Anda di halaman 1dari 2

REVIEW KARYA SASTRA KE-14

Nama : Arina Ibnatussina


NIM : 21210141064
Prodi/ Kelas : Sastra Indonesia / K

IDENTITAS KARYA SASTRA

Jenis : Puisi
Judul : Celana
Pengarang : Joko Pinurbo
Penerbit, Kota : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun : 2018
Sampul Buku :

HASIL REVIEW

Kumpulan puisi berjudul Celana ini merupakan karya Joko Pinurbo atau kerap disebut dengan
nama Jokpin. Buku ini memuat 22 puisi dengan judul antara lain: Tengah Malam; Senandung Becak;
Ranjang Kematian; Di Kulkas: Namamu; Kisah Seorang Nyumin; Kisah Senja; Bayi di Dalam Kulkas; Di
Salon Kecantikan; Malam Pembredelan; Kisah Semalam; Gadis Malam di Tembok Kota; Jauh; Ranjang
Putih; Pulang Malam; Keranda; Korban; Elegi; Celana, 1; Celana, 2; Celana, 3; Boneka, 1; Boneka, 2;
Boneka, 3; Boneka dalam Celana; Terkenang Celana Pak Guru; Januari; Ziarah; Poster Setengah Telanjang;
Perempuan Pulang Pagi; Malam Itu Kita Kondangan; Di Sebuah Entah; Tuhan Datang Malam Ini; Dari
Raden Ajeng Kartini untuk Maria Magdalena Pariyem; Goyang; Taman; Daerah Terlarang; Kalvari;
Pertemuan; Pasar Sentir; Minggu Pagi di Sebuah Puisi; Patroli; Kurcaci.
Dalam review kali ini saya akan mencoba mengemukakan makna sebenarnya di balik kata-kata
indah dari beberapa puisi dalam kumpulan puisi ini. Menurut saya puisi dengan judul Di Kulkas: Namamu
bermakna pikiran manusia. Kulkas yang kita gunakan sebagai tempat penyimpanan, dalam puisi ini dibuat
lebih "manusiawi" dengan mengandaikannya sebagai pikiran manusia yang menyimpan banyak kenangan.
Menurut saya dalam puisi berjudul Celana, 1 bermakna bahwa celana diibaratkan sebagai jati diri,
penyair menyatakan hendak mencari jati dirinya yang baru, yang lebih duniawi dan penuh dengan foya-
foya. Supaya dirinya menjadi lebih menarik di hadapan lawan jenis. Hal tersebut sesuai dengan bait pertama
berikut:
Ia ingin membeli celana baru
Buat pergi ke pesta
Supaya tampak lebih tampan
Dan menarik
(Celana : 29)
Penyair terus mencari jati dirinya yang sesungguhnya. Ia mencoba berbagai cara, namun tidak ada satupun
yang membekas di hatinya. Meskipun berbagai cobaan menggodanya, namun tidak ada satupun yang cocok
di hatinya. Karena ketidakcocokan tersebut ia meninggalkan hal-hal yang berkaitan dengan duniawi karena
dirasa tidak sesuai dengan jati dirinya. Sedangkan “pramuniaga” memiliki arti godaan dunia, nafsu dan
bisikan setan.
Ia telah mencoba seratus model celana
Di berbagai toko busana
namun tak menemukan satu pun
yang cocok untuknya.
(Celana : 29)
saya berkesimpulan bahwa si tokoh berusaha mencari kenyamanan dalam hidup yang ternyata hanya
ibunyalah yang tau. Sebagai seorang ibu yang telah melahirkan & merawatnya sejak bayi hingga dewasa,
wajar saja jika seorang ibu lebih memahami apa yang sebenarnya dibutuhkan si anak, memilih apa yang
baik dan nyaman untuk anaknya, sosok ibu yang selalu dibutuhkan. Ketika seorang ibu meninggal & tidak
ada lagi, sang anak merasa kelimpungan karena belum bisa memilih apa yang baik & nyaman.
Menurut saya puisi dengan judul Celana, 2 ini kata celana bermakna dunia. Kunci dari puisi ini
dimulai dari bait ke tiga. Disebutkan bahwa karena begitu sering mempelajari (menggambar) bagian luar
”celana”, maka wajar saja jika pelajar tidak begitu mengetahui yang berada dibalik celana. Lalu diperjelas
bait setelahnya dengan kalimat “Columbus menemukan sebuah benua baru di dalam celana” maka “celana”
yang dimaksud dalam puisi ini adalah “dunia”. Jika diartikan dengan “celana” dalam bentuk fisik, ada satu
kesamaan dengan “dunia”, yakni “didalamnya banyak tersimpan rahasia”. Dengan demikian, bisa
disimpulkan bahwa Joko Pinurbo menggunakan kata yang lugas dan digunakan dalam kalimat sehari-hari,
namun memiliki analogi dengan hal yang begitu jauh dengan makna kata aslinya. Puisi ini, menyimpulkan
bahwa penulis mengkritisi bentuk pendidikan disekitarnya. Ia menyebutkan bahwa pendidikan tentang
dunia dan kehidupan di sekitarnya hanya sebatas “celana” saja. Dengan kata lain, pengajaran yang begitu
dasar, menghasilkan generasi yang berpikiran dangkal. Karena teori-teori yang telah ada, para pelajar akan
tunduk & tidak berani melawan. Meskipun berlawanan, tidak ada yang mencoba menentang atau mencoba
menciptakan hal baru karena takut & menurut saja.
“Ketika sekolah kami sering disuruh
menggambar celana yang bagus dan sopan,
tapi tak pernah diajar melukis seluk beluk
yang ada di dalam celana sehingga kami tumbuh
menjadi anak-anak yang manis
yang penakut dan pengecut,
bahkan terhadap nasib sendiri”
(Celana : 30)
Menurut penulis, dari puisinya, belajar yang hanya sebatas “celana” membuat pelajaran hanya itu-itu saja
tanpa perkembangan, padahal zaman terus berkembang, sehingga membuat remaja tidak tertarik untuk
belajar.

Anda mungkin juga menyukai