Anda di halaman 1dari 8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teoretis
1.
Pengertian Cerpen
Cerpen adalah karya prosa yang menceritakan salah satu bagian hidup dari sang tokoh sehingga tokoh
tidak sampai mengalami perubahan nasib. Akibatnya, cerpen habis dibaca dalam sekali duduk, kira-kira
berkisar antara setengah sampai dua jam. (Nurgiyantoro, 2005: 10).
Ada beberapa ciri yang membedakan cerpen dengan karya prosa lainnya, yaitu
a. Pokok cerita hanya mengambil salah satu bagian dari bagian kehidupan tokoh yang paling penting
atau menarik.
b. Alurnya sederhana. Jadi, cerita dapat terfokus pada satu permasalahan secara intensif.
c. Tokoh-tokoh tidak sampai mengalami perubahan nasib. Hal ini sesuai dengan jumlah halaman yang habis dibaca sekali duduk.
d. Tahap eksposisi cerita tidak panjang lebar. Jadi, cerita hanya akan mengisahkan latar tempat, waktu,
dan suasana hanya sekilas untuk titik tumpu cerita.
e. Bahasanya tajam, sugestif, dan menarik perhatian.
f. Menimbulkan efek tunggal dalam pikiran pembaca. Akibatnya, cerpen hanya menceritakan peristiwaperistiwa yang benar-benar penting.
2.
Unsur Intrinsik Cerpen
Cerpen dibangun dari dua unsur utama, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Nurgiyantoro
(2005: 23) berpendapat unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur
inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan
dijumpai jika orang membaca karya sastra. Jadi, berdasarkan pendapat di atas, Unsur intrinsik adalah unsur
pembangun karya sastra yang berasal dari dalam karya itu sendiri. Unsur intrinsik meliputi tema, latar,
sudut pandang penceritaan, plot, penokohan, Peristiwa, dan gaya bahasa.
a. Tema
Nurgiyantoro (2005: 71) berpendapat bahwa Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna
(pengalaman) kehidupan. Ini artinya, tema karya sastra pada dasarnya membidik permasalahan permasalahan yang berkaitan dengan pengalam dan permasalahan di masyarakat.
Tema adalah gagasan dasar(makna) cerita. Tema dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori tertentu, antara lain:
1) Berdasarkan tingkat keutamaannya, tema dibagi menjadi:
a) Tema Utama(tema mayor), adalah makna pokok yang menjadi dasar dasar atau gagasan dasar umum
karya itu. Menentukan tema pokok sebuah cerita pada hakikatnya merupakan aktivitas memilih,
memper timbangkan, dan menilai di antara sejumlah makna yang ditafsirkan ada di dalam karya cerita.
Jadi, menentukan tema pokok sebuah cerita bukanlah pekerjaan mudah karena interpretasi antarpembaca belum tentu sama.
b) Tema Tambahan(tema minor), adalah makna yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari cerita
saja. Jadi, makna minor adalah makna bagian saja.
b. Tokoh
Tokoh cerita, menurut Abrams(1981: 20) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Sementara itu, Staton(1965: 17)
menggunakan istilah karakter untuk menyebut istilah tokoh. Hanya saja, Karakter mengacu pada dua
pengertian yang berbeda, yaitu tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan dan sebagai sikap, ketertarikan,
keinginan, emosi, dan prinsip-prinsip moral dari tokoh-tokoh tersebut. Jadi, Karakter lebih mengacu pada
pengertian pelaku cerita dan perwatakan.

Tokoh dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan kategori tertentu, antara lain:
1) Berdasarkan peranan dan tingkat pentingnya dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi:
a) Tokoh Utama: tokoh yang paling banyak diceritakan dalam cerita. Tokoh yang menentuka jalannya
cerita. Padahal, cerita bergerak jika ada konflik yang ditimbulkan antara tokoh protagonis dan antagonis. jadi, tokoh utama ada tokoh utama protagonis dan tokoh utama antagonis.
b) Tokoh tambahan/bawahan: tokoh yang kurang diceritakan dalam cerita. Jadi, tokoh ini tidak berperanan dalam menentukan jalannya cerita. Tokoh tambahan biasanya diperankan oleh tokoh tritagonis.
2) Berdasarkan fungsi penampilan tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi:
a) Tokoh protagonis(tokoh hero), yaitu tokoh yang mendukung jalannya cerita. Tokoh ini biasanya
mendukung nilai-nilai yang ideal bagi khalayak.
b) Tokoh antagonis(tokoh jahat), yaitu tokoh yang menetang jalannya cerita. Tokoh ini yang menentang nilai-nilai yang ideal bagi khalayak
c) Tokoh tritagonis, yaitu tokoh yang membantu tokoh lain, baik antagonis maupun protagonis
c. Setting
Latar atau setting yang disebut juga landas tumpu, menyarankan pada pengertian tempat, hubungan
waktu, suasana, dan lingkungan sosial terjadinya peristiwa-peristiwa yang dicerutakan(Abrams, 1981: 175).
Latar berfungsi memberikan pijakan cerita secara kongrit dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan
realistis pada diri pembaca.
Ada beberapa jenis latar berdasarkan kategori tertentu, antara lain,
1) Berdasarkan unsurnya, ada beberapa jenis latar
a) Latar Tempat, yaitu mengacu pada tempat(lokasi) terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi
b) Latar Waktu, yaitu mengacu pada waktu(kapan) terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam
karya fiksi. Waktu dapat mengacu pada waktu faktual dan waktu dalam peristiwa sejarah.
c) Latar Sosial dan suasana, yaitu mengacu pada perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu
tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adatistiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang
tergolong dalam latar spritual. Conroh:
2) Berdasarkan wujudnya, latar dapat dibedakan atas:
a) Latar Fisik(physical setting), yaitu latar yang berupa fisik. Fisik yang di maksud waktu yang
jelas(malam, siang, sore, dan sebagainya) dan waktu tipikal. Misalnya adalah latar lokasi yang
berupa fisik(gedung, desa, kota, dan sebagainya) dan latar
b) Latar Spiritual(Spiritual setting), yaitu latar yang berupa nilai-nilai yang berlaku di tempat
yang bersangkutan. Wujudnya dapat berupa adat-istiadat, kepercayaan, serta norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat. Latar ini biasanya tampil bersama latar fisik.
d. Sudut Pandang Pengarang/Pusat Pengisahan(point of view)
Istilah sudut pandang dijelaskan Perry Lubbock dalam( Sudjiman,1991: 12) adalah hubungan
antara tempat pencerita berdiri dan ceritanya; dia ada di dalam atau di luar cerita? Hubungan ini ada dua,
yaitu hubungan pencerita dia-an dan aku-an.
Berdasarkan pengertian di atas, Pusat pengisahan dalam karya fiksi mempersoalkan: siap yang menceritakan atau dari posisi (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat. Secara umum sudut pandang dibedakan
menjadi dua, yaitu:.
1) Persona pertama Aku(first person point of view)
Dalam pandangan ini aku narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia berkisah
tentang kesadaran dirinya, mengisahkan kejadian dan tindakan yang diketahui, dilihat, didengar,
dialami, dan dirasakan serta sikapnya terhadap tokoh lain kepada pembaca. Persona pertama Aku ini
ada dua macam yaitu Aku tokoh utama dan Aku tokoh tambahan.
a) Aku tokoh utama(first-person sentral), artinya Si Aku mengisahkan berbagai

2)

peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah maupun fisik
yang berhubungan dengan orang lain. Si Aku menjadi fokus, pusat kesadaran pusat
cerita.
b) Aku tokoh tambahan(first- person peripheral). Dalam sudut pandang ini aku muncul
sebagai tokoh tambahan yang hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap
berlangsungnya cerita yang ditokohi orang lain. Jadi, si aku hanya berperan
menceritakan tokoh lain.
Persona ketiga Dia(The omnisciet point of view/the author omnisvient)
Pengisahan cerita yang menggunakan orang ketiga artinya, narator berada di luar cerita yang
menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama atau kata gantinya; ia, dia, mereka. Sudut
pandang persona ketiga ada dua macam, yakni
a) Dia serba tahu (The omnisciet point of view/the author omnisvient)
Dalam sudut pandang ini, cerita dikisahkan dari sudut dia, tetapi pengarang, narator, dapat
menceritakan apa saja ha-hal yang menyangkut tokoh dia tersebut. Narator mengetahui
segalanya, ia bersifat serbatahu. Ia mengetahui berbagai hal mengenai tokoh, peristiwa, dan
tindakan termasuk motivasi yang melatarbelakanginya.
b) Dia terbatas atau Dia sebagai pengamat(0bjektive point of view)
Dalam sudut pandang Dia terbatas, seperti halnya Dia serbatahu, pengarang
melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita,
tetapi terbatas hanya pada seorang tokoh saja.

e. Plot
Plot menurut Foster(1970: 93) adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada
hubungan kausal. Sementara itu, Staton(1965: 14) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan
kejadian, tetapi tiap kejadian dihubungkan secara sebab-akibat. Atas dasar di atas, Plot adalah rangkaian
peristiwa-peristiwa dari awal sampai akhir cerita berdasar hukum kausal sehingga cerita dapat dipahami oleh
pembaca.
Ada beberapa tahap dalam plot cerita, antara lain
1) Menurut Aristoteles, plot terdiri dari tiga tahap, yaitu:
a) Tahap awal(perkenalan), tahap ini berisi perkenalan setting cerita dan tokoh beserta karakternya. Jadi,
tahap ini belum ada persoalan dalam cerita. Selain itu, tahap ini juga sudah menampilkan konflik awal.
b) Tahap tengah(pertikaian), berisi konflik yang semakin meningkat, menegangkan, dan semakin rumit.
Akhirnya, permasalahan mencapai puncaknya(klimaks).
c) Tahap akhir(peleraian), berisi cerita permasalahan yang mencapai puncak mulai mengalami penurunan.
Akhirnya, Permasalahan dapat terselesaikan.
2) Menurut Tasrif, plot diperinci menjadi beberapa tahap, yaitu
a) Pemaparan (eksposisi)/penyituasian
Pada tahap ini dilukiskan dilukiskan situasi atau keadaan awal yang mengemukakan hal-hal yang
berhubungan dengan tempat, waktu, dan perwatakan awal para tokoh-tokohnya.
b) konflik(inciting moment)/generating circumstances
Para tokoh(pelaku cerita) terlibat dalam suatu pokok permasalahan. Pada bagian inilah mula pertama
terjadinya insiden/permasalahan.
c) Komplikasi(rising action)
Dalam tahapan ini, permasalahan semakin berkembang dan ditingkatkan kadar intensitasnya. Akibatnya,
masalah semakin rumit dan runcing.
d) Klimaks(climax)
Klimaks merupakan bagian cerita yang menggambarkan puncak ketegangan(titik intensitasnya)
antara tokoh protagonis dan antagonis. Dengan demikian cerita, sudah tidak dapat dinaikkan lagi tingkat
pertentangannya. Harus segera diputuskan pihak mana yang menang dan pihak mana yang harus rela
menerima kekalahan.
e) Denouement/Resolusi/penyelesaian(falling action)

Pada tahap ini puncak ketegangan mulai turun karena telah diperoleh penyelesaiannya. Pengarang
sedikit demi sedikit mulai membuka rahasia. Akan tetapi, masih diperlukan kecermatan dalam
penggarapan dialog agar tidak ada kesan penyelesaian yang dipaksakan. Pada tahap ini permasalahan
akhirnya dapat terselesaikan.
Ada beberapa tahap dalam plot cerita, antara lain
1). berdasarkan perbedaan urutan waktu, plot dapat dibedakan atas
a) Plot lurus/linear/ maju(progresif) artinya peristiwa-peristiwa cerita bergerak secara urut. Artinya, cerita
bergerak dari komplikasi, konflik, komplikasi, klimaks, antiklimaks,dan penyelesaian.. Jika digambar
A----- B ------ C -------- D
b) Plot sorot-balik/ mundur/regresif(flash-back), artinya cerita tidak dimulai dari tahap awal, tetapi cerita
dimulai dari konflik atau bahkan tahap klimaksnya. Kemudian, bergerak menuju awal cerita dan akhirnya
penyelesaian. Dapat juga, cerita bergerak dari masa sekarang menuju masa lalu. Jika digambar
C ----B ----A
c) Plot campuran, artinya cerita tersebut menggunakan dua alur dalam bercerita
2). berdasarkan jumlah, plot dapat dibedakan atas:
a) Plot tunggal artinya, pengarang hanya mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan seorang tokoh
utama protagonis sebagai hero. Akibatnya, cerita hanya mengikuti perjalanan tokoh tersebut
b) Plot Sub-sub plot(majemuk) artinya, pengarang mengembangkan cerita dengan menggunakan lebih dari
satu alur cerita yang dikisahkan. Artinya, selain alur utama(main plot), ada alur tambahan (sub-sub plot)
f.

