Anda di halaman 1dari 3

kritik sastra naskah drama ''GERR''

I Gusti Ngurah Putuh Wijaya atau yang lebih dikenal dengan Putu Wijaya lahir di
Tabanan, 11 April 1944 merupakan budayawan sastra Indonesia asal Bali, yang telah
menghasilkan kurang lebih 30 Novel, 40 naskah drama, sekitar seribu cerpen, ratusan esai,
artikel lepas, dan kritik drama. Putu Wijaya juga menulis sekenario film dan sinetron.
Budayawan yang khas dengan topi pet putihnya ini semula diharapkan bisa menjadi dokter
oleh ayahnya. Namun Putu ternyata lebih akranb dengan dunia sastra, bahasa, dan ilmu
bumi. Cerpen pertama Putu yang berjudul “Etsa” dimuat diharian Seluruh Indonesia, Bali,.
Drama Putu yang pertma dimainkan adalah ketika ia masih SMA. Drma tersebut Putu
sutradarai dan mainkan sendiri dengan kelompok yang didirikannya di Yogyakarta. Setelah
7 tahun di Yogyakarta, ia kemudian pindah ke Jakarta dan bergabung dengan Teater Kecil.
Selanjutnya dengan Teater Mandiri yang didirikan pada tahun 1971, dengan konsep
“Bertolak dari Yang Ada”. Gaya Putu menulis novel tidak berbeda jauh dengan menulis
drama. Seperti dalam karya dramanya, dalam novelnya pu ia cenderung menggunakan
gaya objek dalam pusat pengisahan dan gaya yang penuh dengan potongan-potongan
kejadian yang padat, intens dalam pelukisan, bahasanya ekspresif. Putu leebih
mementingkan perenungan ketimbang riwayat. Penggemar musik dangdut, rock, klasik
karya Bach atau Vivaldi dan jazz ini total dalam menulis, menyutradarai film dan sinetron,
serta berteater. Bersama teater itu, Putu telah mementaskan puluhan lakon didalam maupun
diluar negeri. Bahkan puluhan penghargaan diraih atas karya sastra tersebut.

Ada pun sinopsis naskah drama ''Gerr'' . Bima tiba-tiba mati. Seluruh keluarganya
berkabung disekitar peti mati. Duka,suka berbagai perasaan masing-masing berdesak-
desakan ibu, istri, anak, saudara, tetangga, teman, tamu, dan petugas keamanan semuanya
lengkap hadir. Tak lama lagi Bima akan dikubur. Semua orang karena spontanitas,
pernyataan yang jujur maupun tegas, serentak menangis bersama-sama dalam erangan
bersama. Mereka mengumpulkan sebuah gelombang yang besar untuk menggulingkan peti
mati itu kedalam liang yang telah menganga. Mereka menunggu dengan sabar upacara
menangis itu telah menjadi santapan mereka setiap hari. Dengan dingin dan perasaan yang
jauh dari peristiwa itu mereka juga mengisap dan mengepulkan asap rokoknya

Dalam naskah drama Gerr karya Putu Wijaya dapat disimpulkan bahwa naskah drama
ini mempunyai tema kemunafikan, dapat dilihat bahwa kemunafikan itu muncul dari
beberapa tokoh seperti ibu, nenek, bapak, Koko, dan istri Bima atau Sita. Salah satu bukti
dari kemunafikan para tokoh ini terlihat dari dialog tokoh Koko yang menyatakan bahwa
ingin menikahi istrinya walaupun jasad Bima belum tertimbun tanah sekepalpun.
Judul Gerr dalam naskah drama karya Putu Wijaya pengertian secara makna yang
sesungguhnya atau leksikal tidak memiliki makna apapun tetapi kata Gerr disini dapat
mencerminkan ekspresi tokoh-tokohnya seperti gerr yang ditafsirkan geger, geregetan, dan
gerr sebagai ekspresi tertawa yang tertahan. Dalam naskah drama Gerr ada beberapa
adegan yang merujuk pada judul tersebut, yang pertama yaitu pada saat semua orang baru
menyadari bahwa jasad Bima tiba-tiba bangun dan saat itulah semua orang menjadi geger.

Judul tersebut tidak hanya menjurus pada kata geger. Setelah dikaji, Gerr juga merujuk
pada geregetan. Dalam hal ini penikmat karya sastra akan merasa geregetan apabila
mengetahui tabiat para tokoh yang ada dalam naskah drama, seperti tokoh nenek, ibu,
bapak, dan istri. Memang pada awalnya tokoh nenek digambarkan sangat merasa
kehilangan dan sangat mengasihi cucunya, namun pada bagian cerita selanjutnya, tokoh
nenek mulai tergambar wataknya yang asli, ia justru mengikhlaskan kepergian Bima dan
tidak ingin Bima hidup lagi karena akan menyusahkan dan menghancurkan rencana tokoh
istri, ibu, bapak, dan nenek.

Naskah drama Gerr (1986) karya Putu Wijaya memiliki gagasan bahwa penulis ingin
menyampaikan bahwa dalam masyarakat, kejujuran sudah dianggap mati dan untuk
menghidupkannya kembali butuh keberanian, sementara sebenarnya telah banyak
kejujuran-kejujuran yang telah mati dan terkubur juga dengan keberanian berbohong.

Gerr (1986) sangat menarik untuk dikaji karena dilihat dari judulnya saja sudah menarik
dan membuat penasaran penikmat karya sastra. Tidak hanya judulnya yang menarik,
namun Putu Wijaya juga menyajikan masalah-masalah yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Suatu keunikan dari drama ini adalah drama Gerr menghadirkan masalah dengan
simbol-simbol. Jalan cerita yang disajikan dalam naskah drama ini juga mengaduk-aduk
perasaan pembaca. Dalam naskah drama Gerr, pengarang menyelipkan beberapa pesan
dan nilai kehidupan, sehingga penulis tertarik untuk mengkaji naskah drama Gerr karya Putu
Wijaya yang dibuat pada tahun 1986.

Naskah drama Gerr memiliki alur campuran, namun pada bagian tertentu terdapat alur
maju, manun pada bagian tertentu terdapat back tracking (kilatan) yaitu alur yang kembali ke
masalalu hanya dalam waktu sebentar atau hanya bayangan dan tidak memunculkan alur
baru. Alur dalam drama Gerr membuat pembaca penasaran dan kebingungan apabila tidak
dikaji dengan objektif, karena diawal cerita tiba-tiba tokoh Bima mati tanpa diceritakan sebab
kematiannya lalu semua keluarganya terisak menangisi kepergiannya.

Dari mengkaji alur, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam naskah drama Gerr
terdapat beberapa tokoh dan latar yang ada, namun tokoh pada naskah drama Gerr yang
memiliki kedudukan yang jelas hanyalah tokoh Bima. Tokoh Bima merupakan tokoh
protagonis yang menjadi teladan masyarakat dan merupakan tokoh utama dalam naskah
drama Gerr. Semua orang memuji dan membanggakanya. Tokoh Bima dalam hal ini
diceritakan sebagai orang yang baik, kuat, pekerja keras, memiliki mobil dan banyak berjasa
kepada masyarakat. Singkatnya tokoh Bima hidup dalam keadaan baik, dan disenangi
masyarakat.

Didalam naskah drama gerr tidak dijelaskan kenapa bima meninggal,awal cerita hanya
menggambarkan saat kematian bima pada orientasi awal naskah drama tersebut langsung
menuju klimaks dan membuat para pembaca bertanya tanya dan tidak mengerti apa
penyebab bima meninggal.

Amanat yang terkandung dalam naskah drama Gerr (1986) karya Putu Wijaya yaitu kita
tidak boleh munafik, sebaiknya apabila kita tidak suka orang tersebut, kita harus jujur saja.
Hal ini tergambar dari tokoh-tokoh antagonis dalam naskha drama yang memiliki kemiripan
watak yaitu munafik. Mereka saat prosesi pemakaman semua sedih dan menangis, namun
dibalik itu semua, mereka merencanakan sesuatu yaitu mengenai “takdir” buatan yang
mereka rencanakan untuk Bima. Saat Bima hidup lagi, mereka justru tidak senang, tetapi
malah sebaliknya. Mereka memukuli Bima agar Bima mati lagi karena apabila Bima hidup
lagi, Bima akan menghancurkan segala rencana yang telah dibuat keluarganya.

Anda mungkin juga menyukai