopedia Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu Bandung
Ismawati, Esti. 2013. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Ombak
K. Bertens. 2006. Psikoanalsis Sigmund Freud. Jakarta: Gramedia
Katoppo, Marianne. 2006. Raumanen. Jakarta: Metafor Intermedia Indonesia
Keraf, Gorys. 1986. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia
Minderop, Albertine. 2005. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi.Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press
Priyatni, Endah Tri. 2010. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, Jakarta: Bumi
Aksara
Pujiharto. 2012. Pengantar Teori Fiksi.Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Pusat Dokumentasi Sastra H.B Jasin
Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi Robert Stanton (An Introduction to fiction), Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Tarigan, Henry Guntur. 1993. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa
Warren dan Welleck. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia
Zainudin. 1992. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai