Anda di halaman 1dari 8

Perbandingan Nama Daerah

Ciwaru (Jampang Kulon) dan Ciwaru (Jampang Tengah)


Chichi Pemila (1731311022)

Pendahuluan

Sastra merupakan seni estetik yang menggunakan Bahasa sebagai


mediumnya. Namun, masyarakat hanya mengerti sastra dalam ruang lingkup yang
sempit. Pada dasarnya kata sastra dalam Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa
sangsekerta: hs-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar,
memberi petunjuk atau intruksi dan akhiran –tra biasanya menunjukkan alat,
sarana (Teeuw, 2015-20).
Di Indonesia sastra lisan dari masa prasejarah sampai kini memaikan
peranan yang penting. Sebagian besar sastra lisan itu hilang tak berbekas. Sastra
lisan yang masih ada sekarang atau yang diselamatkan sejak abad yang lalu berkat
usaha berbagai peneliti yang belum tentu membayangkan sastra lisan “asli” atau
purba di Indonesia. Tidak ada alasan yang cukup kuat untuk mengandaikan bahwa
sastra lisan di Indonesia berabad-abad lamanya tidak mengalami perubahan yang
besar, dan bahwa misalnya seperti Puisi yang kini masih bisa dicatat dan
membayangkan situasi kesastraan sebelum tulisan mulai di pakai di Indonesia.
(Teeuw, 2015- 252).
Sastra secara umum pengertiannya adalah sebuah karya yang indah, baik
itu tulisan ataupun lisan. Berdasarkan asal usulnya sastra berasal dari kata susastra
yang berasal dari bahasa sansekerta. Su yang berarti bagus atau indah sedangkan
sastra artinya buku, tulisan atau juga huruf. Secara etimologi arti dari kedua kata
tersebut bisa disimpulkan bahwa sastra adalah karya tulis yang bersifat indah.
Dalam ilmu pengkajian mengenai sastra terdapat teori-teori diantaranya seperti
teori sastra bandingan.
Sastra bandingan merupakan salah satu dari sekian banyak pendekatan
yang ada dalam ilmu sastra. Penelitian sastra bandingan berangkat dari asumsi
bahwa karya sastra tidak mungkin terlepas dari karya-karya yang telah ditulis
sebelumnya. Karya sastra lahir pada masyarakat yang memiliki konvensi,
pandangan tentang estetika dan tujuan berseni yang kemungkinan justru
merupakan rekaman terhadap pandangan masyarakat tentang seni. Dalam
praktiknya istilah sastra bandingan menyangkut studi hubungan antara dua karya
kesusastraan atau lebih. Pengertian sederhana itu juga dapat diartikan sebagai
studi dengan masalah-masalah lain di dalam sastra. Yakni dapat mengenai tema,
plot, dan tokoh (intrinsik) dan karakterisasi dan stilistika (ekstrinsik). Pada
prinsipnya kajian sastra bandingan merupakan studi pengamatan mendalam untuk
melihat persamaan dan perbedaan. Kajian sastra bandingan memiliki kaitan erat
dengan kritik sastra dan studi interteks. Dalam sastra bandingan, perbedaan dan
persamaan yang ada dalam sebuah karya sastra merupakan objek yang akan
dibandingkan. Selain itu, dapat dipahami bahwa dasar perbandingan merupakan
persamaan dan pertalian teks.
Sastra bandingan pertama kali muncul di Eropa dan studi sastra bandingan
pertama kali muncul di Prancis pada abad ke-19 ide sastra bandingan di
kemukakan oleh Sante-Beuve dalam sebuah artikelnya pada tahun 1868 (Damono,
2005: 14). Setelah terlahirnya sastra bandingan terjadilah awal pendekatan sastra
bandingan dicetus dalam jurnal Revue Litterature Comparee pertama kali
diterbitkan pada tahun 1921.
Toponimi merupakan bahasan ilmiah tentang nama tempat, asal-usul, arti,
penggunaan, dan tipologinya. Toponimi merupakan ilmu yang mempelajari
tentang tata cara pemberian nama maupun penulisan nama-nama unsur geografis
yang ada dalam peta. Nama-nama yang diberikan memiliki fungsi yang sangat
penting dalam pembacaan peta yaitu sebagai identifikasi unsur-unsur geografis
agar mudah diketahui oleh para pembaca peta. Penamaan unsur-unsur geografis
harus sesuai kaidah atau aturan-aturan tertentu agar suatu peta mudah dibaca dan
tidak membingungkan bagi pembaca peta.
Toponimi merupakan bagian dari onomastik. Lebih jelasnya sebagai
berikut. Pengetahuan tentang nama itu disebut dengan onomastik.
Onomastik terdiri atas dua cabang yang sudah menjadi kajian tersendiri. Cabang
pertama adalah antroponimi, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-
usul nama orang atau yang diorangkan. Cabang kedua adalah toponimi, yaitu
pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama tempat (Ayatrohaedi,
1993: 10).
Toponimi yang dalam bahasa Inggris disebut toponym berasal dari “topos”
dan “nym”. Topos berarti “tempat” atau “permukaan” seperti “topografi” adalah
gambaran tentang permukaan atau tempat-tempat di bumi. “Nym” berasal dari
“onyma” yang berarti “nama”. Secara harfiah, toponim diartikan nama tempat di
muka bumi. Dalam bahasa Inggris toponym terkadang disebut “geographical
names” (nama geografis) atau “place names” (nama tempat). Sementara itu, dalam
bahasa Indonesia digunakan istilah “nama unsur geografi” atau “nama geografis”
atau “nama rupabumi” (Rais et al., 2008: 4-5). Toponim menurut Raper dalam
Rais et al. (2008) memiliki dua pengertian. Pengertian pertama, toponim
merupakan ilmu yang mempunyai objek studi tentang toponim pada umumnya
dan tentang nama geografis khususnya. Pengertian kedua, toponim adalah totalitas
dari toponim dalam suatu region.
Definisi unsur rupabumi merupakan bagian permukaan bumi yang berada
di atas daratan dan permukaan laut serta di bawah permukaan laut yang dapat
dikenali identitasnya sebagai unsur alamat dan/atau unsur buatan manusia (Rais et
al., 2008: 87). Unsur rupabumi terdiri dari enam kategori, yaitu:

1. Unsur bentang alami (natural landscape features), seperti gunung, bukit,


sungai, danau, laut, selat, pulau, termasuk unsur-unsur bawah laut seperti
palung, cekungan, gunung bawah laut, dan sebagainya.
2. Tempat-tempat berpenduduk dan unsur lokalitas (populated places and
localities). Sebagai contoh unsur-unsur lokal misalnya bangunan
bersejarah, makam pahlawan, mesjid, gereja, stasiun bis, kereta api, dan
sebagainya.
3. Pembagian administratif/politis dari negara (civil/political subdivisions of
a country) seperti Provinsi, Kabupaten, Kota, Kecamatan, distrik pemilu,
dan sebagainya.
4. Kawasan administrasi (administrative area) seperti taman nasional, hutan
lindung, daerah konservasi, cagar alam, kawasan margasatwa, lahan basah,
dan sebagainya.
5. Rute transportasi (transportation route) seperti jalan, jalan tol, jalan
setapak, dan sebagainya.
6. Unsur-unsur yang dibangun/dikonstruksi lainnya (other constructed
features) seperti bandara, dam, monumen, kanal, pelabuhan, mercusuar,
dan sebagainya.

Kajian toponimi dengan melakukan penelusuran nama-nama unsur


geografis yang diberikan oleh manusia yang bermukim di suatu wilayah dapat
dipakai untuk menelusuri suatu bangsa/kelompok etnik yang mendiami suatu
wilayah di masa lalu (Rais et al., 2008: 7). Selain itu, penelusuran tersebut juga
terkait dengan sejarah permukiman manusia (Rais et al., 2008: 9). Sejarah ini
dapat dilacak melalui penemuan peta-peta di masa silam di atas daun papyrus (di
zaman peradaban Mesir kuno) atau peta tablet tanah liat di lembah sungai Eufrat
dan Tigris (Moore (1983) dalam (Rais et al., 2008: 7). Selain sejarah manusia,
kajian ini juga berguna untuk melacak sejarah geografi (Rais et al., 2008: 55).

Cerita yang akan penulis paparkan dalam essay ini adalah cerita asal usul
daerah. Objek yang akan menjadi perbandingan dalam cerita rakyat penulis akan
membahas perbandingan:

Desa : Ciwaru
Kecamatan : Ciemas
Kabupaten : Sukabumi
Narasumber : Bapak Sudar (Wa Enyit)
Dengan,
Kampung : Ciwaru
Desa : Panumbangan
Kecamatan : Jampang Tengah
Kabupaten : Sukabumi
Narasumber : Bapak Jenal

Agar lebih jelasnya akan penulis paparkan cerita rakyat dari kedua daerah
dibawah ini.

Asal-usul Ciwaru (Jampang Kulon)


Desa Ciwaru yang letaknya sebelah timur berbatasan dengan desa Taman
Jaya, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Mekar Sakti dan Cibenda, sebelah
barat dengan Desa Cibenda dan Teluk Palampang, serta sebelah utara berbatasan
dengan desa Ciemas. Secara geomorfologi bentuk desa Ciwaru adalah berupa
Cekungan yang dikelilingi oleh gunung dan disebelah barat langsung ke pantai,
atau mungkin kita cocok mengibaratkannya seperti mangkuk yang salah satu
bagiannya sudah pecah sehingga cekungannya tidak utuh.
Hal itu bisa dilihat jika kita sedang berdiri atau melintas di Panenjoan desa
Taman Jaya yaitu di tebing gunung yang mengitari desa tersebut. Sangat prihatin
memang ketika melihat desa yang terpencil jauh dari peradaban namun
menyimpan sejuta kenangan dan memiliki sejuta keindahan yang terus teringat
dan menjadi magnet tersendiri. Berdasarkan sejarah atau lebih pasnya adalah
mitos orang tua, karena kisah perjalanannya tidak tercatat dalam buku sejarah.
Desa Ciwaru ini adalah teluk samudra hindia yang surut dan pantainya
tersebut adalah yang sekarang menjadi gunung yang mengitarinya. Desa ini
pertama kali dibuka oleh seorang tokoh masyarakat yang dikenal dengan nama
Mbah Druka. Nama desa Ciwaru ini asal muasalnya diambil dari kata ‘Cai’ yang
berarti air dan ‘Waru’ yakni pohon waru, konon ceritanya di Desa tersebut banyak
tumbuh pohon Waru disekitaran rawa yang berdekatan dengan Pantai, maka di
namakanlah Ciwaru.
Penduduk Desa Ciwaru adalah suku pribumi asli suku suida. Meskipun
saat ini telah bercampur dengan suku jawa dan lainnya karena telah banyak
pendatang, karena tugas dinas pendidikan dan yang lainnya. Agama yang di anut
mayoritas islam, mata pencaharian adalah bertani dan nelayan. Desa Ciwaru
sebagian besar merupakan daerah Agraris yang mayoritas penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani dan nelayan.
Namun disisi lain desa Ciwaru memiliki beberapa objek wisata
diantaranya objek wisata pantai dan air terjun yang masing-masing memiliki
keindahan tersendiri. Kebanyakan para pengunjung objek wisata tersebut
merupakan wisatawan lokal yang berasal dari luar daerah.

Cerita asal-usul Ciwaru (Jampang Tengah)


Sejak dari dulu masyarakat jawa barat beraktivitas menggunakan sungai
dan laut, oleh karena itu nama daerah di jawa barat di awali dengan kata cai atau
ci (air). Dengan kehidupan yang sangat berdekatan dengan alam, khususnya air.
Zaman kerajaan dulu sungai menjadi sarana transportasi dan sistem pertahanannya
menggunakan parit untuk membentengi musuh. Oleh karena itu, nama daerah di
jawa barat berawalan dengan air dalam bahasa sundanya yakni cai atau ci. Karena
air ini sebagai inspirasi, nama kampungnya juga dikasih nama-nama air, ini
sebenarnya menjadi kekuatan bagi peradaban sunda pada waktu itu.
Asal usul nama kampung Ciwaru ini menurut masyarakat sekitar konon
ceritanya dikampung tersebut ada sebuah pohon waru yang berdekatan dengan
lubang air dalam bahasa sundanya yakni ‘liang cai’. Lalu diberi nama ciwaru oleh
masyarakat di kampung tersebut.
Air memang selama ini sudah menjadi inspirasi masyarakat pada zaman
dahulu untuk memberi nama kampungnya. Karena airlah yang menjadi sumber
kekuatan peradaban sunda pada saat itu. Masyrakat juga mengaitkan bahwasanya
air yang selama ini sudah menjadi kekuatan dan inspirasi dari para leluhur
harusnya bisa di jaga kemurnian dan kebersihannya saat ini seakan kita sedang
menjaga tempat tingal kita.

Perbandingan

Pada bagian ini penulis akan memaparkan persamaan dan perbedaan


dalam cerita asal-usul Desa Ciwaru Kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi dan
cerita asal-usul Kampung Ciwaru Desa Panumbangan Kecamatan Jampang
Tengah Kabupaten Sukabumi. Persamaan cerita tersebut baik asal usul Desa
Ciwaru Kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi dan cerita asal-usul kampung
Ciwaru Desa Panumbangan Kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi
akan dipaparkan di bawah ini.

Dalam cerita asal-usul Desa Ciwaru Kecamatan Ciemas Kabupaten


Sukabumi yang letaknya sebelah timur berbatasan dengan desa Taman Jaya,
sebelah selatan berbatasan dengan Desa Mekar Sakti dan Cibenda, sebelah barat
dengan Desa Cibenda dan Teluk Palampang, serta sebelah utara berbatasan
dengan desa Ciemas. Secara geomorfologi bentuk desa Ciwaru adalah berupa
Cekungan yang dikelilingi oleh gunung dan disebelah barat langsung ke pantai,
atau mungkin kita cocok mengibaratkannya seperti mangkuk yang salah satu
bagiannya sudah pecah sehingga cekungannya tidak utuh.
Hal itu bisa dilihat jika kita sedang berdiri atau melintas di Panenjoan desa
Taman Jaya yaitu di tebing gunung yang mengitari desa tersebut. Sangat prihatin
memang ketika melihat desa yang terpencil jauh dari peradaban namun
menyimpan sejuta kenangan dan memiliki sejuta keindahan yang terus teringat
dan menjadi magnet tersendiri. Berdasarkan sejarah atau lebih pasnya adalah
mitos orang tua, karena kisah perjalanannya tidak tercatat dalam buku sejarah.
Desa Ciwaru ini adalah teluk samudra hindia yang surut dan pantainya
tersebut adalah yang sekarang menjadi gunung yang mengitarinya. Desa ini
pertama kali dibuka oleh seorang tokoh masyarakat yang dikenal dengan nama
Mbah Druka. Nama desa Ciwaru ini asal muasalnya diambil dari kata ‘Cai’ yang
berarti air dan ‘Waru’ yakni pohon waru, konon ceritanya di Desa tersebut banyak
tumbuh pohon Waru disekitaran rawa yang berdekatan dengan Pantai, maka di
namakanlah Ciwaru.
Penduduk Desa Ciwaru adalah suku pribumi asli suku sunda. Meskipun
saat ini telah bercampur dengan suku jawa dan lainnya karena telah banyak
pendatang, karena tugas dinas pendidikan dan yang lainnya. Agama yang di anut
mayoritas islam, mata pencaharian adalah bertani dan nelayan. Desa Ciwaru
sebagian besar merupakan daerah Agraris yang mayoritas penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani dan nelayan.
Namun disisi lain desa Ciwaru memiliki beberapa objek wisata
diantaranya objek wisata pantai dan air terjun yang masing-masing memiliki
keindahan tersendiri. Kebanyak para pengunjung objek wisata tersebut adalah
wisatawan local yang berasal dari luar daerah. (asal-usul Desa Ciwaru Kecamatan
Ciemas Kabupaten Sukabumi 2019).

Sejak dari dulu masyarakat jawa barat beraktivitas menggunakan sungai


dan laut, oleh karena itu nama daerah di jawa barat di awali dengan kata cai atau
ci (air). Dengan kehidupan yang sangat berdekatan dengan alam, khususnya air.
Zaman kerajaan dulu sungai menjadi sarana transportasi dan sistem pertahanannya
menggunakan parit untuk membentengi musuh. Oleh karena itu, nama daerah di
jawa barat berawalan dengan air dalam bahasa sundanya yakni cai atau ci. Karena
air ini sebagai inspirasi, nama kampungnya juga dikasih nama-nama air, ini
sebenarnya menjadi kekuatan bagi peradaban sunda pada waktu itu.
Asal usul nama kampung Ciwaru Desa Panumbangan Kecamatan Jampang
Tengah ini menurut masyarakat sekitar konon ceritanya dikampung tersebut ada
sebuah pohon waru yang berdekatan dengan lubang air dalam bahasa sundanya
yakni ‘liang cai’. Lalu diberi nama ciwaru oleh masyarakat di kampung tersebut.
Air memang selama ini sudah menjadi inspirasi masyarakat pada zaman
dahulu untuk memberi nama kampungnya. Karena airlah yang menjadi sumber
kekuatan peradaban sunda pada saat itu. Masyrakat juga mengaitkan bahwasanya
air yang selama ini sudah menjadi kekuatan dan inspirasi dari para leluhur
harusnya bisa di jaga kemurnian dan kebersihannya saat ini seakan kita sedang
menjaga tempat tingal kita. (cerita asal-usul Kampung Ciwaru Desa Panumbangan
Kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi 2019).

Seperti yang sudah penulis ceritakan pada kedua asal usul Desa Ciwaru
Kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi dan cerita asal-usul Kampung Ciwaru
Desa Panumbangan kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi, memiliki
Tema yang sama yaitu keduanya menceritakan tentang pohon waru yang
berdekatan dengan sumber air, maka di namakan lah Ciwaru ‘Ci’ yang berarti Cai
(air) dan Waru yang merupakan pohon waru.

Seperti pada kutipan yang menjelaskan persamaan tema dalam kedua


cerita rakyat tersebut yaitu sebagai berikut:

Desa Ciwaru ini adalah teluk samudra hindia yang surut dan pantainya
tersebut adalah yang sekarang menjadi gunung yang mengitarinya. Desa
ini pertama kali dibuka oleh seorang tokoh masyarakat yang dikenal
dengan nama Mbah Druka. Nama desa Ciwaru ini asal muasalnya
diambil dari kata ‘Cai’ yang berarti air dan ‘Waru’ yakni pohon waru,
konon ceritanya di Desa tersebut banyak tumbuh pohon Waru disekitaran
rawa yang berdekatan dengan Pantai, maka di namakanlah Ciwaru.
(asal-usul Desa Ciwaru Kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi 2019).

Asal usul nama kampung Ciwaru ini menurut masyarakat sekitar konon
ceritanya dikampung tersebut ada sebuah pohon waru yang berdekatan
dengan lubang air dalam bahasa sundanya yakni ‘liang cai’. Lalu diberi
nama ciwaru oleh masyarakat di kampung tersebut. (cerita asal-usul
Kampung Ciwaru Desa Panumbangan Kecamatan Jampang Tengah
Kabupaten Sukabumi 2019).

Pada cerita asal-usul kedua nama daerah ini juga memiliki perbedaan yaitu
pada Desa Ciwaru Kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi ini adalah teluk
samudra hindia yang surut dan pantainya tersebut adalah yang sekarang menjadi
gunung yang mengitarinya. Desa ini pertama kali dibuka oleh seorang tokoh
masyarakat yang dikenal dengan nama Mbah Druka. Sedangkan pada Kampung
Ciwaru Desa Panumbangan Kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi
yaitu Asal usul nama kampung Ciwaru ini menurut masyarakat sekitar konon
ceritanya dikampung tersebut ada sebuah pohon waru yang berdekatan dengan
lubang air dalam bahasa sundanya yakni ‘liang cai’.

Simpulan

Sebagai penutup penulis akan memaparkan simpulan terdahap kedua


kajian cerita asal usul sebuah nama Desa dan Kampung atau daerah, yaitu Desa
Ciwaru Kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi dan Kampung Ciwaru Desa
Panumbangan Kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi. Pertama,
memiliki Tema yang sama yaitu keduanya menceritakan tentang pohon waru yang
berdekatan dengan sumber air, maka di namakan lah Ciwaru ‘Ci’ yang berarti Cai
(air) dan Waru yang merupakan pohon waru. Kemudian yang kedua, memiliki
perbedaan yaitu pada Desa Ciwaru Kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi ini
adalah teluk samudra hindia yang surut dan pantainya tersebut adalah yang
sekarang menjadi gunung yang mengitarinya. Desa ini pertama kali dibuka oleh
seorang tokoh masyarakat yang dikenal dengan nama Mbah Druka. Sedangkan
pada Kampung Ciwaru Desa Panumbangan Kecamatan Jampang Tengah
Kabupaten Sukabumi yaitu Asal usul nama kampung Ciwaru ini menurut
masyarakat sekitar konon ceritanya dikampung tersebut ada sebuah pohon waru
yang berdekatan dengan lubang air dalam bahasa sundanya yakni ‘liang cai’.

Hanya itu yang dapat penulis bandingkan. Sebenarnya mungkin masih


banyak yang dapat dibandingkan jika dilihat dari berbagai aspek lainnya. Dalam
essay ini penulis hanya membandingkan persamaan dan perbedaan antara kedua
daerah tersebut.

Daftar Pustaka

Teeuw, A. 2015. Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: Pustaka Jaya.


Damono, S. Djoko. 2009. Sastra Bandingan. Ciputat: Editum.
Rais, Jacub, et al. (2008). Toponimi: Sejarah Budaya Yang Panjang dari
Pemukiman Manusia dan Tertib Administrasi. Jakarta: Pradnya Paramita.
Ayatrohaedi. (1993). Kata, Nama, Dan Makna. Depok: Fakultas Sastra
Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai