Oleh
Suatu karya sastra tidak akan dikenal jika tidak ada yang membacanya. Dari sini, seorang
pembaca tidak akan diam saja setelah membaca suatu karya. Melainkan, mereka akan
memberikan kritik terhadap karya tersebut. Maka suatu karya sastra yang akan dikritik,
terlebih dahulu harus dianalisis berdasarkan pendekatan atau teori kritik sastra. Ada berbagai
macam pendekatan dalam karya sastra, dan di sini akan dibahas lebih mendalam tentang
pendekatan psikologis karya sastra.
Pendekatan adalah salah satu prinsip dasar yang digunakan sebagai alat untuk
mengapresiasi karya sastra. Salah satunya ditentukan oleh tujuan dan apa yang hendak
ditentukan lewat teks sastra. Pembaca dapat menggunakan beberapa pendekatan, salah
satunya adalah pendekatan psikologis.
Psikologi adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang objek pembahasannya adalah
keadaan jiwa manusia. Ilmu ini berusaha memahami perilaku manusia, alasan dan cara
mereka melakukan sesuatu dan juga memahami bagaimana makhluk tersebut berpikir dan
berperasaan.
Karya sastra merupakan hasil ungkapan jiwa seorang pengarang yang di dalamnya
melukiskan suasana kejiwaan pengarang, baik suasana sakit maupun emosi (Asrori, 2011). Di
dalam karya sastra terdapat hasil kreatifitas dari pengarang tersebut. Mungkin dari
pengalaman pribadi pengarang atau bukan pengalaman pribadi yang tentunya pernah
disaksikan oleh pengarang.
Pendekatan psikologi sastra adalah suatu cara analisis berdasarkan sudut pandang
psikologi dan bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang
peristiwa kehidupan manusia yang merupakan pancaran dalam menghayati dan menyikapi
kehidupan (Harjana dalam kutipan Sartika, 2011). Jadi, pendekatan psikologi ini adalah
analisis atau kritik terhadap suatu karya sastra yang menitik beratkan pada keadaan jiwa
manusia, baik terhadap pengarang, karya sastra, maupun pembaca.
Ada tiga sasaran dalam menganalisis karya sastra menggunakan pendekatan psikologi.
Ketiga sasaran tersebut yaitu, analisis terhadap psikologi pengarang, psikologi karya sastra
dan efek karya sastra pada pembaca.
(2) Melacak riwayat hidup pengarang (perang batin, harapan, pertentangan jiwa,
kekecewaan). Kemudian, kesimpulannya dapat digunakan untuk menganalisis karya sastra
pengarang tersebut. Karena, keadaan batin pengarang banyak yang dimasukkan dalam karya
sastranya.
Suwignyo (2008:137) mengatakan bahwa dari hasil analisis psikologi pengarang, muncul
banyak anggapan tentang diri pengarang. Anggapan itu misalnya sastrawan adalah orang
jenius, kejeniusan dianggap disebabkan oleh semacam kegilaan.
Analisis psikologi terhadap karya sastra didasarkan pada anggapan bahwa di dalam
karya sastra terdapat tokoh-tokoh atau pribadi-pribadi yang secara kejiwaan memiliki
karakteristik yang khas yang dapat dipahami melalui teori psikologi (Suwignyo, 2008: 137).
Karya sastra ini merupakan bahan analisis dari segi instrinsik, karena menekankan pada
penokohan, perwatakan, dan konflik yang sangat cocok didekati dengan psikoanalisis.
Karya sastra tentunya memiliki daya tarik tersendiri bagi pembacanya. Hal itulah
yang menimbulkan efek bagi pembaca dan bagaimana respon pembaca terhadap karya
tersebut. Suwignyo (2008: 36) mengatakan bahwa kritikus berusaha menemukan bagaimana
caranya pengalaman pribadi pembawa dibawa memasuki karya sastra. juga responsi serta
bagaimana pengidentifikasian diri pembaca terhadap karya sastra yang dibaca.
b. ANALISIS
Menurut komarrudin, analisis merupakan suatu kegiatan berfikir untuk menguraikan
suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda dari
setiap komponen, hubungan satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam suatu
keseluruhan yang terpadu.
Pendekatan psikologis menekankan pada karya sastra sebagai salah satu gejala kejiwaan.
Karya sastra dianggap sebagai hasil aktivitas penyair yang sering dikaitkan dengan gejala-
gejala kejiwaan seperti obsesi, kontemplasi, kompensasi, sublimasi dan neurosis. Pelopor
analisis dengan pendekatan psikologis adalah Sigmund Freud (1856-1939).
