Lakon Dhemit adalah salah satu drama yang unik sebab menampilkan tokoh-
tokoh makhluk halus. Lakon Dhemit diciptakan oleh salah satu seniman yang terampil
dalam jagat teater, yaitu Heru Kesawa Murti. Heru Kesawa Murti adalah seorang
pendiri sebuah kelompok seni teater yang berasal dari Yogyakarta, Teater Gandrik.
Bersama dengan Susilo Nugroho, Saptaria Handayaningsih, dan Jujuk Prabowo, Heru
Kesawa Murti melenggang pertunjukkan dengan banyak mengangkat tema-tema
sosial, kritik terhadap penguasa atas keadaan masyarakat kecil yang semakin
terpinggirkan, tetapi tetap disampaikan dengan gaya yang enak, bahkan diselingi
canda. Lantas terbentuklah lakon-lakon yang mengangkat tema tersebut sehingga
semakin diakui keberadaannya. Salah satu drama yang mengangkat tema sosial
tersebut ialah Dhemit.
Pementasan dengan lakon Dhemit ini diangkat dari masalah lingkungan yang
terjadi di sekitar manusia.Serupa dengan naskah, contoh dari masalah tersebut adalah
kerusakan dari hutan dan tanah sebab adanya penebangan hutan dan perebutan lahan
untuk kepentingan pribadi suatu proyek pembangunan. Isu yang diangkat pada drama
tersebut akan selalu hangat untuk dibicarakan, mengingat pada saat ini banyak
kejadian serupa akibat keserakahan manusia.
Naskah tersebut mengisahkan tentang kaum dhemit yang merasa terancam
karena lingkungan tempat tinggalnya dirusak oleh manusia. Selaras dengan judulnya,
tokoh-tokoh yang muncul kebanyakan adalah para dhemit, diantaranya Genderuwo;
Jin; Pocong; Kuntilanak; Egrang; Wilwo; Sawan dan sebagainya.Tema sosial yang
diangkat dalam naskah lakon Dhemit adalah perusakan alam dan lingkungan akibat
keserakahan manusia. Dalam lakon ini diceritakan bahwa untuk memperlancar
pembangunan jalan dan jembatan, proyek ini harus menebang banyak pohon besar
dan mengeruk tanah perbukitan. Namun akibat dari proyek ini, ketika musim
penghujan tiba terjadilah banjir dan tanah longsor. Hal ini dapat dibuktikan melalui
kutipan berikut.
DI DAERAH LERENG TERSEBUT AKAN SEGERA DIBANGUN KOMPLEKS
PERUMAHAN. PARA DHEMIT AKHIRNYA LARI TUNGGANG LANGGANG,
SEMENTARA TRAKTOR DAN GERGAJI MESIN TAK HENTINYA MENDERU,
MERAUNG-RAUNG MEROBOHKAN POHON-POHON ITU DENGAN TAK
PEDULI SAMA SEKALI. PARA DHEMIT MENGERANG, KECEWA, MARAH DAN
TERANCAM. (DHEMIT: 3).
SULI
Pak Rajeg jangan hanya menyalahkan saya.
Pak Rajeg tahu, tanah di sini ini labil. Mudah longsor. Saya sudah mengusulkan agar
dibuat sistem terasering. Dan soal pohan preh itu memang sulit ditebang, meskipun
sudah menggunakan traktor.
RAJEGWESI
Itu artinya kamu percaya dengan pemikiran penduduk desa!
SULI
Bukan begitu pak Rajeg. Kita sebagai orang
baru di sini, sebaiknya kita menghargai pemikiran penduduk ini!
RAJEGWESI
Sama saja! Artinya kamu bahwa pohon preh itu ada penunggunya. Ada demitnya.
Katanya insinyur, lha kok percaya demit.
Katanya jujur, lha kok nggapit? (DHEMIT: 4)
Foto: Rajegwasi dan Suli dalam Lakon Demit Teater Syahid UIN Jakarta 2022
Sementara, tokoh dhemit berjumlah enam orang, setiap dhemit memiliki sifat
yang berbeda-beda. Ada dhemit yang mempunyai sifat yang peduli terhadap kelima
dhemit lainnya yakni Dhemit 1. Hal ini dipertegas pada dialog “Kita ini baru terkena
musibah teman-teman kita banyak yang menderita, ini keadaan darurat kamu masih
saja bicara birokratis seperti itu.”Lalu, Dhemit 2 yang memiliki sifat yang keras
kepala. Dhemit 3 dan 4 dengan sifatnya yang cerewet dan memiliki ciri khasnya, yaitu
tertawa. Berbeda dengan Dhemit 5 yang cenderung serius dan keras kepala. Terlihat
pada adegan Suli diculik oleh dhemit 5 yang sebenarnya Lurahe sebagai ketua dhemit
tidak menyuruhnya untuk menculik Suli. Terakhir, Dhemit 6 memiliki sifat yang lucu
dan lambat dalam berbicara. Keluguan dan sifat lawak Dhemit 6 mampu mencairkan
suasana di mana ketika adanya adegan yang serius tiba-tiba bisa membuat penonton
tertawa.
Terlihat sangat jelas bahwa pementasan tersebut mengambil tema hutan yang
digunakan para warga desa sebagai tempat untuk mencari nafkah. Hutan itu juga yang
membuat Rajegwesi terkena musibah akibat keegoisannya dengan mendatangkan
tanah longsor. Lalu, pementasan drama ini pun menegangkan seperti ketika tokoh
Rajegwesi tertimpa longsor dan pada saat warga desa marah kepada Rajegwesi. Selain
menegangkan, lakon ini pun menyedihkan pada saat warga desa yang merasa sedih
lantaran hutannya ditebang, karena hutan tersebut merupakan sumber pencarian
mereka. Melalui dialog-dialognya, drama ini pun menyajikan suasana yang lucu,
penuh candaan dibalik ketegangan dan kesedihan.
Naskah lakon Dhemit ditulis oleh salah satu seniman yang mahsyur di jagat
teater. Heru Kesawa Murti. Beliau adalah seorang penulis naskah dan pemeran teater
Indonesia. Ia pernah menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Seni Rupa,
Akademi Seni Rupa Indonesia Yogyakarta (tidak tamat), dan Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada. Namanya dikenal luas di masyarakat, saat berperan dalam
serial sinetron berbahasa Jawa Mbangun Desa yang ditayangkan seminggu sekali di
TVRI Yogyakarta dari tahun 1988 sampai 2008.
Foto: Heru Kesawa Murti
Bersama dengan Susilo Nugroho, Jujuk Prabowo, Sepnu Heryanto dan
Saptaria Handayaningsih (Alm) ia mendirikan Teater Gandrik pada tahun 1983.
Bersama teater inilah kreativitas seninya terwadahi, karena naskah-naskah tulisannya
dipentaskan, dan kekuatan keaktorannya dipertunjukkan.
Naskah naskah karyanya antara lain; Orang-orang terasing, Kucing, Muara
Putih Hati, Pena Tajam, Diam Itu Indah, Gincu, Surat Untuk Wakil Rakyat, serial
mBangun Desa, serial Kompleks, serial Gatotkaca, serial Sirkuit Kemelut, Cinta dan
Pasir, serial Malioboro, serial Cermin, serial Badut Pasti Berlalu, Dua Jaman, Tuan
Residen, Kismet, Meh, Kontrang-Kantring, Pensiunan, Sinden, Pasar Seret, Isyu,
Dhemit, Flu, Proyek, Juragan Abiyasa, Kera-kera, Orde Tabung, Upeti, Buruk Muka
Cermin diJual, Brigade Maling, Departemen Borok, Parawira Pantene, Mas Tom
(adaptasi dari "Tom Jones" oleh Henry Fielding) Pandol, Pasar Seret 3, dan
sebagainya.
Lakon Dhemit di Teater Syahid UIN Jakarta karya Heru Kesawa Murti dan
disutradarai oleh Hana Nur Anisa ini pun dapat dijumpai di kanal YouTube, Teater
Syahid. Rajegwesi diperankan oleh Abdul Sahri Wiji Asmoko, Suli diperankan oleh
Neneng Syukria Fathimah, Lurahe diperankan oleh Muhammad Ovi Royhan. Lakon
Dhemit di Teater Awal Bandung pun disutradarai oleh Ekky Abeng.
DAFTAR PUSTAKA
TEATER GANDRIK
Teater Gandrik adalah kelompok seni teater dari Yogyakarta, Indonesia. Kelompok
teater ini didirikan pada tanggal 13 September 1983 oleh beberapa orang. Para pendii
tersebut adalah Heru Kesawa Murti, Susilo Nugroho, Saptaria Handayaningsih, dan
Jujuk Prabowo. Teater Gandrik mulai diakui keberadaannya setelah memenangi
Festival Pertunjukan Rakyat tingkat daerah sebagai juara pertama.
Mengangkat tema-tema sosial, dan kritik terhadap penguasa atas keadaan masyarakat
kecil yang semakin terpinggirkan, tetapi tetap disampaikan dengan gaya yang enak,
dan bahkan diselingi canda, merupakan suatu ciri khas dari teater Gandrik. Sehingga,
pada masa Orde Baru, kelompok ini termasuk yang cukup aman tanpa dihinggapi
kecemasan akan dicekal oleh penguasa.
Peran kelompok Gandrik terhadap dunia Teater di tanah air ini pun turut
diperhitungkan. Hal ini tak terlepas dari bentuk Lakon-lakon Teater Gandrik yang
merupakan perwujudan teater tradisional dan modern dari pola kritik varian rakyat
kecil’, terutama rakyat kecil Jawa, dengan menggunakan model kritik guyon parikena,
yaitu menyindir secara halus yang tidak menimbulkan kemarahan yang berkuasa, dan
bahkan seperti mengejek diri sendiri walaupun sesungguhnya yang dibidik adalah
orang lain (yang tengah berkuasa).
juga, pada tahun 1980-1990, bisa dikatakan menjadi tahun-tahun paling produktif bagi
Teater Gandrik. Hal ini ditandai dengan beberapa pementasan yang menjadi bagian
penting dari dinamika sosial politik di Indonesia pada masa itu. Ketika hagemoni
kekuasaan Orde Baru begitu kuat, lakon-lakon Teater Gandrik mampu menjadi
medium untuk melakukan kritik sosial sekaligus katarsis politik.
PEMENTASAN
Lakon Pan-Dol mengangkat suatu masalah aktual yang terjadi di negara Indonesia
Bangunan ceritanya menyodorkan anatomi korupsi yg berlapis, digerakkan jaringan
penguasa, dan ditamengi berbagai kedok legal, seperti anggaran, perda & program
antikorupsi.
Panti Perawatan Mental Korban Korupsi, terkenal dengan sebutan Panti Idola
(Pandol) di Kabupaten Kota Bulus. Namun, pandol hanya kedok untuk perilaku
korupsi Bupati Kota Bulus bersama Direktur Pandol dengan memanipulasi anggaran
Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata Kabupatan Kota Bulus. Upaya ini adalah
paradigma dan pembudayaan baru yang diciptakan Sang Bupati, bahwa korupsi hanya
bisa dilawan oleh korban korupsi. Sebab, diluaran sana, korupsi telah merajalela
sampai batas nalar sehat sekalipun; semua pihak sudah kehabisan asa
menghentikannya
Pandol merupakan panti yang hanya dikhususkan untuk para korban korupsi, seperti
istri, anak, maupun pihak yang terkena getah para koruptor. Nama mereka akan
tersemat anggun di monumen korban korupsi jika telah dinyatakan lulus. Serta-merta
publik tergila-gila ingin masuk Pandol, karena korban korupsi pun akan berkibar
menjadi pahlawan-pahlawan antikorupsi. Di panti itu, para istri, anak, suami, bahkan
keponakan para pelaku tindak pidana korupsi, mendapat perawatan khusus. Bukan
saja dari sisi psikologi, seluruh fasilitas hidup dari alat komunikasi hingga naik
busway, semuanya serba gratis.
Naskah lakon berjudul “Panti Idola” atau biasa disingkat menjadi Pan-Dol ditulis oleh
Heru Kesawa Murti, dan disutradai oleh Jujuk Prabowo—yang keduanya juga
merupakan pendiri teater Gandrik. Lakon tersebut pernah dipentaskan pada tanggal 4-
5 Juni tahun 2010 di Taman Budaya Yogyakarta (TBY).
Pentas tersebut menarik karcis dengan harga
yang variatif, tergantung masing-masing kelas.
Mulai dari kelas festival yang dibanderol
dengan harga Rp.30.000, sampai dengan kelas
Vvip seharga 100.000. Saat itu, tiket box
tersedia di beberapa tempat. Yaitu Padepokan
Seni Bagong Kussudiardja, Kedaulatan
Rakyat, Radio Sonora, Whatever Factory
Outlet dan di Taman Budaya Yogyakarta.
http://www.infokorupsi.com
Setelah diselenggarakan di TBY, lakon Panti
Idola pun kemudian dipentaskan ulang di
Jakarta pada tanggal 21-22 Juni, di Gedung Ismail Marzuki.
DAFTAR PUSTAKA
Wicaksono, Andri. 2011. “Teater Gandrik= Panti Idola: Istana Kultur, Menghibur,
dan Mencerdaskan.” Dalam http://andriew.blogspot.com/2011/06/teater-gandrik-
panti-idola-istana.html. Diakses 2 Juni 2023.
http://www.infokorupsi.com. 2010. Diakses 2 Juni 2023.
