Abstrak: Hal yang paling dasar yang dapat dilakukan oleh siapapun untuk
membedah makna suatu karya sastra adalah dengan cara “menganalisis unsur-unsur
pembangunnya” lebih lanjut daripada itu dapat dilakukan kajian-kajian terhadap
karya sastra dari berbagai sudut pandangan. Pengkajian terhadap karya fiksi berarti
menelaah, penyelidikan, atau mengkaji, menelaah, menyelidiki karya fiksi tersebut.
Untuk melakukan pengkajian terhadap unsur-unsur pembentuk karya sastra,
khususnya fiksi, pada umumnya kegiatan itu disertai oleh kerja analisis. Istilah
analisis, misalnya analisis karya fiksi, menyaran pada pengertian pengertian
mengurai karya itu atas unsur-unsur pembentuknya tersebut, yaitu yang berupa
unsur-unsur intrinsiknya. (Aminudin, 2010:30)
Karya sastra dibangun oleh unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur
intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
Unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu,
tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya
sastra. (Aminudin, 2010:23)
Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik mengangkat hal paling dasar
untuk membedah makna sebuah karya sastra yaitu dengan “menganalisis unsur-
unsur pembangun karya sastra” yang dalam hal ini dikhususkan pada pendekatan
struktural pada cerpen “Kunang-Kunang di Langit Jakarta”dalam kumpulan cerpen
“Dari Sholawat Dedaunan Sampai Kunang-Kunang di Langit Jakarta: 20 Tahun
Cerpen Pilihan KOMPAS karya Agus Noor.
Kata Kunci : unsur, kunang-kunang di langit Jakarta, structural, intrinsik, ekstrinsik.
BAB I
PENDAHULUAN
Agus Noor, menulis banyak prosa, cerpen, naskah lakon (monolog dan teater) juga
skenario sinetron. Beberapa buku yang telah ditulisnya antara lain, Memorabilia, Bapak
Presiden yang Terhormat, Selingkuh Itu Indah, Rendezvous (Kisah Cinta yang Tak Setia),
Matinya Toekang Kritik, Potongan Cerita di Kartu Pos. ertukaran seputar gagasan penciptaan
dan proses kreatif tentulah akan lebih menyenangkan dan mencerahkan. Karya-karya Agus
Noor yang berupa cerpen juga banyak terhimpun dalam beberapa buku, antara lain: Jl.
Asmaradana (Cerpen Pilihan Kompas, 2005), Ripin (Cerpen Kompas Pilihan, 2007), Kitab
Cerpen Horison Sastra Indonesia, (Majalah Horison dan The Ford Foundation, 2002),
Pembisik (Cerpen-cerpen terbaik Republika), 20 Cerpen Indonesia Terbaik 2008 (Pena
Kencana), dll. Selain prosa dan naskah lakon, Agus Noor juga menghasillkan cerpen-
cerpen yang tak kalah menariknya. Salah satunya Cerpen Kunang-Kunang di Langit Jakarta.
Cerpen ini dimuat pada harian Kompas tanggal 11 September 2011.
Cerpen ini bercerita kenangan yang tek terlupakan dan akan selalu dikenang. Secara
umum cerpen ini menceritakan tentang kisah sepasang kekasih yang perempuan adalah gadis
berambut pirang yaitu Jane , sedangkan yang laki-laki adalah seorang zoologis bernama Peter
yang tergila-gila pada hewan unik dan langka. Keduanya menjalin kisah cintanya disebuah
gedung-gedung tua Jakarta. Mereka saksikan indahnya ribuan kunang-kunang yang
mengingatkan atas kejadian yang tejadi pada bulan Mei 1998. Pada waktu itu terjadi
kerusuhan dan penjarahan yang banyak menelan korban jiwa . yang menjadi korban adalah
warga-warga China dan Tionghoa, terutama perempuan. Mereka banyak disiksa dan
diperkosa, bahkan suami-suami mereka dibunuh secara keji dan dilemparkan ke gedung yang
terbakar. Sejarah ini belum lepas dari rentetan potret buram Indonesia yang terjadi di Jakarta.
Bahkan mereka sebagai orang asing yang mampir berlibur di Jakarta karena kekasihnya
sangat tertarik meneliti kunang-kunang ikut merasakan resah akibat kerusuhan Mei 1998 lalu
yang belum diusut tuntas. Akhirnya sang kekasih Peter memutuskan untuk ikut meneliti
kunang-kunang dan membantu menuntaskan kerusuhan Mei. Namun justru pada akhirnya,
niat Peter tersebut malah mencelakakan dirinya. Ia dikabarkan tewas terjun dari gedung
gosong Jakarta itu lalu menjelma kunang-kunang.
Mengapa sebuah cerpen harus dikaji secara Struktural? Karena dengan pendekatan ini
kita bisa mengetahui unsur-unsur pembangun serta pendukung yang terkandung dalam
sebuah karya sastra. Dalam cerpen Kunang-Kunang di langit Jakarta ini banyak terdapat gaya
bahasa yang sarat makna. Sedangkan watak sastra selalu terbuka terhadap tafsir makna.
Tidak pernah ada tafsir tunggal. Setiap pembaca memiliki argumentasi yang berangkat dari
latar belakang pengetahuan, pemahaman, serta apresiasi yang berbeda-beda. Sastra selalu
membuka diri terhadap kemungkinan tafsir, karena justru di situlah keindahan itu bekerja.
Hal itu menjadikan peran pengkajian cerpen Kunang-Kunang di Langit Jakarta secara
structural akan mampu untuk membuka kunci pengkajian maupun pendekatan terhadapnya
melalui berbagai teori.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut:
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian cerpen
2. Untuk mengetahui pengertian pendekatan struktural.
3. Untuk mengetahui bagian-bagian dari pendekatan struktural.
4. Untuk mengetahui cara menganalisis cerpen menggunakan pendekatan
struktural.
BAB II
KAJIAN TEORI
2. Burhan Nurgiyantoro
Cerpen adalah cerita sebagai sebuah narasi berbagaikejadian yang
sengaja di susun berdasarkan urutan waktu.
3. Aminuddin
Cerpen adalah kisahan cerita yang diemban oleh pelaku-pelakutertentu
dengan pemeranan, latar, serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu
yangbertolak dari hasil imajinasi penceritanya sehingga menjalin suatu cerita.
4. Tarigan
Cerpen adalah cerita rekaan yang masalahnya jelas, singkat, padat
danterkonsentrasi pada satu cerita. Jadi, sangatlah jelas bahwa kelebihan
cerpen yaitukemampuannya dalam mengemukakan secara lebih banyak dan
implisit darisekedar apa yang diceritakan dan mengandung kesan tunggal.
2.2 Pengertian Pendekatan Struktural
3. Latar (setting)
Kehadiran latar dalam sebuah cerita fiksi sangat penting. Karya fiksi
sebagai sebuah dunia dalam kemungkinan adalah dunia yang dilengkapi
dengan tokoh penghuni dan segala permasalahannya. Kehadiran tokoh ini
mutlak memerlukan ruang dan waktu.
Latar atau setting adalah sesuatu yang menggambarkan situasi atau
keadaan dalam penceriteraan. latar adalah segala keterangan, petunjut,
pengacuan yang berkaiatan dengan waktu, ruang dan suasana.
Latar bukan bukan hanya menunjuk tempat, atau waktu tertentu,
tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada pemikiran
rakyatnya, kegiatannya dan lain sebagianya.
Latar atau setting tidak hanya menyaran pada tempat, hubungan
waktu maupun juga menyaran pada lingkungan sosial yang berwujud
tatacara, adat istiadat dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang
bersangkutan.
1. Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat berupa
tempat-tempat yang dapat dijumpai dalam dunia nyata ataupun
tempat-tempat tertentu yang tidak disebut dengan jelas tetapi
pembaca harus memperkirakan sendiri. Latar tempat tanpa nama
biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-
tempat tertentu misalnya desa, sungai, jalan dan sebagainya. Dalam
karya fiksi latar tempat bisa meliputi berbagai lokasi.
2. Latar waktu
Latar waktu menyaran pada kapan terjadinyaperistiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan”
tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang
ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan sejarah. Pengetahuan
dan persepsi pembaca terhadap sejarah itu sangat diperlukan agar
pembaca dapat masuk dalam suasana cerita.
3. Latar sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang
diceritakan dalan karya fiksi. Perilaku itu dapat berupa kebiasaan
hidup, adat istiadat, tradisi, pandangan hidup, pola pikir dan bersikap.
Penandaan latar sosial dapat dilihat dari penggunaan bahasa
daerah dan penamaan terhadap diri tokoh.
4. Sudut Pandang
5. Alur/Plot
6. Amanat
Amanat atau nilai moral merupakan unsur isi dalam karya fiksi
yang mengacu pada nilai-nilai, sikap, tingkah laku, dan sopan santun
pergaulan yang dihadirkan pengarang melalui tokoh-tokoh di
dalamnya.
