Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Hakikat Ilmu Antropologi Psikologi


Antropologi Psikologi (Psychological Anthropology) adalah subdisiplin ilmu antropologi.
Nama subdisiplin ilmu antropologi ini sebenarnya nama baru dari ilmu yang dahulu dikenal
dengan nama Culture and Personality (Kebudayaan dan Kepribadian), atau kadang juga disebut
Ethno-psichology (Psikologi Suku Bangsa). Robert A. Levine bahkan beranggapan bahwa
Culture and Personality adalah ilmu induk dari Antropologi psikologi, psikologi suku bangsa dan
psikiatri Lintas Budaya (Transculture Psychiatry).
Sarjana pertama yang menganjurkan pemakaian nama baru ini adalah ahli Antropologi
AS terkemuka Francis L.K. Hsu (Hsu, 1961: 6). Anjuran ini diikuti para ahli antroplogi AS pada
umumnya. Alasan para antropologi ASmempergunakan istilah ini, karena lebih logis dari pada
culture and personality). Istilah ini memberikan kesan bahwa kebudayaan dan kepribadian
merupakan dua konsep yang berbeda, sedangkan dalam kenyataannya tidaklah demikian. Ruth
Benedict misalnya menganggap “kebudayaan adalah psikologi individual yang disorot besarkan
ke layer, sehingga memberikannya ukuran raksasa serta berjangka waktu lama” (Benedict, 1932:
24). Kluckhohn dan Murray juga tidak puas dengan istilah culture and personality), karena
menurut mereka istilah tersebut berlandaskan pada konsep dualisme yang salah. Oleh karenanya,
mereka menganjurkan istilah tersebut diganti dengan istilah Culture in personality 9Kebudayaan
di dalam Kepribadian) atau personality in culture (Kepribadian di dalam
Kebudayaan)(Kluckhohn dan Murray, 1984: 44).
Selanjutnya, istilah Etnopsikologi (Ethno-psychology) tidak dipergunakan kebanyakan
ahli antropologi, karena nama itu memberi kesan bahwa ilmu tersebut hanya memperhatikan
psikologi suku bangsa di daerah terpencil saja. Padahal sejak permulaan perkembangnnya, ilmu
antropologi psikologi sudah memperhatikan psikologi dari kolektif-kolektif di daerah perkotaan
, bahkan juga watak bangsa (national character)dari bangsa-bangsa modern seperti Jerman,
Jepang, Rusia dan lain-lain (lihat Gorer, 1943 & 1951). Lebih penting lagi , istilah
Ethnopsychologyi dapat memberi kesan bahwa ilmu ini adalah subdisiplin ilmu psikologi dan
bukan dari ilmu Antropologi.
Subdisiplin ini sejak lahirnya sudah bersifat antara disiplin. Hal ini disebabkan karena
bukan saja teori dan konsep, serta metode penelitiannya dipinjam dari berbagai disiplin seperti
antropologi, psikologi, psikiatri, dan psikoanalisa; melainkan juga pendirinya berasaal dari
disiplin yang bermacam-macam. Sebelum mereka menjadi ahli antropologi psikologi antara lain
Ralph Linton, Margaret Mead, Cor DBois (ketiga ahliantropologi, Abram kardiner (seorang ahli
psikiatri), W.H.R. River (seorang ahli psikologi), Erik H. Erikson (seorang ahlipsikoanalisa Neo
Freudian), Geza Roheim (seorang ahli psikoanalisa Frendian ortodoks), dan lain-lain.
Dari nama-nama tersebut dapatlah dikatakan bahwa didalam ilmu antropologi psikologi
para sarjana dari disiplin antropologi, psikologi dan psikiatri, bertemu atau dengan kata lain,
dapat juga dikatakan bahwa disanalah ilmu antropologi budaya dan social dapat berhubungan
dengan ilmu psikologi kepribadian, psikologi perkembangan dengan ilmu psikiatri dan
psikoanalisa secara sangat akrab dan produktif.
Seperti yang kita ketahui, antropologi budaya memperhatikan cara hidup berbeda yang
dikembangkan masyarakat diberbagai tempat di dunia, sedangkan psikologi kepribadian
(perkembangan dari psikiatri) adalah ilmu yang meneliti kepribadian manusia, yang karyanya
menyangkut usaha untuk mengerti mengapa dan bagaimana pribadi berbeda satu sama lain.
Karya antropologi pada masa sebelum berkembangnya subdisiplin tersebut, pada umumnya tidak
ada hubungannya dengan kepribadian, yakni dalam arti antara lain: jika mempelajari perilaku
suatu kolektif, ia tidak mencari motif apa yang ada diblakang perilaku tersebut. Oleh karena itu,
ilmu antropologi psikologi adalah ilmu yang menjembatani kebudayaan dan kepribadian, yang
menjadi focus dari dua ilmu yang berbeda (antropologi dan psikologi), yang sebenarnya sangat
erat hubungannya (baca Barnouw, 1963: 3).
Berlandaskan pada kenyataan tersebut, maka karya-karya penelitian yang dapat
digolongkan ke dalam Antropologi Psikologi menurut Francis L.K. Hsu (1961: 2) adalah :
1. Suatu karya yang dihasilkan oleh seorang Antropolog, yang mempunyai pengetahuan baik
mengenai konsep antropologi disamping pengetahuan mengenai konsep psikologi (jika ia
bukan seorang ahli psikologi);
2. Segala karya yang mempermasalahkan individu sebagai tempat atau wadah kebudayaan;
3. Segala karya yang memberikan pengakuan serius kepada kebudayaan sebagai variable bebas
(independent veriable) maupun variable terikat (dependent variable), yang berhubungan
dengan kepribadian;
4. Segala karya dari seorang antropologi, yang menggunakan konsep atau teknik psikologi,
yang memberikan data tepat guna dalam bentuk yang dapat dipergunakan oleh para ahli
antropologi;
5. Ruang lingkup antropologi psikologi sama dengan pengkajian secara lintas budaya (cross
cultural studies) mengenai kepribadian dan system budaya. Pengkajian tersebut meliputi
masalah berikut :
a. Hubungan system social dan nilai-nilai budaya dengan pola rata-rata (modal pattern)
pengasuhan anak.
b. Hubungan antara pola rata-rata pengasuhan anak dengan struktur kepribadian rata-rata
(modal personality), seperti yang diungkapkan dalam perilaku.
c. Hubungan antara struktur kepribadian rata-rata dengan system peran (role system) dan
aspek proyeksi dari kebudayaan; dan
d. Hubungan dari semua variable tersebut di atas dengan pola perilaku menyimpang
(deviant behavior patterns) yang berbeda dari suatu kolektif yang lain. Teori yang
dipergunakan dan hipotesa yang diuji, dapat berasal dari ilmu perilaku (behavior science)
apa saja. Namun cirri khas penelitian antropologi adalah penekanannya pada perbedaan
kelompok-kelompok alamiah (natural groups) sebagai pokok perhatiannya. Jadi
penelitian mengenai perbedaan individu bukan lapangan perhatian Antropologi Psikologi.
Demikian juga penelitian mengenai perbedaan kolektif yang sengaja dibentuk untuk
kepentingan penelitian (iexperimental produced group) bukan merupakan objek
penelitian Antropologi Psikologi, sekalipun sebenarnya lebih merupakan lapangan
Psikologi Sosial. Namun perbedaan kelompok di dalam suatu masyarakat merupakan
objek penelitian Antropologi Psikologi. Demikianlah penelitian Marvin K. Opler
mengenai tipe-tipe penyakit jiwa skisofrenia di dalam dua suku di AS adalah karyanya
yang dapat digolongkan ke dalam Antropologi Psikologi juga.
6. Konsep kepribadian-kebudayaan (personality culture), yang timbul sebagai akbat interaksi
dari kedua ilmu tersebut di atas, yakni psikologi dan antropologi, sangat berguna sekali. Hal
ini menyebabkan para peneliti antropologi psikologi dalam studinya mengenai perilaku,
selalu memperhatikan factor-faktor penyebab pendulunya (antecedents); dan tidak akan puas
hanya dengan pelukisan mengenai sifat-sifat khas saja seperti yang pada umumnya
dilakukan oleh para ahli psikologi social 9Hsu, 1961:2).
Apa yang diuraikan di atas adalah inventarisasi mengenai jenis penelitian yang dapat
digolongkan sebagai karya Antropologi psikologi AS lainnya seperti Milton Singer misalnya.
Menurutnya penelitian Antropologi Psikologi (yang masih ia sebut sebagai culture and
personality dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok besar:
1. Kelompok hubungan kebudayaan dengan sifat pembawaan manusia (Human nature);
2. Kelompok hubungan kebudayaan dengan kepribadiN khas kolektif tertentu (typical
personality);
3. Kelompok hubungan kebudayaan dengan kepribadian (individual personality).
Dari ketiga kelompok permasalahan besar tersebut timbul beberapa pokok
permasalahan penelitian lainnya, seperti ;
a. Hubungan antara perubahan kebudayaan dengan perubahan kepribadian;
b. Hubungan kebudayaan dengan kepribadian abnormal (Singer, 1961: 15)
Penonjolan ketiga kelompok permaslahan besar penelitian tersebut di atas memang
dilhami oleh rumusan kapribadian manusia ke dalam tiga aspek besar dari Clyde Kluckhohn
dan Henry A. Murray. Menurut mereka, setiap manusia dalam batas-batas tertentu:
a. sama dengan manusia lain;
b. sama dengan sebagian manusia lain;
c. Tidak sama dengan manusia lain (Kluckhohn & Murray, 1959: 53).
Berdasarkan ketiga aspek kepribadian manusia itu, Singer menggolongkan semua
penelitian Antropologi yang pernah dilakukan orang ke dalam tiga kelompok permasalahan
tersebut ditambah dengan kedua permasalahan tersebut di atas, yang menrutnya merupakan
cabang dari ketiga kelompok tersebut. Scara kongkrit penelitian yang berhubungan dengan
ketiga kelompok permasalahan besar itu adalah penelitian mengenai ; (a) sifat pembawa
manusia; (b) kepribadian khas kolektif tertentu (kepribadian tipikal); dan (c) kepribadian
individual.
Penelitian yang dapat digolongkan ke dalam penelitian hubungan kebudayaan dengan
sifat pembawaan manusia (human nature) adalah ;penelitian yang pernah dilakukan oleh
Bronislaw Malinowsky untuk mencari Oedipus Complex di antara penduduk Pulau Trobrian
(1972); penelitian yang dilakukan Margaret Mead untuk mengatahui apakah ketegangan
yang dialami pada masa akil baliq juga ada di masyarakat luar Ero Amerika (1939); atau oleh
Geza Roheim untuk mencari lambang-lambang seks dalam factor lisan (1950).
Adapun penelitian yang dapat digolongkan ke dalam penelitian hubungan
kebudayaan dengan kepribadian khas kolektif tertentu atau kepribadian tipikal (typical
personality) adalah seperti yang dilakukan Ruth Benedict untuk mencari pola kebudayaan
beberapa suku bangsa di dunia (1932); atau penelitian yang pernah dilakukan Ralph Linton,
Cora Dubois, dan lain-lain, untuk mencari struktur kepribadian dasar (basic personality
structure) suku-suku bangsa di dunia (1939 & 1945); atau penelitian Cora duBois untuk
mencari kepribadian rata-rata (modal personality) penduduk pula Alor (1944); atau
penelitian Ruth Benedict, Margaret Mead, Geofrey Gorer, dan lain-lain, untuk mencari watak
bangsa (national character) dari berbagai bangsa di dunia (Linton, 1951).
Sedangkan penelitian yang dapat digolongkan ke dalam kepribadian individual
(individual personality) adalah penelitian yang coba mengerti individu sebagai insan yang
hidup di dalam kebudayaan, dan kebudayaan sebagai tempat hidup individual-individual.
Metode yang dipergunakan adalah dengan jalan mengumpulkan serta menganalisa riwayat
hidup (life histories) responden tertentu, dan respon terhadap tes-tes proyeksi, mimpi dan
sebaginya. Contoh karya hasil penelitian semacam ini adalah Crassing Thunder : The
Autubiography of An American Indian dari Paul Radin (1926); The Children opf Sanchez :
Autobiography of An Mexican Family dari Oscar Lewis (1961); dan Son of Old Man Hat :
A Nvaho Autobiography dari W. Dijk (1961).

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Antropologi Psikologi


Ada dua salah anggapan yang harus dikoreksi sehubungan dengan sejarah perkembangan
ilmu antropologi psikologi. Dua salah anggapan itu adalah: (a) menganggap ilmu antropologi
psikologi adalah subdisiplin baru dari ilmu antropologi umum; (b) menganggap ilmu antropologi
psokologi adalah suatu ilmu yang diciptakan oleh sarjana amerika saja.
Kedua anggapan tersebut diatas tidak benar. Ilmu antropologi psikologi hadir di dunia
pengetahuan, sudah sejak pertengahan 1920, terutama lewat karya-karya terkenal dari C.G.
Seligman, B. Malinowski, F. Boss, M. Mead dan Ruth F.Benedict. malah kedua tokoh yang
tersebut terdahulu adalah sarjana antropologi inggris. Jika mau lebih tepat lagi, lahirnya ilmu ini
sejak diadakannya ekspedisi Cambridge ke selat Torres pada 1989 (Hunt, 1967: ix). Bahkan
menurut Viktor Bernauw pelopor-pelopor antropologi psikologi bukan para ahli antropologi,
melainkan para ahli ilmu sejarah kebudayaan (Culture Historians) seperti Jacob Burckhardt, J.
Huizinga dan Oswald Spengler. Kalaupun para ilmu sejarah kebudayaan itu tidak dapat dianggap
sebagai pelopor, namun tidak dapat disangkal lagi bahwa merekalah yang telah memberi
inspirasi sehingga memungkinkan berkembangannya sub ilmu antropologi ini di kemudian hari.
Ketiga ahli ilmu sejarah kebudayaan tersebut telah mempergunakan metode yang sama
untuk mengemukakan sifat-sifat khas (characteristic features) mengenai watak bangsa dari
masyarakat yang mereka lukiskan. Mereka yakin pandangan hidup (world view) suatu
masyarakat tercermin dalam berbagai unsur kebudayaan, kepercayaan, kesenian, kesusastraan,
mode pakaian dan adat-istiadat popular. Untuk menonjolkan perbedaan atribut sifat-sifat khusus
dari kebudayaan-kebudayaan abad pertengahan (medieval) dan renaissance eropa dan Italia;
apollonian dan faustian; atau klasik dan peradaban barat modern.
Jacob Burckhardt dalam bukunya The Civilization Of The Renaissance in italy (1980),
membuat perbedaan kontras antara kebudayaan abad pertengahan dan renaissance, diantara
kebudayaan eropa utara dan italic. Menurut dia zaman renaissance ditandai oleh banyaknya
orang mabuk akan ketenaran pribadi dan kerajinan untuk mencapai suatu yang lebih tinggi
(achievement) serta mengkultuskan tempat-tempat kelahiran dan makam-makam orang terkenal.
Pada zaman renaissance ini individualisme dipentingkan, sedangkan pada zaman abad
pertengahan kebalikannya.
John hizinga dalam bukunya the waning of the middle ages: A strudy of the form of life,
Thought and art in france and the Netherlands in the XIVth and XV Centuries (1924), seperti
halnya Burckhardt, juga memperbedakan dengan tajam abad pertengahan dengan renaissance.
Namun yang ditonjolkan Huizinga bukan lahirnya abad pertengahan dan renaissance, melainkan
pudar (waning) atau mundurnya masa-masa tersebut, terutama abad XIV-XV di perancis dan
negeri belanda, yang dilandasi oleh suasana emosional pada zaman itu, yang bersifat penuh
kekerasan dan ketegangan tinggi:pergeseran abadi antara keputusasahan dan kegembiraan gila-
gilaan; antara kekejaman dan perasaan kehalusan yang suci, yang menciri sifat kehidupan abad
pertengahan. Semua itu dapat dilihat pada prosesi atau pawai dramatic dan penganiyaan dimuka
umum, hukum mati dan tema kematian terlihat dalam ukiran-ukiran pada makam-makam masa
itu.
Pendekatan Burckhardt dan Huizinga diterapkan secara ekstrim oleh Oswald Spengler di
dalam the decline of the west (1939). Dalam buku tersebut kebudayaan manusia dipersamakan
dengan organisme, masing-masing dengan daur hidup, seperti halnya manusia atau bunga.
Pendapat stengler ini sudah banyak dikritik orang.
Meski pendapat ketiga ahli sejarah kebudayaan tersebut, sudah tentu, kurang ilmiah
menurut ukuran sekarang namun mereka pada masa itu termasuk progresif pendekatannya,
karena sudah mulai memperhatikan bentuk-bentuk folklore seperti: pesta rakyat, mode pakaian ,
ungkapan jenaka bijaksana (wit), sopan santun, keyakinan rakyat dan lain-lain, untuk
mempelajari nilai budaya bangsa yang hidup pada zaman berbeda seperti pada abad pertengahan,
renaissance dan lain-lain.
Diantara ketiga sarjana tersebut, yang paling penting bagi perkembangan ilmu
antropologi psikologi adalah Spengler, karena ia adalah teoritikus pertama yang telah
mengajukan untuk pertama kali pendapat tentang “peminjaman unsur-unsur kebudayaan secara
selektif (selective borrowing of cultural traits), yakni suatu bangsa jika meminjam unsure
kebudayaan lain akan memilih sesuai kebudayaannnya sendiri. Jika kurang sesuai, unsure
kebudayaan asing tersebut akan dirombak sesuai dengan kebudayaan pribuminya. Seperti
misalnya Wiracarita Mahabrata dan Ramayana dari India, sewaktu masuk di Jawa, tidak terasa
asing lagi karena telah dipribumikan atau diadaptasi dahulu oleh Orang Jawa.
Spengler juga menjadi penting bagi pekembangan ilmu Antropologi Psikologi karena
klasifikasi peradabana klasik Yunani dan kebudayaan Barat modern kedalam golongan-golongan
yang bersifat apollonian dan faustian, dikemudian hari telah dipinjam Ruth Benedict dalam
rangka membuat teori konfigurasi kebudayaan atau pola kebudayaan (pattern of culture).
Menurut Spengler, kebudayaan Barat Modern dimulai sejak abad X dan bersifat Faustian.
Peradaban Faustian adalah sifat kebudyaaan yang memiliki kesadaran dalam (deep
consciousness) dan instrospeksi dari Ego. Sifatnya mirip dengan kebudayaan Mesir Kuno yang
terpukau dengan perencanaan mengenai sejarah, dan ditandai keinginan untuk menguasai
ruang, dan mempunyai dorongan kuat untuk melakukan sesuatu (mastery) (Spengler, 1939: 183).
Keadaan sebaliknya berlaku pada peradaban klasik Yunani yang bersifat Apollonian itu,
karena menurut Spengler peradaban tersebut kekurangan perasaan murni untuk pengembangan
dalam dirinya, dan penduduk peradaban tersebeut tidak mempunyai kesadaran mengenai
sejarahnya (sense of history). Manusia Yunani klasik tersebut hanya hidup untuk masanya saja.
Walaupun orang Yunani pada masa itu telah kenal dengan penanggalan Babilonia dan Mesir,
namun hal itu tidak mengubah konsepsi dangkalnya mengenai waktu. Sikap ini berbeda sekali
dengan sikap Orang Mesir yang selalu berorientasi kemasa depan yang terbukti dengan
pembuatan arsip-arsip terukir di atas lempengan batu granit, bahkan berusaha juga untuk
mengawetkan jenazah-jenazah para Firaun mereka agar kelak dapat bangkit lagi dari liang
makam mereka dengan tubuh yang masih utuh (Spengler, 1939 : 12-13).
Pendapat yang mengira bahwa Ilmu Antropologi adalah ciptaan sarjana Antropologi
Amerika Serikat juga tidak adapat dipertahankan karena sebelum ilmu tersebut dikembangkan di
Amerika Serikat, beberapa sarjana Antropologi Inggris sudah menjurus ke situ. Orang Inggris
yang mengarahkan perhatian ke terciptanya ilmu ini adalah C.G. Seligman. Dia pada 1924,
dalam pidato pelantikannya sebagai Presiden Royal Antropologi Institute of Great Britain and
Ireland, yang berjudul “Anthropology and Psycology a Study of same point of contact”,
menyarankan beberapa kemungkinan bagi perkembangan suatu lapangan pertemuan antara ilmu
Antropologi dan ilmu Psikology, yang sangat erat hubungannya dan masih sangat sedikit dikenal
orang. Selanjutnya, ia pun menyinggung konsep mengenai tipe intravert dan ekstravert dari dari
Carl Gustav yung dalam hubungannya dengan pembawaan genetika dari ras-ras di dunia
tercermin dalam kesenian mereka. Penggolongan kasar dari Seligman adalah sebagai berikut :
Keribadian orang biadab (savages) adalah extravert4 walaupun kemungkinan ada pemimpin dan
para dukun mereka berkepribadian introvert5. Orang Eropa pada umumnya adalah extravert,
sedangkan orang india introvert dan sebagainya.
Seligman menghimbau kepada para anhli antropologi agar mempelajari lebih dalam latar
belakang kepecayaan dan kebiasaaanmanusia yang tidak dapat diterangkan hanya dengan kata-
kata. Seligman yang menggunakan teori Sigmund Freud terhadap sekelompok orang yang
diamati utnu menerangkan pertentangan antara keinginan dan ketakutan pribadi. Seligman juga
menunjukkan pentinnya karya Freud dan Yung bagi ilmu Antropologi, karena masalah psikologi
yang timbul dalam penelitian antroplogi terletak sebagian besar dalam bidang emosi dan
motivasi, bukan dalam bidang kognisi (yang dapat diamati).
Orang Inggris yang lebih besar pengaruhnya terhada[pa perkembangan Ilmu Antropologi
Psikologi, selain Seligman, adalah Bronislaw Malinowski. Dalam penelitiannya mengenai
penduduk pulau Trobrian di daerah Melanesia, Malinowski berhasil memperdekatkan ilmui
Antropologi dan Psikologi. Keberhasilan itu dapat kit abaca dalam karyanta yang berjudul Sex
and Repression in Savage Society (1927) dan The Sexual Life of Savages (1929). Bukunya yang
pertamaadalah hasil polemic dengan psikolog Inggris Ernest Jones. Di dalam pengantar bukunya
dari edisi 1927, Malinowski telah member kredit kepada C.G. Seligman, yang menurutnya telah
member saran agar ia meneliti “Apakah Oedipus complex dan lain-lain manifestasi tak sadar
(unconscious) juga timbul pada komunitas yang system kerabatnya berdasarkan matrilineal.
Penelitian Malinowski. Ini adalah yang pertama dalam sejarah Antropologi yang menerapkan
teori psikoanalisa dalam penganalisaan kehidupan penduduk teknologi terbelakang. Saran rinci
Malinowski dari Seligman tidak pernah diterangkan dalam karangannya iu. Namun, menurut
Milton Singer (1961: 12) mungkin sama yang dipersoalkan dalam makalah Seligman dari tahun
1032, yang menurut ia disarankan oleh Evan Pritehard, antara lain :
1. Dapatkah para ahli antropologi mengumpulkan cukup banyak data untuk menerangkan teori
psikoanalisa ?
2. Apakah fase perkembangan pribadi bayi, yang oleh para ahl;I psikoanalisa disebut sebagai
fase oral, anal dan laten itu umumnya terdapat pada semua ras dan kebudayaan yang ada di
dunia /
3. Jika ada apakah hal itu ditentukan oleh factor keturunan (biologis) atau kondisi kebudayaan ?
4. Apakah symbol yang sama juga diperguanak ras-ras berlainan dalam keadaan yang sama ?
5. Apakah symptom formation6 dari anggota peradaban Barat berbeda-beda dengan peradaban
lain ? (Seligman, 1932: 209).
Kecuali para ahli antropologi terdapat pula ahli psikoanalisa, yang dalam rangka hendak
membuktikan kebenaran teori mereka, telah juga mencari bahan-bahan etnografi. Yang paling
terkenal dianatarnya sudah tentu adalah Sigmund Freud, yang telah menerangkan cara tersebut
didalam bukunya yang berjudul totem and taboo. karyanya ini telah menimbulkan kejengkelan
para ahli antropologi, karena sifatnya yang terlalu spekulatif, dan masih kurang mempergunakan
data akurat. namun kedua bukunya yang lain, civilization and discontents (1930) dan group
psychology and the analysis of the ego (1922), lebih mempergunakan bahan-bahan antropologi.
Selain freud masih ada beberapa ahli psikoanalisis lainnya, yang juga menulis mengenai
antropologi psikologi. mereka itu antara lain adalah otto rank, ernest jones, wulf sachs dan geza
roheim. dari para ahli tersebut, roheim adalah yang paling menarik karena ia adalah seorang ahli
etnologi yang telah mendapat pendidikan dalam ilmu psikoanalisa. cara penelitian di lapangan
(fieldwork) dan pandangannya yang paling dekat dengan pendekatan yang kemudian terkenal
dengan nama pendekatan culture and personality (atau antropologi psikologi).
Roheim telah mengadakan beberapa penelitian di lapangan psikoanalisa dibeberapa
tempat, seperti diaustralia tengah; Somaliland (afrika timur) yang terletak diteluk aden dan
samudra india: dari pulau-pulau normandi. biaya penelitian yang dilakukannya antara 1928-1931
itu diperolehnya dari marie boneparte.
Hasil penelitian Roheim kemudian diterbitkan dalam majalah the international journal of
psychoanalysis pada 1932 di bawah judul “The Psychoanalysis Of The Primitive Culture Types”
isi karangan ini sebelumnya pernah digunakan untuk bahan kuliah yang diberikan di universitas
Chicago dan Columbia serta di lembaga seperti new York psycoanalitical socyeti, the paris
psicologycal socyeti, the berlin psycoanalitical institute, and the Budapest psychoanalytical
socyeti and ethnograpycal socyeti.
Walaupun pengaruh roheim dikemudian hari besar juga diantara para ahli antropologi,
namun untuk masa itu masih terasa erat untuk dapat diterimanya dikalangan mereka. hal di
sebabkan oleh tabiat roheim yang gemar menghina orang lain didalam tulisan-tulisannya,
sehingga ia kurang disukai orang, bahkan banyak dari pengikutnya, ada yang segan untuk
mengakui mendapat pengaruh darinya (singer, 1961 :428). roheim ini misalnya dalam salah satu
tulisannya dengan sombong menyerang molinowski, yang menurut ia bukan seorang ahli
psikoanalisa namun berani menguji teori freud mengenai kompleks Oedipus di trobrian. selain
itu, ia juga beranggapan bahwa para ahli yang mengingkari adanya Oedipus Complex7 adalah
orang-orang yang tidak mengetahui bagaimana menanggulangi Oedipus Complex-nya sendiri
(harris, 19:428).
Dalam metodologinya, rohiem menekankan bahwa tujuan utama para ahli antropologi
adalah mencari wishfulfillment pelapasabn ketegangan jiwa dengan jalan mengkhayalkan
sesuatu imajinasi yang memuaskan atau dapat mengurangkan ketegangan yang latent dalam
setiap organisasi masyarakat yang spesifik, seperti halnya kita meredusir suatu impian atau
gangguan jiwa kedalam suatu formula laten. untuk dapat berbuat demikian, ia menganjurkan
para ahli antropologi tidak mengumpulkan data yang dapat menerangkan keinginan tidak sadar
(unconsciousness) tersebut yang berupa keterangan-keterangan menganai mimpi, riwayat hidup
(life history), kehidupan seks, pengasuhan anak, mite (myth), upacara-upacara adat, adat
kebiasaan yang diterangkan melalui pengetahuan, pengalaman pribadi dari informan, lelucon,
komentar spontan (casual remarks), dan salah bicara (slip of the tongue).
Antropologi ini sudah tidak dapat mengerjakan seluruh apa yang dapat dihasilkan
seorang analisis klinik, tetapi sedikitnya dapat mencapai lebih dari apa yang dihasilkan ahli
antropologi kuno, karena dengan metode pendekatan ini memungkinkan antropologi untuk
mengklasifikasikan psikologi dari suatu kolektif.
Walaupun sudah ada perhatian khusus dari beberapa tokoh antropologi eropa untuk
mempertemukan ilmu antropologi dengan ilmu psikologi dan psikoanalisa, namun tidak ada
orang eropa lain yang tertarik mengikuti jejak mereka dengan segera (evan-Pritchard,1929;
Richard, 1932; dan Fortes, 1957).
Sebaiknya di AS karya-karya pionir Margaret mead, Edward Sapir dan Ruth F. Benedict,
segera dituruti dengan penelitian-penelitian antropologi psikologi. banyak ahli Antropologi
Psikologi yang telah mengalami psikolanalisaan terhadap diri mereka sendiri, karena menurut
hemat meraka sebelum mereka mengenal kepribadian orang lain, mereka harus terlebih dahulu
mengenal kepribadiannya sendiri secara murni.
Selain itu, ada banyak ahli psikiatri dan psikoanalisa yang telah bekerja sama dengan para
ahli antropologi. dari kerja sama itu yang paling penting adalah berupa serangkaian seminar yang
dimotori seorang ahli psikiatri, bernama abram kardiner, yang diadakan di new York
Psycoanalytic institute pada 1936, para ahli antropologi yang mengikuti seminar tersebut adalah
edwar spir, ruth F. Benedict dan ruth bunzel (singer, 1961-14).
Pada 1937 seminar tersebut dipindahkan ke universitas Columbia dan diikuti oleh peserta
seperti Ralph linton, cora dubois dan carl withers. semua ahli antropologi peserta seminar
tersebut, telah memasukan sepangkat etnografi untuk dianalisa secara psikokultural oleh kardiner
(singer, 1981:435).
Seminar tersebut telah menghasilkan beberapa karya penting mengenai konsep dasar
antropologi psikologi. adapaun konser dasar tersebut adalah struktur kepribadian dasar (basic
personalyti structure) dan struktur kepribadian rata-rata (modal personalyti structure) dalam
hubungan dengan seminar tersebut telah pula diterbitkan buku people of alor karya cora dubois
ini adalah hasil penelitian yang menggunakan pendekatan dan metode, yang dikembangkan
secara antropologi psokologi.
Usaha kerja sama antar disiplin antara kerja sama ilmu antropologi dan dalam bidang
penelitian telah terjadi juga diproyek Indian education research project. suatu proyek yang telah
diusahan oleh biro urusan oerang Indian di amerika serikat, yang telah sama dengan komite
mengenaiperkembangan manusia (committee on human development) dab universitas Chicago.
proyek tersebut telah meneliti perkembangan kepribadian (personalyti development) suku bangsa
hopi, suku bangsa Indiana tersebut dahulu telah berhasil diterbitkan. suku bangsa hopi oleh laura
thompshon dan alice joseph (1944); suku bangsa Navaho oleh clyde klukhohn dan dorothea
legihton (1946). suku bangsa papago oleh Gordon Macgregor (1946); dan suku bangsa Sioux
oleh alic joseph, R.B spicer dan jone chesky (1949).
Selain para antropologi yang turut dalam penelitian adalah para ahli psikologi dan
psikiatri. tetapi juga berlainan halnya dengan seminar dibawah pimpinan kardiner tersebut diatas,
maka pengaruh psikoanalisa dalam penelitian pengembangan kepribadian orang-orang Indiana
amerika ini, adalah kurang langsung, namun pada penelitian ini sudah dipergunakan secara
sistematis tes-tes psikologis, seperti tes proyeksi rorschack” dan sebagainya.
Setelah usainya perang dunia kedua, lain proyek penelitian besar diadakan di new York,
untuk menerangkan teori tersebut pada bangsa-bangsa modern. penelitian ini mula-mula berada
dibawah pimpinan ruth F. benedict di universitas Columbia, tetapi kemudian dilanjutkan oleh
Margaret mead di amerika museum of natural history. rangkaian penelitian ini selesai pada 1953,
proyek penelitian ini mengikutkan seratus dua puluh peneliti, yang mewakili empat belas
disiplin dan enam belas kebangsaan. sebagai hasil proyek penelitian ini banyak publikasi yang
telah dikeluarkan. konsep utama yang dikeluarkan peneliti terakhir ini adalah nasional character
atau watak bangsa.
Minat peneliti terhadap riwayat hidup (life history) dan catatan pribadi seseorang
(personal document)yang dirangsang oleh ilmu psikoanalisa, bukan saja mempengaruhi ilmu
antropologi tetapi juga ilmu sosiologi, ilmu politik dan ilmu social lainnya. namun jika minat
terhadap penelitian riwayat hidup dan lain-lain dari para ahli antropologi, seluruhnya dirangsang
oleh teori dan teknik antropologi; maka pada ilmu social lainnya hal itu tidak terjadi secara
langsung. umpamanya dalam ilmu sosiologi salah satu sumber pengaruh terbesar adalah buku the
polish peasant (1917-1918) karya W.I. Thomas dan F. Znaniecki. hasil karya ini banyak
mempergunakan catatan pribadi seseorang seperti catatan harian (diary), surat (letters), dan
sebagainya. dalam buku tersebut penulisannya juga memasukkan metodologi yang telah mereka
pergunakan dalam penelitian mereka itu (hinkle, 1952’ &Volkart, 1953). bersumberkan pada
tulisan mengenai penilaian karya W.I Thomas dan F. znanicki yang diadakan oleh social science
research council (blumer, 1939) timbullah serangkaian penelitian mengenai catatan-catatan
pribadi seorang dalam ilmu psikologi (allport, 1942), dalam ilmu sejarah (Gottschalk, 1945), dan
dalam ilmu antropologi (kluckhohn, 1945), serta ilmu sosiologi (angell, 1945).

Sumber :
James Danandjaja (1988) Antropologi Psikologi (hal 1-15), Jakarta, Rajawali Press.

Anda mungkin juga menyukai