Amanat
Amanat menurut sudjiman(1991: 57) adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh
pengarang lewat karya sastra. Dari pernyataan di atas, amanat adalah pesan yang ingin disampaikan
penulis. Ada beberapa pesan yang disampaikan pengarang lewat karya sastra, yaitu
1). Pesan moral merupakan pesan berupa nilai-nilai atau norma yang dapat dinilai sebagai baik dan buruk
dalam suatu lingkungan masyarakat. Biasanya berkaitan dengan kemanusiaan, hak dan martabat
manusia.
2) Pesan religius dan keagamaan merupakan pesan yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan
Tuhannya. Aspek agama lebih cenderung ke suatu lembaga peribadatan kepada Tuhan dengan
hukum-hukum yang resmi. Sementara itu, aspek religius lebih mengarah pada lubuk hati berkaitan
dengan hubungannya dengan Tuhan.
3) Pesan kritik sosial merupakan pesan yang berkaitan dengan hubungan sosial manusia dengan
manusia lain, masyarakat, atau lingkungan yang lebih besar
Ada dua cara menyampaikan amanat. Amanat dalam karya sastra dapat disampaikan secara implisit dan
eksplisit (Sudjiman,1991: 57). Berikut penjelasannya:
1). Cara eksplisit(langsung), yaitu pengarang langsung memberi tahu atau memudahkan pembaca
untuk menemukan pesan lewat tokoh dalam cerita. Jadi, ada kesan seolah-olah pengarang menggurui
pembaca
2) Cara implisit(tidak langsung), yaitu pengarang tidak langsung serta merta dan vulgar memberi tahu
pesan kepada pembaca. Namun, pembaca harus membaca , menghayati, dan merenungkan cerita
yang dibaca untuk menemukan pesan cerita.
g. Bahasa
Bahasa dalam seni sastra dapat disamakan seperti cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan unsur
bahan, alat, dan sarana yang diolah untuk dijadikan karya yang bernilai lebih daripada sekadar nilai
bahannya sendiri. Bahasa memang berperan sebagai alat pengungkap sastra. Di sisi lain, sastra lebih dari
sekadar bahasa (Nurgiyanto, 2005: 273).
Bahasa sebagai pengungkap sastra memerlukan stilistika(gaya bahasa). Menurut Nurgiyanto( 2005:
279) Stilistika menyarankan pada pengertian studi tentang stile. Kajian stilistika itu sendiri sebenarnya
dapat ditujukan terhadap berbagai ragam penggunaan bahasa, tidak terbatas pada sastra saja. Sementara itu,
Wellek & Werren( 1956: 180) menyatakan analisis stilistika dalam sastra umumnya untuk menerangkan
hubungan antara bahasa dengan fungsi artistik dan maknanya. Di samping itu, analisis stilistika juga

bertujuan untuk menentukan seberapa jauh dan dalam hal apa bahasa yang digunakan itu memperlihatkan
penyimpangan, dan bagaimana pengarang mempergunakan tanda-tanda linguistik untuk memperoleh efek
khusus.
Abrams(1981: 193) mengemukakan bahwa unsur stile terdiri dari unsur sintaksis, leksikal, retorika,
yang berupa karakteristik penggunaan bahasa figuratif, pencitraan, dan sebagainya.
1) Leksikal sebagai unsur stile berkaitan dengan pemilihan kata(diksi) yang digunakan sang pengarang.
Mengingat karya sastra adalah dunia dalam kata-kata, pemilihan kata-kata tentulah melewati
pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk memperoleh efek tertentu dan efek keindahan(estetika)
2) Unsur gramatikal dalam stile menyaran pada unsur struktur kalimat. Unsur gramatikal lebih penting
dan
bermakna daripada sekadar kata. Walaupun kegayaan kalimat dalam banyak hal juga ditentukan oleh
pilihan kata. Karena struktur kalimat dalam sastra memiliki tujuan tertentu, pengarang mempunyai
kebebasan penuh dalam mengkreasi bahasa. Adanya penyimpangan struktur kalimat merupakan hal
yang wajar dalam sastra. Penyimpangan struktur itu sendiri ada banyak bentuknya.
3) Retorika merupakan cara penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis. Retorika berkaitan dengan
pendayagunaan bahasa efektif untuk mengungkapkan sikap dan perasaan pengarang, sekaligus mampu
mendukung sifat estetis sebuah karya sastra.
4). Pemajasan(figure of thought) merupakan teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan, yang
maknanya tidak menunjuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada makna
yang ditambahkan, makna yang tersirat. Jadi, gaya bahasa merupakan gaya yang sengaja
mendayagunakan penuturan dengan memanfaatkan bahasa kias.
3.

Unsur Ekstrinsik Cerpen


Unsur ekstrinsik menurut Nurgiyantoro( 2005: 23) adalah unsur-unsur yang berada di luar karya itu
sendiri, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Jadi, unsur
ekstrinsik adalah unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, tetapi unsur-unsur tersebut
tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Walaupun demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh dan menentukan
totalitas bangun cerita yang dihasilkan.
Sebagaimana unsur intrinsik, unsur ekstrinsik juga dibangun oleh beberapa unsur. Unsur-unsur ekstrinsik
yang dimaksud Wellek & Werren( 1956: 75-135), meliputi
a. Keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang
kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Jadi, unsur biografi pengarang akan turut
menentukan corak karya yang dihasilkan.
b. Psikologi pengarang yang berperan saat proses kreativitas penulisan karya sastra
c. Psikologi pembaca yang berperan saat memahami dan mengapresiasi karya sastra.
d. Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial budaya.
e. Keadaan ideologi pengarang dan pandangan pengarang terhadap seni, sastra, dan wawasan kebangsaan.

4. Unsur Sosial- Budaya


a. Pengertian Sosial
Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan
atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsurunsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan
kelompok atau masyarakat. Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai
dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses
sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah
masyarakat, dan lain sebagainya.
b.
Masalah sosial

Menurut Soerjono Soekanto (dalam Antok,2008) masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian
antar unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang membahayakan kehidupan sosial. Masalah
social dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1) Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2) Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3) Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4) Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.
c.

