Anda di halaman 1dari 15

Analisis Novel

“Surga Untuk Ibuku”


Karya : Riri Ansar

IGA SHEVY MARGARETTA (10)


XI-MIPA 1
NOVEL
A.Pengertian Novel
Novel merupakan karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekitarnya serta menonjolkan watak dan sifat
setiap pelaku. Biasanya, cerita dalam novel dimulai dari peristiwa atau kejadian terpenting
yang dialami oleh tokoh cerita, yang kelak mengubah nasib kehidupannya. Misalnya, novel
Pada Sebuah Kapal, karya Nh. Dini, dimulai ketika sang tokoh berusia tiga belas tahun, saat
ayahnya meninggal. Berbeda dengan cerita pendek, yang umumnya berkisah tentang
perilaku sesaat sang tokoh ketika ia menghadapi suatu peristiwa atau kejadian pada suatu
ketika.

B.Struktur Novel
Secara umum, struktur novel adalah sebagai berikut :

1. Abstaksi merupakan bagian nawal cerita yang meceritakan proses awal terjadinya
cerita dan belum ada tokoh yang diperkenakan.
2. Orientasi merupakan bagian sesudah abstraksiyang mulai memperkenalkan tokoh-
tokoh yang ada dalam novel tersebut.
3. Komplikasi mrupakan bagian dimana maslah mulai muncul dalam sebuah cerita,
yang memuat awal mula munculnya masalah.
4. Klimaks merupakan bagian novel diaman masalah sudah mencapai puncaknya.
5. Resolusi merupakan bagian diamana masalah sudah mulai reda dan perlahan hilang.
6. Koda merupakan bagian akhir dari sebuah cerita.

C. Unsur-Unsur Novel
Secara struktural, novel – demikian juga dengan prosa lainnya – terbentuk dari dua unsur
pokok, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur- unsur pembentuk
prosa yang berada di luar bangun cerita, tetapi keberadaannya menentukan terciptanya
sebuah kisah atau cerita. Unsur-unsur tersebut berkaitan erat dengan berbagai aspek
kehidupan manusia yang kemudian menjadi latar belakang penciptaan sebuah cerita.
Sebelum menyusun cerita, penulis harus memiliki acuan terlebih dahulu. Acuan itu dapat
berupa masalah-masalah sosial, ekonomi, sejarah, budaya, pendidikan, politik, moral, ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan sebagainya. Bahkan, pengalaman hidup pengarang pun
dapat juga dijadikan acuan dalam menyusun sebuah cerita.

Unsur-unsur luar tersebut kemudian diolah, diimajinasikan, untuk selanjutnya


dituangkan ke dalam bentuk cerita, yang terjemahannya dinyatakan dalam berbagai unsur
intrinsik. Unsur intrinsik itu dapat berupa tema dan amanat, tokoh dan penokohan
(karakterisasi), latar cerita (setting), sudut pandang, plot (alur), pembayangan, suasana,
ketegangan cerita, dan sebagainya.

