Anda di halaman 1dari 11

A.

Teori Psikoanalisis

1. Pengertian Teori Psikoanalisis

Psikoanalisis dalam sastra memiliki empat kemungkinan pengertian. Yang pertama


adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah
studi proses kreatif. Yang ketiga adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang
diterapkan pada karya sastra.Yang keempat adalah mempelajari dampak sastra pada
pembaca. Namun, yang digunakan dalam psikoanalisis adalah yang ketiga karena sangat
berkaitan dalam bidang sastra.
Asal usul dan penciptaan karya sastra dijadikan pegangan dalam penilaian karya
sastra itu sendiri. Jadi psikoanalisis adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang
diterapkan pada karya sastra.

2. Sejarah Teori Psikoanalisis

Munculnya pendekaratan psikologi dalam sastra disebabkan oleh meluasnya


meluasnya perkenalan sarjana-sarjana sastra dengan ajaran-ajaran Freud yang mulai
diterbitkan dalam bahasa Inggris. Yaitu Tafsiran Mimpi ( The Interpretation of Dreams )
danThree Contributions to A Theory of Sex atau Tiga Sumbangan Pikiran ke Arah Teori
Seks dalam dekade menjelang perang dunia. Pembahasan sastra dilakukan sebagai
eksperimen tekhnik simbolisme mimpi, pengungkapan aliran kesadaran jiwa, dan
pengertian libido ala Freud menjadi semacam sumber dukungan terhadap pemberontakan
sosial melawan Puritanisme(kerohanian ketat) dan tata cara Viktorianoisme(pergaulan
kaku).Dahulu kejeniusan sastrawan selalu menjadi bahan pergunjingan. Sejak zaman
Yunani, kejeniusan dianggap kegilaan(madness) dari tingkat neurotik sampai psikosis.
Penyair dianggap orang yang kesurupan (possessed). Ia berbeda dengan yang lainnya, dan
dunia bawah sadarnya yang disampaikan melalui karyanya dianggap berada di bawah
tingkat rasional. Namun, pengarang tidak sekedar mencatat gangguan emosinya ia juga
mengolah suatu pola arketipnya, seperti Dostoyevsky dalam karyanya The Brother
Kamarazov atau suatu pola kepribadian neurotik yang sudah menyebar pada zaman itu.
Kemudian, ilmu tentang emosi dan jiwa itu berkembang dalam penilaian karya sastra.
3. Kegunaan Psikoanalisis Sastra

Psikologi atau psikoanalisis dapat mengklasifikasikan pengarang berdasar tipe


psikologi dan tipe fisiologisnya. Psikoanalasisis ini dapat pula menguraikan kelainan jiwa
bahkan alam bawah sadarnya. Bukti-bukti itu diambil dari dokumen di luar karya sastra
atau dari karya sastra itu sendiri. Untuk menginteprestasikan karya sastra sebagai bukti
psikologis, psikolog perlu mencocokannya dengan dokumen-dokumen di luar karya
sastra.
Psikoanalisis dapat digunakan untuk menilai karya sastra karena psikologi dapat
menjelaskan proses kreatif. Misalnya, kebiasaan pengarang merevisi dan menulis kembali
karyanya. Yang lebih bermanfaat dalam psikoanalisis adalah studi mengenai perbaikan
naskah, koreksi, dan seterusnya. Hal itu, berguna karena jika dipakai dengan tepat dapat
membantu kita melihat keretakan ( fissure ), ketidakteraturan, perubahan, dan distorsi
yang sangat penting dalam suatu karya sastra.Psikoanalisis dalam karya sastra berguna
untuk menganalisis secara psikologis tokoh-tokoh dalam drama dan novel. Terkadang
pengarang secara tidak sadar maupun secara sadar dapat memasukan teori psikologi yang
dianutnya. Psikoanalisis juga dapat menganalisis jiwa pengarang lewat karya sastranya.

4. Konsep Umum Psikoanalisis

Psikoanalisis sendiri pada awalnya adalah sebuah metode psikoterapi untuk


menyembuhkan penyakit-penyakit mental dan syaraf, dengan menggunakan teknik tafsir
mimpi dan asosiasi bebas. Teori ini kemudian meluas menjadi sebuah teori tentang
kepribadian. Konsep-konsep yang terdapat dalam teori kepribadian versi psikoanalisis ini
termasuk yang paling banyak dipakai di berbagai bidang, hingga saat ini.
Konsep Freud yang paling mendasar adalah teorinya tentang ketidaksadaran. Pada
awalnya, Freud membagi taraf kesadaran manusia menjadi tiga lapis, yakni lapisan
unconscious (taksadar), lapisan preconscious (prasadar), dan lapisan conscious (sadar). Di
antara tiga lapisan itu, taksadar adalah bagian terbesar yang memengaruhi perilaku
manusia. Freud menganalogikannya dengan fenomena gunung es di lautan, di mana
bagian paling atas yang tampak di permukaan laut mewakili lapisan sadar. Prasadar
adalah bagian yang turun-naik di bawah dan di atas permukaan. Sedangkan bagian
terbesar justru yang berada di bawah laut, mewakili taksadar.
Dalam buku-bukunya yang lebih mutakhir, Freud meninggalkan pembagian lapisan
kesadaran di atas, dan menggantinya dengan konsep yang lebih teknis. Tetapi basis
konsepnya tetap mengenai ketidaksadaran, yaitu bahwa tingkah laku manusia lebih
banyak digerakkan oleh aspek-aspek tak sadar dalam dirinya. Pembagian itu dikenal
dengan sebutan struktur kepribadian manusia, dan tetap terdiri atas tiga unsur, yaitu id,
ego, dan superego.
Id adalah bagian yang sepenuhnya berada dalam ketidaksadaran manusia. Id berisi
cadangan energi, insting, dan libido, dan menjadi penggerak utama tingkah laku manusia.
Id menampilkan dorongan-dorongan primitif dan hewani pada manusia, dan bekerja
berdasarkan prinsip kesenangan. Ketika kecil, pada manusia yang ada baru id-nya. Oleh
karena itu kita melihat bahwa anak kecil selalu ngotot jika menginginkan sesuatu, tidak
punya rasa malu, dan selalu mementingkan dirinya sendiri.
Ego berkembang dari id, ketika manusia mulai meninggalkan kekanak-kanakannya,
sebagai bentuk respon terhadap realitas. Ego bersifat sadar dan rasional. keinginan-
keinginan id tidak selalu dapat dipenuhi, dan ketika itulah ego memainkan peranan. Ego
bekerja berdasarkan prinsip realitas. Misalnya, ketika id dalam diri kita ingin makan enak
di restoran mahal, tetapi keuangan kita tidak mampu, maka ego tidak bisa memenuhi
keinginan itu.
Superego muncul akibat persentuhan dengan manusia lain (aspek sosial). Dalam
keluarga, superego ditanamkan oleh orang tua dalam bentuk ajaran moral mengenai baik
dan buruk, pantas dan tidak pantas, dsb. Superego muncul sebagai kontrol terhadap id,
terutama jika keinginan id itu tidak sesuai dengan moralitas masyarakat. Superego selalu
menginginkan kesempurnaan karena ia bekerja dengan prinsip idealitas.

Dalam sastra Indonesia pendekatan psikologi berkembang sejak tahun enam puluhan,
antara lain oleh Hutagalung dan Oemarjati dalam buku pembahasan masing-masing atas
Jalan Tak Ada Ujung dan Atheis. Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan
pertolongan agar dapat membaca drama atau novel secara benar.

5. Tokoh-Tokoh Psikoanalisis Sastra

a. Sigmund Freud, seorang yang sangat berbudaya dan beliau mendapatkan dasar
pendidikan Austria yang menghargai karya Yunani dan Jerman Klasik.
b. T.S Elliot
c. Carl.G.Jung.
d. Ribot, psikolog Perancis
e. L.Russu
f. Wordsworth yang menggunakan psikologi sebagai uraian genetik tentang puisi.
g. Tatengkeng, Pujangga Baru. Menyatakan bahwa untuk menulis puisi yang baik
penyair harus dalam keadaan jiwa tertentu pula.

B. Teori Struktural

Secara definitif strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu
sendiri, dengan mekanisme antar hubungannya, di satu pihak antarhubungan unsur yang
satu dengan unsur lainnya, di pihak yang lain hubungan antara unsur (unsur) dengan
totalitasnya. Hubungan tersebut tidak semata-mata bersifat positif, seperti keselarasan,
kesesuaian, dan kesepahaman, tetapi juga negatif, seperti konflik dan pertentangan. Istilah
struktur sering dikacaukan dengan sistem. Definisi dan ciri-ciri sruktur sering disamakan
dengan definisi dan ciri-ciri sistem. Secara etimologis struktur berasal dari kata structura
(Latin), berati bentuk, bangunan, sedangkan sistem berasal dari kata systema (Latin),
berarti cara. Struktur dengan demikian menunjuk pada kata benda, sedangkan sistem
menunjuk pada kata kerja. Pengertian-pengertian struktur yang telah digunakan untuk
menunjuk unsur-unsur yang membentuk totalitas pada dasarnya telah mengimplikasikan
keterlibatan sistem. Artinya, cara kerja sebagaimana ditunjukan oleh mekanisme antar
hubungan sehingga terbentuk totalitas adalah sistem. Dengan kalimat lain, tanpa
keterlibatan sistem maka unsur-unsur hanyalah agregasi.

Studi sastra struktural pada mulanya dikembangkan dari ilmu bahasa (linguistik)
struktural yang dirintis oleh Ferdinand de Saussure. Ilmu bahasa ini mencoba menemukan
sistem bahasa (langue) yang mengatur setiap ujaran tertentu (parole) yang diucapkan
manusia. Objek kajian dalam sastra struktural yaitu sistem sastra yang melandasi setiap
karya sastra yang ada. Sistem sastra adalah seperangkat aturan, kaidah, atau konvensi
yang abstrak dan bersifat umum, yang mengatur hubungan berbagai unsur sastra. Unsur
tersebut saling berkaitan dalam membentuk keseluruhan makna yang utuh. Hubungan
antarstruktur di dalam karya sastra terjalin secara logis dan kronologis.

Pendekatan sastra struktural berawal dari pendekatan objektif yang tertuang dalam
tulisan M.H. Abrams pada buku The Mirror and the Lamp, sebagai suatu pendekatan
sastra secara tradisional. Pendekatan tersebut berkembang menjadi pendekatan struktural
dalam sastra yang dipelopori oleh Formalisme Rusia (Roman Jacobson) dan
Strukturalisme Praha-Ceko (Jan Mukarovsky). Kaum formalis Rusia dianggap sebegai
peletak dasar ilmu sastra modern.

Pendekatan struktural sering dinamakan juga sebagai pendekatan objektif, pendekatan


formal, serta pendekatan analitik. Strukturalisme mengembangkan gagasan bahwa teks
sastra merupakan sebuah struktur yang kesemua unsurnya saling terkait dan saling
memengaruhi, karena merupakan satu kesatuan utuh Semua unsur memiliki peran yang
penting, sehingga adanya perubahan pada satu unsur akan berdampak adanya perubahan
hubungan antarunsurnya.

