Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan kajian sastra yang bertabiat interdisipliner sudah


mempertemukan ilmu sastra dengan bermacam ilmu lain, semacam
psikologi, sosiologi, antropologi, gender, serta sejarah. Pertemuan tersebut
sudah melahirkan bermacam berbagai pendekatan dalam kajian sastra,
antara lain psikologi sastra, sosiologi sastra, antropologi sastra, kritik
sastra feminis, serta new hystoricism. Di samping itu, pula melahirkan
bermacam kerangka teori yang dibesarkan dari ikatan antara sastra dengan
bermacam disiplin tersebut, semacam psikoanalisis/ psikologi sastra.
Psikologi sastra selaku suatu disiplin dalam lingkup sastra memanglah
menarik serta mengasyikkan karena di dalamnya berdialog tentang sisi
humanisme. Psikologi sastra menawarkan dunia dalam kepada manusia
dalam kaitannya dengan sisi permukaan maupun sisi dalam manusia yang
belum terbongkar.
Riset psikologi pada masa kemudian terkesan diabaikan karena
psikologi dikira belum kuat selaku suatu ilmu pengetahuan. Psikologi
dikira selaku pseudo ilmiah karena di dalamnya masih belum sanggup
menampilkan kandungan keilmiahan yang besar. Tetapi, saat ini perihal
tersebut sesungguhnya telah berbeda. Psikologi telah sanggup bersanding
dengan ilmu pengetahuan yang lain yang telah kuat, misal sosiologi
maupun antropologi, apalagi dengan ilmu eksakta.1

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan psikologi sastra?


2. Bagaimana sejarah dan perkembangan psikologi sastra ?

1
Anas Ahmadi, Psikologi Sastra, Unesa Unversity Press: Surabaya, 2015, hlm. 3.
3. Bagaimana teori pendekatan dalam psikologi sastra?
4. Bagaimana penerapan teori psikologi sastra dalam novel atau cerpen
Arab?

C. Tujuan Makalah

Tujuan masalah dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan yang terdapat


dalam rumusan masalah. Berdasarkan rumusan masalah diatas maka
tujuan masalah adalah:
1. Mengetahui definisi psikologi sastra
2. Mengetahui sejarah dan perkembangan sosiologi sastra
3. Mengetahui teori pendekatan dalam psikologi sastra
4. Mengetahui penerapan teori psikologi sastra dalam novel atau cerpen
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Psikologi Sastra


Psikologi ialah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia
dan pikiran manusia. Melalui psikologi manusia bisa memahami manusia
yang lain. Ilmu psikologi masuk ke wilayah studi yang lainnya, dalam hal
ini sebagai ilmu bantu, misal saja dalam politik, ekonomi, sosial, budaya,
dan juga sastra.
Psikologi sastra itu analisis teks yang mempertimbangkan
kesesuaian peranan studi psikologis. Dengan memfokuskan perhatian
pada tokoh-tokoh dalam suatu cerita, lalu akan dianalisis permasalahan
kejiwaan yang mungkin saja bertentangan dengan teori psikologis. Dalam
hubungan inilah peneliti harus menemukan hal yang tersembunyi atau
sengaja disembunyikan oleh pengarangnya, yaitu dengan memanfaatkan
teori-teori psikologi yang dianggap relevan.2
Psikologi sastra adalah sebuah interdisiplin antar psikologi dan
sastra, mempelajari psikologi sastra sebenarnya sama halnya dengan
mempelajari manusia dari sisi dalam. Daya tarik dari mempelajari
psikologi sastra adalah pada masalah manusia yang melukiskan potret
jiwanya, dalam sastra bukan hanya jiwanya sendiri yang muncul, tetapi
juga bisa mewakili jiwa orang lain.3
Menurut Siswantoro, psikologi sastra merupakan kajian analisis
terhadap peneliti sebagai sosok yang bisa dipelajari lewat teori psikologi
tertentu, atau sebagai sosok individu yang berkepribadian khusus atau
analisis terhadap proses penciptaan pada saat menulis, atau analisis
terhadap tipe-tipe psikologis dan hukum-hukum psikologis yang hadir di

2
Lina Suprapto, dkk, Kajian Psikologi dan Nilai Karakter Novel 9 dari Nadira Karya Leila S
Chudori, Jurnal Basastra, 2014, Vol. 2, No. 3, tanpa halaman.
3
Albertine Minderop, psikologi Sastra Karya Sastra, Metode,Teori dan Contoh Kasus, Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011, hal. 59
dalam karya sastra atau pada akhirnya analisis terhadap pengaruh sastra
atas para pembaca.
Wellek dan Warren mengatakan psikologi sastra mempunyai
empat kemungkinan penelitian. Pertama, penelitian terhadap psikologi
pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Kajian ini cenderung ke arah
psikologi seni. Peneliti berusaha menangkap kondisi kejiwaan seorang
pengarang pada saat menelorkan karya sastra. Kedua, penelitian proses
kreatif dalam kaitannya dengan kejiwaan. Studi ini berhubungan pula
dengan psikologi proses kreatif. Bagaimana langkah-langkah psikologi
ketika mengekspresikan karya sastra menjadi fokus. Ketiga, penelitian
hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. dalam kaitan
ini studi dapat diarahkan pada teori-teori psikologi, misalnya psikoanalisis
ke dalam sebuah teks sastra. Asumsi dari kajian ini bahwa pengarang
sering menggunakan teori psikologi tertentu dalam penciptaan. Studi ini
yang benar-benar mengangkat teks sastra sebagai wilayah kajian.
Keempat, penelitian dampak psikologis teks sastra kepada pembaca. Studi
ini lebih cenderung ke arah aspek-aspek pragmatik psikologis teks sastra
terhadap pembacanya.4
Sesuai dengan kekhususan kajiannya, dalam psikologi khusus
selanjutnya dibedakan beberapa subjenis, yaitu: (1) psikologi
perkembangan, yang membicarakan perkembangan psikis manusia dari
masa bayi sampai tua, yang mencakup (a) psikologi anak (mencakup masa
bayi), (b) psikologi remaja, (c) psikologi orang dewasa, (d) psikologi
orang tua. (2) Psikologi sosial, yang membicarakan perilaku atau aktivitas
manusia dalam hubungannya dengan situasi sosial, (3) Psikologi
pendidikan, yang khusus menguraikan kegiatan-kegiatan dan aktivitas
manusia dalam hubungannya dengan situasi pendidikan, misalnya
bagaimana cara menarik perhatian agar pelajaran dapat dengan mudah
diterima, bagaimana cara belajar, dan sebagainya. (4) Psikologi
kepribadian, yang secara khusus menguraikan tentang pribadi manusia,
beserta tipe-tipe kepribadian manusia. (5) Psikopatologi, yang secara
4
Ayu Lestari, Analisis Psikologi Sastra Tokoh Jabal dalam Novel Aulad Haratina Karya Najib
Mahfouz, Skripsi, Universitas Sumatra Utara, 2017, hlm. 9-10.
khusus menguraikan keadaan psikis yang tidak normal (abnormal). (6)
Psikologi kriminal, yang secara khusus berhubungan dengan soal
kejahatan atau kriminalitas. (7) Psikologi perusahaan, yang berhubungan
dengan persoalan perusahaan.5

B. Sejarah dan Perkembangan Psikologi Sastra


Perkembangan studi psikologi di era modern sangat pesat dan
muncul dalam berbagai disiplin baru yang menguatkan eksistensi
psikologi. Diakui atau tidak, perkembangan studi psikologi yang semakin
merambah ke berbagai studi yang lain, yang dikenal dengan studi
interdisipliner, transdisipliner, dan multidisipliner. Hal itu menunjukkan
bahwa studi psikologi memang patut diakui eksistensinya sebagai disiplin
ilmu yang semakin berkembang di era modern, bukan malah tenggelam
ditelan oleh waktu. Bersepakat atau tidak memang saat ini sangat banyak
studi psikologi, baik studi monodisipliner maupun yang interdisipliner. Hal
ini menunjukkan antusiasme manusia terhadap perkembangan psikologis
manusia. Jika diamati secara kefaktaan, ilmu psikologi semakin menaik
dan semakin menguat. Sebagaimana prinsip logika dalam ilmu
pengetahuan ketika ilmu pengetahuan tersebut menaik dan semakin
menguat, akan banyak yang menggunakannya dan mempelajarinya. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa psikologi sebagai ilmu pengetahuan
memiliki banyak kontribusi bagi umat manusia dan ilmu pengetahuan
tersebut banyak yang mendukungnya, mau tidak mau ilmu tersebut akan
survive dalam dunia ilmu pengetahuan.
Pada awalnya, psikologi merupakan bagian yang masuk dalam
wilayah filsafat sebab keduanya berbicara tentang jiwa. Dalam
perjalanannya, psikologi melepaskan diri dari konteks filsafat sebab
psikologi sudah mampu berdiri sendiri. Psikologi berusaha menguatkan
diri dengan mencari bentuk yang berkait dengan konsep yang berkait
dengan teoretik dan metodologik. Psikologi sebagai sebuah ilmu yang
masih baru, waktu awal kemunculannya, memang meminjam bidang ilmu
yang lainnya untuk kepentingan metodologisnya, misalnya dari bidang
5
Wiyatmi, Psikologi Sastra (Teori dan Aplikasinya), Kanwa Publisher: Yogyakarta, 2011, hlm. 9.
fisiologi (cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang kehidupan
manusia). Melalui psikologi, seseorang bisa memahami dirinya sendiri.
Tidak hanya itu, seseorang bisa memahami karakterisasi orang lain melalui
tes psikologi. Namun, pemahaman tentang karakter psikologis seseorang
tersebut semuanya bergantung kepada kemampuan orang yang menggali
dan mengukur karakter psikologi orang tersebut. Untuk itu, psikologi
bukanlah ilmu yang dianggap sebagai alat ramal karakter seseorang.
Psikologi hadir dalam kehidupan manusia, mulai dari zaman dulu,
sekarang, dan masa depan. Pada masa lalu, psikologi memang berdekatan
dengan filsafat sehingga psikologi lebih banyak dimaknai sebagai ilmu
yang mempelajari tentang jiwa. Hal itulah yang menyebabkan kajian
psikologi banyak disejajarkan dengan dunia orang-orang yang mengalami
masalah kejiwaan. Tentunya, hal itu tidak salah jika image tentang
psikolog adalah orang yang dekat dengan dunia kejiwaan terutama pada
masa lalu disebut dengan orang gila yang saat ini istilah gila sudah mulai
dieliminasi sebab dianggap terlalu sarkastis dalam memaknai seseorang
yang mengalami masalah kejiwaan.6