Berikut ini contoh analisis psikologis dari puisi “Doa” karya Chairil Anwar.
Doa
Tuhanku
Dalam termenung
Tuhanku
Remuk
Tuhanku
Tuhanku
Dalam puisi di atas, terkandung nilai-nilai religi si penyair. Melalui puisi doa Chairil
Anwar menyampaiakan kondisi mentalnya yang merasa sebagai manusia yang penuh dosa
dengan lirik “Tuhanku, Aku hilang bentuk, Remuk”.
Sastra dan filsafat merupakan sesuatu yang berdampingan dan saling melengkapi.
Dimana sastra sama-sama mebicarakan dunia manusia. Demikian juga filsafat menekankan
pada usaha untuk mempertanyakan dan hakikat keberadaan manusia. Jika dilihat dua disiplin
ilmu ini memiliki objek yang sama yaitu manusia. filsafat akan bermakna dalam sastra kalau
sastra diisi dengan nilai-nilai, karena filsafat merupakan hasil perenungan manusia untuk
menemukan jatidirinya. Jadi disini sastra berfungsi mengkomunikasikan nilai-nilai tersebut
sedemikian rupa berdasarkan karaker sastra. Sastra mengandung unsur hiburan sehingga
nikmat dibaca. Keuntungan filsafat dengan sastra yaitu pemikiran kefilsafatan jadi tidak
terasa. Sastra tidak menggurui, sangat berbeda dengan filsafat yang murni.
Jika sastra dan filsafat bekerja sama maka keduanya akan mendapat keuntungan jadi
sastra tidak kering dari nilai-nilai kehidupan. Objek dari filsafat realitas kehidupan yang
penuh makna atau pemaknaan terhadap kehidupan itu sendiri. Sastra akan lebih berisi tidak
hanya hasil khayalan tanpa bobot tapi menjadi rekayasa bahasa sehingga mengandung nilai
edukatif yang mengandung nilai kehidupan. Sastra dan filsafat bisa membawa kehidupan
sosial lebih bermakna.
Syarat-syarat sesuatu itu dapat digolongkan menjadi ilmu harus memiliki ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Dan dibawah ini akan dipaparkan beberapa penjelasan mengenai
hal tersebut.
a. Ontologi Sastra
Cabang Ontologi, yaitu berada dalam wilayah ada. Kata Ontologi berasal dari
Yunani, yaitu onto yang artinya ada dan logos yang artinya ilmu. Dengan demikian,
ontologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang keberadaan. Pertanyaan yang
menyangkut wilayah ini antara lain: apakah objek yang ditelaah ilmu?
Bagaimanakah hakikat dari objek itu? Bagaimanakah hubungan antara objek tadi
dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan dan ilmu?
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan
berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat
konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis ialah
seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum
membedakan antara penampakan dengan kenyataan. Dan pendekatan ontologi
dalam filsafat mencullah beberapa paham, yaitu: (1) Paham monisme yang terpecah
menjadi idealisme atau spiritualisme; (2) Paham dualisme, dan (3) pluralisme
dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik.
Secara ontologis, tulisan baik itu puisi, prosa, cerpen, essay, novel dan lainya
bertolak dari titik berangkat pengalaman personal penulisnya. Tulisan mempunyai
bentuk sebagai sebuah teks yang penuh dengan berbagai macam kompleksitas dari
sebuah pemaknaan personal penulisnya. Tulisan yang pada akhirnya mempunyai
bentuk sebagai sebuah karya sastra adalah salah satu bentuk seni dari seorang penulis
yang bermaksud menyampaikan seperangkat pesan kepada pembacanya dengan
bertolak dari titik berangkat ontologis. Semua karya sastra yang berbentuk teks pada
dasarnya dapat dikaji pada tingkat tanda, struktur, gaya, hingga maknanya. Gejala
penggunaan tanda dan atau lambang dalam karya sastra dikaji melalui semiotika.
Gejala struktur dalam karya sastra dikaji melalui analisis alur ataupun analisis
struktur. Gejala gaya bahasa dalam sastra dikaji melalui Stilistika, sedangkan gejala
makna dalam karya sastra dikaji melalui Hermeneutika dan analisis teks. Telaah
tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah landasan yang membuktikan fakta keilmuan
sebuah tulisan atau karya sastra karena dapat dikaji secara ilmiah.
b. Epistemologi Sastra
Epistemologi, yaitu berada dalam wilayah pengetahuan. Kata Epistemologi
berasal dari Yunani, yaitu episteme yang artinya cara dan logos yang artinya ilmu.