Apabila pendekatan objektif melihat karya sastra sebagai karya kreatif yang otonom
dari unsur intrinsik saja, maka struktural mulai diperkuat oleh unsur di luar karya sastra
atau unsur ekstrinsik. Kedua unsur inilah yang bersama-sama membangun struktur cerita
dalam karya sastra. Struktural berpendapat bahwa mutu karya sastra ditentukan oleh
kemampuan penyair atau pengarangnya dalam menjalin hubungan antarkomponen yang
terdapat dalam unsur tersebut. Sedangkan kebulatan makna cerita ditentukan oleh
pengkaji atau pembacanya, dengan cara menghubung-hubungkan dan menginterpretasi
antarunsur tersebut.

Teori strukturalisme memiliki latar belakang sejarah evolusi yangcukup panjang dan
berkembang secara dinamis. Dalam perkembangan itu terdapat banyak konsep dan istilah
yang berbeda-beda, bahkan saling bertentangan. Misalnya, strukturalisme di Perancis
tidak memiliki kaitan erat dengan strukturalisme ajaran Boas, Sapir, dan Whorf di
Amerika. Akan tetapi semua pemikiran strukturalisme dapat dipersatukan dengan adanya
pembaruan dalam ilmu bahasa yang dirintis oleh Ferdinand de Saussure.

Menurut Saussure prinsip dasar linguistik adalah adanya perbedaan yang jelas antara
signifiant (bentuk, tanda, lambang) dan signifie (yang ditandakan), antara parole (tuturan)
dan langue (bahasa), dan antara sinkronis dan diakronis. Dengan klasifikasi yang tegas
dan jelas ini ilmu bahasa dimungkinkan berkembang menjadi ilmu yang otonom, di mana
fenomena bahasa dapat dijelaskan dan dianalisis tanpa mendasarkan diri atas apa pun
yang letaknya di luar bahasa. Saussure membawa perputaran perspektif yang radikal dari
pendekatan diakronik ke pendekatan sinkronik. Sistem dan metode linguistik mulai
berkembang secara ilmiah dan menghasilkan teori-teori yang segera dapat diterima secara
luas. Karena itu, pengertian struktur tidak hanya terbatas pada struktur (structure), tetapi
sekaligus mencakup pengertian proses menstruktur (structurant) (Peaget dalam Sangidu,
2004: 16). Dengan demikian, teori struktural adalah suatu disiplin yang memandang
karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan
antara yang satu dengan yang lainnya.

Kelemahan dari strukturalisme adalah sifatnya yang sinkronistis. Sebuah karya sastra
dianggap sebagai sebuah dunia tersendiri yang terlepas dari dunia lainnya. Padahal,
sebuah karya sastra adalah cermin zamannya. Artinya, karya sastra yang dihasilkan
seorang pengarang pada suatu kurun waktu tertentu merupakan gambaran dari kondisi
kehidupan yang terdapat dalam kurun waktu tersebut. Di dalamnya terdapat gambaran
tentang situasi sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan dari kurun waktu (zaman)
tersebut. Strukturalisme mengabaikan semua itu. Strukturalisme hanya "bermain-main"
dengan bangunan bentuk dari sebuah karya sastra semata-mata. Aspek-aspek kesejarahan
dari sebuah karya sastra tidak dibenarkan untuk dijadikan acuan dalam melakukan
analisis. Dapatlah dipahami jika teori strukturalisme diposisikan sebagai teori sastra yang
a-historis. Seorang pengarang tidaklah menulis dalam sebuah ruang kosong. Ia menulis
dalam sebuah ruang yang di dalamnya penuh dengan berbagai persoalan kehidupan.
Persoalan-persoalan itu tentulah mempengaruhi alam pikiran pengarang ketika membuat
karangannya.

Sesuai dengan penjelasan di atas, dapat dipandang sebagai teori yang ilmiah
mengingat terpenuhinya tiga ciri ilmiah.

a. Ciri-Ciri Teori Stukturalsme yaitu:

1. Sebagai aktivitas yang bersifat intelektual, teori strukturalisme sastra mengarah


pada tujuan yang jelas yakni eksplikasi tekstual,
2. Sebagai metode ilmiah, teori ini memiliki cara kerja teknis dan rangkaian langkah-
langkah yang tertib untuk mencapai simpulan yang valid, yakni melalui
pengkajian ergosentrik.
3. Sebagai pengetahuan, teori strukturalisme sastra dapat dipelajari dan dipahami
secara umum dan luas serta dapat dibuktikan kebenaran cara kerjanya secara
cermat.

C. Teori Feminimisme
Secara etimologis, feminisme berasal dari kata Femme (woman), perempuan (tunggal)
yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak) sebagai kelas
sosial.Feminisme adalah paham perempuan yang berupaya memperjuangkan hak-haknya
sebagai kelas sosial.Adapun dalam hubungan ini perlu dibedakan antara male dan female
(sebagai aspek perbedaanbiologis dan hakikat alamiah), masculine dan feminine (sebagai
aspek perbedaan psikologis dan cultural). Sementara itu,masculine–feminine mengacu
kepada jenis kelamin atau gender sehingga he dan she (Selden dalam Sugihastuti,
2000:32)

Feminisme merupakan ideologi yang sudah berkembang di berbagai belahan dunia,


termasuk di Indonesia.Feminisme juga telah memasuki ruang-ruang kehidupan, termasuk
dalam karya sastra.Pada dasarnya feminisme merupakan suatu ideologi yang
memberdayakan perempuan. Perempuan juga bisa menjadi subjek dalam segala bidang
dengan menggunakan pengalamannya sebagai perempuan dan menggunakan perspektif
perempuan yang lepas dari mainstreamkultur patriarki yang selalu beranjak dari sudut
pandang laki-laki.

Feminisme dianggap sebagai usaha pemberontakan kaum perempuan untuk


mengingkari apa yang disebut sebagai kodrat atau fitrah perempuan, melawan pranata
sosial yang ada, atau institusi rumah tangga, seperti perkawinan dan lain sebagainya
(Fakih, 2007:81).

Pemahaman konsep terhadap feminisme yang sesuai diharapkan akan membuka


cakrawala masyarakat tentang gerakan feminisme secara seimbang. Feminisme berarti
memiliki sifat keperempuan. Feminisme diwakili oleh persepsi tentang ketimpangan
posisi perempuan dibandingkan laki-laki yang terjadi di masyarakat. Akibat dari persepsi
itu, timbul berbagai upaya untuk mengkaji ketimpangan tersebut serta menemukan cara
untuk menyejajarkan kaum perempuan dan laki-laki sesuai dengan potensi yang dimiliki
mereka sebagai manusia.

Para feminis mengakui bahwa gerakan feminisme merupakan gerakan yang berakar
pada kesadaran kaum perempuan.Perempuan sering berada dalam keadaan ditindas dan
dieksploitasi sehingga penindasan dan eksploitasi terhadap kaum perempuan harus
diakhiri.Selain itu, gerakan feminisme bertujuan untuk memperjuangkan kesetaraan dan
kedudukan martabat perempuan dengan laki-laki, serta kebebasan untuk mengontrol raga
dan kehidupan mereka sendiri baik di dalam maupun di luar rumah. Harsono dalam
Mustaqim (2008:84) mengatakan bahwa feminisme sebenarnya merupakan konsep yang
timbul dalam kaitannya dengan perubahan sosial (social change), teori-teori
pembangunan, kesadaran politik perempuan dan gerakan pembebasan kaum perempuan,
termasuk pemikiran kembali institusi keluarga dalam konteks masyarakat modern dewasa
ini. Mustaqim (2008:85) mengatakan bahwa feminisme merupakan paham yang ingin
menghormati perempuan sehingga hak-hak dan peranan mereka lebih optimal dan setara,
tidak ada diskriminasi, marginalisasi dan subordinasi. Sejalan dengan pendapat tersebut,
Bashin dan Khan dalam Mustaqim (2008:4) mangatakan bahwa feminisme didefinisikan
sebagai suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam
masyarakat, di tempat kerja dan dalam keluarga, serta tindakan sadar oleh
perempuanmaupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut sehingga terjadi suatu
kondisi kehidupan harmoni antara laki-laki dan perempuan, bebas dari segala bentuk
subordinasi, marginalisasi, dan diskriminasi.

Teori feminisme memperlihatkan dua perbedaan mendasar dalam melihat perempuan


dan laki-laki.Ungkapan male-female yang memperlihatkan aspek biologis sebagai hakikat
alamiah, kodrati.Adapun ungkapan masculine-feminine merupakan aspek perbedaan
psikologis dan kultural (Ratna, 2002:184).Kaum feminis radikal-kultural menyatakan
bahwa perbedaan seks/gender mengalir bukan semata-mata dari faktor biologis,
melainkan juga darisosialisasi atau sejarah keseluruhan menjadi perempuan di dalam
masyarakat yang patriarkhal (Tong, 2008:71). Simon de Beauvoir menyatakan bahwa
dalam masyarakat patriarkal, perempuan ditempatkan sebagai yang Lain atau Liyan,
sebagai manusia kelas dua (deuxime sexe) yang lebih rendah menurut kodratnya (Selden
dalam Muslikhati, 2004:37).Kedudukan sebagai Liyan mempengaruhi segala bentuk
eksistensi sosial dan kultural perempuan (Cavallaro, 2001:202).

Tujuan pokok dari teori feminisme adalah memahami penindasan perempuan secara
ras, gender, kelas dan pilihan seksual, serta bagaimana mengubahnya.Teori feminisme
mengungkap nilai-nilai penting individu perempuan beserta pengalaman-pengalaman
yang dialami bersama dan perjuangan yang mereka lakukan.Feminisme menganalisis
bagaimana perbedaan seksual dibangun dalam dunia sosial dan intelektual, serta
bagaimana feminisme membuat penjelasan mengenai pengalaman dari berbagai
perbedaan tersebut.
D. Aliran Feminimisme

1. Femenisme Radikal
Struktur dasar feminisme radikal adalah bahwa tidak ada perbedaan antara tujuan
personal dengan politik.Artinya unsur-unsur biologi dan seks sebagai rangkaian kegiatan
manusia yang alamiah yang sebenarnya bentuk dari sexual politics. Ketidakadilan gender
yang tidak dialami oleh kaum perempuan disebabkan oleh masalah yang berakar pada
kaum laki-laki itu sendiri beserta ideologi patriarkinya. Keadaan biologis kaum laki-
lakilah yang membuat meraka lebih tinggi kedudukannya dibandingkan kaum perempuan.
Gerakan mengadopsi sifat-sifat maskulin dianggap sebagai kaum perempuan untuk
sejajar dengan kaum laki-laki (Fakih, 2007:83:86). Menurut feminisme radikal, kekuatan
laki-laki memaksa melalui lembaga personal, seperti fungsi produksi, pekerjaan rumah
tangga, perkawinan, dan sebagainya. Kekuasaan laki-laki terhadap perempuan tidak
pernah disadari dan hal itu dianggap sebagai bentuk dasar penindasan terhadap
perempuan.

Gerakan feminisme radikal dapat diartikan sebagai gerakan perempuan yang


bertujuan dalam realitas sosial.Oleh karena itu, feminisme radikal mempersoalkan
bagaimana caranya menghancurkan patrisarki sebagai sistem nilai yang mengakar kuat
dan melembaga dalam masyarakat.Adapun strategi feminisme radikal dalam rangka
mewujudkan cita-cita tersebut adalah pembebasan perempuan yang dapat dicapai melalui
organisasi perempuan yang memiliki otonomi, serta melalui cultural feminism
(Mustaqim, 2008:100).

2. Feminisme Liberal

Feminisme liberal berawal dari teori politik liberal yang menghendaki manusia secara
individu dijunjung tinggi, termasuk di dalamnya nilai otonomi, nilai persamaan, dan nilai
moral yang tidak boleh dipaksa, tidak diindoktrinasikan dan bebas memiliki penilaian
sendiri. Feminism liberal sebagai turunan dari teori politik liberal.Pada mulanya
Feminism liberal menentang diskriminasi perempuan dalam perundang-undangan.
Mereka menuntut adanya persamaan dalam hak pilih, perceraian, dan kepemilikan harta
benda.Feminis liberal menekankan kesamaan antara perempuan dan laki-laki.Asumsi
dasar feminisme liberal adalah bahwa kebebasan dan keseimbangan berakar pada
rasionalisme.Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
Feminisme adalah menuntut kesempatan dan hak yang sama bagi setiap individu
termasuk perempuan atas dasar kesamaan keberadaanyasebagai mahluk rasional.
(Muslikhati, 2004:32).
3. Feminisme Marxis

Menurut perspektif feminisme marxis, sebelum kapitalis berkembang, adalah


kesatuan produksi.Semua kebutuhan manusia untuk mempertahankan hidupnya
dilakukan oleh semua anggota keluarga termasuk perempuan.Akan tetapi, setelah
berkembang kapitalisme, industri dan keluarga tidak lagi menjadi kesatuan
produksi.Kegiatan produksi dan barang-barang kebutuhan manusia telah beralih dari
rumah ke pabrik.Perempuan tidak lagi ikut dalam kegiatan produksi.

Akibat dari hal itu adalah terjadi pembagian kerja secara seksual, yaitu laki-laki
bekerja di sektor publik yang bersifat produktif dan bernilai ekonomis, sedangkan
perempuan bekerja di sektor domestik yang tidak produktif dan tidak bernilai ekonomis.
Karena kepemilikan materi menentukan nilai eksistensi seseorang, sebagai
konsekuensinya perempuan yang berada di sektor domestik dan tidak produktif dinilai
lebih rendah daripada laki-laki. Dengan demikian, salah satu cara untuk membebaskan
perempuan dari ketidakadilan keluarga adalah perempuan harus masuk ke sektor publik
yang dapat menghasilkan nilai ekonomi sehingga konsep pekerjaan domestik perempuan
tidak lagi ada.

4. Feminisme Sosialis

Feminisme Sosialis merupakan sintesis dari feminisme radikal dan feminisme


marxis.Asumsi dasar yang dipakai adalah bahwa hidup di dalam masyarakat yang
kapitalistik bukan satu-satunya penyebab utama bagi keterbelakangan perempuan,
Feminisme sosialis memandang bahwa perempuan mengalami penurunan (reducing
process) dalam hubungan masyarakatnya, dan bukan perubahan radikal atau perjuangan
kelas (Mustaqim, 2008:102).

Gerakan feminisme sosialis lebih difokuskan pada penyandaran kaum perempuan


akan posisi mereka yang tertindas. Karena banyak perempuan yang tidak menyadari
ketertindasan tersebut, perlu adanya partisipasi laki-laki untuk mengubah pandangan
masyarakat tentang kesetaraan. Tujuan feminisme soisalis adalah membentuk hubungan
sosialis menjadi lebih lebih manusiawi.

DAFTAR RUJUKAN

http://sasindo2010uns.blogspot.com/2011/05/psikoanalisis-sastra.html. (04 Oktober 2019).


https://docplayer.info/32348738-Teori-psikoanalisis-sigmund-freud.html. (04 Oktober 2019).

http://ppg.spada.ristekdikti.go.id/mod/page/view.php?id=2216.(05 Oktober 2019).

http://iissitiaisyahinfo.blogspot.com/2013/02/teori-sastra-strukturalisme.html. (06 Oktober


2019).

https://salimudinzuhdi.wordpress.com/2014/01/09/teori-strukturalisme-dalam-
sastra/(05Oktober 2019).

Anda mungkin juga menyukai