Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN HASIL WAWANCARA

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


TENTANG

PERNIKAHAN BEDA SUKU

Disusun oleh :
Kelompok 1
1.
2.
3.
4.
5.

Annuru Febri Rofiqoh


Dinda Vio Yonanti
Dwi Agustin Widianti
Inneke Restu Ridhani P.
Muntiyatul Choiro Safitri

( XII MIPA 1 / 02)


( XII MIPA 1 / 07)
( XII MIPA 1 / 08)
( XII MIPA 1 / 16)
( XII MIPA 1 / 19)

`
PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
DINAS PENDIDIKAN

SMA NEGERI 3 LUMAJANG


Jl. Jend. Panjaitan No. 79 Lumajang 67312, Telp. (0334) 881057
e-mail : sman3lumajang@gmail.com Web : sman3lumajang.sch.id

RINGKASAN MATERI TENTANG PERNIKAHAN


I.

PENGERTIAN PERNIKAHAN

Pernikahan adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan
yang bukan mahramnya yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing.
Pernikahan merupakan jalan terbentuknya institusi keluarga. Melalui keluarga terwujud
pilar kokoh kehidupan. Dalam menempuh kehidupan, seseorang memerlukan pendamping
sebagai tempat mencurahkan suka maupun duka. Hidup berpasangan (nikah) adalah
kebijaksanaan Allah SWT terhadap seluruh makhluknya.
II.

FUNGSI PERNIKAHAN

1. Sebagai salah satu pilar kokohnya sebuah masyarakat, pernikahan dalam Islam tak hanya
masalah individu, masyarakatpun memiliki kewajiban untuk memperhatikan masalah ini.
Allah SWT berfirman dalam surat an-Nur [24]: 32 yang artinya: Dan nikahkanlah orangorang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (untuk nikah)..
2. Sebagai penangkal dan penerus kelangsungan hidup manusia, kesinambungan hidup manusia
dan kebudayaan merupakan prasyarat utrama terlaksananya tugas khalifah di muka bumi.
3. Merupakan perlindungan bagi terjadinya akhlak dan tata susila. Kecendrungan melakukan
hubungan lawan jenis merupakan sesuatu yang fitrah dalam diri manusia sedangkan bingkai
yang benar dari dorongan ini adalah dengan cara menikah.
4. Merupakan jalan bagi berlangsungnya proses pemebentukan dan penanaman nilai,
pembentukan kepribadian, pembagian tugas yang jelas antara suami-istri dan anak, akan
membuat proses penanaman nilai ini berlangsung mulus.
5. Kata sakinah, mawaddah warahmah adalah seuntai kata yang didamba setiap pasangan.
Terwujudnya ketentraman, cinta kasih sayang hanya dapat dicari di dalam atau setelah nikah,
karena itu Islam tidak mengenal onsep pacaran. Dengan demikian barulah Allah SWT
memberikan mawaddah dan rahmatnya sebagai hak pererogratif-Allah.
III.

HUKUM PERNIKAHAN

1. Mubah/jaiz; dibolehkan menikah asal terpenuhi syaratnya.


2. Sunnah; siapa saja yang mampu memenuhi syarat nikah, namun tidak khawatir berbuat zina,
maka ia disunnahkan menikah.
3. Wajib; hukum ini dikenakan bagi yang sudah memenuhi syarat sehingga dikhawatirkan
terjadi perzinaan maka ia wajib menikah.
4. Makruh; mempunyai keinginan menikah, tetapi belum mampu memberi nafkah (sandang,
pangan dan papan).
5. Haram; hukum ini dikenakan bagi siapa saja yang menikah namun mempunyai maksud yang
buruk/jahat, baik untuk pasangannya maupun diri sendiri.
IV.

RUKUN NIKAH

1. Aqad atau sighat atau Ijab Qabul


Ijab; perkataan wali perempuan seperti Aku nikahkan engkau dengan Aisyah binti Abdul
Hakim dengan maskawin seperangkat alat salat tunai.
Qabul; perkataan dari pihak mempelai laki-laki seperti: Saya tarima nikahnya Aisyah binti
Abdul Hakim dengan maskawin seperangkat alat salat tunai.
2. Adanya calon suami
3. Adanya calon istri
4. Wali mempelai perempuan, yaitu seorang yang mengizinkan dan menikahkan mempelai
perempuan.

Ada dua macam wali : Nasab dan Hakim


Wali Nasab, wali berdasarkan nasab (pertalian darah) :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Bapak kandung.
Kakek dari bapak.
Saudara laki-laki sekandung.
Saudara laki-laki sebapak.
Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung.
Anak laki-laki dari saudara sebapak.
Saudara bapak yang laki-laki (paman).
Anak laki-laki paman dari pihak bapak.

Wali Hakim, yaitu wali yang berdasarkan wewenang. Karena tidak adanya wali nasab.
Dua orang saksi :
Wanita yang tidak boleh dinikahi
1. Mahram karena keturunan:
Ibu dan seterusnya ke atas
Anak perempuan dan seterusnya ke bawah
Bibi, baik dari pihak bapak atau ibu
Anak perempuan dari saudara perempuan atau saudara laki-laki
2. Mahram karena hubungan pernikahan:
Ibu dari istri (mertua)
Anak tiri (bila ibunya sudah dicampuri)
Istri bapak (ibu tiri)
Istri anak (menantu)
3. Mahram karena susuan:
Ibu yang menyusui
Saudara perempuan sesusuan
4. Mahram karena dengan maksud dikumpulkan (dimadu):
Saudara perempuan dari istri
Bibi perempuan dari istri
Keponakan perempuan dari istri
V.

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTRI

Kewajiban Suami
Menjadi pemimpin, memelihara dan membimbing keluarga lahir dan batin serta menjaga dan
bertanggungjawab atas kesejahteraan keluarganya.
Memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal kepada istri dan anak-anaknya sesuai dengan
kemampuan yang diusahakan secara maksimal
Bergaul dengan istri secara maruf dan memperlakukan keluarganya dengan cara terbaik.
Masing-masing anggota keluarganya, terutama suami dan istri bertanggung jawab sesuai
dengan fungsi dan peranannya.
Memberi kebebasan berpikir dan bertindak kepada istri sepanjang sesuai norma Islam,
membantu tugas-tugas istri serta tidak mempersulit kegiatan istri.
Kewajiban Istri
Taat penuh kepada perintah suami sesuai dengan ajaran Islam.
Selalu menjaga kehormatan diri dan rumah tangga.
Bersyukur atas nafkah yang diterima dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya.
Membantu suami dan mengatur rumah tangga sebaik mungkin.

Kewajiban Suami-Istri
Memelihara dan mendidik anak dengan sebaik-bainya
Berbuat baik terhadap mertua, ipar dan kerabat lainnya baik dari suami atau istri
Setia dalam hubungan rumah tangga dan memelihara keutuhannya
Saling bantu antara keduanya
VI.

HIKMAH PERNIKAHAN

1. Menentramkan hati, menenangkan pikiran, melegakan perasaan.


2. Menyalurkan hajat fitrah biologis yang sah dan mendapatkan keturunan guna melanjutkan
kehjidupan manusia yang berkualitas alias tidak asal.
3. Membina silaturahim keluarga sejahtera, bertanggung jawab sesuai dengan fungsi ibu dan
bapak dalam rumah tangga yang sakinah.
4. Menjaga diri dari penyakit-penyakit kelamin yang merusak fisik, mental, serta terhindar dari
krisis moral dalam masyarakat.
5. Meningkatkan tanggung jawab.
VII.

PERNIKAHAN BEDA SUKU

Seringkali dalam sebuah keluarga terjadi perdebatan yang hebat apabila anaknya menikah
dengan seseorang yang berbeda suku dengan keluarganya. Misalnya orang jawa menikah dengan
suku diluar suku jawa, entah itu suku Madura atau suku yang lainnya.
Keluarga menganggap kalau menikah dengan beda suku akan terjadi banyak benturan.
Padahal sebenarnya hal itu bisa diselesaikan dengan belajar yang namanya toleransi dalam
berbudaya.
Masing-masing budaya menganggap bahwa budayanya lah yang paling benar daripada
budaya lain. Ada juga yang merasa kalau seandainya anaknya menikah diluar budayanya maka
anak tersebut akan lupa budaya aslinya dan cenderung mengikuti budaya pasangannya.
Tidak ada yang salah menikah dari luar suku kita, justru dengan menikah dari luar suku
sendiri maka itu membuat percampuran budaya yang semakin unik. Menambah keragaman
budaya dalam sebuah keluarga. Sehingga akan terbentuk adanya percampuran kebudayaan yang
melahirkan rasa toleransi dalam sebuah ikatan pernikahan. Seseorang yang awalnya menganggap
budayanya paling hebat dengan percampuran itu menjadi tahu untuk saling menghormati budaya
lain juga melihat bahwa diluar budaya sendiri terdapat budaya orang lain juga yang tak kalah
uniknya.

HASIL KEGIATAN WAWANCARA


TENTANG

PERNIKAHAN BEDA SUKU


Pelaksanaan Kegiatan Wawancara
Kelompok kami melaksanakan kegiatan wawancara pada
Hari
: Jumat,
Tanggal
: 30 Oktober 2015
Pukul
: 11.00 12.00 WIB
Tempat
: Gambiran Rogotrunan Lumajang, RT 03 RW 09 (di rumah sepasang suami istri
yang berbeda suku)

Biodata Suami
Nama
Tempat Lahir
Tanggal Lahir
Pekerjaan
Alamat
Suku

: Mochammad Faridi Sai


: Pangkalan Madura
: 10 Januari 1969
: Tukang Becak
: Gambiran Rogrotunan Lumajang RT. 03 RW. 09
: Madura

Biodata Istri
Nama
Tempat Lahir
Tanggal Lahir
Pekerjaan
Alamat
Suku

: Jumaiyah
: Lumajang
: 13 Juni 1971
: Berjualan di Pasar
: Gambiran Rogrotunan Lumajang RT. 03 RW. 09
: Jawa

Sekilas Kehidupan Rumah Tangga Bapak Faridi dan Ibu Jumaiyah


Pada saat kelompok kami melakukan wawancara di rumah pasangan suami istri tersebut,
sang suami sedang tidak ada di rumah, karena sang suami sedang melaksanakan sholat jumat.
Sehingga kami hanya bisa berbincanag-bincang dengan istrinya yaitu ibu Jumaiyah. Menurut
keterangan dari ibu Jumaiyah, bapak Faridi selama ini bekerja sebagai tukang becak dan ibu
Jumaiyah sendiri bekerja dengan berjualan di pasar. Usia pernikahan antara ibu Jumaiyah dan
bapak Faridi saat ini telah menginjak hampir 26 tahun. Bapak Faridi dan ibu Jumaiyah menikah
pada tanggal 10 November 1989. Dalam pernikahannya itu, ibu Jumaiyah dan bapak Faridi telah
dikaruniai dua orang anak yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Anak pertama Ibu
Jumaiyah dan bapak Faridi adalah seorang anak perempuan yang bernama Lia Halimah dan anak
kedua Ibu Jumaiyah dan bapak Faridi adalah seorang anak laki-laki yang bernama Achmad
Faroit.
Menurut keterangan dari ibu Jumaiyah, selama pernikahannya dengan bapak Faridi, tidak
pernah ada konflik yang serius berkaitan dengan perbedaan suku dari keduanya. Perbedaan
paling kuat dalam pernikahan mereka adalah perbedaan karakter. Jadi, untuk menutupi
perbedaan tersebut, butuh adaptasi terlebih dahulu. Meskipun pada kenyataannya karakter orang
Madura itu cenderung keras, sedangkan karakter orang Jawa itu cenderung lemah lembut,
santun, dan ramah tamah, hal tersebut tidak jadi permasalahan, asalkan kedua belah pihak, yaitu
antara suami dan istri memiliki sikap toleransi. Dengan bertoleransi, maka semua masalah akan

terselesaikan. Selain itu, ibu Jumaiyah juga menuturkan, bahwa jika terjadi perbedaan pendapat
tentang sesuatu, yang keduanya sama-sama kuat untuk mempertahankan pendapatnya, maka dari
salah satu pihak, baik itu istri ataupun suami harus ada yang mengalah, agar tidak menimbulkan
pertengkaran ataupun konflik yang serius, yang dapat mengarah pada sesuatu yang tidak
diinginkan, seperti talaq (cerai). Ibu Jumaiyah juga menjelaskan bahwa selama menjalani
kehidupan bersama suaminya, keduanya tidak pernah bertengkar tentang masalah ekonomi,
karena keduanya memiliki sifat sederhana dan selalu menerima apa adanya (seadanya). Selain
itu, ibu Jumaiyah dan bapak Faridi juga memiliki hubungan yang baik dengan tetangga di
sekitarnya, meskipun ada perbedaan suku antara bapak Faridi dengan tetangganya yaitu suku
Madura dan suku Jawa. Sehingga akan tercipta kehidupan yang aman, nyaman, dan tentram.
Demikian sedikit penjelasan yang dipaparkan oleh ibu Jumaiyah tentang kehidupan rumah
tangganya bersama bapak Faridi. Dan kelompok kami mendoakan semoga keluarga ibu
Jumaiyah dan bapak Faridi bisa menjadi keluarga sakinah, mawaddah, dan warahmah, amiin.

Dokumentasi
a. Foto Buku Nikah Bapak Faridi dan Ibu Jumaiyah

b. Foto Anggota Kelompok Kami dengan Ibu Jumaiyah

Anda mungkin juga menyukai