Anda di halaman 1dari 21

Analisis Struktural Pada Cerpen “Kunang-Kunang di Langit Jakarta” karya

Agus Noor Dalam Kumpulan Cerpen “Dari Sholawat Dedaunan Sampai


Kunang-Kunang di Langit Jakarta: 20 Tahun Cerpen Pilihan KOMPAS 2011

Disusun Oleh: Adhitya Tri Hari Pamuji


NIM: 155110700111017

Abstrak: Hal yang paling dasar yang dapat dilakukan oleh siapapun untuk
membedah makna suatu karya sastra adalah dengan cara “menganalisis unsur-unsur
pembangunnya” lebih lanjut daripada itu dapat dilakukan kajian-kajian terhadap
karya sastra dari berbagai sudut pandangan. Pengkajian terhadap karya fiksi berarti
menelaah, penyelidikan, atau mengkaji, menelaah, menyelidiki karya fiksi tersebut.
Untuk melakukan pengkajian terhadap unsur-unsur pembentuk karya sastra,
khususnya fiksi, pada umumnya kegiatan itu disertai oleh kerja analisis. Istilah
analisis, misalnya analisis karya fiksi, menyaran pada pengertian pengertian
mengurai karya itu atas unsur-unsur pembentuknya tersebut, yaitu yang berupa
unsur-unsur intrinsiknya. (Aminudin, 2010:30)
Karya sastra dibangun oleh unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur
intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
Unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu,
tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya
sastra. (Aminudin, 2010:23)
Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik mengangkat hal paling dasar
untuk membedah makna sebuah karya sastra yaitu dengan “menganalisis unsur-
unsur pembangun karya sastra” yang dalam hal ini dikhususkan pada pendekatan
struktural pada cerpen “Kunang-Kunang di Langit Jakarta”dalam kumpulan cerpen
“Dari Sholawat Dedaunan Sampai Kunang-Kunang di Langit Jakarta: 20 Tahun
Cerpen Pilihan KOMPAS karya Agus Noor.
Kata Kunci : unsur, kunang-kunang di langit Jakarta, structural, intrinsik, ekstrinsik.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Agus Noor, menulis banyak prosa, cerpen, naskah lakon (monolog dan teater) juga
skenario sinetron. Beberapa buku yang telah ditulisnya antara lain, Memorabilia, Bapak
Presiden yang Terhormat, Selingkuh Itu Indah, Rendezvous (Kisah Cinta yang Tak Setia),
Matinya Toekang Kritik, Potongan Cerita di Kartu Pos. ertukaran seputar gagasan penciptaan
dan proses kreatif tentulah akan lebih menyenangkan dan mencerahkan. Karya-karya Agus
Noor yang berupa cerpen juga banyak terhimpun dalam beberapa buku, antara lain: Jl.
Asmaradana (Cerpen Pilihan Kompas, 2005), Ripin (Cerpen Kompas Pilihan, 2007), Kitab
Cerpen Horison Sastra Indonesia, (Majalah Horison dan The Ford Foundation, 2002),
Pembisik (Cerpen-cerpen terbaik Republika), 20 Cerpen Indonesia Terbaik 2008 (Pena
Kencana), dll. Selain prosa dan naskah lakon, Agus Noor juga menghasillkan cerpen-
cerpen yang tak kalah menariknya. Salah satunya Cerpen Kunang-Kunang di Langit Jakarta.
Cerpen ini dimuat pada harian Kompas tanggal 11 September 2011.

Cerpen ini bercerita kenangan yang tek terlupakan dan akan selalu dikenang. Secara
umum cerpen ini menceritakan tentang kisah sepasang kekasih yang perempuan adalah gadis
berambut pirang yaitu Jane , sedangkan yang laki-laki adalah seorang zoologis bernama Peter
yang tergila-gila pada hewan unik dan langka. Keduanya menjalin kisah cintanya disebuah
gedung-gedung tua Jakarta. Mereka saksikan indahnya ribuan kunang-kunang yang
mengingatkan atas kejadian yang tejadi pada bulan Mei 1998. Pada waktu itu terjadi
kerusuhan dan penjarahan yang banyak menelan korban jiwa . yang menjadi korban adalah
warga-warga China dan Tionghoa, terutama perempuan. Mereka banyak disiksa dan
diperkosa, bahkan suami-suami mereka dibunuh secara keji dan dilemparkan ke gedung yang
terbakar. Sejarah ini belum lepas dari rentetan potret buram Indonesia yang terjadi di Jakarta.
Bahkan mereka sebagai orang asing yang mampir berlibur di Jakarta karena kekasihnya
sangat tertarik meneliti kunang-kunang ikut merasakan resah akibat kerusuhan Mei 1998 lalu
yang belum diusut tuntas. Akhirnya sang kekasih Peter memutuskan untuk ikut meneliti
kunang-kunang dan membantu menuntaskan kerusuhan Mei. Namun justru pada akhirnya,
niat Peter tersebut malah mencelakakan dirinya. Ia dikabarkan tewas terjun dari gedung
gosong Jakarta itu lalu menjelma kunang-kunang.
Mengapa sebuah cerpen harus dikaji secara Struktural? Karena dengan pendekatan ini
kita bisa mengetahui unsur-unsur pembangun serta pendukung yang terkandung dalam
sebuah karya sastra. Dalam cerpen Kunang-Kunang di langit Jakarta ini banyak terdapat gaya
bahasa yang sarat makna. Sedangkan watak sastra selalu terbuka terhadap tafsir makna.
Tidak pernah ada tafsir tunggal. Setiap pembaca memiliki argumentasi yang berangkat dari
latar belakang pengetahuan, pemahaman, serta apresiasi yang berbeda-beda. Sastra selalu
membuka diri terhadap kemungkinan tafsir, karena justru di situlah keindahan itu bekerja.
Hal itu menjadikan peran pengkajian cerpen Kunang-Kunang di Langit Jakarta secara
structural akan mampu untuk membuka kunci pengkajian maupun pendekatan terhadapnya
melalui berbagai teori.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan cerpen?

2. Apa yang dimaksud dengan pendekatan struktural?

3. Apa saja bagian-bagian dari pendekatan struktural?

4. Bagaimana menganalisis cerpen menggunakan pendekatan struktural?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian cerpen
2. Untuk mengetahui pengertian pendekatan struktural.
3. Untuk mengetahui bagian-bagian dari pendekatan struktural.
4. Untuk mengetahui cara menganalisis cerpen menggunakan pendekatan
struktural.
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Cerpen

Definisi Cerpen Menurut Beberapa Pakar :


1. Joko Sumardjo
Cerpen adalah cerita yang pendek. Pendek berarti cerita yanghabis
dibaca sekitar 10 menit, atau sekitar setengah jam. Cerita yang dapat
dibacasekali duduk. Atau cerita yang terdiri dari 500 hingga 5000 kata.
Bahkan ada pulacerpen yang berisikan beberapa puluh dan ribuan kata, itulah
yang dikatakan cerpenyang panjang. Pada umumnya cerpen-cerpen Indonesia
bersikan 5-4 lembar foliodengan maksimal 20 lembar folio yang
menggunakan spasi rangkap

2. Burhan Nurgiyantoro
Cerpen adalah cerita sebagai sebuah narasi berbagaikejadian yang
sengaja di susun berdasarkan urutan waktu.

3. Aminuddin
Cerpen adalah kisahan cerita yang diemban oleh pelaku-pelakutertentu
dengan pemeranan, latar, serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu
yangbertolak dari hasil imajinasi penceritanya sehingga menjalin suatu cerita.

4. Tarigan
Cerpen adalah cerita rekaan yang masalahnya jelas, singkat, padat
danterkonsentrasi pada satu cerita. Jadi, sangatlah jelas bahwa kelebihan
cerpen yaitukemampuannya dalam mengemukakan secara lebih banyak dan
implisit darisekedar apa yang diceritakan dan mengandung kesan tunggal.
2.2 Pengertian Pendekatan Struktural

Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya


tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut
meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial,
sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra
Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing
unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna
menyeluruh (Teeuw, 1984: 135).
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan struktural adalah suatu
pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang
membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaiatan unsur-unsur
tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna.
Mengenai struktur, Wellek dan Warren (1992: 56) memberi batasan bahwa struktur
pengertiannya dimasukkan kedalam isi dan bentuk, sejauh keduanya dimaksudkan untuk
mencapai tujuan estetik. Jadi struktur karya sastra (fiksi) itu terdiri dari bentuk dan
isi. Bentuk adalah cara pengarang menulis, sedangkan isi adalah gagasan yang
diekspresiakan pengarang dalam tulisannya.

2.3 Bagian-bagian Pendekatan Struktural

2.3.1 Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah Komponen atau bagian yang keberadaannya


berfungsi untuk membentuk atau membangun sebuah karya sastra (Novel, Cerpen,
Hikayat, Film dan lain sebagainya) yang berasal dari dalam karya sastra tersebut.
Unsur intrinsik digunakan untuk menganalisis suata karya sasrta, sehingga dapat
memudahkan pengamat untuk mengetahui dan memahami kandungan yang ada
dalam sebuah karya sastra tersebut.

Macam-macam Unsur Intrinsik:


1. Tema

Tema adalah pandangan hidup yang tertentu atau perasaan tertentu


mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk
atau membangun dasar/gagasan utama dari suatu karya sastra.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian tema adalah gagasan pokok yang mendasari cerita dan memiliki
kedudukan yang dominan sehingga dapat mempersatukan unsur secara
bersama-sama membangun sebuah karya sastra.

2. Tokoh dan Penokohan

Dalam pembicaraan sebuah fiksi ada istilah tokoh, penokohan, dan


perwatakan. Kehadiran tokoh dalam cerita fiksi merupakan unsur yang
sangat penting bahkan menentukan. Hal ini karena tidak mungkin ada cerita
tanpa kehadiran tokoh yang diceritakan dan tanpa adanya gerak tokoh yang
akhirnya menbentuk alur cerita. Rangkaian alur cerita merupakan hubungan
yang logis yang terkait oleh waktu.

3. Latar (setting)

Kehadiran latar dalam sebuah cerita fiksi sangat penting. Karya fiksi
sebagai sebuah dunia dalam kemungkinan adalah dunia yang dilengkapi
dengan tokoh penghuni dan segala permasalahannya. Kehadiran tokoh ini
mutlak memerlukan ruang dan waktu.
Latar atau setting adalah sesuatu yang menggambarkan situasi atau
keadaan dalam penceriteraan. latar adalah segala keterangan, petunjut,
pengacuan yang berkaiatan dengan waktu, ruang dan suasana.
Latar bukan bukan hanya menunjuk tempat, atau waktu tertentu,
tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada pemikiran
rakyatnya, kegiatannya dan lain sebagianya.
Latar atau setting tidak hanya menyaran pada tempat, hubungan
waktu maupun juga menyaran pada lingkungan sosial yang berwujud
tatacara, adat istiadat dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang
bersangkutan.
1. Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat berupa
tempat-tempat yang dapat dijumpai dalam dunia nyata ataupun
tempat-tempat tertentu yang tidak disebut dengan jelas tetapi
pembaca harus memperkirakan sendiri. Latar tempat tanpa nama
biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-
tempat tertentu misalnya desa, sungai, jalan dan sebagainya. Dalam
karya fiksi latar tempat bisa meliputi berbagai lokasi.

2. Latar waktu
Latar waktu menyaran pada kapan terjadinyaperistiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan”
tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang
ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan sejarah. Pengetahuan
dan persepsi pembaca terhadap sejarah itu sangat diperlukan agar
pembaca dapat masuk dalam suasana cerita.

3. Latar sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang
diceritakan dalan karya fiksi. Perilaku itu dapat berupa kebiasaan
hidup, adat istiadat, tradisi, pandangan hidup, pola pikir dan bersikap.
Penandaan latar sosial dapat dilihat dari penggunaan bahasa
daerah dan penamaan terhadap diri tokoh.

4. Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan posisi pengarang terhadap


peristiwa-peristiwa dalam cerita sudut pandang (point of view)
menyaran pada sebuah cerita yang dikisahkan. Dalam cerita rekaan
sudut pandang dianggap sebagai salah satu unsur fiksi yang penting
dan menentukan.
Sudut pandang merupakan teknik yang dipergunakan
pengarang untuk menemukan dan menyampaikan makna karya
artistiknya. Untuk dapat sampai dan berhubungan dengan pembaca.

5. Alur/Plot

Alur adalah rangkaian cerita yang oleh tahapan-tahapan


peristiwa, sehingga terjadi sesuatu yang dihadirkan oleh tokoh dalam
suatu cerita (Aminnudin, 1987: 83). Alur adalah suatu gerak yang
terdapat dalam fiksi atau drama. Alur bukan sekedar urutan cerita dari
A sampai Z, melainkan merupakan hubungan sebab-akibat peristiwa
yang satu dengan peristiwa yang lain di dalam cerita.
Alur atau plot pada umumnya tunggal, hanya terdiri satu urutan
peristiwa yang diikuti sampai cerita berakhir (bukan selesai) sebab
banyak cerpen yang tidak berisi penyelesaian yang jelas, penyelesaian
yang diserahkan pada interpretasi pembaca. Urutan peristiwa dapat
dimulai di mana saja, misalnya dari konflik yang telah meningkat
tidak harus bermula dari tahap perkenalan tokoh atau latar biasanya
tak berkepanjangan. Berhubungan berplot tunggal konflik yang
dibangun dan klimaks akan diperoleh pun biasanya bersifat tunggal
pula.
Dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa alur
memiliki bentuk tahapan-tahapan rangkaian peristiwa sebagai berikut:
1. Tahap pengenalan: pada tahap ini, alur
menceritakan pelaku/tokoh ataupun latar cerita.
2. Tahap penampilan: pada tahap ini menceritakan
persoalan yang di hadapi pelaku cerita.
3. Tahap konflik: pada tahap ini digambarkan
terjadinya perbedaan pendapat atau permasalahan
antara tokoh protagonis dan antagonis.
4. Klimaks: pada tahap ini, pokok permasalahan
sudah mencapai puncaknya.
5. Tahap penyelesaian: pada tahap ini,
permasalahan yang terjadi sudah dapat diatasi.

6. Amanat

Amanat atau nilai moral merupakan unsur isi dalam karya fiksi
yang mengacu pada nilai-nilai, sikap, tingkah laku, dan sopan santun
pergaulan yang dihadirkan pengarang melalui tokoh-tokoh di
dalamnya.
Amanat juga bisa diartikan sebagai pesan-pesan yang ingin
disampaikan pengarang melalui cerita, baik tersurat maupun tersirat.
Berdasarkan pengertian tersebut amanat merupakan pesan yang
dibawa pengarang untuk dihadirkan melalui keterjalinan peristiwa di
dalam cerita agar dapat dijadikan pemikiran maupun bahan
perenungan oleh pembaca.

2.3.2. Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur pembangun yang berada di luar


teks sastra, tetapi secara tidak langsung memengaruhi bangun atau sistem
organisme teks sastra. Atau, secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai
unsur-unsur yang memengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun
sendiri tidak ikut menjadi bagian didalamnya. Walaupun demikian, unsur
ekstrinsik cukup berpengaruh (untuk tidak dikatakan: cukup menentukan)
terhadap totalitas bangun cerita secara keseluruhan. Oleh karena itu, unsur
ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang
penting.
Unsur ekstrinsik dipahami sebagai unsur pembangun yang berasal dari
luar teks sastra. Memahami karya sastra berdasarkan unsur ekstrinsik adalah
memahami koneks dari karya sastra. Suatu karya sastra memiliki keterkaitan
dengan kehidupan. Karya sastra diungakap mengenai latar belakang sosialnya,
makna, amanat, sikap pengarang, dan nilai estetika.

Macam / Jenis Unsur Ekstrinsik

1. Biografi Pengarang
Menyangkut asal daerah atau juga suku bangsa, pekerjaan,
agama , jenis kelamin, pendidikan, serta ideologi pengarang. Unsur-
unsur tersebut sedikit banyak namun berpengaruh diisi novelnya.
Sebagai contoh , novel yang dikarang orang Indonesia tersebut akan
berbeda dengan novel yang dibuat oleh orang inggris, atau juga orang
arab.

2. Latar Psikologi Pengarang


Psikologi pengarang merupakan suatu ungkapan keadaan jiwa
yang mendasari seorang pengarang melukiskan suasana kejiwaan
pengarang pada karya sastra yang merupakan hasil dari kreativitasnya,
baik suasana sakit maupun emosi. Ataupun pengalaman pribadi
pengarang atau bukan pengalaman pribadi yang tentunya pernah
disaksikan oleh pengarang.

3. Lingkungan Budaya
Merupakan lingkungan adat ataupun kebiasaan yang dilakukan
di sekitar lingkungan kehidupan pengarang, adat dan kebiasaan ini
juga biasanya adalah hal yang sering dilakukan oleh masyarakat dan
berkembang dari generasi ke generasi, hal tersebut dapat memengaruhi
pengarang dalam pembuatan karya sastra yang ditulisnya, karena bisa
saja adat istiadat tersebut dillukiskan dan diceritakan pada karyanya.

4. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial merupakan lingkungan sekitar tempat
tinggal pengarang, lingkungan sosial disini berkaitan dengan
masyarakat dan berbagai macam pemikiran, adat, dan kebiasaan dari
lingkungan sosial masyarakat tersebut, sehingga dapat mempengaruhi
ataupun dapat menjadi inspirasi bagi pengarang dalam membuat suatu
karya sastra.