Dengan demikian, epistemologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang bagaimana
seorang ilmuwan akan membangun ilmunya. Pertanyaan yang menyangkut wilayah
ini antara lain: bagaimanakah proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan
menjadi ilmu? Bagaimanakah prosedurnya? Untuk hal ini, kita akan mengarah ke
cabang fisafat metodologi.
Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah: 1) Apakah pengetahuan itu?;
2) Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?; 3) Darimana pengetahuan itu
dapat diperoleh ?; 4) Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinitai ?; 5) Apa
perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra-pengalaman) dengan
pengetahuan a posteriori (pengetahuan puma pengalaman)?; 6) Apa perbedaan di
antara: kepercayaan, pengetahuan, pendapat, fakta, kenyataan, kesalahan, bayangan,
gagasan, kebenaran, kebolehjadian, kepastian ?
Berdasarkan lima ontologi sastra tersebut, maka epistemologi sastra itu
bergantung dari ontologi yang dipahami. Ambil contoh misalkan sastra sebagai seni,
maka epistemologi dari ontologi tersebut yaitu ilmu-ilmu kesenian. Begitupun
dengan ontologi sastra sebagai bahasa, maka epistemologinya adalah ilmu-ilmu
kebahasaan seperti semantik, morfologi, syntax dan sebagainya. Sastra sebagai alat
komunikasi maka epistemologinya yaitu ilmu-ilmu komunikasi yaitu ilmu
komunikasi. Sastra sebagai simbol maka epistemologinya yaitu ilmu-ilmu tentang
simbol seperti semiotik, dan yang terakhir yaitu sastra sebagai hiburan maka
epistemologinya yaitu kajian kebudayaan populer.
Maka dari itu sastra dapat dikatakan sebagai ilmu karena mempunyai ontologi
yang telah dijelaskan diatas. Ada beberapa point yang penulis susun untuk
menjelaskan bahwa sastra dapat dikatakan sebagai ilmu bila memiliki syarat, yang ke
(2) Sastra harus mampu membimbing peradaban manusia kearah yang lebih baik,
Epistemologi suatu karya sastra itu sangat bergantung dari ontologi yang kita
pahami. Bila kita menganggap sastra sebagai bahasa, maka epistemologinya adalah
ilmu-ilmu kebahasaaan. Bila kita menganggap sastra sebagai seni, maka
epistemologinya adalah ilmu-ilmu kesenian. Bila kita menganggap sastra sebagai
komunikasi, maka epistemologinya adalah ilmu komunikasi. Bila kita menganggap
sastra sebagai simbol, maka epistemologinya adalah ilmu-ilmu tentang simbol. Bila
kita menganggap sastra sebagai hiburan, maka epistemologinya adalah ilmu-ilmu
kebudayaan populer.
c. Aksiologi Sastra
Aksiologi berasal dari kata axios yakni dari bahasa Yunani yang berarti nilai
dan logos yang berarti teori. Dengan demikian maka aksiologi adalah “teori tentang
nilai” (Amsal Bakhtiar, 2004: 162). Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh (Jujun S.
Suriasumantri, 2000: 105).
Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: untuk apa pengetahuan
ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-
kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan
moral? Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral
dan profesional? Dengan begitu , kita akan mengarah ke cabang fisafat Etika.
Dilihat dari sudut aksiologi, sastra harus mempunyai nilai-nilai etis sebagai berikut:
6) Karya Sastra harus mampu memberikan hiburan bagi rakyat (penikmatnya). Maka yang
menjadi aksiologi sastra adalah keenam unsur di atas.
Soal apakah keenam unsur ini terdapat di dalam sebuah karya sastra atau tidak, menjadi
masalah lain.
Secara aksiologis sebuah tulisan atau karya sastra memiliki nilai-nilai etis bagi penulisnya
sendiri sebagi penciptanya yang memang secara sadar menempatkan nilai-nilai etis dalam
nilai-nilai estetika yang termaktub di dalam sebuah tulisan atau karya sastra tersebut. Hal
tersebut secara aksiologis telah mengesahkan sebuah tulisan atau karya sastra sebagai salah
satu karya yang dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
DAFTAR PUSTAKA
Semi, M. Atar. 1993. Metodologi Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa Gramedia Press