 Tema merupakan dasar cerita yang sekaligus menjadi tujuan utama suatu cerita.
 Amanat merupakan tujuan sampingan pengarang di luar tema. Tokoh cerita dapat
bersifat protagonis atau antagonis (bahkan mungkin bisa tritagonis). Karakteristiknya
bisa secara analitis, dramatis, atau kontekstual. Dimensi penokohannya dapat secara
fisiologis, psikologis, ataupun sosiologis. Latar cerita bisa menunjuk tempat tertentu,
waktu tertentu, atau suasana tertentu. Sudut pandang yang digunakan bisa berupa
sudut pandang orang pertama, orang ketiga, pengarang sebagai pengamat, atau
campuran. Pembayangan mengacu pada upaya menciptakan rangsangan pada diri
pembaca untuk bertanya, peristiwa apakah yang akan menimpa tokoh cerita setelah ia
menghadapi peristiwa- peristiwa sebelumnya.
 Tokoh adalah orang-orang yang dimunculkan di dalam karya naratif atau drama, oleh
pembaca ditafsirkan memiliki moral dan kecenderungan tertentu. Menurut
Nurgiyantoro (1998: 168) tokoh dikatakan wajar, relevan, jika mencerminkan dan
mempunyai kemiripan manusia sesungguhnya (lifelike). Tokoh cerita hendaknya
bersifat alami memiliki sifat lifelikeness, “kesepertihidupan” yang menjadi bekal
acuan pada kehidupan realitas sehingga pembaca masuk dan berusaha memahami
kehidupan tokoh dalam dunia fiksi sebagai pencerminan kenyataan situasional.
Realitas kehidupan perlu dipertimbangkan pula dalam kaitannya dengan kehidupan
tokoh cerita yang bersifat kompleks, sekompleks berbagai kemungkinan kehidupan
itu sendiri.
Nurgiyantoro (1998: 176-192) juga mengklasifikasikan tokoh cerita berdasarkan
sudut pandang dan tinjauan dibedakan menjadi lima macam yaitu berdasarkan peran,
fungsi penampilan, perwatakan, kriteria, dan pencerminan :
1) Berdasarkan peranan atau tingkat pentingnya, dibedakan menjadi dua macam
yaitu tokoh utama (central character) dan tokoh tambahan (peripheral character).
Tokoh utama merupakan tokoh sentral yang diutamakan pencitraannya dan sering
dikenai kejadian, sedangkan tokoh tambahan keberadaannya hanya ada jika berkaitan
dengan tokoh utama.
2) Berdasarkan fungsi penampilan dibedakan menjadi dua macam, yaitu tokoh
protagonis (protagonistic character) dan tokoh antagonis (antagonistic character).
Dikatakan tokoh protagonis jika tokoh tersebut memerankan peran yang memiliki
sifat baik, sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang memerankan karakter jahat.
3) Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dibedakan menjadi dua macam yaitu
tokoh sederhana (simple atau flat character) dan tokoh bulat (complex atau round
character). Dikatakan tokoh sederhana jika tokoh tersebut mudah dipahami karena
hanya mempunyai satu kualitas pribadi tertentu atau sifat yang tertentu juga,
sedangkan tokoh bulat atau kompleks adalah tokoh yang sulit dipahami dan tingkah
lakunya sering tidak terduga.
4) Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan, tokoh dalam cerita
dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh statis (static character) dan tokoh berkembang
(developing character). Tokoh statis, jika perwatakan tokoh tersebut tidak mengalami
perkembangan atau perubahan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Tokoh berkembang adalah tokoh yang mengalami perkembangan atau perubahan
perwatakan yang disebabkan perubahan alur (plot) yang dikisahkan.
5) Berdasarkan kemungkinan pencerminan, dibedakan menjadi dua macam yaitu
tokoh tipikal (typical character) dan tokoh netral (neutral character). Tokoh tipikal
adalah suatu tokoh yang keadaan individualitasnya sedikit ditampilkan dan lebih
banyak menonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya. Tokoh netral adalah
tokoh cerita yang hanya hidup dan bereksistensi demi cerita itu sendiri.
Berdasarkan pengertian tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa tokoh cerita
merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam sebuah karya sastra dengan berbagai
sudut pandang dan tinjauan yang ditentukan oleh pengarang.
 Penokohan merupakan penyajian watak tokoh penciptaan citra tokoh. Penokohan
memberikan ciri lahir (fisik) maupun batin (watak) tokoh. Masalah penokohan dalam
karya sastra tidak semata-mata hanya berhubungan dengan masalah pemilihan jenis
dan perwatakan para tokoh cerita saja, melainkan juga bagaimana melukiskan
kehadiran dan penghadirannya secara tepat sehingga mampu menciptakan dan
mendukung tujuan artistik karya yang bersangkutan. Kedua hal tersebut saling
mendukung dan melengkapi, kegagalan yang satu berarti kegagalan yang lain.
Menurut Harjito (2005: 8) untuk menggambarkan tokoh atau penokohan dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu cara analitik dan cara dramatik.Cara analitik yaitu
pengarang langsung memaparkan tentang watak atau karakter tokoh, menyebutkan
bahwa tokoh tersebut keras hati, keras kepala, penyayang, dan sebagainya. Sedangkan
cara dramatik (disebut juga cara lukis tidak langsung) yaitu menggambarkan watak
tidak diceritakan langsung, tetapi hal itu disampaikan melalui (a) pemilikan nama
tokoh, (b) penggambaran fisik, (c) dan dialog.
 Alur atau plot merupakan sebuah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap
kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan
atau menyababkan terjadinya peristiwa yang lain. Pengertian lain yang hampir sama
dinyatakan oleh Kenny (dalam Nurgiantoro, 1998: 113) yang mengemukakan bahwa
plot merupakan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat
sederhana karena penyusunan peristiwa-peristiwa tersebut berdasarkan kaitan sebab
akibat. Menurut Nurgiantoro (1998: 116) ada tiga unsur yang esensial dalam
pengembangan plot cerita yaitu peristiwa, konflik, dan klimaks.
1) Peristiwa merupakan sebagai peralihan dari satu keadaan ke keadaan lain.
Peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam sebuah cerita tidak semua berfungsi
sebagai pendukung plot. Peristiwa dapat dibedakan ke dalam tiga jenis yaitu peristiwa
fungsional, kaitan, dan acuan. Peristiwa fungsional merupakan peristiwa-peristiwa
yang menentukan dan mempengaruhi perkembangan plot, peristiwa kaitan merupakan
peristiwa-peristiwa yang berfungsi mengkaitkan peristiwa-peristiwa penting, dan
peristiwa acuan merupakan peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh atau
berhubungan dengan perkembangan plot.
2) Konflik merupakan kejadian penting yang berupa peristiwa fungsional, utama
atau kernel. Konflik biasanya berupa peristiwa-peristiwa manusiawi seru yang saling
berkaitan satu dengan yang lain, konflik disini cenderung disenangi pembaca. Bentuk
konflik dapat dibedakan ke dalam dua katagori yaitu konflik eksternal dan internal.
Konflik eksternal merupakan konflik yang terjadi antara tokoh cerita dengan sesuatu
yang di luar dirinya biasa dengan lingkungan alam ataupun lingkungan manusia.
Sedangkan konflik internal merupakan konflik yang terjadi dalam jiwa seorang tokoh
cerita.
3) Klimaks merupakan saat konflik telah mencapai tingkat intensitas tetinggi dan
sesuatu itu tidak dapat dihindari kejadiannya. Artinya berdasarkan kelogisan cerita
peristiwa itu memang harus terjadi dan tidak dapat dihindari. Jadi klimaks dapat
diartikan titik pertememuan antara dua hal kejadian atau lebih yang dipertentangkan.
Beberapa pengertian alur atau plot tersebut dapat disimpulkan bahwa plot merupakan
rangkaian cerita yang berurutan dan di dalam cerita terdapat sebuah periatiwa, konflik
dan klimaks

 Latar atau setting ialah landas lampu, penyaran pengertian tempat atau lokasi,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya suatu peristiwa.
Nurgiantoro (dalam Wahyuningtyas, 201:7) membedakan pengertian latar menjadi
tiga unsur pokok, yaitu (1) latar tempat sasarannya pada lokasi peristiwa yang terjadi
dalam cerita karya sastra misalnya di desa, kota, tempat hiburan dan lain sebagainya,
(2) latar waktu sasarannya kapan kejadian peristiwa yang terjadi dalam cerita karya
sastra misal jam, hari, tahun dan musim, dan (3) latar sosial sasarannya pada hal-hal
yang berhubungan dengan prilaku kehidupan sosial dalam masyarakat yang
diceritakan dalam karya sastra misalnya kebudayaan, kebiasaan hidup, keyakinan,
pandangan hidup, cara berfikir dan sikap.

C. Ciri-Ciri Novel dan Jenis-Jenis Novel


1. Ciri-Ciri Novel secara Umum:
 Jumlah katanya lebih dari 35.000 kata.
 Terdiri dari setidaknya 100 halaman.
 Waktu untuk membaca novel setidaknya 2 jam atau 120 menit.
 Ceritanya lebih dari satu impresi, efek, dan emosi.
 Alur ceritanya cukup kompleks.
 Seleksi ceritanya luas.
 Ceritanya panjang, tapi banyak kalimat yang diulang-ulang.
 Ditulis dengan narasi kemudian didukung dengan deskripsi untuk
menggambarkan suasanya yang ada didalamnya.
 Itu tadi ciri-ciri novel secara umum, selanjutnya ada yang namanya novel
terjemahan, novel angkatan 20 dan 30an, dan novel remaja.
2. Ciri-Ciri Novel Terjemahan
 Menonjolkan watak dan perilaku tokoh berdasarkan latar belakang sosial budaya
asing karya novel tersebut diciptakan.
 Nama-nama tokohnya tidak begitu familiar.
 Latar tempatnya tidak berada di Indonesia.
 Bahasanya tidak mendayu-dayu.
3. Ciri-Ciri Novel Angkatan 20 dan 30an
 Bertema masalah adat dan kawin paksa.
 Umumnya berisi kritikan terhadap adat lama.
 Tokoh yang diceritakan dari muda hingga meninggal dunia.
 Bahasanya kaku dan statis.
 Bahasanya sangat santun.
 Konflik yang dialami para tokoh kebanyakan disebabkan perselisihan dalam
memilih nilai kehidupan (barat dan timur).
 Menggunakan kata-kata yang berlebihan
4. Ciri-Ciri Novel Remaja
 Kebanyakan bertema tentang pertemanan atau persahabatan dan percintaan.
 Bahasa yang digunakan bahasa sehari-hari yang digunakan oleh remaja.
1. Jenis novel berdasarkan nyata atau tidaknya kejadian
 Novel fiksi, adalah novel yang tidak nyata atau tidak terjadi pada kehidupan nyata.
 Novel non-fiksi, adalah yang pernah ada atau nyata adanya.
2. Berdasarkan Genre Ceritanya
 Novel Romantis, adalah novel yang berupa kasih sayang dan cinta.
 Novel Horor, adalah novel yang berisi tentang hal yang menyeramkan.
 Novel Komedi, adalah novel yang berisi hal lucu.
 Novel Inspiratif, adalah novel yang berisi kisah inspiratif.
3. Berdasarkan Isi dan Tokoh
 Novel Teenlit, adalah novel yang berisi tentang remaja.
 Novel Chicklit, adalah novel yang berisi tentang perempuan muda.
 Novel Songlit, adalah novel yang diambil dari sebuah lagu.
 Novel Dewasa, adalah novel yang berisi tentang cerita orang dewasa
“Surga untuk Ibuku”

A. Cuplikan Novel

Hujan yang tadi sore mengguyur kota Tangerang kini menyisakan dingin yang
menusuk kulit. Aroma tanah basah dan juga genangan air masih terlihat di beberapa
tempat, namun malam ini bukan bersinar cukup terang, bintang pun terlihat di
kegelapan langit. Sementara itu, di sudut kota lain, kehidupan baru saja dimulai,
kehidupan yang jauh dari apa yang biasa kita lihat saat matahari bersinar terang.
Tak jauh dari rel, tepat ke sisi dekat jalan raya, seorang anak kecil sedang asik
dengan sebatang rokok dan kaleng lem yang ada di kedua tangannya. Anak itu duduk
sendiri di depan rumah kardus yang lebih mirip kandang hewan, rumah kardus yang
bentuknya mirip dengan rumah-rumah kardus lainnyayang juga ada di tepian rel
kereta api. Ukurannya sedikit lebih besar dari toilet umum, atau kotak ruang telepon
umum yang banayk terdapat di trotoar kota-kota besar. Meskipun tak terbuat dari
bahan kardus, namun mereka biasa menyebutnya dengan rumah kardus. Lontar, bocah
yang kera hanyut dalam candunya, bocah yang hilang arah hidupnya.
Di area rumah kardus ini, berbagai macam bentuk pekerjaan dilakukan oleh
para penghuninya. Ada yang menjadi tukang sapu di dinas pemerintahan, pemulung,
pengamen, bahkan tukang copet pun ada. Semua berbaur menjadi satu. Termasuk
anak-anak yang kebanyakan dari mereka menjadi anak jalanan, preman pasar, ata
penjual rokok di perempatan jalan. Jangan berharap menemukan pegawai negeri,
pekerja kantoran berdasi atau pekerjaan keren lainnya. Kawasan ini tak akan
membrimu banyak pilihan untuk hidup. Satu-satunya jalan hanyalah bertahan dari
apapun yang terjadi.
Lontar, usianya baru sepuluh tahun, namun gurat wajahnya yang kasar seakan
ia telah menjanai hidup lebih dari uasianya saat ini. Gulir luka yang membekas di
tangan kanannya, atau bekas luka bakar yang juga masih terlihat jelas di betis kaki
kanannya, luka yang pernah ia dapat saat masih berusia tujuh tahun dari peristiwa
kebakaran hebat yang menghanguskan tempat tinggalnya dulu.

“Asik bener? Bagiii dong sama Tanteee,’ ucap seorang waria yang melintas di
depan Lontar.

“Apaan?”

“Bercanda, masa iya, Tante cantik dikasih rokok sisa? Oh iya, Lontar, lo udah
makan belum?,” ucap waria itu lagi, kali ini ia mengeluarkan sebuah
bungkusan dari tas yang ia tenteng.
“Apaan nih?” tanya Lontar, suaranya agak serak, mungkin terlalu banyak
menghisap lem dan rokok.

“Nasi Padang, tadi ada arisan, sayang kan kalau dibuang..”

“Gratis nih??” Lontar masih tak yakin kalau makanan yang diberikan
untuknya itu gratis, ia msih ingat bagaimana Cindy, waria yang sekarang ada
di depannya itu pernah memintanya membalas sebatang rokok dengan sebah
ciuman.

“Biasa doong..” jawab Cindy sambil menyodorkan pipinya ke arah Lontar.

“Nah kan bener..” batin Lontar.

Meski awalnya tak ingin mencium pipi Cindy, namun rasa lapar dari perut
yang hanay terisi sekali selama sehari ini membuat Lontar menyanggupi permintaan
itu. Ia lalu mengambil bungkusan nasi padang, lalu segera mencium pipi Cindy.
Lontar menahan napasnya karena tak suka wangi parfum yang sangat menyengat dari
badan Cindy.

B. Struktur Novel

1. Abstaksi
Hujan yang tadi sore mengguyur kota Tangerang kini menyisakan
dingin yang menusuk kulit. Aroma tanah basah dan juga genangan air masih
terlihat di beberapa tempat, namun malam ini bukan bersinar cukup terang,
bintang pun terlihat di kegelapan langit. Sementara itu, di sudut kota lain,
kehidupan baru saja dimulai, kehidupan yang jauh dari apa yang biasa kita
lihat saat matahari bersinar terang.
Suara tawa bising terdengar memenuhi telinga, denting gelas dan botol
yang terdengar nyaring, juga asap rokok yang sesekali keluar dari mulut
perempuan tua yang bibir merahnya seakan tak oernah kering karena lipstik
tebalnya. Di tempat ini, suara-suara itu kerap terdengar saat malam mulai
gelap dan lalu lalang kendaraan tak lagi terdengar. Di sini, di tepian rel yang
jauh dari pemukiman, di saat orang-orang mulai lelap dalam mimpinya, dunia
baru saja dimulai. Dunia para pencari rezeki, para pencari kepuasan malam.

