Anda di halaman 1dari 60

KEMBALI MEWUJUDKAN KESADARAN MANUSIA LEWAT

PEMENTASAN LAKON DHEMIT KARYA HERU KESAWA MURTI

A. Pertunjukan Lakon Dhemit: Tentang Manusia dan Mitos

Lakon Dhemit adalah salah satu drama yang unik sebab menampilkan tokoh-
tokoh makhluk halus. Lakon Dhemit diciptakan oleh salah satu seniman yang terampil
dalam jagat teater, yaitu Heru Kesawa Murti. Heru Kesawa Murti adalah seorang
pendiri sebuah kelompok seni teater yang berasal dari Yogyakarta, Teater Gandrik.
Bersama dengan Susilo Nugroho, Saptaria Handayaningsih, dan Jujuk Prabowo, Heru
Kesawa Murti melenggang pertunjukkan dengan banyak mengangkat tema-tema
sosial, kritik terhadap penguasa atas keadaan masyarakat kecil yang semakin
terpinggirkan, tetapi tetap disampaikan dengan gaya yang enak, bahkan diselingi
canda. Lantas terbentuklah lakon-lakon yang mengangkat tema tersebut sehingga
semakin diakui keberadaannya. Salah satu drama yang mengangkat tema sosial
tersebut ialah Dhemit.
Pementasan dengan lakon Dhemit ini diangkat dari masalah lingkungan yang
terjadi di sekitar manusia.Serupa dengan naskah, contoh dari masalah tersebut adalah
kerusakan dari hutan dan tanah sebab adanya penebangan hutan dan perebutan lahan
untuk kepentingan pribadi suatu proyek pembangunan. Isu yang diangkat pada drama
tersebut akan selalu hangat untuk dibicarakan, mengingat pada saat ini banyak
kejadian serupa akibat keserakahan manusia.
Naskah tersebut mengisahkan tentang kaum dhemit yang merasa terancam
karena lingkungan tempat tinggalnya dirusak oleh manusia. Selaras dengan judulnya,
tokoh-tokoh yang muncul kebanyakan adalah para dhemit, diantaranya Genderuwo;
Jin; Pocong; Kuntilanak; Egrang; Wilwo; Sawan dan sebagainya.Tema sosial yang
diangkat dalam naskah lakon Dhemit adalah perusakan alam dan lingkungan akibat
keserakahan manusia. Dalam lakon ini diceritakan bahwa untuk memperlancar
pembangunan jalan dan jembatan, proyek ini harus menebang banyak pohon besar
dan mengeruk tanah perbukitan. Namun akibat dari proyek ini, ketika musim
penghujan tiba terjadilah banjir dan tanah longsor. Hal ini dapat dibuktikan melalui
kutipan berikut.
DI DAERAH LERENG TERSEBUT AKAN SEGERA DIBANGUN KOMPLEKS
PERUMAHAN. PARA DHEMIT AKHIRNYA LARI TUNGGANG LANGGANG,
SEMENTARA TRAKTOR DAN GERGAJI MESIN TAK HENTINYA MENDERU,
MERAUNG-RAUNG MEROBOHKAN POHON-POHON ITU DENGAN TAK
PEDULI SAMA SEKALI. PARA DHEMIT MENGERANG, KECEWA, MARAH DAN
TERANCAM. (DHEMIT: 3).

Lakon Dhemit memulai pementasannya bermula dari tokoh Rajegwesi dan


Suli. Rajegwesi adalah seorang kontraktor, sedangkan Suli sebagai konsultannya.
Tokoh Rajegwesi merupakan tokoh utama yang memiliki sifat serakah, egois, dan
kepala batu. Rajegwesi yang serakah ingin mengambil semua keuntungan dari proyek
yang sedang direncanakan tanpa terkecuali. Sebab sifatnya yang kepala batu, ia tidak
peduli dengan apapun, termasuk saran yang sudah diberikan dari Suli sebagai
konsultannya dan sesepuh desa. Berikut adalah dialog Tokoh Rajegwesi dan Suli
ketika berdebat tentang tanah desa.

SULI
Pak Rajeg jangan hanya menyalahkan saya.
Pak Rajeg tahu, tanah di sini ini labil. Mudah longsor. Saya sudah mengusulkan agar
dibuat sistem terasering. Dan soal pohan preh itu memang sulit ditebang, meskipun
sudah menggunakan traktor.
RAJEGWESI
Itu artinya kamu percaya dengan pemikiran penduduk desa!
SULI
Bukan begitu pak Rajeg. Kita sebagai orang
baru di sini, sebaiknya kita menghargai pemikiran penduduk ini!
RAJEGWESI
Sama saja! Artinya kamu bahwa pohon preh itu ada penunggunya. Ada demitnya.
Katanya insinyur, lha kok percaya demit.
Katanya jujur, lha kok nggapit? (DHEMIT: 4)

Rajegwesi yang menggambarkan bahwa dirinya serakah, terutama pada


adegan di mana Suli ditemukan oleh sesepuh desa, akan tetapi Rajegwesi ingkar janji.
Ketika Suli sudah ditemukan akibat diculik dhemit, Rajegwesi justru meledakkan
bom ke hutan. Akibatnya tanah di hutan itu longsor, sehingga Rajegwesi terkena
imbasnya.

Foto: Rajegwasi dan Suli dalam Lakon Demit Teater Syahid UIN Jakarta 2022

Sementara, tokoh dhemit berjumlah enam orang, setiap dhemit memiliki sifat
yang berbeda-beda. Ada dhemit yang mempunyai sifat yang peduli terhadap kelima
dhemit lainnya yakni Dhemit 1. Hal ini dipertegas pada dialog “Kita ini baru terkena
musibah teman-teman kita banyak yang menderita, ini keadaan darurat kamu masih
saja bicara birokratis seperti itu.”Lalu, Dhemit 2 yang memiliki sifat yang keras
kepala. Dhemit 3 dan 4 dengan sifatnya yang cerewet dan memiliki ciri khasnya, yaitu
tertawa. Berbeda dengan Dhemit 5 yang cenderung serius dan keras kepala. Terlihat
pada adegan Suli diculik oleh dhemit 5 yang sebenarnya Lurahe sebagai ketua dhemit
tidak menyuruhnya untuk menculik Suli. Terakhir, Dhemit 6 memiliki sifat yang lucu
dan lambat dalam berbicara. Keluguan dan sifat lawak Dhemit 6 mampu mencairkan
suasana di mana ketika adanya adegan yang serius tiba-tiba bisa membuat penonton
tertawa.
Terlihat sangat jelas bahwa pementasan tersebut mengambil tema hutan yang
digunakan para warga desa sebagai tempat untuk mencari nafkah. Hutan itu juga yang
membuat Rajegwesi terkena musibah akibat keegoisannya dengan mendatangkan
tanah longsor. Lalu, pementasan drama ini pun menegangkan seperti ketika tokoh
Rajegwesi tertimpa longsor dan pada saat warga desa marah kepada Rajegwesi. Selain
menegangkan, lakon ini pun menyedihkan pada saat warga desa yang merasa sedih
lantaran hutannya ditebang, karena hutan tersebut merupakan sumber pencarian
mereka. Melalui dialog-dialognya, drama ini pun menyajikan suasana yang lucu,
penuh candaan dibalik ketegangan dan kesedihan.

B. Ulasan Penonton Terhadap Pementasan Lakon Dhemit Karya Heru Kesawa


Murti: Menumbuhkan Kesadaran Manusia
Lakon Dhemit Heru Kesawa Murti yang menceritakan tentang sekelompok
dhemit yang tempat tinggalnya mulai terusik oleh kehadiran manusia. Dimana
manusia ingin menguasai segalanya. Termasuk tempat tinggal para dhemit-demit
lainnya. Para dhemit marah, sangat marah karena tempat tinggal mereka telah diusik
manusia. Bukan hanya diusik tapi akan dimusnahkan. Mereka mencoba
menggagalkan proyek pembangunan dengan cara apapun, salah satunya ialah
menculik. Namun dalam naskah lakon ini, manusia digambarkan sebagai mahluk
yang serakah. Ditandai dengan adegan ketika manusia pun akhirnya berhasil
merobohkan semua tempat terutama kediaman sang lurah Dhemit Jin penunggu
pohon preh. Lalu berakhir dengan Rajegwei yang mati, ia menuai keserakahannya
dengan tertimpa pohon preh tersebut.
Dari kisah yang diangkat dan tema yang diusung oleh lakon Dhemit, banyak
sekali pelajaran dan sindiran yang begitu dekat dengan peristiwa yang terjadi di
masyarakat. Lakon Dhemit seolah-olah menertawakan dan menyindir marah mereka
yang bergelagat serupa dengan Rajegwasi. Ketika dipentaskan, selain untuk hiburan,
lakon ini hadir untuk menumbuhkan kesadaran dalam diri manusia melalui peristiwa
dan dialog-dialognya.
Penonton dapat memetik pesan dari lakon Dhemit karya Heru Kesawa Murti
ini lewat Amanat lewat pesan seperti jangan bersifat serakah terhadap suatu hal, sebab
manusia menuai apa yang ia tanam, seperti tokoh Rajegwasi. Manusia hidup di dunia
ini tidak sendirian, walaupun terbilang kita berbeda dimensi dengan makhluk gaib
tetapi kita tidak boleh sampai mengganggu kehidupan mereka dan kita sesama
manusia juga tidak boleh serakah. Dalam lakon ini, penonton diingatkan betapa
istimewanya untuk berbuat yang sewajarnya dan saling menghargai.

C. Di Mana dan Kapan Ketika Lakon Dhemit Dipentaskan

Pementasan teater Gandrik dalam lakon Dhemit pertama dipentaskan di


Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta pada tahun 1987. Namun kini, banyak sekali
teater atau studi pertunjukkan yang mengangkat naskah lakon tersebut menjadi sebuah
pementasan. Salah satunya ialah Teater Syahid UIN Jakarta yang berlangsung di
tahun 2022.
Lakon Dhemit juga dipentaskan di Bandung dalam pementasan Teater Awal
Bandung. FIB UI pun pernah membawakan naskah lakon Dhemit dalam pentas
tunggalnya, yakni Teater Lingkar di tahun 2022. Sungguh begitu banyak pementasan
lakon yang membawakan teater Dhemit ini dan didokumentasi lewat kanal YouTube.
Berikut adalah dokumentasi dari Teater Syahid UIN Jakarta tahun 2022 yang
membawakan lakon Dhemit.

Foto: Dokumentasi Lakon Dhemit dalam YouTube


Teater Syahid UIN Jakarta 2022

D. Heru Kesawa Murti dan Naskah yang Dipentaskan

Naskah lakon Dhemit ditulis oleh salah satu seniman yang mahsyur di jagat
teater. Heru Kesawa Murti. Beliau adalah seorang penulis naskah dan pemeran teater
Indonesia. Ia pernah menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Seni Rupa,
Akademi Seni Rupa Indonesia Yogyakarta (tidak tamat), dan Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada. Namanya dikenal luas di masyarakat, saat berperan dalam
serial sinetron berbahasa Jawa Mbangun Desa yang ditayangkan seminggu sekali di
TVRI Yogyakarta dari tahun 1988 sampai 2008.
Foto: Heru Kesawa Murti
Bersama dengan Susilo Nugroho, Jujuk Prabowo, Sepnu Heryanto dan
Saptaria Handayaningsih (Alm) ia mendirikan Teater Gandrik pada tahun 1983.
Bersama teater inilah kreativitas seninya terwadahi, karena naskah-naskah tulisannya
dipentaskan, dan kekuatan keaktorannya dipertunjukkan.
Naskah naskah karyanya antara lain; Orang-orang terasing, Kucing, Muara
Putih Hati, Pena Tajam, Diam Itu Indah, Gincu, Surat Untuk Wakil Rakyat, serial
mBangun Desa, serial Kompleks, serial Gatotkaca, serial Sirkuit Kemelut, Cinta dan
Pasir, serial Malioboro, serial Cermin, serial Badut Pasti Berlalu, Dua Jaman, Tuan
Residen, Kismet, Meh, Kontrang-Kantring, Pensiunan, Sinden, Pasar Seret, Isyu,
Dhemit, Flu, Proyek, Juragan Abiyasa, Kera-kera, Orde Tabung, Upeti, Buruk Muka
Cermin diJual, Brigade Maling, Departemen Borok, Parawira Pantene, Mas Tom
(adaptasi dari "Tom Jones" oleh Henry Fielding) Pandol, Pasar Seret 3, dan
sebagainya.
Lakon Dhemit di Teater Syahid UIN Jakarta karya Heru Kesawa Murti dan
disutradarai oleh Hana Nur Anisa ini pun dapat dijumpai di kanal YouTube, Teater
Syahid. Rajegwesi diperankan oleh Abdul Sahri Wiji Asmoko, Suli diperankan oleh
Neneng Syukria Fathimah, Lurahe diperankan oleh Muhammad Ovi Royhan. Lakon
Dhemit di Teater Awal Bandung pun disutradarai oleh Ekky Abeng.

E. Teater Gandrik adalah Seni yang Terwadahi

Teater Gandrik merupakan salah satu kelompok teater kontemporer Indonesia


yang mampu mengolah bentuk dan spirit teater tradisional dengan gaya
pemanggungan modern. Kelompok yang didirikan 13 September 1983 oleh Jujuk
Prabowo, Heru Kesawa Murti, Susila Nugraha, Sepnu Heryanto, Novi Budianto itu,
hingga kini masih malang melintang di dunia seni pertunjukan nasional.
Lakon-lakon Teater Gandrik merupakan ‘manifestasi teateral dan modern dari
pola kritik varian rakyat kecil’, terutama rakyat kecil Jawa, dengan menggunakan
guyon parikena, menyindir secara halus yang tidak menimbulkan kemarahan yang
berkuasa, dan bahkan seperti mengejek diri sendiri walaupun sesungguhnya yang
dibidik adalah orang lain (yang tengah berkuasa).
Model kritik guyon parikena dan semangat mengolah bentuk-bentuk teater
tradisional ke dalam bentuk pementasan teater modern, menjadi dua hal penting yang
menjadi orientasi estetis lakon-lakon Teater Gandrik. Itulah sebabnya Teater Gandrik
kemudian disebut sebagai kelompok yang mengembangkan estetika sampakan.
Dimana panggung menjadi medan permainan para aktor secara luwes, cair dan
cenderung ‘memain-mainkan karakter’ dalam lakon-lakonnya, sehingga tak ada
batasan yang jelas antara ‘aktor sebagai pemain’ dengan ‘watak yang dimainkannya’.
Inilah pola permainan gaya sampakan, yang oleh para personil Teater Gandrik disebut
sebagai pengembangan dari pola permainan yang mereka temukan pada banyak teater
tradisional di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Heru Kesawa Murti. 2002. Palaran Avant-Gandrik. Yogyakarta: Pustaka Gondho


Suli.
Munarsih, S. 2013. Teater Gandrik Ubah Kisah Pahlawan Super Jadi Kritik Sosial.
VOA Indonesia, diakses 31 Mei 2023
TEATER GANDRIK: LAKON PANTI IDOLA

TEATER GANDRIK
Teater Gandrik adalah kelompok seni teater dari Yogyakarta, Indonesia. Kelompok
teater ini didirikan pada tanggal 13 September 1983 oleh beberapa orang. Para pendii
tersebut adalah Heru Kesawa Murti, Susilo Nugroho, Saptaria Handayaningsih, dan
Jujuk Prabowo. Teater Gandrik mulai diakui keberadaannya setelah memenangi
Festival Pertunjukan Rakyat tingkat daerah sebagai juara pertama.
Mengangkat tema-tema sosial, dan kritik terhadap penguasa atas keadaan masyarakat
kecil yang semakin terpinggirkan, tetapi tetap disampaikan dengan gaya yang enak,
dan bahkan diselingi canda, merupakan suatu ciri khas dari teater Gandrik. Sehingga,
pada masa Orde Baru, kelompok ini termasuk yang cukup aman tanpa dihinggapi
kecemasan akan dicekal oleh penguasa.

Peran kelompok Gandrik terhadap dunia Teater di tanah air ini pun turut
diperhitungkan. Hal ini tak terlepas dari bentuk Lakon-lakon Teater Gandrik yang
merupakan perwujudan teater tradisional dan modern dari pola kritik varian rakyat
kecil’, terutama rakyat kecil Jawa, dengan menggunakan model kritik guyon parikena,
yaitu menyindir secara halus yang tidak menimbulkan kemarahan yang berkuasa, dan
bahkan seperti mengejek diri sendiri walaupun sesungguhnya yang dibidik adalah
orang lain (yang tengah berkuasa).

juga, pada tahun 1980-1990, bisa dikatakan menjadi tahun-tahun paling produktif bagi
Teater Gandrik. Hal ini ditandai dengan beberapa pementasan yang menjadi bagian
penting dari dinamika sosial politik di Indonesia pada masa itu. Ketika hagemoni
kekuasaan Orde Baru begitu kuat, lakon-lakon Teater Gandrik mampu menjadi
medium untuk melakukan kritik sosial sekaligus katarsis politik.

PEMENTASAN
Lakon Pan-Dol mengangkat suatu masalah aktual yang terjadi di negara Indonesia
Bangunan ceritanya menyodorkan anatomi korupsi yg berlapis, digerakkan jaringan
penguasa, dan ditamengi berbagai kedok legal, seperti anggaran, perda & program
antikorupsi.
Panti Perawatan Mental Korban Korupsi, terkenal dengan sebutan Panti Idola
(Pandol) di Kabupaten Kota Bulus. Namun, pandol hanya kedok untuk perilaku
korupsi Bupati Kota Bulus bersama Direktur Pandol dengan memanipulasi anggaran
Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata Kabupatan Kota Bulus. Upaya ini adalah
paradigma dan pembudayaan baru yang diciptakan Sang Bupati, bahwa korupsi hanya
bisa dilawan oleh korban korupsi. Sebab, diluaran sana, korupsi telah merajalela
sampai batas nalar sehat sekalipun; semua pihak sudah kehabisan asa
menghentikannya
Pandol merupakan panti yang hanya dikhususkan untuk para korban korupsi, seperti
istri, anak, maupun pihak yang terkena getah para koruptor. Nama mereka akan
tersemat anggun di monumen korban korupsi jika telah dinyatakan lulus. Serta-merta
publik tergila-gila ingin masuk Pandol, karena korban korupsi pun akan berkibar
menjadi pahlawan-pahlawan antikorupsi. Di panti itu, para istri, anak, suami, bahkan
keponakan para pelaku tindak pidana korupsi, mendapat perawatan khusus. Bukan
saja dari sisi psikologi, seluruh fasilitas hidup dari alat komunikasi hingga naik
busway, semuanya serba gratis.
Naskah lakon berjudul “Panti Idola” atau biasa disingkat menjadi Pan-Dol ditulis oleh
Heru Kesawa Murti, dan disutradai oleh Jujuk Prabowo—yang keduanya juga
merupakan pendiri teater Gandrik. Lakon tersebut pernah dipentaskan pada tanggal 4-
5 Juni tahun 2010 di Taman Budaya Yogyakarta (TBY).
Pentas tersebut menarik karcis dengan harga
yang variatif, tergantung masing-masing kelas.
Mulai dari kelas festival yang dibanderol
dengan harga Rp.30.000, sampai dengan kelas
Vvip seharga 100.000. Saat itu, tiket box
tersedia di beberapa tempat. Yaitu Padepokan
Seni Bagong Kussudiardja, Kedaulatan
Rakyat, Radio Sonora, Whatever Factory
Outlet dan di Taman Budaya Yogyakarta.
http://www.infokorupsi.com
Setelah diselenggarakan di TBY, lakon Panti
Idola pun kemudian dipentaskan ulang di
Jakarta pada tanggal 21-22 Juni, di Gedung Ismail Marzuki.

DAFTAR PUSTAKA
Wicaksono, Andri. 2011. “Teater Gandrik= Panti Idola: Istana Kultur, Menghibur,
dan Mencerdaskan.” Dalam http://andriew.blogspot.com/2011/06/teater-gandrik-
panti-idola-istana.html. Diakses 2 Juni 2023.
http://www.infokorupsi.com. 2010. Diakses 2 Juni 2023.
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Teater_Gandrik. Diakses 2 Juni 2023.
LAKON SIDANG SUSILA DALAM TEATER GANDRIK KARYA AYU
UTAMI DAN AGUS NOOR

Sumber: http://naskahdrama-rps.blogspot.com/2010/08/sidang-susila-ayu-utami-dan-
agus-noor.html
Ringkasan Cerita Sidang Susila
Cerita dimulai ketika petugas kepolisian (Polisi Moral) morat-marit
menggeledah berbagai tempat di tiap sudut kota, menggeledah tiap aksi asusila
masyarakatnya. Baru setelah keramaian polisi itu sirna, orang-orang yang tadinya
bersembunyi, kini kembali berpesta pora lagi di satu tayuban. Susila Parna (dibaca
Susilo Porno dalam logat Jawa), seorang pedagang mainan anak yang tambun,
merupakan salah satu yang paling dikenal para penari di tayuban, datang lagi ke sana.
Bermain dengan Mira, seorang penari tayuban yang menaruh simpati padanya.
Namun tiba-tiba saja, belum beberapa menit, sekumpulan Polisi Moral itu
balik lagi ke tayuban, memporakporandakan keadaan. Semua kabur, terkecuali si
Susila yang tambun karena bingung dan susah gerak. Walhasil cuma Susila yang kena
tangkap dan didekam di sel. Hakim dan Jaksa berdiskusi tentang bagaimana
pornografi kian marak akhir-akhir ini, menghakimi Susila sepanjang hari.
Sepanjang penahanannya, Susila Parna yang orisinil dalam perkataan dan
gerak tubuhnya didampingi oleh sang keponakan, Utami sebagai pembelanya. Utami
tak mau hubungan kekerabatannya dengan Susila kena ekspos publik, yang bakal
mencemari nama baiknya sebagai sarjana lulusan Fakultas Hukum universitas
ternama. Biar begitu, Utami lumayan juga untuk disebut sebagai pahlawan
kebenaran… untuk sementara ini.
Di persidangan pertamanya, Susila kena ancam hukuman UU Antipornografi
dengan barang bukti yang disita adalah balon mainan anak yang biasa dijualnya. Jaksa
mengungkapkan bahwa balon-balon ini bisa mencemari pikiran anak karena
bentukannya yang sensual mirip dada perempuan. Susila tak mau kalah dengan
berkata kalau balon-balon itu bisa jadi ngeres tergantung imaginasi masing-masing.
Sidang pertama berlangsung sedikit alot dengan akhir Susila kena tuduhan lagi dan
lagi.
Sementara Susila menanti keputusan sidang di sel, banyak hal yang terjadi
mulai dari Petugas Penjaga Sel 1 yang kena “dor” karena dekat-dekat dengan Susila
yang notabene seorang pesakitan sampai tentang ponakannya yang kena bujuk rayu
Hakim dan Jaksa. Utami yang lemah karena tak mau hubungan kekerabatannya
dengan Susila dicepukan ke publik, mau tak mau ikut rencana Pak Hakim dan Bu
Jaksa.
Di satu malam, si penari tayuban yang punya perasaan pada Susila, Mira,
datang menyelinap ke sel, memaksa Susila agar segera keluar dari tempat itu. Oh,
Mira itu pejuang, katanya, sudah punya kunci sel di tangan dan menaklukkan para
petugas penjaga. Susila bingung. Tinggal di sel pun, hukuman mati sudah menunggu.
Kabur pun, dia jadi buron, sampai ketemu, mati kena tembak juga ia. Pada akhirnya
Susila kabur juga. Diburon Polisi Asusila.
Sidang berikutnya marut. Pesakitan tidak ada, kabur. Pembela yang masih
punya sisa jiwa-jiwa pahlawan kebenaran mulanya ‘sok ngeles membela terdakwa
Susila. Namun ujung-ujungnya, Hakim, Jaksa, Pembela, dan orang-orang dalam ruang
sidang ngerusuh pada barang bukti. Bicara ngeres dan vulgar, berlomba-lomba.

Tentang Penulis
Ayu Utami
Sumber: https://koropak.co.id/17257/mengenal-novelis-ayu-utami-dan-karyanya-
yang-berjudul-saman
Ayu Utami dengan nama lengkap Justina Ayu Utami ini merupakan penulis yang dikenal
sebagai pendobrak kemapanan, khusunya dalam masalah seks dan agama. Ayu Utami
lahir di Bogor, 21 November 1968. Ia berasal dari keluarga Katolik dan pendidikan
terkahirnya yakni S-1 Sastra Rusia dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1994).
Ayu Utami juga pernah sekolah di Advance Journalism, Thomsin Foundation,
Cardiff, UK (1995) dan Asian Leadership Fellow Program, Tokyo, Japan (1999).
Ayu Utami masuk dalam dunia jurnalistik dan bekerja sebagai Wartawan
Matra, Forum Keadilan, dan D&R. Kemudian Ayu Utami tidak lagi beraktivitas
sebagai jurnalis, Ayu Utami menulis novel pertamanya dan rilis pada tahun1998
dengan judul Saman. Kritik dan pujian didapatkan Ayu Utami karena
dianggap penulis novel pembaru dalam dunia sastra Indonesia dan melalui novel itula
h,Ayu Utami dikenal banyak pembaca.
Selain itu, bersama Agus Noor, Ayu Utami menulis naskah drama pertamanya
yang berjudul Sidang Susila untuk merefleksikan dan mengkritik RUU
Antipornografi dan Antipornoaksi. Sebenarnya naskah Sidang Susila ini ditulis sendiri
oleh Ayu Utami kemudian ditulis ulang oleh Agus Noor.

Agus Noor
Sumber: https://mudabicara.com/mengilhami-sajak-doa-koruptor-yang-baik-dan-
benar-agus-noor/
Agus Noor merupakan sastrawan yang dikenal dengan penulis karya puisi
dan prosa. Agus Noor yang lahir di Tegal, 26 Juni 1968 ini juga merupakan
penlis naskah drama untuk program Sentilan Sentilun Metro TV yang mana
merupakan hasil adopsi dari naskah monolognya. Dengan latar belakang pendidikan
jurusan Teater, Institut Seni Indonesia(ISI), Yogyakarta. Agus Noor sangat dikenal
sebagai penulis naskah panggung dengan gaya parodi yang terkadang satir.
Bersama dengan Ayu Utami, ia menulis naskah drama Sidang Susila sebagai
kritik RUU Antipornografi dan Antipornoaksi. Hal tersebut dicerminkan dari adegan-
adegan yang ada pada naskah dramanya yakni sebut saja balon yang menjadi tuduh
anakan pemicu tindakan asusila, persis seperti yang dianalogikan Ayu Utami sebagai
sesuatu yang konyol dan menunjukkan bagaimana Undang-Undang tersebut sangat
multitafsir. Sebagaimana dikutip dalam blog pribadinya, Agus Noor menjelaskan asal
mula ia menulis naskah drama Sidang Susila karena Butet yang ingin pentas monolog
dan ia menyarankan untuk menggunakan naskah orang lain agar lebih menarik. Selain
itu, kecenderungan Butet yang selama ini mementaskan naskah dari lingkup
komunitasnya saja. Dalam proses penulisan naskah tersebut gagasan dasar dari Ayu
Utami dikembangkan oleh Agus Noor agar dapat memenuhi standar dalam dramatik
lakon teater.

Lainnya tentang Lakon Ini


Sidang Susila ini dibuat oleh Ayu Utami dan Agus Noor pada tahun 2008.
Naskah ini merupakan refleksi dari adanya rencana pembuatan RUU Antipornografi
dan Antipornoaksi di Indonesia pada tahun 2007-2008. Pertama kali dipentaskan pada
tanggal 21-23 Februari di Taman Ismail Mazuki oleh Teater Gandrik.
Teater yang banyak dianggap sebagai kritik terhadap hukum di pemerintahan
ini juga pernah dipentaskan oleh Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia UGM di
Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta pada November 2019.

Sumber: https://gudeg.net/read/14404/sidang-susila-teater-komedi-ruu-
pornografi.html

Daftar Pustaka

Burhani, Ruslan. 2010. Sidang Susila Dipentaskan Teater Syahid Mengkritik Hukum.
Diakses 2 Juni 2013 melalui
https://www.antaranews.com/berita/213328/sidang-susila-dipentaskan-teater-
syahid-mengkritik-hukum

Ervinda, Meilisa. Kritik Sosial dalam Naskah Drama Sidang Susila Karya Ayu. DOI:
https://www.academia.edu/43666343/KRITIK_SOSIAL_DALAM_NASKAH_
DRAMA_SIDANG_SUSILA_KARYA_AYU

Kuswara, Eris. 2022. Mengenal Novelis Ayu Utami dan Karyanya yang Berjudul
Saman. Diakses 2 Juni 2023 melalui https://koropak.co.id/17257/mengenal-
novelis-ayu-utami-dan-karyanya-yang-berjudul-saman

Rahman. Sidang Susila, Teater Komedi RUU Pornografi. Diakses 2 Juni 2023 melalui
https://gudeg.net/read/14404/sidang-susila-teater-komedi-ruu-pornografi.html
TEATER GANDRIK: GUNDALA GAWAT

Sumber youtube: PKJ Taman Ismail Marzuki

A. Ringkasan Pementasan

Teater Gandrik adalah kelompok seni teater dari Yogyakarta, Indonesia.


Kelompok ini didirikan pada tanggal 13 September 1983 oleh Heru Kesawa
Murti, Susilo Nugroho, Saptaria Handayaningsih, dan Jujuk Prabowo. Teater Gandrik
mulai diakui keberadaannya setelah memenangi Festival Pertunjukan Rakyat tingkat
daerah sebagai juara pertama. Teater Gandrik lebih banyak mengangkat tema-tema
sosial, kritik terhadap penguasa atas keadaan masyarakat kecil yang semakin
terpinggirkan, tetapi tetap disampaikan dengan gaya yang enak, bahkan diselingi
canda. Sehingga, pada masa Orde Baru, kelompok ini termasuk yang cukup aman
melenggang tanpa dihinggapi ketakutan akan dicekal oleh penguasa. Aktivitas Teater
Gandrik sendiri berpusat di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja.
Teater Gandrik kembali hadir dengan pertunjukan lakon "Gundala Gawat"
karya Goenawan Mohamad setelah penulis lakon sebelumnya, Heru Kesawa Murti,
meninggal dua tahun yang lalu. Pertunjukan ini diadakan di Concert Hall, Taman
Budaya Yogya pada tanggal 16 dan 17 April, serta di Graha Bakti Budaya TIM
Jakarta pada tanggal 26 dan 27 April, pukul 20.00 WIB. Teater ini juga akan di
pentaskan di Surabaya serta kota-kota lain di Indonesia. Djarum Apresiasi Budaya
memberikan dukungan penuh kepada kelompok teater ini sebagai komitmen mereka
dalam mendorong kecintaan masyarakat terhadap budaya bangsa.
Gundala Gawat adalah sebuah karya yang mengangkat cerita tentang Gundala
Putra Petir, seorang pahlawan super lokal yang terkenal dalam komik karya Hasmi
Suraminata dan juga menjadi bagian dari pementasan ini. Warga menuduh Gundala
bersekongkol dengan ayahnya, Petir, karena tiap kali terjadi serangan petir,
perampokan bank selalu terjadi.
Pada akhir cerita, Gundala bersama dengan pahlawan super lokal lainnya
diperintahkan oleh komikus Hasmi untuk menyusup ke dalam kelompok musuh.
Namun, Gundala terjebak tanpa daya sementara pahlawan lainnya malah ikut terlibat
dalam perampokan. Pementasan drama ini dipentaskan oleh Teater Gandrik
Yogyakarta dan memiliki nuansa humor serta kritik sosial, termasuk menyertakan
peristiwa penyerangan lapas Cebongan, kegagalan Ujian Nasional, dan kasus-kasus
korupsi.
Menurut Goenawan, drama tersebut seharusnya dianggap sebagai guyonan
yang tidak perlu direspon dengan serius. Keikutsertaan Goenawan Mohamad dalam
kolaborasi kreatif ini sangat istimewa. Sebagai seorang penulis esai dan puisi,
Goenawan kali ini menulis lakon drama komedi untuk pertama kalinya. Hal ini
menjadi lebih menarik karena lakon tersebut dipentaskan oleh Teater Gandrik yang
dikenal dengan gaya 'sampakan' mereka, yaitu menafsirkan cerita dengan semangat
bermain-main yang penuh canda.

B. Kapan dan Dimana Saja Dipentaskan


Pertunjukan Teater Gandrik diadakan di Concert Hall, Taman Budaya Yogya
pada tanggal 16 dan 17 April, serta di Graha Bakti Budaya TIM Jakarta pada tanggal
26 dan 27 April, pukul 20.00 WIB. . Teater ini juga akan di pentaskan di Surabaya
serta kota-kota lain di Indonesia.
Karya berjudul Gundala Gawat ini juga pernah dipentaskan oleh Teater
Bagaswara mahasiswa prodi PBSI Universitas Negeri Yogyakarta pada 16 Desember
2016 di Tenis Indoor Universitas Negeri Yogyakarta untuk mengenang 40 hari
kepergian Alm. Bapak Harya Suraminata atau biasa dipanggil Bapak Hasmi. Beliau
merupakan penulis komik legendaris asli Indonesia tahun 1970-an yaitu “Gundala
Putera Petir”.

C. Biodata Penulis dan Sutradara

Sumber: Biografi Goenawan Mohamad

Penulis naskah drama berjudul Gundala Gawat ini yaitu Goenawan Mohamad.
Goenawan Mohamad, penyair dan esais terkemuka, nama lengkapnya Goenawan
Susatyo Mohamad dan lebih dikenal dengan nama Goenawan Mohamad adalah anak
bungsu dari delapan bersaudara yang lahir tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa
Tengah.
Goenawan Mohamad adalah seorang penulis, penyair, dan kritikus sastra Indonesia
yang terkenal. Dia mulai menulis saat masih bersekolah di SMA dan menerjemahkan
puisi Emily Dickinson yang dimuat dalam Harian Abadi pada tahun 1960-an. Karya-
karya awalnya terkumpul dalam kumpulan puisi Manifestasi yang diterbitkan di
Harian Abadi. Selain puisi, Goenawan juga menulis esai dan memegang peran
penting dalam media, termasuk sebagai pemimpin redaksi majalah Tempo.
Selama 40 tahun kreativitasnya, kumpulan puisi dan esai Goenawan
diterbitkan, dan ia menerima beberapa penghargaan, termasuk Anugerah Seni dari
Pemerintah Republik Indonesia dan Penghargaan A. Teeuw di Leiden. Karya-
karyanya memiliki pengaruh signifikan dalam dunia sastra Indonesia dan
mempengaruhi generasi muda untuk terlibat dalam bidang sastra dan pemikiran. Dia
dianggap sebagai salah satu cendekiawan muda yang menghidupkan harapan melalui
puisi-puisi modern yang kaya tradisi dan juga sebagai penulis yang mengembangkan
bahasa Indonesia menjadi lebih intelektual dan luas.

Sumber: Biodata Djaduk Ferianto

Gregorius Djaduk Ferianto, juga dikenal sebagai Djaduk Ferianto, adalah


seorang aktor, sutradara, dan musikus Indonesia. Dia adalah putra bungsu dari
Bagong Kussudiardja, seorang koreografer dan pelukis senior Indonesia, dan adik
kandung dari Butet Kartaredjasa, seorang aktor dan pemain teater Indonesia. Djaduk
lebih fokus dalam penggalian musik-musik tradisi. Dia adalah anggota kelompok
musik Kua Etnika, musik humor Sinten Remen, dan Teater Gandrik.
Selain bermain musik, dia juga menyutradarai pertunjukan teater dan membuat
ilustrasi musik untuk sinetron di televisi. Djaduk lahir pada tanggal 19 Juli 1964 di
Yogyakarta dari Bagong Kussudiardja dan Soetiana. Sejak tahun 1972, Djaduk sering
membuat ilustrasi musik untuk sinetron, jingle iklan, dan mengatur musik untuk
pertunjukan teater, serta tampil bersama kelompoknya di berbagai negara. Ia dan
kelompoknya dikenal karena eksplorasi mereka dalam menggunakan berbagai alat
dan benda sebagai instrumen musik. Sejak kecil, Djaduk selalu ditemani radio yang
sering memutar pertunjukan wayang, dan ia juga memiliki buku cerita wayang yang
selalu ada di sisinya. Lingkungan masa kecilnya di Tedjakusuman, Yogyakarta, yang
dekat dengan seni, sangat mendukung karier musik dan teaternya.

D. Peran Kelompok Teater dalam Dunia Perteateran Indonesia

Kelompok teater Gandrik memiliki peran yang signifikan dalam dunia


perteateran Indonesia. Kelompok teater ini dikenal sebagai salah satu kelompok teater
yang berpengaruh dan aktif dalam mengembangkan seni teater di Indonesia, terutama
pada masa-masa awal perkembangan teater modern di tanah air. Bebeberapa peran
penting telah dilakukan oleh kelompok teater Gandrik dalam dunia
perteateran Indonesia.
Didalam pengembangan seni pertunjukan lokal, kelompok Teater Gandrik
telah berperan penting dalam pengembangan seni pertunjukan lokal di daerah
Yogyakarta. Mereka sering menggunakan bahasa Jawa dalam pertunjukan mereka,
sehingga memberikan ruang bagi bahasa dan budaya lokal untuk berkembang dalam
konteks teater. Kelompok teater Gandrik juga aktif dalam memberikan pendidikan
dan pelatihan kepada generasi muda yang tertarik dalam seni teater. Mereka sering
mengadakan workshop dan kelas-kelas teater, memberikan pengetahuan dan
keterampilan kepada mereka yang ingin belajar lebih dalam tentang seni pertunjukan.
Teater Gandrik sering menggunakan pertunjukan mereka untuk merefleksikan
isu-isu sosial yang relevan dan mengangkat cerita-cerita dari budaya Jawa. Mereka
memainkan peran penting dalam memperjuangkan keberagaman budaya Indonesia
dan menghadirkan cerita-cerita yang mencerahkan dalam pertunjukan mereka.
Dengan demikian, kelompok teater Gandrik telah berperan sebagai salah satu pelopor
dalam perteateran Indonesia.

E. Tanggapan masyarakat terhadap tokoh tersebut atau resepsi-pembaca


terhadapnya.

Lakon-lakon Teater Gandrik umumnya mengangkat kritik sosial dari sudut


pandang rakyat kecil, terutama Jawa, dalam wujud teater modern. Gaya khas yang
digunakan dalam mengungkapkan kritik sosial adalah guyon parikena yang akrab di
dunia orang Jogja. Dengan cara ini, Teater Gandrik mampu menyindir secara
halus atau bahkan mengkritik orang lain dengan jalan mengejek diri sendiri. Metode
mengkritik dengan cara gembira ini terbukti ampuh. Kelompok ini dapat mengkritik
tanpa membuat yang dikritik merasa terganggu sehingga mereka cukup aman selama
rezim Orde Baru berkuasa.

Teater Gandrik membawa kegembiraan dan hiburan tersendiri. Teater Gandrik


sering kali dianggap sebagai hiburan yang menghibur dan mengocok perut.
Pertunjukan ini memiliki unsur komedi yang kaya dan penggunaan bahasa Jawa yang
kocak. Masyarakat dapat menikmati pertunjukan ini sebagai bentuk hiburan yang
positif dan menyenangkan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2016. Teater Gandrik, Kritik Sosial Dengan Gaya Guyonan. 1001 Indonesia.
Diakses pada 29 Mei 2023 melalui https://1001indonesia.net/teater-
gandrik/
Anonim. 2023. Teater Gandrik. Wikipedia. Diakses pada 29 Mei 2023 melalui
https://id.wikipedia.org/wiki/Teater_Gandrik
Fathurrohman, M. Nurdin. 2019. Biografi Djaduk Ferianto-Seniman Musik Asal
Yogyakarta. Biografi Tokoh Ternama. Diakses pada 29 Mei 2023 melalui
https://biografi-tokoh- ternama.blogspot.com/2019/11/biografi-djaduk-
ferianto-seniman-musik-asal- yogyakarta.html
Sahana, Munarsih. 2013. Teater Gandrik Ubah Kisah Pahlawan Super Jadi Kritik
Sosial. Voa Indonesia. Diakses pada 29 Mei 2023 melalui Teater Gandrik
Ubah Kisah Pahlawan Super Jadi Kritik Sosial (ampproject.org)
Setiawan, Dj. 2013. GUNDALA GAWAT: Melawan Korupsi Dengan Cara Yang
Jenaka. Kbr Prime. Diakses pada 29 Mei 2023 melalui
https://kbr.id/berita/04-2013/gundala- gawat- --melawan-korupsi-
dengan-cara-yang-jenaka/36046.html
Sugono, Dendy, dkk. 2016. Biodata Goenawan Mohamad. Ensiklopedia Sastra
Indonesia. Diakses pada 29 Mei 2023 melalui

https://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Goenawan_Mohamad
TEATER GANDRIK
HAKIM SARMIN

A. Ringkasan cerita teater Hakim Sarmin

Naskah 'Hakim Sarmin' dikemas dalam bentuk baru yang lebih segar, dan
memadukan seni peran dengan nuansa musik. Disutradarai oleh Djaduk Ferianto,
pementasan kali ini terasa spesial, dan isu yang dibawakan kontekstual.
Lakon yang menggunakan latar suasana yang ganjil itu menceritakan tentang hakim
yang masuk rumah sakit jiwa yang disebut Pusat Rehabilitasi. Para hakim menolak
masuk Pusat Rehabilitasi dikabarkan mati terbunuh dan mayatnya dibuang ke Lubang
Buaya. Isu pembersihan hakim-hakim pun menebarkan kecemasan.
Teater Gandrik menyuguhkan tema-tema sosial yang berkembang dalam kehidupan
sehari-hari, dengan menggunakan “guyon parikena”, yaitu sindiran secara halus,
seperti mengejek diri sendiri. Seni peran dengan gagasan Teater Gandrik ini, oleh
beberapa kritikus, disebut sebagai estetika sampakan, di mana panggung menjadi
medan permainan para aktor secara luwes, cair dan cenderung “memain-mainkan
karakter”, sehingga tak ada batasan yang jelas antara “aktor sebagai pemain” dengan
“watak yang dimainkannya”
Para personil Teater Gandrik memang tumbuh dalam lingkungan tradisi Jawa yang
kental. Lingkungan tradisi inilah yang kemudian banyak memberi warna pada
pementasan-pementasan Teater Gandrik. Tradisi itu juga menjadi jalan bagi Teater
Gandrik untuk mencari dan pada akhirnya menemukan identitas estetik. Tetapi,
seperti dikatakan pula oleh Dr. Faruk, para personil Teater Gandrik juga mengalami
modernisasi, yang mengakibatkan mereka memiliki keinginan untuk berbeda dengan
generasi sebelumnya, dimana mereka kemudian memasuki sebuah dunia baru yang
bernama Indonesia.
“Teater Gandrik merupakan kelompok teater Indonesia yang mengolah konsep dan
bentuk teater tradisional dengan semangat panggung teater kontemporer. Teater
Gandrik selalu memberikan kontribusi untuk perkembangan ide, cita-cita dan nilai
kehidupan manusia melalui pementasan seni yang digelarnya. Pementasan Hakim
Sarmin yang memadukan dialog dan musik ini diharapkan mampu memberikan
pemahaman bagi generasi muda mengenai proses dan perkembangan kebudayaan
sehingga mampu membangun jiwa yang penuh dengan semangat kebangsaan,” ujar
Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

B. Kapan dan Dimana Pementasan lakon


Pementasan Hakim Sarmin ini didukung Bakti Budaya Djarum Foundation dan
melibatkan para seniman Indonesia, antara lain Purwanto (Penata music), Ong Hari
Wahyu (Penata artistic), Rully Isfihana dan Jami Atut Tarwiyah (Penatan Kostum),
Dwi Novianto (penata cahaya), Antonius Gendel (penata suara), dan tim lain yang
turut berkontribusi untuk pementasan ini. Bagi warga Jogja dan sekitarnya, masih ada
kesempatan untuk menonton pementasan 'Hakim Sarmin' yakni hari ini, Kamis (30/3)
pukul 20.00 di TBY. Tiket dibanderol seharga Rp45 ribu sampai Rp200 ribu.
Teater Hakim Sarmin bukanlah pementasan pertama dari lakon Gandrik, tetapi mulai
dari 34 tahun yang lalu teater Gandrik di bentuk di padepokan seni bagong
Kussudiardja yang berlokasi di Yogyakarta, 12 September 1983. Perjalanannya
dimulai ketika periode 1980 – 1990 merupakan tahun awal yang sangat produktif,
dapat dilihat dari beberapa pementasan : Pasar Seret (1985), Pensiunan, Sinden
(1986), Demit, Isyu (1987), Orde Tabung, Juru Kunci, ( 1988), Upeti, Juragan
Abiyoso.

C. Biografi Penulis Naskah dan Sutradara


Naskah Hakim Sarmin yang ditulis oleh Agus Noor dan di produseri oleh Butet
Kartaredjasa ini dikemas dalam bentuk baru yang lebih segar, dengan memadukan
seni peran dengan nuansa musik. Pagelaran yang disutradarai oleh G. Djaruk
Febrianto kali ini terasa sepesial, bukan karena minyisipkan dialog dalam bentuk
lantunan- lantunan lagu, namun juga karena isu yang dibawakannyaa begitu
kontektual.

D. Peran Lakon Gandrik, Hakim Sarmin dalam masyarakat

“Teater Gandrik merupakan kelompok teater Indonesia yang mengolah konsep dan
bentuk teater tradisional dengan semangat panggung teater kontemporer. Teater
Gandrik selalu memberikan kontribusi untuk perkembangan ide, cita-cita dan nilai
kehidupan manusia melalui pementasan seni yang digelarnya. Pementasan Hakim
Sarmin yang memadukan dialog dan musik ini diharapkan mampu memberikan
pemahaman bagi generasi muda mengenai proses dan perkembangan kebudayaan
sehingga mampu membangun jiwa yang penuh dengan semangat kebangsaan,” ujar
Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.
Kreativitas dalam pementasan Hakim Sarmin, taeter Gandrik ini sudah tidak lagi
diragukan, mulai dari dekorasi hingga para pemeran lakonnya. Lakon Hakim Sarmin
yang di pentaskan dengan letar belakang rumah sakit jiwa, atau pusat rehabilitasi.
Mulai dengan para pemeran, Dokter Menawi Diparani ( Susilo Nugroho ), dan Hakim
Sarmin ( Butet Kartaredjasa ).

E. Tanggapan Masyarakat terhadap lakon Gandrik

Kepentingan politik, ambisi kekuasaan, siasat licik untuk saling menjatuhkan,


semakin membuat ketegangan di antara para tokoh dalam lakon ini. Di satu sisi,
proyek rehabilitasi ini dianggap sebagai jalan keluar untuk mengatasi wabah kegilaan,
tapi pada sisi lain dianggap pemborosan anggaran.
Dokter Menawi Diparani dianggap tak lagi bisa mengendalikan para hakim yang
menjadi pasien di Rumah Sakit Jiwa yang dipimpinnya, ketika para hakim itu mulai
menggerakkan “Revolusi Keadilan”.
"Ini ungkapan publik yang punya kekecewaan mendalam, lalu diformulasikan
seniman dengan baik," ujar Sukma saat berbincang dengan detikcom seusai
pertunjukan di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Kamis
(6/4/2017) tengah malam.
Sukma mengatakan jika teater Gendrik yang sudah di perankan ini, Yogyakarta
adalah sebuah ketidakadilan dari sebuah hukum. Seperti hukum yang dikelilingi
kegilaan.

DAFTAR PUSTAKA
'Hakim Sarmin', Lakon Satir Khas Teater Gandrik (detik.com)
SUMBER FOTO : Hakim Sarmin - Bing images
'Hakim Sarmin' Cermin Kekecewaan Publik ke Dunia Peradilan (detik.com)
TEATER GANDRIK - KELUARGA “TOT”
(sumber: https://koleksiperpus.jakarta.go.id/)

Ringkasan cerita pementasan Keluarga Tot


Teater Gandrik merupakan kelompok seni teater asal Yogyakarta. Lakon Teater
Gandrik banyak mengangkat tema sosial yang berkembang dalam kehidupan sehari-
hari yang dekat dengan masalah di masyarakat, salah satunya lakon Keluarga Tot.
Lakon Keluarga Tot sangat populer karena mengangkat masalah yang umum
dirasakan sebagian manusia, yaitu tekanan dalam kehidupan.
Keluarga Tot tinggal di sebuah desa kecil di Hongaria saat Perang Dunia II terjadi.
Lajos Tot merupakan seorang kepala keluarga yang memiliki istri dan dua orang
anak. Ia bekerja sebagai petugas pemadam kebakaran. Kehidupan mereka awalnya
berjalan dengan nyaman bersama masyarakat sekitar. Tetapi ketika satu masalah
datang, semuanya berubah.
Masalah Keluarga Tot mulai muncul ketika salah satu anak laki – laki mereka ikut
bertempur di Perang Dunia II. Ketika Keluarga Tot diselimuti perasaan cemas,
komandan tempur putranya, seorang Mayor, berlibur di kediaman mereka. Demi sang
anak yang sedang tugas bertempur di medan perang, sang istri, Mariska Tot,
menyandarkan harapan dengan memanfaatkan kehadiran sang Mayor. Mariska Tot
berjuang mati-matian berkorban memberi kenyamanan bagi sang Mayor, sedangkan
suaminya, Lajos Tot kegerahan akan paksaan dan kehendak sang Mayor. Kehadiran
sang Mayor dalam Keluarga Tot menimbulkan masalah, baik internal maupun
eksternal. Hal itu membuat Keluarga Tot menjadi asing di lingkungan sendiri karena
harus menyesuaikan keinginan sang Mayor.

Waktu dan tempat pementasan Keluarga Tot


Teater Gandrik mementaskan lakon Keluarga Tot sebanyak 2 kali.
1. Lakon Keluarga Tot dipentaskan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Tanggal
17 sampai tanggal 20 April 2009.
2. Lakon Keluarga Tot dipentaskan pula di Concert Hall Taman Budaya,
Yogyakarta. Tanggal 29 sampai tanggal 30 April 2009.

Bila memungkinkan, lakon Keluarga Tot juga akan dipentaskan di kota – kota
lainnya.

Lakon dan sutradara Keluarga Tot


Teater Gandrik mementaskan lakon Keluarga Tot yang disutradarai oleh:
1. Jujuk Prabowo

Leo Irinius Juhartono


atau Jujuk Prabowo,
lahir di Yogyakarta,
28 Juni 1954. Jujuk
besar di lingkungan
seniman dan terbiasa
mendengarkan siaran
wayang di radio.
Sejak itulah
ketertarikannya pada
kesenian Jawa
bermula. Saat SMP, ia
main kethoprak
bersama Kelompok Kethoprak RRI. Atas ajakan Bagong Kussudiardja, ia
bergabung dengan Kethoprak Sapta Mandala, kelompok kethoprak
terkemuka di Yogyakarta dan Jawa Tengah pada era 1970-an.Tahun 1983,
Camat Mantrijeron, Kasuharto, memintanya untuk membentuk kelompok
teater untuk mewakili Kecamatan Mantrijeron dalam lomba Festival
Pertunjukan Rakyat Tingkat Provinsi. Kelompok ini kemudian dikenal
sebagai Teater Gandrik karena pujian Kasuharto dalam Bahasa Jawa,
“Gandrik tenan koe ki cah,” (sumber: tangkapan layar FB CakNun)
2. Heru Kesawa Murti
Heru Kesawa
Murti
merupakan
seorang penulis
naskah, pemeran
teater serta
pendiri Teater
Gandrik yang
lahir pada
tanggal 9
Agustus 1957 di
Yogyakarta.
Selain sebagai seorang penulis naskah, beliau juga berperan sebagai aktor, juri,
juga menjadi pengajar di berbagai Universitas di Yogyakarta. Beliau
mengenyam pendidikan Sekolah Menengah Seni Rupa dan SMA Akademi
Seni Rupa Indonesia Yogyakarta dan Fakultas Filsafat UGM, namun tidak
menyelesaikan studinya. Beliau fokus pada karirnya sebagai seorang penulis
naskah sekaligus aktor di Teater Gandrik. Pada tanggal 1 Agustus 2011 beliau
menghembuskan nafas terakhirnya akibat serangan jantung koroner dengan
meninggalkan banyak sekali karya-karya dalam kancah dunia perteateran di
Indonesia.
3. Butet Kartaredjasa

Butet Kartaredjasa
adalah seorang
seniman dan aktor
senior asal Indonesia.
Pada tahun 1996, ia
mendirikan Galang
Communication,
sebuah institusi
periklanan dan studio
grafis, yang kemudian
diikuti dengan mendirikan Yayasan Galang yang bergerak dalam pelayanan
kampanye publik untuk masalah-masalah kesehatan reproduksi berperspektif
gender.
Butet adalah anak dari Bagong Kussudiardjo, koreografer dan pelukis senior
Indonesia. Ia merupakan saudara kandung dari musisi dan penata
musik Djaduk Ferianto. Butet pernah bergabung di Teater Kita-
Kita (1977), Teater SSRI (1978-1981), Sanggarbambu (1978-1981), Teater
Dinasti (1982-1985), Teater Gandrik (1985-sekarang), Komunitas Pak
Kanjeng (1993-1994), Teater Paku (1994), Komunitas seni Kua Etnika (1995-
sekarang).

4. Djaduk Ferianto

Gregorius Djaduk
Ferianto lahir dengan
nama kecil Guritno, di
Yogyakarta, pada
tanggal 19 Juli 1964
dari seorang Ibu
bernama Sutiana dan
Ayahnya, Bagong Kussudiardja. Nama Djaduk yang berarti unggul diberikan
setelah dirasa tidak cocok dengan nama Guritno, pemberian pamannya, karena
sakit-sakitan hingga menginjak usia 8 tahun. Djaduk Ferianto wafat di
Yogyakarta, 13 November tahun 2019 pada usianya yang ke-55 tahun. Dengan
darah seni yang mengalir dari ayahnya, Djaduk tumbuh menjadi seorang
seniman dan sastrawan terkemuka baik dalam dunia seni peran maupun seni
musik. Meskipun dikenal sebagai musisi maupun aktor, Djaduk sempat
menempuh pendidikan di Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni
Indonesia, Yogyakarta. Djaduk Ferianto menjadi bagian dari Teater Gandrik
sebagai penata musik dalam beberapa repertoarnya.

5. Agus Noor

Lahir di tahun
1968, Agus
merasakan
pengalaman
berkarya yang
berbeda-beda di
setiap era
pemerintahan,
dimulai dari Orde
Baru. Kala itu,
tekanan-tekanan
vertikal dalam
menyatakan kritik dan pendapat begitu terasa, terlebih ia juga aktif dalam
pergerakan mahasiswa. Walau demikian, hal itu justru membuatnya bergairah
untuk menulis. Dari situlah lahir karya-karya satir sosial-politiknya. Salah
satunya buku Bapak Presiden yang Terhormat (1998), yang saat itu disensor
dengan diberikan judul berbeda, yaitu Peang. Selain menulis sindiran tentang
sosial – politik, Agus Noor membuat berbagai bentuk karya sastra, seperti
prosa, cerita pendek, puisi, naskah lakon, serta skenario televisi.
Lakon Keluarga Tot juga menurunkan banyak pemain senior, seperti: Susilo Nugroho,
Dyah Arum, Jami Atut Tarwiyah, Whani Dharmawan, Heru Kesawa Murti, Djaduk
Ferianto, Sepnu Heryanto, Butet Kartaredjasa, Abdillah Yusuf, Rulyani Isfihana,
Ferry Ludianto, M. Arif Wijayanto, Wahyu Novianto, M. Hendra Himawan, dan Yopi
Hendrawan.

Peran Teater Gandrik dalam dunia perteateran Indonesia


Dunia teater di Indonesia pernah mengalami masa-masa suram. Dalam
Harian.Jogja.com, Putu Wijaya mengatakan jika pasar teater di Indonesia belum
terbentuk dengan baik. Oleh karenanya, menurut Putu seniman teater bukanlah pilihan
profesi yang tepat sebagai satu-satunya penghidupan.
Di tengah masa suram itu, terdapat beberapa grup teater yang masih berusaha
mempertahankan eksistensinya, salah satunya adalah Teater Gandrik. Teater asal
Yogyakarta ini menjadi salah satu teater yang masih aktif menggelar pentas di
beberapa kota yang ada di Indonesia. Dengan mengusung konsep dan bentuk teater
tradisional, namun dalam pertunjukannya merujuk pada teater kontemporer / modern,
penggunaan bahasa daerah tidak mereka tinggalkan karena lingkungan kehidupan
Jawa memberikan warna dalam karya Teater Gandrik. Selain itu, teater Gandrik juga
khas dengan sindiran halus tentang isu – isu sosial yang tengah terjadi di masyarakat.

Tanggapan masyarakat terhadap tokoh Keluarga Tot


Dengan diturunkannya pemain senior dalam lakon Keluarga Tot membuat
pementasan terasa hidup . Para pemain mampu membuat suasana panggung yang
awalnya tegang penuh sindiran menjadi lucu karena candaanya. Respons dan reaksi
atas kegetiran hidup spontan menjadi lucu.
Susilo Nugroho, Heru Kesawa Murti, Sepnu Haryanto, dan Butet Kartaredjasa begitu
indah bahasa tubuh, ekspresi, gaya pengucapan, dan improvisasi. Dyah Arum juga
mampu mengimbanginya sehingga terlihat padu, kompak, dan balance.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Butet Kertaradjasa – Arsip FFI. Diakses pada 30 Mei 2023 melalui
https://www.festivalfilm.id/arsip/name/butet-kertaradjasa
Anonim. Jujuk Prabowo – Kelola. Diakses pada 30 Mei 2023 melalui
http://kelola.or.id/seniman/jujuk-prabowo-2/
Anonim. Teater Gandrik Dan Komitmen Menyuarakan Keresahan Rakyat Lewat Seni
Serta Guyon Parikena. Diakses pada 30 Mei 2023 melalui
https://kebudayaan.jogjakota.go.id/
Anonim. 2009, April 15. Teater Gandrik Pentaskan Drama Keluarga Tot. Diakses
pada 30 Mei 2023 melalui https://regional.kompas.com/
Admadipurwa, Purwadmadi. 2009, Mei 06. Gandrik: Sinkretis Satire. Diakses pada
30 Mei 2023 melalui https://regional.kompas.com/
Asphani, Hasan. 2009, Maret 16. “Keluarga Tot” Teater Gandrik. Diakses pada 30
Mei 2023 melalui https://agusnoorfiles.wordpress.com/
Chrisnawati, Swaswati Triana. Agus Noor - Indonesia Kaya. Diakses pada 30 Mei
2023 melalui https://indonesiakaya.com/tokoh-indonesia/agus_noor_-2/
Gunaesa, Iwan. 2021, Februari 02. Inilah Kelompok Teater Legendaris Indonesia.
Diakses pada 30 Mei 2023 melalui https://bandungklik.com/inilah-kelompok-
teater-legendaris-indonesia/seni-budaya/
Hibatul, Nadhila. 2018, Maret 28. Geliat Dunia Teater Indonesia. Diakses pada 30
Mei 2023 melalui http://lppmkreativa.com/geliat-dunia-teater-indonesia/
Materi Tokoh Teater / Drama Indonesia Jilid 21
Youtube: https://youtu.be/I52ssLIS__g
TEATER GANDRIK – ORDE TABUNG

