Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sastra (Sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta
‘Sastra’ yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata
dasar ‘Sas’ yang berarti “intruksi” atau “ajaran” dan ‘Tra’ yang berarti “alat” atau
“sarana”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada
“kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan
tertentu.
Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dan fakta artistik dan
imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia. Dan masyarakat melalui
bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan
manusia (Mursal Esten, 1978:9).
Sapardi (1979:1) menyatakan bahwa sastra itu adalah lembaga sosial yang
menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan
sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan itu sendiri adalah suatu
kenyataan sosial.
Sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri
keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan
ungkapannya (Panuti Sujidman, 1986:68)
Indonesia merupakan negara yang mempunyai ragam budaya, budaya
tersebut selalu diiringi dengan legenda-legenda daerah setempat salah satunya
adalah cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan cerminan tradisi budaya setempat
atau cerita masa lampau yang merupakan ciri khas suku bangsa dengan kultur
yang berbeda dan terkadang dihubungkan dengan legenda atau terjadinya
peristiwa alam seperti halnya terbentuknya gunung, danau, dan masih banyak lagi.
Salah satu daerah yang mempunyai cerita rakyat yang unik yaitu Daerah
Istimewa Yogyakarta. Sebagian besar cerita rakyat dari daerah ini mengandung
hal mistis. Hal tersebut dapa dilihat dari latar belakang masyarakat pada waktu

1
cerita tersebut dilahirkan adalah masyarakat animisme atau dinamisme serta
pengaruh tradisi Hindu dan Budha.
Cerita legenda Candi Prambanan bisa dikatakan memiliki kandungan tradisi
kebudayaan yang cukup kental. Selain itu, cerita ini pun dapat dikaitkan dengan
terbentuknya candi tersebut.
Berdasarkan latar belakang diatas, karya tulis ini mengangkat cerita rakyat
legenda Candi Prambanan. Penulis melakukan pola pengkajian terhadap legenda
ini terutama pada bidang unsur pembentukannya yaitu unsur intrinsik.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam karya tulis ini adalah :
1. Bagaimana asal mula cerita rakyat legenda Candi Prambanan ?
2. Bagaimana unsur intrinsik yang terkandung dalam cerita rakyat legenda
Candi Prambanan ?
1.3 Tujuan
Penelitin ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui asal mula cerita rakyat legenda Candi Prambanan.
2. Mengetahui unsur intrinsik yang terkandung dalam cerita rakyat
legenda Candi Prambanan.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan karya tulis ini adalah :
1. Penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama belajar
di sekolah khususnya pelajaran Bahasa Indonesia.
2. Dapat menambah wawasan bagi pembaca, khususnya di kalangan siswa
atau pelajar.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik merupakan unsur yang membangun dari dalam. Tanpa


unsur ini sebuah cerita tidak akan bisa terbentuk. Hal ini sesuai dengan pendapat
menurut Darmawati (2010:29) unsur intrinsik adalah unsur yang membangun
karya sastra itu sendiri. Ilyas (2011:180) menyatakan tinjauan sastra dari segi
intrinsik adalaaah segi yang membangun cipta sastra dari dalam. Kesimpulannya,
unsur intrinsik merupakan unsur dari dalam yang membangun karya sastra.

2.2 Unsur-Insur Intrinsik

Unsur intrinsik merupakan unsur yang berhubungan dengan struktur


seperti alur, latar, pengisahan, penokohan, juga hal-hal yang berhubungan dengan
pengungkapan tema dan amanat (Ilyas, 2011:180). Tambahan lagi, menurut
Darmawati (2010:328-330) unsur intrinsik terdiri dari tema, tokoh, penokohan,
latar, alur, dan sudut pandang.

2.2.1 Tema

Tema adalah suatu unsur dalam karya sastra yang menjadi pokok masalah
atau pokok pikiran dari pengarang melalui karyanya (jalan cerita). Tema
merupakan penceritaan dalam sebuah cipta dasar pikiran yang menjadi dasar
cerita. Tema menjadi pusat penceritaan dalam sebuah cipta sastra (Ilyas,
2011:180). Tema adalah ide pokok yang mendasari suatu karya sastra. Untuk
menetukan tema, pembaca harus menyimpulkan keseluruhan isi cerita, tidak
hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita saja (Darmawati, 2010:329).

2.2.2 Tokoh dan Penokohan

Tokoh ialah individu yang mengalami berbagai peristiwa di dalam cerita.


Tokoh dalam karya sastra memiliki karakter yang dikembangkan oleh pengarang.
Pengembangan karakter tokoh tersebut melalui penokohan. Penokohan adalah

3
cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan watak tokoh-tokoh dalam
cerita (Juanda, 2007:326). Penokohan yakni bagaimana cara pengarang
menggambarkan dan mengembagkan watak tokoh-tokoh dalam sebuah cerita
rekaan. Misalnya, tokoh Aberwatak bengis dan kejam (Ilyas, 2011:180).

Pengarang dapat menampilkan sifat atau karakter tokoh melalui berbagai


cara seperti berikut (Darmawati, 2010:60-61) :

1. Penggambaran bentuk lahir tokoh


Pengarang menggambarkan karakter tokoh dari segi lahiriah yang meliputi
bentuk tubuh, tingkah laku, cara berpakaian serta apa yang dikenakan atau
apa yang dibawa.
2. Penggambaran jalan pikiran tokoh atau yang terlintas didalam pikirannya
Pengarang menggambarkan karakter tokoh melalui jalan pikiran atau
perasaan tokoh tersebut.
3. Penggambaran reaksi terhadap peristiwa yang terjadi
Penggambaran ini merupakan pemaparan paparan tentang lingkungan atau
tokoh lain yang sangat berhubungan erat dengan tokoh.

Dilihat dari watak dan karakternya, tokoh dapat dibedakan seperti berikut :

1. Tokoh Antagonis
Tokoh antagonis yaitu tokoh yang menimbulkan konflik atau masalah
dalam cerita. Biasanya tokoh anatagonis mempunyai watak dan perilaku
yang jahat.
2. Tokoh Protagonis
Tokoh protagonis yaitu tokoh yang mempunyai watak baik, benar, dan
tidak jahat.
3. Tokoh Tritagonis
Tokoh tritagonis yaitu tokoh yang selalu menjadi penengah dan sering
dimunculakan sebagai orang ketiga.

4
Dilihat dari kepentingan pengarang dalam menampilkan tokoh
dalam karya sastra, tokoh dibedaka sebagai berikut:
1. Tokoh utama dalah tokoh yang mempunyai peranan sangat
penting dalam sebuah cerita. Tokoh ini selalu hadir dalam
setiap peristiwa.
2. Tokoh pembantu adalah tokoh yang membantu tokoh utama
dalam sebuah karya sastra.

2.2.3 Plot / Alur

Plot atau alur ialah jalan cerita atau rangkaian peristiwa dari awal sampai
akhir. Rangkaian peristiwa ini disusun berdasarkan hukum kausalitas (hubungan
yang menunjukan sebab-akibat). Berdasarkan hubungan tersebut setiap cerita
memiliki plot/alur cerita sebagai berikut.

