Anda di halaman 1dari 80

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Analisis struktural merupakan tahap awal dalam penelitian sastra yang

sulit untuk dihindari, karena melalui analisis ini memungkinkan penjabaran secara

optimal. Analisis struktural merupakan satu bentuk pisau bedah atau suatu alat

yang digunakan untuk mengkaji karya sastra.

“Analisis struktural merupakan tahap awal dalam memahami karya sastra

dari unsur struktural atau pembentuk karya sastra.Analisis struktural karya sastra

dapat dilakukan dengan mengidentivikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi

dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan” (Satinem, 2019:37).

Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat,

sedetail, dan seteliti mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek

karya sastra yang menghasilkan makna menyeluruh.

Dapat dikatakan bahwa naskah drama adalah jenis karya sastra yang

dipandang sebelah mata atau kurang popular dimata masyarakat. Salah satu karya

satsra yang butuh penanganan kompleks ialah naskah drama, naskah drama

sebagai karya sastra bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan

tikaian dari emosi lewat lakuan dan dialaog drama lazimnya dipentaskan. Dengan

membaca naskah drama diharapkan pembaca memperkaya batin dan mendapatkan

kesenangan positif untuk menemukan nilai-nilai kehidupan dalam pesan atau

makna yang terkandung dalam drama.

1
2

Mengenai drama, Hasanuddin (2015:4) mengemukakan:


Drama adalah karya yang memiliki dua dimensi karakteristik, yaitu dimensi
sastra dan dimensi pertunjukan. Pemahaman terhadap drama pada masing-
masing dimensi akan wajar jika berbeda karena unsur-unsur yang membangun
dan membentuk drama pada masing-masing dimensi lainnya, yang pada
akhirnya akan memberikan pemahaman yang menyeluruh terhadap drama
sebagai karya dua dimensi tersebut.

“Satu hal yang tetap menjadi ciri naskah drama adalah bahwa semua

kemungkinan itu harus disampaikan dalam bentuk dialog-dialog dari para tokoh.

Akibat hal inilah maka seandainya seorang pembaca yang membaca suatu naskah

drama tanpa menyaksikan pementasan drama tersebut mau tidak mau harus

membayangkan jalur peristiwa di atas pentas” (Hasanudin,2015:5).

Seperti halnya karya sastra yang lain, naskah drama juga dibangun oleh

unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Dalam upaya mendapatkan pemahaman yang

maksimal terhadapat suatu drama, untuk dapat mengungkapkan makna dari suatu

karya satra, yang harus diperhatikan terlebih dahulu adalah unsur-unsur instrisik

yang lengkap. Unsur-unsur instrisik tersebut berupa alur, dialog, latar, penokohan,

tema dan amanat. Unsur-unsur tersebut saling berkaitan dan membentuk suatu

kesatuan yang membangun drama dari dalam. Untuk mendapatkan pemahaman

tersebut dibutuhkan sebuah analisis struktural.

Peneliti melakukan penelitian pendekatan struktural disebabkan karena

pendekatan struktural memandang bahwa konsep fungsi memegang peranan

penting dan keterkaitan antarunsur intrinsiklah yang mampung memberi makna

secara tepat, sebab sebuah karya sastra merupakan totalitas unsur-unsurnya yang

saling berkaitan satu sama lain. Pemahaman secara utuh terhadap unsur-unsur

instrisik merupakan materi yang sering sekali dipelajari di sekolah. Pembelajaran

di sekolah masih terbilang kurang, oleh karena itu penelitian ini diharapkan
3

mampu menjadi referensi untuk guru membuat bahan ajar di sekolah terutama

intuk pembelajaran sastra drama.

Dalam penelitian ini, naskah drama Bila Malam Bertambah Malam Karya

Putu Wijaya akan dijadikan objek kajian. Naskah drama Bila Malam Bertambah

Malam Karya Putu Wijaya akan dianalisis unsur-unsurnya (alur, tokoh, latar,

tema, amanat, dialog, dan teks samping), dan menggunakan pendekatan struktural.

Siswantoro (2010:13) menyatakan “Struktur berarti keseluruhan yang kompleks

(complex whole)”.Setiap objek, atau peristiwa adalah pasti sebuah struktur, yang

terdiri berbagai unsur, yang setiap unsurnya tersebut menjalin hubungan. Hanya

saja drama dibedakan dengan bentuk-bentuk lainnya dalam hal kebutuhannya,

drama memilliki unsur dialog dan teks samping.

Ada beberapa alasan peneliti melakukan analisis struktural dalam naskah

drama Bila Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya. Pertama, ketika

peneliti melakukan penjajakan awal atau observasi awal dengan membaca naskah

Bila Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya Termuat tema yang menarik

yaitu persoalan status sosial. Karena pada drama ini menceritakan seorang tokoh

yang mempersoalkan kasta derajat kebangsawanan. Naskah drama ini merupakan

naskah yang memiliki bentuk karakter tokoh yang kuat pada pemain atau tokoh-

tokohnya. Putu Wijaya membuat naskah drama Bila Malam Bertambah Malam ini

dalam jalinan kisah yang beruntun tak putus-putus menerpa. Banyak

permasaslahan dalam naskah ini mulai dari kisah atara Gusti Biang dan Wayan,

serta antara Ngurah dengan Nyoman sehingga mewarnai naskah ini. Drama ini

secara garis besar mengajarkan sebuah cara memanusiakan manusia.Peneliti

melakukan penjajakan awal atau observasi awal dengan membaca naskah


4

Terdapat pesan moral dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam Karya

Putu Wijaya yang dapat dijadikan sebagai bahan untuk pemebelajaran moral

terhadap Tuhan dan sesama manusia, karya ini memiliki relevansi yang kuat

dengan Kompetensi Dasar 3.18 “Mengidentifikisai aalur cerita, babak demi babak,

dan konflik dalam drama yang dibaca atau ditonton”, Kompetensi dasar 3.19

“Menganalisis isi dan kebahasaan drama yang dibaca atau ditonton” di kelas XI

dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA.

Alasan kedua,peneliti memilih naskah drama karya Putu Wijaya karena

Putu wijaya(sang teroris mental) sudah sangat terkenal sebagai ahli di bidang

drama dan teater. Putu wijaya sudah menulis lebih 30 novel, 40 naskah drama,

sekitar 1000 cerpen, ratusan esei, artikel lepas, dan kritik drama. Ia juga telah

menulis skenario film dan sinetron. Sebagai seorang dramawan,Ia memipin Teater

Mandiri sejak 1971. Sangat banyak naskah drama yang ditulis beliau, di antaranya

Aeng, Anu, Bah, Demokrasi, Jangan Menangis Indonesia, Lautan Bernyanyi, dan

zetan.

Alasan ketiga, sejauh pengamatan peneliti melalu membaca skripsi yang

ada di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Bahasa dan seni, Program

Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Jambi dan di media

sosial google internet, penelitian tentang analisis struktur dan relevansinya masih

kurang. Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan yang berhubungan dengan

analisis struktural naskah drama. Di antara penelitian itu adalah penelitian yang di

lakukan oleh Ahmad Yani (2012) dengan judul Analisis Struktural Naskah Drama

Jangan Menangis Indonesia Karya Putu Wijaya. Selanjutnya Tiya Antoni (2015)

Analisis Struktural Teks Drama Penembak Misterius Karya Radhar


5

Panca Dahana. Afni Prawesti (2013) Analisis Struktural Semiotik Naskah Drama

Emilia Galotti Karya Gotthorld Ephram Lessing. Hasil dari penelitian ini

menunjukan pembahasan hasil analisis struktural dalam naskah tersebut tetapi

tidak mengaitkan dengan pembelajaran sastra di sekolah. Dan Dimas Anugrah

Adiyadmo (2016), Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Naskah Jangan

Menangis Indonesia Karya Putu Wijaya. Hasil dari penelitian ini tentu ada juga

kaitannya di Sekolah tetapi tidak mengaitkan langsung dengan Kompetensi Dasae

Alasan keempat,penelitian tentang analisis sturktur naskah drama memang

ada dilakukan tetapi banyak penelitian tentang analisis struktural dalam novel dan

monolog. Di antara penelitian terdahulu yang berkaitan dengan analisis struktural

adalah: 1. “Kajian Struktural Novel Hujan Bulan juni Karya Sapardi Djoko oleh

Fitri Lestari (2017). 2. “Analisis Struktural Teks Monolog Marsinah Menggugat

Karya Ratna Sarumpet” oleh Muhammad Bayumi (2019).

Dari beberapa penelitian terdahulu analisis struktural ini tidak mengaitkan

hubungan antar unsur struktur tersebut dan relevansinya terhadap pembelajaran di

Sekolah. Penelitian yang akan peneliti lakukan berbeda dari penelitian terdahulu

yang lebih banyak mengkaji unsur-unsurnya saja. Peneliti akan mengkaji unsur,

keterkaitan antar unsur dan relevansinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia

di SMA

Alasan kelima,sebagai mahasiswa yang kuliah di Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

yang nantinya akan menjadi guru Bahasa dan Satra Indonesia, meneliti hal ini

tentu harus mempersipakan diri dengan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan

kemampuan menganalisis.
6

Beberapa hal yang telah dipaparkan tersebut menjadi alasan peneliti utuk

meneliti naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya ini

sebagai karya sastra dengan menggunakan pendekatan struktural yakni analisis

tentang unsur-unsur naskah drama. Penelitian sebelumnya yang relevan, oleh

peneliti dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk melakukan penelitian yang

berjudul “Analisis Struktural Naskah Drama Bila Malam Bertambah Malam

Karya Putu Wijaya”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah unsur yang membangun naskah drama Bila Malam

Bertambah Malam Karya Putu Wijaya?

2. Bagaimanakah hubungan antar unsur yang membangun naskah drama Bila

Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya?

3. Bagaimanakah relevansinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di

SMA?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, penulis merumuskan

tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan unsur naskah drama Bila Malam Bertambah

Malam Karya Putu Wijaya.


7

2. Untuk mendeskripsikan hubungan antar unsur yang membangun naskah

naskah drama Bila Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya.

3. Menghubungkan unsur naskah drama Bila Malam Bertambah Malam

Karya Putu Wijaya pada pemebelajaran bahasa Indonesia di SMA.

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Sebagai sumbangan pengetahuan bagi para peneliti dan peminat naskah

drama, serta memberikan gambaran tentang model penelitian struktural

terutama dalam mengkaji naskah drama.

2. Sebagai sumbangan pengetahuan bagi pembaca atau peminat naskah

drama, khususnya Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia

tentang analisis struktural dalam naskah drama Bila Malam Bertambah

Malam Karya Putu Wijaya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi:

1. Bagi pelajar, mahasiswa, dan masyarakat pada umumnya.bahan panduan

dan menambah pengatahuan mengenai apresiasi karya sastra khusunya

naskah drama

2. Bagi peneliti lain, yaitu bisa dijadikan sebagai bahan rujukan atau

perbandingan untuk meneliti sastra, khususnya naskah drama, baik dari

perspektif yang sama maupun yang berbeda.


8

BAB II

KAJIAN TEORETIK

2.1 Naskah Drama

Naskah drama adalah suatu rangkaian percakapan dalam tulisan yang

tersusun sedemikian rupa dengan mempertimbangkan: alur, tokoh, penokohan,

perwatakan, setting/latar, tema, amanat, dialog, dan petunjuk teknis/teks samping.

Naskah drama dapat diberi batasan sebagai salah satu jenis karya sastra yang

ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin yang dapat

dipentaskan. Menurut Wiyanto (2002:126) “naskah drama berupa percakapan,

yaitu percakapan antar pelaku”. Selain percakapan para pelaku, naskah drama

juga berisi penjelasan mengenai gerak-gerik dan tindakan yang dilaksanakan

pelaku.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Suharso (2011) “Naskah

adalah karangan yang masih ditulis tangan dan belum diterbitkan”. Naskah drama

merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Naskah

drama ini dapat dijadikan sebagai bahan ajaran sastra yang dapat dipentaskan,

dan dapat dipagelarkan dalam media audio, seperti sandiwara radio.

Naskah drama adalah karangan yang berisi dialog-dialog para tokoh yang

saling berkaitan(adanya kesatuan dan kepaduan) antara yang satu dengan yang

lainnya. Proses berpikir seseorang sangat erat kaitannya dengan ada tidaknya

kesatuan dan koherensi dalam tulisan yang disajikannya. Pratikto (dalam

Dewi,2013) menjelaskan bahwa makin baik cara berpikir seseorang, pada

umumnya makin terlihat jelas adanya kesatuan dan koherensi itu

8
9

Menurut Hassanudin (2015:5) “Sebagai sebuah genre sastra, drama

memungkinkan ditulis dalam bahasa yang memikat dan mengesankan. Drama

dapat ditulis oleh pengarangnya dengan mempergunakan bahasa sebagaimana

sajak. Penuh irama dan kaya akan bunyi yang indah, namun sekaligus

menggambarkan watak-watak manusia secara tajam”. Satu hal yang tetap

menjadi ciri naskah drama adalah bahwa semua kemungkinan itu harus

disampaikan dalam bentuk dialog-dialog dari para tokoh.

Dasar dari cerita sebuah naskahdrama adalah konflik manusia. Konflik

tersebut biasanya lebih bersifat batin daripada fisik. Konflik yang dimunculkan

dalam sebuah drama harus mempunyai motif. Konflik dan motif tersebut akan

memunculkan kejadian-kejadian yang membangun suatu alur cerita dalam drama.

Sebagai salah satu karya jenis karya sastra, naskah sebuah drama dibangun oleh

strfisik yang berupa bahasa, dan struktur batin yang berupa semantik atau makna.

Pada umumnya, naskah-naskah drama dibagi ke dalam babak-babak.

Babak adalah bagian dari naskah drama yang merangkum semua peristiwa

yang terjadi di suatu tempat pada urutan waktu tertentu. Suatu babak biasanya

dibagi lagi ke dalam adegan. Adegan adalah peristiwa berhubung datangnya

atau perginya seseorang atau lebih tokoh cerita ke atas pentas. Sumardjo dan

Saini (dalam Wicaksono, 2014:110) menjelaskan bahwa “Drama yang terdiri

dari tiga atau lima babak disebut drama panjang, sedangkan kalau drama itu

terdiri dari satu babak disebut drama pendek atau sering disebut drama satu

babak”.
10

2.2 Jenis-Jenis Drama

Ada beberapa jenis drama tergantung dasar yang digunakannya. Dasar

yang digunakan pun bermacam-macam. Ada tiga dasar yaitu berdasarkan

penyajian lakon, berdasarkan sarana dan berdasarkan keberadaan naskah.

1. Berdasarkan Penyajian Lakon

Menurut Wiyanto (2002:7).

a. Tragedi

tragedi adalah drma penuh kesedihan karena pelaku utama dari awal

sampai akhir pertunjukan selalu sia-sia (gagal) dalam memperjuangkan

nasibnya yang jelek. Ujung cerita berakhir dengan kedukaan yang

mendalam karena maut menjemput tokoh utama. Oleh karena itu, tak

jarang penonton ikut merasa sedih bahkan juga dapat menangis.

b. Komedi

Komedi atau suka cerita adalah drama penggeli hati. Drama ini penuh

kelucuan yang menimbulkan tawa penonton. Sebagian orang

mengatakan bahwa komedi adalah drama gelak. Meskipun demikian,

sama sekali bukan bukan komedi bukan lawak. Komedia tetap

menuntut nilai-nilai drama. Gelak tawa penonton dibangkitkan dengan

kata-kata. sering mengandung sindiran dan kritik kepada anggota

masyarakat tertentu. Karena itu, bahan yang digunakan diambil dari

kejadian-kejadian yang ada dalam masyarakat.

c. Tragekomedi

tragekomedi adalah perpaduan antara drama tragedi dan komedi. Isi

lakon penuh kesedihan, tetapi juga mengandung hal-hal yang


11

menggembirakan dan menggelikan hati. Sedih dan gembira silih

berganti. Kadang-kadang penonton larut dalam kesedihan, kadang-

kadang tertawa terbahak-bahak sebagai wujud rasa geli dan gembira.

d. Opera

Opera adalah drama yang dialognya dinyanyikan dengan diiringi

musik. Lagu yang dinyanyikan pemain satu berbeda dengan lagu yang

dinyanyikan pemain lain, demikian pula irama musik pengiringnya.

Drama jenis ini memang mengutamakan nyanyian dan musik,

sedangkan lakonnya hanya sebagai sarana. Opera yang pendek

namanya operet

e. Melodrama

Melodrama adalah drama yang dialognya diucapakan dengan iringan

melodi atau musik. Tentu saja cara mengucapkannya sesuai dengan

pengiringnya. Bahkan kadang-kadang pemain tidak berbicara apa-apa.

f. Farce

farce adalah drama yang menyerupai dagelan, tetapi tidak sepenuhnya

dagelan. Ceritanya berpola komedi, demikian pula gelak tawa yang

dimunculkan lewat kata dan perbuatan. Yang ditonjolkan dalam drama

ini adalah kelucuan yang mengundang gelak tawa agar penonton

merasa senang.

g. Tablo

Tablo adalah jenis drama yang mengutamakan gerak. Para pemainnya

tidak mengucapkan dialog, tetapi hanya melakukan gerakan-gerakan

itu. Bunyi-bunyian pengiring (bukan musik) untuk memperkuat kesan


12

gerakan-gerakan yang dilakukan pemain. Jadi, yang ditonjolkan dalam

drama jenis ini kekuatan akting para pemain.

h. Sendratari

Sendratari adalah gabungan antara seni drama dan seni tari. Para

pemain adalah penari-penari berbakat. Rangkaian peristiwa

diwujudkan dalam bentuk tari yang diiringi musik. Tidak ada dialog,

kadang-kadang dibantu narasi singkat agar penonton mengetahui

peristiwa yang sedang dipentaskan. Drama ini memang lebih

mengutamakan tari daripada ceritanya, cerita yang digunakan hanya

sebagai sarana.

2. Berdasarkan Sarana

Menurut (Wiyanto 2002:9).

a. Drama panggung dimainkan oleh para aktor di panggung pertunjukan.

Penonton berada di sekitar panggung dan dapat menikmati secara

langsung dengan cara melihat perbuatan para aktor, mendengarkan

dialog, bahkan dapat meraba kalau mau dan boleh.

b. Drama Radio

Drama radio tidak bisa dilihat dan diraba, tetapi hanya bisa

didengarkan oleh penikmat. Berbeda dengan drama panggung yang

bisa ditonton saat dimainkan, drama radio dapat disiarkan langsung

dan dapat direkam dulu lalu disiarkan pada waktu yang diklehendaki.

Bila mau, dapat pula disiarkan berulang-ulang.


13

c. Drama Televisi

Drama televisi dapat didengar dan dilihat (meskipun hanya gambar).

Hamper sama dengan drama panggung, hanya bedanya, drama televisi

tak dapat diraba. Drama televisi dapat disiarkan secara lansung , dapat

pula direkam dulu ditayangkan kapan saja sesuai dengan program mata

televisi.

d. Drama Film

Drama film hampir sama dengan drama televise. Bedanya, drama film

menggunakan layar lebar dan biasanya dipertunjukkan di bioskop dan

penontonnya berduyun-duyun pergi ke bioskop. Namun, drama film

dapat juga ditayangkan dari studio televise sehingga penonton dapat

menikmati dirumah masing-masing.

e. Drama Wayang

Ciri khas tontonan drama adalah ada cerita dan dialog. Karena itu,

semua bentuk tontonan yeng mengandung cerita disebut drama,

termasuk tontonan wayang kulit (jawa) atau wayang golek (sunda).

Para tokoh digambarkan oleh wayang atau golek (boneka kecil) yang

dimainkan oleh dalang.

f. Drama Boneka

Drama boneka hampir sama dengan wayang. Bedanya, dalam drama

boneka para tokoh digambarkan dengan boneka yang dimainkan oleh

beberapa orang. Bahkan, kalau bonekanya besar (di dalamnya ada

orang) boneka itu dapat bermain sendiri tanpa dimainkan dalang.


14

3. Berdasarkan Ada dan Tidaknya Naskah

a. Drama tradisional adalah tontonan drama yang tidak menggunakan

naskah. Kalau toh ada naskah, naskah itu berupa kerangka cerita dan

beberapa catatan yang berkaitan dengan permainan drama. Watak

tokoh, dialog dan gerak geriknya diserahkan sepenuhnya kepada

pemain. Dengan cara seperti ini resiko gagal tentu ada sangat besar.

Resiko gagal itu menjadi kecil kalau para pemainnya sudah banyak

pengalaman. Ketoprak (Jawa Tengah), ludruk (Jawa Timur) dan

lenong (Betawi) adalah contoh drama tradisional.

b. Drama modern menggunakan naskah. Naskah yang berisi dialog dan

perbuatan para pemain tersebut benar-benar diterapkan. Artinya,

pemain menghafalkan dialog dan berbuat atau melakukan gerak-gerik

seperti yang ditulis dalam naskah. Dialog yang sudah dihafalkan itu

lalu dicobakan dalam praktik, disertai gerak-gerik seperti yang

dikehendaki dalam naskah. Para pemain berlatih berulang-ulang

sampai bener-bener bisa memerankan dengan penuh penjiwaan tokoh

yang diperaninnya.

2.3 Unsur-Unsur yang Membangun Naskah Drama

Naskah drama disebut juga drama naskah atau sastra lakon. Unsur yang

membangunnya berkaitan dengan unsur yang membangun drama sebagai karya

sastra. Struktur naskah drama mendasarkan analisisnya pada dua unsur pokok,

yaitu alur atau plot dan tokoh. Unsur-unsur pokok tersebut didukung oleh unsur-

unsur lain yaitu tema sebagai dasar cerita, latar,amanat, dialog, dan teks samping.
15

Luxemburg (dalam Dimas Anugrah, 2016) menyatakan bahwa “unsur-

unsur drama adalah dialog, perwatakan, jangkauan ruang dan waktu, peristiwa dan

alur”. Dalam pembagian jangkauan ruang dan waktu dapat disamakan dengan

latar, sedangkan peristiwa dapat dimasukkan ke dalam unsur alur.

Menurut Waluyo (2006) drama naskah disebut juga sastra lakon. Sebagai

salah satu genre sastra, drama naskah dibangun oleh struktur fisik (kebahasaan)

dan struktur batin (semantic,makna). Wujud fisik sbuah naskah adlah dialog atau

ragam tutur. ragam tutur itu adalah ragam sastra.

Drama sebagai karya sastra ada yang menyebutnya sebagai drama naskah,

yakni sebagai salah satu jensi karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang

didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan dipentaskan. Menurut

waluyo (2006), unsur yang membangunnya adalah:

2.3.1 Alur/Plot

Istilah lain yang digunakan untuk plot atau kerangka cerita adlah alur.

Secara sederhana, plot atau alut dikatakan sebagai rangkaian atau urutan peristiwa

dalam cerita.

Tentang alur Nurgiyantoro (2015) mengungkapkan bahwa untuk

mengetahui wujud struktur sebuah karya, diperlukan kerja analisi. Dari sinilah

kita dapat mendeskripsikan plot (alur) suatu karya, kesamaan dan perbedaam

karya yamg lain. Alur dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis sudut yang

berbeda berdasarkan sudut tinjauan atau kriteria yang berbeda pula berdasarkan

dari kriteria urutan waktu, jumlah, dan kepadatan.

“plot atau alur lurus, (progresif), yaitu jika peristiwa-peristiwa yang


dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa pertama diikuti oleh
(atau: menyebabkan terjadinya) peristiwa yang kemudian. Naskah yang
16

menggunakan alur ini secara runtun cerita dimulai dari tahap awal sampai
penyelesaian (penyesuaian, pengenalan, klimaks, dan akhir penyelesaian).
“Selanjutnya, Plot atau alur Sorot Balik (flash-back) urutan kejadian yang
dikisahkan dalam karya yang berplot regresif tidak bersifat tidak
kronologis, cerita tidak dimulai pada tahap awal (yang benar-benar
merupakan awal cerita secara logika), melainkan dari tahap tengah atau
bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Karya
yang berplot jenis ini, dengan demikian langsing menyuguhkan adegan-
adegan konflik, bahkan barangkali konflik yang telah meruncing.
Pembaca, belum lagi dibawa masuk mengetahui situasi dan pemasalahan
yang menyebabkan terjadinya konflik dan pertentangan itu. Yang
kesemuanya itu dikisahkan justru sesudah peristiwa-peristiwa yang secara
kronologis terjadi sesudahnya. Alur sebuah karya yang langsung
menghadapkan pembaca adegan-adegan konflik yang sudah meninggi,
langsung menerjunkan pembaca ketengah pusat pertentangan di sebut
sebagai plot in median res”
“Plot atau alur campuran. Secara mutlak berplot lurus kronologisny atau
sebaliknya sorot-balik. Secara garis besar plot mungkin progresif, tetapi
dalamnya betapapun kejadiannya, sering terdapat adegan-adegan sorot-
balik. Demikian pula sebaliknya. Bahkan sebenarnya, boleh dikatakan tak
mungkin ada sebuah cerita pun yang mutlak Flash-back. Hal itu
disebabkan jika demikian terjadi, pembaca akan sangat sulit untuk
dikatakan tidak bisa, mengikuti kisah yang diceritakan yang secara terus-
menerus dilakukan secara mundur. Pengkategorian plot sebuah karya
progresif atau flash-back, sebenarnya, lebih didasarkan pada mana yang
lebih menonjol. Hal itu disebabkan pada kenyataan pada umumnya
mengandung keduanya, atau berplot campuran; progresif-regresif. Untuk
mengetahui secara pasti kelompok peristiw (yang mendukung satu
kesatuan makna) yang tergolong progresif-kronologis atau soro-balik, kita
dapat melihat secara sintakmatik dan prakdigmatik semua peristiwa (motif
dan sekuen untuk istilah tersebut) yang ada dengan mengjajarkan
keduanya. Di samping itu kita dapat mencari dan mengetahui bagaiman
saling kaitan antar kejadian yang dikisahkan.”

Alur merupakan rentetan peristiwa dalam cerita atau kerangka dari awal

hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara tokoh yang berperan dalam

naskah. Konflik berkembang karena kontradiksi para pelaku. Sifat tokoh utama itu

bertentangan, misalnya: kebaikan kontra kejahatan, tokoh sopan kontra tokoh

brutal, tokoh pembela kebenaran kontra bandit, dan sebagainya. Konflik semakin
17

lama semakin meningkat untuk kemudian mencapai titik klimaks. Setelah klimaks

lakon akan menuju penyelesaian.

Alur dalam drama tidak diceritakan seperti halnya dalam novel, melainkan

didialogkan oleh tokoh-tokoh yang terdapat di dalam cerita. Alur merupakan

rangkain beberap konflik yang dramatic. Rangkaian tersebut oleh Waluyo dibagi

menjadi lima bagian, yaitu Ekspotition atau pelukisan awal cerita, Komplikasi

atau pertikaian awal, Klimaks atau titik puncak cerita, Resolusi atau penyelesaian,

Catastrophe atau Deneounment atau keputusan

Waluyo (2002:8-12) mengemukakan lima bagian alur sebagai berikut:

(1) Dalam ekspotition pembaca diperkenalkan dengan tokoh-tokoh dengan

watak masing-masing, latar cerita dan suasana cerita. Perkenalan ini

disajikan dalam bentuk dialog dan teks samping.

(2) Dari ekspotition terjai pertentangan-pertentangan antar tokoh. Konflik

mulai menanjak (keadaan mulai memnucak).

(3) Klimaks atau Titik PPuncak Cerita (Peristiwa-peristiwa mencapai puncak).

(4) Resolusi atau Penyelesain (Konflik mulai menurun atau mereda menuju

pemecahan)

(5) Catatsrophe atau Denoument atau Keputusan (Pengarang memberikan

pemecahan soal dari semua peristiwa)

2.3.2 Tokoh

Tokoh merupakan bagian penting dalam drama. Tanpa adanya tokoh cerita

tidak berjalan dan tidak akan terbentuk konflik-konflik. Konflik ini hanya

mungkin diciptakan oleh tokoh-tokoh yang mempunyai karakter berlainan. Peran


18

tokoh akan berarti apabila penempatannya selaras dengan suasana yang

dikehendaki. Sumardjo dan saini (dalam Ahmad Yani:2012) Menyatakan :

“Cerita yang disajikan dalam sastra drama, walau kadang-kadang dialami


oleh binatang atau mahluk lain, umumnya dialami oleh tokoh-tokoh cerita
yang berupa manusia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tokoh
cerita adalah orang yang mengambil bagian dan mengalami peristiwa-
peristiwa yang digambarkan dalam plot”.

Tokoh dalam drama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis.

Waluyo (2006:14) mengemukakan bahwa tokoh dapat dibagi berdasarkan

peranannya dalam jalan cerita. Pembagian tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tokoh Protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. Biasanya ada satu

atau dua figure tokoh yang protagonist utama yang dibantu oleh tokoh-tokoh

lainnya yang terlibat sebagai pendukung cerita.

b. Tokoh Antagonis, yaitu tokoh yang penentang dalam cerita yang juga dibantu

oleh beberapa tokoh lain yang ikut menentang cerita.

c. Tokoh Tritagonis, yaitu tokoh pembantu, yang menengahi pertentangan

antara tokoh protagonis dan antagonis.

Berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya adalah sebagai

berikut:

a. Tokoh Sentral, yaitu tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Tokoh ini

merupakan biang keladi pertikaian. Dalam hal ini tokoh sentral adalah tokoh

protagonis dan tokoh sentral.

b. Tokoh Utama, yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral. Dapat

juga sebagai medium atau perantara tokoh sentral. Dalam hal ini adalah tokoh

tritagonis.
19

c. Tokoh pembantu, yaitu tokoh yang memegang peran pelengkap atau

tambahan dalam cerita.

Tokoh dalam drama berkaitan dengan nama, usia, jenis kelamin, tipe fisik,

jabatan, dan keadaan jiwanya.Tokoh-tokoh dalam naskah drama hadir sebagai

seseorang yang berjati diri yang kualitasnya tidak semata-mata berkaitan dengan

ciri fisik, melainkan terlebih berwujud kualitas nonfisik. Tokoh dalam cerita

bersifat fiktif. Meskipun demikian, agar kehadirannya dapat diterima pembaca,

tokoh hendaknya tidak perlu asing bagi pembaca tetapi harus disadari pula bahwa

tokoh dalam cerita rekaan tidak sama persis dengan manusia pada dunia nyata.

Tokoh cerita rekaan tidak sepenuhnya bebas. Ia merupakan bagian dari suatu

keutuhan artistic, yakni karya sastra. Untuk mengetahui karakter seseorang tokoh

kita harus membaca cerita dengan penuh penghayatan dan penuh perhatian.

Tokoh-tokoh memiliki watak. Watak tokoh memungkinkan terjadi

pertentangan atau pertikaian antar tokoh hingga berkembang mencapai klimaks.

Tokoh harus memiliki watak yang kuat dan antara tokoh protagonos dan tokoh

antagonis harus kontradiktif antar keduanya. Dapat juga memiliki kepentingan

yang sama, saling berebut sesuatu, saling bersaing dan sebagainya.

2.3.3 Setting atau Latar

“Latar atau tempat kejadian cerita sering pula disebut sebagai latar

cerita/setting. Setting biasanya meliputi 3 dimensi, yaitu tempat, ruang, dan

waktu” (waluyo,2006:23). Artinya bukan hanya menunjukan tempat kejadian dan

kapan kejadiannya. Semi (dalam Rokhmansyah,2014:38) menjelaskan setting

adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi.


20

Latar dalam arti yang lengkap meliputi aspek ruang dan waktu terjadinya

peristiwa, serta aspek suasana

1. Latar Tempat

Latar tempat menggambarkan lokasi terjadinya peristiwa dalam lakon.

Menurut Nurgiyantoro (2015) latar tempat menyaran pada lokasi

terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu harus

mencerminkan dan tidak bertentangan dengan sifat dan kondisi

geografis tempat yang bersangkutan.

2. Latar Waktu

Menurut Nurgiyantoro (2015). Latar waktu berhubungan dengan

masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam

sebuah karya fiksi. Seperti malam hari, siang hari, subuh, atau sore hari.

Kadang tanggal yang disebutkan dalam cerita juga dapat dijadikan

aspek waktu dalam latar,

3. Latar Suasana atau Sosial

Aspek suasana menggambarkan kondisi atau situasi saat terjadinya

adegan atau konflik. Seperti suasana gembira, sedih, tragsi, tegang, dan

lain sebagainya. Menurut Nurgiyantoro (2015) latar sosial mengarah

pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial

masyrakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Kehidupan sosial ini dapat mencakup adat istiadat, tradisi, keyakinan,

pandangan hidup, dan lain sebaginya.


21

Hasanuddin (2015:94) menyatakan “Latar dan ruang di dalam


drama memperjelas pembaca untuk mengidentifikasi permasalahan
drama”.

2.3.4 Tema

Tema dan amanat dapat dirumuskan berbagai peristiwa, penokohan, dan

latar. Tema adalah inti permasalahan yang hendak dikemukakan pengarang dalam

karyanya. Oleh karena itu, tema merupakan hasil konklusi dari berbagai peristiwa

yang terkait dengan penokohan dan latar. “Dalam sebuah drama terdapat banyak

peristiwa yang masing-masing mengemban permasalahan, tetapi hanya ada sebuah

tema sebagai intisari dari permasalahan-permasalahan tersebut” (Hasanuddin,

2015:103).

“Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjadi

dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok

permasalahan dalam cerita. Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung

dalam drama. Tema berhubungan dengan premis dari drama tersebut yang

berhubungan pula dengan nada dasar dari sebuah drama dan sudut pandang

dikemukakan oleh pengarangnya” (Waluyo, 2006:24).

Sejalan dengan pendapat tersebut, bahwa tema adalah ide sebuah cerita

yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca, baik secara langsung tersurat

atau tersamar atau tersembunyi.

Dari berbagai uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tema

merupakan ide atau gagasan pokok yang terandung dalam suatu karya sastra.
22

2.3.5 Amanat

Amanat adalah suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh

pengarang. Amanat dapat terlihat di dalam tingkah laku tokoh. Melalu cerita,

sikap, dan tingkah laku tokoh diharapkan pembaca dapat mengambil hikmah dari

pesan-pesan moral yang disampaikan. Penonton atau pembaca harus

menyimpulkan sendiri pesan moral yang diperoleh dari membaca naskah atau

menonton drama. Amanat merupakan pesan yang akan disampaikan pengarang

kepada penonton atau pembaca drama (Wiyanto,2002:24).

Amanat adalah pesan yang hendak disampaikan oleh pengarangnya melaui

karyanya. Amanat cerita pada dasarnyya tidak dapat keluar dari unsur yang

membangun suatu cerita. Ia erat kaitannya dengan tema cerita. Bila tem cerita

merupakan persoalan yang dibahas dalam cerita, maka amanat cerita merupakan

jalan keluar dari persoalan-persoalan yang terdapat dalam cerita tersebut. Dapat

juga dikatakan amanat cerita adalah pesan, nasihat, ujaran dan nila-nilai yang

terkandung dalam cerita. Tema bersifat sangat lugas, objektif dan khusus,

sedangkan amanat bersifat kias, subjektif dan umum (Waluyo, 2006:29).

2.3.6 Dialog

Dialog adlah mimetik (tiruan) dari kehidupan keseharian. Dialog drama

ada yang realistis komunikatif, tetapi ada juga yang tidak realistis (estetik,

filosopis, dan simbolik). Diksi dialog disesuaikan dengan karakter tokoh cerita

(Alfian, 2014:42).

Sebagai ciri utama dalam drama, dialog dapat menentukan ciri drama

dalam keseluruhan. Ada dialog sengaja ditulis panjang-panjang, ada pula dialog
23

yang ditulis pendek-pendek. Warna dialognya pun macam-macam, ada yang

lugas, puitis, atau menggunakan dialek tertentu untuk membangun nilai estetis

tertentu. Di samping itu, karena tidak mempunyai narasi, naskah drama hanya

dapat diteliti melalui dialog-dialog. Oleh karena itu, dialog dalam naskah drama

merupakan sumber utama untuk menggali sumber informasi tekstual. Jalannya

(pelaksanaan pentas) juga akan memposisikan dialog menjadi sarana penting

dalam menjadikan naskah tertulis tersebut menjadi “terdengar” dan “teraba”.

Wiyanto (2002:13) mengemukakan pengertian dialog sebagai berikut:

Dialog adalah percakapan para pemain. Dialog memainkan peran yang


amat penting karena menjadi pengarang lakon drama. Artinya, jalan cerita
drama itu diektahui oleh penonton lewat dialog para pemainnya. Agar
dialog itu hambar, pengucapannya harus disertai penjiwaan emosional.
Selain itu, pelafalannya harus jelas dan cukup keras sehingga dapat
didengar semua penonton. Seseorang pemain yang berbisik, misalnya,
harus diupayakan agar bisikannya tetap dapat didengarkan penonton.

2.3.7 Petunjuk Teknis atau Teks Samping

Petunjuk teknis adalah rambu-rambu yang sengaja dicantumkan oleh

seorang penulis naskah drama sebagai penuntun penafsiran bagi siapa saja yang

ingin mementaskannya. Petunjuk teknis dalam naskah drama bisa berupa paparan

tentang adegan demi adegan, profil tokoh cerita, latar cerita (tempat adegan) tata

lampu, tata musik, tata panggung, dan daftar property yang harus disiapkan

Rokhmansyah (2014:43).

Waluyo (2006:30) mengatakan bahwa teks samping ini memberikan teknis

tentang tokoh, waktu, suasana penas, suara musik, keluar masuknya aktor atau

aktris, keras lembutnya dialog, warna suara, perasaan yang mendasari dialog, dan
24

sebagainya. Teks samping ini biasanya ditulis dengan tulisan berbeda dari dialog

(misalnya dengan huruf miring atau hruf besar semua).

Lebih lanjut lagi Waluyo (2006:30) mengemukakan bahwa teks samping

juga berguna sekali untuk memberikan petunjuk kapan actor harus diam,

pembicaraan pribadi, lama waktu sepi antar kedua pemain, jeda-jeda kecil atau

panjang, dan sebagainya. Petunjuk teknis yang lengkap akan mempermudah

sutradara dalam penafsiran naskah. Petunjuk watak usia, dan keadaan sosial

aktor/aktris akan membantu sutradara dalam menghayati watak secara total,

sehingga pemilihan aktor/aktris dapat lebih tepat.

Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa teks samping

atau petunjuk teknis adalah hal yang sangat terpenting dalam suatu karya sastra

khusunya drama. Teks samping merupakan petunjuk yang ditulis berbeda dari

dialog dengan hruf miring atau hruf besar.

2.4 Hubungan Antar Unsur

Unsur-unsur naskah drama dalam kerangka struktural tidak dapat berdiri

sendiri dalam membangun naskah drama. Unsur-unsur tersebut memiliki fungsi

dan saling berhubungan satu sama lain, sehingga menghasilkan naskah drama

yang utuh. Hubungan antarunsur tersebut yang menjadi inti dari analisis

struktural.Prinsip-prinsip antarhubungan dalam analisis karya satra, di satu pihak

mengarahkan peneliti agar secara terus-menerus memperhatikan setiap unsur

sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan unsur-unsur yang lain. Analisis

terhadap penokohan. Misalnya, tidak mungkin dilakukan secara terpisah dari

unsur-unsur yang lain. Dengan kalimat lain, penokohantidak dapat dipahami tanpa
25

menghubungkannya dengan unsur-unsur yang lain, seperti kejadian, latar, plot,

dan sebagainya (Ratna, 2018:80).

Analisis struktural naskah drama dilakukan dengan mengidentifikasi,

mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi

yang bersangkutan. “Pada dasarnya, analisis struktural memaparkan secermat

mungkin menghasilkan sebuah kemenyeluruhan” (Nurgiyantoro, 2015:60).

2.5 Pendekatan Struktural

Secara etimologis struktur berasal dari kata structure (Latin), berarti

bentuk, bangunan, sedangkan sistem berasal dari kata systema (Latin), berarti

cara. Struktururalisme berarti paham mengenai unur-unsur, yaitu struktur itu

sendiri, dengan mekanisme antarhubungannya, di satu pihak antarhubungan

unsur yang satu dengan unsur lainnya.

Pendekatan struktural sangat penting digunakan karena karya satra

merupakan sebuah struktur yang unsur-unsur pembentuknya saling erat

kaitannya satu dengan yang lain. Jadi, unsur-unsur pembentuk karya sastra tidak

dapat beridiri sendiri, tetapi saling terkait karena merupakan suatu sistem.

Pendekatan sturktural merupakan sarana untuk menganalisis unsur-unsur karya

sastra.

Secara definitive strukturalisme memberikan perhatian terhadap analisis

unsur-unsur yang berbeda. Dalam hubungan inilah karya sastra dikatakan sebagai

memiliki ciri-ciri yang khas, otonom, tidak bisa digeneralisasikan. Setiap penilaian

akan memeberikan hasil yang berbeda. Meskipun demikian perlu dikemukakan

unsur-unsur pokok yang terkandung dalam ketiga jenis karya, yaitu:


26

prosa, puisi dan drama. Unsur-unsur prosa di antaranya: tema, peristiwa atau

kejadian, latar atau setting, penokohan atau perwatakan, alur atau plot, sudut

pandang, dan gaya bahasa. Unsur-unsur puisi, di antaranya: tema, stilistika atau

gaya bahasa, imajinasi atau daya bayang, ritme atau irama, rima atau persajakan,

diksi atau pilihan kata, simbol, nada, dan enjambemen. Unsur-unsur drama, dalam

hubungan ini naskah drama, di antaranya: tema, dialog, perstiwa atau kejadian,

latar atau setting, penokohan atau perwatakan, alur atau plot, dan gaya bahasa

(Ratna, 2018:93).

Strukturalisme dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan kesusastraan

yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya yang

bersangkutan (Nurgiyantoro, 2015:59).Lebih lanjut dapat dikatakan dalam

penelitian struktural ini peneliti melakukan analisis struktur karya sastra yang

bertujuan membongkar secermat, seteliti, semendetail, dan semendalam mungkin

keterkaitan dan keterjalinan semua unsur-unsur karya sastra yang bersama-sama

menghasilkan makna yang menyeluruh.

Dari berbagai uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa struktural

dalam suatu karya sastra adalah suatu kesatuan unsur-unsur yang terkait satu sama

lain dan membentuk keseluruhan cerita. Oleh sebab itu, dibutuhkan analisis

struktural untuk merombak setiap unsur yang terdapat didalamnya, yang mana

analisis ini pada dasarnya dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan

mendeskripsikan fungsi dan hubungan intinsik, sehingga didapat pemahaman

menyeluruh dari sebuah karya sastra.


27

2.6 Kerangka Berpikir

Kerangka berpiir merupakan gambaran bagaimana penelitian ini akan

dilakukan. Kerangka berpikir dimaksudkan untuk menggambarkan secara jelas

bagaimana memahami dan mengkaji permasalahan yang diteliti. Analisis naskah

drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya silakukan dengan

analisis struktural, yaitu menganalisis struktur dan unsur-unsur yang membangun

naskah drama. Setelah unsur naskah drama dianalisis dilanjutkan dengan

menganalisis hubngan antar unsur tersebut dan hubungannya dengan

pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA.Rancangan atau desain penelitian dalam

penelitian ini sebagai berikut.

Analisis Struktural Naskah Drama Bila Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya

Dan Hubungannya Dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA

Pendekatan Struktural

Unsur-unsur yang
membangun naskah drama.

Hubungan Antar
Unsur Naskah Drama

Hubungan dengan Pembelajaran


Bahasa Indonesia di SMA

Simpulan
28

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Hal ini sesuai dengan

tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan unsur naskah drama dalam naskah Bila

Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya terbitan tahun 1970 dan

relevansinya terhadap pembelajaran drama di Sekolah Menengah Atas. Dalam hal

ini, metode deskriptif kualitatif lebih serasi digunakan dalam penelitian sastra

karena memaparkan objek yang alamiah atau natural (Sugiyono,2007:2).

3.2 Data dan Sumber Data

3.2.1 Data

Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik berupa fakta atau angka

(Arikunto,2006:18).Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang

menghasilkan data deskriptif, yaitu data yang berupa kata, frasa serta kalimat yang

merupakan informasi penting, penjelasan yang menyangkut unsur-unsur intrinsik

berupa alur, penokohan, latar dan tema yang terdapat dalam naskah drama Bila

Malam Bertambah Malam

3.2.2 Sumber Data

Sumber data ini adalah naskah drama Putu Wijaya yang berjudul Bila

Malam Bertambah Malam yang diterbitkan oleh Arefo Estrada pada Jun 04, 2011.

Terdiri dari 4 babak dengan jumlah 76 halaman. Di dalam link

id.scribd.com/doc/57068714/Naskah-Drama-Putu-Wijaya-Bila-Malam-

Bertambah- Malam

28
29

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Secara metodologis, penelitian ini termasuk ke dalam studi pustaka. Studi

pustaka merupakan teknik pengumpulan data dengan tinjauan ke perpustakaan

dan pengumpulan buku-buku, bahan-bahan tertulis serta referensi-referensi yang

relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Studi pustaka juga menjadi

bagian yang penting difokuskan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan

unsur-unsur dan hubungan antarunsur serta relevansi naskah drama Bila Malam

Bertambah Malam karya Putu Wijaya.

Pengumpulan data sejalan dengan teori analisis konten atau analisis isi

yang dilakukang melalui penentuan satuan dan pencatatan. Penentuan satuan

(unitisasi) merupakan kegiatan memisah-misahkan data menjadi bagian-bagian

yang selanjutnya dapat dianalisis.

Langkah kerja yang dilakukan dalam pengumpulan data sesuai dengan

prosedur teori analisis konten dalam pengadaan data (Endraswara, 2008:162-164)

adalah sebagai berikut.

a. Penentuan Unit Analisis

Pengadaan data karya sastra, dilakukan melalui pembacaan secara cermat.

Peneliti membaca berulang-ulang keseluruhan naskah drama secara cermat

serta memberikan tanda pada kata, frasa, kalimat atau dialog yang

megandung unsur-unsur membangung naskah drama.

b. Pencatatan Data

Peneliti mencatat dan memisahkan bagian-bagian naskah drama yang

menentukan unsur-unsur struktur pada naskah drama.

c. Memasukkannya ke dalam daftar tabel.