A. Ringkasan Cerita Teater Orde Tabung


Orde Tabung merupakan teater yang diproduksi oleh Teater Gandrik, teater Gandrik
seringkali mengangkat tema tentang masalah sosial, tak terkecuali pula cerita dari
Orde Tabung. Kata orde sebenarnya dikaitkan dengan masa Orde Lama dan Orde
Baru, yang mana pada masa tersebut Indonesia tengah berusaha bangkit dari mimpi-
mimpi buruk pasca masa sebelum hingga sesudah kemerdekaan. Pada masa itu
Indonesia sudah
mengalami banyak
perubahan, baik yang
berdampak positif
maupun negatif. Dan
kata tabung di sini
merujuk pada bayi
yang proses
pembuahannya
berada pada teknologi tabung. Latar waktu teater ini mengambil latar yang
menceritakan masa depan pada tahun 2095. Sinopsis dari cerita Orde Tabung ini
secara singkat menceritakan tentang manusia yang hidup di era modern yang
kelahirannya tidak dilahirkan dari rahim ibu, melainkan pembuahan dalam tabung.
Pada tahun tersebut manusia yang terlahir normal akan dianggap sebagai penduduk
jompo. Dalam cerita ini terdapat beberapa tokoh utama yang mengidupkan cerita,
Sekretaris Pembina Kota Pejabat kota, Pembina Kota yang bertugas memimpin kota,
Isteri Pembina Kota, Gerong, Suwuk, Seseg, Suwelo Kepala Dinas Pariwisata Kota,
Isteri Suwelo, Kepala Dinas Keamanan, Dokter Astowasis, dan beberapa tokoh
pendukung lain seperti reporter dan jurnalis televisi. Cerita dimulai dengan adegan
Sekertaris Pembina Kota yang tengah diwawancarai oleh sejumlah reporter, dari
pertanyaan tersebut berangkatlah permulaian segala ceritanya. Diceritakan warga
jompo adalah sekelompok manusia yang terlahir pada masa dahulu atau masa yang
tengah kita rasakan sekarang. Namun tidak hanya itu, manusia kelahiran tabung juga
dapat masuk dalam warga jompo ketika melanggar peraturan hukum di era Orde
Tabung tersebut, yakni ketika melakirkan atau dilahirkan dari rahim seorang ibu.
Orang-orang yang masuk dalam warga jompo tersebut akan dikurung dalam sebuah
lingkungan khusus dan dijadikan tempat wisata oleh pemerintah, yaitu wisata manusia
jompo. Tidak hanya itu, orang yang tinggal di tempat tersebut dipaksa untuk berdiam
diri melihat perubahan jaman, tidak dianggap oleh pemerintah, dan dianggap sebagai
manusia tidak berkualitas.
Konflik pertama dimulai ketika warga jompo yang berhasil menyusup keluar dari
kampung jompo, yaitu Gerong, Suwuk, dan Seseg yang berniat mencari anak mereka
yang terpisah saat berusia 10 tahun. Saat itu pula, radio kota terus memberikan berita
mengenai kaburnya warga jompo dan sedang berkeliaran di tengah kota. Berita
mengenai kaburnya warga jompo didengar oleh istri Suwelo, Suwelo sendiri menjabat
sebagai kepala dinas pariwisata kota. Mereka berdebat mengenai tindakan yang tepat
untuk masalah ini. Istri Suwelo memita Suwelo untuk menutup perkampungan jompo
bahkan meminta untuk membunuh warga jompo dikarenakan istri Suwelo ketakutan
bila salah seorang warga jompo yang kabur adalah ayahnya yang mencari dirinya, ia
takut bila identitasnya terungkap dan ia akan dikembalikan di kampung jompo, namun
permintaan tersebut ditolak tegas oleh Suwelo yang menjabat sebagai kepala dinas
pariwisata. Karena kampung jompo merupakan tempat wisata yang menghasilkan
pendapatan yang besar untuk negara dan dirinya.
Selanjutnya konflik kembali muncul ketika para tokoh sedang menghadiri pertemuan
resmi pemerintahan kota, di sana para pejabat negara berkumpul untuk mendengarkan
pidato dari Pembina Kota mengenai kekacauan kota dan berdiskusi bagaimana solusi
terbaiknya. Mereka saling memuji atas kinerja masing-masing. Di sana terdapat tokoh
bernama Dokter Astowasis yang mengembangkan program bayi tabung mendapat
banyak pujian karena sudah menjalankan 1000 rumah sakit yang telah
memprogamkan bayi tabung. Di samping itu pula juga hadir Kepala Dinas Keamanan
yang bekerja sepenuh hati dengan kejujuran untuk negeri di masa Orde Tabung.
Namun persoalan tetaplah persoalan yang harus diselesaikan, kegelisahan istri Suwelo
yang ingin menyingkirkan warga jompo membuatnya berani menyinggung
penyelesaian masalah kepada Pembina kota, hal tersebut membuat Sekertaris Pembina
Kota geram dan mempersilahkan Pembina Kota untuk segera membacakan pidatonya
tanpa menggubris pertanyaan istri Suwelo.
Pembacaan pidato pun berlangsung, namun tiba-tiba Pembina Kota marah dengan isi
pidato yang dibuat oleh Sekertaris Pembina Kota. Isi pidatonya berisi bilamana warga
tabung harus prihatin atas masalah yang terjadi, karena kalimat tersebut disebut
beberapa kali, Pembina Kota meminta agar tidak usah lagi prihatin dan langsung saja
membunuh warga jompo jika menemukannya. Melihat Pembina Kota marah dan
turun dari mimbar, para pejabat kota pun berdebat. Istri Suwelo dan Dokter Astowasis
bersikukuh ingin membunuh warga jompo, Doktor Astowasismemiliki pendapat
bahwa memberantas semua warga jompo akan cepat meningkatkan kualitas warga
tabung. Pendapat tersebut ditentang oleh Suwelo dan Kepala Dinas Keamanan, karena
menurut Kepala Dinas hal tersebut melanggar hak asasi manusia. Kekacauan pun
terus berlanjut hingga saling menuduh, mereka mengatakan bahwa pendapat masing-
masing tersebut hanya kedok untuk menutupi bahwa salah seorang diantara mereka
adalah salah satu warga jompo.
Adegan selanjutnya adalah ketika Suwelo bertengkar dengan istrinya, ketika
pertengkaran belum menemukan titik terang. Istri Suwelo bernyanyi untuk
menyuarakan suara hatinya yang sakit. Ketika ia bernyanyi, Gerong, Suwuk, dan
Seseg sedang mengendap-endap menghindari kejaran prajurit kota. Gerong yang
menghafali suara putrinya pun langsung terperanjat dan menghampiri asal suara
tersebut. Alangkah terkejutnya ia melihat putrinya yang hilang ketika masih berusia
10 tahun dulu. Istri Suwelo terus menolak fakta bahwa ia adalah putri Gerong, saat itu
pula prajurit kota telah mengepung tempat mereka, Suwuk dan Seseg yang berhasil
lolos pergi meninggalkan tempat kejadian. Kepala Dinas Keamanan Kota
mengacungkan pistol kepada mereka Gerong namun tidak berniat untuk menembak
dan mengajak mereka kembali ke kampung jompo, akan tetapi tiba-tiba saja Gerong
ambruk berersimpuh darah, Sekertaris Pembina Kota telah menembaknya hingga
tewas. Alangkah terkejutnya Kepala Dinas Keamanan Kota, ia pun berniat
mengundurkan diri dan pergi ke rumah Pembina Kota. Di tempat yang berbeda,
Pembina Kota dan Istrinya tengah bertengkar hebat.
Istri Pembina Kota begitu cemas jika mereka akan dipindahkan ke kampung jompo
karena kesalahan mereka yang melanggar hukum. Istri Pembina Kota Hamil, namun
Pembina Kota marah dan menolak ajakan istrinya untuk sukarela pergi ke
perkampungan jompo. Suwuk yang berhasil melarikan diri melihat anaknya yang
dahulu hilang, anak itu kini tumbuh menjadi Pembina Kota. Suwuk pun menghampiri
Pembina Kota dan mengatakan bahwa ialah ayahnya yang dahulu sangat
dibanggakannya, melihat ayahnya kembali membuat Pembina Kota sangat ketakutan
dan langsung menembakan pistol kepada Suwuk yang langsung tewas di tempat.
Tiba-tiba Kepala Dinas Keamanan Kota datang dengan terkejutnya dan memohon
untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya. Klimaks ending dari cerita ini adalah
Pembina Kota yang memasuki kamarnya dan bunuh diri menggunakan pistol yang ia
gunakan untuk membunuh ayahnya.

B. Orde Tabung yang Telah Banyak Dipentaskan


Teater Orde Tabung mengangkat tema sosial politik yang memadukan unsur
keteateran Jawa, tak lupa juga unsur komedi juga membalut teater tersebut. Orde
Tabung kerap kali
dipentaskan di
berbagai tempat.
Contohnya, pada
pementasan
Dramatic Reading
Orde Tabung di
Concert Hall
Taman Budaya
Yogyakarta yang
ditampilkan secara terbuka untuk umum pada Jumat, 26 Agustus 2016 yang
diperankan oleh Butet Kartaredjasa, Djaduk Ferianto, Susilo Nugroho, Jujuk
Prabowo, Sepniu Heryanto, dan beberapa pemain lainnya. Orde Tabung juga pernah
dipentaskan di Taman Budaya Sutedja Purwokerto pada 26 April tahun 2019.
Pementasan Orde Tabung juga pernah ditampilkan dalam acara memperingati hari
ulang tahun Univeristas Airlangga di gedung Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Negeri Islam Walisongo di Semarang juga pernah menampilkan pementasan Orde
Tabung pada 27 Desember tahun 2018. Tujuan ditampilkan pertujukan teater tersebut
untuk menanaman nilai-nilai moral pada mahasiswa dan agar terus melestarikan
budaya perteateran Indonesia. Tidak hanya itu, teater Orde Tabung juga dipentaskan
secara online melalui platform digital, misalnya YouTube yang disiarkan oleh
Paguyuban Teater Q, UKM Kesenian Universitas Jember, Cipriyuk Official dan
masih banyak lagi.

C. Penulis Naskah Orde Tabung dan Sutradara Pementasan


Karya seni adalah bentuk aktivitas kereativitas manusia yang menjelaskan ciri
kepenulisan penulis, dalam naskah Orde Tabung mengangkat tema sosial politik yang
ditulis oleh Heru Kesawa Murti ini merupakan teater yang cukup kuat dari sisi
estetika maupun penyampaian nilai dalam pementasannya, sehingga mendapatkan
banyak pujian dari banyak pengamat teater di Indonesia. Penulis yang lahir di
Yogyakarta pada tahun 1957 ini pernah mengenyam pendidikan tinggi di Akademi
Seni Rupa Indonesia Yogyakarta dan program studi ilmu filsafat di Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.
Beberapa naskah yang pernah ditulis Heru Kesawa Murti adalah : Orang-orang
terasing, Kucing, Muara Putih Hati, Pena Tajam, Diam Itu Indah, Gincu, Surat Untuk
Wakil Rakyat, serial mBangun Des, serial Kompleks, serial Gatotkaca, serial Sirkuit
Kemelut, Cinta dan Pasir, serial Malioboro, serial Cermin, serial Badut Pasti Berlalu,
Dua Jaman, Tuan Residen, Kismet, Meh, Kontrang-Kantring, Pensiunan, Sinden,
Pasar Seret, Isyu, Dhemit, Flu, Proyek, Juragan Abiyasa, Kera-kera, Orde Tabung,
Upeti, Buruk Muka Cermin Dijual, Brigade Maling, Departemen Borok, Parawira
Pantene, Mas Tom adaptasi dari Tom Jones, Pandol, Pasar Seret 3, dan masih banyak
lagi naskah yang lain. Karena teater Orde Tabung sudah jarang ditemukan di beberapa
tahun ini,adapun beberapa sutradara dalam pementasan adalah Nabila pada
pementasan 2022, St. Cristono, Restu, Chairurrahman, dan masih banyak lagi.

D. Peran Teater Orde Tabung dalam Sejarah Perteateran Indonesia


Bersama dengan Jujuk Prabowo, Sepnu Heryanto, Saptaria Handayaningsih, dan
Susilo Nugroholah Heru Kesawa Murti mendirikan Teater Gandrik yang melahirkan
beberapa karya, termasuk di dalamnya naskah Orde Tabung. Teater Gandrik yang
didirikan pada tahun 1983 ini menjadi icon baru perteateran Yogyakarta yang sampai
meraungi perteateran di Indonesia. Kreativitas seni teater Gandrik tidaklah diragukan
lagi unsur keestetikanya, naskah dan kemampuan aktornya selalu saja berhasil
menghidupkan panggung. Yang menjadikan sorotan dan menjadikan Orde Tabung ini
kerapkali mendapatkan pujian adalah unsur sosial politik yang dibawakan, tidak
hanya menyinggung mengenai pemerintahan Orde Baru dan keberhasilan bayi tabung
pada masanya, namun teater ini menyinggung masalah politik yang kerap kali tidak
sehat di Indonesia.
Pasalnya dalam penggambaran karakter Pembina Kota, cukup memperjelas bahwa
pemimpin di Indonesia tidaklah sedikit yang sewenang-wenang dengan pangkat dan
jabatannya. Sekertaris Pembina Kota dan Kepala Dinas Pariwisata yang angkuh dan
rakus, juga cukup menggambarkan bahwa jajaran menteri maupun pejabat yang kerap
kali masih terkoreksi tindak korupsi dan lain sebagainya. Rakyat kecil yang
digambarkan sebagai warga jompo juga mengalami tindakan penindasan oleh hukum
yang tidak adil. Melihat lagi Indonesia yang mengalami kesenjangan sosial yang
belum sepenuhnya terselesaikan dalam berbagai aspeknya. Jadi kritik sosial yang
dibawakan dalm teater ini menerangkan bahwa tidak hanya memberikan pertunjukan
yang hanya untuk hiburan semata, namun teater ini mampu menyadarkan bagaimana
politik di Indonesia melalui unsur estetika.
Banyak karya hebat yang dilahirkan dari Teater Gandrik ini, oleh karena ini tidak
menghenrankan bahwa komunitas teater ini meraup banyak sekali penghargaan.
Contohnya, memenangi juara pertama Festival Pertunjukan Rakyat. Yang mana
komunitas Teater Gandrik ini sangat aktif memproduksi karya pada tahun 1983
hingga 1990-an, meskipun teater ini mengandung unsur kritik politik namun Teater
Gandrik tidak pernah dicekal pemerintah, karena Teater Gandrik sangat pandai dalam
memainkan lakon panggungnya, seperti memberikan guyonan dan sindiran halus yang
ditujukan pada diri sendiri, namun sebetulnya memang ditujukan pada kaum
pemerintahan.

