BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Novel
Novel berasal dari bahasa Italia novella, yang dalam bahasa Jerman
disebut novelle dan novel dalam bahasa Inggris, dan inilah yang kemudian masuk
ke Indonesia. Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil, yang
pembangun, yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Novel juga diartikan
Adapun menurut Tarigan (2011) bahwa novel adalah suatu cerita dengan
alur yang cukup panjang mengisi satu buku atau lebih yang menggarap kehidupan
pria dan wanita yang bersifat imajinatif. Menurut pengeritan tersebut dapat
dikatakan bahwa novel adalah sebuah karya fiksi berbentuk prosa yang
menceritakan kehidupan para tokoh yang diceritakan dalam sebuah alur atau
peristiwa yang panjang cakupannya cerita tidak terlalu panjang dan tidak terlalu
pendek, yang setidaknya terdiri dari 100 halaman. Berdasarkan jenisnya novel
dibagi ke dalam lima bagian yaitu, novel avontur, psikologis, detektif, sosial,
politik dan kolektif. Senada dengan pendapat Kosasih (2012:60) novel adalah
puisi) adalah karya imajinatif, fiksional, dan ungkapan ekspresi pengarang. Fiksi
adalah hasil imanjinatif, rekaan, dan angan-angan pengarang. Bentuk karya fiksi
yang terkenal dewasa ini adalah novel dan cerpen. Novel dan cerpen merupakan
dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi bahkan dalam
karya sastra cerita fiksi yang paling baru. Novel memiliki ciri-ciri yaitu bahwa
(Al-Ma‟ruf, 2010:17).
adalah karya sastra imajinatif yang mengisahkan tentang sisi utuh problematika
Menurut Hidayati (2009:22) bahwa novel dibagi menjadi lima sudut, yaitu
makna cerita, sifat yang membedakan teks ini dengan teks lainnya, serta struktur
bentuk, bahwa novel diwujudkan dalam bentuk karangan prosa, dan tidak
menyangkut bahasanya. Kedua, dilihat dari segi jenisnya, novel lebih cenderung
penceritaan dalam menggambarkan para perilaku ceritanya. Ketiga, isi novel pada
khayalan. Kelima, sebagai suatu karya novel memiliki struktur, dan struktur yang
utama adalah plot, penokohan, dan peristiwa. Struktur-struktur itu tersusun secara
kronologis.
1. Unsur Intrinsik
unsur-unsur yang secara faktual dijumpai saat orang membaca karya sastra
plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa, atau gaya
intrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang
menyebabkan suatu teks hadir sebagai teks sastra, unsur intrinsik sebuah
novel adalah unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur
a. Alur (Plot)
terdiri dari satu plot utama dan beberapa subplot (Nurgiyantoro, 2010:12).
Plot utama berisi konflik utama yang menjadi inti persoalan yang
(Nurgiyantoro, 2010:12).
bahwa alur atau plot yaitu rangkaian peristiwa yang terjalin dalam suatu
cerita.
b. Tema
Novel dapat memiliki lebih dari satu tema, yang terdiri dari satu
tambahan yang termuat dalam sebuah novel harus bersifat menopang dan
2010:13).
bahwa tema ialah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya
permasalahan yang diangkat dalam suatu cerita dan menjadikan garis besar
c. Penokohan
yang berhubungan dengan ciri-ciri fisik, keadaan sosial, tingkah laku, sifat
menentukan dalam sebuah fiksi, tanpa ada tokoh yang diceritakan dan
tanpa ada gerak tokoh fiksi tidak ada artinya (Karmini, 2011:17).
d. Latar (Setting)
cerita yang baik hanya akan melukiskan detil tertentu yang dianggap perlu.
Cerita yang baik tidak akan terjatuh pada pelukisan yang berkepanjangan
bagian cerita atau landas tumpu yang merujuk pada masalah tempat dan
posisi atau sudut pandang dari mana cerita disampaikan. Secara umum,
terdapat empat sudut pandang yaitu, sudut pandang persona ketiga (diaan),
orang pertama (juru cerita) atau sebagai orang ketiga (menyebut pelaku
f. Gaya Bahasa
sifat seperti manusia atau mengubah benda mati menjadi benda yang
yang satu dengan pengarang yan lain tidak sama. Dalam hal pemakaian
g. Amanat
sastra.
2. Unsur Ekstrinsik
unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung
unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, tetapi tidak
juga terdiri dari sejumlah unsur. Unsur-unsur tersebut meliputi latar belakang
istiadat yang berlaku saat itu, situasi politik, persoalan sejarah, ekonomi,
karya yang ditulisnya. Unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial
terhadap unsur ekstrinsik agar karya sastra dapat bermakna dan bermanfaat
bagi kehidupan.
16
ahli menyebutkan kearifan (wisdom) sebagai sebuah penilaian yang baik dari
secara menyeluruh terkait sejumlah aspek pada situasi tertentu ketika individu
Menurut Birren & Fisher dalam Wiratih dan Aima (2012) wisdom adalah
wisdom adalah area lansia (lanjut usia) karena lansia sudah lebih banyak
terbaru menyatakan bahwa wisdom tersebut bisa diperoleh siapa saja, bahkan
remaja, karena wisdom adalah suatu kemampuan yang dapat dipelajari dan
Elemen inti dari kearifan adalah kecerdasan diam-diam (tacit knowledge) yang
Kecerdasan diam-diam ini hanya dapat diperoleh melalui pengalaman nyata yang
dialami langsung oleh individu, bukan berasal dari ilmu yang dibaca dari buku-
kajian psikologi dilatarbelakangi oleh kajian ilmu lain, yakni: filsafat, sejarah, dan
permasalahan mendasar yang berkaitan dengan perilaku dan makna hidup serta
keseimbangan antara pemahaman individu tentang dirinya sendiri, orang lain dan
dalam Nugrohadi (2012:32), maka kearifan dapat dibedakan dalam empat bentuk
fundamental.
tiga, yaitu:
19
1. Kognitif
menyangkut sifat positif dan negatif dalam diri seseorang. Dalam aspek
ini seseorang dikatakan memiliki wisdom yang baik apabila lebih bisa
2. Reflektif
sekitar kita. Oleh karena itu, aspek reflekif yang dilakukan akan
3. Afektif
sikap yang timbul dari seseorang oleh karena itu dapat meningkatkan
rasa simpatik dan lebih menghargai orang lain. Rasa afektif pada diri
seperti lebih mengerti perasaan orang lain, bertindak simpati, dan lebih
menyayangi orang lain. Selain itu aspek afektif seseorang juga akan
Pendapat lain dikemukakan oleh Birren & Fisher dalam Wiratih dan
4. Afektif
yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Sikap adalah suatu kesiapan
situasi yang berhubungan dengan objek itu. Sikap tidak muncul ketika
(covert behavior).
5. Konatif
seseorang yang dianggap atau sesuai dengan perasaan yang akan menjadi
6. Kognitif
21
mengenai obyek, sikap yang diperoleh dari apa yang dilihat dan
1. Kondisi spiritual-moral
kehidupannya, tutur kata halus, lemah lembut, sopan santun, tabah, tegas.
terhadap kehidupan, serta dapat berlaku adil dalam keadaan apapun dan
kepada siapapun.
4. Kondisi personal
yang baik.
mereka, yaitu:
Hal ini bukan berarti orang yang arif memiliki alam emosi yang datar dan
kenyamanan.
menghindar.
5. Lebih menampilkan struktur afektif yang lebih berorientasi kepada proses dan
lingkungan, seperti inspirasi dan minat, daripada orientasi yang bersifat evaluatif dan
Scale (BWSS) yang diperkenalkan oleh Glück, et al. (2013). BWSS adalah
antara kearifan (wisdom) dengan beberapa faktor atau aspek umum. Skala
ini mencakup beragam konten, mulai dari minat pada filosofi hingga
24
dimensi dengan 20 item dalam skala BWSS yang menjadi indikator kearifan
eksternal dan pembubaran batas-batas yang kaku antara diri dan orang
lain. Hal ini merujuk pada kedamaian batin yang terlepas dari hal-hal
dalam hidup, dan perasaan diri yang terintegrasi (Levenson et al., 2005).
yaitu:
kendali
dan wawasan diri, dan mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang
yaitu:
lainnya
refleksi evaluatif dan integratif dari masa lalu dan sekarang seseorang
(Webster, 2007; Taylor et al., 2011). Aspek ini hanya terdiri dari 1 item
indikator, yaitu:
terhadap orang lain dan kasih sayang dengan orang yang membutuhkan
(Ardelt, 2003). Aspek ini hanya terdiri dari 1 item indikator, yaitu:
pribadi yang penting yang secara moral ambigu, beragam, dan penuh
dengan hasil yang tidak diketahui, tetapi juga peristiwa positif yang dapat
hidupnya