Pengertian Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yanmerupakan bentuk jamak
dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam
bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya dalam pengertian yang luas adalah pancaran daripada budi dan daya. Seluruh
apa yang difikir, dirasa dan direnung diamalkan dalam bentuk daya menghasilkan kehidupan. Budaya adalah
cara hidup sesuatu bangsa atau umat. Budaya tidak lagi dilihat sebagai pancaran ilmu dan pemikiran yang
tinggi dan murni dari sesuatu bangsa
untuk mengatur kehidupan berasaskan peradaban.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski (1998: 122) mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang
lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat
d.
Komponen Kebudayaan
Menurut Koentjoroningrat (1986: 134), kebudayaan dibagi ke dalam tiga sistem, pertama sistem budaya yang
lazim disebut adat-istiadat, kedua sistem sosial di mana merupakan suatu rangkaian tindakan yang berpola dari
manusia. Ketiga, sistem teknologi sebagai modal peralatan manusia untuk menyambung keterbatasan
jasmaniahnya.
Hal-hal yang menggambarkan dimensi kebudayaan, misalnya ciri khas :
a. Rumah adat daerah yang berbeda satu dengan daerah lainnya, sebagai contoh ciri khas rumah adat di Jawa
mempergunakan joglo sedangkan rumah adat di Sumatera dan rumah adat Hooi berbentuk panggung.
b. Alat musik di setiap daerah pun berbeda dengan alat musik di daerah lainnya. Jika dilihat dari perbedaan
jenis bentuk serta motif ragam hiasnya beberapa alat musik sudah dikenal di berbagai wilayah, pengetahuan
kita bertambah setelah mengetahui alat musik seperti Grantang, Tifa dan Sampe.
c. Seni Tari, seperti tari Saman dari Aceh dan tari Merak dari Jawa Barat.
d. Kriya ragam hias dengan motif-motif tradisional, dan batik yang sangat beragam dari daerah tertentu,
dibuat di atas media kain, dan kayu.
e. Properti Kesenian
Kesenian Indonesia memiliki beragam-ragam bentuk selain seni musik, seni tari, seni teater, kesenian wayang
golek dan topeng merupakan ragam kesenian yang kita miliki. Wayang golek adalah salah satu bentuk seni
pertunjukan teater yang menggunakan media wayang, sedangkan topeng adalah bentuk seni pertunjukan tari
yang menggunakan topeng untuk pendukung.
f. Pakaian Daerah. Setiap propinsi memiliki kesenian, pakaian dan benda seni yang berbeda antara satu daerah
dengan daerah lainnya.
g. Benda Seni. Karya seni yang tidak dapat dihitung ragamnya, merupakan identitas dan
kebanggaan bangsa Indonesia. Benda seni atau souvenir yang terbuat dari perak yang
beasal dari Kota Gede di Yogyakarta adalah salah satu karya seni bangsa yang menjadi
ciri khas daerah Yogyakarta, karya seni dapat menjadi sumber mata pencaharian dan

objek wisata.
5.