1. Tahapan perkenalan ialah tahap dimana permulaan suatu cerita dimulai


dengan suatu kejadian, tetapi belum ada ketegangan. Ditahap ini berisi
pengenalan tooh, reaksi antar pelaku, penggambaran fisik, dan
penggambaran tempat.
2. Menuju ke tahap pertikaian ialah tahap dimana terjadinya pertentangan
antar pelaku (awal mula pertentangan selanjutnya). Konflik dapat dibagi
menjadi dua. Yaitu :
a. Konflik internal ialah konflik yang terjadi dari dalam diri sang tokoh.
b. Konflik eksternal ialah konflik yang terjadi dari luar tokoh (konflik
tokoh dengan tokoh, tokoh dengan lingkungan, tokoh dengan tuhan,
dan lain-lain).
3. Komplikasi atau tahap penenjakan konflik, ketegangan dirasakan mulai
semakin berkembang dan rumit terjadi pada tahap ini (nasib pelaku
semakin sulit diduga).
4. Klimaks merupakan ketegangan yang semakin memuncak (perubahan
nasib pelaku sudah mulai dapat diduga, kadang pula tidak terbukti pada
akhir cerita).

5
5. Penyelesaian, tahap akhir cerita pada bagian ini terdapat penjelasan
mengnai nasib-nasib tokoh dalam cerita setelah mengalami konflik dalam
cerita. Beberapa cerita terkadang menyerahkan penyelesaian kepada
pembaca, sehingga akhir cerita seperti ini tak ada penyelesaian atau
menggantung.

Menurt Darmawati (2010:61) ada tiga jenis alur dalam karya sastra . Alur
tersebut adalah alur maju, alur mudur, dam alur gabungan.

1. Alur maju adalah alur yang disajikan secara berurutan dari tahp perkenalan
atau pengantar, dilanjutkan tahap penampilan masalah, dan diakhiri tahap
penyelesaian.
2. Alur mundur adalah alur yang disusun dengan mendahulukan tahap
klimaks atau penyelesaian dan disusul tahap-tahap seperti pendahuluan,
pemunculan masalah, konflik, dan peleraian.
3. Alur gabungan adalah alur perpaduan antara alur maju dan alur mundur.
Susunan penyajian urutan peristiwa diawali dengan puncak
ketegangan,lalu dilanjutkan dengan perkenalan, dan diakhiri dengan
penyelesaian.

2.2.4 Sudut Pandang / Point Of View

Sudut pandang merupakan cara pengarang dalam menempatkan dirinya


dalam cerita atau bagaimana pengarang memposisikan diri dalam membawakan
cerita (Juanda, 2007:326)

Menurut Darmawati (2010:61) pengarang dapat mengungkapkan cerita


melalui berbagai sudut pandang yaitu :

a. Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Utama


Pengarang menggunakan pelaku utama sebagai orang pertama. Dalam
sudut pandang tersebut pengarang menggunakan kata ganti orang
pertama misalnya aku atau saya.

6
b. Sudut Pandang Orang Ketiga
Pengarang menggunakan pelaku utama sebagai orang ketiga. Dalam
sudut pandang tersebut, pengarang menggunakan kata ganti orang
ketiga misalnya dia, ia atau nama orang.
c. Sudut Pandang Serba Tahu
Dalam hal ini pengarang seolah-olah tahu banyak hal. Pengarang dapat
mengemukakan segala tingkah laku atau tindak tanduk tokoh
utamanaya.

2.2.5 Amanat

Amanat ialah pesan/kesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui


jalan cerita. Pesan dalam karya sastra bisa berupa, kritik, saran, harapan, ususl,
dan lain-lain. Amanat atau tendens adalah pesan, perintah pengarang yang
disampaikan kepada pembaca serta tersirat dan secaraterang-terangan sehubungan
dengan masalah yang menjadi tema dalam karya sastra (Ilyas, 2011:180).
Sedangkan Juanda (2007:326) menyatakan bahwa amanat adalah ajaran moral
atau pesan dikatis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui
karyanya itu.

2.2.6 Latar / Setting

Latar ialah tempat dimana terjadinya kejadia atau peristiwa dan waktu
terjadinya sebuah peristiwa, latar juga menjelaskan segala keterangan waktu,
ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam plot cerita. Latar terbagi lagi
menjdi beberapa unsur seperti dibawah ini.

1. Latar Tempat ialah yang mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa dalam
cerita. Contoh : Kota, Pedesaan, dan lain-lain.
2. Latar Waktu ialah latar yang berhubungan dengan masalah kapan
terjadinya peristiwa. Contoh : masa kini, masa lalu, dan lain-lain.
3. Latar Sosial ialah latar yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat. Contoh : kesederhanaan,
keramahan, dan lain-lain.

7
Setiap latar yang diciptakan dalam karya sastra memiliki fungsi. Di dalam
karya sastra latar berfungsi sebagai :

1. Atmosfer atau suasana merupakan latar yang lebih mudah dibicarakan dari
pada didefinisikan. Latar ini semacam aura rasa dan emosi yang
ditimbulkan penulis melalui tulisannya, agar membantu terciptanya
ekspetasi pembaca.
2. Latar tempat sebagai Elemen Dominan, latar tempat memiliki peran
penting dalam karya sastra. Latar tempat menjadi unsur netral atau
spiritual dalam sebuah tempat tertentu. Termasuk dalam fiksi jenis ini :
Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang berbicara tentang Belitong pada
Zaman Orde Baru.
3. Latar waktu sebagai Elemen Dominan, dalam karya sastra ada yang
menggunakan elemen waktu sebagai unsur yang dominan. Fungsi latar ini
terjadi terutama pada karya sastra yang berlatar sejarah. Tidak hanya
waktu yang menjafi unsur utama yang terlibat. Ada unsur-unsur nilai
dalam waktu, misalnya unsur nilai dalam masa kemerdekaan, masa orde
baru, dan sebagainya.
4. Metfora, artinya jika latar spiritual ialah unsur latar yang secara spiritual
memberi efek nilai pada kerya sastra, maka fungsi latar ini adalah fungsi
eksternal yang tidak secara langsung (eksplisit) berpengaruh pada cerita.
Sebagai metafora, latar menghadirkan suasana yang secara tidak langsung
menggambarkan nasib tokoh.

2.3 Pengertian Legenda

Istilah legenda berasal dari bahasa latin “legere” adalah cerita prosa rakyat
yang dianggap oleh mempunyai cerita sebagai suatu yang benar-benar terjadi.
Oleh karena itu, legenda sering sekali dianggap sebagai “sejarah” kolektif (folk
history). Beberapa ahli mengemukakan pendapat yang berbeda tentang pengertian
legenda. Menurut buku Sari Kata Bahasa Indonesia, legenda adalah cerita rakyat
jaman dahulu berkaitan dengan peristiwa dan asal-usul terjadinya suatu tempat.

8
Menurut Pudentia, legenda adalah cerita yang dipercaya oleh bebrapa penduduk
setempat benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci atau sakral yang
membedakannya dengan Mite. Menurut Emeis legenda adalah cerita kuno yang
setengah berdasarkan sejarah dan yang setengah lagi berdasarkan angan-angan.
Menurut Hooykaas legenda dalah dongeng tentang hal-hal yang berdasarkan
sejarahyang mengandung suatu hal yang ajaib atau kejadian yang menandakan
kesaktian. Dari beberapa pendpat ahli dapat disimpulkan legenda merupakan
cerita prosa rakyat yang mirip dengan Mite, yang dianggap benar-benar terjadi
tetapi tidak dianggap suci dan oleh empunya cerita sebagai suatu yang benar-
benar terjadi dan juga dibumbui dengan keajaiban, kesaktian, dan keistimewaan
tokohnya.

