Anda di halaman 1dari 6

BAB II

DASAR TEORI

Pada bab ini penulis akan memaparkan teori-teori yang dipakai sebagai

landasan dalam melakukan analisis unsur intrinsik novel Laut Bercerita. Penulis

akan menguraikan teori dengan membagi menjadi beberapa bagian.

2.1 Novel

Sebutan novel berasal dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa

Jerman: n velle) (Nurgiyantoro, 2002:10). Dari segi panjang cerita, novel jauh

lebih panjang daripada cerpen, novella, dan karya sastra lainnya. Oleh karena itu,

novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih

banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai

permasalahan yang lebih kompleks (Nurgiyantoro, 2002:12).

2.2 Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung)

turut serta membangun cerita. Kepaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah yang

membuat sebuah novel berwujud. Sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca,

unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah novel.

(Nurgiyantoro, 2002:24) Ada 6 unsur intrinsik pembentuk cerita dalam novel,

yaitu tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, amanat, dan sudut pandang.

2.2.1 Tema

Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya

sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang

menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko &

Rahmanto, 1986:142).

Hal ini juga dikuatkan dengan pernyataan Nurgiyantoro (2002:69) yaitu,

“tema menjadi dasar penge bangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat

menjiwai seluruh bagian cerita itu”. Dengan demikian, untuk menemukan

tema sebuah karya fiksi, ia haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak

hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita.

2.2.2 Alur

Stanton (1965:14) mengemukakan bahwa alur adalah cerita yang berisi

urutan kejadian, namun setiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab

akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa

yang lain. Untuk memperoleh keutuhan sebuah plot cerita, Aristoteles juga

mengemukakan hal yang sama bahwa sebuah plot haruslah terdiri dari tahap

awal (beginning), tahap tengah (middle), dan lahap akhir (end) (Abrams, 1981:

138).

Dalam novel ada dua teknik pengaluran, yaitu dengan jalan progresif (alur

maju) yaitu dari awal, tengah atau puncak, akhir terjadinya peristiwa, dan

yang kedua dengan jalan regresif (alur mundur) yaitu bertolak dari akhir

cerita, menuju tahap tengah atau puncak, dan berakhir pada tahap awal. Tahap

progresif bersifat linier, sedangkan teknik regresif bersifat nonlinier

(Rokhmansyah, 2014:37).

2.2.3 Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah pelaku yang menjalankan cerita, sedangkan penokohan lebih

merujuk pada watak suatu tokoh. Atau seperti dikatakan oleh Jones (1968:33),

penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang

ditampilkan dalam sebuah cerita.

Jika dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam pengembangan plot dapat

dibedakan adanya tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari fungsi

penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan tokoh

antagonis (Nurgiyantoro, 2002:179). Tokoh protagonis adalah tokoh utama

dalam cerita, sedangkan antagonis adalah tokoh yang berperan sebagai

penentang tokoh utama.

2.2.4 Latar

Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu,

dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan

yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling

berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. (Nurgiyantoro,

2002:228)
2.2.4.a Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan

mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu,

mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. (Nurgiyantoro, 2002:228)

2.2.4.b Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah "kapan" terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah

"kapan" tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang

ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan

dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan

untuk mencoba masuk ke dalam suasana cerita. (Nurgiyantoro, 2002:231)

2.2.4.c Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan

dalam karya fiksi. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,

keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain

yang tergolong latar spiritual seperti dikemukakan sebelumnya.

(Nurgiyantoro, 2002:234-235)
2.2.5 Sudut Pandang

Sudut pandang, point of view, menyaran pada cara sebuah cerita

dikisahkan. la merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan

pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan

berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada

pembaca (Abrams, 1981:142). Biasanya, ada dua jenis sudut pandang dalam

novel, yaitu sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga.

2.2.5.a Sudut Pandang Orang Pertama

Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang

persona pertama, first-person point of view, "aku", jadi : gaya “aku”

narator adalah seseorang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si "aku" tokoh

yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, sel consciousness,

mengisahkan peristiwa dan tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar,

dialami, dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada

pembaca. (Nurgiyantoro, 2002:263)

Dikutip dari Jurnal Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya

(Hermawan, 2019:16), sudut pandang persona pertama meliputi:

1. “Aku” tokoh utama yaitu si “aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan

tingkah laku yang dialaminya. Si “aku” yang menjadi tokoh utama

cerita praktis menjadi tokoh protagonis.

2. “Aku” tokoh tambahan yaitu tokoh “aku” muncul bukan sebagai tokoh

utama, melainkan sebagai tokoh tambahan.



2.2.5.b Sudut Pandang Orang Ketiga

Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona

ketiga, gaya "dia", narator adalah seseorang yang berada di luar cerita

yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata

gantinya; ia, dia, mereka. (Nurgiyantoro, 2002:257)

Dikutip dari Jurnal Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya

(Hermawan, 2019:16), sudut pandang persona ketiga meliputi:

1. “Dia” mahatahu, pengarang dapat menceritakan hal-hal yang

menyangkut tokoh “Dia” tersebut.

2. “Dia” terbatas, Pengarang melukiskan yang dilihat, didengar, dialami,

dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun terbatas hanya pada

tokoh saja.

2.2.6 Amanat

Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam cerita.

Amanat dapat ditemukan setelah pembaca menyelesaikan seluruh cerita yang

dibacanya. Amanat biasanya berupa nilai-nilai yang dititipkan penulis cerita

kepada pembacanya. Sekecil apapun nilai dalam cerita pasti ada (Ismawati,

2013:30).

Anda mungkin juga menyukai