Nugroho Notosusanto
Nugroho Notosusanto
Nugroho Notosusanto lahir di Rembang, Jawa Tengah pada tanggal 15 Juli 1930. Ayah Nogroho bernama R.P.
Notosusanto yang mempunyai kedudukan terhormat, yaitu seorang ahli hukum Islam, Fakultas Hukum,
Universitas Gadjah Mada, dan seorang pendiri UGM. Kakak Nugroho pensiunan Patih Rembang dan kakak
tertua ayah Nugroho adalah pensiunan Bupati Rembang. Pangkat patih, apalagi bupati sangat sulit dicapai
rakyat pribumi pada waktu itu di daerah pesisiran Rembang. Nugroho adalah anak pertama dari tiga bersaudara.
Pendidikan yang pernah diperoleh Nugroho adalah Europese Legere School (ELS) tamat 1944,
kemudian menyelesaikan SMP di Pati Tahun 1951 tamat SMA di Yogyakarta. Setamat SMA ia masuk Fakultas
Sastra, Jurusan Sejarah, Universitas Indonesia, dan tamat tahun 1960. Tahun 1962 ia memperdalam
pengetahuan di bidang Sejarah dan Filsafat di University of London. Ketika tamat SMA, sebagai seorang
prajurit muda ia dihadapkan pada dua pilihan, yaitu meneruskan karier militer dengan mengikuti pendidikan
perwira ataukah menuruti apa yang diamanatkan ayahnya untuk menempuh karier akademis. Ayahnya dengan
tekun dan sabar mengamati jejaknya. Ternyata, setelah 28 tahun, keinginan ayahnya terkabul meskipun sang
ayah tidak sempat menyaksikan putranya dikukuhkan sebagai guru besar FSUI karena ayahnya telah wafat
pada tanggal 30 April 1979. Dengan usaha yang sebaik-baiknya, amanat ayahnya kini telah diwujudkan
meskipun kecenderungan pada karier militernya tidak pula tersisih. Pada tahun 1977 ia memperoleh gelar
doktor dalam ilmu sastra bidang sejarah dengan tesis The Peta Army During the Japanese Occupation in
Indonesion, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Tentara Peta pada Zaman
Pendudukan Jepang di Indonesia. diterbitkan oleh penerbit Gramedia pada tahun 1979. Nugroho mendapat
pendidikan di kota-kota besar seperti, Malang, Jakarta, dan Yogyakarta.
Nugroho dikenal sebagai penulis produktif. Di samping sebagai sastrawan dan pengarang, ia juga aktif
menulis buku-buku ilmiah dan makalah dalam berbagai bidang ilmu, dan terjemahannya yang diterbitkan
berjumlah dua puluh satu judul. Buku-buku itu sebagian besar merupakan lintasan sejarah dan kisah perjuangan
militer. Wawasan yang mendalam tentang sejarah perjuangan ABRI menyebabkan ia mampu mengedit film
yang berjudul Pengkhianatan G.30S/PKI.
Di bidang keredaksian dapat dicatat sejumlah pengalamannya, yaitu memimpin majalah Gelora, menjadi
pemimpin redaksi Kompas, anggota dewan redaksi Mahasiswa bersama Emil Salim Tahun 1955-1958, menjadi
ketua juri hadiah sastra, dan menjadi pengurus BMKN. Sewaktu di perguruan tinggi ia menjadi koresponden
majalah Forum, dan menjadi redaksi majalah Pelajar.
Nugroho juga aktif dalam berbagai pertemuan ilmiah baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dalam
tahun 1959-1976 tercatat empat kali pertemuan ilmiah internasional yang dihadirinya.
Di bidang pendidikan, Nugroho banyak memegang peranan penting. Ia pernah menjadi Pembantu Dekan Bidang
Kemahasiswaan FSUI, menjadi Pembantu Rektor UI
B. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir adalah jalan pikiran penulis yang berkaitan dengan proses penelitian. Dalam penelitian ini,
penulis mengambil subjek penelitian kumpulan cerpen Tiga Kota karya Nugroho Notosusanto. Adapun objek
penelitian ini adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen. Selain itu, penulis juga menentukan objek penelitian
masalah kondisi sosial budaya masyarakat yang melatari setting cerita pendek ini.
Karena kumpulan cerpen Tiga Kota memuat cukup banyak cerpen, penulis hanya mengambil tiga sampel
cerpen dari sembilan cerpen yang terdapat dalam buku kumpulan cerpen Tiga Kota tersebut. Dalam pengambilan
sampel, penulis menggunakan teknik purposif sampel. Dengan teknik tersebut, penulis berharap penelitian menjadi
lebih cepat dan mudah, tetapi menghasilkan hasil penelitian yang representatif.
Langkah selanjutnya, penulis membuat kerangka teoretis yang berfungsi sebagai alat atau dasar keilmuan
sebagai dasar untuk menganalisis permasalahan penelitian yang telah penulis rumuskan dalam rumusan masalah.

Berdasar kajian teoretis penelitian ini, rumusan masalah penelitian dikupas penulis untuk memperoleh hasil
penelitian.
Berdasarkan uraian di atas, kerangka berpikir penulis dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam skema
berikut:
Cerpen Tiga Kota
Nugroho Notosusanto -----------------------

Unsur intrinsik
Unsur ekstrinsik
Unsur sosial budaya

Purposif sampling
1. Mbah Danu
2. Gunung Kidul
3. Vickers Jepang

Permasalahan
- Bagaimana unsur intrinsik cerpen-cerpen dalam
kumpulan cerpen tiga kota karya Nugroho Notosusanto?
- Bagaimana unsur ekstrinsik cerpen-cerpen dalam
kumpulan cerpen tiga kota karya Nugroho Notosusanto?
- Bagaimana kondisi sosial budaya masyarakat yang ada dalam
cerpen-cerpen kumpulan cerpen tiga kota karya Nugroho
Notosusanto?

Landasan
Teori

ANALISIS
-

Unsur intrinsik cerpen-cerpen dalam kumpulan cerpen tiga kota karya Nugroho
Notosusanto
Unsur ekstrinsik cerpen-cerpen dalam kumpulan cerpen tiga kota karya Nugroho
Notosusanto
Kondisi sosial budaya masyarakat yang ada dalam cerpen-cerpen kumpulan cerpen
tiga kota karya Nugroho Notosusanto

Anda mungkin juga menyukai