Amanat juga bisa diartikan sebagai pesan-pesan yang ingin
disampaikan pengarang melalui cerita, baik tersurat maupun tersirat.
Berdasarkan pengertian tersebut amanat merupakan pesan yang
dibawa pengarang untuk dihadirkan melalui keterjalinan peristiwa di
dalam cerita agar dapat dijadikan pemikiran maupun bahan
perenungan oleh pembaca.
1. Biografi Pengarang
Menyangkut asal daerah atau juga suku bangsa, pekerjaan,
agama , jenis kelamin, pendidikan, serta ideologi pengarang. Unsur-
unsur tersebut sedikit banyak namun berpengaruh diisi novelnya.
Sebagai contoh , novel yang dikarang orang Indonesia tersebut akan
berbeda dengan novel yang dibuat oleh orang inggris, atau juga orang
arab.
3. Lingkungan Budaya
Merupakan lingkungan adat ataupun kebiasaan yang dilakukan
di sekitar lingkungan kehidupan pengarang, adat dan kebiasaan ini
juga biasanya adalah hal yang sering dilakukan oleh masyarakat dan
berkembang dari generasi ke generasi, hal tersebut dapat memengaruhi
pengarang dalam pembuatan karya sastra yang ditulisnya, karena bisa
saja adat istiadat tersebut dillukiskan dan diceritakan pada karyanya.
4. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial merupakan lingkungan sekitar tempat
tinggal pengarang, lingkungan sosial disini berkaitan dengan
masyarakat dan berbagai macam pemikiran, adat, dan kebiasaan dari
lingkungan sosial masyarakat tersebut, sehingga dapat mempengaruhi
ataupun dapat menjadi inspirasi bagi pengarang dalam membuat suatu
karya sastra.
5. Lingkungan Politik
Lingkungan politik merupakan suatu keadaan pada lingkungan
pengarang ketika membuat suatu karya sastra, lingkungan politik yang
sedang terjadi pada saat pengarang menciptakan suatu karya sastra
akan mempengaruhi pemikiran dari pengarang tersebut dengan
ideologi politik yang sedang terjadi pada masanya.
BAB III
PEMBAHASAN
Sinopsis
Cerpen “Kunang-Kunang di Langit Jakarta ini mengisahkan tentang seorang
wanita berambut pirang bernama Jane yang sedang menghabiskan liburan bersama
kekasihnya, Peter yang juga semorang Zoologis, di sebuah kota tua yang padat dan
tidak terawatt. Di kota itu banyak terapat toko kosong yang terbengkalai dan rumah-
rumah gosong bekas terbakat yang nyaris runtuh. Menurut Peter, di gedung-gedung
gosong itulah kunang-kunang tumbuh dan berkembang biak.
3.1.1 Tema
3.1.2 Tokoh
1. Peter
2. Jane
3.1.3 Penokohan
Peter adalah seorang ahli binatang. Dia perpacaran dengan Jane, tetapi
dia tidak bertingkah laku seperti pacar yang ideal karena dia tidak romantis.
Hal ini karena untuk sebagian besar waktu yang mereka menghabiskan
bersama, Peter selalu membicarakan ketertarikannya yaitu binatang-binatang
yang unik atau tidak pernah ditemukan. Ini membuat auranya agak eksentrik
dan khas.
3.1.4 Latar
Latar yang digunakan dalam cerpen ini yaitu, Jakarta . Latar waktunya
yang terjadi dalam runtutan peristiwa dalam cerpen ini, malam hari.
3.1.5 Alur
1. Tahap Eksposisi
2. Tahap Komplikasi
3. Tahap Klimaks
4. Tahap Anti-Klimaks
5. Tahap Penyelesaian
3.1.7 Amanat
Gadis pirang yang menjadi tanda bahwa wanita itu bukanlah warga
negara Indonesia menunjukkan bahwa peristiwa ini juga menggelisahkan
warga asing di luar negeri. Hal tersebut menggambarkan bahwa peristiwa ini
tidak hanya menjadi permasalahan dalam negeri. Namun, pada saat itu
Indonesia benar-benar menjadi sasaran kemarahan dunia, sebab peristiwa ini
sangat memalukan dengan adanya kejadian pemerkosaan dan tindakan
rasialisme yang mengikuti peristiwa gugurnya pahlawan reformasi.
Agus Noor, lahir di Tegal, Jawa Tengah, 26 Juni 1968 dikenal sebagai
penulis prosa. Beberapa buku kumpulan cerita pendeknya antara lain Bapak
Presiden yang Terhormat (Pustaka Pelajar, 1990); Memorabilia (Yayasan
untuk Indonesia, 1991); Selingkuh Itu Indah (Galang Press, 1994);
Rendezvous (Galang Press, 1996); Potongan Cerita di Kartu Pos (Penerbit
Kompas, 2002) yang memenangkan Hadiah sastra dari Pusat Bahasa;
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia (Bentang Pustaka, 2009) yang
dianugeri Buku Sastra Terbaik oleh Balai Bahasa Yogyakarta dan masuh
shortlist Khatulistiwa Literary Award. Kumpulan monolognya yang sudah
dibukukan adalah Matinya Toekang Kritik (Lamarera, 2005). Cerpen-
cerpennya nyaris setiap tahun masuk dalam kumpulan cerpen pilihan Kompas,
dan tahun 2012 cerpennya Kunang-Kunang di Langit Jakarta terpilih sebagai
cerpen Terbaik Kompas.
Disamping itu cerpen-cerpennya juga terhimpun dalam antologi Kitab
Cerpen Horison Sastra Indonesia, (Majalah Horison dan The Ford Foundation,
2002); Pembisik (Cerpen-cerpen terbaik Republika, 2003), 20 Cerpen
Indonesia Terbaik (Pena Kencana, 2008 dan 2009) Un Soir du Paris
(Gramedia,2010). Menerima penghargaan sebagai penulis cerita pendek
terbaik pada Festival Kesenian Yogyakarta 1992. Mendapatkan Anugerah
Cerpen Indonesia dari Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1992 untuk tiga
cerpennya: “Keluarga Bahagia”, “Dzikir Sebutir Peluru” dan “Tak Ada
Mawar di Jalan Raya”. Sedang cerpen “Pemburu” oleh majalah sastra Horison,
dinyatakan sebagai salah satu karya terbaik yang pernah terbit di majalah itu
selama kurun waktu 1990-2000. Dan cerpen “Piknik” masuk dalam Anugerah
Kebudayaan 2006 Departemen Seni dan Budaya untuk kategori cerpen.
Cerpenya juga diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Perancis dan
Norwegia.
Walaupun lahir dari latar belakang pendidikan teater, Agus juga aktif
menulis dan produktif dalam menghasilkan karya sastra serta skenario
berbagai pertunjukan. Setelah sukses dengan kelompok Teater Gandrik di
Yogyakarta, Agus Noor bersama dengan Djaduk Ferianto dan Butet
Kartaredjasa kembali mendulang sukses lewat sebuah program seni budaya,
Indonesia Kita.
Pada cerpennya tersebut, Agus Noor sangat mengerti tentang
pentingnya pelurusan sejarah. Mengingat latar peristiwa dan waktu yang
terjadi pada cerpen tersebut begitu kental akan nuansa politik dan sosial pada
era reformasi. Cerpen ini memang tidak secara eksplisit memberikan uraian
tentang peristiwa yang disorot dalam alur cerita. Namun, ada beberapa
pernyataan yang merujuk pada peristiwa yang dimaksud, yaitu kerusuhan Mei
1998. Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan yang terjadi di Indonesia pada
13 Mei hingga 15 Mei 1998. Peristiwa ini terjadi serentak di beberapa kota di
Indonesia. Namun konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Bandung,
dan Surakarta. Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh
tragedi Trisakti yang menewaskan empat orang mahasiswa Universitas
Trisakti. Mereka tewas tertembak dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Pada
peristiwa tersebut, para perusuh seolah tidak memiliki hati nurani. Selain
melakukan penyiksaan dan perkosaan, mereka juga merusak, menjarah,
bahkan membakar berbagai sarana pribadi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran
Hal yang paling dasar yang dapat dilakukan oleh siapapun untuk membedah
makna suatu karya sastra adalah dengan cara “menganalisis unsur-unsur
pembangunnya” lebih lanjut daripada itu dapat dilakukan kajian-kajian terhadap
karya sastra dari berbagai sudut pandangan. Maka, disarankan khusus kepada
mahasiswa/mahasiswi jurusan bahasa atau sastra untuk lebih banyak mengkaji karya
sastra baik kajian dasar unsur pembangun karya sastra maupun kajian-kajian lebih
dalam daripada itu untuk memperkaya pengetahuan dalam memaknai sebuah karya
sastra.
Daftar Rujukan
Wellek, Rene dan Agustin Werren. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Arcana,Putu Fajar (ed). 2011. Kompas: Dari Salawat Dedaunan Sampai Kunang-
kunang Di Langit Jakarta. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Aminudin. 2010. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.