2.4 Jenis-Jenis Legenda

Legenda dapat dibagi kedalam empat jenis, yaitu legenda keagamaan,


legenda alam gaib, legenda perseorangan, dan legenda setempat.

2.4.1 Legenda Keagamaan

Legenda yang ceritanyaberkaitan dengan kehidupan keagamaan disebut


dengan legenda keagamaan. Legenda ini misalnya lengenda tentang orang-orang
tertentu. Kelompok tertentu misalnya cerita tentang penyebar islam di Jawa.
Kelompok orang-orang ini di Jawa dikenal dengan sebutan Walisongo. Mereka
adalah manusia biasa, tokoh yang memang benar-benar ada, akan tetapi dalam
uraian ceritanya ditampilkan sebagai figur-figur yang memiliki kesaktian.
Kesaktian yang mereka miliki digambarkan di luar batas-batas manusia biasa
(Gunanto, 2012:1).

2.4.2 Legenda Alam Gaib

Bentuk kedua yaitu legenda alam gaib. Legenda ini biasanya berbentuk
kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang. Fungsi
legenda semacam ini adalah untuk meguhkan kebenaran “takhyul” atau
kepercayaan rakyat. Jadi, legenda alam gaib adalah cerita- cerita pengalaman

9
seorang dengan makhluk-makhluk gaib, hantu-hantu, siluman, gejala-gejala alam
gaib, dan sebagainya. Contoh legenda alam gaib di Bogor Jawa Barat ada legenda
tentang mandor Kebun Raya Bogor yang hilang lenyap begitu saja sewaktu
bertugas di Kebun Raya. Menurut kepercayaan penduduk setempat, hal itu
disebabkan ia telah melangkahi setumpuk batu bata yang merupakan bekas-bekas
pintu gerbang kerajaan Pajajaran. Pintu gerbang itu, menurut kepercayaan
penduduk setempat, terletak disalah satu tempat di Kebun Raya. Oleh karenanya,
penduduk disana menasehati para pengunjung Kebun Raya, agar jangan
melangkahi tempat antara tumpukan-tumpukan batu bata tua, karena ada
kemungkinan nahwa disanalah bekas pintu gerbang kerajaan zaman dahulu itu.
Jika melanggarnya, maka kita akan masuk ke dunia gaib dan tidak dapat pulang
lagi ke dunia nyata (Gunato,2012:3).

2.4.3 Legenda Perorangan

Legenda perorangan merupakann cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu


yang dianggap benar-benar terjadi. Di Indonesia legenda semacam ini banyak
sekali, misalnya Sabai nan Aluih dan Si Pahit Lidah dari Sumatera, Si Pitung dan
Nyai Dasima dari Jakarta, Suramenggolo dari Jawa Timur, serta Jayaparna dan
Layonsari dari Bali (Gunato,2012:4).

2.4.4 Legenda Lokal / Setempat

Legenda lokal adalah legenda yang berhubungan dengan nama tempat


terjadinya gunung, bukit, danau, dan sebagainya. Misalnya, legenda terjadinya
Danau Toba di Sumatera, Sangkuriang (legenda Gunung Tangkuban Perahu) di
Jawa Barat, Roro Jonggrang (legenda Candi Prambanan) di Yogyakarta, serta
Ajisaka di Jawa Tengah (Gunato, 2012:6)

10
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian deskripsi. Penelitian deskripsi adalah
penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai
apa adanya.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik dalam pengumpulan data menggunakan teknik obsevasi.
3.2.1 Teknik Obsevasi
Dengan mengguanakan metode ini penulis berusaha mengumpulkan data-
data lebih lanjut dengan cara melakukan penelitian terhadap objek yang diangkat
penulis dalam karya tulis ini yaitu Legenda Candi Prambanan.
3.3 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah cerita rakyat dari daerah Yogyakarya yaitu
Legenda Candi Prambanan. Yang menjadi kajian utama dalam legenda ini dalah
unsur-unsur intrinsiknya.
3.4 Teknik Analisis Data
Adapun teknik analisis data dalam karya tulis ini adalah :
1. Membaca keseluruhan cerita rakyat Legenda Candi Prambanan.
2. Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik dalam cerita rakyat Legenda
Candi Prambanan.
3. Menganalisis unsur-unsur intrinsik cerita rakyat Legenda Candi
Prambanan.
4. Membahas unsur-unsur intrinsik cerita rakyat Legenda Candi
Prambanan.
5. Membuat kesimpulan dari analisis unsur-unsur intrinsik dalam cerita
tersebut.

11
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Ringkasan Cerita Rakyat Legenda Candi Prambanan

Alkisah pada zaman dahulu kala, berdiri sebuah kerajaan yang sangat
besar yang bernama Prambanan. Rakyat Prambanan sangat damai dan makmur di
bawah kepemimpinan raja yang bernama Prabu Baka. Kerajaan-kerajaan kecil di
wilayah sekitar Prambanan juga sangat tunduk dan menghormati kepemimpinan
Prabu Baka.
Sementara itu di lain tempat, ada satu kerajaan yang tak kalah besarnya
dengan kerajaan Prambanan, yakni kerajaan Pengging. Kerajaan tersebut terkenal
sangat arogan dan ingin selalu memperluas wilayah kekuasaanya. Kerajaan
Pengging mempunyai seorang ksatria sakti yang bernama Bondowoso. Dia
mempunyai senjata sakti yang bernama Bandung, sehingga Bondowoso terkenal
dengan sebutan Bandung Bondowoso. Selain mempunyai senjata yang sakti,
Bandung Bondowoso juga mempunyai bala tentara berupa Jin. Bala tentara
tersebut yang digunakan Bandung Bondowoso untuk membantunya untuk
menyerang kerajaan lain dan memenuhi segala keinginannya.
Hingga Suatu ketika, Raja Pengging yang arogan memanggil Bandung
Bondowoso. Raja Pengging itu kemudian memerintahkan Bandung Bondowoso
untuk menyerang Kerajaan Prambanan. Keesokan harinya Bandung Bondowoso
memanggil balatentaranya yang berupa Jin untuk berkumpul, dan langsung
berangkat ke Kerajaan Prambanan.
Setibanya di Prambanan, mereka langsung menyerbu masuk ke dalam
istana Prambanan. Prabu Baka dan pasukannya kalang kabut, karena mereka
kurang persiapan. Akhirnya Bandung Bondowoso berhasil menduduki Kerajaan
Prambanan, dan Prabu Baka tewas karena terkena senjata Bandung Bondowoso.
Kemenangan Bandung Bondowoso dan pasukannya disambut gembira oleh Raja
Pengging. Kemudian Raja Pengging pun mengamanatkan Bandung Bondowoso