C. Macam-macam Teori Sastra Psikologi

1. Psikologi Eksistensial
Eksistensialisme merupakan psikologi kepribadian yang
berpandangan bahwa manusia adalah subjek bagi dirinya. Tokoh besar
yang mengusung eksistensialisme adalah Sartre (2002) yang
memunculkan pandangan eksistensialisme adalah humanisme. Karena
itu, manusia adalah sosok yang memiliki kekuatan dalam meng-ada di
muka bumi ini.
Dalam pandangan kaum eksistensialisme, manusia adalah sosok
yang membentuk lingkungan sekitar dan bukan manusia yang
dibentuk oleh adanya lingkungan sekitar mereka. Dengan demikian,
aliran ini berpandangan bahwa keberadaan manusia di muka bumi ini
bergantung pada manusia itu sendiri. Jika manusia mampu bertindak

6
Anas Ahmadi, Psikologi Sastra, hlm. 8-13.
terhadap segala sesuatu yang diinginkan, dia akan mendapatkan hal
tersebut. Karena itu, psikologi ini dianggap sebagai psikologi
eksistensi. Dianggap sebagai psikologi eksistensi sebab psikologi ini
merupakan psikologi yang mengandalkan tindakan manusia dalam
hidup di muka bumi ini. Mereka sebagai sebuah pribadi, harus mampu
mengubah lingkungan dalam rangka eksistensi mereka sebagai subjek.
Manusia yang memiliki paham eksistensialisme adalah manusia
yang memiliki kebebasan yang sebebas-bebasnya dalam menjadi
individu di dunia. Mereka bisa melakukan apa saja dan berhak
melakukan apa saja. Hanya saja, kebebasan mereka tersebut haruslah
disertai dengan tanggung jawab yang besar. Tanggung jawab tersebut
melekat pada kebebasan sehingga mereka disebut juga dengan
manusia yang bebas dan bertanggung jawab. Dalam hal ini,
dicontohkan, seorang laki-laki yang suka mengajar dan dia menjadi
guru, hal tersebut adalah kebebasan. Kebebasan itu adalah kebebasan
yang sebebas-bebasnya ketika dia mengajar. Namun, secara etika dia
tidak boleh mengajar dengan serampangan dan sembarangan sebab
seorang pengajar memiliki karakter tertentu yang berkait dengan
disiplin untuk dirinya.

2. Psikologi Behavioral
Psikologi behavioral adalah psikologi yang mengedepankan
lingkungan sebagai faktor utama yang memengaruhi seseorang dalam
kehidupannya. Manusia dalam pandangan kaum psikologi behavioral
adalah sosok yang lebih banyak belajar dari lingkungan. Tokoh yang
membesarkan nama psikologi behavioral adalah Paplov, Watson, dan
Skinner. Paplov terkenal dengan pandangannya tentang stimulus
respon yang terkenal dengan dalilnya bahwa ketika seseorang
mendapatkan yang stimulus yang baik/menyenangkan, akan terjadi
penguatan, tetapi juga seseorang mendapatkan stimulus yang tidak
menyenangkan, akan terjadi penurunan. Psikologi behavioral dianggap
sebagai psikologi perilaku sebab lebih banyak menguatkan pada
perilaku.
Psikologi ini banyak melakukan riset yang berbasis pada perilaku.
Mulanya, riset dalam psikologi behaviral lebih banyak menggunakan
binatang sebagai objek riset. Binatang yang banyak digunakan dalam
riset psikologi behavioral antara lain anjing, tikus, dan babi.
Penggunaan binatang jenis tikus memang banyak digunakan dalam
bidang riset dan tidak hanya dalam bidang psikologi saja, melainkan
bidang kesehatan juga menggunakan binatang jenis tersebut. Karena
itu pula, psikologi behaviroal lebih mengandalkan perubahan perilaku,
belajar, dan modifi kasi perilaku. Tentunya, hal tersebut berdasarkan
riset yang dilakukan pada objek riset, di antaranya binatang. Meskipun
begitu, beberapa praktisi psikologi perspektif yang lain, terkadang ada
yang meragukan kevaliditasan dari psikologi behavioral sebab lebih
banyak mengandalkan binatang sebagai objek risetnya. Padahal,
sebagaimana diketahui bersama, binatang dan manusia memiliki sisi
yang berbeda, meskipun ada kesamaan antara binatang dan manusia.
Psikologi behavioral ini lebih banyak tumbuh-kembang di Amerika
sebab tokoh pencetusnya juga banyak lahir di Amerika. Saat ini,
psikologi behavioral termasuk psikologi yang naik daun sebab
psikologi ini terus dikembangkan dan direvisi oleh para penerusnya.
Salah satu penerus yang dianggap sebagai manifestasi dari psikologi
behavioral adalah kajian-kajian tentang modifikasi perilaku. Kajian ini
memang dianggap masuk dalam wilayah psikologi, tetapi masuk juga
dalam wilayah konseling.

3. Psikologi Humanisme
Psikologi Humanisme adalah psikologi yang mencoba
menggabungkan pemikiran kaum eksistensialisme dan kaum
behavioral. Psikologi humanisme yang memandang bahwa kedua
aliran psikologi, eksistensial dan behavioral, memiliki kelemahan
dalam memandang manusia sebagai subjek. Psikologi eksistensial
merupakan psikologi yang lebih banyak mengunggulkan pada sisi
kedirian, sisi dari dalam subjek. Adapun psikologi behavioral lebih
banyak mengandalkan sisi lingkungan, sisi dari luar subjek.
Tokoh psikologi humanisme adalah Abraham Maslow. Sebagai
seorang psikolog yang mempelajari dunia filsafat, Maslow memang
menderivasikan pemikiran humanisme dari filsafat menuju psikologi.
Dalam pandangan Maslow manusia berkehidupan memiliki hierarkhial
psikologis yang dikenal dengan teori kebutuhan bertingkat. Teori
memunculkan dan menghierarkhialkan kehidupan manusia mulai dari
kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan dicintai, kebutuhan
harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri.7
Psikologi humanistik mempunyai empat ciri, yaitu (1) memusatkan
perhatian pada person yang mengalami, dan karenanya berfokus pada
pengalaman sebagai fenomena primer dalam mempelajari manusia. (2)
Menekankan pada kualitas-kualitas yang khas manusia, seperti
kreativitas, aktualisasi diri, sebagai lawan dari pemikiran tentang
manusia yang mekanis dan reduksionistis. (3) Menyandarkan diri pada
kebermaknaan dalam memilih masalah yang akan dipelajari dan
perosedur penelitian yang akan digunakan. (4) Memberikan perhatian
penuh dan meletakkan nilai yang tinggi pada kemuliaan dan martabat
manusia serta tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada
setiap individu.8

4. Psikologi Gestalt
Psikologi gestalt dikembangkan oleh Max Wertheimer bekerja
sama dengan Kurt Koffka dan Woflgang Kohler di Jerman. Psikologi
gestalt lahir untuk menentang kaum strukturalis (Wundt dan Titchener)
dan behaviorisme. Menurut gestalt, baik strukturalisme maupun
behaviorisme kedua-duanya telah membuat kesalahan, yaitu karena
mengadakan atau menggunakan reductionistic approach, keduanya
mencoba membagi pokok bahasan menjadi elemen-elemen.
Strukturalisme mereduksi perilaku dan berpikir sebagai elemen dasar,
sedangkan behaviorisme mereduksi perilaku menjadi kebiasaan,
respons berkondisi atau secara umum dapat dikemukakan hubungan