5. Lingkungan Politik
Lingkungan politik merupakan suatu keadaan pada lingkungan
pengarang ketika membuat suatu karya sastra, lingkungan politik yang
sedang terjadi pada saat pengarang menciptakan suatu karya sastra
akan mempengaruhi pemikiran dari pengarang tersebut dengan
ideologi politik yang sedang terjadi pada masanya.
BAB III

PEMBAHASAN
Sinopsis
Cerpen “Kunang-Kunang di Langit Jakarta ini mengisahkan tentang seorang
wanita berambut pirang bernama Jane yang sedang menghabiskan liburan bersama
kekasihnya, Peter yang juga semorang Zoologis, di sebuah kota tua yang padat dan
tidak terawatt. Di kota itu banyak terapat toko kosong yang terbengkalai dan rumah-
rumah gosong bekas terbakat yang nyaris runtuh. Menurut Peter, di gedung-gedung
gosong itulah kunang-kunang tumbuh dan berkembang biak.

3.1 Unsur Intrinsik

3.1.1 Tema

Kunang-kunang dan kenangan menjadi tema yang diusung dlam


cerpen ini. Bagi sebagian orang, berbicara tentang kunang-kunang akan
mengingatkannya kembali pada kejadian masa silam.

3.1.2 Tokoh

1. Peter

2. Jane

3.1.3 Penokohan

Peter adalah seorang ahli binatang. Dia perpacaran dengan Jane, tetapi
dia tidak bertingkah laku seperti pacar yang ideal karena dia tidak romantis.
Hal ini karena untuk sebagian besar waktu yang mereka menghabiskan
bersama, Peter selalu membicarakan ketertarikannya yaitu binatang-binatang
yang unik atau tidak pernah ditemukan. Ini membuat auranya agak eksentrik
dan khas.

Beberapa waktu kemudian, Jane mendapatkan berita yang tak terduga


dan sungguh mengagetkan bahwa Peter meninggal dunia karena terjatuh dari
puncak ketinggian gedung. Diduga bahwa alasan untuk kematiannya terkait
dengan pengetahuan Peter mengenai legenda dibelakang kunang-kunang yang
semakin mendalam dan juga hubungannya dengan para korban yang kukunya
menjadi kunang-kunang itu. Jane berfikir bahwa saat Peter meloncat dari
gedung, badannya menjadi ribuan kunang-kunang.

3.1.4 Latar

Latar yang digunakan dalam cerpen ini yaitu, Jakarta . Latar waktunya
yang terjadi dalam runtutan peristiwa dalam cerpen ini, malam hari.

3.1.5 Alur

Cerpen ini menggunakan alur konvensional, yakni alur maju yang


dapat diketahui dari runtutnya pengadeganan tiap peristiwa. Dengan tahapan
sebagai berikut:

1. Tahap Eksposisi

Peter yang memiliki kertertarikan mendalam terhadap


binatang-binatang yang unik atau tidak pernah ditemukan. Hal ini
tentunya akan menyita sebagaian besar waktunya. Jane yang sedang
berpacaran dengan Peter tidak meyukai hal ini, yang mana pacarnya
selalu memberi perhatian yang sangat sedikit. Setiap kali mereka pergi
berkencan, topik utama akan selalu terkait dengan kegemaran Peter.
Apabila kencan mereka tidak berhubungan dengan kegemaran Peter,
maka dia akan kurang antusias. Namun, karena sifat Jane yang penuh
pengertian, dia selalu berusaha mentolerirnya.

2. Tahap Komplikasi

Di salah satu kencan mereka, Jane benar-benar merasa bosan


dan lelah karena harus mendengarkan Peter yang banyak berbicara
mengenai kegemarannya. Peter mulai menyadari kebosanan Jane dan
mencoba untuk membicarakan sesuatu yang mungkin bisa
membuatnya tertarik. Peter mulai membicarakan sejarah di belakang
kunang-kunang dan Jane mulai tertarik.

3. Tahap Klimaks

Ketika Peter mulai berbicara mengenai kunang-kunang, Jane


merasa tertarik dan memberinya perhatian yang penuh. Peter
menceritakan bagaimana menurut legenda, kunang-kunang itu adalah
penjelmaan wanita yang menjadi korban pemerkosaan pada saat
kerusuhan rasial terhadap etnis Tiong Hoa pada tahun 1998. Tiba-tiba,
Jane menjadi tertegun dan tidak bisa berkata-kata karena dalam
pikirannya, dia mendengar suara-suara para korban. Hal ini membuat
Peter harus menepuknya agar Jane kembali dari lamunannya.