12
untuk menempati Istana Prambanan dan mengurus segala isinya,termasuk
keluarga Prabu Baka.
Pada saat Bandung Bondowoso tinggal di Istana Kerajaan Prambanan, dia
melihat seorang wanita yang sangat cantik jelita. Wanita tersebut adalah Roro
Jonggrang, putri dari Prabu Baka. Saat melihat Roro Jonggrang, Bandung
Bondowoso mulai jatuh hati. Dengan tanpa berpikir panjang lagi, Bandung
Bondowoso langsung memanggil dan melamar Roro Jonggrang.
“Wahai Roro Jonggrang, bersediakah seandainya dikau menjadi
permaisuriku?”, Tanya Bandung Bondowoso pada Roro Jonggrang.
Mendengar pertanyaan dari Bandung Bondowoso tersebut, Roro
Jonggrang hanya terdiam dan kelihatan bingung. Sebenarnya dia sangat
membenci Bandung Bondowoso, karena telah membunuh ayahnya yang sangat
dicintainya. Tetapi di sisi lain, Roro Jonggrang merasa takut menolak lamaran
Bandung Bondowoso. Akhirnya setelah berfikir sejenak, Roro Jonggrang pun
menemukan satu cara supaya Bandung Bondowoso tidak jadi menikahinya.
“Baiklah,aku menerima lamaranmu. Tetapi setelah kamu memenuhi satu
syarat dariku”, jawab Roro Jonggrang.
“Apakah syaratmu itu Roro Jonggrang?”, Tanya Bandung Bandawasa.
“Buatkan aku seribu candi dan dua buah sumur dalam waktu satu malam”, Jawab
Roro Jonggrang.
Mendengar syarat yang diajukan Roro Jonggrang tersebut, Bandung
Bondowoso pun langsung menyetujuinya. Dia merasa bahwa itu adalah syarat
yang sangat mudah baginya, karena Bandung Bondowoso mempunyai balatentara
Jin yang sangat banyak.
Pada malam harinya, Bandung Bandawasa mulai mengumpulkan
balatentaranya. Dalam waktu sekejap, balatentara yang berupa Jin tersebut datang.
Setelah mendengar perintah dari Bandung Bondowoso, para balatentara itu
langsung membangun candi dan sumur dengan sangat cepat.
Roro Jonggrang yang menyaksikan pembangunan candi mulai gelisah dan
ketakutan, karena dalam dua per tiga malam, tinggal tiga buah candi dan sebuah
sumur saja yang belum mereka selesaikan.

13
Roro Jonggrang kemudian berpikir keras, mencari cara supaya Bandung
Bondowoso tidak dapat memenuhi persyaratannya.
Setelah berpikir keras, Roro Jonggrang akhirnya menemukan jalan keluar.
Dia akan membuat suasana menjadi seperti pagi,sehingga para Jin tersebut
menghentikan pembuatan candi.
Roro Jonggrang segera memanggil semua dayang-dayang yang ada di
istana. Dayang-dayang tersebut diberi tugas Roro Jonggrang untuk membakar
jerami, membunyikan lesung, serta menaburkan bunga yang berbau semerbak
mewangi.
Mendengar perintah dari Roro Jonggrang, dayang-dayang segera
membakar jerami. Tak lama kemudian langit tampak kemerah merahan, dan
lesung pun mulai dibunyikan. Bau harum bunga yang disebar mulai tercium, dan
ayam pun mulai berkokok.
Melihat langit memerah, bunyi lesung, dan bau harumnya bunga tersebut,
maka balatentara Bandung Bondowoso mulai pergi meninggalkan pekerjaannya.
Mereka pikir hari sudah mulai pagi, dan mereka pun harus pergi.
Melihat Balatentaranya pergi, Bandung Bondowoso berteriak: “Hai
balatentaraku, hari belum pagi. Kembalilah untuk menyelesaikan pembangunan
candi ini !!!”
Para Jin tersebut tetap pergi, dan tidak menghiraukan teriakan Bandung
Bondowoso. Bandung Bondowoso pun merasa sangat kesal, dan akhirnya
menyelesaikan pembangunan candi yang tersisa. Namun sungguh sial, belum
selesai pembangunan candi tersebut, pagi sudah datang. Bandung Bondowoso pun
gagal memenuhi syarat dari Roro Jonggrang.
Mengetahui kegagalan Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang lalu
menghampiri Bandung Bondowoso. “Kamu gagal memenuhi syarat dariku,
Bandung Bondowoso”, kata Roro Jonggrang.
Mendengar kata Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso sangat
marah. Dengan nada sangat keras, Bandung Bondowoso berkata: “Kau curang
Roro Jonggrang. Sebenarnya engkaulah yang menggagalkan pembangunan seribu
candi ini. Oleh karena itu, Engkau aku kutuk menjadi arca yang ada di dalam

14
candi yang keseribu !”
Berkat kesaktian Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang berubah menjadi
arca/patung. Wujud arca tersebut hingga kini dapat disaksikan di dalam kompleks
candi Prambanan, dan nama candi tersebut dikenal dengan nama candi Roro
Jonggrang. Sementara candi-candi yang berada di sekitarnya disebut dengan
Candi Sewu atau Candi Seribu.
Berdasarkan ringkasan dari cerita tersebut, legenda Candi Prambanan
tersebut merupakan jenis legenda lokal atau legenda setempat karena isi dari
legenda tersebut berisi tentang kejadia terjadinya Candi Prambanan. Menurut
Gunanto (2012:6) legenda lokal adalah legenda yang berhubungan dengan nama
tempat terjadinya gunung, bukit, danau, dan sebagainya. Misalnya, legenda Danau
Toba di Sumatera Utara, Sangkuriang (legenda Gunung Tangkuban Perahu) di
Jawa Barat, dan lain sebagainya.
4.2 Unsur Intrinsik dalam Cerita Rakyat Legenda Candi Prambanan
4.2.1 Tema
Tema adalah ide pokok yang mendasari suatu karya sastra. Untuk
menentukan tema, pembaca harus menyimpulkan keseluruhan isi cerita, tidak
hanya berdasrkan bagian-bagian tertentu saja.
Setelah membaca keseluruhan dari cerita legenda tersebut, dapat dituliska
bahwa tema dari cerita tersebut mengankat tema asal mula candi Prambanan. Hal
ini diesebabkan tokoh Roro Jonggrang meminta dibuatkan seribu candi sebagai
syaratnya untuk menikah dengan Bandung Bondowoso. Tetapi Bandung
Bondowoso gagal membuatkan seribu candi karena digagalkan oleh Roro
Jonggrang. Karena marah Bandung Bondowoso mengutuk Roro Jonggrang
menjadi candi yang keseribu, dan Roro Jonggrang pun menjadi sebuah arca. Dan
sampai sekarang tempat tersebut dikenal dengan Candi Prambanan. Berikut
kutipannya:
“Berkat kesaktian Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang berubah
menjadi arca/patung. Wujud arca tersebut hingga kini dapat
disaksikan di dalam kompleks candi Prambanan, dan nama candi
tersebut dikenal dengan nama candi Roro Jonggrang. Sementara

15
candi-candi yang berada di sekitarnya disebut dengan Candi Sewu
atau Candi Seribu.”
4.2.2 Tokoh/Penokohan

Tokoh dalam cerita legenda ini terdiri dari tiga tokoh yaitu Raja Pengging,
Bandung Bondowoso, dan Roro Jonggrang. Penokohan dari ketiga tokoh tersebut
adalah:

a. Raja Pengging

Raja Pengging adalah tokoh antagonis. Hal ini disebabkan tokoh ini
mempunyai watak jahat. Raja Pengging merupakan totkoh yang serakah dan
hanya mementikan diri sendiri. Ia selalu menggunakan kekuatan untuk menyakiti
orang lain dan menguasai daerah baru. Berikut kutipannya:

“Sementara itu di lain tempat, ada satu kerajaan yang tak kalah
besarnya dengan kerajaan Prambanan, yakni kerajaan Pengging.
Kerajaan tersebut terkenal sangat arogan dan ingin selalu
memperluas wilayah kekuasaanya. Kerajaan Pengging mempunyai
seorang ksatria sakti yang bernama Bondowoso. Dia mempunyai
senjata sakti yang bernama Bandung, sehingga Bondowoso terkenal
dengan sebutan Bandung Bondowoso. Selain mempunyai senjata yang
sakti, Bandung Bondowoso juga mempunyai bala tentara berupa Jin.
Bala tentara tersebut yang digunakan Bandung Bondowoso untuk
membantunya untuk menyerang kerajaan lain dan memenuhi segala
keinginannya. Hingga Suatu ketika, Raja Pengging yang arogan
memanggil Bandung Bondowoso. Raja Pengging itu kemudian
memerintahkan Bandung Bondowoso untuk menyerang Kerajaan
Prambanan. Keesokan harinya Bandung Bondowoso memanggil
balatentaranya yang berupa Jin untuk berkumpul, dan langsung
berangkat ke Kerajaan Prambanan.”

16
b. Bandung Bondowoso

Tokoh Bandung Bondowoso merupakan tokoh antagonis. Hal ini


disebabkan tokoh ini mempunyai watak jahat. Bandung Bondowoso menyerang
kerajaan Prambanan dan membunuh Prabu Baka. Kemudian ia menguasai
kerajaan Prambanan dan ingin menikahi Roro Jonggrang. Berikut kutipannya:

“Hingga Suatu ketika, Raja Pengging yang arogan memanggil


Bandung Bondowoso. Raja Pengging itu kemudian memerintahkan
Bandung Bondowoso untuk menyerang Kerajaan Prambanan.
Keesokan harinya Bandung Bondowoso memanggil balatentaranya
yang berupa Jin untuk berkumpul, dan langsung berangkat ke
Kerajaan Prambanan. Setibanya di Prambanan, mereka langsung
menyerbu masuk ke dalam istana Prambanan. Prabu Baka dan
pasukannya kalang kabut, karena mereka kurang persiapan. Akhirnya
Bandung Bondowoso berhasil menduduki Kerajaan Prambanan, dan
Prabu Baka tewas karena terkena senjata Bandung Bondowoso.
Kemenangan Bandung Bondowoso dan pasukannya disambut gembira
oleh Raja Pengging. Kemudian Raja Pengging pun mengamanatkan
Bandung Bondowoso untuk menempati Istana Prambanan dan
mengurus segala isinya,termasuk keluarga Prabu Baka. Pada saat
Bandung Bondowoso tinggal di Istana Kerajaan Prambanan, dia
melihat seorang wanita yang sangat cantik jelita. Wanita tersebut
adalah Roro Jonggrang, putri dari Prabu Baka. Saat melihat Roro
Jonggrang, Bandung Bondowoso mulai jatuh hati. Dengan tanpa
berpikir panjang lagi, Bandung Bondowoso langsung memanggil dan
melamar Roro Jonggrang.”

17
Selain itu Bandung Bondowoso juga adalah seorang yang pemarah. Ia
akan menggunakan kesaktiannya untuk menghukum seseorang. Berikut
Kutipannya :
“Mengetahui kegagalan Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang lalu
menghampiri Bandung Bondowoso. “Kamu gagal memenuhi syarat
dariku,Bandung Bondowoso”, kata Roro Jonggrang. Mendengar kata
Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso sangat marah.
Dengan nada sangat keras, Bandung Bondowoso berkata: “Kau
curang Roro Jonggrang. Sebenarnya engkaulah yang menggagalkan
pembangunan seribu candi ini. Oleh karena itu, Engkau aku kutuk
menjadi arca yang ada di dalam candi yang keseribu !” Berkat
kesaktian Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang berubah menjadi
arca/patung. Wujud arca tersebut hingga kini dapat disaksikan di
dalam kompleks candi Prambanan, dan nama candi tersebut dikenal
dengan nama candi Roro Jonggrang. Sementara candi-candi yang
berada di sekitarnya disebut dengan Candi Sewu atau Candi Seribu.”

c. Roro Jonggrang

Tokoh Roro Jonggrang merupakan tokoh yang protagonis. Hal ini


disebabkan karena Roro Jonggrang menjadi korban penyerangan Bandung
Bondowoso terhadap kerajaan Prambanan. Roro Jonggrang kehilangan ayahnya,
ia harus hidup sebatangkara dan menjadi pelayan dikerajaannya sendiri. Roro
Jonggrang dilamar oleh Bandung Bondowoso, ia sangat membenci Bandung
Bondowoso, tetapi ia juga takut jika harus menolak lamaran Bandung
Bondowoso. Berikut kutipannya :

“Pada saat Bandung Bondowoso tinggal di Istana Kerajaan


Prambanan, dia melihat seorang wanita yang sangat cantik jelita.
Wanita tersebut adalah Roro Jonggrang, putri dari Prabu Baka. Saat
melihat Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso mulai jatuh hati.
Dengan tanpa berpikir panjang lagi, Bandung Bondowoso langsung

18
memanggil dan melamar Roro Jonggrang.“Wahai Roro Jonggrang,
bersediakah seandainya dikau menjadi permaisuriku?”, Tanya
Bandung Bondowoso pada Roro Jonggrang. Mendengar pertanyaan
dari Bandung Bondowoso tersebut, Roro Jonggrang hanya terdiam
dan kelihatan bingung. Sebenarnya dia sangat membenci Bandung
Bondowoso, karena telah membunuh ayahnya yang sangat
dicintainya. Tetapi di sisi lain, Roro Jonggrang merasa takut menolak
lamaran Bandung Bondowoso. Akhirnya setelah berfikir sejenak,
Roro Jonggrang pun menemukan satu cara supaya Bandung
Bondowoso tidak jadi menikahinya.”
Tetapi tokoh Roro Jonggrang juga merupakan tokoh antagonis. Hal ini
disebabkan watak Roro Jonggrang yang licik. Roro jonggrang menghentikan
pembangunan candi dengan cara curang. Berikut kutipannya :
“Roro Jonggrang kemudian berpikir keras, mencari cara supaya
Bandung Bondowoso tidak dapat memenuhi persyaratannya. Setelah
berpikir keras, Roro Jonggrang akhirnya menemukan jalan keluar.
Dia akan membuat suasana menjadi seperti pagi,sehingga para Jin
tersebut menghentikan pembuatan candi. Roro Jonggrang segera
memanggil semua dayang-dayang yang ada di istana. Dayang-dayang
tersebut diberi tugas Roro Jonggrang untuk membakar jerami,
membunyikan lesung, serta menaburkan bunga yang berbau semerbak
mewangi. Mendengar perintah dari Roro Jonggrang, dayang-dayang
segera membakar jerami. Tak lama kemudian langit tampak kemerah
merahan, dan lesung pun mulai dibunyikan. Bau harum bunga yang
disebar mulai tercium, dan ayam pun mulai berkokok. Melihat langit
memerah, bunyi lesung, dan bau harumnya bunga tersebut, maka
balatentara Bandung Bondowoso mulai pergi meninggalkan
pekerjaannya. Mereka pikir hari sudah mulai pagi, dan mereka pun
harus pergi.”

19
4.2.3 Alur
Menurut Darmawati (2010:61) alur adalah keseluruhan jalinan peristiwa
yang membentuk satu kesatuan yang disebut cerita. Alur yang terbentuk dalam
cerita ini adalah alur maju. Berikut tahapan alur yang terbentuk dalam cerita
legenda Candi Prambanan.
1. Tahapan perkenalan ialah tahap dimana permulaan suatu cerita dimulai dengan
suatu kejadian, tetapi belum ada ketegangan. Ditahap ini berisi penegnalan tokoh,
reaksi antar pelaku, penggambaran fisik tempat. Berikut kutipannya :
“Alkisah pada zaman dahulu kala, berdiri sebuah kerajaan yang
sangat besar yang bernama Prambanan. Rakyat Prambanan sangat
damai dan makmur di bawah kepemimpinan raja yang bernama
Prabu Baka. Kerajaan-kerajaan kecil di wilayah sekitar Prambanan
juga sangat tunduk dan menghormati kepemimpinan Prabu Baka.
Sementara itu di lain tempat, ada satu kerajaan yang tak kalah
besarnya dengan kerajaan Prambanan, yakni kerajaan Pengging.
Kerajaan tersebut terkenal sangat arogan dan ingin selalu
memperluas wilayah kekuasaanya. Kerajaan Pengging mempunyai
seorang ksatria sakti yang bernama Bondowoso. Dia mempunyai
senjata sakti yang bernama Bandung, sehingga Bondowoso terkenal
dengan sebutan Bandung Bondowoso. Selain mempunyai senjata yang
sakti, Bandung Bondowoso juga mempunyai bala tentara berupa Jin.
Bala tentara tersebut yang digunakan Bandung Bondowoso untuk
membantunya untuk menyerang kerajaan lain dan memenuhi segala
keinginannya.”
2. Pengungkapan peristiwa. Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang
menimbulkan berbagai masalah, pertentangan ataupun kesukaran-kesukaran bagi
para tokohnya. Berikut kutipannya:

“Hingga Suatu ketika, Raja Pengging yang arogan memanggil


Bandung Bondowoso. Raja Pengging itu kemudian memerintahkan
Bandung Bondowoso untuk menyerang Kerajaan Prambanan.

20
Keesokan harinya Bandung Bondowoso memanggil balatentaranya
yang berupa Jin untuk berkumpul, dan langsung berangkat ke
Kerajaan Prambanan. Setibanya di Prambanan, mereka langsung
menyerbu masuk ke dalam istana Prambanan. Prabu Baka dan
pasukannya kalang kabut, karena mereka kurang persiapan. Akhirnya
Bandung Bondowoso berhasil menduduki Kerajaan Prambanan, dan
Prabu Baka tewas karena terkena senjata Bandung
Bondowoso.Kemenangan Bandung Bondowoso dan pasukannya
disambut gembira oleh Raja Pengging. Kemudian Raja Pengging pun
mengamanatkan Bandung Bondowoso untuk menempati Istana
Prambanan dan mengurus segala isinya,termasuk keluarga Prabu
Baka.”
3. Menuju Konflik. Terjadi peningkatan perhatian, kegembiraan, kehebohan
ataupun keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran
tokoh. Berikut kutipannya :

“Pada saat Bandung Bondowoso tinggal di Istana Kerajaan


Prambanan, dia melihat seorang wanita yang sangat cantik jelita.
Wanita tersebut adalah Roro Jonggrang, putri dari Prabu Baka. Saat
melihat Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso mulai jatuh hati.
Dengan tanpa berpikir panjang lagi, Bandung Bondowoso langsung
memanggil dan melamar Roro Jonggrang.“Wahai Roro Jonggrang,
bersediakah seandainya dikau menjadi permaisuriku?”, Tanya
Bandung Bondowoso pada Roro Jonggrang.Mendengar pertanyaan
dari Bandung Bondowoso tersebut, Roro Jonggrang hanya terdiam
dan kelihatan bingung. Sebenarnya dia sangat membenci Bandung
Bondowoso, karena telah membunuh ayahnya yang sangat
dicintainya. Tetapi di sisi lain, Roro Jonggrang merasa takut menolak
lamaran Bandung Bondowoso. Akhirnya setelah berfikir sejenak,
Roro Jonggrang pun menemukan satu cara supaya Bandung
Bondowoso tidak jadi menikahinya. “Baiklah,aku menerima

21
lamaranmu. Tetapi setelah kamu memenuhi satu syarat dariku”,
jawab Roro Jonggrang.“Apakah syaratmu itu Roro Jonggrang?”,
Tanya Bandung Bandawasa.“Buatkan aku seribu candi dan dua buah
sumur dalam waktu satu malam”, Jawab Roro Jonggrang.
Mendengar syarat yang diajukan Roro Jonggrang tersebut, Bandung
Bondowoso pun langsung menyetujuinya. Dia merasa bahwa itu
adalah syarat yang sangat mudah baginya, karena Bandung
Bondowoso mempunyai balatentara Jin yang sangat banyak.”
4. Puncak konflik. Bagian ini disebut pula sebagai klimaks. Inilah bagian cerita
yang paling mendebarkan. Pada bagian ini pula, ditentukannya perubahan nasib
dan beberapa tokohnya. Misalnya, apakah dia kemudian berhasil menyelesaikan
masalahnya atau gagal. Berikut kutipannya :

“Pada malam harinya, Bandung Bandawasa mulai mengumpulkan


balatentaranya. Dalam waktu sekejap, balatentara yang berupa Jin
tersebut datang. Setelah mendengar perintah dari Bandung
Bondowoso, para balatentara itu langsung membangun candi dan
sumur dengan sangat cepat. Roro Jonggrang yang menyaksikan
pembangunan candi mulai gelisah dan ketakutan, karena dalam dua
per tiga malam, tinggal tiga buah candi dan sebuah sumur saja yang
belum mereka selesaikan. Roro Jonggrang kemudian berpikir keras,
mencari cara supaya Bandung Bondowoso tidak dapat memenuhi
persyaratannya. Setelah berpikir keras, Roro Jonggrang akhirnya
menemukan jalan keluar. Dia akan membuat suasana menjadi seperti
pagi,sehingga para Jin tersebut menghentikan pembuatan candi.
Roro Jonggrang segera memanggil semua dayang-dayang yang ada
di istana. Dayang-dayang tersebut diberi tugas Roro Jonggrang untuk
membakar jerami, membunyikan lesung, serta menaburkan bunga
yang berbau semerbak mewangi. Mendengar perintah dari Roro
Jonggrang, dayang-dayang segera membakar jerami. Tak lama
kemudian langit tampak kemerah merahan, dan lesung pun mulai

22
dibunyikan. Bau harum bunga yang disebar mulai tercium, dan ayam
pun mulai berkokok. Melihat langit memerah, bunyi lesung, dan bau
harumnya bunga tersebut, maka balatentara Bandung Bondowoso
mulai pergi meninggalkan pekerjaannya. Mereka pikir hari sudah
mulai pagi, dan mereka pun harus pergi. Melihat Balatentaranya
pergi, Bandung Bondowoso berteriak: “Hai balatentaraku, hari
belum pagi. Kembalilah untuk menyelesaikan pembangunan candi ini
!!!” Para Jin tersebut tetap pergi, dan tidak menghiraukan teriakan
Bandung Bondowoso. Bandung Bondowoso pun merasa sangat kesal,
dan akhirnya menyelesaikan pembangunan candi yang tersisa. Namun
sungguh sial, belum selesai pembangunan candi tersebut, pagi sudah
datang. Bandung Bondowoso pun gagal memenuhi syarat dari Roro
Jonggrang. Mengetahui kegagalan Bandung Bondowoso, Roro
Jonggrang lalu menghampiri Bandung Bondowoso. “Kamu gagal
memenuhi syarat dariku, Bandung Bondowoso”, kata Roro
Jonggrang. Mendengar kata Roro Jonggrang tersebut, Bandung
Bondowoso sangat marah. Dengan nada sangat keras, Bandung
Bondowoso berkata: “Kau curang Roro Jonggrang. Sebenarnya
engkaulah yang menggagalkan pembangunan seribu candi ini. Oleh
karena itu, Engkau aku kutuk menjadi arca yang ada di dalam candi
yang keseribu !”
5. Penyelesaian. Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan ataupun
nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Pada
bagian ini pun sering pula dinyatakan wujud akhir dari kondisi ataupun nasib
akhir yang dialami tokoh utama. Berikut kutipannya :
“Berkat kesaktian Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang berubah
menjadiarca/patung. Wujud arca tersebut hingga kini dapat
disaksikan di dalam kompleks candi Prambanan, dan nama candi
tersebut dikenal dengan nama candi Roro Jonggrang. Sementara
candi-candi yang berada di sekitarnya disebut dengan Candi Sewu
atau Candi Seribu.”

23
4.2.4 Latar atau Setting

Latar atau setting adalah keterangan, petunjuk, dan pengacuan yang


berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam sebuah
karya sastra yaitu latar tempat, waktu, dan suasana. Berikut latar atau setting
dalam Legenda Candi Prambanan.

1. Latar Waktu

Latar yang ada dalam cerita ini adalah latar waktu yaitu pada malam hari.
Hal ini terdapat dalam kutipan cerita berikut ini :

“Pada malam harinya, Bandung Bandawasa mulai mengumpulkan


balatentaranya. Dalam waktu sekejap, balatentara yang berupa Jin
tersebut datang. Setelah mendengar perintah dari Bandung
Bondowoso, para balatentara itu langsung membangun candi dan
sumur dengan sangat cepat.”
2. Latar Tempat

Selain latar waktu, dalam legenda ini pun ditemukan latar tempat. Latar
tempat yang muncul adalah di Kerajaan Prambanan dan Kerajaan Pengging.
Berikut kutipannya :

“Alkisah pada zaman dahulu kala, berdiri sebuah kerajaan


yang sangat besar yang bernama Prambanan. Rakyat Prambanan
sangat damai dan makmur di bawah kepemimpinan raja yang
bernama Prabu Baka. Kerajaan-kerajaan kecil di wilayah sekitar
Prambanan juga sangat tunduk dan menghormati
kepemimpinanPrabu Baka.”
“Sementara itu di lain tempat, ada satu kerajaan yang tak kalah
besarnya dengan kerajaan Prambanan, yakni kerajaan Pengging.
Kerajaan tersebut terkenal sangat arogan dan ingin selalu
memperluas wilayah kekuasaanya.”

24
3. Latar Suasana

Latar susana dalam cerita tersebut yaitu menegangkan karena pada cerita ini
Bandung Bondowso sangat marah karena ia gagal membangun seribu candi.
Bandung Bondowos dicurangi Roro Jonggrang dan itu sangat membuat Bandung
Bondowoso marah kepada Roro Jonggrang, hingga ia mengutuk Roro Jonggrang
menjadi arca candi keseribu. Berikut kutipannya :

“Mendengar kata Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso


sangat marah. Dengan nada sangat keras, Bandung Bondowoso
berkata: “Kau curang Roro Jonggrang. Sebenarnya engkaulah yang
menggagalkan pembangunan seribu candi ini. Oleh karena itu,
Engkau aku kutuk menjadi arca yang ada di dalam candi yang
keseribu !”Berkat kesaktian Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang
berubah menjadiarca/patung. Wujud arca tersebut hingga kini dapat
disaksikan di dalam kompleks candi Prambanan, dan nama candi
tersebut dikenal dengan nama candi Roro Jonggrang. Sementara
candi-candi yang berada di sekitarnya disebut dengan Candi Sewu
atau Candi Seribu.”
4.2.5 Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan posisi atau kedudukan pengarang dalam
membawakan cerita. Sudut pandang ini terdiri dari sudut pandang orang pertama,
sudut pandang orang ketiga, sudut pandang orang serba tahu. Dalam legenda ini,
pengarang lebih cenderung menggunakan sudut pandang orang ketiga yaitu
pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga yaitu nama orang. Berikut
kutipannya :
“Pada saat Bandung Bondowoso tinggal di Istana Kerajaan
Prambanan, dia melihat seorang wanita yang sangat cantik jelita.
Wanita tersebut adalah Roro Jonggrang, putri dari Prabu Baka. Saat
melihat Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso mulai jatuh hati.
Dengan tanpa berpikir panjang lagi, Bandung Bondowoso langsung
memanggil dan melamar Roro Jonggrang. “Wahai Roro Jonggrang,

25
bersediakah seandainya dikau menjadi permaisuriku?”, Tanya
Bandung Bondowoso pada Roro Jonggrang. Mendengar pertanyaan
dari Bandung Bondowoso tersebut, Roro Jonggrang hanya terdiam
dan kelihatan bingung. Sebenarnya dia sangat membenci Bandung
Bondowoso, karena telah membunuh ayahnya yang sangat
dicintainya. Tetapi di sisi lain, Roro Jonggrang merasa takut menolak
lamaran Bandung Bondowoso. Akhirnya setelah berfikir sejenak,
Roro Jonggrang pun menemukan satu cara supaya Bandung
Bondowoso tidak jadi menikahinya.”
4.2.6 Amanat
Amanat adalah pesan yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada
pembaca berhubungan dengan makna cerita itu sendiri. Amanat yang dapat
diambil dari cerita legenda Candi Prambanan adalah:
Jadilah orang yang menepati janji jika tidak ingin balasannya tertimpa pada diri
sendiri. Seperti halnya Roro Jonggrang yang tidak menepati janjinya jika
Bandung Bondowoso berhasil membangun seribu candi, Roro Jonggrang
menghentikan pembangunan candi dengan cara curang. Akibatnya Bandung
Bondowoso marah besar dan mengutuk Roro Jonggrang menjadi arca yang
keseribu untuk melengkapi candi tersebut. Berikut kutipannya :
“Roro Jonggrang yang menyaksikan pembangunan candi mulai
gelisah dan ketakutan, karena dalam dua per tiga malam, tinggal tiga
buah candi dan sebuah sumur saja yang belum mereka selesaikan.
Roro Jonggrang kemudian berpikir keras, mencari cara supaya
Bandung Bondowoso tidak dapat memenuhi persyaratannya.Setelah
berpikir keras, Roro Jonggrang akhirnya menemukan jalan keluar.
Dia akan membuat suasana menjadi seperti pagi,sehingga para Jin
tersebut menghentikan pembuatan candi. Roro Jonggrang segera
memanggil semua dayang-dayang yang ada di istana. Dayang-dayang
tersebut diberi tugas Roro Jonggrang untuk membakar jerami,
membunyikan lesung, serta menaburkan bunga yang berbau semerbak
mewangi. Mendengar perintah dari Roro Jonggrang, dayang-dayang

26
segera membakar jerami. Tak lama kemudian langit tampak kemerah
merahan, dan lesung pun mulai dibunyikan. Bau harum bunga yang
disebar mulai tercium, dan ayam pun mulai berkokok.Melihat langit
memerah, bunyi lesung, dan bau harumnya bunga tersebut, maka
balatentara Bandung Bondowoso mulai pergi meninggalkan
pekerjaannya. Mereka pikir hari sudah mulai pagi, dan mereka pun
harus pergi.Melihat Balatentaranya pergi, Bandung Bondowoso
berteriak: “Hai balatentaraku, hari belum pagi. Kembalilah untuk
menyelesaikan pembangunan candi ini !!!”Para Jin tersebut tetap
pergi, dan tidak menghiraukan teriakan Bandung Bondowoso.
Bandung Bondowoso pun merasa sangat kesal, dan akhirnya
menyelesaikan pembangunan candi yang tersisa. Namun sungguh
sial, belum selesai pembangunan candi tersebut, pagi sudah datang.
Bandung Bondowoso pun gagal memenuhi syarat dari Roro
Jonggrang.Mengetahui kegagalan Bandung Bondowoso, Roro
Jonggrang lalu menghampiri Bandung Bondowoso. “Kamu gagal
memenuhi syarat dariku,Bandung Bondowoso”, kata Roro
Jonggrang.Mendengar kata Roro Jonggrang tersebut, Bandung
Bondowoso sangat marah. Dengan nada sangat keras, Bandung
Bondowoso berkata: “Kau curang Roro Jonggrang. Sebenarnya
engkaulah yang menggagalkan pembangunan seribu candi ini. Oleh
karena itu, Engkau aku kutuk menjadi arca yang ada di dalam candi
yang keseribu !”Berkat kesaktian Bandung Bondowoso, Roro
Jonggrang berubah menjadiarca/patung. Wujud arca tersebut hingga
kini dapat disaksikan di dalam kompleks candi Prambanan, dan nama
candi tersebut dikenal dengan nama candi Roro Jonggrang.
Sementara candi-candi yang berada di sekitarnya disebut dengan
Candi Sewu atau Candi Seribu.”

27
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Dari cerita diatas dapat disimpulkan bahwa cerita rakyat legenda Candi
Prambanan menceritakan tentang permusuhan antara dua kerajaan, yaitu kerajaan
Prambanan dan Kerajaan Pengging. Karena serakah akan kekuasaan Raja
Pengging menyuruh Bandung Bondowoso, yaitu seorang panglima sakti untuk
menyerang Kerajaan Prambanan. Bandung Bondwoso berhasil membunuh Prabu
Baka, raja dari Kerajaan Prambanan. Raja Pengging pun menyuruh Bandung
Bondowoso untuk memimpin Kerajaan Prambanan. Saat berada di Kerajaan
Prambanan Bandung Bondowoso melihat Roro Jonggrang, putri dari Prabuka
Baka. Bandung Bondowoso langsung jatuh hati saat melihat Roro Jonggrang yang
cantik jelita itu. Bandung Bondowoso langsung melamar Roro Joggarng untuk
menjadi istrinya. Namun, Roro Jonggrang sangat membenci Bandung Bondowoso
karena ia telah membunuh ayahnya dan menguasai kerajaannya. Tetapi, Roro
Jonggrang juga takut kepada Roro Jonggrang. Akhirnya, Roro Jonggrang
menemukan sebuah cara untuk menolak lamaran Bandung Bondowoso, Roro
Jonggrang memberi syarat kepada Bandung Bondowoso. Roro Jonggrang
meminta dibuatkan seribu candi dalam satu malam. Bandung Bondowoso
menyanggupi persyaratan dari Roro Jonggrang. Lalu pada malam hari Bandung
Bondowoso mulai membangun candi dengan dibantu oleh bala tentara jin. Roro
Jonggrang mulai cemas karena Bandung Bondowoso dan para bala tentara jinnya
hampir menyelesaikan seribu candi itu. Roro Jonggrang berfikir keras untuk
menggagalkan pembangunan candi itu. Lalu Roro Jonggrang menyuruh dayang-
dayang istana untuk membakar jerami, membunyikan lesung, serta menaburkan
bunga yang berbau semerbak mewangi agar suasana tampak seperti pagi. Tak
lama kemudian langit tampak kemerah merahan. Bau harum bunga yang disebar
mulai tercium, dan ayam pun mulai berkokok. Melihat langit memerah, bunyi
lesung, dan bau harumnya bunga tersebut, maka balatentara Bandung Bondowoso
mulai pergi meninggalkan pekerjaannya. Mereka pikir hari sudah mulai pagi, dan

28
mereka pun harus pergi. Bandung Bondowoso pun gagal memenuhi persyaratan
dari Roro Jonggrang karena ia hanyan membangun 999 candi kurang 1 candi lagi.
Mengetahi bahwa Roro Jonggrang berbuat curang, Bandung Bondowoso sangat
murka lalu ia mengutuk Roro Jonggrang menjadi candi. Berkat kesaktiannya Roro
Jonggrang pun menjadi arca candi yang melengkapi candi tersebut menjadi candi
yang keseribu.
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa unsur-
unsur inrinsik yang terkandung dalam cerita rakyat legenda Candi Prambanan
yaitu tema dari cerita ini adalah asal mula Candi Prambanan. Tokoh Bandung
Bondowoso mempunyai watak antagonis sedangkan tokoh Roro Jonggrang
mempunyai watak yang protagonis. Alur dalam cerita ini adalah alur maju. Latar
waktu dalam cerita ini terjadi pada malam hari, latar tempatnya terjadi di Kerjaan
Pengging dan Kerajaan Prambanan dan latar suasana dalam cerita ini adalah
menegangkan. Cerita ini juga menggunakan sudut pandang orang ketiga. Amanat
yang terkandung dalam cerita ini yaitu kita harus bisa menepati janji yang telah
kita buat.

5.2 Saran
Hasil karya tulis ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk mengetahui
dan memahami unsur intrinsik dalam cerita rakyat legenda Candi Prambanan.

Ruang lingkup pembahasan karya tulis ini masih sangat terbatas, yaitu
hanya membahas unsur-unsur intrnsiknya saja. Oleh karena itu, diharapkan
adanya penelitian lanjut terhadap unsur-unsur ekstrinsik yang terdapat dalam
cerita rakyat Legendaa Candi Prambanan, dengan ruang lingkup lebih luas dan
orang-orang lebih memahaminya.

29
LAMPIRAN

30
31
32
DAFTAR PUSTAKA

Darmawati, U. (2010). Buku Panduan Pendidik Bahasa Indonesia Untuk SMA. Dalam d.
Uti Darmwati, Buku Panduan Pendidik Bahasa Indonesia Untuk SMA (hal. 60-61). Klaten:
PT Intan Pariwara.

Ilyas, N. (2011). Intisari dan Soal Bahasa dan Sastra Indonesia SMA/MA. Dalam N. Ilyas,
Intisari dan Soal Bahasa dan Sastra Indonesia SMA/MA (hal. 180). Jakarta: Bumi Aksara.

Juanda. (2007). Intisari Bahasa dan Sastra Indonesia SMA/MA. Dalam Juanda, Intisari
Bahasa dan Sastra Indonesia SMA/MA (hal. 80). Bandung: Pustaka Setia.

Nusantara, R. (2013, agustus 08). kisah rakyat nusantara. Dipetik oktober 5, 2018, dari
kisah-rakyatnusantara.blogspot.com: http://kisah-rakyatnusantara.blogspot.com

patravel, d. (2015, november 11). drog patravel. Dipetik oktober 7, 2018, dari
www.drogpatravel.biz: http://www.drogpatravel.biz

33

Anda mungkin juga menyukai