Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH PSIKOLOGI SASTRA

“Psikologi Pengarang”
(Dosen Pengampu: Suarni Syam Saguni, S.S., M.Hum.)

Kelompok 4

Serli Sari (1951141025)


Husnul Mufidah (1951141020)

PRODI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MEKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikologi Sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi
dan peranan studi psikologis. Artinya, psikologi turut berperan penting dalam 
penganalisisan sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya
sastra tersebut baik dari unsur pengarang, tokoh, maupun pembacanya. Dengan
dipusatkannya perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik
batin yang terkandung dalam karya sastra. Jadi, Secara umum dapat disimpulkan
bahwa hubungan antara sastra dan psikologi sangat erat hingga melebur dan
melahirkan ilmu baru yang disebut dengan “Psikologi Sastra”.

Psikologi pengarang  merupakan salah satu wilayah psikologi sastra yang


membahas aspek kejiwaan pengarang sebagai suatu tipe maupun sebagai seorang
pribadi.  Dalam kajian ini yang menjadi fokus kajian adalah aspek kejiwaan
pengarang yang memiliki hubungan dengan proses lahirnya karya sastra.
Didalam makalah ini akan dikaji secara terperinci tentang psikologi sastra dan
hubungannya dengan psikologi pengarang serta pengaplikasian psikologi
pengarang terhadap karya sastra.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan psikologi pengarang?
2. Apa itu Psikobudaya Pengarang ?
3.  Apa itu Kepribadian Pengarang ?

C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan pengertian psikologi pengarang.
2. Untuk mendeskripiskan pengertian tentang psikobudaya pengarang
3. Untuk mendeskripsikan pengertian kepribadian pengarang 
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Psikologi Pengarang
Psikologi pengarang  merupakan salah satu wilayah psikologi kesenian yang
membahas aspek kejiwaan pengarang sebagai suatu tipe maupun sebagai
seorang pribadi.  Dalam kajian ini yang menjadi fokus kajian adalah aspek
kejiwaan pengarang yang memiliki hubungan dengan proses lahirnya karya
sastra.

Seperti yang dikemukakan oleh Hardjana dalam Wiyatmi, (2011:30) kajian


yang berhubungan dengan kejiwaan ‘keadaan jiwa’ sebagai sumber penciptaan
puisi yang baik telah dikemukakan oleh Wordsworth, seorang penyair romantik
Inggris pada awal abad sembilan belas. Penyair adalah manusia lain manusia
yang benar-benar memiliki rasa tanggap yang lebih peka, kegairahan dan
kelembutan jiwa yang lebih besar. Manusia yang memiliki pengetahuan yang
lebih mendalam tentang kodrat manusia dan memiliki jiwa yang lebih tajam dari
pada manusia-manusia lain.

Wordsworth dalam Wiyatmi, (2011:30), menjelaskan bahwa “keadaan jiwa”


dengan psikologi khusunya, akan melahirkan pengungkapan bahasa puisi yang
khususnya pula. Pendirian wordswoth mengenai proses penciptaan puisi yang
dikatakannya sebagai pengungkapan alamiah dari perasaan-perasaan yang
meluap-luap, dari getaran hati yang berkembang dalam kesyahduan, juga
menunjukan adannya hubungan antara aspek psikologi dalam proses penciptaan
puisi.

Merujuk pada pengakuan Subagio dan Situmorang dalam Wiyatmi


(2011:32), tampak bahwa karya-karya sastra (puisi) lahir dari seorang penyair
yang sedang berada dalam kondisi kejiwaan tertentu. Aritnya, pemahaman
seorang peneliti terhadap aspek psikologi pengarang dalam konteks ini perlu
dilakukan. Informasi tentang aspek psikologi pengarang , dapat diperoleh bukan
hanya dari yang bersangkutan secara langsung, memulai wawancara,
perbincangan, maupun tulisan atau buku harianya, tetapi seorang peneliti juga
dapat secara langsung bergaul sendiri dan mengamati apa yang terjadi dan
dialami oleh seorang pengarang. Namun, hal ini tentu saja hanya dapat
dilakukan apabila seorang pengarang masih hidup dan sezaman dengan peneliti.
Informasi tentang aspek kejiwaan pengarang juga didapat dari orang-orang
terdekat seorang pengarang, keluarga maupun sahabat-sahabatnya.

Berdasarkan pengertian, pendapat dan pengakuan proses kreatif Wordsworth


dan Subagio Sastrowardoyo, maka dapat dikemukakan bahwa wilayah kajian
psikologi pengarang antara lain aspek kejiwaan pengarang yang berhubungan
dengan penciptaan karya sastranya, pengalaman individual dan lingkuangan
pengarang, dan tujuan khusunya yang mendorong penciptaan karya sastra.

Karena memfokuskan kajiannya pada aspek kejiwaan pengarang selaku


pencipta karya sastra, psikologi pengarang memiliki hubungan dengan
pendekatan eskpresif. Pendekatan ekspresif memiliki  fokus kajian  dan cara
yang mirip dalam mengkaji keberadaan pengarang selalu pencipta karya sastra.
Kalau dicermati lebih lanjut, pendekatan ekspresif memiliki wilayah kajian yang
lebih luas karena tidak hanya terbatas pada aspek kejiwaan pengarang, tetapi
juga latar belakang sosial budaya tempat pengarang dilahirkan dan berkarya.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa  psikologi pengarang, sebenarnya
merupakan salah satu wilayah kajian dalam pendekatan ekspresif. Oleh karena
itu, untuk memisahkan keduanya pada kasus-kasus pengarang dan karya tertentu
sering kali tidak memungkinkan. 

B. Psikobudaya Pengarang
Psikobudaya adalah kondisi pengarang yang tidak lepas dari aspek budaya.
Kejiwaan pengarang dituntun oleh kondisi budayanya. Pengarang yang bebas
sama sekali dari faktor budaya, hampir tidak ada. Faktor budaya akan menyublim
secara halus dalam jiwa pengarang. Dalam artikel tulisannya, Munandar
(1993:19-26) banyak menyoroti masalah psikologi kreativitas pengarang yang
terikat dengan budaya. Meskipun tulisan tersebut belum didukung oleh penelitian
mendalam di lapangan, namun tetap dapat dijadikan pijakan pemikiran. Paling
tidak, penelitian psikologis akan memahami betapa penting faktor internal dan
eksternal dalam psikologis pengarang. Pengarang tidak bisa lepas dari budaya,
pribadi, dan moral yang mengitari jiwanya. Oleh sebab itu, kreativitas pengarang
sebenarnya merupakan “cetak ulang” dari jiwanya. Menurut dia, kebanyakan
pengarang dalam menggambarkan proses kreatif pada dirinya dalam kesibukan
mengarang (dalam buku Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya
Mengarang II), mengakui bahwa menulis dan mengarang membutuhkan iklim
tertentu, sebagaimana dikemukakan oleh Sitor Situmorong (Eneste,1984:3)
bahwa “Sejak lahir atau tumbuh dari iklim tertentu, situasi dan kondisi budaya. ...
Penciptaan sebuah sajak, dilakukan oleh seseorang dalam iklim budaya, iklim
sastra.” Bahkan, dikatakan “Faktor Budaya dan kesempatan sosial ikut
menentukan karier seseorang”. Pernyataan ini memang belum secara langsung
terikat dengan iklim psikologis. Namun, tidak tertutup kemungkinan bahwa
budaya pengarang akan membentuk kejiwaannya. 

Dari faktor budaya psikologis demikian, dapat dimengerti bahwa pengarang


tidak tunggal. Pengarang adalah pribadi yang multirupa. Jiwa pengarang dapat
diubah atau mengubah biasanya. Dalam konteks ini berarti penelitian psikologi
sastra perlu memperhatikan aspek budaya disekitar pengarang. Pengarang yang
hidup dalam lingkup budaya keras,marginal, ketidakadilan tentu berbeda
karyanya. Budaya kota dan desa juga akan membentuk jiwa pengarang. Aspek
psikologi keluarga sering memengaruhi kejiwaan pengarang. Pengarang yang
berasal dari keluarga miskin dan mapan, sering berbeda ekspresinya. Dengan
demikian, aspek psikis dapat dipengaruhi oleh situasi ekonomi, budaya, politik
dan sebagainya. Jiwa pengarang berarti merupakan ramuan dari sekitar unsur
pembangun estetika. Tugas peneliti adalah menemukan sekian banyak unsur
pengaruh psikis itu, sehingga makna hakiki akan tertangkap. Pengarang yang
bagus tentu yang kaya akan unsur-unsur psikis tersebut, sekaligus mampu
mengolah dalam karya secara seksama.

C. Kepribadian Pengarang

Kepribadian adalah persoalan jiwa pengarang yang asasi. Pribadi pengarang


akan memengaruhi ruh karya. Belajar dari gagasan benedict
(Danandjaja,1994:41), kepribadian seseorang ada yang normal ada abnormal.
Pribadi normal, biasanya mengikuti irama yang lazim dalam kehidupannya.
Apapun abnormal, bila terjadi deviasi kpribadian. Kedua wilayah pribadi sah-sah
saja dalam kehidupan pengarang.

Dikemukakan oleh arieti sebagai cretivougenic ialah pemberian insentif dan


penghargaan. Meskipun hadiah yang paling besar untuk kreativitas adalah
kreativitas itu sendiri, dan tak ada yang lebih menggembirakan dalam arti
memuaskan pribadi yang kreatif daripada kegiatan mencipta itu sendiri (proses),
atau karya kreatifnya (produk), intensif dan penghargaan dapat memperkuat
motivasi. Namun, jika berlebih justru menghilangkan motivasi intrinsik untuk
mencipta. Bagaimanapun, keamanan atau jaminan finansial dapat membantu hal
tersebut. Sekali lagi, faktor-faktor creativogenic tersebut hanya merupakan
masukan untuk kreativitas individu, tetapi yang lebih esendial adaalah unsur-
unsur intrapsikis dari pribadi kreatif.

Dari suatu penelitian tentang pendapat para ahli psikologi di indonesia


mengenai ciri-ciri kpribadian kreatif (Munandar, 1977) diperoleh urutan ciri-ciri
sebagai berikut: (a) imajinatif, (b) berprakarsa (dapat memulai sesuatu sendiri),
(c) mempunyai minat yang luas, keterbukaan terhadap rangsangan baru , (d)
mandiri (bebas dalam berpikir), (e) rasa ingin tau yang kuat, (f) kepetualangan,
(g) penuh semangat, energik, (h) percaya diri, (i), bersedia mengambil resiko,
dan (i) berani dalam keakinan.
Kebanyakan ciri-ciri ini dapat dikenali  pada para pengarang atau sastrawan kita.
Kreativitas sebagai konsep ditinjau dari segi 4P, yaitu dari aspek pribadi,
pendorong, proses, dan produk. Ditinjau dari aspek pribadi, tindakan atau prilaku
kreatif muncul dari keunikan kepribadian individu dalam interaksi dengan
lingkungannya. 

Ditinjau dari segi pendorong atau dorongan, kreativitas dalam sastra, maka
ialah jika ingin menumbuhkan kreativitas dalam sastra, maka kita perlu
menghargai keunikan pribadi seseorang. Menurut pramoednya anata  toer
(eneste, 1984:69), pengalaman berkreasi adalah sangat pribadi, sangat subjektif
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Psikologi pengarang  merupakan salah satu wilayah psikologi kesenian yang
membahas aspek kejiwaan pengarang sebagai suatu tipe maupun sebagai
seorang pribadi.  Dalam kajian ini yang menjadi fokus kajian adalah aspek
kejiwaan pengarang yang memiliki hubungan dengan proses lahirnya karya
sastra.

Psikobudaya adalah kondisi pengarang yang tidak lepas dari aspek budaya.
Kejiwaan pengarang dituntun oleh kondisi budayanya. Pengarang yang bebas
sama sekali dari faktor budaya, hampir tidak ada. Faktor budaya akan
menyublim secara halus dalam jiwa pengarang.

Kepribadian adalah persoalan jiwa pengarang yang asasi. Pribadi pengarang


akan memengaruhi ruh karya. Belajar dari gagasan benedict
(Danandjaja,1994:41), kepribadian seseorang ada yang normal ada abnormal.
Pribadi normal, biasanya mengikuti irama yang lazim dalam kehidupannya.
Apapun abnormal, bila terjadi deviasi kpribadian. Kedua wilayah pribadi sah-
sah saja dalam kehidupan pengarang.
DAFTAR PUSTAKA

Endraswara, Suwardi. 2008. Metode penelitian psikologi sastra. Yogyakarta: MedPress

Iqrima, Laitul. 2017. Penerapan Teori Sigmund Freud Pada Novel Di Balik Pesona Surga.
Pasuruan: STKIP PGRI Pasuruan.

Lutfiah, Ana. 2015. Psikologi Pengarang. Pasuruan: STKIP PGRI Pasuruan.

Wiyatmi. 2011. Psikologi Sastra. Yogyakarta: Kanwa Publisher.

Anda mungkin juga menyukai