4. Tahap Anti-Klimaks

Beberapa waktu kemudian, Jane mendapatkan berita yang tak


terduga dan sungguh mengagetkan bahwa Peter meninggal dunia
karena terjatuh dari puncak ketinggian gedung. Diduga bahwa alasan
untuk kematiannya terkait dengan pengetahuan Peter mengenai
legenda dibelakang kunang-kunang yang semakin mendalam dan juga
hubungannya dengan para korban yang kukunya menjadi kunang-
kunang itu. Jane berfikir bahwa saat Peter meloncat dari gedung,
badannya menjadi ribuan kunang-kunang.

5. Tahap Penyelesaian

Sejak saat itu, populasi kunang-kunang di Jakarta meningkat.


Setiap pertengahan Mei, masyarakat setempat akan menyaksikan
kunang-kunang di gedung yang dikunjungi Peter dan Jane. Setiap kali
Jane menyaksikan kunang-kunang di situ, dia akan selalu teringat pada
Peter.
3.1.6 Sudut Pandang

Cerpen ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu.

3.1.7 Amanat

Agus Noor memiliki banyak tujuan dalam mencipta cerpen ‘’Kunang-


kunang di Langit Jakarta’’ ini. Memilih jutaan kunang-kunang yang menyerbu
langit Jakarta di malam hari sebagai pembangun cerpennya, adalah sebuah
upaya megetengahkan peristiwa bersejarah yang pernah terjadi di Indonesia,
khususnya Jakarta. Jane Jeniffer, si gadis berambut pirang, dan Peter Bekoff,
seorang ilmuwan yang memahami seluk-beluk binatang, adalah dua orang
tokoh yang memainkan peranan penting dalam cerita ini.

Gadis pirang yang menjadi tanda bahwa wanita itu bukanlah warga
negara Indonesia menunjukkan bahwa peristiwa ini juga menggelisahkan
warga asing di luar negeri. Hal tersebut menggambarkan bahwa peristiwa ini
tidak hanya menjadi permasalahan dalam negeri. Namun, pada saat itu
Indonesia benar-benar menjadi sasaran kemarahan dunia, sebab peristiwa ini
sangat memalukan dengan adanya kejadian pemerkosaan dan tindakan
rasialisme yang mengikuti peristiwa gugurnya pahlawan reformasi.

Dalam cerita ini, roh perempuan korban perkosaan pada kerusuhan


tersebut digambarkan Agus Noor menjelma menjadi seekor kunang-kunang
yang terus berkembang biak hingga menjadi jutaan. Kunang-kunang jelmaan
ini menyimpan dendam akan masa lalunya. Ia merasa kesepian, setelah empat
tahun hidup sendiri dalam keterpurukan di gedung gosong yang sengaja
dibakar para perusuh. Menjadi kunang-kunang adalah pilihan yang tepat bagi
Agus Noor untuk menghidupkan kembali roh korban kerusuhan Mei 1998
tersebut. Cahaya yang dipancarkan binatang kecil itu pun berfungsi untuk
menggiring pembaca pada peristiwa bersejarah itu melalui penokohan dalam
cerita.
Latar gelap malam, ialahwaktu yang tepat bagi kehidupan kunang-
kunang yang dipilih Agus Noor, merupakan lambang kemuraman yang
dialami korban kerusuhan tersebut. Suasana malam identik dengan hal yang
misterius dan suram, seakan tanpa masa depan. Hal ini menggambarkan
hancurnya masa depan perempuan korban perkosaan tersebut.

Untuk mendobrak kesepiannya, si kunang-kunang menembus


gelapnya malam. Ia memberanikan diri keluar dari persembunyiannya.
Kunang-kunang itu tidak ingin berlarut-larut dalam kepedihan dan kesedihan.
Ia memancarkan cahaya di pekatnya gulita, seakan memperlihatkan
kebangkitan dari tahun-tahun yang telah membenamkannya.

Melalui Jane, Agus Noor membongkar rentetan peristiwa kerusuhan


Mei 1998 tersebut. Jutaan kunang-kunang di langit Jakarta itu membawa Jane
pada peristiwa yang dimaksud. Lentera kunang-kunang yang muncul dari
perut binatang itu seolah menjadi pemandu bagi Jane. Cahaya yang
dipancarkan menggiring Jane ke peristiwa kerusuhan. Rentetan peristiwa yang
dialami korban perkosaan tersebut dapat dirasakan oleh Jane yang terhayut
oleh kilauan sinar yang dipancarkan puluhan kunang-kunang tersebut.

Dari cerita yang dituturkan kunang-kunang kepada Jane mengenai


kejadian yang dialaminya pada kerusuhan tersebut, tergambar bagaimana
sadisnya hal yang menimpa kunang-kunang itu. Kunang-kunang itu adalah
jelmaan seorang korban kerusuhan, seorang perempuan keturunan Tionghoa
yang berkulit langsat. Ia menceritakan kepada Jane peristiwa yang dialaminya.
Sebuah toko dijarah dan kemudian dibakar oleh beberapa orang yang
mengendarai sepeda motor. Wanita itu lalu diseret masuk ke dalam toko yang
dibakar tersebut. Ia diperkosa oleh beberapa lelaki bertopeng. Kemudian, para
pemerkosa meninggalkannya di gedung yang terbakar. Setelah api padam,
orang-orang menemukan tubuhnya hangus tertimbun reruntuhan gedung.
Setelah membaca cerpen ini, terdapat harapan penulis sebagai
pembaca cerpen bahwa pengarang memunculkan tokoh Jane dan Peter, serta
kunang-kunang sebagai penyampai pesan. Tokoh-tokoh yang dibangun untuk
memberi tahu pembaca bahwa di balik keindahan yang disuguhkan kunang-
kunang ada rasa pahit dan pedih yang telah ditorehkan oleh para pemerkosa.
Akibat peristiwa sadis yang menimpanya, si korban terpuruk selama bertahun-
tahun di dalam kegelapan. Seakan tidak ingin berlama-lama larut dalam
keterpurukan dan ingin memiliki arti dalam kehidupan, ia berusaha bangkit
dengan memperlihatkan keindahan.

3.2 Unsur Ekstinsik

3.2.1 Biografi Penulis

Agus Noor, lahir di Tegal, Jawa Tengah, 26 Juni 1968 dikenal sebagai
penulis prosa. Beberapa buku kumpulan cerita pendeknya antara lain Bapak
Presiden yang Terhormat (Pustaka Pelajar, 1990); Memorabilia (Yayasan
untuk Indonesia, 1991); Selingkuh Itu Indah (Galang Press, 1994);
Rendezvous (Galang Press, 1996); Potongan Cerita di Kartu Pos (Penerbit
Kompas, 2002) yang memenangkan Hadiah sastra dari Pusat Bahasa;
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia (Bentang Pustaka, 2009) yang
dianugeri Buku Sastra Terbaik oleh Balai Bahasa Yogyakarta dan masuh
shortlist Khatulistiwa Literary Award. Kumpulan monolognya yang sudah
dibukukan adalah Matinya Toekang Kritik (Lamarera, 2005). Cerpen-
cerpennya nyaris setiap tahun masuk dalam kumpulan cerpen pilihan Kompas,
dan tahun 2012 cerpennya Kunang-Kunang di Langit Jakarta terpilih sebagai
cerpen Terbaik Kompas.
Disamping itu cerpen-cerpennya juga terhimpun dalam antologi Kitab
Cerpen Horison Sastra Indonesia, (Majalah Horison dan The Ford Foundation,
2002); Pembisik (Cerpen-cerpen terbaik Republika, 2003), 20 Cerpen
Indonesia Terbaik (Pena Kencana, 2008 dan 2009) Un Soir du Paris
(Gramedia,2010). Menerima penghargaan sebagai penulis cerita pendek
terbaik pada Festival Kesenian Yogyakarta 1992. Mendapatkan Anugerah
Cerpen Indonesia dari Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1992 untuk tiga
cerpennya: “Keluarga Bahagia”, “Dzikir Sebutir Peluru” dan “Tak Ada
Mawar di Jalan Raya”. Sedang cerpen “Pemburu” oleh majalah sastra Horison,
dinyatakan sebagai salah satu karya terbaik yang pernah terbit di majalah itu
selama kurun waktu 1990-2000. Dan cerpen “Piknik” masuk dalam Anugerah
Kebudayaan 2006 Departemen Seni dan Budaya untuk kategori cerpen.
Cerpenya juga diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Perancis dan
Norwegia.

3.2.2 Psikologi Penulis

Lahir dan dibesarkan di Kecamatan Margasari, Kabupaten Tegal.


Berlatar belakang pendidikan Jurusan Teater, Institut Seni
Indonesia (ISI), Yogyakarta. Meskipun berlatar belakang pendidikan teater, ia
aktif menulis. Dia dikenal sebagai cerpenis, penulis prosa, dan naskah
panggung dengan gaya parodi yang terkadang satir. Monolog “Matinya
Toekang Kritik” adalah salah satu karyanya yang menertawakan keadaan
Indonesia. Naskah ini, kemudian diusung sebagai program Sentilan
Sentilun yang ditayangkan oleh stasiun televise Metro TV.

3.2.3 Latar Belakang Sosiologis Pengarang

Walaupun lahir dari latar belakang pendidikan teater, Agus juga aktif
menulis dan produktif dalam menghasilkan karya sastra serta skenario
berbagai pertunjukan. Setelah sukses dengan kelompok Teater Gandrik di
Yogyakarta, Agus Noor bersama dengan Djaduk Ferianto dan Butet
Kartaredjasa kembali mendulang sukses lewat sebuah program seni budaya,
Indonesia Kita.
Pada cerpennya tersebut, Agus Noor sangat mengerti tentang
pentingnya pelurusan sejarah. Mengingat latar peristiwa dan waktu yang
terjadi pada cerpen tersebut begitu kental akan nuansa politik dan sosial pada
era reformasi. Cerpen ini memang tidak secara eksplisit memberikan uraian
tentang peristiwa yang disorot dalam alur cerita. Namun, ada beberapa
pernyataan yang merujuk pada peristiwa yang dimaksud, yaitu kerusuhan Mei
1998. Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan yang terjadi di Indonesia pada
13 Mei hingga 15 Mei 1998. Peristiwa ini terjadi serentak di beberapa kota di
Indonesia. Namun konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Bandung,
dan Surakarta. Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh
tragedi Trisakti yang menewaskan empat orang mahasiswa Universitas
Trisakti. Mereka tewas tertembak dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Pada
peristiwa tersebut, para perusuh seolah tidak memiliki hati nurani. Selain
melakukan penyiksaan dan perkosaan, mereka juga merusak, menjarah,
bahkan membakar berbagai sarana pribadi.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan

Pada cerpen “Kunang-Kunang di Langit Jakarta” karya Agus Noor dapat


dikaji menggunakan pendekatan struktural, yaitu dengan cara menganalisis dan
mencari hal-hal yang termasuk ke dalam unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik pada
cerpen tersebut. Agus Noor melukiskan bagaimana melalui kenangan dan kunang-
kunang, luka sejarah tersebut masih ada dan perlu untuk segera diselesaikan oleh
berbagai pihak yang iktu terlibat pada peristiwa Mei 1998. Dari cerpen tersebut juga
para pemabca mendapat kesadaran tentang pentingnya memelihara ingatan sejarah
bangsa bukan untuk membuka luka lama, tapi sebagai pembelajaran dikehidupan.

4.2 Saran

Sulitnya memaknai sebuah karya sastra berdampak pada kurangnya


penelitian-penelitian terhadap karya sastra itu sendiri. Karya sastra dewasa ini
semakin memisahkan diri dari kehidupan masyarakat umum. Hanya golongan kecil
saja yang akrab dengan karya sastra, seperti golongan sastrawan, budayawan,
pengamat dan kritikus sastra.

Hal yang paling dasar yang dapat dilakukan oleh siapapun untuk membedah
makna suatu karya sastra adalah dengan cara “menganalisis unsur-unsur
pembangunnya” lebih lanjut daripada itu dapat dilakukan kajian-kajian terhadap
karya sastra dari berbagai sudut pandangan. Maka, disarankan khusus kepada
mahasiswa/mahasiswi jurusan bahasa atau sastra untuk lebih banyak mengkaji karya
sastra baik kajian dasar unsur pembangun karya sastra maupun kajian-kajian lebih
dalam daripada itu untuk memperkaya pengetahuan dalam memaknai sebuah karya
sastra.
Daftar Rujukan

Teeuw,Andries. 1984. Sastra dalam Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Wellek, Rene dan Agustin Werren. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Arcana,Putu Fajar (ed). 2011. Kompas: Dari Salawat Dedaunan Sampai Kunang-
kunang Di Langit Jakarta. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Aminudin. 2010. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.

Anda mungkin juga menyukai