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Teater_Gandrik. Diakses 2 Juni 2023.
LAKON SIDANG SUSILA DALAM TEATER GANDRIK KARYA AYU
UTAMI DAN AGUS NOOR
Sumber: http://naskahdrama-rps.blogspot.com/2010/08/sidang-susila-ayu-utami-dan-
agus-noor.html
Ringkasan Cerita Sidang Susila
Cerita dimulai ketika petugas kepolisian (Polisi Moral) morat-marit
menggeledah berbagai tempat di tiap sudut kota, menggeledah tiap aksi asusila
masyarakatnya. Baru setelah keramaian polisi itu sirna, orang-orang yang tadinya
bersembunyi, kini kembali berpesta pora lagi di satu tayuban. Susila Parna (dibaca
Susilo Porno dalam logat Jawa), seorang pedagang mainan anak yang tambun,
merupakan salah satu yang paling dikenal para penari di tayuban, datang lagi ke sana.
Bermain dengan Mira, seorang penari tayuban yang menaruh simpati padanya.
Namun tiba-tiba saja, belum beberapa menit, sekumpulan Polisi Moral itu
balik lagi ke tayuban, memporakporandakan keadaan. Semua kabur, terkecuali si
Susila yang tambun karena bingung dan susah gerak. Walhasil cuma Susila yang kena
tangkap dan didekam di sel. Hakim dan Jaksa berdiskusi tentang bagaimana
pornografi kian marak akhir-akhir ini, menghakimi Susila sepanjang hari.
Sepanjang penahanannya, Susila Parna yang orisinil dalam perkataan dan
gerak tubuhnya didampingi oleh sang keponakan, Utami sebagai pembelanya. Utami
tak mau hubungan kekerabatannya dengan Susila kena ekspos publik, yang bakal
mencemari nama baiknya sebagai sarjana lulusan Fakultas Hukum universitas
ternama. Biar begitu, Utami lumayan juga untuk disebut sebagai pahlawan
kebenaran… untuk sementara ini.
Di persidangan pertamanya, Susila kena ancam hukuman UU Antipornografi
dengan barang bukti yang disita adalah balon mainan anak yang biasa dijualnya. Jaksa
mengungkapkan bahwa balon-balon ini bisa mencemari pikiran anak karena
bentukannya yang sensual mirip dada perempuan. Susila tak mau kalah dengan
berkata kalau balon-balon itu bisa jadi ngeres tergantung imaginasi masing-masing.
Sidang pertama berlangsung sedikit alot dengan akhir Susila kena tuduhan lagi dan
lagi.
Sementara Susila menanti keputusan sidang di sel, banyak hal yang terjadi
mulai dari Petugas Penjaga Sel 1 yang kena “dor” karena dekat-dekat dengan Susila
yang notabene seorang pesakitan sampai tentang ponakannya yang kena bujuk rayu
Hakim dan Jaksa. Utami yang lemah karena tak mau hubungan kekerabatannya
dengan Susila dicepukan ke publik, mau tak mau ikut rencana Pak Hakim dan Bu
Jaksa.
Di satu malam, si penari tayuban yang punya perasaan pada Susila, Mira,
datang menyelinap ke sel, memaksa Susila agar segera keluar dari tempat itu. Oh,
Mira itu pejuang, katanya, sudah punya kunci sel di tangan dan menaklukkan para
petugas penjaga. Susila bingung. Tinggal di sel pun, hukuman mati sudah menunggu.
Kabur pun, dia jadi buron, sampai ketemu, mati kena tembak juga ia. Pada akhirnya
Susila kabur juga. Diburon Polisi Asusila.
Sidang berikutnya marut. Pesakitan tidak ada, kabur. Pembela yang masih
punya sisa jiwa-jiwa pahlawan kebenaran mulanya ‘sok ngeles membela terdakwa
Susila. Namun ujung-ujungnya, Hakim, Jaksa, Pembela, dan orang-orang dalam ruang
sidang ngerusuh pada barang bukti. Bicara ngeres dan vulgar, berlomba-lomba.
Tentang Penulis
Ayu Utami
Sumber: https://koropak.co.id/17257/mengenal-novelis-ayu-utami-dan-karyanya-
yang-berjudul-saman
Ayu Utami dengan nama lengkap Justina Ayu Utami ini merupakan penulis yang dikenal
sebagai pendobrak kemapanan, khusunya dalam masalah seks dan agama. Ayu Utami
lahir di Bogor, 21 November 1968. Ia berasal dari keluarga Katolik dan pendidikan
terkahirnya yakni S-1 Sastra Rusia dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1994).
Ayu Utami juga pernah sekolah di Advance Journalism, Thomsin Foundation,
Cardiff, UK (1995) dan Asian Leadership Fellow Program, Tokyo, Japan (1999).
Ayu Utami masuk dalam dunia jurnalistik dan bekerja sebagai Wartawan
Matra, Forum Keadilan, dan D&R. Kemudian Ayu Utami tidak lagi beraktivitas
sebagai jurnalis, Ayu Utami menulis novel pertamanya dan rilis pada tahun1998
dengan judul Saman. Kritik dan pujian didapatkan Ayu Utami karena
dianggap penulis novel pembaru dalam dunia sastra Indonesia dan melalui novel itula
h,Ayu Utami dikenal banyak pembaca.
Selain itu, bersama Agus Noor, Ayu Utami menulis naskah drama pertamanya
yang berjudul Sidang Susila untuk merefleksikan dan mengkritik RUU
Antipornografi dan Antipornoaksi. Sebenarnya naskah Sidang Susila ini ditulis sendiri
oleh Ayu Utami kemudian ditulis ulang oleh Agus Noor.
Agus Noor
Sumber: https://mudabicara.com/mengilhami-sajak-doa-koruptor-yang-baik-dan-
benar-agus-noor/
Agus Noor merupakan sastrawan yang dikenal dengan penulis karya puisi
dan prosa. Agus Noor yang lahir di Tegal, 26 Juni 1968 ini juga merupakan
penlis naskah drama untuk program Sentilan Sentilun Metro TV yang mana
merupakan hasil adopsi dari naskah monolognya. Dengan latar belakang pendidikan
jurusan Teater, Institut Seni Indonesia(ISI), Yogyakarta. Agus Noor sangat dikenal
sebagai penulis naskah panggung dengan gaya parodi yang terkadang satir.
Bersama dengan Ayu Utami, ia menulis naskah drama Sidang Susila sebagai
kritik RUU Antipornografi dan Antipornoaksi. Hal tersebut dicerminkan dari adegan-
adegan yang ada pada naskah dramanya yakni sebut saja balon yang menjadi tuduh
anakan pemicu tindakan asusila, persis seperti yang dianalogikan Ayu Utami sebagai
sesuatu yang konyol dan menunjukkan bagaimana Undang-Undang tersebut sangat
multitafsir. Sebagaimana dikutip dalam blog pribadinya, Agus Noor menjelaskan asal
mula ia menulis naskah drama Sidang Susila karena Butet yang ingin pentas monolog
dan ia menyarankan untuk menggunakan naskah orang lain agar lebih menarik. Selain
itu, kecenderungan Butet yang selama ini mementaskan naskah dari lingkup
komunitasnya saja. Dalam proses penulisan naskah tersebut gagasan dasar dari Ayu
Utami dikembangkan oleh Agus Noor agar dapat memenuhi standar dalam dramatik
lakon teater.
Sumber: https://gudeg.net/read/14404/sidang-susila-teater-komedi-ruu-
pornografi.html
Daftar Pustaka
Burhani, Ruslan. 2010. Sidang Susila Dipentaskan Teater Syahid Mengkritik Hukum.
Diakses 2 Juni 2013 melalui
https://www.antaranews.com/berita/213328/sidang-susila-dipentaskan-teater-
syahid-mengkritik-hukum
Ervinda, Meilisa. Kritik Sosial dalam Naskah Drama Sidang Susila Karya Ayu. DOI:
https://www.academia.edu/43666343/KRITIK_SOSIAL_DALAM_NASKAH_
DRAMA_SIDANG_SUSILA_KARYA_AYU
Kuswara, Eris. 2022. Mengenal Novelis Ayu Utami dan Karyanya yang Berjudul
Saman. Diakses 2 Juni 2023 melalui https://koropak.co.id/17257/mengenal-
novelis-ayu-utami-dan-karyanya-yang-berjudul-saman
Rahman. Sidang Susila, Teater Komedi RUU Pornografi. Diakses 2 Juni 2023 melalui
https://gudeg.net/read/14404/sidang-susila-teater-komedi-ruu-pornografi.html
TEATER GANDRIK: GUNDALA GAWAT
A. Ringkasan Pementasan
Penulis naskah drama berjudul Gundala Gawat ini yaitu Goenawan Mohamad.
Goenawan Mohamad, penyair dan esais terkemuka, nama lengkapnya Goenawan
Susatyo Mohamad dan lebih dikenal dengan nama Goenawan Mohamad adalah anak
bungsu dari delapan bersaudara yang lahir tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa
Tengah.
Goenawan Mohamad adalah seorang penulis, penyair, dan kritikus sastra Indonesia
yang terkenal. Dia mulai menulis saat masih bersekolah di SMA dan menerjemahkan
puisi Emily Dickinson yang dimuat dalam Harian Abadi pada tahun 1960-an. Karya-
karya awalnya terkumpul dalam kumpulan puisi Manifestasi yang diterbitkan di
Harian Abadi. Selain puisi, Goenawan juga menulis esai dan memegang peran
penting dalam media, termasuk sebagai pemimpin redaksi majalah Tempo.
Selama 40 tahun kreativitasnya, kumpulan puisi dan esai Goenawan
diterbitkan, dan ia menerima beberapa penghargaan, termasuk Anugerah Seni dari
Pemerintah Republik Indonesia dan Penghargaan A. Teeuw di Leiden. Karya-
karyanya memiliki pengaruh signifikan dalam dunia sastra Indonesia dan
mempengaruhi generasi muda untuk terlibat dalam bidang sastra dan pemikiran. Dia
dianggap sebagai salah satu cendekiawan muda yang menghidupkan harapan melalui
puisi-puisi modern yang kaya tradisi dan juga sebagai penulis yang mengembangkan
bahasa Indonesia menjadi lebih intelektual dan luas.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2016. Teater Gandrik, Kritik Sosial Dengan Gaya Guyonan. 1001 Indonesia.
Diakses pada 29 Mei 2023 melalui https://1001indonesia.net/teater-
gandrik/
Anonim. 2023. Teater Gandrik. Wikipedia. Diakses pada 29 Mei 2023 melalui
https://id.wikipedia.org/wiki/Teater_Gandrik
Fathurrohman, M. Nurdin. 2019. Biografi Djaduk Ferianto-Seniman Musik Asal
Yogyakarta. Biografi Tokoh Ternama. Diakses pada 29 Mei 2023 melalui
https://biografi-tokoh- ternama.blogspot.com/2019/11/biografi-djaduk-
ferianto-seniman-musik-asal- yogyakarta.html
Sahana, Munarsih. 2013. Teater Gandrik Ubah Kisah Pahlawan Super Jadi Kritik
Sosial. Voa Indonesia. Diakses pada 29 Mei 2023 melalui Teater Gandrik
Ubah Kisah Pahlawan Super Jadi Kritik Sosial (ampproject.org)
Setiawan, Dj. 2013. GUNDALA GAWAT: Melawan Korupsi Dengan Cara Yang
Jenaka. Kbr Prime. Diakses pada 29 Mei 2023 melalui
https://kbr.id/berita/04-2013/gundala- gawat- --melawan-korupsi-
dengan-cara-yang-jenaka/36046.html
Sugono, Dendy, dkk. 2016. Biodata Goenawan Mohamad. Ensiklopedia Sastra
Indonesia. Diakses pada 29 Mei 2023 melalui
https://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Goenawan_Mohamad
TEATER GANDRIK
HAKIM SARMIN
Naskah 'Hakim Sarmin' dikemas dalam bentuk baru yang lebih segar, dan
memadukan seni peran dengan nuansa musik. Disutradarai oleh Djaduk Ferianto,
pementasan kali ini terasa spesial, dan isu yang dibawakan kontekstual.
Lakon yang menggunakan latar suasana yang ganjil itu menceritakan tentang hakim
yang masuk rumah sakit jiwa yang disebut Pusat Rehabilitasi. Para hakim menolak
masuk Pusat Rehabilitasi dikabarkan mati terbunuh dan mayatnya dibuang ke Lubang
Buaya. Isu pembersihan hakim-hakim pun menebarkan kecemasan.
Teater Gandrik menyuguhkan tema-tema sosial yang berkembang dalam kehidupan
sehari-hari, dengan menggunakan “guyon parikena”, yaitu sindiran secara halus,
seperti mengejek diri sendiri. Seni peran dengan gagasan Teater Gandrik ini, oleh
beberapa kritikus, disebut sebagai estetika sampakan, di mana panggung menjadi
medan permainan para aktor secara luwes, cair dan cenderung “memain-mainkan
karakter”, sehingga tak ada batasan yang jelas antara “aktor sebagai pemain” dengan
“watak yang dimainkannya”
Para personil Teater Gandrik memang tumbuh dalam lingkungan tradisi Jawa yang
kental. Lingkungan tradisi inilah yang kemudian banyak memberi warna pada
pementasan-pementasan Teater Gandrik. Tradisi itu juga menjadi jalan bagi Teater
Gandrik untuk mencari dan pada akhirnya menemukan identitas estetik. Tetapi,
seperti dikatakan pula oleh Dr. Faruk, para personil Teater Gandrik juga mengalami
modernisasi, yang mengakibatkan mereka memiliki keinginan untuk berbeda dengan
generasi sebelumnya, dimana mereka kemudian memasuki sebuah dunia baru yang
bernama Indonesia.
“Teater Gandrik merupakan kelompok teater Indonesia yang mengolah konsep dan
bentuk teater tradisional dengan semangat panggung teater kontemporer. Teater
Gandrik selalu memberikan kontribusi untuk perkembangan ide, cita-cita dan nilai
kehidupan manusia melalui pementasan seni yang digelarnya. Pementasan Hakim
Sarmin yang memadukan dialog dan musik ini diharapkan mampu memberikan
pemahaman bagi generasi muda mengenai proses dan perkembangan kebudayaan
sehingga mampu membangun jiwa yang penuh dengan semangat kebangsaan,” ujar
Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.
“Teater Gandrik merupakan kelompok teater Indonesia yang mengolah konsep dan
bentuk teater tradisional dengan semangat panggung teater kontemporer. Teater
Gandrik selalu memberikan kontribusi untuk perkembangan ide, cita-cita dan nilai
kehidupan manusia melalui pementasan seni yang digelarnya. Pementasan Hakim
Sarmin yang memadukan dialog dan musik ini diharapkan mampu memberikan
pemahaman bagi generasi muda mengenai proses dan perkembangan kebudayaan
sehingga mampu membangun jiwa yang penuh dengan semangat kebangsaan,” ujar
Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.
Kreativitas dalam pementasan Hakim Sarmin, taeter Gandrik ini sudah tidak lagi
diragukan, mulai dari dekorasi hingga para pemeran lakonnya. Lakon Hakim Sarmin
yang di pentaskan dengan letar belakang rumah sakit jiwa, atau pusat rehabilitasi.
Mulai dengan para pemeran, Dokter Menawi Diparani ( Susilo Nugroho ), dan Hakim
Sarmin ( Butet Kartaredjasa ).
DAFTAR PUSTAKA
'Hakim Sarmin', Lakon Satir Khas Teater Gandrik (detik.com)
SUMBER FOTO : Hakim Sarmin - Bing images
'Hakim Sarmin' Cermin Kekecewaan Publik ke Dunia Peradilan (detik.com)
TEATER GANDRIK - KELUARGA “TOT”
(sumber: https://koleksiperpus.jakarta.go.id/)
Bila memungkinkan, lakon Keluarga Tot juga akan dipentaskan di kota – kota
lainnya.
Butet Kartaredjasa
adalah seorang
seniman dan aktor
senior asal Indonesia.
Pada tahun 1996, ia
mendirikan Galang
Communication,
sebuah institusi
periklanan dan studio
grafis, yang kemudian
diikuti dengan mendirikan Yayasan Galang yang bergerak dalam pelayanan
kampanye publik untuk masalah-masalah kesehatan reproduksi berperspektif
gender.
Butet adalah anak dari Bagong Kussudiardjo, koreografer dan pelukis senior
Indonesia. Ia merupakan saudara kandung dari musisi dan penata
musik Djaduk Ferianto. Butet pernah bergabung di Teater Kita-
Kita (1977), Teater SSRI (1978-1981), Sanggarbambu (1978-1981), Teater
Dinasti (1982-1985), Teater Gandrik (1985-sekarang), Komunitas Pak
Kanjeng (1993-1994), Teater Paku (1994), Komunitas seni Kua Etnika (1995-
sekarang).
4. Djaduk Ferianto
Gregorius Djaduk
Ferianto lahir dengan
nama kecil Guritno, di
Yogyakarta, pada
tanggal 19 Juli 1964
dari seorang Ibu
bernama Sutiana dan
Ayahnya, Bagong Kussudiardja. Nama Djaduk yang berarti unggul diberikan
setelah dirasa tidak cocok dengan nama Guritno, pemberian pamannya, karena
sakit-sakitan hingga menginjak usia 8 tahun. Djaduk Ferianto wafat di
Yogyakarta, 13 November tahun 2019 pada usianya yang ke-55 tahun. Dengan
darah seni yang mengalir dari ayahnya, Djaduk tumbuh menjadi seorang
seniman dan sastrawan terkemuka baik dalam dunia seni peran maupun seni
musik. Meskipun dikenal sebagai musisi maupun aktor, Djaduk sempat
menempuh pendidikan di Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni
Indonesia, Yogyakarta. Djaduk Ferianto menjadi bagian dari Teater Gandrik
sebagai penata musik dalam beberapa repertoarnya.
5. Agus Noor
Lahir di tahun
1968, Agus
merasakan
pengalaman
berkarya yang
berbeda-beda di
setiap era
pemerintahan,
dimulai dari Orde
Baru. Kala itu,
tekanan-tekanan
vertikal dalam
menyatakan kritik dan pendapat begitu terasa, terlebih ia juga aktif dalam
pergerakan mahasiswa. Walau demikian, hal itu justru membuatnya bergairah
untuk menulis. Dari situlah lahir karya-karya satir sosial-politiknya. Salah
satunya buku Bapak Presiden yang Terhormat (1998), yang saat itu disensor
dengan diberikan judul berbeda, yaitu Peang. Selain menulis sindiran tentang
sosial – politik, Agus Noor membuat berbagai bentuk karya sastra, seperti
prosa, cerita pendek, puisi, naskah lakon, serta skenario televisi.