2. Orientasi
Tak jauh dari rel, tepat di sisi dekat ke jalan raya, seorang anak lelaki
kecil asik dengan sebatang rokok dan kaleng lem yang ada di kedua
tangannya. Anak itu duduk sendiri di depan rumah kardus yang lebih mirip
kandang hewan, rumah kardus yang bentknya miri dengan rumah-rumah
kardus lainnya yang juga da di tepian rel kereta aoi. Ukurannya sedikit lebih
besar dari toilet umum, atau kotak ruang telepon umum yabg nayak terdapat di
trotoar kota-kota besar. Meskipun tak terbuat dari bahan kardus, namun
mereka menyebutnya dengan rumah kardus. Lontar, bocah yang kerap hanyut
dalam candunya, bocah yang hilanag arah hidupnya.
Di area rumah kardus ini, berbagai macam bentuk pekerjaan dilakukan
oleh para penghuninya. Ada yang menjadi tukang sapu di dinas pemerintahan,
pemulung, pengamen, bahkan tukang copet pun ada. Semua berbaur menjadi
satu. Termasuk anak-anak yang jua kebanyakan dari merka menjadi anak
jalanan, preman pasar, tau penjual rokok di perempatan jalan. Jangan berharap
menemukan para pegawai negeri, pekerja kantoran berdasi atau pekerjaan
keren lainnya. Kawasan ini tak akan memberikan banyak pilihan untuk hidup.
Satu-satunya jalan hanyalah bertahan dari apapun yang terjadi.
Lontar, usianya baru sepuluh tahun, namun gurat wajahnya yang kasar
seakan ia telah menjalani hidup lebih dari usianya saat ini. Gulir luka yang
membekas di tangan kanannya, atau bekas luka bakar yang juga masih terlihat
jelas di betis kanannya, luka yang pernah ia dapat saat masih berusia tujuh
tahun dari peristiwa kebaran hebat yang menghanguskan tempat tinggalnya
dulu.
Lontar hanya tinggal berdua bersama ibunya yang bernama Marni,
perempuan yang sudah berusia empat puluh tiga tahun yang masih harus tetap
menjalani hidup di dunia yang kelam sebagai wanita malam, perempuan yang
saat ini sedang asyik merayu lelaki di tepi rel tak jauh dari Lonyar berada.

3. Komplikasi
Lontar yang hanya hidup berdua dengan ibunya harus bekerja untuk
membantu sang ibu memenuhi kebutuhan hidup mereka, setiap pagi Lontar
harus berjalan jauh menuju toilet umum untuk mengambil air bersih untuk
seharian. Setelah itu ia harus pergi ke lapak Bang Ipul untuk menjual koran-
koran Bang Ipul. Suatu hari Lontar tertabrak motor yang menyisakan luka di
paha kanan Lontar karena ia berlari mengerjar layang-layang yang jatuh.
Maklum, bagi Lontar, layangan adalah sebuah barang yang sangat mewah
karena tentu saja ia tak sanggup membelinya. Setelah dibawa ke dokter
ternyata paha kanan Lontar terinfeksi. Akhirnya sang ibu melarangnya untuk
bekerja. Namun, saat melihat kondisi ibunya yang agak sakit dan tetap harus
bekerja, Lontar tak tega sehingga tekatnya untuk bekerja semakin kuat. Suatu
hari saat sang ibu hendak pergi bekerja, seperti biasanya Marni merias
wajahnya namun ia tak mendapati cermin yang biasa ia gunakan dan ia
bertanya pada Lontar. Lontar teringat bahwa cermin itu telah retak karena
tertindih tubuhnya. Lontar merasa bersalah dan berjanji akan mengganti
cermin ibunya dengan yang baru.
Demi mendapatkan uang untuk membelikan ibunya cermin, Lontar
merayu Bang Ipul untuk menjajakan koran di pasar. Namu Bang Ipul tidak
setuju dan akhirnya Bang Ipul menyetujui jika Lontar berjualan di perempatan
jalan dekat lapak sehingga Bang Ipul masih bisa mengawasi Lontar. Setelah
dirasa Bang Ipul tidak mengawasi Lontar, akhirnya dengan tekat yang kuat
Lontar pergi ke pasar untuk menjajakan korannya. Hari pertama koran itu laku
keras sehingga menghasilkan banyak uang. Suatu hari Lontar bertemu dengan
sahabtanya yang bernama Hanif. Hanif adalah seorang pengamen, dan dia
lebih beruntung dari Lontar karena ia tinggal di rumah singgah bersama
dengan anak-anak lain dan masih bisa memperoleh pendidikan di rumah
singgah tersebut. Karena Lontar sangat membutuhkan uang untuk membeli
cermin untuk ibunya, terpakasa ia ikut Hanif untuk mengamen, nanti hasilnya
kan dibagi dua. Namun, saat baru turun dari angkot tempat mereka mengamen,
Merni memergoki Lontar. Marni yang baru saja pulang dari puskesmas untuk
memeriksakan dirinya itu merasa iba dan kecewa terhadap Lontar. Walaupun
Marni memiliki sifat yang keras, namun ia masih bisa mengendalikan dirinya
dan memutuskan untuk menegur Lontar nanti saat Lontar sudah pulang.
Seperti biasanya, setiap pagi Lontar akan duduk di salah satu halte
dekat Sekolah Dasar, saat ia melihat anak-anak sebayanya yang menggendong
tas berisikan buku, berlarian di halaman sekolah, ia membanyangkan ia adalah
salah satu bagian dari mereka. Namun, saat bel masuk berbunyi semua siswa
berhamburan menuju kelas masing-masing dan membuyarkan lamunan
Lontar. Bang Ipul sering berkata pada Lontar bahwa Lontar harus bersekolah
agar kelak saat ia dewasa ia menjadi orang besar yang bia mengubah
kehidupannya saat ini, namun kata-kata Bang Ipul seakan hanya mimpi bagi
Lontar, bagamana tidak? Untuk makan sehari-hari saja masih susah lalu
bagaimana nanti jika ia bersekolah.
Akhirnya setelah bekerja berhari-hari, uang yang ia iadam-idamkan
untuk membeli cermin bagi ibunya sudah terkumpul dan akhirnya Lontar
memutuskan untuk pergi ke pasar, setelah menemukan yang pas Lontar
langsung membelinya. Namun saat perjalanan menuju rumah, ia di hadang
oleh seorag lelaki bertubuh kekar bernama Bang Jaki. Bang Jaki meminta
uang kepada Lontar namun Lontar tak memberikannya uang karena Lontar
memang tak punya uang. Akhirnya Bang Jaki yang saat itu sedang dalam
kondisi mabuk menendang dada Lontar hingga Lontar terjatuh dan
mengakibatkan dada Lontar sering sakit. Tetapi ia masih bersyukur karena
cermin untuk ibunya baik-baik saja.

4. Klimaks
Akhir-akhir ini Marni sering merasakan sakit pada tubuhnya. Dan pada
suatu ketika ia merasakan sakit yang sangat amat pada pingganganya serta
kakinya yang kini sangat sulit diguanakan untuk berjalan dan meutiskan unutk
tidak bekerja. Lontar yang melihat kondisi ibunya saat itu merasa tidak tega
dan seperti biasa seperti pagi-pagi sebelumnya, Lontar harus berjalan jauh
menuju toilet umum untuk mengambil air. Setelah mengabil air, ia
memutuskan untuk membeli nasi uduk di warung Bi Sumi. Lontar hanya
membeli satu bungkus untuk ibunya karena uang yang ia miliki tidak cukup
bila ia membeli dua bungkus. Namun karena Bi Sumi sudah mengenal Lontar
dan ibunya dengan baik akhirnya memberikan satu bungkus nasi uduk itu
secara gratis kepada Lontar. Sesampainya ia di rumah, ia menyuruh ibunya
memakan nasi uduk itu, namun alangkah kagetnya Lontar saat mendengar
Marni tidak mau memakan nasi itu dengan alasan bahwa Lontar meminta
belas kasihan Bi Sumi. akhirnya saat Lontar sudah pergi untuk berjualan
koran, Marni memakan nasi uduk itu, ia hanya menanamkan sikap mandiri
kepada anaknya wlaupun mereka bukan orang yang berada. Saat itu, Lontar
yang belum srapan ditambah cuaca yang sangat pans membuat Lontar lemas
dan tak kuat berjalan. Dan ia memutuskan untuk duduk di sebiah pohon besar
di tep jalan. Tak lama pandangan Lontar mulai kabur dan akhirnya Lontar
pingsan. Orang-orang yang lalu lalang tidak mempedulikan Lontar karena
mereka menganggap bahawa ia dalah anak jalanan yang numpang tidur di
trotoar. Akhirnya Lontar tersadar dari pingsannya dan ia memutuskan untuk
melanjutkan berjualan. Alangakah kagetnya Lontar saat itu ymelihat semua
anak jalanan, para pedagang kaki lima berlarian melawan arah jalannya.
Lontar yang saat itu tidak tau apa-apa hanya melihat mereka. Tiba-tiba dia
doitangkap oleh dua orang berseragam coklat yang membawa tongkat. Lalu
Lontar dinaikkan ke dalam mobil terbuka. Lontar berfikir apa ini petugas-
petugas keamanan yang diceritakan oleh Hanif. Lontar dan anak-anak lainnya
dibawa ke sebuah panti asuhan. Ternyata disana sudah ada banyak anak-anak
seperti Lontar yang ditangkap oleh petugas-petugas itu. Suatu ketika tiga
ornag anak yaitu si Gendut, si Botak, dan si Ikal berusaha untuk kabur dari
penyi asuhan itu. merka mengajak Lontar dengan alasan bahwa mereka akan
dijual ke orang kaya. Karena Lontar yang sudah rindu dan memikirkan ibunya
di rumah mau diajak bekerja sama. Sementara itu, ibu Lontar terus
memikirkan Lontar karena hari sudah malam dan Lontar belum juga pulang.
Akhirnya keesokan malam, mereka berusaha kabur lewat pagar belakang panti
asuhan. Dengan rencana si Gendut naik dulu, kemudian si Ikal, dilanjtkan si
Botak, dan terakhir Lontar. Namun alangkah terkejutnya si Gendut
mengetahui bhawa tepat di belakang pagar adalah sungai. Merak mengubah
rencana mereka yaitu si Ikal dulu, kemudian si Botak, disusul si Gendut dan
terakhir Lontar. Namun saat Lontar hendak menaiki tangga penjagan panti
asuhan memergokinya tetapi Lontar bisa kabur. Malam itu sangat dingin bagi
Lontar yang berjalan sendirian menuju rumahnya tanpa tau arah ke rumahnya.
Keesokan harinya ia bertemu dengan pemulung tua dan memeberikannya
minum. Kemudian Lontar bertanya kepada si pemulung dan akhirnya si
pemulung bersedia mengantarkan Lontar samapai ke daerah yang diketahui
oleh Lontar. Sementara itu, Bang Ipul yang sudah sangat khawatir karena
beberapa hari Lontar tak berjualan datang ke rumah Lontar. Namun alangkah
terkejutnya Bang Ipul saat melihat Marni demam tinggi dan belum makan
beberapa hari karena Lontar tidak ada di rumah. Kemudian Bang Ipul
membawa Marni ke rumah sakit dan dokter memerintahkan agar Marni
dirawat di rumah sakit. Marni yang saat itu sedang koma, terlihat sangat
lemah. Bang Ipul yang menjaganya di rumah sakit merasa tak kuasa melihat
keadaan Marni saat itu. Terngiang dalam pikiran Bang Ipul kejadiannya 10
tahun lalu bersama dengan Marni. Saat itu Bang Ipul sangat mencinatai Marni
dan saat Bang Ipul mengetahui bahwa Marni juga mencintai Bang Ipul mulai
mendekati Marni dan akhirnya terjadilah sebuah ikatan cinta diantara mereka
hingga khirnya Marni hamil. Cinta Bang Ipul terhadap Marni telah
membuatkan hatinya bahwa ia telah beristri. Karena pekerjaan Marni sebagai
wanita malam, Bang Ipul tidak percaya bahawa anak yang saat dikandung
Marni adalah anaknya. Hingga akhirnya Marni mulai tersadar dari komanya
dan mengatakan semua itu pada Bang Ipul. Tak lama kemudian, Marni
meninggal dunia sebelum bertemu dengan Lontar.

5. Resolusi
Dua hari setelah kematian Marni, Lontar ditemukan di sebuah halte
depan Sekolah Dasar tempat biasa ia mengamati anak-anak sebayanya. Di
sana sudah banyak orang yang berkerumun di halte. Salah seorang yang ada di
sana bercerita kalau tadi pagi saat akan berangkat kerja ada seorang anak
terlihat tidur pulas di halte itu. ia pun tak curiga sedikit pun, namun setelah
beberapa lama dan anak itu tetap diam saja, amak ia mulai curiga. Orang lain
yang ada di halte juga menyangka bahwa Lontar hanya tertidur lelap, dari
wjahnya terlihat anak itu sangat lelap bahkan ada sebuah senyuman yang
menghiasi wajah anak kecil itu. semua berubah saat ada orang yang ingin
duduk dan mencoba membangunkan Lontar, anak itu tak bergerak, ia diam
saja. Akhirnya semua pun kaget saat tahu bahwa anak itu sudah tak bernyawa
lagi. Akhirnya Bang Ipul membawa jenazah Lontar dan memakamkannya.
Saat itupun, Bang Ipul merasa bahwa semuanya telah diambil darinya dan ia
juga merasa gagal menjadi seorang ayah yang baik bagi Lontar seta suami
yang bertanggung jawab bagi Marni.

6. Koda
Tiga tahun kemudian Bang Ipul wafat, ia dimakamkan di samping
makam istrinya, beda komplek pemakaman dengan Marni dan Lontar. Tiga
manusia yang mengajaekan bagaimana hidup selalu berisi dengan misteri.
Kekuasaan Tuhanlah yang menjadikan semuanya menjadi terbuka, menjadi
terjawab segala pertanyaan. Kisah tentang anak kecil yang sungguh berjuang
sangat keras demi membahagiakan ibunya. Kisah seorang anak yang mencoba
menjadi cahay bagi orang tuanya, anak yang merindukan sosok ayah, anak
yang ingin menjadi orang beasr di suatu waktu kelak. Kehidupan memebrikan
kita begitu banyak ujian, begitu banyak penderitaan. Hanya sedikit yang
mampu bersyukur atas apa yang diterimanya. Hanay sedikit yang terus
berpegang pada nilai-nilai kebaikan. Tapi inilah hidup yang sesungguhnya.
Tuhan menyayngi makhluk-Nya dengan cara-cara yang kadang tak kita
pahami. Mungkin, saat kau dalam derita sangat besar, justru dari sanalah kasih
sayang terbesar Tuhan akan hadir hingga demikian besarnya maka kita
kembali dipanggil untuk bertemu kembali dengan Sang Maha Pencipta.

C. Unsur –unsur Novel

I. Unsur instrinsik
1. Tema
Tema yang digunakan dalam novel tersebut adalah tiga manusia yang
mengajarkan bagaimana hidup selalu berisi dengan misteri. Kekuasaan
Tuhanlah yang menjadikan semuanya menjadi terbuka, menjadi terjawab
segala pertanyaan. Kisah tentang anak kecil yang sungguh berjuang sangat
keras demi membahagiakan ibunya. Kisah seorang anak yang mencoba
menjadi cahaya bagi orang tuanya, anak yang merindukan sosok ayah, anak
yang ingin menjadi orang besar di suatu waktu kelak.

2. Tokoh dan Penokohan


a. Lontar
Lontar merupakan seorang pekerja keras demi membahagiakan
ibunya, pantang menyerah untuk mewujudkan cita-citanya, yang
berkeinginan besar untuk menjadi orang sukses di suatu waktu
kelak.
Buktinya, Lontar rela berjualan koran, real mengamen untuk
membelikan ibunya sebuah cermin. Lontar juga memiliki impian
untuk bersekolah dan juga berkeinginan untuk menjadi orang yang
sukses si masa yang akan datang.
b. Marni (ibu Lontar)
Marni merupakan seorang yang rela berkorban, rela bekerja
demi memenuhi kebutuhan Lontar walaupun usianya sudah tak
muda lagi. Seorang yang tegas, keras, mandiri.
Buktinya, marni rela bekerja walaupun ia sakit, ia juga berlaku
keras terhadap Lontar jika Lontar berbuat salah, selalu
mananamkan sikap mandiri kepada Lontar.
c. Bang Ipul (penjual koran, ayah Lontar)
Bang Ipul merupakan seorang yang penyayang, murah hati,
suka memberi, berjiwa sosial tinggi.
Buktinya, sebelum Bang Ipul menegtahui bahwa Lontar adalah
anak kandungnya, Bang Ipul anagat menyayangi Lontar, bahakn
Bang Ipul sering memebriak Lontar makan. Bang Ipul juga
membela Lontar saat Lontar dalam masalah karena Bang Ipul tahu
kalau Lontar adalah anak yang baik.

3. Alur
Alur yang digunakan adalah alur campuran yaitu alur maju dan alur
mundur.
Buktinya,
a. Alur maju : Lontar memainkan layangan kesayangannya yaitu
Tebo kemudian Hanif datang dan meminta izin kepada Lontar
untuk memainkan Tebo dan Lontar mengizinkan namun, saat Hnif
memainkan Tebo, Tebo kalah beradu dengan layangan lain dan
akhirnya putus.
b. Alur mundur : lamunan Bang Ipul kembali ke sepuluh tahun lalu
dimana saat itu Bang Ipul menyukai Marni dan akhirnya mereka
berdua mejalin sebuah hubungan hingga akhirnya Marni
mengandung Lontar.

4. Setting
a. Tempat :
1. Kota Tangerang
Bukti : Hujan yang tadi sore mengguyur kota Tangerang kini
menyisakan dingin yang menusuk kulit.
2. Tepi rel kereta api
Bukti : Tak jauh dari rel, di tepi dekat jalan raya.
3. Rumah kardus
Bukti : Ada anak duduk di depan slah satu rumah kardus.
4. Lapak Bang Ipul
Bukti : Lontar harus berjualan koran di lapak Bang Ipul.
5. Perempatan jalan
Bukti : Lontar berjualan koran di perempatan jalan dekat lapak
Bang Ipul.
6. Puskesmas
Bukti : Lontar dibawa ke puskesmas, dan dokter mengatakan
bahawa paha kanan Lontar terinfeksi,
7. Toilet umum
Bukti : Lontar harus berjalan jauh menuju toilet umum untuk
mengambil air bersih.
8. Warung Bi Sumi
Bukti : Lontar pergi ke warung Bi Sumi unutk membeli sebungkus
nasi uduk.
9. Halte
Bukti : Seperti setiap pagi, Lontar duduk di halte depan sekolah
dasar.
10. Panti asuhan
Bukti : Lontar ditangkap oleh Satpol PP dan dibawa ke panti
asuhan.

5. Amanat
Amanat dalam novel ini adalah jika kita memiliki sebuah impian
kerjarlah, jangan pernah menyerah, buat dunia tahu kalau kita bisa. Jika
kita memiliki sebuah harapan, berkerja keraslah untuk mewujudkannya.
Jangan pernah takut untuk bermimpi. Karena kita hidup untuk bermimpi
dan mewujudkan mimpi-mimpi itu, jangan pernah takut untuk melakukan
perubahan ke arah yang lebih baik. Suatu saat jangan semata-mata untuk
menjadi orang yang berhasil tetapi berusahalah menjadi orang yang
berharga dan bisa dikenang oleh orang lain. Jangan pernah berbuat yang
tidak baik walaupun kita bukan orang yang berpunya.

II. Unsur Ekstrinsik


1. Sudut Pandang Pengarang
Dalam novel ini, Riri Ansar sang pengarang menggunakan sudut
pandang sebagai orang ketiga serba tahu karena Riri Ansar tidak
menyebutkan kata-kata “aku” sebagai tokoh dalam novel tersebut.

2. Keadaan sosial budaya


Ketika novel ini dibuat, keadaan sosial budaya lingkungan sekitar sama
dengan yang ada dalam novel yaitu masih banyak anak-anak yang hidup
dijalanan dan yang terlantar, mereka harus bekerja keras untuk tetap
melanjutkan hidup mereka, dan masih banyak anak-anak yang tidak
mempeoleh pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai