Anda di halaman 1dari 77

ANALISIS NOVEL BIDADARI-BIDADARI SURGA

KARYA TERE LIYE

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Kesustraan


Dosen Pengampu : Asep Yudha Wirajaya S.S.

MAKALAH

Oleh:

Nama : Mujahid Zenul Ambiya


NIM : C0214045
Semester/Kelas : 1/A

JURUSAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
ANALISIS NOVEL BIDADARI-BIDADARI SURGA
KARYA TERE LIYE

Mujahid Zenul Ambiya

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Karya sastra merupakan hasil karya seni manusia yang sangat berperan
penting bagi kemajuan kekayaan budaya bangsa yang kompleks. Melalui karya
sastra, manusia dapat menggali berbagai pengetahuan, adat istiadat, budaya,
pandangan hidup, dan nilai-nilai dalam kehidupan. Sebagai bentuk perwujudan
hasil pikiran yang didasarkan pada langdasan hidup dan alam sekitar, karya sastra
hadir menjadi media penumbuh karakter dan nilai.
Di indonesia, karya sastra yang berkembang sangatlah beragam
bentuknya, sehingga menjadi suatu kekayaan tersendiri bagi kebudayaan
Indonesia. Salah satu bentuk karya sastra yang populer adalah novel. Novel
menjadi bagian dari karya sastra dan sebagai produk kreatif manusia. Tidak
seperti karya-karya sastra yang lain, novel tersusun rapi atas unsur intrinsik dan
ekstrinsik yang membentuknya.
Dari sekitan banyak novel yang beredar di masyarakat, penulis tertarik
dengan novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye. Selain terdapat unsur-
unsur intrinsik yang menarik untuk diteliti, juga isi ceritanya sarat dengan makna.
Oleh karena itu, penulis membuat makalah ini yang berjudul ANALISIS
NOVEL BIDADARI-BIDADARI SURGA KARYA TERE LIYE.

1
1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini, yaitu:

1. Bagaimana struktur novel Bidadari-Bidadari Surga?


2. Bagaimana analisis sekuen dalam novel Bidadari-Bidadari Surga?

2
2. Landasan Teori

2.1. Pendekatan Struktur

2.1.1. Pengertian Novel

Novel pada dasarnya adalah sebuah cerita yang di dalamnya terkandung


tujuan untuk memberikan hiburan kepada pembaca. Novel merupakan ungkapan
serta gambaran kehidupan manusia pada suatu zaman yang dihadapkan pada
berbagai permasalahan hidup yang kompleks yang dapat melahirkan suatu konflik
dan pertikaian. Melalui novel pengarang dapat menceritakan semua aspek
kehidupan manusia secara mendalam termasuk tentang berbagai perilaku manusia
di dalamnya. Novel memuat tentang kehidupan manusia dalam menghadapi
permasalahan hidup, novel juga dapat berfungsi untuk mempelajari kehidupan
manusia pada zaman tertentu.
Novel sebagai karya fiksi dibangun oleh beberapa unsur pembentukannya
mulai dari tema, penokohan, alur, latar, amanat, serta sudut pandang. Penulis
dalam dalam makalah ini akan menerangkan mengenai unsur-unsur intrinsik yang
ada dalam sebuah novel, yaitu tema, penokohan/perwatakan, latar, amanat dan
sudut pandang.
a. Tema
Definisi tema menurut KKBI adalah dasar atau pokok yang
menjadi poin utama dalam sebuah cerita. Tema merupakan ide yang
mendasari sebuah cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tokoh
pengarang dalam memaparkan fiksi yang diciptakannya. Tema sebagai
makna pokok sebuah karya fiksi sengaja tidak disembunyikan karena hal
inilah yang justru ditawarkan kepada pembaca. Namun demikian tema
adalah makna keseluruhan yang mendukung sebuah cerita dan secara
otomatis ia akan tersembunyi di balik cerita yang mendukungnya.

3
b. Penokohan/perwatakan
Unsur intrinsik dari novel yang lain adalah penokohan/perwatakan.
Burhan Nurgiyantoro (2005: 165) mengatakan bahwa penokohan adalah
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam
sebuah cerita.
Dilihat dari tingkat peranan atau kepentingan tokoh dibedakan
menjadi dua, yaitu 1) tokoh utama, yaitu tokoh yang ditampilkan terus
menerus atau paling sering diceritakan, dan 2) tokoh tambahan, yaitu
tokoh yang dimunculkan sekali atau beberapa kali saja dalam sebuah cerita

c. Latar/setting
Atar Semi (1993: 46) berpendapat bahwa latar/setting merupakan
lingkungan terjadinya peristiwa, termasuk di dalamnya tempat dan waktu
dalam cerita. Artinya bahwa latar itu meliputi tempat maupun waktu
terjadinya peristiwa.
Suminto A. Sayuti (1997: 80) membagi latar dalam tiga kategori
yakni, latar tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat merupakan hal yang
berkaitan dengan masalah geografis, latar waktu berkaitan dengan masalah
historis, dan latar sosial berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Pendapat
Suminto A. Sayuti didukung dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro
(2005: 227) yang membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur pokok:

1) Latar tempat
Latar adalah tempat menunjuk pada lokasi peristiwa. Nama tempat
yang digunakan yaitu nama tempat yang nyata,misalnya, nama kota,
instansi atau tempat-tempat tertentu. Penggunaan nama tempat haruslah
tidak bertentangan dengan sifat atau geografis tempat yang bersangkutan,
karena setiap latar tempat memiliki karakteristik dan ciri khas sendiri.

2) Latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan kapan peristiwa tersebut terjadi.

4
Latar yang diceritakan harus sesuai dengan perkembangan yang terjadi.
Penekanan waktu lebih pada keadaan hari, misalnya, pada pagi, siang, atau
malam. Penekanan ini dapat juga berupa penunjukan waktu yang telah
umum, misalnya, maghrib, subuh, ataupun dengan cara penunjukan waktu
pukul jam tertentu.

3) Latar sosial
Latar sosial merujuk pada berbagai hal yang berkaitan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat pada tempat tertentu. Hal tersebut
meliputi masalah kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan,
pandangan hidup, cara berpikir, serta hal-hal yang termasuk latar spiritual.

Fungsi latar menurut Herman J. Waluyo (2006: 28) berkaitan erat


dengan unsur-unsur fiksi yang lain, terutama penokohan dan perwatakan.
Fungsi latar adalah untuk: (1) mempertegas watak pelaku, (2) memberikan
tekanan pada tema cerita, (3) memperjelas tema yang disampalkan, (4)
metafora bagi situasi psikis pelaku, (5) sebagai pemberi atmosfir (kesan),
dan (6) memperkuat posisi plot.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
latar atau setting adalah lingkungan atau tempat terjadinya suatu peristiwa
dalamcerita yang meliputi tempat, waktu, maupun sosial yang menentukan
watak atau karakter dari tokoh-tokoh yang ada di dalamnya.

d. Alur atau plot

Jalannya peristiwa yang membentuk sebuah cerita terjadi dalam


sebuah struktur atau urutan waktu. Dalam mengurutkan susunan tersebut
dikenal tiga jenis alur yakni alur maju (kronologis) dan alur mundur
(flashback), serta alur campuran atau gabungan. (Nurgiyantoro, 2007:153-
-156).

5
1) Alur Maju (Kronologis)
Alur maju (kronologis) menurut Nurgiyantoro (2007:153) yaitu
apabila pengarang dalam mengurutkan peristiwa-peristiwa itu
menggunakan urutan waktu maju dan lurus. Artinya peristiwa-peristiwa
itu diawali dengan pengenalan masalah dan diakhiri dengan pemecahan
masalah.

2) Alur Mundur (Flashback)


Nurgiyantoro (2007:154) menjelaskan bahwa Alur mundur
(flashback) yaitu apabila pengarang mengurutkan peristiwa-peristiwa itu
tidak dimulai dari peristiwa awal, melainkan mungkin dari peristiwa
tengah atau akhir. Seperti contoh (dalam Nurgiyantoro, 2007:155), novel
Keluarga Permana karya Ramadhan K.H yang awal penceritaan berintikan
meninggalnya Farida, kemudian peristiwa-peristiwa yang disorot balik
yang berintikan kemelut pada rumah tangga Permana sampai Farida
dikawinkan dengan Sumarto, peristiwa tersebut dimunculkan untuk
menegaskan kronologisnya antara dua peristiwa terdahulu, lalu akhirnya
berintikan pada kegoncangan jiwa Permana akibat meninggalnya Farida,
anak semata wayangnya.

3) Alur Campuran
Nurgiyantoro (2007:155) menjelaskan alur campuran yaitu apabila
cerita berjalan secara kronologis namun sering terdapat adegan-adegan
sorot balik.

Di dalam alur terdapat sekuen. Sekuen adalah setiap bagian ujaran


yang membentuk suatu makna. Dalam hal ini akan dibagi menjadi tiga
urutan satuan yaitu urutan tekstual (urutan yang ditampilkan dalam teks),
urutan kronologis (urutan waktu) dan urutan logis (urutan sebab-akibat).

e. Amanat

6
Amanat menurut Panuti Sudjiman (1988: 57) adalah suatu pesan
moral yang ingin disampaikan oleh pengarang. Wujud amanat dapat
berupa kata-kata mutiara, nasehat, firman Tuhan sebagai petunjuk untuk
memberikan nasihat dari tindakan tokoh cerita.
Pengarang dalam menyampaikannya tidak melakukannya secara
serta merta, tersirat dan terserah pembaca dalam menafsirkan amanat yang
terkandung dalam karya tersebut. Pembaca dapat merenungkannya dan
menghayatinya secara intensif. Amanat dalam sebuah karya sastra adalah
bagian dari dialog dan tindakan tokoh dalam menghadapi suatu masalah
yang mungkin berbeda antarmasing-masing tokoh. Di sinilah amanat
tersebut mulai terlihat, bagaimana amanat tersebut sampai di hati pembaca
melalui kepandaian khusus pengarang dalam menceritakannya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa amanat
adalah pesan atau nilai yang ingin disampaikan pengarang kepada
pembaca melalui karya sastra yang disampaikan secara tersirat dan
penafsirannya bersifat subyektif

f. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah bagian dari unsur intrinsik dalam karya
sastra. Berkenaan dengan sudut pandang ada yang mengartikan sudut
pandang dari pengarang dan ada juga yang mengartikan dari pencerita,
bahkan ada pula yang menyamakan antara keduanya. Pada dasarnya sudut
pandang dalam karya sasta fiksi adalah strategi, teknik, siasat, yang secara
sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.
Sudut pandang merupakan masalah teknis yang digunakan pengarang
untuk menyampaikan makna, karya dan artistiknya untuk sampai dan
berhubungan dengan pembaca. (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 249).
Menurut Burhan Nurgiyantoro (2005: 256-271), sudut pandang
cerita secara garis besar dapat dibedakan atas dua macam persona, persona
pertama gaya aku dan persona ketiga gaya dia atau kombinasi antara
keduanya, yaitu:

7
1) Sudut pandang persona pertama aku
Penceritaan dengan menggunakan sudut pandang aku, berarti
pengarang terlibat dalam cerita secara langsung. Pengarang adalah tokoh
yang mengisahkan kesadaran dunia, menceritakan peristiwa yang dialami,
dirasakan, serta sikap pengarang (tokoh) terhadap orang (tokoh) lain
kepada pembaca. Oleh sebab itu persona pertama memiliki jangkauan
yang sangat terbatas, karena ia hanya dapat memberikan informasi yang
sangat terbatas kepada pembaca, seperti yang dilihat dan dirasakan oleh
sang tokoh aku. Sudut pandang orang pertama dibedakan menjadi dua
golongan. Berdasarkan peran dan kedudukan aku dalam cerita yaitu
aku yang menduduki peran utama dan aku yang menduduki peran
tambahan/berlaku sebagai saksi.

a) Aku tokoh utama


Sudut pandang aku mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah
laku yang dialaminya. Tokoh aku menjadi pusat cerita, segala sesuatu
diluar diri tokohaku akan dianggap penting jika berhubungan dengan
tokoh aku.

b) Aku tokoh tambahan


Tokoh aku yang muncul bukan sebagai tokoh utama, akan tetapi
sebagai tokoh tambahan. Tokoh aku dalam hal ini tampil sebagai saksi.

2) Sudut Pandang Persona Ketiga : Dia


Penceritaan yang menggunakan sudut pandang persona ketiga yaitu
dia. Narator dalam sudut pandang ini adalah seseorang di luar cerita
yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, kata
gantinya; ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya tokoh
utama terus menerus disebut dan sebagai variasinya dipergunakan kata

8
ganti.

3) Sudut Pandang Campuran


Jika dalam suatu cerita digunakan model aku dan dia, maka dia
menggunakan sudut pandang campuran.

Selain unsur intrinsik, unsur pembangun dalam novel adalah unsur


ekstrinsik. Unsur Ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang berada di
luar karya sastra itu tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan
atau sistem organisme karya sastra, atau secara lebih khusus ia dapat
dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah
karya sastra namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Walau
demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun
cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik sebuah novel
haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.

9
3. Pembahasan

3.1. Struktur Novel Bidadari-Bidadari Surga

Karya sastra dibangun oleh unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.


Unsur intrinsik yaitu unsur yang membangun karya sastra dari dalam.
Unsur instrinsik meliputi tema, alur, tokoh , penokohan, latar, sudut
pandang, dan amanat. Unsur intrinsik dapat membantuk pembaca untuk
memahami jalannya cerita dalam novel.
a. Tema
Tema yang digunakan Tere Liye dalam Bidadari-Bidadari Surga
yaitu pengorbanan dan kerja keras. Dalam novel tersebut diceritakan
pengorbanan Laisa demi adik-adiknya. Dia rela mengorbankan semua
keinginnya demi keberlangsungan hidup dan sekolah adik-adiknya. Dia
rela bekerja sehari di ladang membantu Mamak Lainuri untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarga mereka. Dia rela mengorbankan keselamatan
dirinya demi adik-adiknya. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam kutipa
berikut:

Mulai shubuh itu, Mamak tahu persis satu hal. Laisa yang
bersumpah membuat adik-adiknya sekolah menjadikan sumpah itu
seperti prasasti di hatinya. Tidak. Laisa tidak pernah menyesali
keputusannya. Tidak mengeluh. Ia melakukannya dengan tulus.
Sepanjang hari terpanggang terik matahari di ladang. Bangun jam
empat membantu memasak gula aren. Menganyam rotan hingga
larut malam. Tidak henti, sepanjang tahun. Mengajari adik-adiknya
tentang disiplin. Mandiri. Kerja keras. Sejak kematian Babak
diterkam harimau, Mamak sungguh tidak akan kuasa membesarkan
anak-anaknya tanpa bantuan putri sulungnya, Laisa. Semua
kesulitan hidup masa kecil itu. Laisa membantunya melaluinya
dengan wajah bergeming. Wajah yang tidak banyak mengeluh
(Liye, 2008:161).

Selain pengorbanan, tema yang diangkat dalam novel tersebut


yakni kerja keras. Dalam novel tersebut digambarkan kerja keras setiap

10
tokoh untuk mewujudkan sesuatu yang mereka inginkan. Kerja keras dan
kedisiplinan yang selalu diajarkan oleh Laisa kepada keempat adiknya
membuat mereka bisa mencapai kesuksesan. Kerja keras yang mengubah
hidup mereka menjadi lebih baik. Kutipan berikut menunjukkan tema
kerja keras:

Empat bulan berlalu, setelah hari-hari terpanggang matahari saat


menyiapkan polybag-polybag baru; mengejar-ngejar Ikanuri dan
Wibisana yang masih saja bandel bolos sekolah; memasukkan
pupuk kandang ke dalam polybag, meneriaki Ikanuri dan Wibisana
yang sibuk mencuri mangga, membersihkan gulma dan hama, (dan
lagi-lagi mengejar-ngejar Ikanuri dan Wibisana yang tidak kapok-
kapoknya bolos sekolah) lepas musim penghujan yang dulu
menggenangi polybag, kabar baik itu akhirnya tiba. Empat ratus
pohon strawberry merekah subur dari kantong-kantong plastik
hitam. Bukan main. Empat bulan berlalu lagi, hari-hari dihabiskan
dengan kerja keras, pagi-sore di kebun, bahkan Kak Laisa baru
pulang saat adzan magrhib terdengar, telaten merawat satu demi
satu batangnya. Mencurahkan seluruh perhatian ke kebun satu
hektar itu. (Liye, 2008:184).

b. Alur
Alur yang digunakan dalam novel tersebut adalah alur campuran
atau gabungan. Terdapat perpaduan antara penceritaan dengan alur maju
dan alur sorot balik. Penggunaan alur campuran membuat pembaca
mengetahui kejadian yang terjadi pada masa lampau dan kejadian yang
sedang terjadi saat ini. Kejadian-kejadian tersebut memiliki keterkaitan
satu sama lain sehingga cerita mudah dimengerti.
Cerita yang menggunakan alur maju yakni saat pengarang
menceritakan tentang kesedihan Laisa atas permintaan Mamak Lanuri
untuk memberitahu keempat adiknya tentang sakit yang diidap Laisa. Hal
tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut:

Sudah saatnya mereka tahu. Sudah saatnya....


Perempuan berwajah pucat di atas ranjang berusaha tersenyum,
dengan sisa-sisa tenaga. Sedikit terbatuk, bercak darah merah
mengalir dari sela bibir bersama dahak. Bernafas sesak. Semakin

11
kesakitan. Namun sekarang muka tirusnya mengembang oleh
sebuah penerimaan. Ia perlahan mengangguk.
Tangan tua itu demi melihat anggukan putri sulungnya, tanpa
menunggu lagi gemetar menekan tombol ok. Message transmitted.
Maka! Dalam hitungan seperjuta kedipan mata.
Melesat Berpilin. Berputar.
Seketika saat tombol ok itu ditekan, jika mata bisa melihatnya, bak
komet, bagai anak panah, macam rudal berkecepatan tinggi, 203
karakter SMS itu berubah menjadi data binari 0-1-0-1! Menderu
tak-tertahankan menuju tower BTS (base transmitter station)
terdekat.
Sepersekian detik lagi lantas dilontarkan sekuat tenaga menuju
satelit Palapa C-2 ratusan kilometer di atas sana, berputar dalam
sistem pembagian wilayah yang rumit, bergabung dengan jutaan
pesan, suara, streaming gambar, dan data lainnya dari berbagai
sudut muka bumi (yang hebatnya tak satupun tertukar-tukar),
lantas sebelum mata sempat berkedip lagi, pesan tersebut sudah
dilontarkan kembali ke muka bumi! Pecah menjadi empat (Liye,
2008:2).

Salah satu contoh penceritaan yang menggunakan alur sorot balik


yakni saat pengarang menceritakan kembali kejadian yang terjadi dua
puluh lima tahun yang lalu. Cerita dua puluh lima tahun silam merupakan
awal mulainya cerita dalam novel. Cerita tetang keadaan Lembah
Lahambay yang senantiasa menyenangkan. Hal tersebut dibuktikan dalam
kutipan berikut:

Berpilin. Berputar. Terlemparkan. Dua puluh lima tahun silam.


Kenangan-kenangan itu kembali sudah. Di sini juga angin selalu
bertiup menyenangkan. Tidak pagi. Tidak siang. Tidak juga
malam. Tapi sepanjang hari, sepanjang malam. Angin selalu
berhembut lembut membelai anak-anak rambut(Liye, 2008:38).

c. Tokoh dan Penokohan


Tokoh memiliki perang yang penting dalam sebuah cerita. Tokoh
memiliki penokohan (karakter) masing0masing. Perbedaan karakter ini
dapat menciptakan konflik dalam cerita. Melalui penggambaran tokoh

12
yang baik, pembaca dapat merasakan langsung peristiwa yang terjadi
dalam cerita.
Novel Bidadari-Bidadari Surga memiliki beberapa tokoh utama
dan tambahan. Tokoh utama yaitu Laisa, Dalimunte, Ikanuri, Wibisana,
dan Yashinta. Konflik-konflik yang terjadi dipengaruhi oleh tokoh-tokoh
tersebut. Selain tokoh utama, tokoh tambahan dalam novel Bidadari-
Bidadari Surga yaitu Mamak Lainuri, Goughsky, Cie Hui, Wulan,
Jasmine, Wak Burhan, Intan, Delima, dan Juwita.

1. Tokoh Utama

a. Laisa

Laisa digambarkan sebagai seorang gadis berusia 43 tahun (waktu


sekarang) dan berumur 16 tahun (25 tahun silam). Hal tersebut dibuktikan
dalam kutipan berikut:

Gadis tanggung berumur enam belas tahun itu mengangguk. Sigap


melangkah menuruni anak tangga. Yushinta langsung ngintil
mengikuti. Lihatlah, meski baru enam tahun, Yashinta benar, ia
sudah cukup besar untuk urusan ini. Tangkas menjejak rumput
yang masih berbilur kristal embun. Tubuhnya meski terlihat kecil
dan ringkih, tidak kalah atletisnyadibanding Kak Laisa yang
gendut dan gempal (Liye, 2008:43).

Kak Laisa tidak berubah sedikit pun, persis seperti melihat foto
masa lalunya, hanya saja sekarang piguranya terlihat kecokelatan.
Umurnya sekarang empat puluh tiga.... (Liye, 2008: 151).

Laisa memiliki perawakan tubuh gendut, gempal, rambut gimbal,


wajah hitam, hidung pesek, dan pendek. Laisa juga memiliki wajah yang
tidak menarik. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut:

Lembut jemari Yashinta mengusap wajah Kak Laisa. Rambut


gimbalnya. Wajah dengan kulit hitam. Hidung pesek. Mulut Kak

13
Laisa yang sedikit terbuka, memperlihatkan gigi-gigi besar, tidak
proporsional. Yashinta menelan ludah, Membandingkan wajah itu
dengan wajahnya melalui cermin peraut pensil. Kak Laisa sungguh
berbeda.... Tapi bagaimana mungkin Kak Laisa bukan kakaknya?
(Liye, 2008:296).

Laisa memiliki kepribadian penyayang keluarga, pekerja keras, rela


bekorban, dan tegas. Sikap sayang Laisa terlihat saat Laisa rela melakukan
apapun demi kebahagiaan Mamak Lainuri dan keempat adiknya. Laisa
juga digambarkan sebagai pekerja keras. Laisa membantu Mamak Lainuri
bekerja siang dan malam demi mencukupi kebutuhan keluarga. Laisa juga
rela bekorban demi adik-adiknya. Laisa rela berhenti sekolah demi
membantu Mamak bekerja di ladang. Laisa juga rela mengorbankan
nyawanya demi menyelamatkan Dalimunte, Ikanuri, dan Wibisana dari
kepungan tiga harimau besar Gunung Kendeng. Hal tersebut dibuktikan
dalam kutipan berikut:

Laisa menggigit bibir. Cepat! Ia harus buru-buru. Meski harapan


itu kecil, meski janji itu bagai embun yang segera sirna oleh cahaya
matahari pagi, ia harus buru-buru. Menyusul Ikanuri dan Wibisana.
Semoga belum terlambat. Semoga adik-adiknya belum kenapa-
napa. Semoga belum.... Golok di tangan Laisa galak membabat
ujung-ujung semak di depan yang menghalanginya. Laisa kalap,
tangannya gemetar, kakinya apalagi. Tapi rasa cinta yang besar itu
membungkus segenap ketakutan. Adik-adiknya, dimanapun saat ini
dua sigung nakal itu berada.... mereka membutuhkan dia, kakaknya
(Liye, 2008:124).

b. Dalimunte

Dalimunte digambarkan sebagai seorang lelaki yang berusia 37


tahun (masa sekarang) dan 12 tahun (25 tahun lalu). Dalimunte kerap
dipanggil Dali. Dalimunte merupakan pribadi yang santun, meyenangkan,
penurut, baik hati, pandai, dan rajin shalat. Dalimunte merupakan anak
kedua Mamak Lainuri. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut:

14
Dalimunte meringis. Soal itu tidak usah ditanya lagi, meski ada
Kak Laisa sekalipun Ikanuri dan Wibisana rajin bolos, apalagi jika
Kak Laisa tidak ada. Lebih berani melawan. Tadi pagi sih mereka
bertiga pamitan ke Mamak, memakai seragam, menuju sekolah di
desa atas. Tapi baru tiba di pertigaan jalan bebatuan selebar tiga
meter itu, Ikanuri dan Wibisana sudah kabur duluan, naik
starwagoon tua yang kebetulan lewat ke kota kecamatan.
Dalimunte sebenamya jauh lebih nurut. Dia meski terkadang bosan
sekolah, tapi tidak pernah membolos. Tadi pagi saja, butuh waktu
sepuluh menit di pertigaan itu hingga akhirnya dia berani
memutuskan untuk ikut membolos. Menyelesaikan kincir airnya
(Liye, 2008:60).

Dalimunte merupakan sosok yang tidak begitu suka dengan


publisitas yang berlebihan. Walaupun dia seorang profesor tersohor,
namun Dalimunte tetap seorang yang tidak suka menjadi sorotan. Hal
tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut:

"Hadirin, sebelumnya maafkan saya untuk dua hal...." Profesor


Dalimunte mengusap wajahnya yang sedikit berkeringat,
"Pertama karena saya hanya punya waktu lima belas menit untuk
memenuhi segala keingintahuan kalian. Saya harap itu cukup
setelah hampir enam bulan kalian menunggu kesempatan ini.
Kalian tahu, ada banyak pekerjaan di laboratorium, belum lagi
dengan segala tenggat waktunya. Di samping itu, kalian tahu
persis, saya tidak terlalu menikmati dikelilingi puluhan wartawan
dengan kameranya. Semua popularitas ini.... Jadi ijinkanlah saya
untuk memulai langsung topik kita hari ini" (Liye, 2008:11)

c. Ikanuri dan Wibisana

Ikanuri dan Wibisana digambarkan sebagai kakak-adik yang


memiliki fisik yang hampir sama. Jika mereka dijejerkan, orang akan
beranggapan bahwa mereka anak kembar. Ikanuri dan Wibisana
sebenarnya bukan saudara kembar. Mereka lahir di tahun yang sama dan
terpisah sebelas bulan. Wibisana lahir lebih dahulu. Wibisana berumur 34
tahun, sedangkan Ikanuri berumur 33 tahun. Hal tersebut dibuktikan
dalam kutipan berikut:

15
Wajah mereka berdua mirip sekali. Rambut. Matanya. Ekspresi
wajah. Bahkan bekas luka kecil di dahi. Bedanya, yang satu
baretnya di sebelah kanan, yang satu di sebelah kiri. Selain itu,
nyaris 99,99% mirip, termasuk tinggi, lebar dan bentuk perawakan
tubuh. Jadi seperti sepasang kembar kalau mereka berdiri berjajar.
Padahal mereka sedikit pun tidak kembar, apalagi kembar identik.
Mereka berdua hanya lahir di tahun yang sama, terpisahkan sebelas
bulan. Yang satu beramur 34 tahun (Wibisana), yang satunya
(Ikanuri) 33 tahun. Menariknya, meski Ikanuri lebih muda, dia
lebih dominan dalam urusan apapun dibanding Wibisana. Makanya
orang-orang justru berpikir Ikanuri-lah yang menjadi kakak (Liye,
2008: 19-20).

Ikanuri dan Wibisana memiliki kepribadian yang sama, yaitu


nekad, bandel, jahil, pandai berbohong, dan tidak penurut. Selain memiliki
watak yang hampir sama, Ikanuri dan Wibisana juga memiliki keahlian
dalam mengutak-atik mesin. Ikanuri memiliki kelebihan dibandingkan
dengan Wibisana, yaitu bacaan Al-Quran Ikanuri lebih fasih daripada
Wibisana. Pelukisan wakta Ikanuri dan Wibisana sebagai berikut:

Ikanuri mengangguk kecil. Memasukkan kertas pesanan gadis


kecilnya ke saku. Menepuk-nepuk saku kemeja. Ini perjalanan
bisnis yang penting. Pembicaraan besok pagi di salah satu kedai
kopi elit dekat Piazza de Palozzo akan menentukan rencana
ekspansi pabrik kecil milik mereka. Sebenarnya dibandingkan
pesaing raksasa industri China itu mereka tidak ada apa-apanya.
Pabrik butut itu tak lebih dari bengkel modifikasi mobil. Mereka
hanya punya modal nekad. Keberangkatan ini juga pakai acara
pinjam uang Mamak Lainuri segala. Ah, sejak kecil memang inilah
yang mereka miliki. Nekad. Bandel. Keras kepala. Di samping
tentang teriakan 'kerja-keras', 'kerja-keras', 'kerja-keras' yang selalu
diocehkan Kak Laisa saat galak melotot sambil memegang sapu
lidi, memarahi mereka (Liye, 2008:22).

Ikanuri dan Wibisana semasa kecil memang anak yang nakal dan
susah diatur. Akan tetapi setelah kejadian di Gunung Kendeng. Ikanuri dan
Wibisana menjadi lebih mengerti akan tanggung jawab mereka. Walaupun
terkadang kenakalan mereka muncul lagi, tetapi kenakalan tersebut tidak

16
sefatal kenakalan-kenakalan mereka sebelumnya. Berikut ini kutipan yang
menjelaskan perubahan watak Ikanuri dan Wibisana:

Ikanuri dan Wibisana mulai mengerti arti tanggung jawab. Tidak


percuma Kak Laisa saban hari mengejar-ngejar mereka dengan
sapu lidi teracung dan berteriak-teriak "Kerja keras!" "Kerja
keras!" "Kerja keras!" Dua sigung nakal itu sudah jarang bolos
sekolah. Sudah rajin membantu Mamak di Ladang. Sekali dua
malah tanpa disuruh pergi ke hutan mengumpulkan kayu bakar dan
rotan. Kejadian di puncak Gunung Kendeng sedikit banyak
membuat mereka sungkan dengan Kak Laisa. Lah, harimau saja
ngeri lihat Kak Laisa melotot, apalagi mereka, kan? Ihhh (Liye,
2008: 154-155).

d. Yashinta

Yashinta merupakan gadis berumur 31 tahun (sekarang) dan enam


tahun (25 tahun silam). Yashinta memiliki paras yang cantik. Hal tersebut
dibuktikan dalam kutipan:

Sementara Yashinta benar-benar tumbuh menjadi gadis yang


menawan. Cantik luar biasa. Umurnya sekarang dua puluh. Tahun
kedua di jurusan Biologi universitas ibukota. Malam ini ia juga
pulang. Lihatlah, Yashinta, dengan rambut tergerai panjang, mata
hitam indah dan tubuh tinggi semampai, terlihat seperti bidadari di
rumah panggung itu. Amat kontras dengan Kak Laisa. Gadis itu
juga tumbuh dengan pemahaman yang baik atas hidup. Mencintai
kehidupan sekitar.Menghabiskan waktu dengan kegiatan mendaki
gunung, menyelami lautan, konservasi alam. Setiap kali ia pulang,
itu saja dengan berhari-hari menghabiskan waktu di hutan rimba
dekat lembah. Menginventarisir satwa di dalamnya. Hasil jepretan
kameranya sudah ribuan lembar. Yashinta amat atletis untuk
urusan ini. Ia bahkan dua kali lebih atletis dibanding Kak
Laisa(Liye, 2008:205).

Yashinta digambarkan sebagai gadis yang penasaran, ingin tahu


segalanya, cerdas, dan keras kepala. Yashinta juga tumbuh sebagai gadis
pencinta alam. Pelukisa watak Yashinta dalam novel sebagai berikut:

17
Kabar baik kedua adalah: Yashinta akhirnya menyelesaikan
pendidikan masternya. Cumlaude. Lulusan terbaik. Ia jelas-jelas
mewarisi kecerdasan Dalimunte, meski juga mewarisi tabiat keras-
kepala Ikanuri dan Wibisana. Hari ini tiba di kota provinsi setelah
penerbangan transit (Hongkong, Singapore dan Jakarta) dari
Belanda. Benar-benar kebetulan yang menyenangkan. Mamak dan
Dalimunte menjemput di bandara. Sementara Kak Laisa menemani
Cie Hui di perkebunan (Liye, 2008:268).

Yashinta tidak begitu menyukai dekat dengan teman lelaki. Dia


membenci kelakuan teman lelaki yang sibuk mencari perhatiannya. Dia
tahu mereka hanya menyukai tampilan fisik dan wajahnya saja. Jika fisik
Yashinta sepert Laisa, teman lelakinya tidak mungkin akan mendekatinya.
Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan:

Saat itu tidak ada yang tahu, kalau bertahun-tahun terakhir


Yashinta amat membenci kelakuan teman lelakinya sibuk mencari
perhatian. Apakah mereka akan tetap sibuk mencari perhatian jika
wajah dan fisiknya seperti Kak Laisa? Omong-kosong. Mereka
tidak benarbenar menyukai dirinya. Menyukai apa-adanya. Mereka
hanya menyukai tampilan fisik dan wajah. Seperti seekor lebah
tertarik atas indahnya kelopak bunga. Seperti seekor rubah yang
tertarik pasangannya karena bau tubuhnya. Maka hewan-lah
sejatinya perangai mereka. Beruntung, tidak ada yang terlalu
memperhatikan tatapan benci Yashinta. (Liye, 2008:268).

2. Tokoh Tambahan

a. Mamak Launari

Mamak Launari merupakan ibu dari Laisa, Dalimunte, Ikanuri,


Wibisana, Yashinta. Mamak Launari membesarkan sendiri anak-anaknya
karena suaminya meninggal diterkam harimau. Mamak Launari
digambarkan sebagia sosok yang tidak suka marah, pekerja keras,
bijaksana, dan penyayang. Pelukisan watak Mamak Launari adalah
sebagia berikut:

18
Menjelang ashar Mamak Lainuri, Kak Laisa dan Kak Dalimunte
pulang. Biasanya Mamak langsung ke hutan, menghabiskan dua
jam sebelum maghrib mencari damar, rotan, atau apalah. Tapi hari
ini tidak. Mamak sudah mendapatkan laporan Kak Laisa soal
kejadian tadi siang, jadi wajah Mamak terlihat marah sepanjang
sore. Mamak sebenarnya tidak suka marah. Lebih banyak berdiam
diri. Melotot, dan anak-anaknya langsung mengerti. Bagaimanalah
Mamak akan sempat marah? Mamak sudah terlanjur lelah dengan
jadwal harian. Bangun jam empat shubuh, menanak nasi, membuat
gula aren, menyiapkan keperluan ladang. Lantas berangkat ke
ladang. Nanti, baru lepas isya, setelah anak-anaknya tidur baru bisa
istirahat. Itupun setelah menyelesaikan anyaman, rajutan atau
apalah (Liye, 2008:70).

b. Cie Hui, Wulan, dan Jasmine

Cie Hui, Wulan, dan Jasmine tidak begitu dominan peranannya


dalam novel Bidadari-Bidadari Surga. Dalam novel tersebut dijelaskan
bahwa Cie Hui merupakan istri dari Dalimunte, Wulan merupakan istri
Ikanuri, dan Jasmine merupakan istri Wibisana. Kisah ketiga tokoh inipun
hampir sama. Mereka terpaksa menunggu bertahun-tahun untuk dinikahi
oleh pasangan masing-masing. Hal tersebut terjadi karena Dalimunte,
Ikanuri, dan Wibisana tidak bisa menikah sebelum Kak Laisa menikah.
Akan tetapi, Kak Laisa selalu menasehati adik-adiknya untuk tidak
membuat pasangannya menunggu lebih lama dan segera menikah walaupu
mereka harus mendahului Kaka Laisa. Cie Hui, Wulan, dan Jasmine
digambarkan sebagai sosok yang sabar. Mereka sabar menanti kepastian
dari pasangan masing-masing walaupun bertahun-tahun lamanya.
Pelukisan watak tokoh Cie Hui, Wulan, dan Jasmine sebagai berikut:

Dalimunte tidak mendengarkan kata-kata Kak Laisa. Dalimunte


benar-benar membuat Cie Hui menunggu lama, terlalu lama malah.
Tujuh tahun berlalu. Dan dia belum juga mengatakan perasaan itu.
Meski hampir setiap pulang ke Lembah Lahambay, Cie Hui ikut
serta. Bahkan gadis keturunan yang sekarang sudah berkerudung
itu sudah dianggap Mamak menjadi anggota keluarga (Liye,
2008:203).

19
c. Goughsky

Goughsky merupakan pemuda Uzbekistan. Goughsky merupakan


kolega peneliti Yashinta. Goughsky digambarkan sebagai pemuda yang
baik hati, alim, mudah akrab, suka bergurau, mudah perasa, dan sabar.
Pelukisan watak Goughsky sebagai berikut:

Goughsky juga tipikal pemuda yang menyenangkan. Dekat dengan


penduduk setempat lokasi basecamp, suka bergurau, dan yang pasti
amat sabar. Kalau saja Yashinta mau menghitung perdebatan
mereka, hanya Goughsky yang bisa sabar dengannya. Yang lain
sudah mengkal sejak tadi. Pemuda Uzbek itu juga alim. Dia yang
selalu meneriaki rekan kerjanya untuk shalat. Terkadang meneriaki
Yashinta, yang dijawab teriakan pula. Membuat Yashinta
mengomel dalam hati, sejak kecil Yash sudah terbiasa shalat
malam bersama Kak Lais dan Mamak, tidak perlu diteriaki,
mentang-mentang muslim Uzbek, sok alim (Liye, 2008:321).

d. Wak Burhan

Wak Burhan merupakan sesepuh kampung Lembah Lahambay.


Sebagai sesepun Lembah Lahambay, Wak Burhan merupakan sosok yang
disegani oleh seluruh penduduk kampung. Wak Burhan juga merupakan
seorang yang murah hati. Wak Burhan terhitung masih saudara dekat
dengan Mamak Lainuri. Wak Burhan pun juga dekat dengan anak-anak
Mamak Lainuri, terutama Yashinta. Pelukisan watak tokoh Wak Burhan
sebagai berikut:

Wak Burhan berdiri di tengah-tengah balai kampung, Kerlip


cahaya obor membasuh wajah tuanya. Umur Wak Burhan sudah
berbilang tujuh puluh, tapi dia masih gagah. Masih tegap sekali.
Dalam situasi serius seperti ini, kedut wajahnya terlihat amat
mengesankan. Kumis melintang. Rahang kokoh. Mata yang tajam.
Makanya penduduk kampung amat segan padanya (Liye,
2008:116-117).

e. Intan

20
Intan merupakan anak Dalimunte dan Cie Hui. Intan merupakan
anak perempuan berumur sembilan tahun. Intan digambarkan sebagai
anak yang pandai dan memiliki sifat keras kepala, tidak sabaran, dan suka
mencari perhatian. Pelukisan watak tokoh Intan sebagai berikut:

Intan. Itu nama pemberian Kak Laisa. Sejak kecil Intan memang
sudah terlihat bakatnya. Tidak sabaran. Keras kepala. berisik. Suka
mencari perhatian. Meski cerdas dan banyak akal. Lahir setelah
keras kepala tidak mau keluar-keluar juga. Setelah dua jam
berkutat dengan bukaan tujuh. Hampir saja Bidan menyerah.
Hampir saja menyarankan untuk dibawa ke rumah sakit di kota
kabupaten untuk operasi caesar, bayi perempuan itu akhirnya
nongol begitu saja. Seperti sengaja membuat yang lain bete. Panik.
Langsung menangis kencang. Membuat cair seluruh ketegangan
(Liye, 2008:271-272).

f. Delima dan Juwita

Delima merupakan anak Ikanuri. Juwita merupakan anak


Wibisana. Mereka berumur enam tahun. Delima dan Juwita juga memiliki
sifat yang sama. Jadi walaupun lahir dari rahim yang berbeda, Delima dan
Juwita hampir bisa dikatakan anak kembar. Mereka digambarkan sebagai
anak yang memiliki watak hampir mirip dengan ayah mereka, yaitu pandai
menipu dan pandai pura-pura merajuk. Delima dan Juwita juga sering
bertengkar saat bermain bersama. Pelukisan watak Delima dan Juwita
sebagai berikut:

Ikanuri mengusap rambut. Ikutan nyengir. Bergumam dalam hati,


Wibisana pasti juga mengantongi daftar puluhan pesanan yang
sama dari Delima, anaknya. Bukankah kemarin Juwita bilang, ia
mengirimkan daftar pesanannya ke Delima lewat email. Anak-anak
mereka yang berumur enam tahun itu mirip benar ayahnya masing-
masing. Kompak urusan beginian, meski sering sekali justru sibuk
bertengkar saat sedang bermain bersama. Sebenarnya perangai
Delima-Juwita memang copy-paste perangai ayah-ayah mereka
berdua waktu kecil dulu (Liye, 2008:21).

21
d. Latar

Banyak latar yang digunakan dalam novel Bidadari-Bidadari


Surga. Latar tersebut dapat berupa latar tempat, latar waktu, dan latar
sosial. Terdapat juga kejadian yang terjadi di latar yang sama. Untuk latar
yang sama hanya dituliskan sekali.

1. Latar Tempat

a. Lembah Lahambay

Latar tempat utama cerita ini adalah Lembah Lahambay. Lembah


Lahambay merupakan lembah terpencil. Lembah tersebut berada di
tengah-tengah bukit barisan yang membentang membelah pulau. Di
lembah tersebut ada empat perkampungan. Kampung tempat tinggal
Mamak Lainuri dan anak-anaknya adalah perkampungan yang terletak
paling tepi. Posisi kampung tersebut lebih tinggi dari sungai, sehingga
kampung tersebut sempurna terpisah dari rimba. Berikut kutipan yang
menyatakan hal tersebut:

Mereka lahir disebuah lembah indah yang sempurna dikepung


hutan belantara. Terpencil dari manapun. Dua jam perjalanan dari
kota kecamatan terdekat. Namanya, Lembah Lahambay. Persis di
tengah-tengah bukit barisan yang membentang membelah pulau.
Deretan gunung-gunung kecil. Ada sebelas puncak gunung setinggi
1.500-2.000 meter dpl di kawasan lembah itu. Terselip disana-sini,
ada sekitar empat perkampungan radius sepuluh kilo di Lembah
Lahambay. Berjauhan satu sama lain. Paling dekat terpisah satu
kilometer. Satu perkampungan paling banyak terdiri dari 30-40
rumah panggung. Perkampungan mereka terletak paling tepi,
paling bawah, berbatasan langsung dengan hutan rimba. Tapi
meski disekitar kampung banyak terdapat sungai, celakanya posisi
kampung itu tetap lebih tinggi dari manapun. Sungai besar yang
ada di bawah kampung terpisah oleh dinding cadas setinggi lima

22
meter, yang membuat kampung itu seperti sempurna terpisah dari
rimba (Liye, 2008:40).

b. Kamar Laisa

Terdapat beberapa kejadian yang terjadi di kamar Laisa. Di kamar


itulah Laisa terbaring tak berdaya karena penyakitnya. Di kamar tersebut
juga dipenuhi dengan peralatan medis yang digunakan untuk merawat
Laisa. Berikut kutipan yang menunjukkan latar tempat kamar Laisa:

Kamar Kak Laisa penuh dengan peralatan medis. Selang infus,


belalai-belalai plastik. Layar bertuliskan garis-garis hijau. Alai-alat
bantu lainnya. Tabung oksigen. Masker. Kaki Dalimunte bergetar.
Matanya mencari di sela-sela peralatan medis yang pasti
didatangkan dari rumah-sakit kota provinsi. Mata Dalimunte
akhirnya menemukan sosok itu. Menatap nanar tubuh besar (tapi
pendek) itu. Yang terbaring lemah di atas ranjang. Mamak Lainuri
duduk di sebelahnya, menoleh karena mendengar seruan-seruan
dari luar (Liye, 2008:152).

c. Plenary Hall Simposium Internasional Fisika

Plenary Hall merupakan tempat diadakan simposium internasional


fisika. Pada simposium tersebut Dalimunte menjadi pembicara utama atas
penelitiannya mengenai "Pembuktian Tak Terbantahkan Bulan yang
Pernah Terbelah". Berikut merupakan kutipan yang menyakatan hal
tersebut:

Muka-muka tertoleh. Penuh rasa ingin tahu. Mereka belum pernah


melihat istri sang Profesor, meski dengan begitu banyak publisitas
selama ini. Tersenyum. Wanita cantik berkerudung yang duduk di
sebelah sang Profesor, baris kedua dari depan itu ikut balas
tersenyum, layar LCD raksasa di depan plenary hall menayangkan
paras cantiknya. Mengangguk anggun. Sedikit bersemu merah
(Liye, 2008:8).

23
Meninggalkan berlarik tanya dari lima ratus peserta simposium
internasional fisika itu. Bagaimana dengan gelombang
elektromagnetik tadi? (Liye, 2008:18).

d. Pesawat Airbus 3320

Pesawat Airbus 3320 merupakan latar tempat Ikanuri dan Wibisana


melakukan penerbangan ke Italia. Di dalam pesawat tersebut, Ikanuri dan
Wibisana serta 298 penumpang lainnya tengah bersiap-siap untuk turun
dari pesawat yang akan mendarat. Kutipan yang menjelaskan latar di
pesawat Airbuss 3320 yaitu:

PESAWAT AIRBUS 3320 milik maskapai penerbangan Italiano


Sky itu melesat membelah pesisir Eropa. Malam hari. Pukul 19.30
di sini. Speaker di pesawat memperdengarkan suara merdu sang
pramugari yang lembut menyapa penumpang: "... Signore e
signori, Vaereo atterera tra 5 minuti all'aeroporto di Roma. Si prega
di allaciare di cinture di skurezza... Informiamo i signori pesseggeri
che e tra Giacarta e Roma vi sono sette ore di differenza. Senior &
Seniorita, pesawat akan segera mendarat di Bandara Roma lima
menit lagi. Harap kenakan sabuk pengaman Anda.... Perbedaan
waktu Jakarta dan Roma" (Liye, 2008:19).

e. Puncak Semeru

Puncak Semeru adalah tempat Yashinta melakukan pengamatan


terhadap burung Peregrin (alap-alap kawah). Yashinta beserta teman
penelitianya sedang mengamati Penregrin varian baru untuk diteliti dan
memetakan perangai dan tingkah laku alap-alap kawab varian baru.
Berikut kutiapn yang menyatakan hal tersebut:

DUA PULUH RIBU kilometer dari langit malam kota Roma yang
cemerlang oleh cahaya. Di sini, pagi justru sedang beranjak
meninggi. Pukul 06.00. Udara berkabut. Putih membungkus
puncak Semeru. Pemandangan luas menghampar begitu
memesona. Tebaran halimun yang indah. Empat gunung di
sekitarnya terlihat menjulang tinggi, mengesankan melihatnya.

24
Berbaris. Gunung Bromo. Tengger. Merbabu. Seperti serdadu. Uap
mengepul dari kawah Semeru. Angin mendesing lembut. Samudera
Indonesia memperelok landsekap, terlihat terbentang nun jauh di
sana. Membiru. Sungguh pemandangan yang hebat (Liye,
2008:25).

f. Sungai

Terdapat beberapa kejadian yang terjadi di sungai. Kejadia tersebut


di antaranya:

1. Sungai Tempat Yashinta Melihat Berang-Berang

Demi memenuhi rasa penasaran Yashnta terhadap anak berang-


berang, Laisa mengajak Yashinta melihat langsung ke sungai. Mereka
berangkat melihat anak berang-berang pada pagi hari. Berikut kutipan
yang menyatakan latar tempat yang menggambarkan hal tersebut:

Kak Laisa melanjutkan langkahnya pelan-pelan. Yashinta


mengerti, tidak perlu dijelaskan dua kali, ikut melakukannya.
Menghilangkan suara kecipak kaki di atas air. Lima belas meter.
Kak Laisa melangkah mengendap-endap menaiki tepi sungai.
Yashinta tanpa banyak bicara ikut. Kalau sudah begini, berang-
berang itu pasti sudah dekat, deh. Yashinta nyengir lebar. Juga ikut
mendekam di balik sebatang pohon besar, di belakang Kak Laisa
(Liye, 2008:44).

2. Pinggiran Sungai Tempat Dalimunte Membuat Kincir Air

Untuk mengatasi masalah irigasi di kampung, Dalimunte


berencana membuat kincir air. Kincir air tersebut diharapkan dapat
mengangkat air sungai ke kampung. Demi membuat kincir air, Dalimunte
memberanikan diri untuk membolos sekolah. Sepanjang pagi itu
Dalimunte membuat kincir air di tepian sungai sendiri. Saat kincir belum
selesai dibuat, Dalimunte sudah tertangkap basah Laisa membolos. Laisa
segera memarahinya. Berikut kutipan yang menyatakan hal tersebut:

25
Dia melangkah ke pinggir sungai. Tersenyum senang melihat
pekerjaannya. Kincir itu mulai bergerak pelan mengikuti arus air.
Dan bumbung kosong bambu yang dibuat sedemikian rupa mulai
berputar, mengalirkan air sungai ke atas. Tumpah saat tiba di
putaran tertingginya. Berhasil! Anak kecil itu menyeringai lebar.
Masih perlu setidaknya empat kincir lagi hingga akhirnya tiba di
atas cadas sana, pagi ini dia harus menyelesaikan dua di antaranya.
Dengan demikian, setidaknya dia bisa membuktikan air-air ini bisa
dibawa ke atas dengan lima kincir bersambung. Bukan dengan
kincir raksasa yang selama ini selalu dianggap solusi terbaiknya.
Dia beranjak memasang pondasi balok-balok bambu berikutnya di
dinding cadas (Liye, 2008:58).

3. Pinggiran Hutan dan Sungai Tempat Yashinta Jatuh

Peristiwa terjatuhnya Yashinta terjadi saat Laisa mengajak


Yashinta mencari umbut rotan. Yashinta merasa kasihan terhadap Kak
Laisa karena kakinya masih sakit. Oleh karena itu, Yashinta memutuskan
untuk membawa umbut rotan lebih banyak demi mengurangi beban Laisa.
Saat Yashinta melewati jembatan kayu, dia terkejut oleh katak yang tiba-
tiba loncat ke perutnya. Karena kehilangan keseimbangan, Yashinta jatuh.
Berikut kutipan yang menyatakan latar sungai tempat Yashinta jatuh:

Mereka tiba di anak sungai yang lebih lebar. Harus meniti


jembatan kayu kecil untuk menyeberanginya. Yashinta kembali
bersenandung. Semakin lama, dua belas potong umbut rotan di
pundaknya semakin terasa ringan. Sayang, seekor kodok yang
sedang mematung di jembatan kayu itu tiba-tiba loncat. Yashinta
berseru kaget. Kodok itu cueknya justru loncat ke perut Yashinta.
Gadis kecil itu reflek menghindar. Celaka! Kakinya kehilangan
keseimbangan. Berdebum. Tubuhnya yang melintir terjatuh dari
atas jembatan (Liye, 2008:301).

g. Roma Termini (stasiun kereta api pusat)

Roma Termini merupaan stasiun kereta api pusat yang terdapat di


Italia. Di stasiun inilah Ikanuri dan Wibisana berangkat ke Paris untuk

26
melakukan penerbangan kembali ke Jakarta. Berikut kutipan yang
membuktikan latar tersebut:

Roma Termini (stasiun kereta api pusat) itu meski terhitung sepi,
karena orang-orang sibuk menonton pertandingan final sepak bola,
tapi tetap berisik oleh suara teng-tong-teng speaker pengumuman
(Liye, 2008:52).

h. Rumah Mamak Lainuri

Terdapat beberapa peristiwa yang terjadi di rumah Mamak Lainuri.


Rumah Mamak terletak paling ujung, paling tua, dan paling kecil pada saat
dua puluh tahun silam. Setelah kesuksesan kebun strawberry, rumah
tersebut direnovasi seperti villa. Berikut kutipan yang membuktikan latar
tersebut:

Lepas isya, setelah Dalimunte mengajak Ikanuri dan Wibisana


shalat di surau; dan kali ini dua sigung nakal itu menurut barulah
ruang tengah rumah panggung itu terasa lebih lega. Lampu canting
besar di dinding kerlap-kerlip. Ikanuri dan Wibisana belajar di atas
tikar pandan. Membaca, entah benaran membaca atau hanya pura-
pura agar tidak kena marah lagi. Mereka sekali dua saling berbisik
pelan, "...iya, itu katanya jalan pintas menuju kota kecamatan..."
"...aku dengar dari pemburu harimau di kota kecamatan tadi...".
Terdiam saat Mamak menoleh. "...lewat jalan itu lebih cepat..."
(Liye, 2008:71)

i. Balai Kampung

Balai kampung merupakan tempat para penduduk mengadakan


rapat tahunan atau pertemuan mendadak, seperti penyuluhan mahasiswa
KKN. Di balai kampung itulah Dalimunte mengusulkan ide lima kincir
airnya. Berikut kutipan yang membuktikan latar tersebut:

Balai kampung itu sudah ramai saat mereka tiba. Pertemuan


sengaja dilakukan sepagi mungkin, biar selepas acara, mereka

27
masih sempat bekerja di ladang. Kursi-kursi bambu berjejer rapi.
Sudah disiapkan sejak semalam oleh pemuda kampung (Liye,
2008:79).

j. Pegunungan Alpen Swiss

Pegunungan Alpen Swiss merupakan tempat kejadian saat kereta


yang dinaiki Ikanuri dan Wibisana terjebak oleh longsor. Hal tersebut
membuat perjalanan Ikanuri dan Wibisana menuju Paris terhenti. Berikut
kutipan yang membuktikan latar tempat pegunungan Alpen, Swiss:

"Kami persis di pegunungan Alpen, Swiss. Ya ampun, ini benar-


benar sialan semua urusan ini Ada longsor yang menimbun jalan
kereta! SWISS. Kami di SWISS, bukan ITALIA, PROFESOR.
Hallo? Hallo? Tidak. Kami tidak berangkat dari Roma. Sepakbola
sialan ini membuat semua penerbangan dari kota-kota di Italia
penuh hingga dua hari ke depan. Terpaksa berangkat dari Paris.
PARIS, bukan SWISS" (Liye, 2008:83).

k. Bandara

Terdapat beberapa peristiwa yang terjadi di bandara. Salah satu


peristiwa yang terjadi di bandara yakni saat Dalimunte mengejar Cie Hui
yang hendak berangkat ke Cina. Berikut kutipan yang menjelaskan latar
bandara:

Dan saat mereka akhirnya tiba di bandara, mereka benar-benar


terlambat. Bertanya rusuh tentang jadwal penerbangan. Memaksa
masuk pintu check-in. Dua petugas yang menjaga pintu
pemeriksaan terlihat bingung menghadapi seruan-seruan memaksa
Yashinta. Wajah mengeras Ikanuri dan Wibisana. Wajah tegang
memohon Dalimunte. Berhasil. Kak Laisa seperti biasa dengan
tatapan mata, akhirnya berhasil mcmbujuk petugas. Berlarian
menuju ruang tunggu bandara (Liye, 2008:225).

l. Kabin Kereta Ekspres Eurostar

28
Kabin kereta ekspres Eurostar merupakan kabin tempat Ikanuri dan
Wibisana naik kereta menuju Paris. Berikut kutipan yang menjelaskan
latar tersebut:

Ikanuri dan Wibisana tak terlalu mendengarkan tawa riang penjaga


itu, sudah membawa koper masuk. Melangkah di sepanjang lorong.
Mencari nomor kabin mereka. Melihat interior kereta, mereka
segera menyadari, setidaknya kereta ini lebih dari cukup untuk
beristirahat setelah penerbangan belasan jam. Menurut gadis
penjaga counter tadi, butuh waktu setidaknya dua belas jam untuk
tiba di Paris, Perancis. Melewati setidaknya dua ibukota negara-
negara eksotis Eropa. Andai saja situasinya lebih baik, mungkin ini
bisa jadi perjalanan hebat, bisa menjadi trip perayaan atas
suksesnya kesepakatan bisnis dengan produsen mobil balap itu
(Liye, 2008:55-56).

m. Kebun Wak Burhan

Kebun Wak Burhan merupakan tempat kejadian Ikanuri dan


Wibisana mencuri mangga. Di sana jugalah terjadi pertengkaran antara
Laisa dengan Ikanuri. Kutipan yang menjelaskan latar tersebut adalah:

Setengah jam lagi berlalu. Ikanuri dan Wibisana tidak ada di


pondok rumbia ladang mereka. Laisa mendengus sebal.
Meneruskan langkah kaki. Harapan satu-satunya, dua anak nakal
itu sudah kembali ke pinggir sungai setelah berpuas diri bermain.
Saat itulah, saat Laisa mulai putus asa, tanpa sengaja sudut
matanya yang terlatih menangkap gerakan dedaunan pohon
mangga kebun Wak Burhan, di kejauhan lembah. Tidak lazim.
Angin tidak akan membuat cabangnya bergoyang sedemikian rupa.
Dan tidak ada uwa atau monyet yang sampai di sini, sungai dengan
cadas lima meter itu bagai "tembok besar" membuat kampung
mereka seolah terpisah dari hutan rimba (Liye, 2008:104).

n. Gunung Kendeng

29
Gunung Kendeng merupakan tempat terkepungnya Ikanuri dan
Wibisana oleh tiga harimau. Di tempat itu juga Laisa menunjukkan
pengorbanannya untuk menyelamatkan adik-adiknya. Beriku kutipan yang
menjelaskan latar tersebut:

Gerakan Laisa dan Dalimunte jauh lebih cepat. Karena mereka


langsung menuju satu titik. Gunung Kendeng. Semakin masuk ke
dalam hutan, pepohonan semakin lebat. Golok di tangan Laisa
tangkas memotong semak belukar yang menghalangi langkah.
Sudah sejak dua jam lalu jalan setapak yang biasa digunakan
penduduk mencari damar, rotan, menghilang. Mereka harus
menerabos semak belukar, belalai rotan, dan tumbuhan berduri
lainnya. Jarang sekali ada penduduk yang merambah hingga ke
atas gunung. Jalan setapak hanya ada di tempat-tempat biasa merek
menyadap damar, mencari rotan, menangkap kumbang, dan
sebagainya (Liye, 2008:123-124).

o. Kebun Mamak Lainuri

Kebun Mamak Lainuri merupakan ladang uang bagi keluarga


Mamak Lainuri. Di kebun itulah Mamak, Laisa, Dalimunte, Ikanuri,
Wibisana, dan Yashinta bercocok tanam dan menghasilakan uang. Uang
itulah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keperluan
sekolah anak-anak Mamak. Kutipan yang menjelaskan latar kebun adalah:

"HUUUU!" Mamak membalas teriakan Dalimunte. Kempat adik-


kakak itu menuruni lereng landai kebun. Di Lembah Lahambay,
teriakan seperti itu lazim. Untuk saling memberitahu posisi.
Dengan suara seperti pekikan burung (Liye, 2008:155-156).

p. Paris International Airport

Paris International Airport merupakan bandara tempat Ikanuri dan


Wibisana terbang menuju Jakarta. Di bandara itu Ikanuri dan Wibisana
istirahat sejenak setela perjalanan non-stop yang melelahkan. Kutipan
berikut menjelaskan latar tersebut:

30
Layar raksasa penunjuk jadwal dan status penerbangan di langit-
langit gedung ultramodern Paris International Airport
memamerkan kecanggihannya. Tidak kurang tiga puluh baris
jadwal penerbangan terpampang otomatis di layar tersebut (Liye,
2008:174).

q. Stasiun Gare de Nord Paris

Stasiun Gare de Nord merupakan stasiun pemberhentian kereta


Eurostar yang ditumpangi Ikanuri dan Wibisana. Kutipan berikut
menjelaskan latar tersebut:

...Tadi kereta Eurostar tiba di stasiun Gare de Nord, Paris pukul


05.30 (hanya terlambat setengah jam, meski terhenti oleh
longsoran itu selama dua jam). Mereka shalat shubuh di kabin
kereta. Lantas langsung meluncur menuju bandara. Menumpang
subway Paris-Bandara. Segera check-in (Liye, 2008:174).

r. Rumah Keluarga Cie Hui

Saat Dalimunte memutuskan untuk melintasi Laisa dan menikahi


Cie Hui, maka dengan segera Dalimunte beserta semua keluarganya
menuju ke rumah Cie Hui. Setibanya mereka di rumah tersebu, ternyata
Cie Hui sudah berangkat ke bandara untuk pergi ke Cina. Kutipan berikut
merupakan penjelasan dari latar rumah Cie Hui:

Rumah keluarga Cie Hui di kota kecamatan kosong. "Maaf, Nak


Dali, justru Nona Cie Hui yang memaksa agar perjodohan itu
segera dilangsungkan. Memaksa mereka berangkat segera dini hari
tadi...." Pembantu rumah Cie Hui menjelaskan terbata-bata, ikut
merasa sedih. Dalimunte mengeluh tertahan. Dia sungguh telah
membuat kesalahan besar. Rasa putus asa yang besar karena
menunggu bertahun-tahun itu berubah menjadi kebencian sekarang
(Liye, 2008:224).

s. Mobil Ikanuri dan Wibisana

31
Demi mengejar Cie Hui ke bandara, Dalimunte menggunakan
mobil milik Ikanuri dan Wibisana. Semua keluarga naik mobil tersebut ke
bandara demi mengejar Cie Hui yang hendak pergi ke Cina. Kutipan
berikut menjelaskan latar tersebut:

Yashinta berteriak-teriak menyuruh Ikanuri lebih cepat lagi.


"Cepat, Kak. Lebih cepat. Katanya nih mobil sudah dimodifikasi
macam mobil balap. Ini mah siput saja lebih cepat!" Mereka sudah
tertinggal empat jam di belakang. Ikanuri yang sialnya masih
mengenakan sarung mengeluarkan gumam tak jelas. Tersinggung
dengan teriakan Yashinta. Berlima mereka memadati mobil
modifikasi bengkel Ikanuri dan Wibisana tersebut. Mamak
menunggu di rumah (Liye, 2008:223-224).

t. Ruang Wisuda Yashinta

Yashinta lulus dari kuliah S1-nya. Dia lulus dengna predikat


cumlaude. Yashinta mewakili teman-teman wisudawan untuk memberikan
sambutan di aula besar tersebut. Kutipan berikut membuktikan latar
tempat ruang wisuda Yashinta:

Aula besar itu lengang. Tidak ada yang tahu siapa sesungguhnya
Kak Laisa. Apa perannya datam cerita yang disebutkan Yashinta.
Tapi ucapan itu amat tulus, dari hati yang menjadi saksi langsung
atas masa lalu tersebut. Maka sempurna sudah kalimat Yashinta
membuat yang lain tersentuh. Menggantung di langit-langit ruang
wisuda. Kak Laisa mengusap pipinya yang basah (Liye, 2008:241).

u. Rumah Sakit

Saat Mamak sakit, dia dirawat di rumah sakit kota provinsi.


Keluarga Mamak tidak menyangka jika Mamak akan mengidap sakit
keras. Sejak dulu Mamak selalu terlihat sehat menjalani rutinitas yang
berat sekalipun. Kutipan berikut membuktikan latar rumah sakit:

32
Mereka tiba di bandara kota provinsi hampir bersamaan. Ikanuri
langsung mengemudikan mobil balap modifikasi yang diantar
karyawan bengkelnya. Menuju rumah sakit kota provinsi dengan
kecepatan tinggi. Mamak dirawat di sana. Berlarian sepanjang
koridor. Sejenak tidak mempedulikan Intan (yang teganya) malah
puf di saat-saat penting tersebut membuat bau tidak sedap dalam
mobil balap Ikanuri.l Menerobos pintu paviliun. Dan langkah-
langkah mereka terhenti. Berdiri terdiam, berusaha mengendalikan
nafas, di depan pintu ruang rawat Mamak. Lihatlah, Mamak
terbaring lemah di atas ranjang. Pucat. Kak Laisa yang duduk
menunggui berdiri melihat adik-adiknya datang (Liye, 2008: 277-
278).

v. Gala Dinner di Convention Center

Di Gala Dinner untuk pertama kalinya Yashinta bertemu dengan


Goughsky. Pertemuan yang langsung membuat kesan tidak baik bagi
Yashita. Gala dinner tersebut diadakan oleh institusi donor konservasi
alam terbesar dunia. Kutipan berikut menjelaskan latar tersebut:

Mereka sedang berdiri di ramainya gala dinner yang diadakan


institusi donor (pemberi dana) konservasi alam terbesar dunia. Di
convention center salah satu hotel mewah London. Sejak bekerja
menjadi peneliti lingkungan hidup, Yashinta sering terlibat dalam
acara seperti ini. Mencari pendanaan untuk proyek konservasi dan
penelitian flora-fauna langka di Indonesia. Termasuk minggu-
minggu ini saat menghadiri pertemuan aktivis di London (Liye,
2008: 316).

w. Basecamp

Dampak dari satu timnya Yashinta dan Goughsky yakni mereka


harus berada satu basecamp dengan peneliti lokal lainnya. Basecamp
tersebut dibangun di Taman Nasional Gunung Gede. Basecamp tersebut
juga dilengkapi dengan berbagai peralatan untuk penelitian. Kutipan
berikut menjelaskan latar tersebut:

33
Maka setahun terasa bagai seabad bagi Yashinta. Proyek itu
dimulai segera sekembalinya mereka dari pertemuan di London.
Basecamp konservasi dibangun di Taman Nasional Gunung Gede.
Berbagai peralatan didatangkan. Mereka didukung oleh sebelas
peneliti lokal, dari berbagai universitas sekitar. Juga petugas
Taman Nasional, institusi terkait, dan penduduk setempat (Liye,
2008:320).

2. Latar Waktu

Latar waktu yang mendasari jalan cerita novel Bidadari-Bidadari


Surga yakni sekarang dan 25 tahun silam. Latar waktu sekarang
menceritakan tentang perjalanan adik-adik Laisa untuk dapat pulang ke
Lembah Lahambay demi menemui Laisa yang sakit parah. Kutipan yang
menjelaskan latar waktu sekarang, yaitu:

Bagai meteor yang terbelah, pecahan itu berpendar-pendar sejuta


warna menghujam keempat penjuru dunia. Empat nomor telepon
genggam! Tak peduli di manapun itu berada. Tak peduli sedang
apapun pemiliknya. Kabar itu segera terkirimkan. Melesat mencari
empat nomor telepon genggam yang dituju. Pulanglah anak-
anakku! Untuk pertama dan sekaligus untuk terakhir kalinya, kakak
kalian membutuhkan kalian (Liye, 2008:3).

Latar waktu 25 tahun silam merupakan flashback perjalanan


Mamak, Laisa, Dalimunte, Wibisana, Ikanuri, dan Yashinta menjalani
hidup dari susah menjadi nyaman. Berikut kutipan yang menjelaskan
kedua latar waktu tersebut:

Berpilin. Berputar. Terlemparkan. Dua puluh lima tahun silam.


Kenangan-kenangan itu kembali sudah. Di sini juga angin selalu
bertiup menyenangkan. Tidak pagi. Tidak siang. Tidak juga
malam. Tapi sepanjang hari, sepanjang malam. Angin selalu
berhembus lembut membelai anak-anak rambut (Liye, 2008:38).

3. Latar Sosial

34
Dibesarkan di lembah yang identik dengan semua
kesederhanaannya, Laisa, Dalimunte, Wibisana, Ikanuri, dan Yashinta
tumbuh menjadi anak-anak yang dapat diandalkan. Walau mereka awalnya
tidak mampu, tetapi berkat pemahaman dan teladan dari Mamak, mereka
bisa menjadi orang sukses dengan bidang masing-masing. Kutipan berikut
menjelaskan keadaan tersebut:

Tentu saja semua itu hasil dari proses yang baik. Tidak ada anak-
anak di dunia yang instant tumbuh seketika menjadi baik. Masa
kanak-kanak adalah masa 'peniru'. Mereka memperhatikan,
menilai, lantas mengambil kesimpulan. Lingkungan, keluarga, dan
sekitar akan membentuk watak mereka. Celakalah, kalau proses
'meniru' itu keliru. Contoh yang keliru. Teladan yang salah.
Dengan segala keterbatasan lembah dan kehidupan miskin, anak-
anak yang keliru meniru justru bisa tumbuh tidak terkendali (Liye,
2008:335).

Dan proses bercerita itu dilengkapi secara utuh dengan teladan.


Kerja keras. Berdisiplin. Laisa sejak umur dua belas tahun, terbiasa
bangun jam tiga shubuh. Shalat malam bersama Mamak, lantas
membantu di dapur. Sejak kecil Mamak mengajarkan ritus agama
yang indah kepada mereka. Shalat maiam salah satunya. "Lais,
seandainya kita bisa mengukurnya seperti timbangan beras, shalat
malam yang baik seharga seluruh dunia dan seisinya." (Liye,
2008:335-336).

e. Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan cara pengarang berperan dalam ceita.


Sudut pandang yang digunakan oleh pengarang dalam novel Bidadari-
Bidadari Surga merupakan sudut pandang orang ketiga. Berdasarkan sudut
pandang tersebut, pengarang berperan di luar cerita. Pengarang menjadi
pengamat yang mengetahui segala jalan cerita dan mampu berdialog
dengan pembaca. Salah satu ciri penggunaan sudut pandang tersebut yakni
melalui penggunaan kata sapaan diaan dalam penceritaan cerita. Berikut
penggunaan kata sapa diaan dalam novel tersebut:

35
Tapi entah kenapa, saat semua peserta bersiap menunggu gagasan
hebat, jawaban atas pertanyaan itu, menunggu penjelasan apa yang
akan disampaikan profesor muda di depan mereka. Saat Dalimunte
telah meletakkan kembali gelasnya. Kembali menunjuk slide yang
terpampang di layar LCD raksasa. Bersiap menjelaskan progress
penelitiannya. Dalimunte malah mendadak terdiam. Pelan
menurunkan kembali tangannya yang memegang pointer layar
LCD (Liye, 2008:17).

f. Amanat

Dari keseluruhan isi novel Bidadari-Bidadari Surga, kita dapat


mengambil amanat (hikmah) yang patut kita jadikan teladan. Amanat-
amanat tersebut diantaranya:

1. Rasa saling menyayangi anggota keluarga

Sebagai makhluk sosial, hendaknya kita bisa saling menghormati


dan menghargai sesama, terlebih terhadap keluarga kita. Laisa
mengajarkan kepada kita bahwa rasa sayangnya terhadap keluarganya
mengalahkan segala rasionalitas. Apapun bisa dia lakukan demi
keluarganya, mulai dari menerobos hujan deras, melawan harimau, sampai
malawan rasa sakit yang diderita. Keadaa tersebut dijelaskan dalam
kutipan:

...Laisa kalap, tangannya gemetar, kakinya apalagi. Tapi rasa cinta


yang besar itu membungkus segenap ketakutan. Adik-adiknya,
dimanapun saat ini dua sigung nakal itu berada.... mereka
membutuhkan dia, kakaknya (Liye, 2008:124).

2. Kerja keras yang selalu membuahkan hasil

Setiap kerja keras yang dilakukan pasti akan membuahkan hasil


yang baik. Itulah yang selalu dikerjakan Laisa. Dia selalu bekerja keras
demi adik-adiknya. Sepanjang hari Laisa bekerja di ladang. Saat Laisa

36
mengganti ladang jagung menjadi kebun strawberry memang awalnya
tidak berhasil. Laisa tidak menyerah begitu saja. Belajar dari kegagalan,
dia bekerja keras lagi menanami kebun dengan buah strawberry. Dan hasil
kerja kerasnya selama berbulan-bulan menghasilkan panen strawberry
yang sangat bagus. Keadaan tersebut digambarkan pada kutipan:

Empat bulan berlalu, setelah hari-hari terpanggang matahari saat


menyiapkan polybag-polybag baru; mengejar-ngejar Ikanuri dan
Wibisana yang masih saja bandel bolos sekolah; memasukkan
pupuk kandang ke dalam polybag, meneriaki Ikanuri dan Wibisana
yang sibuk mencuri mangga, membersihkan gulma dan hama, (dan
lagi-lagi mengejar-ngejar Ikanuri dan Wibisana yang tidak kapok-
kapoknya bolos sekolah) lepas musim penghujan yang dulu
menggenangi polybag, kabar baik itu akhirnya tiba. Empat ratus
pohon strawberry merekah subur dari kantong-kantong plastik
hitam. Bukan main. Empat bulan berlalu lagi, hari-hari dihabiskan
dengan kerja keras, pagi-sore di kebun, bahkan Kak Laisa baru
pulang saat adzan magrhib terdengar, telaten merawat satu demi
satu batangnya. Mencurahkan seluruh perhatian ke kebun satu
hektar itu (Liye, 2008:184).

3. Penerimaan terhadap semua takdir Tuhan

Laisa tidak pernah mengeluh atas keadaan yang menimpanya. Dia


selalu menerima semua hal yang menimpanya dengan ikhlas. Dia selalu
menanggapi semua keadaannya dengan sangat sederhana. Dia tidak pernah
memikirkan dirinya sendiri, yang ada dipikiran Laisa hanya
membahagiakan adik-adiknya. Hal tersebut patut kita jadikan teladan. Di
saat kita sering mengeluh atas ketetapan Tuhan, Laisa justru dengan ikhlas
menerima semua takdirnya dengan lapang dada. Keadaan berikut
menjelaskan amanat penerimaan terhadap semua takdir Tuhan:

Pertanyaan itu, pertanyaan yang selalu dia ingin sampaikan,


ternyata sederhana sekali jawabannya. Kak Laisa tidak pernah
sekalipun berkeberatan dengan takdir kehidupannya (Liye,
2008:221).

37
4. Pengorbanan yang tulus

Semua pengorbanan yang dilakukan Laisa untuk orang yang


disayanginya dilakukan dengan hati yang tulus. Dia juga tidak pernah
mengharapkan balasan atas pengorbanan tersebut. Dia ikhlas berkorban
untuk adik-adiknya. Berikut kutipan yang menjelaskan amanat itu:

Mulai shubuh itu, Mamak tahu persis satu hal. Laisa yang
bersumpah membuat adikadiknya sekolah menjadikan sumpah itu
seperti prasasti di hatinya. Tidak. Laisa tidak pernah menyesali
keputusannya. Tidak mengeluh. Ia melakukannya dengan tulus.
Sepanjang hari terpanggang terik matahari di ladang. Bangun jam
empat membantu memasak gula aren. Menganyam rotan hingga
larut malam. Tidak henti, sepanjang tahun. Mengajari adikadiknya
tentang disiplin. Mandiri. Kerja keras. Sejak kematian Babak
diterkam harimau, Mamak sungguh tidak akan kuasa membesarkan
anak-anaknya tanpa bantuan putri sulungnya, Laisa. Semua
kesulitan hidup masa kecil itu. Laisa membantunya melaluinya
dengan wajah bergeming. Wajah yang tidak banyak mengeluh
(Liye, 2008:161).

38
3.2. Analisis Sekuen

3.2.1. Urutan Tekstual

1. Mamak Lainuri akan mengirim pesan untuk anak-anaknya untuk


segera pulang

2. Dalimunte mendapat pesan di ruangan simposium fisika internasional


2.1. Moderator menjelaskan sosok Dalimunte
2.2. Moderator menjelaskan hasil temuan Dalimunte
2.3. Moderator mengundang Dalimunte ke atas panggung
2.4. Dalimunte memakai gelang pemberian putrinya Intan
2.5. Dalimunte merasa tidak siap karena publisitas, namun istrinya
menyemangatinya
2.6. Dalimunte berdiri di atas panggung
2.6. Dalimunte berterima kasih atas undangan Moderator
2.7. Moderator mencandai Dalimunte
2.8. Dalimunte tidak jadi membahas topik tentang bulan terbelah
dua
2.9. Dalimunte membahas tentang Badai Ekktromagnetik Antar
Galaksi menjelang hari kiamat
2.10. Dalimunte bercerita tentang hari kiamat
2.11. Dalimunte membandingkan teknologi masa kini dengan masa
lalu
2.12. Dalimunte menjelaskan dampak badai elektronik kepada
peralatan masa kini
2.13. Telepon genggam Dalimunte berdering
2.14. Dalimunte membuka pesan singkat dari Hp-nya
2.15. Dalimunte meminta maaf karena mengganggu jalannya acara
2.16. Dalimunte turun dari panggung
2.17. Dalimunte meninggalkan simposium bersama istrinya

39
3. Ikanuri dan Wibisana mendapat pesan di bandara Italia

3.1. Pesawat airbus 3320 mendarat lima menit lagi


3.2. Wibisana membangunkan Ikanuri
3.3. Ikanuri bangun dari tidur
3.4. Ikanuri menceritakan mimpinya yang dikejar-kejar Laisa
3.5. Ikanuri dan Wibisana tertawa
3.6. Wibisana mendorong laptop
3.7. Wibisana menemukan titipan Juwita, anaknya
3.8. Wibisana dan Ikanuri tertawa membaca pesanan anaknya
3.9. Wibisana dan Ikanuri menceritakan anak-anak mereka masing-
masing
3.10. Pesawa airbus 3320 meluncur di landasan
3.11. Wibisana dan Ikanuri sama mendapat SMS dari telepon
keluarga mereka
3.12. Ikanuri menanyakan penerbangan kembali ke Jakarta kepada
maskapai

4. Yashinta mendapat SMS di Puncak Semeru

4.1. Yashinta melihat pemandangan dengan teropong


4.2. Yashinta memanggil teman-temannya setelah melihat burung
alap-alap kawah
4.3. Yashinta beserta koleganya meliat burung alap-alap memangsa
buruannya
4.4. Yashinta memfoto burung alap-alap kawah
4.5. HP-nya tiba-tiba berdering
4.6. Yashinta pamit pulang dengan koleganya
4.7. Yashinta berlarian menuruni lereng terjal

40
5. Dalimunte menjemput anaknya dari sekolah

5.1. Intan tidak mau diajak pulang


5.2. Setelah dirayu akan pulang ke neneknya, Intan bersedia pulang

6. Ikanuri dan Wibisana terlambat pulang karena ada pertandingan sepak


bola

6.1. Ikanuri bertanya kepada ke maskapai penerbangan ke Jakarta


6.2. Maskapai penerbangan menyarankan penerbangan dari
bandara lain
6.3. Maskapai menyarankan berangkat dari Paris

7. Yashinta menuruni gunung


7.1. Dua rekan Yashinta memanggil Yashinta
7.2. Yashinta terburu-buru pergi
7.3. Yashinta mengenang masa lalu

8. Laisa mengajak Yashinta melihat berang-berang

8.1. Yashinta menanyakan tempat berang-berang


8.2. Yashinta dan Laisa memasuki hutan
8.3. Yashinta menanyakan lagi tempat berang-berang
8.4. Mamak Lainuri berpesan agar hati-hati di jalan
8.5. Wibisana dan Ikanuri mengejek Yashinta yang ingin melihat
berang-berang
8.5. Mamak Lainuri memarahi Wibisana dan Ikanuri
8.6. Yashinta dan Laisa berpamitan kepada Mamak Lainuri
8.7. Di tengah hutan, Yashinta menanyakan lagi berang-berangnya
8.8. Laisa memperlihatkan berang-berang kepada Yashinta

41
9. Yashinta bertemu dengan teman-temannya

9.1. Yashinta meneruskan perjanannya lagi dengan bergegas

10. Dalimunte bersiap berangkat ke kampung halaman

10.1. Intan mencari hamsternya, Rio


10.2. Istri Dalimunte membujuk Intan untuk meninggalkan
hamsternya
10.3. Intan menemukan hamsternya
10.4. Dalimunte berangkat dengan mobil sport
10.5. Dalimunte kembali lagi karena tas istrinya ketinggalan
10.6. Dalimunte berangkat kembali
10.7. Dalimunte kembali lagi karena tas Intan ketinggalan
10.8. Dalimunte berangkat kembali
10.9. Dalimunte kembali lagi karena laptopnya ketinggalan
10.10. Dalimunte berangkat

11. Wibisana dan Ikanuri memutuskan berangkat ke paris dengan kereta


ekspres

11.1. Wibisana dan Ikanuri membatalkan pertemuan bisnis untuk


besok
11.2. Wibisana dan Ikanuri keluar dari bandara Roma
11.3. Wibisana dan Ikanuri memanggil taksi
11.4. Wibisana dan Ikanuri berencana menaiki kereta ekspres lintas
negara, Eurostar
11.5. Di konter tiket, Wibisana dan Ikanuri berbincang dengan
penjaga tiket tentang Bali
11.6. Wibisana dan Ikanuri berangkat ke Paris

42
12. Laisa memarahi Dalimunte karena membolos sekolah

12.1. Dalimunte membuat kincir air di pinggir sungai


12.2. Laisa menemukan Dalimunte
12.3. Laisa menceramahi Dalimunte
12.4. Laisa memukul Dalimunte dengan rotan
12.5. Yashinta menanyakan luka Dalimunte

13. Dalimunte berada di pesawat

13.1. Intan menanyakan Dalimunte tentang kediamannya


13.2. Intan merasa bersalah karena hamsternya
13.3. Dalimunte menghibur Intan
13.4. Dalimunte menjelaskan tentang keberangkatannya karena
Laisa sakit

14. Ikanuri dan Wibisana menghadiahkan Yashinta krayon 12 warna

14.1. Laisa tiba di rumah


14.2. Laisa melaporkan Dalimunte yang membolos kepada Mamak
Lainuri
14.3. Ikanuri dan Wibisana pulang membawa bungkusan
14.4. Dalimunte mengajak Ikanuri dan Wibisana shalat Isya
14.5. Setelah Dalimunte, Ikanuri, dan Wibisana pulang, Yashinta
menanyakan sekolahnya
14.6. Mamak Lainuri mengizinkan Yashinta sekolah
14.7. Saat sebelum tidur, Ikanuri memberikan krayon kepada
Yashinta

15. Keluarga menghadiri pertemuan warga

43
15.1. Wak Burhan mengumandangkan adzan shubuh
15.2. Dalimunte membangunkan Ikanuri dan Wibisana
15.3. orang-orang desa melangkah menuju surau untuk shalat
shubuh
15.4. Dalimunte pulang dan Ikanuri dan Wibisana masih tidur
15.5. pagi-pagi semua oran pergi ke balai kampung
15.6. Wak Burhan memulai pertemuan
15.7. warga membahas perambahan hutan
15.8. Wak Burhan menawarkan ada orang yang akan
mengemukakan pendapatnya
15.9. Dalimunte mengangkat tangan

16. Ikanuri menanyakan keadaan

16.1. Ikanuri menelepon Dalimunte untuk mengupdate keberadaan


16.2. Sementara Dalimunte sampai di bandara menuju ke Lembah
Lahambay
16.3. Dalimunte menuju ke Lembah Lahambay dengan sopir
perkebunan strawberry

17. Dalimunte mengusulkan idenya kepada penduduk desa

17.1. Wak Burhan menanyakan ide Dalimunte


17.2. Dalimunte menjelaskan sekali lagi
17.3. Warga meremehkan ide Dalimunte
17.4. Saat Dalimunte sudah menyerah mempertahankan idenya,
Laisa mendukung ide Dalimunte
17.5. Laisa menegaskan ide Dalimunte
17.6. Warga berubah pikiran
17.7. Saat ditanya siapa yang setuju dengan ide Dalimunte, semua
orang mengangkat tangan

44
18. Kereta berhenti di perjalanan

18.1. Ikanuri menelepon sekali lagi untuk menanyakan keberadaan


Dalimunte
18.2. Kereta yang dinaiki Ikanuri berhenti karena longsor
18.3. Ikanuri dan Wibisana turun dari kereta untuk melihat
pembersihan rel

19. Jasmin, Wulan, Juwita, dan Delima pergi ke Lembah Lahambay

19.1. Jasmin, Wulan, Juwita, dan Delima tiba di bandara kota


provinsi
19.2. Juwita dan Delima bertengkar karena berebut sepeda BMX
19.3. Jasmin dan Wulan memisahkan mereka
19.4. Jasmin, Wulan, Juwita, dan Delima menuju Lembah
Lahambay dengan mobil

20. Ikanuri dan Wibisana menjelek-jelekan Laisa

20.1. Warga desa melaksanakan ide Dalimunte


20.2. Ikanuri dan Wibisana tidak ada saat membangun kincir air
20.3. Laisa memeriksa di rumah untuk mencari Ikanuri dan
Wibisana, tetapi tidak bertemu
20.4. Laisa mencari ke mana-mana tetapi tidak bertemu dengan
Ikanuri dan Wibisana
20.5. Laisa menemukan Ikanuri dan Wibisana saat mencuri
mangga
20.6. Laisa marah-marah kepada Ikanuri dan Wibisana
20.7. Saat dipaksa pulang, Ikanuri dan Wibisana menolak

45
20.8. Ikanuri dan Wibisana melawan dengan menyebut Laisa
bukan kakak mereka
20.9. Ikanuri dan Wibisana mengatai Laisa jelek sambil pergi
meninggalkan Laisa

21. Ikanuri teringat dengan masa lalu

21.1. Kereta ekspress Eurostar berada di perbatasan Swiss-Prancis


dengan kecepatan tinggi
21.2. Saat Wibisana tidur, Ikanuri menangis karena mengingat-
ingat masa lalu saat mereka mengatai Laisa

22. Laisa tahu keberadaan Ikanuri dan Wibisana

22.1. Warga pulang setelah pekerjaan membangun kincir air selesai


22.2. Laisa ke rumah, tetapi tidak menemukan Ikanuri dan
Wibisana
22.3. Sudah larut malam Ikanuri dan Wibisana belum pulang
22.4. Wak Burhan bersama Laisa mengumpulkan warga
22.5. Wak Burhan membagi warga untuk mencari Ikanuri dan
Wibisana
22.6. Laisa gelisah
22.7. Dalimunte bertanya kepada Laisa
22.8. Laisa ikut mencari Ikanuri dan Wibisana, Dalimunte ikut
dengannya
22.9. Laisa tahu di mana Ikanuri dan Wibisana berada

23. Wibisana menanyakan kenapa Ikanuri menangis

23.1. Wibisana menanyakan kenapa Ikanuri menangis

46
23.2. Ikanuri menjelaskan kenapa ia menangis, karena mengingat
Laisa

24. Laisa melindungi adik-adiknya

24.1. Laisa mengetahui keberadaan Ikanuri dan Wibisana karena


intuisinya
24.2. Ikanuri dan Wibisana tersesat di dalam hutan
24.3. Tiga harimau mendatangi Ikanuri dan Wibisana
24.4. Laisa datang tepat waktu
24.5. Laisa berusaha mengusir harimau
24.6. Harimau-harimau meninggalkan Laisa, Dalimunte, Ikanuri,
dan Wibisana begitu saja

25. Lisa dan adik-adiknya selamat dari maut

25.1. Laisa dan adik-adiknya pulang


25.2. Laisa berjanji kepada adik-adiknya untuk mereka
berkehidupan layak

26. Ikanuri dan Wibisana berbicara dengan Laisa

26.1. Ikanuri dan Wibisana sampai di Paris


26.2. Ikanuri menelepon Mamak Lainuri
26.3. Ikanuri dan Wibisana berbicara dengan Laisa melalui telepon
26.4. Ikanuri menangis

27. Kincir air selesai dibuat

27.1. Kincir air selesai dibuat dan berhasil berputar


27.2. Semua Warga bersukacita

47
27.3. Wak Burhan memberikan mangga kepada penduduk
kampung

28. Dalimunte bertemu dengan Laisa

28.1. Dalimunte sampai di halaman rumah


28.2. Cie Hui, istri Daiimunte menurunkan Intan dari mobil
28.3. Hamster Intan keluar dari mobil
28.4. Dalimunte memasuki rumah yang sudah banyak orang
membacakan yasin
28.5. Dalimunte memasuki kamar Laisa yang penuh dengan
peralatan medis

29. Mahasiswa yang KKN datang ke kampung

29.1. Yashinta bercermin dengan memakai baju merah-putih


29.2. Setelah kejadian harimau, Ikanuri dan Wibisana menjadi
penurut
29.3. Mamak Lainuri memberitahukan kepada anak-anaknya ada
mahasiswa yang KKN di kampung mereka
29.4. Yashinta merasa tubuhnya tidak enak

30. Dalimunte melihat keadaan Laisa

30.1. Dalimunte menangis setelah melihat keadaan Laisa


30.2. Cie Hui, istri Dalimunte, dan Intan, anak Dalimunte
memasuki kamar
30.3. Semua orang menangis

31. Yashinta sakit, Laisa menolong

48
31.1. Rombongan mahasiswa berkumpul di balai desa
31.2. Yashita jauh sakit
31.3. Mahasiswa mengajukkan proyek listrik kincir air
31.4. Mahasiswa KKN pulang ke kampung atas
31.5. Laisa pulang, menemukan Yashinta semakin sakit
31.6. Karena sakit Yashinta sudah parah, Laisa berlari ke kampung
atas untuk bertemu dengan mahasiswa KKN agar mereka dapat
menyembuhkan Yashinta

32. Intan memberikan gelang karena kepada Laisa, kemudian Laisa


bertanya hamster Intan

33. Yashinta ditolong mahasiswa KKN

33.1. Laisa sampai ke mahasiswa KKN


33.2. Setelah menjelaskan Yashinta sakit, mahasiswa-mahasiswa
itu menolong

34. Wibisana dan Ikanuri menghubungi keluarga

34.1. Wibisana mengabari Ikanuri bahwa Dalimunte sampai ke


kampung
34.2. Karena tidak bisa menghubungi Yashinta, Wibisana
menghubungi Goughsky

35. Mamak menolak menanam strawberry di kebunnya

35.1. Mahasiswa berhasil menyalurkan listrik ke rumah-rumah


warga
35.2. Laisa membujuk Mamak Lainuri untuk menanam strawberry
di kebun, tetapi Mamak Lainuri menolak

49
35.3. Laisa pergi ke ladang
35.4. Dalimunte membujuk Laisa agar pulang

36. Laisa berhasil memanen strawberry

36.1. Mamak Lainuri memberikan izin menanam strawberry di


kebunnya
36.2. Laisa berusaha keras menanam strawberry
36.3. Laisa berhasil memanen strawberry

37. Dalimunte menemukan Cie Hui di perlombaan ilmiah

37.1. Laisa sukses dengan perkebunan strawberry-nya


37.2. Laisa mendatangi lomba karya ilmiah Dalimunte
37.3. Wibisana dan Ikanuri menghancurkan karya ilmiah
Dalimunte
37.4. Cie Hui membereskan karya ilmiah Dalimunte
37.5. Wibisana dan Ikanuri menggoda-goda Dalimunte yang
bersama dengan Cie Hui

38. Yashinta bersikukuh tidak mau sekolah yang kepala sekolahnya


menghina Laisa

39. Pernikahan Wak Burhan

39.1. Laisa merenovasi rumah


39.2. Warga kampung membantu acara pernikahan Wak Burhan
dengan janda tua
39.3. Laisa ikut membatu acara pernikahan
39.4. Laisa menyarankan agar Dalimunte menikah dengan Cie Hui

50
40. Dalimunte menolak melintasi (menikah dengan Cie Hui) Laisa

41. Jasmine, Wulan, Juwita, dan Delima tiba di Lembah Lahambay

41.1. Jasmine, Wulan, Juwita, dan Delima bertemu dengan Laisa


41.2. Jasmine dan Wulan menyalami Dalimunte
41.3. Juwita dan Delima bertemu dengan Intan

42. Laisa menceramahi adik-adiknya agar menikah

42.1. Cie Hui memohon kepada Mamak Lainuri dan Laisa agar
dinikahkan dengan Dalimunte karena dia akan dijodohkan dengan
lelaki lain di China
42.2. Laisa menelepon Dalimunte agar pulang ke Lembah
Lahambay
42.3. Laisa juga mengumpulkan semua adik-adiknya
42.4. Laisa menceramahi adik-adiknya agar cepat-cepat menikah
dan tidak perlu menghiraukannya yang belum mendapat jodoh

43. Laisa merenungi nasibnya

43.1. Laisa sendirian berdiri di lereng kebun strawberry


43.2. Dalimunte bergabung dengan Laisa
43.3. Dalimunte dan Laisa berbincang tentang keluarga

44. Dalimunte memutuskan untuk menikah

44.1. Dalimunte mendapat kabar bahwa Cie Hui sudah pergi ke


China
44.2. Dalimunte cepat-cepat mengabari Cie Hui dengan mobil
Ikanuri dan Wibisana

51
44.3. Dalimunte sampai ke bandara, tetapi pesawatnya sudah
berangkat
44.4. Ternyata Cie Hui dan keluarganya tidak jadi berangkat

45. Dalimunte menikah dengan Cie Hui

46. Dalimunte berusaha menjodohkan Laisa

46.1. Dalimunte menjodohkan Laisa dengan kakak kelasnya


46.2. Setelah kakak kelasnya melihat Laisa, dia tidak jadi
meminangnya

47. Intan, Juwita, dan Delima masih di perkebunan

47.1. Intan, Juwita, dan Delima bermain di kebun


47.2. Juwita bertanya bagaimana Laisa shalat
47.3. Cie Hui menjawab dengan duduk

48. Yashinta lulus S-1

48.1. Lainuri, Dalimunte, Cie Hui, Ikanuri, dan Wibisana


menghadiri wisuda Yashinta
48.2. Yashinta berpidato tentang keluarganya
48.3. Yashinta memeluk Laisa
48.4. Keluarga merayakan kelulusan Yashinta

49. Wibisana dan Ikanuri masih dalam perjalanan

49.1. Wibisana dan Ikanuri transit di Singapure


49.2. Ikanuri mengabari Dalimunte keberadaannya

52
49.3. Ikanuri mengabari Wibisana tentang kanker paru-paru
stadium IV Laisa

50. Dalimunte menjodohkan Laisa dengan rekan kerjanya yang sedang


mencari istri kedua karena tidak bisa hamil

50.1. Dalimunte memberitahu Laisa tentang perjodohan itu


50.2. Laisa menolak perjodohan karena takut menyakiti perasaan
istri pertama
50.3. Dalimunte menyerahkan foto - foto dan profile Rekannya
50.4. Rekan Dalimunte datang seorang diri untuk menemui Laisa,
istrinya sakit
50.5. Rekan Dalimunte memuji pekerjaan Laisa atas lembah di
sana
50.6. Rekan kerja Dalimunte memberikan hadiah dari istrinya
untuk Laisa
50.7. Rekan Dalimunte mendapat kabar dari istrinya bahwa dia
hamil
50.8. Rekan Dalimunte meminta maaf kepada Dalimunte,
Dalimunte meminta maaf kepada Laisa

51. Ikanuri dan Wibisana memperkenalkan calon tunangan mereka

51.1. Ikanuri dan Wibisana datang bersama Wulan dan Jasmine


51.2. Cie Hui melahirkan di Lembah Lahambay

52. Mamak Lainuri menyarakan Ikanuri dan Wibisana cepat-cepat


menikah

52.1. Laisa menenepon semua adik-adiknya karena Mamak Lainuri


sakit

53
52.2. Mamak Lainuri dirawat di kota provinsi
52.3. Cie Hui membawa Intan ke pengalengan strawberry di kota
provinsi
52.4. Hanya Laisa, Dalimunte, Ikanuri dan Wibisana yang berada
di ruang rumah sakit
52.5. Mamak Lainuri menyarakan Ikanuri dan Wibisana cepat-
cepat menikah
52.6. Ikanuri dan Wibisana meminang Wulan dan Jasmine

53. Ikanuri dan Wibisana menikah

53.1. Laisa membantu mengadakan acara pernikahan Ikanuri dan


Wibisana
53.2. Laisa batuk-batuk darah
53.3. Laisa diam-diam ke rumah sakit
53.4. Ikanuri dan Wibisana menghabiskan masa bulan madu
mereka di perkebunan strawberry

54. Laisa didekati oleh pensiunan tentara

54.1. Pensiunan tentara itu ternyata buronan polisi


54.2. Laisa enggan dijodohkan lagi

55. Intan menanyakan keberadaan Yashinta, Ikanuri dan Wibisana

56. Laisa menanyakan kepada dirinya sendiri status dirinya dalam


keluarga

57. Yashinta pingsan di tengah jalan

54
57.1. Yashinta sadarkan diri karena harimau yang
membangunkannya
57.2. Yashinta berhasil ditemukan oleh rekan-rekannya

58. Kabar baik mulai bermunculan

58.1. Goughsky menelepon Dalimunte untuk melaporkan bahwa


Yashinta sudah ditemukan
58.2. Dalimunte melaporkan keadaan Yashinta kepada Mamak dan
Laisa
58.3. Ikanuri dan Wibisana tiba di kamar Laisa
58.4. Ikanuri dan Wibisana meminta maaf kepada Laisa

59. Mamak Lainuri menceritakan kalau Laisa bukan kakak Ikanuri,


Wibisana, dan Dalimunte

59.1. Laisa adalah anak hasil pernikahan pertama Mamak Lainuri


59.2. Mamak menikah dengan pemuda kampung atas
59.3. Suami Mamak meninggal karena diterkam harimau

60. Keadaan Laisa semakin memburuk

60.1. Laisa batuk-batuk darah


60.2. Wibisana dan Ikanuri meminta maaf

61. Yashinta pertama kali bertemu dengan Goughsky

61.1. Goughsky bercerita tentang penyakit dari hewan liar di gala


dinner, di convention center, London

55
61.2. Dalam perasaan, Yashinta membeci sosok Goughsky karena
menjilat Mr. Yoko dan Mrs. Yoko (penggalang dana konservasi
Yashinta)
61.3. Yashinta membantah Goughsky kalau penyaki bukan
disebabkan oleh hewan liar
61.4. Mr. Yoko dan Mrs. Yoko memutuskan untuk menjadikan
Yashinta dan Goughsky satu tim

62. Yashinta dan Goughsky menjalani hari bersama

62.1. Goughsky dan Yashinta sama-sama mengamati elang jawa


62.2. Goughsky menanyakan tentang anak-anak Wibisana dan
Ikanuri
62.3. Goughsky memberikan pelatihan kepada rekan-rekannya
untuk mengundang elang jawa
62.4. Goughsky dan Yashinta kembali ke basecamp
62.5. Sebelum pulang ke kampung halaman, Goughsky
memberikan hadiah patung kepada Delima dan Juwita melalui
Yashinta
62.6. Yashinta menyadari bahwa Goughsky pria yang baik

63. Yashinta menuju Lembah Lahambay

63.1. Yashinta dibawa dengan helikopter


63.2. Yashinta di hotel Four Seasons Hotel dengan gips dan luka-
luka di tubuhnya

64. Mamak Lainur menenangkan Juwita dan Delima

64.1. Juwita dan Delima bercanda dengan Liasa


64.2. Mamak Lainuri bercerita tentang: bidadari-bidadari surga

56
65. Goughsky melamar Yashinta

65.1. Laisa menggoda Yashinta yang dekat dengan Goughsky


65.2. Laisa menyarankan Yashinta agar menikah
65.3. Goughsky bertemu dengan Dalimunte di Lembah Lahambay
65.4. Goughsky melamar Yashinta
65.5. Yashinta yang belum siap melarikan diri
65.6. Laisa membujuk Yashina agar menikah
65.7. Goughsky memberikan kalung kepada Yashinta
65.8. Sakit Laisa semakin parah, kanker paru-parunya sudah
stadium III
65.9. Setelah sudah sangat parah Mamak Lainuri mengirim SMS
ke Dalimunte, Wibisana, Ikanuri, dan Yashinta

66. Goughsky dan Yashinta menikah

66.1. Yashinta tiba di Lembah Lahambay


66.2. Yashinta bertemu dengan Laisa
66.3. Yashinta, Dalimunte, Ikanuri, dan Wibisana memeluk Laisa
66.4. Laisa menyarankan agar Yashinta menikah dengan Goughsky
66.5. Yashinta mengiyakan permintaan Laisa
66.6. Goughsky dan Yashinta melakukan ijab kabul di Lembah
Lahambay

Sekuen . . . # 1

a. Teks Bidadari-Bidadari Surga


b. Sekuen tingkat pertama = 1-66
c. Sekuen tingkat kedua = 2 (2.1-2.7), 3 (3.1-3.12), 4 (4.1-4.7), 5
(5.1, 5.2), 6 (6.1-6.3), 7 (7.1-7.3), 8 (8.1-8.8), 9 (9.1), 10 (10.1-10.10),
11 (11.1-11.6), 12 (12.1-12.5), 13 (13.1-13.4), 14 (14.1-14.7), 15

57
(15.1-15.9), 16 (16.1-16.3), 17 (17.1-17.7), 18 (18.1-18.3), 19 (19.1-
19.4), 20 (20.1-20.9), 21 (21.1, 21.2), 22 (22.1-22.9), 23 (23.1, 23.2),
24 (24.1-24.6), 25 (25.1, 25.2), 26 (26.1-26.4), 27 (27.1-27.3), 28
(28.1-28.5), 29 (29.1-29.4), 30 (30.1-30.3), 31 (31.1-31.6), 33 (33.1,
33.2), 34 (34.1, 34.2), 35 (35.1-35.4), 36 (36.1-36.3), 37 (37.1-37.5),
39 (39.1-39.4), 41 (41.1-41.3), 42 (42.1-42.4), 43 (43.1-43.3), 44
(44.1-44.4), 47 (47.1-47.3), 48 (48.1-48.5), 49 (49.1-49.3), 50 (50.1-
50.8), 51 (51.1, 51.2), 52 (52.1-52.6), 53 (53.1-53.4), 54 (54.1, 54.2),
57 (57.1, 57.2), 58 (58.1-58.4), 59 (59.1-59.3), 60 (60.1, 60.2), 61
(61.1-61.4), 62 (62.1-62.6), 63 (63.1, 63.2), 64 (64.1, 64.2), 65 (65.1-
65.9), 66 (66.1-66.6).

Sekuen . . . # 2

Bidadari-Bidadari Surga alur campuran berbeda dengan alur cerita


rakyat.
sekuen = 331 sekuen = 66 sekuen besar, dan 265 sekuen kecil.
Dengan demikian, Bidadari-Bidadari Surga terdiri atas 2 tingkatan
sekuen, yaitu sekuen tingkat pertama, dan sekuen tingkat kedua.

3.2.2. Urutan Kronologis

Kronologis . . . # 1

Berdasarkan urutan peristiwanya secara kronologis maka urutan


peristiwa dalam Bidadari-Bidadari Surga ini beralur campuran,
ada sebagian peristiwa yang bergerak lurus, tetapi juga ada
peristiwa yang bergerak mundur yang dimasukkan dalam alur.
Urutan peristiwa (disingkat P)

Kronologis . . . # 2

58
Berdasarkan sekuen, maka P1 (sekuen 8: 8.1-8.8), diikuti P2
(sekuen 12: 12.1-12.5), diikuti P3 (sekuen 14: 14.1-14.7), diikuti
P4 (sekuen 15:15.1-15.9), diikuti P5 (sekuen 17: 17.1-17.7), diikuti
P6 (sekuen 20: 20.1-20.9), diikuti P7 (sekuen 22: 22.1-22.9),
diikuti P8 (sekuen 24: 22.1-22.6), diikuti sekuen P9 (sekuen 25:
25.1, 25.2), diikuti P10 (sekuen 27: 27.1-27.3), diikuti P11 (sekuen
29: 29.1-29.4), diikuti P12 (sekuen 31), diikuti P13 (sekuen 33:
33.1, 33.2), diikuti P14 (sekuen 35: 35.1-35.4), diikuti P15 (sekuen
36: 36.1-36.3), diikuti P16 (sekuen 37: 37.1-37.5), diikuti P17
(sekuen 38), diikuti P18 (sekuen 39: 39.1-39.4), diikuti P19
(sekuen 40), diikuti P20 (sekuen 42: 42.1-42.4), diikuti P21
(sekuen 43: 43.1-43.3), diikuti P22 (sekuen 44: 44.1-44.4), diikuti
P23 (sekuen 45), diikuti P24 (sekuen 46: 46.1, 46.2), diikuti P25
(sekuen 48: 48.1-48.5),diikuti P26 (sekuen 50: 50.1-50.8), diikuti
P27 (sekuen 51 : 51.1, 51.2), diikuti P28 (sekuen 52: 52.1-52.6),
diikuti P29 (sekuen 53: 53.1-53.4), diikuti P30 (sekuen 54: 54.1,
54.2), diikuti P31 (sekuen 56), diikuti P32 (sekuen 59: 59.1-59.3),
diikuti P33 (sekuen 60: 60.1, 60.2), diikuti P34 (sekuen 61: 61.1-
61.4), diikuti P35 (sekuen 62: 62.1-62.6), diikuti P36 (sekuen 65:
65.1-65.9), diikuti P37 (sekuen 1), diikuti P38 (sekuen 2: 2.1-2.7),
diikuti P39 (sekuen 3: 3.1-3.12), diikuti P40 (sekuen 4: 4.1-4.7),
diikuti P41 (sekuen 5: 5.1, 5.2), diikuti P42 (sekuen 6: 6.1-6.3),
diikuti P43 (sekuen 7: 7.1-7.3), diikuti P44 (sekuen 9), diikuti P45
(sekuen 10: 10.1-10.10), diikuti P46 (sekuen 11: 11.1-11.6), diikuti
P47 (sekuen 13: 13.1-13.4), diikuti P48 (sekuen 16: 16.1-16.3),
diikuti P49 (sekuen 18: 18.1-18.3), diikuti P50 (sekuen 19: 19.1-
19.4), diikuti P51 (sekuen 21: 21.1, 21.2), diikuti P52 (sekuen 23:
23.1, 23.2) diikuti P53 (sekuen 26: 26.1-26.4), diikuti P54 (sekuen
28: 28.1-28.5), diikuti P55 (sekuen 30: 30.1-30.3), diikuti P56
(sekuen 32), diikuti P57 (sekuen 34: 34.1, 34.2), diikuti P58
(sekuen 41: 41.1-41.3), diikuti P59 (sekuen 47: 47.1-47.3), diikuti

59
P60 (sekuen 49: 49.1-49.3), diikuti P61 (sekuen 55), diikuti P62
(sekuen 57: 57.1, 57.2), diikuti P63 (sekuen 58: 58.1-58.4), diikuti
P64 (sekuen 63: 63.1, 63.2), diikuti P65 (sekuen 64: 64.1, 64.2),
diikuti P66 (sekuen 66: 66.1-66.6).

3.2.3. Urutan Logis

Logis . . . # 1

Urutan logis dipaparkan berdasarkan hubungan sebab akibat.


Analisis ini menekankan logika cerita, sebab logika merupakan
dasar struktur.
Urutan alur cerita Bidadari-Bidadari Surga mempunyai hubungan
sebab-akibat (kausalitas).

Logis . . . # 2

Sekuen 1 Mamak Lainuri akan mengirim pesan untuk anak-anaknya untuk


segera pulang.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 2.

Sekuen 2 (2.13-2.17) Dalimunte yang berada ruangan simposium fisika


internasional mendapatkan HP-nya berdering. Ia membuka pesan
singkat dari Hp-nya. Ia meminta maaf karena mengganggu
jalannya acara. Ia turun dari panggung. Ia meninggalkan
simposium bersama istrinya.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 5.

Sekuen 5 (5.1-5.2) Karena SMS sebelumnya, Dalimunte menjemput

60
anaknya, Intan, dari sekolah. Intan tidak mau diajak pulang.
Setelah dirayu akan pulang ke neneknya, Intan bersedia pulang.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 10.

Sekuen 10 (10.1-10.10) Dalimunte bersiap berangkat ke kampung


halaman. Namun Intan sedang mencari hamsternya, Rio. Istri
Dalimunte membujuk Intan untuk meninggalkan hamsternya. Pada
akhirnya, Intan menemukan hamsternya. Dalimuntedan keluarga
segera berangkat dengan mobil sport. Namun mereka kembali lagi
karena tas istrinya ketinggalan. Mereka berangkat kembali. Namun
mereka kembali lagi karena tas Intan ketinggalan. Mereka
berangkat kembali. Mereka kembali lagi karena laptopnya
ketinggalan. Mereka berangkat.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 13.

Sekuen 13 (13.1-13.4) Dalimunte sudah berada di pesawat. Intan


menanyakan Dalimunte tentang kediamannya. Intan merasa
bersalah karena hamsternya. Dalimunte menghibur Intan.
Dalimunte menjelaskan tentang keberangkatannya karena Laisa
sakit.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 28.

Sekuen 28 (28.1, 28.2, 28.5) Dalimunte sampai di halaman rumah. Ia


memasuki kamar Laisa yang penuh dengan peralatan medis dan
bertemu dengan Laisa.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 30.

61
Sekuen 30 (30.1-30.3) Dalimunte melihat keadaan Laisa. Dalimunte
menangis setelah melihat keadaan Laisa. Cie Hui, istri Dalimunte,
dan Intan, anak Dalimunte memasuki kamar. Semua orang
menangis.

Logis . . . # 3

Sekuen 1 Mamak Lainuri akan mengirim pesan untuk anak-anaknya untuk


segera pulang.

Sekuen satu juga mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 3.

Sekuen 3 (3.11-3.12) Wibisana dan Ikanuri sama mendapat SMS dari


telepon keluarga mereka. Ikanuri menanyakan penerbangan
kembali ke Jakarta kepada maskapai.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 6.

Sekuen 6 (6.1-6.3) Ikanuri dan Wibisana terlambat pulang karena ada


pertandingan sepak bola. Ikanuri bertanya kepada ke maskapai
penerbangan ke Jakarta. Karena tidak penerbangan sibuk, maskapai
penerbangan menyarankan penerbangan dari bandara lain.
Maskapai menyarankan berangkat dari Paris.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 11.

Sekuen 11 (11.1-11.6) Wibisana dan Ikanuri memutuskan berangkat ke


paris dengan kereta ekspres. Mereka harus membatalkan
pertemuan bisnis untuk besok karena harus pulang ke kampung
halaman dengan segera. Mereka keluar dari bandara Roma dan
memanggil taksi. Mereka pun berencana menaiki kereta ekspres

62
lintas negara, Eurostar. Di konter tiket, mereka berbincang dengan
penjaga tiket tentang Bali. Mereka pun akhirnya berangkat ke
Paris.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 18.

Sekuen 18 (18.1- 18.3) Kereta berhenti di perjalanan karena longsor.


Ikanuri dan Wibisana turun dari kereta untuk melihat pembersihan
rel. Ikanuri menelepon sekali lagi untuk menanyakan keberadaan
Dalimunte.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 34.

Sekuen 34 (34.1, 34.2) Wibisana dan Ikanuri menghubungi keluarga.


Wibisana mengabari Ikanuri bahwa Dalimunte sudah sampai ke
kampung halaman. Setelah itu, karena tidak bisa menghubungi
Yashinta, Wibisana menghubungi Goughsky.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 49.

Sekuen 49 (49.1-49.3) Wibisana dan Ikanuri transit di Singapure. Ikanuri


mengabari Dalimunte keberadaannya. Ia pun mengabari Wibisana
tentang kanker paru-paru stadium IV Laisa.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 58.

Sekuen 58 (58.3, 58.4) Ikanuri dan Wibisana tiba di kamar Laisa. Mereka
meminta maaf kepada Laisa.

Logis . . . # 4

63
Sekuen 1 Mamak Lainuri akan mengirim pesan untuk anak-anaknya untuk
segera pulang.

Sekuen 1 juga mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 4.

Sekuen 4 (4.1-4.7) Ketika Yashinta sedang mengawasi burung alap-alap di


puncak Semeru, HP-nya tiba-tiba berdering. Ia pun segera pamit
pulang dengan koleganya. Ia berlarian menuruni lereng terjal.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 7.

Sekuen 7 (7.1- 7.3) Yashinta menuruni gunung. Dua rekan Yashinta


memanggilnya. Sambil terburu-buru pergi, Yashinta mengenang
masa lalu.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 9.

Sekuen 9 (9.1) Yashinta bertemu dengan teman-temannya. Namun ia


meneruskan perjalanannya lagi dengan bergegas.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 57.

Sekuen 57 (57.1, 57.2) Yashinta pingsan karena terjatuh dari tebing.


Namun, ia sadarkan diri karena harimau yang membangunkannya.
Tidak lama setelah itu, ia berhasil ditemukan oleh rekan-rekannya.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 58.

Sekuen 58 (58.1, 58.2) Goughsky menelepon Dalimunte untuk


melaporkan bahwa Yashinta sudah ditemukan. Dalimunte
melaporkan keadaan Yashinta kepada Mamak dan Laisa.

64
Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 63.

Sekuen 63 (63.1, 63.2) Yashinta bangun di hotel Four Seasons Hotel


dengan gips dan luka-luka di tubuhnya. Ia langsung dibawa menuju
Lembah Lahambay dengan helikopter.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 66.

Sekuen 66 (66.1-66.6) Yashinta tiba di Lembah Lahambay. Ia bertemu


dengan Laisa. Yashinta, Dalimunte, Ikanuri, dan Wibisana
memeluk Laisa. Laisa menyarankan agar Yashinta menikah dengan
Goughsky. Yashinta mengiyakan permintaan Laisa. Goughsky dan
Yashinta akhirnya melakukan ijab kabul di Lembah Lahambay.

Logis . . . # 5

Sekuen 15 (15.1-15.9) Wak Burhan mengumandangkan adzan shubuh.


Dalimunte membangunkan Ikanuri dan Wibisana. Orang-orang
desa melangkah menuju surau untuk shalat shubuh. Dalimunte
pulang menemukan Ikanuri dan Wibisana masih tidur. Pagi-pagi
semua orang pergi ke balai kampung. Wak Burhan memulai
pertemuan. Warga membahas perambahan hutan. Wak Burhan
menawarkan ada orang yang akan mengemukakan pendapatnya.
Dalimunte mengangkat tangan.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 17.

Sekuen 17 (17.1-17.7) Dalimunte mengusulkan idenya kepada penduduk


desa. Wak Burhan menanyakan ide Dalimunte. Dalimunte
menjelaskan sekali lagi idenya untuk membangun kincir air. Warga

65
meremehkan ide Dalimunte. Saat Dalimunte sudah menyerah
mempertahankan idenya, Laisa mendukung ide Dalimunte. Laisa
menegaskan ide Dalimunte. Warga berubah pikiran. Saat ditanya
siapa yang setuju dengan ide Dalimunte, semua orang mengangkat
tangan.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 27.

Sekuen 27 (27.1-27.3) Kincir air selesai dibuat dan berhasil berputar.


Semua Warga bersukacita. Wak Burhan memberikan mangga
kepada penduduk kampung.

Logis . . . # 6

Sekuen 19 (19.1-19.4) Jasmin, Wulan, Juwita, dan Delima pergi ke


Lembah Lahambay. Mereka tiba di bandara kota provinsi. Juwita
dan Delima bertengkar karena berebut sepeda BMX.Jasmin dan
Wulan memisahkan mereka. Setelah itu mereka langsung menuju
Lembah Lahambay dengan mobil.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 41.

Sekuen 41 (41.1-41.3) Jasmine, Wulan, Juwita, dan Delima tiba di


Lembah Lahambay. Mereka bertemu dengan Laisa. Jasmine dan
Wulan menyalami Dalimunte. Juwita dan Delima bertemu dengan
Intan.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 47.

Sekuen 47 (47.1) Intan, Juwita, dan Delima bermain di kebun

66
Logis . . . # 7

Sekuen 20 (20.2-20.4) Ikanuri dan Wibisana tidak ada saat membangun


kincir air. Laisa memeriksa di rumah untuk mencari Ikanuri dan
Wibisana, tetapi tidak bertemu. Ia mencari ke mana-mana tetapi
tidak bertemu dengan Ikanuri dan Wibisana. Ia menemukan Ikanuri
dan Wibisana saat mencuri mangga. Ia marah-marah kepada
Ikanuri dan Wibisana. Saat dipaksa pulang, Ikanuri dan Wibisana
menolak. Ikanuri dan Wibisana melawan dengan menyebut Laisa
bukan kakak mereka. Ikanuri dan Wibisana mengatai Laisa jelek
sambil pergi meninggalkan Laisa.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 22.

Sekuen 22 (22.2-22.9) Laisa ke rumah, tetapi tidak menemukan Ikanuri


dan Wibisana. Sudah larut malam Ikanuri dan Wibisana belum
pulang. Wak Burhan bersama Laisa mengumpulkan warga. Wak
Burhan membagi warga untuk mencari Ikanuri dan Wibisana.
Laisa gelisah. Dalimunte bertanya kepada Laisa mengapa ia
gelisah. Akhirnya, Laisa ikut mencari Ikanuri dan Wibisana,
Dalimunte ikut dengannya. Laisa tahu di mana Ikanuri dan
Wibisana berada.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 24.

Sekuen 24 (24.1-24.6) Laisa mengetahui keberadaan Ikanuri dan Wibisana


karena intuisinya. Sementara itu, Ikanuri dan Wibisana tersesat di
dalam hutan. Tiga harimau mendatangi Ikanuri dan Wibisana.
Laisa datang tepat waktu. Ia berusaha mengusir harimau. Harimau-
harimau itu pun meninggalkan Laisa, Dalimunte, Ikanuri, dan
Wibisana begitu saja.

67
Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 25.

Sekuen 25 (25.1, 25.2) Laisa dan adik-adiknya selamat dari maut. Mereka
pun pulang. Laisa berjanji kepada adik-adiknya untuk mereka
berkehidupan layak.

Logis . . . # 7

Sekuen 29 (29.3, 29.4) Mamak Lainuri memberitahukan kepada anak-


anaknya bahwa ada mahasiswa yang KKN di kampung mereka.
Yashinta merasa tubuhnya tidak enak.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 31.

Sekuen 31 (31.1-31.6) Rombongan mahasiswa berkumpul di balai desa.


Mahasiswa mengajukkan proyek listrik kincir air. Mahasiswa KKN
pulang ke kampung atas. Laisa pulang, menemukan Yashinta sakit
parah. Oleh karena itu, Laisa berlari ke kampung atas untuk
bertemu dengan mahasiswa KKN agar mereka dapat
menyembuhkan Yashinta.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 33.

Sekuen 33 (33.1, 33.2) Laisa sampai ke mahasiswa KKN. Setelah


menjelaskan Yashinta sakit, mahasiswa-mahasiswa itu mau
menolongnya.

Logis . . . # 8

Sekuen 35 (35.2-35.4) Laisa membujuk Mamak Lainuri untuk menanam

68
strawberry di kebun, tetapi Mamak Lainuri menolak. Laisa pergi ke
ladang untuk merenungi dirinya. Dalimunte membujuk Laisa agar
pulang.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 36.

Sekuen 36 (36.1-36.3) Mamak Lainuri memberikan izin menanam


strawberry di kebunnya. Laisa berusaha keras menanam
strawberry. Ia pun berhasil memanen strawberry.

Logis . . . # 9

Sekuen 37 (37.2-37.5) Laisa mendatangi lomba karya ilmiah Dalimunte.


Wibisana dan Ikanuri menghancurkan karya ilmiah Dalimunte. Cie
Hui membereskan karya ilmiah Dalimunte. Wibisana dan Ikanuri
menggoda-goda Dalimunte yang bersama dengan Cie Hui.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 39.

Sekuen 39 (39.4) Laisa menyarankan agar Dalimunte menikah dengan Cie


Hui.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 40.

Sekuen 40 Dalimunte menolak melintasi (menikah dengan Cie Hui) Laisa.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 42.

Sekuen 42 (42.1-42.4) Cie Hui memohon kepada Mamak Lainuri dan


Laisa agar dinikahkan dengan Dalimunte karena dia akan
dijodohkan dengan lelaki lain di China . Laisa menelepon

69
Dalimunte agar pulang ke Lembah Lahambay. Ia juga
mengumpulkan semua adik-adiknya. Laisa menceramahi adik-
adiknya agar cepat-cepat menikah dan tidak perlu
menghiraukannya yang belum mendapat jodoh.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 43.

Sekuen 43 (43.1-43.3) Laisa sendirian berdiri di lereng kebun strawberry.


Dalimunte bergabung dengan Laisa. Mereka berbincang tentang
keluarga

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 44.

Sekuen 44 (44.1-44.4) Dalimunte memutuskan untuk menikah. Kemudian,


ia mendapat kabar bahwa Cie Hui sudah pergi ke China. Ia cepat-
cepat mengabari Cie Hui dengan mobil Ikanuri dan Wibisana. Ia
pun terlambat, pesawatnya sudah berangkat. Namun ternyata Cie
Hui dan keluarganya tidak jadi berangkat.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 45.

Sekuen 45 Dalimunte menikah dengan Cie Hui

Logis . . . # 10

Sekuen 51 (51.1) Ikanuri dan Wibisana datang bersama Wulan dan


Jasmine.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 52.

Sekuen 52 (52.1-52.6) Laisa menenepon semua adik-adiknya karena

70
Mamak Lainuri sakit. Mamak Lainuri dirawat di kota provinsi. Cie
Hui membawa Intan ke pengalengan strawberry di kota provinsi.
Hanya Laisa, Dalimunte, Ikanuri dan Wibisana yang berada di
ruang rumah sakit. Mamak Lainuri menyarakan Ikanuri dan
Wibisana cepat-cepat menikah. Ikanuri dan Wibisana pun
meminang Wulan dan Jasmine.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 53.

Sekuen 53 (53.1, 53.4) Laisa membantu mengadakan acara pernikahan


Ikanuri dan Wibisana. Mereka menghabiskan masa bulan madu
mereka di perkebunan strawberry.

Logis . . . # 11

Sekuen 46 (46.1, 46.2) Dalimunte menjodohkan Laisa dengan kakak


kelasnya. Setelah kakak kelasnya melihat Laisa, dia tidak jadi
meminangnya.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 50.

Sekuen 50 (50.1-50.8) Dalimunte menjodohkan Laisa dengan rekan


kerjanya yang sedang mencari istri kedua karena tidak bisa hamil.
Ia memberitahu Laisa tentang perjodohan itu. Namun Laisa
menolak perjodohan karena takut menyakiti perasaan istri pertama.
Dalimunte menyerahkan foto - foto dan profile rekannya. Rekan
Dalimunte datang seorang diri untuk menemui Laisa. Rekan
Dalimunte memuji pekerjaan Laisa atas lembah di sana. Rekan
kerja Dalimunte memberikan hadiah dari istrinya untuk Laisa.
Namun Rekan Dalimunte mendapat kabar dari istrinya bahwa

71
istrinya hamil. Rekan Dalimunte meminta maaf kepada Dalimunte,
dan Dalimunte meminta maaf kepada Laisa.

Logis . . . # 12

Sekuen 61 (61.2-61.4) Yashinta pertama kali bertemu dengan Goughsky


pada saat di di gala dinner, di convention center, London.
Goughsky sedang bercerita tentang penyakit dari hewan liar.
Dalam perasaan, Yashinta membeci sosok Goughsky karena
menjilat Mr. Yoko dan Mrs. Yoko (penggalang dana konservasi
Yashinta). Yashinta berusaha membantah pernyataan Goughsky
kalau hewan liar menyebarkan penyakit. Pada akhrinya, Mr. Yoko
dan Mrs. Yoko memutuskan untuk menjadikan Yashinta dan
Goughsky satu tim.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 62.

Sekuen 62 (62.1-62.6) Goughsky dan Yashinta sama-sama mengamati


elang jawa. Goughsky menanyakan tentang anak-anak Wibisana
dan Ikanuri. Ia memberikan pelatihan kepada rekan-rekannya
untuk mengundang elang jawa. Goughsky dan Yashinta kembali ke
basecamp. Sebelum pulang ke kampung halaman, Goughsky
memberikan hadiah patung kepada Delima dan Juwita melalui
Yashinta. Yashinta menyadari bahwa Goughsky pria yang baik.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 65.

Sekuen 65 (65.1-65.7) Laisa menggoda Yashinta yang dekat dengan


Goughsky. Ia menyarankan Yashinta agar menikah. Goughsky
bertemu dengan Dalimunte di Lembah Lahambay. Goughsky
melamar Yashinta. Yashinta yang belum siap melarikan diri. Laisa

72
membujuk Yashina agar menikah. Goughsky memberikan kalung
kepada Yashinta.

Logis . . . # 13

Sekuen 65 (65.8, 65.9) Sakit Laisa semakin parah, kanker paru-parunya


sudah stadium III. Setelah sudah sangat parah Mamak Lainuri
mengirim SMS ke Dalimunte, Wibisana, Ikanuri, dan Yashinta.

Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 1.

Sekuen 1 Mamak Lainuri akan mengirim pesan untuk anak-anaknya untuk


segera pulang.

73
4. Simpulan dan Saran

4.1. Simpulan
Berdasarkan data dan hasil analisis di atas, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Struktur yang membangun novel Bidadari-Bidadari Surga
sebagai berikut:
a. Tema yang terkandung dalam novel Bidadari-Bidadari
Surga adalah kerja keras dan pengorbanan. Melalui tokoh
Laisa, pengarang menyampaikan tema itu. Tokoh Laisa
mengorbankan banyak hal dan terus bekerja keras untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya.
b. Alur yang digunakan dalam penceritaan novel Bidadari-
Bidadari Surga adalah campuran. Dalam novel tersebut
diceritakan kejadian sewaktu Laisa sakit dan kejadian dua
puluh tahun silam.
c. Tokoh utama dalam novel Bidadari-Bidadari Surga adalah
Laisa, Dalimunte, Wibisana, Ikanuri, dan Yashinta. Tokoh
tambahan dalam novel Bidadari-Bidadari Surga adalah
Mamak Lainuri, Goughsky, Cie Hui, Wulan, Jasmine, Wak
Burhan, Intan, Delima, dan Juwita.
d. Latar tempat utama dalam novel Bidadari-Bidadari Surga
adalah Lembah Lahambay.
e. Sudut pandang yang digunakan penulis dalam bercerita
yakni persona ketiga.
f. Amanat yang dapat diambil dari novel Bidadari-Bidadari
Surga adalah :
kerja keras akan membuahkan hasil
takdir Tuhan harus diterima apa adanya
pengorbanan yang tulus
selalu menyayangi anggota keluarga

74
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dijelaskan bahwa
unsur-unsur dalam novel Bidadari-Bidadari Surga memiliki
keterkaitan. Tema Bidadari-Bidadari Surga digambarkan melalui
watak tokoh utama. Tokoh-tokoh yang lain juga berperan dalam
membawa alur cerita. Penokohan yang dibawakan tokoh akan
memicu konflik cerita. Berdasarkan konflik yang dialami tokoh
utama, pembaca dapat mengambil hikmah atau amanat yang ingin
disampaikan pengarang. Cara pengarang bercerita (sudut pandang)
dapat membawa pembaca seolah-olah ikut menyaksikan secara
langsung setiap peristiwa yang diceritakan.

2. Total keseluruhan cerita terdapat 331 sekuen dengan 66 sekuen


besar, dan 265 sekuen kecil. Dengan demikian, Bidadari-
Bidadari Surga terdiri atas dua tingkatan sekuen, yaitu sekuen
tingkat pertama, dan sekuen tingkat kedua. Terdapat 66
peristiwa dalam kronologis cerita Bidadari-Bidadari Surga
dengan alur campuran. Dan terdapat 12 kejadian inti atau
urutan logis yang saling memberikan sebab akibat.

4.2. Saran

Diharapkan dengan penelitian ini, pembaca novel Bidadari-


Bidadari Surga dapat mengerti alur, tema, penokohan, latar, dan hal-hal
lainnya yang tidak dimengerti pembaca. Semoga hasil penelitian ini dapat
dipakai untuk penelitian-penelitian lain yang mengambil objek serupa.

75
5. Daftar Pustaka

Liye, Tere. 2008. Bidadari-Bidadari Surga. Jakarta: Republika.


Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarya: Gajah Mada
Universiy Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Sastra. Yogyakarya: Gajah Mada
Universiy Press.
Panuti, Sujiman. 1994. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sayuti, Suminto A. dan Faruk. 1997. Sastra Populer. Jakarta: Universitas Terbuka.
Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Setiawan, Ebta. 2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-3. Jakarta: Balai
Pustaka.
Waluyo, Herman. 2009. Pengkajian Prosa Fiksi. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.

76

Anda mungkin juga menyukai