E. Tanggapan Pembaca Terhadap Pertunjukan Teater dan Heru Kesawa Murti


Teater yang telah berhasil melarungi dunia perteateran Indonesia ini tentu saja
mendapatkan banyak sekali berbagai tanggapan masyarakat. Dilansir dari Qureta.com
yang merupakan blog penulis, Teguh Hindarto yang merupakan penulis, pengamat
kajian teologi, sejarah, dan fenomena sosial ini memberikan tanggapan ” Tidak ada
yang terlihat menonjol memerankan karakter karena semua cukup berhasil
memainkan peran tokoh dalam lakon ini. Bahkan saat adegan dramatik, sempat
memantik lelehan air mata menitik. Pementasan malam itu begitu pecah dan berbeda
dengan pementasan sebelumnya. Melaju pulang menembus malam kembali ke kota
berjarak dua jam perjalanan terasa impas dengan kepuasan yang diperoleh.”
(26/04/2016)
Tidak hanya itu dalam media sosial, teater ini juga mendapatkan berbagai tanggapan.
Seperti di akun Twitter Eka Hadi ”Jadi ingat pagelaran teater gandrik yogya di
Purnabudaya UGM. Judulnya ORDE TABUNG. Peran Utamanya Butet K. Eh..
Sekarang kecemplung di Tabung juga ternyata.” akun Twitter milik Muhammad
Mahfud MD yang seorang akademisi dan Hakim berkebangsaan Indonesia ini juga
memberikan tanggapannya di Twitter, ”Jadi ingat pagelaran teater gandrik yogya di
Purnabudaya UGM. Judulnya ORDE TABUNG. Peran Utamanya Butet K. Eh..
Sekarang kecemplung di Tabung juga ternyata.”
Masyarakat juga menanggapi bagaimana Heru Kesawa Murti membangun karya-
karyanya, seperti yang dituliskan akun Twitter Prie GS ”Telah berpulang, Heru
Kesawa Murti, penulis naskah yang saya hormati, beliau banyak menulis untuk Teater
Gandrik, Selamat jalan!” lalu pada unggahan akun bajuri_senpai mengatakan ”Jadi,
bacalah dulu naskah teater Dhemit karya Heru Kesawa Murti biar tau kenapa dhemit
tidak mengganggu orang yang nebangin pohon.” berbagai tanggapan tersebut
membuktikan bahwa Heru Keswa Murti maupun karyanya banyak sekali
mendapatkan tanggapan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Sahid, Nur. 2012. Dramaturgi Teater Gandrik Yogyakarta Dalam Lakon ‘’Orde
Tabung’’ Dan ‘’Departemen Borok’’. Jurnal Universitas Gadjah Mada. Hal 1-
32
Sahid, Nur. 2010. Tema Dan Penokohan Drama Orde Tabung Teater Gandrik:
Kajian Sosiologi Seni. Jurnal Kajian Linguistik dan Sastra. Vol. 22, No. 2.
Hal. 157-170.
Sumber Foto : teater orde tabung - Bing images
TEATER GANDRIK: PARA PENSIUNAN 2049

Sumber :
https://cdns.klimg.com/newshub.id/site/krjogja.com/news/2022/07/28/405123/para-
pensiunan-2049-kritik-sosial-politik-dengan-tontonan-segar-220728y.jpg

A. Rangkaian Cerita Teater Gandrik: Para Pensiunan 2049


Lakon yang bercerita dalam Teater Gandrik: Para Pensiuan 2049 ini
mengenai para pensiuanan yang berasal dari pensiunan jendral, pensiunan
politisi, pensiunan hakim, dan pensiunan lainnya. Para pensiunan di tahun
2049 ingin menikmati masa-masa terakhirnya berada di dunia dengan tenang.
Hingga suatu ketika muncul sebuah Undang-Undang mengenai
Pemberantasan Pelaku Korupsi yang secara konstitusional mengharuskan
siapapun yang mati harus memiliki Surat Keterangan Kematian yang Baik
(SKKB). Undang-Undang tersebut juga berlaku bagi para pensiunan yang
masih hidup. Apabila suatu ketika mereka mati, harus menyerahkan SKKB
agar bisa dimakamkan secara layak. Adanya Undang-Undang Pemberantasan
Pelaku Korupsi yang harus menyerahkan SKKB ketika meninggal menjadi
tindakan untuk meminimalisir tindakan korupsi di Indonesia. Hal itu juga
dimaksudkan agar para pelaku korupsi merasa jera atas perbuatan yang
dilakukan. Karena orang-orang yang bersih atau tidak pernah melakukan
tindakan korupsilah yang berhak mendapatkan SKKB. Hal tersebut juga
berlaku bagi orang yang dicurigai pernah melakukan tindakan korupsi, SKKB
tidak akan diserahkan yang berarti mayatnya tidak akan dikuburkan.
Salah seorang pensiunan yang bernama Doorstoot mati dan dicurigai
pernah melakukan tindakan korupsi, sehingga ketika dihari pemakamannya
Doorstoot tidak memiliki SKKB. Padahal Doorstoot merupakan salah satu
pensiunan orang besar. Akhirnya, jenazah Doorstoot terlonta-lonta dan tidak
bisa dikuburkan. Arwah Doorstoot gentayangan kemana-mana untuk
menghubungi sejumlah kolega dan mendatangi Komisi Pertimbangan
Kematian (KPK) agar diberikan SKKB. Arwah Doorstoot berusaha dengan
keras untuk mendapatkan SKKB agar dapat mati dengan tenang dan
terhormat.
Para pensiunan yang lain menjadi gelisah dan masing-masing dari
mereka ingin melakukan pembuktian bahwa mereka bersih dari korupsi. Hal
tersebut mereka lakukan agar mendapatkan SKKB ketika mereka mati di masa
depan dan dapat dikuburkan secara layak. Keluarga dari Doorstoot sendiri juga
melakukan berbagai cara agar mayat dari Doorstoot dapat dimakamkan secara
layak. Keluarga Doorstoot menyuap penggali dan pekerja makam. Bahkan
sampai menjebak Kerkop selaku penjaga kubur. Namun, usaha yang dilakukan
hanyalah sia-sia semata. Hingga pada akhirnya Kerkop, seorang penjaga kubur
yang harus dikuburkan ke liang lahat secara layak, padahal Kerkop belum
meninggal. Hal ini lantaran Kerkop memiliki SKKB yang menunjukkan ia
bersih dari korupsi dan memiliki Surat Izin Meninggal (SIM) dari KPK.
Sedangkan mayat Doorstoot yang sudah lama berada di makam dan
terluntang-lantung tidak bisa dikuburkan, karena SKKB miliknya tidak keluar.

B. Pagelaran Teater Gandrik: Para Pensiunan 2049


Sumber : https://gelaran.id/wp-content/uploads/2019/05/4080008.jpg
Teater Gandrik: Para Pensiunan 2049 hadir dalam seni pertunjukan
Indonesia yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation. Pagelaran
yang bertajuk Para Pensiunan 2049 berhasil dipentaskan pada dua waktu yang
berturut-turut. Pementasan teater Para Pensiunan 2049 dihadirkan dengan
gurauan khas teater gandrik pada umumnya. Dimana pagelaran pertama
dilakukan di Kota Yogyakarta pada tanggal 8-9 April 2019 di Taman Budaya
Yogyakarta. Sedangkan pementasan kedua dilaksanakan di Jakarta pada
tanggal 25-26 April 2019 di Ciputra Artpreneur Theater. Selain pada kedua
kota tersebut, teater Para Pensiunan 2049 juga menyapa masyarakat Surabaya
pada tanggal 6-7 Desember 2019 di Ciputra Hall Surabaya. Pertunjukan yang
menghadirkan ironi dalam setiap kejadiannya tapi juga diselingi dengan
gurauan khas teater gandrik sukses membuat penonton tertawa dan menerima
penyampaian teater Para Pensiunan 2049.

C. Penulis dan Sutradara


Para Pensiunan 2049 merupakan hasil dari saduran drama Pensiunan
yang dikarang oleh Heru Kesaawa Murti pada tahun 1986. Para Pensiunan
2049 ditulis kembali dengan sindiran yang lebih halus, sehingga dapat
diterima dan dinikmati masyarakat. Para Pensiunan 2049 ditulis ulang oleh
dua sastrawan Indonesia yang sudah melegenda, yaitu Agus Noor dan Susilo
Nugroho.
Sastrawan Agus Noor meruapakan sastrawan yang lahir di Kota Tegal
pada tanggal 26 Juni 1968. Agus
Noor sudah aktif menulis sejak
kecil. Ia merupakan sosok yang
menyukai kebebasan. Namun, Agus Noor menyadari walaupun kita memiliki
kebebasan pendapat dan bebas memberikan kritik, tetapi masih ada batasan-
batasan yang tidak bisa dilanggar agar kebebasan tersebut tidak dicabut.
Beliau telah melahirkan berbagai karya sastra, seperti prosa, cerita pendek,
puisi, naskah lakon, dan skenario televisi. Beberapa buku yang ditulisnya
menjadi best-seller, meliputi.
1. Memorabilia (2000).
2. Selingkuh Itu Indah (2001).
3. Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia (2007).
4. Ciuman yang Menyelamatkan dari Kesedihan (2010).
5. Cerita buat Para Kekasih (2014).
6. Cinta Tak Pernah Sia-sia, dan Barista Tanpa Nama (2018).
Sumber : https://literanesia.com/content/images/2020/10/Agus-
Noor.jpg

Penulis Para Pensiunan 2049 yang tidak kalah hebat dari Agus Noor,
seorang aktor teater dan pelawak yang sering disebut Den Baguse Ngarso
karena perannya yang populer sebagai tokoh antagonis dalam acara siaran
Mbangun Deso di TVRI Yogyakarta tahun 1990-an, Susilo Nugroho. Susilo
Nugroho lahir di Yogyakarta pada tanggal 5 Januari 1959. Ia meruapakan
seorang aktor yang terjun ke dalam seni peran teater sejak duduk di SLTA
pada tahun 1977. Beliau adalah pendiri teater gandrik bersama Heru Kesawa
Sumber : Murti, Jujuk Prabowo,
https://gudeg.net/cni-content/uploads/m Sepnu Heryanto, dan
odules/direktori/logo/drs-susilo-
nugroho-den-baguse-ngarso.jpg Saptaria
Handayaningsih. Kini
disamping berperan dalam dunia teater, Susilo Nugroho juga menjadi
seorang guru di SMK N 1 Bantul, Yogyakarta. Pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki mengenai seni berperan didapatkannya dari pengalaman-
pengalaman di panggung sandiwara. Tidak hanya melalui panggung teater,
tetapi pengalaman peran dalam sebuah televisi juga membangun keahlian
yang dimiliki. Hingga kini, Susilo Nugroho tidak akan meninggalkan
panggung teater, walaupun sekarang memiliki pekerjaan sebagai seorang
guru.
Gregorius Djaduk Ferianto atau yang kerap disapa Djaduk Ferianto
merupakan seorang aktor, sutradara, dan seniman Indonesia. Djaduk Ferianto
merupakan sutradara pementasan Para Pensiunan 2049 di tiga kota besar
Indonesia. Beliau lahir di Yogyakarta pada tanggal 19 Juli 1964. Beliau sudah
berpulang pada tanggal 13 November 2019, sebelum peryunjukan teater Para
Pensiunan 2049 di Ciputra Hall Surabaya. Djaduk Ferianto merupakan salah
satu anak dari seorang pelukis, penari, aktor, dan koreaografer yang memiliki
nama di Yogyakarta, yaitu Bagong Kusudiarjo. Selain itu, beliau adalah adik
dari seorang aktor dan pembawa acara Butet Kartaredjasa. Djaduk Ferianto
yang tumbuh dan berkembang di lingkungan seni dan teater mendorong ia
untuk berkarir di bidang yang sama. Beberapa karir yang dilakoni oleh Djaduk
Ferianto, meliputi.

1. Menjadi penata musik sejumlah repertoar Gandrik.


2. Petualangan Sherina (2000).
3. Koper (2006).
4. Orkes Sumpeng Nang Ning Nong (bersama Kua Etnika, 1997).
5. Komedi Putar (bersama Orkes Sinten Remen, 2002).
6.
D. Peran kelompok Teater Para Pensiunan 2049 dalam Dunia Teater Indonesia
Sumber: https://indonesiakaya.com/wp-content/uploads/2020/11/IMG1091.jpg
Teater Gandrik: Para Pensiunan 2049 menjadi salah satu teater yang
memiliki peminat yang banyak di zaman modern saat ini. Dimana teater Para
Pensiunan 2049 terus berkembang dari waktu ke waktu. Teater Para
Pensiunan 2049 dapat melintasi ruang lini masa yang dapat memberikan
dampak dan pengaruh positif bagi masyarakat Indonesia. Nur Sahid
menuliskan dalam jawapos.com bahwa pertunjukan gandrik yang diikutinya
dari tahun 1980-an memperlihatkan segmen penonton yang berasal dari
generasi yang berbeda-beda, terdapat generasi muda, dewasa, dan tua. Hal ini
dapat menjadi perhatian khusus bahwa penikmat teater gandrik ini tidak hanya
digemari oleh orang dewasa dan orang tua saja. Namun, generasi muda juga
ikut andil dalam meramaikan teater ini. Hal tersebut mampu membawa masa
depan bagi dunia teater Indonesia. Dimana anak muda masih peduli dengan
hal-hal yang berbau seni.

E. Tanggapan Masyarakat terhadap Tokoh dan Teater Gandrik: Para Pensiunan


2049
Teater Gandrik: Para Pensiunan 2049 melirik perhatian masyarakat
mengenai realitas kehidupan yang ada di sekitar. Kesesuaian antara ruang
panggung dengan realitas kehidupan mampu menciptakan suasana selama
pertunjukan teater. Para aktor mampu membangun relasi dengan para
penonton melalui dialog yang diucapkan. Penggunaan bahasa yang sesuai
dengan kehidupan masyarakat menjadikan penonton mampu menerima teater
tersebut. Ficky Tri Sanjaya memberikan aargumentasinya dalam blog
gelaran.id bahwa strategi ruang dalam pemanggungan Gandrik melalui narasi
teks pada temanya kali ini mencoba meletakakan startegi ruang melalui
karakter tokoh, dialog, dan kata yang terdapat dalam naskah Para Pensiunan:
2049, letak kreativitas artistiknya adalah pencarian dan penemuan konteks
realitas historis yang mewujud melalui relasi kuasa penampil dan penonton.
Selain kesesuaian antara isi dengan realitas kehidupan bermasyarakat
mampu menjadikan teater Para Pensiunan 2049 sebagai sarana
mengemukakan aspirasi masyarakat terhadap pemerintah. Melalui sindiran
yang dimasukkan selama pertunjukkan teater menunjukkan bahwa terater ini
memberikan ruang kebebasan untuk mengemukakan pendapatnya. Tia Agnes
menuliskan dalam detik.com bahwa banyak guronan dan sindiran halus hingga
plesetan blak-blakan yang dimainkan para pemain dan sesuai dengan konteks
sosial politik di Tanah Air, meskipun latar yang digunakan dalam Para
Pensiunan 2049 adalah 30 tahun setelah 2019 atau ketika korupsi semakin
merajalela sampai dibuatkan UU Pelakor. Hal ini membuktikan bahwa teater
Para Pensiunan 2049 mendapat perhatian khusus dari masyarakat, karena
memiliki keterkaitan dengan realitas kehidupan yang ada. Sehingga, teataer
tersebut dapat menjadi cerminan dari kehidupan sosial.

Daftar Pustaka

Anonimous. 2019. Teater Gandrik Hadirkan Lakon Horor Nan Jenaka Dalam
Lakon “Para Pensiunan 2049 dalam
https://indonesiakaya.com/agenda-budaya/teater-gandrik-hadirkan-
lakon-horor-nan-jenaka-dalam-lakon-para-pensiunan-2049/. Diunduh
29 Mei 2023.

Safura, Ilham. 2019. Para Pensiunan: 2049, Gandrik yang Tetap Kritis dan
Menghibur dalam https://www.jawapos.com/saujana/01246939/para-
pensiunan-2049-gandrik-yang-tetap-kritis-dan-menghibur. Diunduh 29
Mei 2023.

Arya. 2022. Agus Noor dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Agus_Noor.


Diunduh 29 Mei 2023.
Nafilah. 2016. Den Baguse Ngarso, guru yang setia dengan dunia peran
dalam https://www.brilio.net/sosok/den-baguse-ngarso-guru-yang-
setia-dengan-dunia-peran--161110g.html. Diunduh 29 Mei 2023.

Roslkin, Ahmad Nur. 2019. Djaduk Ferinanto dalam


https://www.tribunnewswiki.com/2019/11/13/djaduk-ferianto. Diunduh
29 Mei 2023.

Sanjaya, Ficky Tri. 2019. Realitas versus Panggung: Ulasan Pertunjukan


“Para Pensiunan 2049” dalam https://gelaran.id/realitas-versus-
panggung-ulasan-pertunjukan-para-pensiunan-2049/. Diunduh 29 Mei
2023.

Agnes, Tia. 2019. ‘Para Pensiunan 2049’: Ketika Seorang Koruptor Tak
Boleh Dikubur dalam https://hot.detik.com/art/d-4525516/para-
pensiunan-2049-ketika-seorang-koruptor-tak-boleh-dikubur. Diunduh
29 Mei 2023.

TEATER GANDRIK – SINDEN

SARI KISAH

Di khayangan para dewa sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing,


tetapi kinerja sang dewa semikin lama semakin menurun, bahkan ada juga dewa yang
melakukan korupsi, memanipulasi ide, sombong kedudukan, lahap proyek, dan lain-
lain. Melihat keadaan yang demikian Sang Hyang Guru mempunyai gagasan untuk
memboyong seorang sinden dari Marcapada ke Khayangan,untuk dijadikan cermin
bagi para dewa. Sang Hyang Dewa memerintahkan Sang Hyang Narada dan Sang
Hyang Yamadipati untuk menjemput sinden tersebut ke khayangan. Di Desa
Watugundul Panjang sedang sibuk mengurus anak-anaknya, Panjang adalah suami
sang Sinden. Panjang terlihat lelah dan kesal dengan tingkah anak-anaknya.
Sedangkan Semi sedang sibuk mempersiapkan dirinya sendiri. Sebagai seorang
sinden yang berprestasi kehidupan rumah tangga Semi tidak berjalan dengan lancar,
sering terjadi adu mulut dan perdebatan dengan Panjang sang suami.

Melstarikan kebudayaan memang bukan pekerjaan yang mudah, banyak hal


yang harus dikorbankan mulai dari fikiran, tenaga, biaya, dan bahkan keluarga pun
menjadi korban. Hal ini tidak hanya dialami oleh Semi yang selalu bertengkar dengan
Panjang, hal serupa juga dialami oleh Raden Lurah Tanpasembada dan Bu Lurah.
Sudah lama Bu Lurah memendam kejengkelennya kepada Raden Lurah
Tanpasembada, karena berharap Pak Lurah sadar tentang keadaan yang sedang
terjadi. Akhirnya bu Lurah sudah tidak tahan dan memutuskan untuk meninggalkan
Pak Lurah. Perangkat desa dan seorang wartawan menemui Raden Lurah
Tanpasembada untuk mempeeroleh informasi tentang sinden yang fenomenal, dan
Pak Lurah memberikan informasi tentang sinden dengan penuh semangat.

Di tengah wawancara sang sinden muncul dan sang wartawan pun mengorek
informasi dari sang sinden secara langsung. Ketika sedang wawancara dengan sinden
datanglah warga desa yang protes kepada pak lurah, ada yang protes karena salah satu
keluarganya sinting karena tergila-gila kepada sinden dan ada anak seorang warga
yang ingin menjual semua hartanya. Pak Lurah pun menghadapi protes warga dengan
santai dengan memberikan sogokan tuntutan warga pun berakhir. Pak Lurah
mengajak wartawan dan Semi untuk berkeliling melihat kampung yang telah
melahirkan seorang sinden yang hebat. Di rumah Raden Lurah hanya tinggal Genjik
dan Sawi yang sedang berbincang-bincang tentang SPJ.

Ditengah percakapan itu datanglah Sang Hyang Narada dan Sang Hyang
Yamadipati yang bermaksud untuk menjemput sang sinden. Tidak lama kemudian
Pak Lurah menemui kedua dewa tersebut, sebenrnya Pak Lurah tidak setuju jika
sinden didikannya itu harus dijemput ke khayangan karena Pak Lurah sudah
mengorbankan segala untuk sang sinden termasuk Bu Lurah. Karena yang menjemput
sinden adalah dewa akhirnya dengan terpaksa Pak Lurah menyetujuinya. Bu Lurah
memarahi Panjang, keran menurut Bu Lurah Panjang adalah suami yang tidak becus
mengurus keluarga sampai-sampai istrinya menjadi seorang sinden dan menggoda
suami orang. Pada saat itu kemudian Semi datang dengan tergesa-gesa, Semi hendak
meminta izin kepad Panjang untuk ikut dengan dewa ke khayangan. Melihat Semi
dihadapannya Bu Lurah pun memarahi sinden itu juga. Tidak lama kemudian kedua
dewa datang ke rumah sinden, juga hendak meminta izin kepada Panjang. Tetapi
panjang tidak mengizinkan istrinya pergi ke khayangan karena dia masih
membutuhkan sang istri, karena merasa di rendahkan Panjang mencoba bunuh diri
dengan meminum racun. Akhirnya sang dewa bermbuk dan menghasilkan keputusan
Semi tetap di bawa ke khayangan beserta suami dan anak-anaknya. Melihat kejadian
tersebut Bu Lurah akhirnya sadar bahwa Bu Lurah tidak seperti apa yang disangka.

Sinden adalah sebuah naskah drama pilihan salah satu team artistik dalam
proses mata kuliah seni drama angkatan 2007, dengan beberapa pertimbangan. Karena
menurut kami naskah sinden memiliki tematik menarik dan peristiwa dalam naskah
tersebut merupakan penggabungan dua dunia yaitu antara dunia khayangan dalam
wayang yang di ibaratkan sebagai kritik sosial pada pemerintahan dan dunia nyata
seorang sinden dengan realita di Indonesia saat ini, naskah tersebut memebicarakan
fenomena ketidakpercayaan masyarakat terhadap seorang sinden di tengah maraknya
musik-musik pop yang terdapat di indonesia.

1. Unsur-unsur Intrinsik dalam Naskah Sinden

1.1 Tokoh dan Penokohan

a. Sang Hyang Dewa Guru Bijaksanan, berwibawa


b. Sang Hyang Dewa Narada Setia, patuh, dan bertanggung jawab

c. Sang Hyang Dewa Yamadipati Patuh, tanggung jawab, mudah tertarik pada
wanita cantik

d. Panjang Suka mengeluh, kurang cekatan, kurang tanggung jawab, putus asa

e. Semi Pekerja keras, egois, berani pada suami

f. Raden Lurah Tanpasembada Sombong, licik, kurang bertanggung jawab


pada keluarga, semena-mena

g. Genjik Patuh h. Sawi Kurang bertanggung jawab

i. Wartawan Cerdas, cekatan, pandai berbicara, tidak bisa memegang


prinsip,memanipulasi informasi

j. Orang sinting Seenaknya sendiri

k. Warga Desa I Pemarah, kasar, tidak bisa memegang prinsip

l. Warga Desa II Pemarah, kasar, tidak bisa memegang prinsip

m. Pongge Perhatian

n. Kentos Nakal o. Kecik Nakal

p. Pengawal Dewa Patuh

1.2 Alur Alur pada naskah drama Sindhen adalah alur maju, dan bagiannya adalah

1. Bagian awal yaitu perkenalan/ awalan

2. Bagian tengah yaitu klimak atau puncak konflik

3. Bagian akhir yaitu penyelesaian masalah

1.3 Setting/ Latar

1. Latar tempat yaitu di khayangan, rumah Semi, rumah Raden Lurah


Tanpasembada
2. Latar waktu yaitu pada siang hari

3. Latar sosial yaitu keluarga Jogjakarta

1.4 Gaya Bahasa

1. Bahasa Gandrian,gandrik memiliki gaya bahasa yang khas yaitu dengan


logat Jogjanya. Misalnya saja pada dialog Panjang “Mbokne, kalau ngomong itu
mbok ya jangan kebablasan. Itu namanya tidak urus.”

2. Menggunakan majas hiperbola atau dilebih-lebihkan, misalnya pada dialog


Genjik “Bagai air jatuh dipelimbahan, bak pisau bertemu dengan gagangnya. Desa ini,
mas wartawan, sejak jaman moyang kami tumbuh bersam sindhen. Mereka tak bisa
dipisahkan. Begitulah semesta jagad raya mengatur kehidupan.”

3. Gaya bahasa ilmiah, seperti dialog Raden Lurah Tanpa Sembada “Dia itu
memang hebat kok, nak!. Sudah sepantasnya bila harus dimuat khusus di majalah
bonafid saudara itu. Kalau perlu, dimuat untuk satu terbitan istimewa, semuanya
isinya sinden. Begitu ta nak?.”

1.5 Tema Kehidupan sosial seorang Sindhen

1.6 Amanat

1. Jangan berburuksangka kepada orang lain tanpa adanya bukti yang kuat
”Baik saya ingatkan lagi. Kamu suruh isterimu menggoda suamiku dengan suaranya
itu. Lantas sekarang suamiku mau kawin sama istermu. Itu juga kamu suruh, ya ndak?
Nah, kamu sekarang dapat bagian berapa kalau istrimu kawin sama suamiku, heh?
Berapa?”

2. Seorang suami harus bekerja keras, karena suami adalah tulang punggung
keluarga “Eh, Pak. Sejak dulu aku selalu ngomong baik-baik sama kamu. Kamu
jangan ngilang-ngilangke. Apa kamu tidak ingat, kuwajiban ngurus anak itu tidak
hanya perempuan saja. Laki-laki macam kamu pun mestinya harus bisa ngurus anak.
Tidak hanya lki-laki thok yang bisa cari duit, perempuan pun bisa cari duit. Kalu
kamu sekarang menyalahkan aku soal anak-anak, apa itu namanya pener?. Tidak
gampang peempuan itu melahirkan. Sekarang kalau aku kamu bebani anak-anak,
kamu itu maunya apa, he?.”

3. Emansipasi wanita “Jaman sekarang itu sudah tidak musimnya lagi


perempuan mlungker terus di rumah. Apa...!. Perempuan bukan pitik babon!. Bukan
Cuma disuruh tinggal terus di dapur!. Bukan babu!. Ingat!. Ingat!. Jangan kelewat
bodohmu itu!.”

DAFTAR PUSTAKA
Heru Kesawan Murti, 2009, sinden, text-id.123do
Sumber Foto :
https://images.search.yahoo.com/images/view;_ylt=Awr93Jwl83lkbeAKdXCJ
zbkF;_ylu=c2VjA3NyBHNsawNpbWcEb2lkAzZjYmRjYmQwZjUxZjdhNDk
xOTA0NjE5MzMwOTdhMjdiBGdwb3MDNwRpdANiaW5n?back=https
%3A%2F%2Fimages.search.yahoo.com%2Fsearch%2Fimages%3Fp
%3Dteater%2Bsinden%26type%3DE210US885G91602%26fr%3Dmcafee
%26fr2%3Dpiv-web%26tab%3Dorganic%26ri
%3D7&w=855&h=570&imgurl=indonesiakaya.com%2Fwp-content
%2Fuploads%2F2020%2F11%2FSinden-Sepuh-berusaha-menemukan-
seorang-sinden-yang-konon-memiliki-rajah-di-punggungnya.jpg&rurl=https
%3A%2F%2Findonesiakaya.com%2Fagenda-budaya%2Fsinden-republik-
angkat-peran-perempuan-dalam-kebudayaan-dan-masyarakat
%2F&size=125.8KB&p=teater+sinden&oid=6cbdcbd0f51f7a4919046193309
7a27b&fr2=piv-web&fr=mcafee&tt=%26quot%3BSinden+Republik%26quot
%3B+Angkat+Peran+Perempuan+dalam+Kebudayaan+dan+Masyarakat+-
+Indonesia+Kaya&b=0&ni=21&no=7&ts=&tab=organic&sigr=93xFEaAPvG
7c&sigb=epAv745GZyxG&sigi=8S0srsoUAUGk&sigt=LSgTrm1Zz0CB&.cr
umb=zl9pMBm85rd&fr=mcafee&fr2=piv-web&type=E210US885G91602
TEATER GANDRIK “TANGIS”

Gambar 1. Teater Gandrik mementaskan lakon "Tangis" pada Februari 2015. (ANTARA FOTO/Noveradika)

PERKEMBANGAN TEATER GANDRIK.


Sebuah kelompok teater terkenal dari Yogyakarta disebut Teater Gandrik.
Awalnya didirikan oleh Bapak Kasiharto pada tahun 1982 saat beliau menjabat
sebagai Camat Mantrijeron untuk mengikuti Festival Seni Pertunjukan Populer yang
diselenggarakan oleh Kementerian Penerangan Indonesia. Rombongan teater ini
awalnya tidak memiliki nama. Nama Gandrik diusulkan oleh Pak Kasiharto, yang
berseru, "Gandrik tenan iki koe cah," menanggapi keterkejutan dan kegembiraannya
atas keberhasilan kelompok teater yang didirikannya. Dalam budaya Jawa, kata
"Gandrik" digunakan untuk menyatakan keheranan. Para anggota akhirnya
menetapkan nama "Gandrik" untuk kelompok teater mereka.