Lakon Keluarga Tot juga menurunkan banyak pemain senior, seperti: Susilo Nugroho,
Dyah Arum, Jami Atut Tarwiyah, Whani Dharmawan, Heru Kesawa Murti, Djaduk
Ferianto, Sepnu Heryanto, Butet Kartaredjasa, Abdillah Yusuf, Rulyani Isfihana,
Ferry Ludianto, M. Arif Wijayanto, Wahyu Novianto, M. Hendra Himawan, dan Yopi
Hendrawan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Butet Kertaradjasa – Arsip FFI. Diakses pada 30 Mei 2023 melalui
https://www.festivalfilm.id/arsip/name/butet-kertaradjasa
Anonim. Jujuk Prabowo – Kelola. Diakses pada 30 Mei 2023 melalui
http://kelola.or.id/seniman/jujuk-prabowo-2/
Anonim. Teater Gandrik Dan Komitmen Menyuarakan Keresahan Rakyat Lewat Seni
Serta Guyon Parikena. Diakses pada 30 Mei 2023 melalui
https://kebudayaan.jogjakota.go.id/
Anonim. 2009, April 15. Teater Gandrik Pentaskan Drama Keluarga Tot. Diakses
pada 30 Mei 2023 melalui https://regional.kompas.com/
Admadipurwa, Purwadmadi. 2009, Mei 06. Gandrik: Sinkretis Satire. Diakses pada
30 Mei 2023 melalui https://regional.kompas.com/
Asphani, Hasan. 2009, Maret 16. “Keluarga Tot” Teater Gandrik. Diakses pada 30
Mei 2023 melalui https://agusnoorfiles.wordpress.com/
Chrisnawati, Swaswati Triana. Agus Noor - Indonesia Kaya. Diakses pada 30 Mei
2023 melalui https://indonesiakaya.com/tokoh-indonesia/agus_noor_-2/
Gunaesa, Iwan. 2021, Februari 02. Inilah Kelompok Teater Legendaris Indonesia.
Diakses pada 30 Mei 2023 melalui https://bandungklik.com/inilah-kelompok-
teater-legendaris-indonesia/seni-budaya/
Hibatul, Nadhila. 2018, Maret 28. Geliat Dunia Teater Indonesia. Diakses pada 30
Mei 2023 melalui http://lppmkreativa.com/geliat-dunia-teater-indonesia/
Materi Tokoh Teater / Drama Indonesia Jilid 21
Youtube: https://youtu.be/I52ssLIS__g
TEATER GANDRIK – ORDE TABUNG
DAFTAR PUSTAKA
Sahid, Nur. 2012. Dramaturgi Teater Gandrik Yogyakarta Dalam Lakon ‘’Orde
Tabung’’ Dan ‘’Departemen Borok’’. Jurnal Universitas Gadjah Mada. Hal 1-
32
Sahid, Nur. 2010. Tema Dan Penokohan Drama Orde Tabung Teater Gandrik:
Kajian Sosiologi Seni. Jurnal Kajian Linguistik dan Sastra. Vol. 22, No. 2.
Hal. 157-170.
Sumber Foto : teater orde tabung - Bing images
TEATER GANDRIK: PARA PENSIUNAN 2049
Sumber :
https://cdns.klimg.com/newshub.id/site/krjogja.com/news/2022/07/28/405123/para-
pensiunan-2049-kritik-sosial-politik-dengan-tontonan-segar-220728y.jpg
Penulis Para Pensiunan 2049 yang tidak kalah hebat dari Agus Noor,
seorang aktor teater dan pelawak yang sering disebut Den Baguse Ngarso
karena perannya yang populer sebagai tokoh antagonis dalam acara siaran
Mbangun Deso di TVRI Yogyakarta tahun 1990-an, Susilo Nugroho. Susilo
Nugroho lahir di Yogyakarta pada tanggal 5 Januari 1959. Ia meruapakan
seorang aktor yang terjun ke dalam seni peran teater sejak duduk di SLTA
pada tahun 1977. Beliau adalah pendiri teater gandrik bersama Heru Kesawa
Sumber : Murti, Jujuk Prabowo,
https://gudeg.net/cni-content/uploads/m Sepnu Heryanto, dan
odules/direktori/logo/drs-susilo-
nugroho-den-baguse-ngarso.jpg Saptaria
Handayaningsih. Kini
disamping berperan dalam dunia teater, Susilo Nugroho juga menjadi
seorang guru di SMK N 1 Bantul, Yogyakarta. Pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki mengenai seni berperan didapatkannya dari pengalaman-
pengalaman di panggung sandiwara. Tidak hanya melalui panggung teater,
tetapi pengalaman peran dalam sebuah televisi juga membangun keahlian
yang dimiliki. Hingga kini, Susilo Nugroho tidak akan meninggalkan
panggung teater, walaupun sekarang memiliki pekerjaan sebagai seorang
guru.
Gregorius Djaduk Ferianto atau yang kerap disapa Djaduk Ferianto
merupakan seorang aktor, sutradara, dan seniman Indonesia. Djaduk Ferianto
merupakan sutradara pementasan Para Pensiunan 2049 di tiga kota besar
Indonesia. Beliau lahir di Yogyakarta pada tanggal 19 Juli 1964. Beliau sudah
berpulang pada tanggal 13 November 2019, sebelum peryunjukan teater Para
Pensiunan 2049 di Ciputra Hall Surabaya. Djaduk Ferianto merupakan salah
satu anak dari seorang pelukis, penari, aktor, dan koreaografer yang memiliki
nama di Yogyakarta, yaitu Bagong Kusudiarjo. Selain itu, beliau adalah adik
dari seorang aktor dan pembawa acara Butet Kartaredjasa. Djaduk Ferianto
yang tumbuh dan berkembang di lingkungan seni dan teater mendorong ia
untuk berkarir di bidang yang sama. Beberapa karir yang dilakoni oleh Djaduk
Ferianto, meliputi.
Daftar Pustaka
Anonimous. 2019. Teater Gandrik Hadirkan Lakon Horor Nan Jenaka Dalam
Lakon “Para Pensiunan 2049 dalam
https://indonesiakaya.com/agenda-budaya/teater-gandrik-hadirkan-
lakon-horor-nan-jenaka-dalam-lakon-para-pensiunan-2049/. Diunduh
29 Mei 2023.
Safura, Ilham. 2019. Para Pensiunan: 2049, Gandrik yang Tetap Kritis dan
Menghibur dalam https://www.jawapos.com/saujana/01246939/para-
pensiunan-2049-gandrik-yang-tetap-kritis-dan-menghibur. Diunduh 29
Mei 2023.
Agnes, Tia. 2019. ‘Para Pensiunan 2049’: Ketika Seorang Koruptor Tak
Boleh Dikubur dalam https://hot.detik.com/art/d-4525516/para-
pensiunan-2049-ketika-seorang-koruptor-tak-boleh-dikubur. Diunduh
29 Mei 2023.
SARI KISAH
Di tengah wawancara sang sinden muncul dan sang wartawan pun mengorek
informasi dari sang sinden secara langsung. Ketika sedang wawancara dengan sinden
datanglah warga desa yang protes kepada pak lurah, ada yang protes karena salah satu
keluarganya sinting karena tergila-gila kepada sinden dan ada anak seorang warga
yang ingin menjual semua hartanya. Pak Lurah pun menghadapi protes warga dengan
santai dengan memberikan sogokan tuntutan warga pun berakhir. Pak Lurah
mengajak wartawan dan Semi untuk berkeliling melihat kampung yang telah
melahirkan seorang sinden yang hebat. Di rumah Raden Lurah hanya tinggal Genjik
dan Sawi yang sedang berbincang-bincang tentang SPJ.
Ditengah percakapan itu datanglah Sang Hyang Narada dan Sang Hyang
Yamadipati yang bermaksud untuk menjemput sang sinden. Tidak lama kemudian
Pak Lurah menemui kedua dewa tersebut, sebenrnya Pak Lurah tidak setuju jika
sinden didikannya itu harus dijemput ke khayangan karena Pak Lurah sudah
mengorbankan segala untuk sang sinden termasuk Bu Lurah. Karena yang menjemput
sinden adalah dewa akhirnya dengan terpaksa Pak Lurah menyetujuinya. Bu Lurah
memarahi Panjang, keran menurut Bu Lurah Panjang adalah suami yang tidak becus
mengurus keluarga sampai-sampai istrinya menjadi seorang sinden dan menggoda
suami orang. Pada saat itu kemudian Semi datang dengan tergesa-gesa, Semi hendak
meminta izin kepad Panjang untuk ikut dengan dewa ke khayangan. Melihat Semi
dihadapannya Bu Lurah pun memarahi sinden itu juga. Tidak lama kemudian kedua
dewa datang ke rumah sinden, juga hendak meminta izin kepada Panjang. Tetapi
panjang tidak mengizinkan istrinya pergi ke khayangan karena dia masih
membutuhkan sang istri, karena merasa di rendahkan Panjang mencoba bunuh diri
dengan meminum racun. Akhirnya sang dewa bermbuk dan menghasilkan keputusan
Semi tetap di bawa ke khayangan beserta suami dan anak-anaknya. Melihat kejadian
tersebut Bu Lurah akhirnya sadar bahwa Bu Lurah tidak seperti apa yang disangka.
Sinden adalah sebuah naskah drama pilihan salah satu team artistik dalam
proses mata kuliah seni drama angkatan 2007, dengan beberapa pertimbangan. Karena
menurut kami naskah sinden memiliki tematik menarik dan peristiwa dalam naskah
tersebut merupakan penggabungan dua dunia yaitu antara dunia khayangan dalam
wayang yang di ibaratkan sebagai kritik sosial pada pemerintahan dan dunia nyata
seorang sinden dengan realita di Indonesia saat ini, naskah tersebut memebicarakan
fenomena ketidakpercayaan masyarakat terhadap seorang sinden di tengah maraknya
musik-musik pop yang terdapat di indonesia.
c. Sang Hyang Dewa Yamadipati Patuh, tanggung jawab, mudah tertarik pada
wanita cantik
d. Panjang Suka mengeluh, kurang cekatan, kurang tanggung jawab, putus asa
m. Pongge Perhatian
1.2 Alur Alur pada naskah drama Sindhen adalah alur maju, dan bagiannya adalah
3. Gaya bahasa ilmiah, seperti dialog Raden Lurah Tanpa Sembada “Dia itu
memang hebat kok, nak!. Sudah sepantasnya bila harus dimuat khusus di majalah
bonafid saudara itu. Kalau perlu, dimuat untuk satu terbitan istimewa, semuanya
isinya sinden. Begitu ta nak?.”
1.6 Amanat
1. Jangan berburuksangka kepada orang lain tanpa adanya bukti yang kuat
”Baik saya ingatkan lagi. Kamu suruh isterimu menggoda suamiku dengan suaranya
itu. Lantas sekarang suamiku mau kawin sama istermu. Itu juga kamu suruh, ya ndak?
Nah, kamu sekarang dapat bagian berapa kalau istrimu kawin sama suamiku, heh?
Berapa?”
2. Seorang suami harus bekerja keras, karena suami adalah tulang punggung
keluarga “Eh, Pak. Sejak dulu aku selalu ngomong baik-baik sama kamu. Kamu
jangan ngilang-ngilangke. Apa kamu tidak ingat, kuwajiban ngurus anak itu tidak
hanya perempuan saja. Laki-laki macam kamu pun mestinya harus bisa ngurus anak.
Tidak hanya lki-laki thok yang bisa cari duit, perempuan pun bisa cari duit. Kalu
kamu sekarang menyalahkan aku soal anak-anak, apa itu namanya pener?. Tidak
gampang peempuan itu melahirkan. Sekarang kalau aku kamu bebani anak-anak,
kamu itu maunya apa, he?.”
DAFTAR PUSTAKA
Heru Kesawan Murti, 2009, sinden, text-id.123do
Sumber Foto :
https://images.search.yahoo.com/images/view;_ylt=Awr93Jwl83lkbeAKdXCJ
zbkF;_ylu=c2VjA3NyBHNsawNpbWcEb2lkAzZjYmRjYmQwZjUxZjdhNDk
xOTA0NjE5MzMwOTdhMjdiBGdwb3MDNwRpdANiaW5n?back=https
%3A%2F%2Fimages.search.yahoo.com%2Fsearch%2Fimages%3Fp
%3Dteater%2Bsinden%26type%3DE210US885G91602%26fr%3Dmcafee
%26fr2%3Dpiv-web%26tab%3Dorganic%26ri
%3D7&w=855&h=570&imgurl=indonesiakaya.com%2Fwp-content
%2Fuploads%2F2020%2F11%2FSinden-Sepuh-berusaha-menemukan-
seorang-sinden-yang-konon-memiliki-rajah-di-punggungnya.jpg&rurl=https
%3A%2F%2Findonesiakaya.com%2Fagenda-budaya%2Fsinden-republik-
angkat-peran-perempuan-dalam-kebudayaan-dan-masyarakat
%2F&size=125.8KB&p=teater+sinden&oid=6cbdcbd0f51f7a4919046193309
7a27b&fr2=piv-web&fr=mcafee&tt=%26quot%3BSinden+Republik%26quot
%3B+Angkat+Peran+Perempuan+dalam+Kebudayaan+dan+Masyarakat+-
+Indonesia+Kaya&b=0&ni=21&no=7&ts=&tab=organic&sigr=93xFEaAPvG
7c&sigb=epAv745GZyxG&sigi=8S0srsoUAUGk&sigt=LSgTrm1Zz0CB&.cr
umb=zl9pMBm85rd&fr=mcafee&fr2=piv-web&type=E210US885G91602
TEATER GANDRIK “TANGIS”
Gambar 1. Teater Gandrik mementaskan lakon "Tangis" pada Februari 2015. (ANTARA FOTO/Noveradika)
Heru Kesawa Murti menulis sebagian besar lakon yang dibawakan oleh Teater
Gandrik sebelum ia meninggal pada tahun 2011. Lakon-lakon Teater Gandrik
biasanya terlibat dalam kritik sosial melalui kacamata rakyat kecil, khususnya orang
Jawa. Guyon Parikena yang sangat dikenal di masyarakat Jogja merupakan bentuk
kritik masyarakat yang khas.