7
Anas Ahmadi, Psikologi Sastra, hlm. 29-32.
8
Wiyatmi, Psikologi Sastra (Teori dan Aplikasinya), hlm. 13.
stimulus respon. Gestalt berpendapat bahwa fenomena perseptual
dipelajari secara langsung dan secara bulat, tidak dibagi-bagi atau
dianalisis lebih lanjut.9

5. Psikoanalisis
Psikoanalisis dicetuskan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Freud
lahir tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg, Moeavia (pada waktu merupakan
suatu daerah di kekaisaran Austria-Hongaria, sekarang termasuk
Republik Ceko). Dia berasal dari keluarga Yahudi. Ketika berumur
empat hahun keluarganya pindah ke Wina (Austria) dan menetap
sampai 82 usianya. Freud belajar ilmu kedokteran di Universitas Wina,
kemudian bekerja di laboratorium Profesor Bruecke, ahli ternama di
bidang fisiologi dan menjadi dokter di rumah sakit umum Wina. Pada
tahun 1895 Freud mulai mengemukakan teori psikoanalisisnya. Dia
mengumpulkan bahan berdasarkan pengobatan terhadap pasien-
pasiennya maupun berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap
dirinya sendiri.10
Teori psikoanalisis dari Sigmund Freud memerikan banyak
sumbangsih dan mengilhami peneliti psikologi sastra. Dengan
pertimbangan bahwa karya sastra terkandung berbagai aspek kejiwaan
yang sangat beragam, hal inilah yang mendasari psikologi sastra untuk
lebih dikembangkan dan diteliti lebih dalam secara serius. 11
Menurut Freud, manusia dipandang sebagai suatu sistem energi
yang rumit yang dipengaruhi oleh filsafat deterministik dan
positivistik yang populer pada abad ke-19. Menurut pandangannya,
energi manusia dari segi penggunaanya, terbagi menjadi dua, yaitu
aktivitas fisik yang disebut sebagai energi fisik dan aktivitas psikis
yang disebut sebagai energi psikis.
Beberapa konsep dasar teori Freud adalah tentang kesadaran dan
ketidaksadaran yang dianggap sebagai aspek kepribadian dan tentang
insting dan kecemasan. Bagian kesadaran bagaikan permukaan gunung
9
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi, Yogyakarta: Andi Offset, 2004, hlm. 74-75
10
Wiyatmi, Psikologi Sastra (Teori dan Aplikasinya), hlm. 10
11
Albertine Minderop, psikologi Sastra Karya Sastra, Metode,Teori dan Contoh Kasus. hlm. 4
es yang nampak, merupakan bagian kecil dari kepribadian, sedangkan
bagian ketidaksadaran (yang ada di bawah permukaan air)
mengandung insting-insting yang mendorong semua perilaku manusia.
Selanjutnya Freud menggembangkan konsep id, ego, dan superego
sebagai struktur kepribadian. Id berkaitan dengan ketidaksadaran yang
merupakan bagian yang primitif dari kepribadian. Kekuatan yang
berkaitan dengan id mencakup insting seksual dan insting agresif. Id
membutuhkan pemenuhan dengan segera tanpa memperhatikan
lingkungan realitas secara objektif. Freud menyebutnya sebagai prinsip
kenikmatan. Ego sadar akan realitas. Oleh karena itu, Freud
menyebutnya sebagai prinsip realitas. Ego menyesuaikan diri dengan
realitas. Superego mengontrol mana perilaku yang boleh dilakukan,
mana yang tidak. Oleh karena itu Freud menyebutnya sebagai prinsip
moral. Superego berkembang pada permulaan masa anak sewaktu
peraturan-peraturan diberikan oleh orang tua dengan menggunakan
hadiah dan hukuman. Perbuatan anak semula dikontrol orang tuanya,
tetapi setelah superego terbentuk, maka kontrol dari superegonya
sendiri.
Menurut Freud insting dibedakan menjadi dua kategori, yaitu
insting untuk hidup dan insting untuk mati. Insting untuk hidup
mencakup lapar, haus, dan seks. Inting ini merupakan kekuatan yang
kreatif dan bermanifestasi yang disebut libido. Sebaliknya, insting
untuk mati merupakan kukuatan destruktif, yang dapat ditujukan pada
diri sendiri, seperti menyakiti diri, bunuh diri, atau ditujukan ke luar
sebagai bentuk agresi. Mengenai kecemasan (anxiety), Freud
mengemukakan adanya tiga macam kecemasan, yaitu kecemasan
objektif, neuretik, dan moral. Kecemasan objektif timbul dari
ketakutan terhadap bahaya yang nyata. Kecemasan neuretik
merupakan ketakutan akan mendapat hukuman untuk ekspresi
keinginan yang impulsif. Kecemasan moral timbul ketika seseorang
melanggar norma-norma moral yang ada.12

12
Wiyatmi, Psikologi Sastra (Teori dan Aplikasinya), hlm. 10-12.
Selain Freud, psikoanalisis juga di ajukan oleh Carl Gustav Jung.
Teori psikoanalisis Jung ditekankan pada pemahaman psyche yang
terdiri dari kesadaran dan ketidaksadaran. Dimana kesadaran meliputi
ego yang bekerja pada kesadaran yang memiliki peran penting dalam
menentukan pikiran, perasaan, intuisi dan pendirian, sedangkan sikap
jiwa terdiri dari sikap introvert dan ekstrovert. 13 Menurut Jung
kepribadian bersifat purposive-mechanistic, masa lalu dan antisipasi
masa depan dapat mempengaruhi/membentuk tingkah laku.
Kepribadian disusun oleh sejumlah sistem yang beroperasi dalam tiga
tingkat kesadaran.14
Teori psikoanalisis Jung ditekankan pada pemahaman psyche yang
terdiri dari kesadaran dan ketidaksadaran. Dimana kesadaran meliputi
ego yang bekerja pada kesadaran yang memiliki peran penting dalam
menentukan pikiran, perasaan, intuisi dan pendirian, sedangkan sikap
jiwa terdiri dari sikap introvert dan ekstrovert. Sedangkan struktur
ketidaksadaran terbagi menjadi dua yaitu ketidaksadaraan personal dan
kolektif. Ketidaksadaran kolektif berisi pengalaman yang diwariskan
leluhur, ketidaksadaran kompleks adalah tempat penyimpanan yang
tidak disetujui ego untuk muncul ke kesadaran.15

D. Contoh Penerapan Teori Sastra pada Cerpen/ Novel


a. Analisis Kepribadian Tokoh utama pada Cerpen Al-Quwwah karya
Nabil Farouk berdasarkan Struktur Psikologi sastra menurut teori
Sigmeund Freud
Nabil Farouk Ramadan lahir pada tanggal 9 Februasi 1956 di
Tanta, Mesir. Ia dibesarkan dikeluarga kelas menengah, sejak kecil

13
Viki Aprilia Masia, Analisis Kepribadian Tokoh Bima dalam Bovel Versus Karya Robin Wijaya,
Sebuah Kajian Psikologi Sastra dan relevansinya terhadap pembelajaran di SMA [skripsi],
Universitas Shanata Dharna, 2015, hal. 23.
14
Viki Aprilia Masia, Analisis Kepribadian Tokoh Bima dalam Bovel Versus Karya Robin Wijaya,
Sebuah Kajian Psikologi Sastra dan relevansinya terhadap pembelajaran di SMA, hal. 23.
15
Akfiningrum, Perwatakan Tokoh utama Jhonatan Noel dalam Roman Die Taube karya Patrick
Suskind: analisis Psikologi Kepribadian Jung [skripsi], Universitas Negeri Yogyakarta, 2013, hal.
105.
kempuannya sudah terlihat ketika ia sering menghabiskan waktunya
untuk membaca dan itu mendapat dukungan dari ayahnya. Nabil mulai
menulis sejak duduk di bangku sekolah menengah kemudian ia masuk
kelompok jurnalistik, fotografi dan teater, semenjak itu juga semakin
meningkat minatnya terhadap kepenulisan.16
Cerpen al-Quwwah mengisahkan tentang kehidupan sebuah
keluarga yang kepala keluarganya bernama Ibrahim Zakaria yang
bersikap penuh kuasa ketika berkuasa dalam memimpin rumah tangga,
baik istri maupun anak-anaknya.17
Tokoh utama merupakan tokoh yang penting dalam sebuah cerita,
untuk menyajikan karakter tokoh utama sangat erat kaitannya dengan
psikologis, karena pada tokoh utama terdapat karakter-karakter yang
dapat membangun dan menguatkan isi cerita.
Berikut adalah hasil penelitian kepribadian tokoh utama yaitu
Ibrahim Zakaria pada cerpen al-Quwwah:
a) Faktor terbentuknya watak Ibrahim dalam cerpen Al-Quwwah
Terbentuknya watak Ibrahim dalam cerpen ini adalah faktor
dari lingkungan kerja nya, interaksi dengan manusia lain.
Hubungan Ibrahim dengan bos nya dilihat dari cerpen ini sangat
kurang baik, karena sering berinteraksi dengan perlakuan yang
sama sehingga ini mempengaruhi watak Ibrahim. Perlakuan bosnya
yang berkuasa dan sewenang-wenang, membuat Ibrahim
melakukan hal yang sama di dalam rumah tangganya, ia tidak
memandang itu istri atau anaknya, yang terpenting ia mendapatkan
kesenangan batin karena orang disekitarnya merasa takut dan patuh
kepadanya.
b) Intovert
Intovert adalah cenderung bersikap (berbuat, bertindak) menurut
pikiran sendiri tanpa menghiraukan orang lain.18 Sifat introvert
Ibrahim terlihat ketika dia diperlakukan sewenang-wenang atas

16
Dilihat di http://www.rewayat.com/dr_nabil.htm
17
Nabil Farouk, La’natu al-Bahr wa Qishos Ukhro, Mesir, 2000, hlm. 10-12
18
Dilihat di https://kbbi.web.id/introvert
kekuasaan bos nya bahkan ia disebut bodoh oleh bosnya, namun ia
tidak menceritakan peristiwa itu kepada istrinya. Istri yang
seharusnya menjadi tempat keluh kesah Ibrahim, tetapi dia lebih
baik memendam dan tidak menghiraukannya.
c) Pemarah dan berkuasa
Sikap pemarah Ibrahim terlihat jelas ketika Ia bangun
dipagi hari dan tidak mendapati Istirnya disampingnya, walaupun
sang istri sudah menjelaskan dengan berbagai alasan namun
amarah ia tidak bisa di redam, dan membuat orang-orang yang
berada di rumah merasa ketakutan. Sikap Ibrahim tidaklah bisa
dicontoh oleh anak-anaknya. Dia seorang kepala rumah tangga,
namun salah mempergunakan kewajibannya dalam mengelola
rumah tangga, menurutnya sikap berkuasa sudah tepat diterapkan
di rumah tangganya. Padahal sikap tersebut dapat menganggu
psikis orang yang berada disekitarnya.

Dan berikut ulasan kajian kepribadian tokoh dengan teori id, ego,
dan super ego Sigmund Freud:
a) Id
Memenuhi dorongan insting yang bertujuan memuaskan
kebutuhan fisik yakni kerja dari id. Dan tujuan Id yaitu untuk
mengurangi ketegangan dengan cara meningkatkan kesenangan.19
"Teh ... Aku ingin secangkir teh ... Sudah hampir waktunya saya
berangkat kerja".
Kutipan tersebut menggambarkan aspek Id dari tokoh
utama yaitu Ibrahim Zakaria yang berteriak di depan istrinya.
Ibrahim berteriak karena dia ingin minum secangkir teh saat sudah
hampir waktunya Ibrahim berangkat kerja, lalu istrinya bergegas
menyiapkan secangkir teh untuknya, dan dia meminumnya dengan
cepat karena ingin segera berangkat kerja.
b) Ego

19
Dilihat di http://www.ocw.upj.ac.id/files/Slide-PSY101-PSY101-Slide012.pdf
Ego bermanfaat sebagai wadah antara Id dengan situasi
dunia luar dan memfasilitasi interaksi antara keduanya.20
"Ibrahim melemparkan tatapan tegas dan kejam, darahnya
seolah-olah membeku di nadinya, dan kata-kata yang akan
diucapkannya seperti terperangkap di tenggorokannya, jadi dia
merasa lemas dan gemetar, dan aku membiarkan dia
mengosongkan pikiran yg ngeri itu. Supaya tidak nampak di
depan anak-anaknya".
Kutipan tersebut menggambarkan aspek Ego dari tokoh
Ibrahim yang melemparkan tatapan tegas dan kejam, karena sejak
dia bangun di pagi hari dia memberontak atau marah-marah
karena dia tidak menemukan istrinya di sampingnya. Lalu istrinya
menenangkan suaminya dari kengerian yang dialami ketika
bangun, dan istrinya mencari berbagai alasan untuk membenarkan
ketidakhadirannya atas rahasia yang dia simpan. Kemudian
Ibrahim melemparkan tatapan tegas dan kejam, dan istrinya
membiarkan dia mengosongkan pikirannya yang mengerikan
supaya tidak nampak di depan anak-anaknya.
c) Superego
Ego berperan untuk menjaga keseimbangan antara
dorongan dalam diri (id) dengan aturan-aturan sosial (superego)
yang berlaku di dunia luar.21
"Pada awal pekerjaannya, dia telah melupakan segalanya
tentang rumah itu"
Kutipan tersebut menggambarkan aspek Superego dari
tokoh Ibrahim yang melupakan segala hal atau kejadian yang ada
di rumah, karena pada saat Ibrahim di rumah, dia selalu marah-
marah di depan istrinya. Kemudian dia berbicara tentang
kekuatan/kekuasaan di dalam rumah. Lalu pada saat awal

20
Dilihat di http://www.ocw.upj.ac.id/files/Slide-PSY101-PSY101-Slide012.pdf
21
Dilihat di http://www.ocw.upj.ac.id/files/Slide-PSY101-PSY101-Slide012.pdf
pekerjaannya, dia telah melupakan segala hal atau kejadian yang
ada di rumah, yaitu tentang kekuatan.22

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Psikologi ialah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia


dan pikiran manusia. Melalui psikologi manusia bisa memahami manusia
yang lain. Ilmu psikologi masuk ke wilayah studi yang lainnya, dalam hal
ini sebagai ilmu bantu, misal saja dalam politik, ekonomi, sosial, budaya,
dan juga sastra. Psikologi sastra adalah sebuah interdisiplin antar psikologi
dan sastra, mempelajari psikologi sastra sebenarnya sama halnya dengan
mempelajari manusia dari sisi dalam. Daya tarik dari mempelajari
psikologi sastra adalah pada masalah manusia yang melukiskan potret
jiwanya, dalam sastra bukan hanya jiwanya sendiri yang muncul, tetapi
juga bisa mewakili jiwa orang lain.
Psikologi hadir dalam kehidupan manusia, mulai dari zaman dulu,
sekarang, dan masa depan. Pada masa lalu, psikologi memang berdekatan
dengan filsafat sehingga psikologi lebih banyak dimaknai sebagai ilmu
yang mempelajari tentang jiwa. Berdasarkan teori yang digunakannya juga
dikenal berbagai jenis psikologi, yaitu (1) psikologi eksistensialisme, 2)
psikologi behaviorisme, (3) psikologi humanistik, (4) gestalt, (5) psikologi
psikoanalisis.
Cerpen al-Quwwah mengisahkan tentang kehidupan sebuah
keluarga yang kepala keluarganya bernama Ibrahim Zakaria yang bersikap
penuh kuasa ketika berkuasa dalam memimpin rumah tangga, baik istri
maupun anak-anaknya. Berdasarkan analisis psikologi karakter tokoh

22
Nabil Farouk, La’natu al-Bahr wa Qishos Ukhro, hlm. 10-12
utama yaitu, Ibrahim Zakaria memiliki watak Introvert, Pemarah dan
berkuasa.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Anas. 2015. Psikologi Sastra. Unesa Unversity Press: Surabaya.


Akfiningrum. 2013. Perwatakan Tokoh utama Jhonatan Noel dalam Roman Die
Taube karya Patrick Suskind: analisis Psikologi Kepribadian Jung [skripsi].
Universitas Negeri Yogyakarta. https://core.ac.uk/download/pdf/33526285.pdf
Diakses 21 November 2021, pukul 15.20 WIB

Aprilia Masia, Viki. 2015. Analisis Kepribadian Tokoh Bima dalam Bovel Versus
Karya Robin Wijaya, Sebuah Kajian Psikologi Sastra dan relevansinya
terhadap pembelajaran di SMA [skripsi]. Universitas Shanata Dharna.
http://repository.usd.ac.id/3809/

Diakses 18 November 2021, pukul 19.08 WIB

Farouk, Nabil. 2000. La’natu al-Bahr wa Qishos Ukhro. Mesir.

Lestari, Ayu . 2017. Analisis Psikologi Sastra Tokoh Jabal dalam Novel Aulad
Haratina Karya Najib Mahfouz. Skripsi. Universitas Sumatra Utara.
https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/18828

Diakses pada 20 November 2021, pukul 20.00 WIB


Minderop, Albertine. 2011. psikologi Sastra Karya Sastra, Metode,Teori dan
Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Suprapto, Lina. 2014. dkk, Kajian Psikologi dan Nilai Karakter Novel 9 dari
Nadira Karya Leila S Chudori, Jurnal Basastra. Vol. 2 (3).
Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi. Yogyakarta: Andi Offse.
Wiyatmi. 2011. Psikologi Sastra (Teori dan Aplikasinya). Kanwa Publisher:
Yogyakarta.
Dilihat di https://kbbi.web.id/introvert
Dilihat di http://www.rewayat.com/dr_nabil.htm

Dilihat di http://www.ocw.upj.ac.id/files/Slide-PSY101-PSY101-Slide012.pdf

Anda mungkin juga menyukai