Jujuk Prabowo, seniman yang sudah terkenal di Yogyakarta karena kiprahnya


sebagai aktor dan sutradara dalam Teater Dinasti, telah memberikan kontribusi
terbesar bagi perkembangan Teater Gandrik selain Bapak Kasiharto. Camat
Mantrijeron mempercayakan Jujuk untuk merekrut aktor dan membentuk rombongan
teater untuk mengikuti lomba tersebut. Setelah itu, Jujuk mengumpulkan beberapa
aktor dari berbagai teater, antara lain Heru Kesawa Murti (Teater Kerabat), Susilo
Nugroho (Teater Kita-Kita), Sepnu Heryanto (Teater Gembala), Novi Budianto
(Teater Dinasti) , dan Saptaria Handayaningsih (Teater Dinasti). Belakangan, Butet
Kartaredjasa, Djaduk Ferianto, Whani Darmawan, Rullyani Isifihana, dan Agus Noor
memperkuat teater ini/

Heru Kesawa Murti menulis sebagian besar lakon yang dibawakan oleh Teater
Gandrik sebelum ia meninggal pada tahun 2011. Lakon-lakon Teater Gandrik
biasanya terlibat dalam kritik sosial melalui kacamata rakyat kecil, khususnya orang
Jawa. Guyon Parikena yang sangat dikenal di masyarakat Jogja merupakan bentuk
kritik masyarakat yang khas.

Dengan mengolok-olok diri sendiri, Teater Gandrik mampu diam-diam


mencerca atau bahkan mengkritik orang lain. Cara bermain dengan gembira ini
terbukti berhasil. Mereka cukup aman di bawah pemerintahan Orde Baru karena
kelompok ini bisa dipersoalkan tanpa membuat mereka yang dikritik merasa tidak
nyaman. Mereka dapat melakukan apapun yang mereka inginkan tanpa khawatir akan
bermasalah dengan hukum. Berbeda dengan Bengkel Teater Jogja pimpinan Rendra
yang sering dipersulit aparat.
Dua faktor signifikan yang menjadi orientasi estetik lakon-lakon Teater
Gandrik adalah model kritik guyon parikena dan ambisi untuk mentransformasi teater
tradisi historis menjadi bentuk teater modern. Oleh karena itu Teater Gandrik disebut
sebagai kelompok yang mengembangkan estetika sampakan karena alasan tersebut.

Di Teater Gandrik, mode ini memuncak. Emha Ainun Nadjib mengklaim


bahwa istilah sampakan berasal dari seniman oldcrack Kirdjomuljo, yang menyebut
Teater Gandrik sebagai "Teater Sampakan". (Nadjib, 2015) Sampak berasal dari
bahasa Jawa sumpek-sampak-suwuk. Sampak mengacu pada tindakan yang digunakan
untuk melarikan diri dari ruang terbatas atau kesumpekan.

Melalui improvisasi para pemain, kisah atau skenario berkembang selama


pertunjukan. Untuk menjalin hubungan pribadi dengan penonton, dialog, musik, dan
tarian digunakan untuk menggambarkan keprihatinan masyarakat saat ini dengan
keseimbangan antara humor dan kritik. Saat ini Padepokan Seni Bagong Kussudiardja
menjadi focal point kegiatan Teater Gandrik.

PEMENTASAN TEATER GANDRIK LAKON TANGIS

Teater Gandrik kembali berhasil menghibur penonton dengan sajian karya


mendiang almarhum Heru Kesawa Murti yang dikemas ulang oleh Agus Noor dengan
judul "Tangis" pada Rabu (11/2) di Taman Budaya Yogyakarta. Penampil teater
senior di tanah air antara lain Butet Kartaredjasa, Djaduk Farianto, dan Susilo
Nugroho "Den Baguse Ngarso" memimpin. Acara "Tangis" yang disponsori oleh
Djarum Apresiasi Budaya berlangsung di Yogyakarta pada Rabu-Kamis (11-12/2)
dan Jakarta pada Jumat-Sabtu (20-21/2).
Gambar 2. Sejumlah pemain beraksi dalam Pementasan Teater Gandrik dengan judul “Tangis” di Taman Budaya
Yogyakarta, Rabu (11/2). (Beritasatu.com/Danung Arifin)

Kembali ke panggung adalah Teater Gandrik. Tangis kali ini dibawakan oleh
kelompok teater di bawah arahan Butet Kertaradjasa dan Djaduk Ferianto. Tangis
merupakan campuran dari Tangis dan Juragan Abiyoso, dua naskah yang ditulis oleh
almarhum Heru Kesawa Murti. Kedua naskah ini digabungkan oleh pengarang Agus
Noor untuk menciptakan lakon Tangis.

Pementasan Teater Gandrik berlangsung pada tanggal 11 dan 12 Februari


2015 di Concert Hall, Taman Budaya Yogyakarta. Teater Gandrik sukses menyedot
penonton di hari pembukaan pertunjukan. Fakta bahwa setiap tiket terjual
menunjukkan hal ini. Kenyataannya, ada beberapa orang yang mengerumuni pintu
masuk Concert Hall tanpa tiket. Penonton yang sudah hadir di Concert Hall sejak
pukul 18.00 WIB, tak membuat Butet dan kawan-kawan kecewa.

Tangis langsung dibuka oleh tokoh Dulang yang diperankan oleh Susilo
Nugroho. Dulang mengorkestrasikan kisah keluarga Abiyoso layaknya seorang
dalang. Gurauan, gurauan, candaan bisa langsung membuat penonton tertawa, yang
menjadi ciri khas Teater Gandrik. Dulang memiliki bakat alami dalam membuat
gerakan dan ucapan yang lucu. Dulang masuk ke rumah Abiyoso di TKP, meski tak
lagi tinggal di sana. Dulang menemukan beberapa perabot berdebu dan mengelapnya
hingga bersih. Dulang mengungkapkan bahwa debu itu adalah bubuk tanpa ada
keraguan. Lelucon Dulang semakin aneh. Peran Dulang beragam, mulai dari ketua RT
hingga perempuan, mirip stand up comedian. Penonton Concert Hall langsung tertawa
melihat aksi Dulang. Dulang akhirnya menjadi bintang pertunjukan meski tidak
mendominasi penampilan. Tingkat humor Dulang di luar kemampuan Butet dan artis
lainnya. Meski menjadi sorotan, Butet dan kawan-kawan patut mendapat pujian
karena penampilan panggungnya yang luar biasa.

Kisah lengkap Sumir, atau tepatnya arwah Sumir yang menghantui setiap
hentakan perusahaan Batik Abiyoso, diceritakan dalam drama Tangis. Konon, ia
berubah dari bukan siapa-siapa menjadi tiba-tiba melejit dalam kariernya dan
kemudian menghilang setelah menggelar aksi protes buruh batik. Namun bisnis Batik
Abiyoso terus terpuruk karena praktik menerima pesanan dari orang-orang yang tak
lebih dari kepanjangan tangan partai politik dan oknum salah satu pejabat yang
koruptor. Meski utang perusahaan batik ke bank membengkak, hal itu terus berlanjut.
Tragedi
Bunuh diri Pak Muspro, kepala pemasaran Batik Abiyoso dan sahabat Juragan
Abiyoso (Butet Kataredjasa), menambah kesengsaraan bisnis batik. Bisnis batik mulai
berjuang, dan cerita lama serta rahasia bisnis mulai mengemuka. Hilangnya Pak
Muspro membuat kompi dan juragan Abiyoso menderita. Sebagai hasil dari
meningkatnya ketidakpercayaan di antara staf, mereka mulai mencuri setiap kali ada
kesempatan. Anak Juragan Abiyoso, Pengajap (Feri Ludiyanto), hobinya santai dan
bersenang-senang tidak perduli dengan apa yang terjadi. Ia hanya tau bahwa dia
berhak atas pekerjaan yang dikosongkan oleh Pak Muspro.
Drama Tangispun kemudian dimulai. Pangjab bersekongkol untuk membuat
perusahaan berjalan lebih buruk dari yang sudah di bawah kendali Prasojo, anak Pak
Muspro, untuk mendapatkan pekerjaan. Pangjab, dengan bantuan Siwuh, bersemangat
berlatih menangis dan menggunakan isak tangis sebagai senjata untuk merayu
ayahnya agar menerima jabatan yang dipegang Prasojo (Kusen Ali).
Namun, Juragan Abiyoso meninggal dalam keputusasaan dan ketakutan akan
masa lalu sebelum semua ini terjadi. Pengajab masuk penjara untuk membunuh lawan
mainnya Siwuh (Nunung Dewi) ketika ibu Abiyoso menjadi gila. Yang tersisa setelah
perusahaan Batik itu bangkrut hanyalah tangisan.
Gambar 3. Teater Gandrik mementaskan lakon "Tangis" pada Februari 2015. (Foto: sorotjogja.com)

Susilo Nugroho/Den Baguse Ngarso yang berperan sebagai dalang dan


menceritakan alur membuka panggung yang dimulai pukul 20.00, menurut sutradara
Tangis Djaduk Ferianto. Dalang dalam pertunjukan menangis membangun hubungan
antara pertunjukan dan penonton selain bercerita. Dalang meminta penonton untuk
membuat narasi pertunjukan di salah satu bagian pertunjukan.
Djaduk menambahkan, meski Agus Noor telah merevisi kisah ini setahun
sebelumnya, kondisi bangsa saat ini sebenarnya bisa menjadi pengait plot pertunjukan
Tangis. Setiap aktor dalam lakon Tangis kerap melontarkan sindiran tentang situasi
negara, termasuk melemahnya KPK dan naiknya tingkat korupsi yang sangat besar.
Dinamika politik dalam perebutan kekuasaan di sebuah pabrik menjadi topik
naskah ini. Alur cerita drama ini memiliki tujuh tahapan, termasuk eksposisi, yang
berupa penyajian karya sastra dramatik yang memuat detail tentang tokoh dan adegan.
Ketika Siwuh datang untuk menyampaikan kabar tragis bahwa Muspro bunuh diri
dengan cara gantung diri, hiruk-pikuk pun dimulai. Ketika Prasojo berbicara kepada
Abiyoso tentang kesalahan produksi, komplikasi terjadi. Ketidaksepakatan ini
berujung pada klimaks (puncak peristiwa), dan ketegangan memuncak ketika pabrik
batik milik juragan Abiyoso terbakar. Konklusi (penyelesaian) cerita ini adalah
kegiatan Pangajab yang menyebabkan pabrik terbakar sementara Abiyoso diam tak
berdaya, istrinya gila, Bu Muspro hanya menangis, dan Prasojo ditemukan tewas.
Desain panggung, pakaian, kosmetik, pencahayaan, dan alat peraga semuanya
dianggap tontonan. Tokoh-tokoh dalam sebelas babak Tangis menampilkan banyak
baris tuturan. Suasana dramatis disebut sebagai tekstur drama. Dialog dan pertunjukan
yang mendukung sudut pandang tertentu digunakan untuk menentukan suasana hati,
yang meliputi suasana kesal, sedih, geram, bahagia, komedi, dan tegang.

PERAN TEATER GANDRIK DALAM DUNIA PERTEATERAN INDONESIA


Teater kontemporer yang memancarkan tradisi adalah Teater Gandrik. Senior
yang terus tampil sejak 1983 ini termasuk dalam kategori lansia dari segi usia. Selain
itu, sebagian besar anggota pendiri masih berdomisili di Teater Gandrik. Menurut Nur
Sahid (Kedaulatan Rakyat, 12 September 2012), Gandrik adalah kelompok teater
kontemporer yang mengadopsi estetika timur sebagai pedomannya, terutama kemasan
kontemporer estetika teater tradisional Jawa. Teater Gandrik adalah organisasi yang
terdesentralisasi, tidak seperti perusahaan teater lainnya. Meski minim periodisasi,
Gandrik telah mengalami empat kali regenerasi kepemimpinan dalam 32 tahun
terakhir. Menurut tahun-tahun sebelumnya, penampilan Gandrik juga tidak teratur—
kadang terjadi setahun sekali, kadang dua tahun sekali, dan kadang tidak sama sekali.
Fakta bahwa selalu ada banyak penonton membuat setiap pertunjukan menjadi
spesial. Meski begitu, sepertinya tidak mungkin menarik banyak pengamat mengingat
aktivitas Gandrik yang tidak teratur. Karena dengan aktivitas seperti itu bagi sebuah
kelompok seni begitu rentan akan perpecahan. Namun Gandrik tidak demikian, sejak
didirikan hingga sekarang Gandrik masih bisa tetap eksis dan produktif.

TANGGAPAN MASYARAKAT
Sistem respon, juga dikenal sebagai penonton, adalah sistem pendukung sastra
lainnya yang harus dipertimbangkan jika organisasi teater ingin meningkatkan
penampilan atau mendapatkan umpan balik, rekomendasi, atau ide dari penonton.
Untuk mencapai saling pengertian dan kerja sama dalam simbiosis mutualistik,
perusahaan teater harus selalu memperhatikan penontonnya. Setelah melihat
pertunjukan, penonton akan memberikan berbagai kritik. Sutradara, aktor, desain
panggung, skrip, dan elemen terkait pementasan lainnya semuanya terbuka untuk
kritik.
Penonton sangat menikmati pementasan lakon Tangis karena guyonan yang
disampaikan. Hampir semua dari mereka menanggapi dengan baik dan menambahkan
interpretasi mereka tentang kisah tersebut, atau mementingkan fakta. Dengan kata
lain, mereka memahami hubungan antara cerita dan kenyataan. Sambutan penonton
umum pertunjukan ini mencerminkan iklim sosial politik Indonesia saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, Rizky. 2015. Cubitan Tak Sakit dari “Tangis” Teater Gandrik dalam
https://www.beritasatu.com/hiburan/248425/cubitan-tak-sakit-dari-tangis-
teater-gandrik diakses pada 02 Juni 2023.
Yuniari, Agil. 2020. Analisis Struktur Dan Tekstur George R. Kernodle Dalam
Naskah Drama Tangis (2015) Karya Agus Noor dalam
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/80925/Analisis-Struktur-Dan-Tekstur-
George-R-Kernodle-Dalam-Naskah-Drama-Tangis-2015-Karya-Agus-Noor
diakses pada 02 Juni 2023.
Editor. 2016. Teater Gandrik, Kritik Sosial dengan Gaya Guyonan dalam
https://1001indonesia.net/teater-gandrik/ diakses pada 02 Juni 2023.
Mardianto, Herry. 2011. DINAMIKA PERKEMBANGAN TEATER DI INDONEDIA
Di YOGYAKARTA dalam https://doi.org/10.26499/wdprw.v39i2.33 diakses
pada 02 Juni 2023.
Ridlo, dkk. READERS’ RESPONSE TO THE PERFOMANCE OF TEATER
GANDRIK’S TANGIS ON THE RECENT SOCIO-POLITICAL PHENOMENA. Jurnal
Penelitian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. Vol 20, No 2. DOI :
https://journal.uny.ac.id/index.php/litera/article/view/36321

Anda mungkin juga menyukai