Kembali ke panggung adalah Teater Gandrik. Tangis kali ini dibawakan oleh
kelompok teater di bawah arahan Butet Kertaradjasa dan Djaduk Ferianto. Tangis
merupakan campuran dari Tangis dan Juragan Abiyoso, dua naskah yang ditulis oleh
almarhum Heru Kesawa Murti. Kedua naskah ini digabungkan oleh pengarang Agus
Noor untuk menciptakan lakon Tangis.
Tangis langsung dibuka oleh tokoh Dulang yang diperankan oleh Susilo
Nugroho. Dulang mengorkestrasikan kisah keluarga Abiyoso layaknya seorang
dalang. Gurauan, gurauan, candaan bisa langsung membuat penonton tertawa, yang
menjadi ciri khas Teater Gandrik. Dulang memiliki bakat alami dalam membuat
gerakan dan ucapan yang lucu. Dulang masuk ke rumah Abiyoso di TKP, meski tak
lagi tinggal di sana. Dulang menemukan beberapa perabot berdebu dan mengelapnya
hingga bersih. Dulang mengungkapkan bahwa debu itu adalah bubuk tanpa ada
keraguan. Lelucon Dulang semakin aneh. Peran Dulang beragam, mulai dari ketua RT
hingga perempuan, mirip stand up comedian. Penonton Concert Hall langsung tertawa
melihat aksi Dulang. Dulang akhirnya menjadi bintang pertunjukan meski tidak
mendominasi penampilan. Tingkat humor Dulang di luar kemampuan Butet dan artis
lainnya. Meski menjadi sorotan, Butet dan kawan-kawan patut mendapat pujian
karena penampilan panggungnya yang luar biasa.
Kisah lengkap Sumir, atau tepatnya arwah Sumir yang menghantui setiap
hentakan perusahaan Batik Abiyoso, diceritakan dalam drama Tangis. Konon, ia
berubah dari bukan siapa-siapa menjadi tiba-tiba melejit dalam kariernya dan
kemudian menghilang setelah menggelar aksi protes buruh batik. Namun bisnis Batik
Abiyoso terus terpuruk karena praktik menerima pesanan dari orang-orang yang tak
lebih dari kepanjangan tangan partai politik dan oknum salah satu pejabat yang
koruptor. Meski utang perusahaan batik ke bank membengkak, hal itu terus berlanjut.
Tragedi
Bunuh diri Pak Muspro, kepala pemasaran Batik Abiyoso dan sahabat Juragan
Abiyoso (Butet Kataredjasa), menambah kesengsaraan bisnis batik. Bisnis batik mulai
berjuang, dan cerita lama serta rahasia bisnis mulai mengemuka. Hilangnya Pak
Muspro membuat kompi dan juragan Abiyoso menderita. Sebagai hasil dari
meningkatnya ketidakpercayaan di antara staf, mereka mulai mencuri setiap kali ada
kesempatan. Anak Juragan Abiyoso, Pengajap (Feri Ludiyanto), hobinya santai dan
bersenang-senang tidak perduli dengan apa yang terjadi. Ia hanya tau bahwa dia
berhak atas pekerjaan yang dikosongkan oleh Pak Muspro.
Drama Tangispun kemudian dimulai. Pangjab bersekongkol untuk membuat
perusahaan berjalan lebih buruk dari yang sudah di bawah kendali Prasojo, anak Pak
Muspro, untuk mendapatkan pekerjaan. Pangjab, dengan bantuan Siwuh, bersemangat
berlatih menangis dan menggunakan isak tangis sebagai senjata untuk merayu
ayahnya agar menerima jabatan yang dipegang Prasojo (Kusen Ali).
Namun, Juragan Abiyoso meninggal dalam keputusasaan dan ketakutan akan
masa lalu sebelum semua ini terjadi. Pengajab masuk penjara untuk membunuh lawan
mainnya Siwuh (Nunung Dewi) ketika ibu Abiyoso menjadi gila. Yang tersisa setelah
perusahaan Batik itu bangkrut hanyalah tangisan.
Gambar 3. Teater Gandrik mementaskan lakon "Tangis" pada Februari 2015. (Foto: sorotjogja.com)
TANGGAPAN MASYARAKAT
Sistem respon, juga dikenal sebagai penonton, adalah sistem pendukung sastra
lainnya yang harus dipertimbangkan jika organisasi teater ingin meningkatkan
penampilan atau mendapatkan umpan balik, rekomendasi, atau ide dari penonton.
Untuk mencapai saling pengertian dan kerja sama dalam simbiosis mutualistik,
perusahaan teater harus selalu memperhatikan penontonnya. Setelah melihat
pertunjukan, penonton akan memberikan berbagai kritik. Sutradara, aktor, desain
panggung, skrip, dan elemen terkait pementasan lainnya semuanya terbuka untuk
kritik.
Penonton sangat menikmati pementasan lakon Tangis karena guyonan yang
disampaikan. Hampir semua dari mereka menanggapi dengan baik dan menambahkan
interpretasi mereka tentang kisah tersebut, atau mementingkan fakta. Dengan kata
lain, mereka memahami hubungan antara cerita dan kenyataan. Sambutan penonton
umum pertunjukan ini mencerminkan iklim sosial politik Indonesia saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, Rizky. 2015. Cubitan Tak Sakit dari “Tangis” Teater Gandrik dalam
https://www.beritasatu.com/hiburan/248425/cubitan-tak-sakit-dari-tangis-
teater-gandrik diakses pada 02 Juni 2023.
Yuniari, Agil. 2020. Analisis Struktur Dan Tekstur George R. Kernodle Dalam
Naskah Drama Tangis (2015) Karya Agus Noor dalam
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/80925/Analisis-Struktur-Dan-Tekstur-
George-R-Kernodle-Dalam-Naskah-Drama-Tangis-2015-Karya-Agus-Noor
diakses pada 02 Juni 2023.
Editor. 2016. Teater Gandrik, Kritik Sosial dengan Gaya Guyonan dalam
https://1001indonesia.net/teater-gandrik/ diakses pada 02 Juni 2023.
Mardianto, Herry. 2011. DINAMIKA PERKEMBANGAN TEATER DI INDONEDIA
Di YOGYAKARTA dalam https://doi.org/10.26499/wdprw.v39i2.33 diakses
pada 02 Juni 2023.
Ridlo, dkk. READERS’ RESPONSE TO THE PERFOMANCE OF TEATER
GANDRIK’S TANGIS ON THE RECENT SOCIO-POLITICAL PHENOMENA. Jurnal
Penelitian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. Vol 20, No 2. DOI :
https://journal.uny.ac.id/index.php/litera/article/view/36321