30

3.4 Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ni adalah pendekatan

struktural yang terdapat dalam drama Bila Malam Bertambah Malam.

Pendekatan ini memandang dan menelaah sastra dari segi instrinsik yang

membangun karya sastra serta memperhatikan karya sastra sebagai satu system

tanda dengan menghubungan system tersebut dalam karya sastra itu sendiri

maupun juga dengan sistem yang ada di luarnya.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai

intrumen melakukan penelitian dengan pengamatan penuh terhadap analisi

struktural dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya

dan hubungannya dengan pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Peneliti dalam

penelitian ini menggunakan korpus. Korpus merupakan kumpulan dari beberapa

teks teori sebagai sumber penelitian ini. Korpus di dalam penelitian bahasa

digunakan untuk memberikan contoh-contoh yang autentik dan menguraikan

secara terperinci sesuatu aspek bahasa yang sebelumnya telah dibentuk oleh teori-

teori tertentu.
31

Tabel 3.1 Korpus Penelitian untuk Rumusan Masalah Pertama

Ada 7 unsur-unsur yang Kutipan Analisis

membangun naskah drama

menurut Waluyo (2006:30)

1. Alur

2. Tokoh, Penokohan dan

Perwatakan

3. Setting atau Latar

4. Tema

5. Amanat

6. Dialog

7. Petunjuk teknis atau Teks

Samping
32

Untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan hubungan antar unsur

dalam Bila Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya Tabel 3.2 Korpus Penelitian

untuk Rumusan Masalah Kedua

Kutipan Analisis
Kaitan antar unsur Bila Malam

Bertambah Malam Karya Putu

Wijaya

Hubungan antar unsur yang


membangun naskah drama Bila

Malam Bertambah Malam karya

Putu Wijaya (Tema, alur, tokoh

penokohan perwatakan, setting

atu latar, amanat, dialog dan teks

samping)

3.6 Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul dari naskah drama Bila Malam Bertambah Malam

Karya Putu Wijaya, kemudian dikaji berdasarkan konsep analisis data. Teknik

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data

model alir. Menurut Miles dan Huberman dalam Wijaya (2018:54) teknik ini

meliputi, data reaction (reduksi data), dan display (penyajian data), dan

conclusion drawing/verification (simpulan).


33

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam analisis data yaitu sebagai berikut.

1.) Reduksi data yang meliputi: identifikasi, klasifikasi, dan analisis. Langkah

ini peneliti lakukan dengan cara membaca keseluruhan isi naskah drama

Bila Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya kemudian

mengidentifikasi data yang telah terkumpul, lalu diklasifikasikan dengan

maksud untuk mendapatkan Unsur-unsur pembangun naskah drama

berupa alur, (tokoh,penokohan,perwatakan), latar, amanat, dialog,

petunjuk teknis/teks samping.

2.) Penyajian data. Setelah data ditandai, kemudian data disajikan dalam suatu

tabulasi. Data dideskripsikan sesuai strukturnya masing-masing dengan

memperhatikan teori-teori yang telah dijadikan acuan penelitian hal ini

dilakukan agar data(hasil) akhir penelitian menjadi valid.

3.) Penarikan kesimpulan atau verifikasi. Setelah data reduksi dan disajikan

serta dianalisis, barulah data mengenai Unsur-unsur pembangun naskah

drama berupa alur, (tokoh,penokohan,perwatakan), latar, amanat, dialog,

petunjuk teknis/teks samping serta hubungan antarunsur diperoleh dan

hubungannya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA.

3.7 Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data sangatlah penting dalam sebuah penelitian

kegunaannya adalah untuk kemantapan dan kebenaran data. Tujuannya adalah

agar data yang diteliti benar-benar dapat dipertanggung jawabkan dari segala

segi. Pengecekan keabsahan data menggunakan teknik triangulasi teori

Triangulasi teori dilakukan dengan cara memeriksa hasil penelitian dan


34

mencocokannya dengan teori tentang unsur-unsur yang membangun naskah

drama dan hubungan antar unsur struktural (Waluyo:2006)


35

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dalam Bab IV ini dikemukakan tentang hasil penelitian dan pembahasan

secara bersamaan yang dapat menjawab rumusan masalah. Artinya, hasil

penelitian dan pembahasan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Tujuan

penelitian adalah menganalisis dan mendeskripsikan (1) Unsur naskah drama Bila

Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya yang mencakup alur,

tokoh,penokohan dan perwatakan, setting atau latar, tema, amanat, dialog dan

petunjuk teknis.(2) Hubungan antar unsur yang membangun naskah naskah drama

Bila Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya. (3) Relevansinya terhadap

pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Unsur naskah drama Bila Malam Bertambah Malam Karya Putu

Wijaya

4.1.1.1 Alur

Alur merupakan rentetan peristiwa dalam cerita atau kerangka dari awal

hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara tokoh yang berperan dalam

naskah. Peristiwa-peristiwa tersebut dialami oleh tokoh-tokoh berdasarkan

hubungan sebab-akibat. Alur membawa cerita dari permulaan sampai

penyelesaian.

Dalam naskah drama alur diwujudkan dalam babak-babak, kemudian

dalam setiap babak terbagi menjadi adegan-adegan. Perbedaan babak berarti

perbedaan latar, baik waktu, tempat, maupun suasana. Babak-babak tersebut

35
36

dibagi menjadi adegan-adegan. Pergantian adegan ditandai dengan masuknya

tokoh lain dalam cerita, peristiwa yang berbeda dalam waktu yang sama, atau

karena kelanjutan suatu peristiwa yang tidak memerlukan pergantian llatar. Lebih

lanjut dipaparkan pembahasan mengenai alur naskah drama Bila Malam

Bertambah Malam karya Putu Wijaya.

Alur naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya

tergolong bentuk alur Maju, karena diceritakan scara runtut dari awal hingga

akhir. Alur ini dimulai dengan pengenalan situasi cerita, pengungkapan peristiwa,

menuju pada adanya konflik, puncak konflik, dan penyelesaian. Naskah drama

Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya terdiri dari 4 babak yang

diawali dengan pelukisan situasi. Unsur-unsur alur meliputi pada bagian pertama

cerita diawali dengan situasion atau pelukisan dan pengenalan kejadian yang

menceritakan permasalahan yang beruntun tak putus-putus menerpa.

Tahap pengenalan dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam

karya Putu Wijaya berupa pembuka. Pada pembuka terdapat teks samping yang

menerangkan malam di tempat kediaman gusti biang disempurnakan untuk tempat

tinggal. Adanya pengenalan latar cerita, dan munculnya tokoh Nyoman, Wayan

dan Gusti Biang.

Babak 2 merupakan tahap generating circumstances, disebut juga inciting

moment. Merupakan tahap pemunculan masalah atau peristiwa yang berpotensi

menimbulkan konflik. Pada naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya

Putu Wijaya terdapat pada saat Gusti Biang mengusir Nyoman kemudian Wayan

memberitahu Gusti Biang bahwa Nyoman adalah calon menantu dari ngurah.
37

WAYAN:

(MENGGELENG-GELENGKAN KEPALANYA DENGAN

KESAL) Nyoman Niti, Gusti Biang.

GUSTI BIANG:

Ya, Nyoman begundal itu, kenapa dia?

WAYAN:

“Gusti, nyoman adalah tunangan ngurah, calon menantu Gusti

Biang sendiri, berani sumpah, Nyoman adalah tunangan

Ngurah, Ratu Ngurah sendiri yang mengatakannya. “Aku akan

mengawini Nyoman Bape” katanya. “biar hatinya baik,

daripada…” biar dimakam leak demi apa saja! (BMBM hlm

39, dialog 217)

Cerita mengalir dari Nyoman yang akan meninggalkan bale megah itu.

Paparan mengenai Nyoman dilanjutkan dengan pengenalan tokoh Nyoman yang

terlahir di desa hidup miskin yang bukan keturunan bangsawan hanya seorang

pelayan. Gusti Biang sangat tidak menerima karena ia merupakan keturunan

ksatria kenceng. Keturunan raja-raja Bali yang tidak boleh dicemarkan oleh darah

sudra. Gusti Biang tidak perduli akan cinta baginya cinta-cinta hanya ada dalam

kidung-kidung Smarandanamu.

(GUSTI BIANG MEMBACA DEKAT LAMPU TEPLOK DAN WAYAN

MENDENGARKAN DENGAN TENANG)

GUSTI BIANG:
38

“ Swatiastu, ibunda tercinta… kalau aku nilang tadi,

kamu bilang sudah lima hari, apa saja yang aku

katakana kamu lawan! Dewa Ratu, dengarlah Wayan.

Betapa pinternya ia menghormati (MEMBACA LAGI)

dengan singkat ananda kabarkan bahwa ananda segera

pulang. Ananda telah merencanakan berunding dengan

ibu. Sudah masanya sekarang ananda menjelaskan

meskipun ananda belum menyelesaikan pelajaran,

bahkan mungkin ananda akan berhenti sekolah saja,

sebab tak ada lagi gunanya. ananda hendak menjelaskan

kepada ibu bahwa ananda tidak bisa lagi berpisah lebih

lama. Rahasia ini ananda sejak lama. Supaya ibu tidak

kaget nanti, akan saya terangkan bahwa ananda

bermaksud, ananda bermaksud…ananda bermaksud

(MENGULANG SAMBIL MENDEKATKAN LAMPU

TEPLOK) (BMBM hlm 41, dialog 234)

Dalam kutipan ini menjadi bukti untuk pengungkapan peristiwa yang

dikatakan Wayan itu bukanlah kebohongan semata tapi benar keinganan Ngurah

sendiri. Gusti Biang sangat tidak setuju dan marah terbukti dari dialog (240)

GUSTI BIANG:

Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Aku melarang keras,

Ngurah harus kawin dengan orang patut-patut. Sudah


39

kujodohkan sejak kecil dia dengan Sagung Rai. Sudah

kurundingkan pula dengan keluarganya di sana, kapan

hari baik untuk mengawinkannya. Dia tidak boleh

mendurhakai orang tua seperti itu. Apapun yang terjadi

dia harus terus menghargai martabat yang diturunkan

oleh leluhur-leluhur di puri ini. Tidak sembarang orang

dapat dilahirkan sebagai bangsawan. Kita harus benar-

benar menjaga martabat ini. Oh, aku akan malu sekali,

kalau dia mengotori nama baikku. Lebih baik aku mati

menggantung diri daripada menahan malu seperti ini.

Apa nanti kata Sagung Rai? Apa nanti kata keluarganya

kepadaku? Tidak, tidak! (BMBM hlm 43, dialog 240)

Pada babak ini mengungkapan tahap pemunculan masalah atau peristiwa

yang berpotensi menimbulkan konflik. Di mana Gusti Biang yang mengetahui niat

anaknya Ratu Ngurah untuk menikahi Nyoman tapi tentunya Gusti Biang tidak

setuju karena permasalahan tahta.

Pada babak ke 3 merupakan tahap rising action atau disebut peningkatan

konflik yang terdapat dalam cerita. Masalah-masalah yang mulai muncul

kekompleksannya. Tahap ini dimulai pada saat Ngurah pulang dari perantauan

kemudian menyadari bahwa Nyoman telah diusir oleh ibunya. Terjadi perdebatan

antara Biang dan Ngurah mengenai niat Ngurah yang akan menikahi Nyoman

Terlihat pada dialog. (BMBM hlm 54, dialog 312-316)


40

GUSTI BIANG :

Jawab saja dengan singkat. Benar kau mau

mengawininya? Jawab Ngurah. Jawab!

NGURAH :

Ya, titiang akan mengawininya.

GUSTI BIANG:

Ngurah! Kau sudah diguna-gunanya.

NGURAH :

Kami saling mencintai ibu.

GUSTI BIANG :

Cinta? Ibu dan ayahmu kawin tanpa cinta. Apa itu

cinta? Yang ada hanyalah kewajiban menghormati

leluhur yang telah menurunkanmu, menurunkan kita

semua di sini. Kau tak boleh kawin dengan dia,

betapapun kau menghendakinya. Aku telah menyediakan

orang yang patut untukmu. Jangan membuatku malu.

Ibu telah menjodohkan kau sejak kecil dengan Sagung

rai.

Gusti Biang terus menghasut Ngurah agar tidak melamar Nyoman dan

mengatakan bahwa Sagung Rai lah yang pantas untuk dinikahinya. Ngurah tetap

bersikeras mengatakan bahwa dia tidak merasa derajatnya lebih tinggi dari

siapapun. Gusti Biang merasa kehormatannya, kehormatan suaminya, kehormatan

Sagung Rai dan leluhur-leluhur di puri itu akan hancur dan Ngurah akan dikutuk.

(BMBM hlm 56-58, dialog 326-330)


41

GUSTI BIANG :

Dia tidak pantas menjadi istrimu! Dia tidak pantas

menjadi menantuku!

NGURAH:

Kenapa tidak ibu? Kenapa? Siapa yang menjadikan

Sagung Rai lebih pantas dari Nyoman untuk menjadi

istri? Karena derajatnya? Tiang tidak pernah merasa

derajat tiang lebih tinggi dari orang lain. Kalau toh

tiang dilahirkan di purian, itu justru menyebabkan tiang

harus berhati-hati. Harus pintar berkelakuan baik agar

bisa jadi teladan orang, yang lain omong kosong semua!

(GUSTI BIANG TERBELALAK DAN MENDEKAT)

Tiang sebenarnya pulang meminta restu dari ibu. Tapi

karena ibu menolaknya karena sola kasta, alasan yang

tidak sesuai lagi. Tiang akan menerima akibatnya

(GUSTI BIANG MENANGIS, NGURAH BERGULAT

DENGAN BATINNYA)

NGURAH:

Tiang akan kawin dengan Nyoman. Sekarang ini soal

kebangsawanan jangan di besar-besarkan lagi. Ibu

harus menyesuaikan diri, kalau tidak ibu akan

ditertawakan orang. Ibu ...


42

GUSTI BIANG:

Tinggalkan aku anak durhaka! Pergilah memeluk kaki

perempuan itu! Kau bukan anakku lagi! Leluhurmu akan

mengutukmu,kau akan ketulahan.

Pada babak ke 4 merupakan tahap climax, yaitu puncak dari keseluruhan

cerita,. Konflik yang ada mencapai puncak dan tidak dapat dibendung lagi.

Klimaks dalam naskah ini terjadi ketika Wayan hendak keluar rumah lalu

membwa bedil dan membongkar rahasia ayah Ngurah bahwa ayahnya bukanlah

seorang pahlawan lelaki sejati, melainkan seorang penghianat. Terdapat dalam

dialog:

WAYAN:

(DENGAN TEGAS)

“Tiang tahu semuanya, tu Ngurah. Sebab tiang yang

telah mendampinginya setiap saat dulu. Sejak kecil tiang

sepermainan dengan dia, seperti tu Ngurah dengan

Nyoman. Tiang tidak buta huruf seperti disangkanya.

Tiang bisa membaca dokumen-dokumen dan surat-surat

rahasia yang ada di meja kerjanya. Siapa yang

membocorkan gerakan Ciung Wanara di Marga dulu?

Nica-nica itu mengepung Ciung Wanara yang dipimpin

oleh pak Rai, menghujani dengan peluru dari berbagai

penjuru, bahkan dibom dari udara sehingga kawan-

kawan semua gugur. Siapa yang bertanggung jawab

atas kematian sembilan


43

puluh enam kawan-kawan yang berjuang habis-habisan

itu? Dalam perang puputan itu kita kehilangan Kapten

Sugianyar, kawan-kawan tiang yang paling baik, bahkan

kehilangan pak Rai sendiri. Dialah yang telah

berkhianat, dialah yang telah melaporkan gerakan itu

semua kepada Nica”.

Ngurah tidak percaya apa yang telah dikatakan oleh Wayan Ngurah

merasa nahwa Wayan telah menghina keluarganya, tapi Wayan dengan tegas tetap

menceritakan kebenarannya tentang ayahnya yang seorang penghianat.

NGURAH:

“Bape menghina keluarga saya”.

WAYAN:

“Bukan menghina tu Ngurah. Begitulah keadaannya.

Desa Marga menjadi saksi semua itu, hanya beliau

dilahirkan sebagai putra Bangsawan yang berpengaruh

serta dihormati karena jasa-jasa leluhur, dosa beliau

kepada pak Rai terhadap semua korban puputan itu

seperti dilupakan. Tetapi tiang sendiri tidak pernah

melupakannya. Bukan hanya seorang, banyak

penghianat-penghianat di bumi ini dianggap orang

sebagai pahlawan sedangkan yang benarbenar berjasa

dilupakan orang”.
44

NGURAH:

“Saya tak senang dengan cara-cara bape ini, diam-diam

menjadi musuh dalam selimut. Susah payah saya

memperbaiki nama baik keluarga. Sekarang bape

hendak menodainya. Mencari-cari kesalahan memang

gampang bape. Bape lupa, besar jasa ayah saya kepada

perjuangan. Sayang beliau sudah meninggal. Kalau

tidak, Ia akan menjelaskannya. Tarik kata-kata bape”.

Ngurah masih tidak percaya dan mengusir Wayan namun sebelum pergi

Wayan bersikeras ingin bedil itu dikembalikan padanya, Ngurah pun ingin bukti

dari apa yang telah Wayan katakana sedangkan Gusti Biang selalu membantah

setiap perkataan Wayan. Wayanlah sebagai gerilya yang menembak mati

Ayahnya yang telah berhianat terhadap Nica. Dan pada akhirnya Wayan pun

mengungkapkan semua kebohongan yang sudah bertahun-tahun ditutupi oleh

Gusti Biang bahwa ayahnya seorang wandu dan Ngurah bukanlah anak dari

ayahnya melainkan dari Wayan. Terbukti pada dialog 408-409.

WAYAN:

“Diam! Diam! Sudah waktunya menerangkan semua ini

sekarang. Dia sudah cukup tua untuk tahu. (Kepada

Ngurah) Ngurah, Ngurah mungkin mengira ayah

Ngurah yang sejati, sebab dia suami sah ibu Ngurah.

Tapi dia bukanlah seorang


45

pejuang.Dia seorang penjilat, musuh gerilya. Dia

bukan lelaki jantan, dia seorang wandu. Dia memiliki

lima belas orang istri, tapi itu hanya untuk menutupi

kewanduannya. Kalau dia harus melakukan tugas

sebagai seorang suami, tianglah yang sebagian besar

melakukannya. Tapi semua itu menjadi

rahasia...sampai...Kau lahir,Ngurah,dan menganggap

dia sebagai ayahmu yang sebenarnya. Coba tanyakan

kepada ibu Ngurah, siapa sebenarnya ayah Ngurah

yang sejati”.

(NGURAH TAK PERCAYA DAN MENGHAMPIRI

IBUNYA YANG SEDANG MENANGIS)

WAYAN:

“Dia pura-pura saja tidak tahu siapa laki-laki yang

selalu tidur dengan dia.Sebab sesungguhnya kami

saling mencintai sejak kecil,sampai tua bangka ini.

Hanya kesombongann ya terhadap martabat

kebangsawana nnya menyebabkan dia menolakku, lalu

dia kawin dengan bangsawan, penghianat itu, semata-

mata hanya soal kasta. Meninggalkan tiang

yang tetap mengharapkannya Tiang bisa

ditinggalkannya, sedangkan cinta itu semakin

mendalam”.

Ngurah sangat bingung dia terus bertanya dan berteriak kepada Wayan
46

dan Gusti Biang tetapi Gusti Biang hanya terus menagis. Wayan menjelaskan

mengapa dia masih bertahan di bale ini.

WAYAN:

“Tiang menghamba di sini karena cint tiang kepadanya.

Seperti cinta Ngurah kepada Nyoman.

Tiang tidak pernah kawin seumur hidup dan orang-


oran selalu menganggap tiang gila, pikun, tuli,hidup.

Cuma tiang sendiri yang tahu, semua itu tiang

lakukan dengan sengaja untuk melupakan kesedihan,

kehilangan masa muda yang tak bisa dibeli lagi.

(MEMANDANG NGURAH DENGAN LEMBUT. TAPI

TIBA-TIBA IA TERINGAT SESUATU DAN

KEMUDIAN BERKATA) Tidak. Ngurah tidak boleh

kehilangan masa muda seperti bape hanya karena

perbedaan kasta. Kejarlah perempuan itu, jangan-

jangan dia mendapatkan halangan di jalan. Dia pasti

tidak akan berani pulang malam-malam begini.

Mungkin dia bermalam di dauh pala di rumah

temannya. Bape akan mengurus ibumu. Pergilah cepat,

kejar dia sebelum terlambat.

(TANPA MENOLEH NGURAH MENINGGALKAN

TEMPAT)

Tahap denocement, yaitu tahap penyelesaian konflik yang timbul.

Penyelesaian dalam naskah ini dimulai pada saat Gusti Biang mulai
47

menyadari kesalahannya Gusti Biang sudah berhenti menangis, ia merasa sangat

malu menatap Wayan. Selain itu Gusti Biang memustuskan mengizinkan Ngurah

mempersunting Nyoman. (BMBM hlm 74-75, dialog 417-422).

GUSTI BIANG:

(KEMALU-MALUAN) “Kenapa kau ceritakan semua

itu padanya”.

WAYAN:

“Waktu telah tiba, dia sudah cukup dewasa untuk

mengetahuinya”.

GUSTI BIANG:

“Kau menyebabkan aku sangat malu”.

(GUSTI BIANG TERTUNDUK DAN WAYAN

MENGHAPUS AIR MATANYA)

WAYAN:

“Kenapa Ngurah dicegah kawin? Kita sudah cukup

menderita karena perbedaan kasta ini. Sekarang sudah

waktunya pemuda-pemuda bertindak. Dunia sekarang

sudah berubah. Orang harus menghargai satu sama lain

tanpa membeda-bedakan lagi, bagaimana Gusti

Biang?”
48

GUSTI BIANG:

(SAMBIL MENGHAPUS AIR MATANYA) “Aku

tidak akan mencegahnya lagi. Kita akan

mengawinkannya, (dengan manja) “tapi jangan

ceritakan lagi tentang yang dulu-dulu. Aku

sangat malu”.

WAYAN :

(TERSENYUM) “Kalau begitu Wayan tidak jadi pergi.

Wayan akan menjagamu Sagung Mirah, sampai kita

berdua sama-sama mati dan di atas kuburan kita, anak-

anak itu berumah tangga dengan baik. Sagung Mirah ..

4.1.1.2 Tokoh

Pada jalinan naskah drama Bila Malam Bertambah Malam, terdapat dua

tokoh sebagi tokoh proyagonis. Tokoh-tokoh tersebut adalah Wayan dan Nyoman.

Dalam cerita tokoh Wayan lebih dominan membawa perkembagan cerita. Namun,

kedua tokoh tersebut masing-masing memiliki misi cerita sendiri yang ingin

disampaikan dan saling mempengaruhi sehingga keduanya pada posisi protagonis.

Wayan membawa misi mengungkapkan kebenaran, menyampaikan dan

menggambarkan kejahatan masa lalu yang sampai sekarang belum terungkap.

Sedangkan Nyoman lebih terfokus pada sisi percintaan dan ketulusannya dalam

mengerjakan sesuatu.

Tokoh antagonis naskah drama Bila Malam Bertambah Malam adalah

Gusti Biang. kehadiran Gusti Biang dalam cerita inilah yang menentang keinginan
49

tokoh protagonis dan tritagonis untuk menyatukan cinta mereka. Gusti Biang

merupakan tokoh yang menimbulkan konflik cerita. Tokoh Gusti Biang

merupakan satu-satunya menentang dalam jalan cerita ini. Tokoh tritagonis

naskah drama Bila Malam Bertambah Malam adalah Ratu Ngurah.

Berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya, maka:

Tokoh sentral dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam adalah Gusti

Biang dan Nyoman. Mereka merupakan proses perputaran lakon. Gerak lakon

mereka merupakan biang keladi pertikaian. Dalam hal ini tokoh sentral adalah

tokoh protagonist dan tokoh antagonis. Tokoh utama, yaitu tokoh pendukung atau

penentang tokoh sentral. Dapat juga sebagai medium atau perantara tokoh sentral.

Dalam hal ini adalah tokoh tritagonis, dalam cerita naskah drama Bila Malam

Bertambah Malam tokoh utama adalah Ratu Ngurah. Sedangkan tokoh pembantu,

yaitu tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rangkai

cerita. Kehadiran tokoh pembantu menurut kebutuhan cerita, dalam cerita naskah

drama Bila Malam Bertambah Malam tokoh pembantu adalah Wayan.

Tokoh-tokoh memiliki watak. Watak tokoh memungkinkan terjadi

pertentangan atau pertikaian antar tokoh hingga berkembang mencapai klimaks.

Tokoh harus memiliki watak yang kuat dan antara tokoh protagonist dan tokoh

antagonis harus kontradiktif antar keduanya. Dapat juga memiliki kepentingan

yang sama, saling berebut sesuatu, saling bersaing dan sebagainya

(waluyo,2002:17-18).

Watak tokoh digambarkan dalam tiga dimensi, yaitu: Dimensi fisik.

Dimensi psikis, dan dimensi sosial. Keadaan fisik tokoh meliputi: umur, jenis

kelamin, ciri-ciri tubuh, cacat jasminah, ciri khas yang menonjol, suku, bangsa,
50

raut muka, kesukaan, tinggi/pendek, kurus/gemuk, suara dan lain-lain yang

berkenaan dengan fisik tokoh. Keadaan Psikis tokoh meliputi: watak, kegemaran,

mentalitas, standar moral, tempramen, ambisi, kompleks psikologis yang dialami,

dan sebagainya yang berkenaan dengan aspek kejiwaaan tokoh. Keadaan

sosiologis tokoh meliputi: jabatan, pekerjaan, kelas sosial, ras, agama, ideology

dan sebagainya. Keadaan sosiologis akan berpengaruh terhadap perilaku tokoh.

Gusti Biang adalah sosok seorang janda yang sombong dan

membanggakan kebangsawanannya. Dia juga merupakan tokoh pemeran utama

dalam drama ini, di mana menjadi fokus dari tokoh-tokoh lainnya dan setiap kali

muncul dalam pembicaraan. Gusti biang mempunyai watak keras, pemarah,

angkuh, dan egois. Dan dalam kehidupan sehari-harinya dia selalu marah-marah

terhadap kedua orang yang setia menemaninya. dan suka berpikiran negative.

Namun dia juga telah menuduh hartanya. Dengan sikapnya yang masih ingin

mempertahankan tatanan lama yang menjerat manusia berdasarkan kasta,

membuat dia sombong dan memandang rendah orang lain. Suka mengusir orang

dan juga pamrih. Adapun kutipan dialognya adalah sebagai berikut.

GUSTI BIANG: kutipan petunjuk teknis.“GUSTI BIANG NGOMEL

TERUS” GUSTI BIANG:

“Tidak, tidak. Aku tahu semua itu. Kalau aku menelan

semua obat-obatanmu itu, aku akan tidur seumur

hidupku, dan tidak akan bangun-bangun lagi, lalu good

bye. Lalu kau akan menggelapkan beras ke warung


51

Cina. Kau selamanya iri hati dan ingin

membencanaiku… kalau sampai aku mati karena

racunmu, Wayan akan menyeretmu ke pengadilan”.

(BMBM hlm 10, dialog 47)

GUSTI BIANG:

“Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Aku melarang keras,

Ngurah harus kawin dengan orang patut-patut. Sudah

kujodohkan sejak kecil dia dengan sanggung Rai. Sudah

kurindingkan pula dengan keluarganya di sana, kapan

hari baik untuk mengawinkannya. Dia tidak boleh

mendurhakai orang tua seperti itu. Apapun yang terjadi

dia harus terus menghargai martabat yng diturunkan

oleh leluhur-leluhur di puri ini. Tidak sembarang orang

dapat dilahirkan sebagai bangsawan. Kita harus benar-

benar menjaga martabat ini. Oh, aku akan malu sekali,

kalau dia mengotori nama baikku. Lebih baik aku mati

menggatung diri daripada menahan malu seperti ini.

Apa nanti kata Sagung Rai? Apa nanti kata keluarganya

kepadaku? Tidak, tidak! (Wanita itu menjerit dan

mendekati Wayan dengan beringas) kau, kau biang

keladi semua ini. Kau yang menghasut supaya mereka

bertunangan. Kau sakit gede! menantuku!”. (BMBM

hlm 43-44, dialog 240)


52

GUSTI BIANG:

“Dia tidak pantas menjadi istrimu! Dia tidak pantas

menjadi menantuku”. (BMBM hlm 56, dialog 326)

GUSTI BIANG:

“pergi! Pergi bangsat! Angkat barang-barangmu.

Tinggalkan rumah suamiku ini. Aku tak sudi memandang

mukamu! (MELEMPARI WAYAN DENGAN BOTOL).

(BMBM hlm 46, dialog 250)

GUSTI BIANG:

“Tinggalkan aku anak durhaka! Pergilah memeluk kaki

perempuan itu! Kau bukan anakku lagi!.. (BMBM hlm

50, dialog 330)

GUSTI BIANG:

“Nah, sekarang sebelum kau pergi, kau harus melunasi

hutangmu dulu.” (BMBM hlm 29, dialog 175)

Tokoh Wayan merupakan tokoh protagonist dalam cerita, wayan adalah

seoarng abdi Gusti Biang. ia juga seorang lelaki tua yang dulu pernah menjadi

ajudan dan teman seperjuangan almarhum suami Gusti Biang yang telah gugur

pada saat pertempuran melawan Belanda. Selain itu, Wayan juga sebagai seorang

penengah antara tokoh antagonis dan protagonist dalam jalannya sebuah cerita

yang berperan untuk mendamaikan dalam setiap persoalan. Wayan sehari-harinya

memiliki watak yang baik hati, setia, dan lucu. Dalam drama Bila Malam

Bertambah Malam ini Wayan sebagai sosok lelaki tua yang rela menjadi abdi
53

Gusti Biang karena rasa cintanya kepada Gusti Biang. Namun, ia juga lelaki yang

baik, penyayang, dan selalu membela kebenaran.

WAYAN:

“Maksud Gusti, Nyoman? (BMBM hlm 17, dialog 87)

GUSTI BIANG:

“Tua bangka, pukul dia sampai mati, putar lehernya.

Diam saja seperti kambing!”. (BMBM hlm 17, dialog

80)

WAYAN:

“ Gusti, Gusti, tidak ada kambing di sini!” (BMBM

hlm 17, dialog 91)

WAYAN :

“Baik aku akan pergi sekarang. Aku akan menyusul

Nyoman. Aku juga bosan di sini meladeni tingkah

lakumu. Tapi sebelum aku pergi aku akan jelaskan

tentang pahlawan gadungan itu. Gusti harus tahu..”

(BMBM hlm. 46. Dialog 251)

WAYAN:

“Tiang menghamba di sini karena cinta tiang

kepadanya. Seperti cinta Ngurah kepada Nyoman. Tiang

tidak pernah kawin seumur hidup dan orang-orang

selalu menganggap tiang gila, pikun, tuli, hidup. Cuma

tiang sendiri yang tahu, semua itu tiang


54

lakukan dengan sengaja untuk melupakan kesedihan,

kehilangan masa muda yang tak bisa dibeli lagi”.

(MEMANDANG NGURAH DENGAN LEMBUT. TAPI

TIBA-TIBA IA TERINGAT SESUATU DAN KEMUDIAN

BERKATA)

“Tidak. Ngurah tidak boleh kehilangan masa muda

seperti bape hanya karena perbedaan kasta. Kejarlah

perempuan itu, jangan-jangan dia mendapatkan

halangan di jalan. Dia pasti tidak akan berani pulang

malam-malam begini. Mungkin dia bermalam di dauh

pala di rumah temannya. Bape akan mengurus ibumu.

Pergilah cepat, kejar dia sebelum terlambat”.

(BMBM hlm 72. dialog 413)

WAYAN:

“kalau begitu Wayan tidak jadi pergi. Wayan akan

menjagamu, Sagung Mirah, sampai kita brdua sama-

sama mati dan di atas kuburan kita, anak-anak itu

berumah tangga dengan baik. Sagung Mirah”.. (BMBM,

hlm 754 dialog 422)

Tokoh Nyoman adalah seorang gadis desa yang selama kurang lebih 18

tahun mengabdi dan tinggal di puri Gusti Biang. selama itu pula kebutuhan

Nyoman tercukupi mulai dari pendidikannya dan kebutuhan sehari-harinya


55

oleh Gusti Biang. Nyoman Niti selalu setia melayani Gusti Biang, dia merawat

dengan baik dan tulus Gusti Biang, walaupun di dalam hati baiknya saat Gusti

Biang selalu menginjak-injak harga dirinya, hiangga dia tidak tahan dengan sikap

Gusti Biang dan pergi dari Puri terserbut. Terbukti, pada dialog:

NYOMAN:

“Gusti Biang, ini air daun belimbing, bubur ayam yang

sengaja tiang buatkan untuk Gusti”. (BMBM hlm 3,

dialog 11)

NYOMAN:

“Sekarang sudah saatnya Gusti Biang minum obat”.

(BMBM hlm 4, dialog21)

NYOMAN:

“Gusti Biang memang orang yang paling baik dan

berbudi tinggi. Tidak seperti orang-orang lain, Gusti.

Gusti telah menyekolahkan tiang sampai kelas dua

SMP, dan Gusti sudah banyak mengeluarkan biaya.

Coba tngok bayangan Gusti di muka cermin, seperti

tiga puluh tahun saja... mau minum obatnya sekarang

Gusti? (BMBM hlm 8, dialog 40)

NYOMAN:

“Memang, saya banyak berhutang budi, dikasih makan,

disekolahkan, dibelikan baju, dimasukkan


56

kursus modes, tapi kalau tiap hari dijadikan bal-balan,

disalah-salahkan terus? Sungguh mati kalau tidak

dikuat-kuatkan, kalau tidak ingat pesan tu Ngurah,

sudah dari dulu-dulu sebetulnya”. (BMBM hlm 22,

dialog 122)

NYOMAN:

“Gusti telah menyakiti tiang lagi. Saya akan pergi

sekarang juga”. (BMBM hlm 14, dialog 64)

NYOMAN:

“Tak tiang sangka Gusti seberat ini! Tak tiang sangka.

Tiang akan pergi ke desa, tak mau meladeni Gusti

lagi!”. (BMBM hlm 16, dialog 75)

Tokoh Ngurah adalah anak dari Gusti Biang, Namun Ngurah bukanlah

anak dari lelaki bangsawan yakni Gusti Rai. Tetapi, ia lahir dari buah cinta Gusti

Biang dengan Wayan teman seperjuangan ayahnya. Ngurah memiliki seorang

kekasih yaitu Nyoman, namun terhalang oleh kasta kedudukannya. Ngurah

mempunyai watak yang berbedaa dengan ibunya, dia mempunyai watak yang baik

terhadap semua orang tanpa memandang derajat, dia merupakan anak yang

bijaksana, pekerja keras, dan juga sangat mencitai Gusti Biang.

NGURAH:

“Ibu”. (BMBM hlm 48, dialog 257)

NGURAH: “Ibu, banyak sekali yang saya pikirkan.. (BMBM hlm 49,

dialog 267)
57

NGURAH:

“Justu karena tiang memikirkan ibu jadi begini”.

(BMBM hlm 49, dialog 269)

NGURAH:

“ya saya bekerja di situ.. (BMBM hlm 49, dialog 264)

NGURAH:

“ya, bekerja sambil belajar (BMBM hlm 49, dialog 265)

Keadaan fisik masing-masing tokoh dalam cerita tidak begitu jelas

diceritakannya, hanya beberapa tokoh yang sedikit diketahui keadaan fisiknya dari

dialog, seperti yang dilukiskan dalam kutipan berikut ini:

GUSTI BIANG:

“Si tua itu tak pernah kelihatan kalau sedang

dibutuhkan. Pastia ia sudah berbaring di kandangnya

menembang seperti orang kasmaran pura-pura tidak

mendengar, padahal aku sudah berteriak, sampai

leherku patah. Wayaaaan… Wayaaaan tuaaaaaaa…

(BMBM hlm 1, dialog 3)

(WAYAN MENINGGALKAN RUANGAN DAN GUSTI

BIANG TETAP DUDUK DAN MENGAMBIL JARUM.

BERULANG-ULANG MENGGOSOK MATA SAMBIL

MENGGERUTU)
58

GUSTI BIANG:

“Lubangnya terlalu kecil. Benangnya terlalu besar,

sekarang ini serba terlampau. Terlampau tua, terlampau

gila, terlampau kasar, terlamapau begini, terlampau

begitu. Sejak kemarin aku tidak berhasil memasukkan

benang ii. Sekarang mataku berkunang-kunang. Oh,

barangkali took itu sudah menipu lagi. Atau aku terbalik

memegang ujungnya? Wayaaaan…(BMBM hlm 2,

dialog 9)

Keadaan fisik dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam ni tidak

begitu jelas digambarkan. Hal ini dikarenakan penulis ingin memberikan

kebebasan kepada sutradara yang akan mementaskan naskah drama ini, dalam hal

memilih para pemainnya.

Seperti halnya dengan keadaan fisik, keadaan sosial tokoh tidak terungkap

dengan jelas dalam naskah. Beberapa keadaan tokoh yang ada dalam naskah

drama adalah sebagi berikut: Gusti Biang adalah seorang janda kaya bangsawan.

Nyoman adalah seorang gadis desa yang dibawa dan di sekolahkan oleh Gusti

Biang lalu bekerja di rumah Gusti Biang.

NYOMAN:

“Gusti Biang memang orang yang paling baik dan

berbudi tinggi. Tidak seperti orang-oraang lain, Gusti.

Gusti telah menyekolahkan tiang sampai kelas dua SMP,

dan sudah banyak mengeluarkan biaya. Coba tengok


59

bayangan Gusti di muka cermin, seperti tiga puluh

tahun saja.. mau minum onatnya sekarang Gusti?

(BMBM hlm 8-9, dialog 40)

GUSTI BIANG:

“kalau ingin kau pelihara sudra itu karena nafsumu,

terserahlah. Boleh kau pelihara selir. Kau boleh berbuat

sesukamu, sebab aku telah memeliharanya sejak kecil.

Tetapi untuk mengawininya dengan upacara tidak bisa.”

(BMBM hlm 56, dialog 322) (hal 56 dialog 322)

Wayan adalah anak buah Sagung Rai sekaligus pembantu dan ayah dari Ngurah di

rumah Gusti Biang.

WAYAN:

“Tiang menghamba di sini karena cinta tiang

kepadanya. Seperti cinta Ngurah kepada Nyoman.

Tiang tidak pernah kawin seumur hidup dan orang-

oran selalu menganggap tiang gila, pikun, tuli,hidup.

Cuma tiang sendiri yang tahu, semua itu tiang

lakukan dengan sengaja untuk melupakan kesedihan,

kehilangan masa muda yang tak bisa dibeli lagi.

(MEMANDANG NGURAH DENGAN LEMBUT. TAPI

TIBA-TIBA IA TERINGAT SESUATU DAN

KEMUDIAN BERKATA) Tidak. Ngurah tidak boleh

kehilangan masa muda seperti bape hanya karena

perbedaan kasta. Kejarlah perempuan itu, jangan-


60

jangan dia mendapatkan halangan di jalan. Dia pasti

tidak akan berani pulang malam-malam begini.

Mungkin dia bermalam di dauh pala di rumah

temannya. Bape akan mengurus ibumu. Pergilah cepat,

kejar dia sebelum terlambat. (BMBM hlm 72, dialog

413)

Demikianlah uraian tentang tokoh dalam naskah drama ini. Dari cuplikan

dialog dapat dicermati bagaimana watak tokoh-tokoh tersebut. Selain itu, dapat

dicermati juga bagaimana tanggapan mereka terhadap masalah yang dihadapi, dan

secara tidak langsung menunjukan tingkat pemikirannya. Tokoh-tokoh dalam

cerita ini saling berkaitan satu sama lain sehingga dapat dipahami fusngsinya

dalam cerita.

4.1.1.3 Latar

Latar suatu cerita merupakan dunia rekaan yang di dalamnya mencakup

tempat, sistem sosial dan budaya, alat dan waktu yang di dalamnya segala

peristiwa terjadi, di mana tokoh-tokohnya melakukan tindakan.

Latar ruang dalam pembahasan ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu latar

ruang luar dan latar ruang dalam. Latar ruang luar berupa wilayah di mana cerita

berlangsung, sedangkan latar ruang dalam adalah peristiwa yang digunakan dalam

tiap babak. Latar ruang luar tidak dimasukkan dalam pembahasan ini karena

penelitian hanya pada naskah drama, tidak termasuk pementasan sehingga seluruh

ceita perlu dianalisis. Latar ruang luar adalah Bali. Adanya campuran bahasa bali
61

dalam penyusunan naskah ini. Latar ruang dalam adalah kediaman Gusti Biang

yang terdapat pada kutipan berikut:

MALAM DI TEMPAT KEDIAMAN GUSTI BIANG. SEBUAH BALE YANG

DISEMPURNAKAN UNTUK TEMPAT TINGGAL. DI RUANGAN DEPAN

ADA KURSI GOYANG DAN KURSI TAMU.

GUSTI BIANG:

“Si tua itu tak pernah kelihatan kalau sedang

dibutuhkan. Pastia ia sudah berbaring di kandangnya

menembang seperti orang kasmaran pura-pura tidak

mendengar, padahal aku sudah berteriak, sampai

leherku patah. Wayaaaan… Wayaaaan tuaaaaaaa…

(BMBM hlm 1, dialog 3)

GUSTI BIANG:

setan!setan! kau tak boleh berbuat sewenag-wenang di

rumah ini. Berlagak mengatur orang lain yang masih

waras. Apa good, good apa? Good bye? Menyebut

kekasih, manis, kau pikir apa anakku. Wayan akan

menguncimu di dalam gudang tiga hari tiga malam,

dank au akan meraung seperti si belang. (BMBM hlm 7-

8 dialog 37)

WAYAN:

“Tiang ketiduran di gudang”.

(BMBM hlm 17, dialog 86)


62

GUSTI BIANG:

“bagundal itu masukkan dia ke gudang!” (BMBM hlm

17, dialog 86)

GUSTI BIANG:

“tinggalkan gudang sekarang juga. Enyah dari rumah

suamiku. (agak rendah jongkok) dia sudah menjadi

setan, suamiku dihinanya, anakku dihasutnya. Terkutuk,

terkutuk badebah itu. Apa yang harus aku katakana

kepada Sagung Rai kalau Ngurah kawin dengan

perempuan sudra itu? Badebah, terkutuk! Dewa Ratu,

malangnya nasib orang tua ini, semua mendustaiku,

semua orang menjadi bianatang (memandang sekeliling

lalu duduk di kursi. Untuk beberapa saat ia tertidur di

kursi itu). (BMBM hlm 47-48, dialog 256)

Latar waktu cerita Bila Malam Bertambah Malam adalah malam hari

Terbukti pada kutipan dialog:

NYOMAN:

“nah itu sebabnya kalau belum santap malam. Apalagi

sejak beberapa hari ini Gusti sudah tidak mau minum

jami lagi, minum sekarang ya?” (BMBM hlm 4, dialog

15)

WAYAN:

“malam-malam begini?” (BMBM hlm 20, dialog 107)


63

WAYAN:

“kau akan kemalaman di jalan.” (BMBM hlm 20, dialog

109)

WAYAN:

“Tiang menghamba di sini karena cinta tiang

kepadanya. Seperti cinta Ngurah kepada Nyoman.

Tiang tidak pernah kawin seumur hidup dan orang-

oran selalu menganggap tiang gila, pikun, tuli,hidup.

Cuma tiang sendiri yang tahu, semua itu tiang

lakukan dengan sengaja untuk melupakan kesedihan,

kehilangan masa muda yang tak bisa dibeli lagi.

(MEMANDANG NGURAH DENGAN LEMBUT. TAPI

TIBA-TIBA IA TERINGAT SESUATU DAN

KEMUDIAN BERKATA) Tidak. Ngurah tidak boleh

kehilangan masa muda seperti bape hanya karena

perbedaan kasta. Kejarlah perempuan itu, jangan-

jangan dia mendapatkan halangan di jalan. Dia pasti

tidak akan berani pulang malam-malam begini.

Mungkin dia bermalam di dauh pala di rumah

temannya. Bape akan mengurus ibumu. Pergilah cepat,

kejar dia sebelum terlambat.” (BMBM hlm 72, dialog

413)
64

4.1.1.4 Tema

Tema merupakan dasar dari semua pokok persoalan cerita yang

menghubungkan unsur-unsur cerita. Dengan adanya tema, penikmat dapat

memahami apa yang ingin disampaikan pengarang melalui karya ciptanya. Tema

dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam terbagi menjadi dua, yaitu

tema mayor dan minor.

Tema mayor naskah drama ini adalah persoalan status sosial. Karena pada

naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya ini jelas

menceritakan tokoh yang mempersoalkan derajat kebangsawanan. Adapun

kutipan dialognya adalah sebagai berikut:

GUSTI BIANG:

“cinta? ibu dan ayahmu kawin tanpa cinta. Apa itu

cinta? Yang ada hanyalah kewajiban menghormati

leluhur yang telah menurunkanmu, menurunkan kita

semua di sini. Kau tak boleh kawin dengan dia,

betapapun kau mengkehendakinya. Aku telah

menyediakan orang yang patut untukmu. Jangan

membuatku malu. Ibu telah menjodohkan kau sejak kecil

dengan Sagung Rai.” (BMBM hlm 54-55, dialog 316)

GUSTI BIANG:

“kalau ingin kau pelihara sudra itu karena nafsumu,

terserahlah. Boleh kau pelihara selir. Kau boleh berbuat

sesukamu, sebab aku telah memeliharanya sejak kecil.


65

Tetapi untuk mengawininya dengan upacara tidak bisa.”

(BMBM hlm 56, dialog 322)

WAYAN:

“Dia pura-pura saja tidak tahu siapa laki-laki yang

selalu tidur dengan dia. Sebab sesungguhnya kami

saling mencintai sejak kecil, sampai tua bangka ini.

Hanya karena kesombongan ya terhadap martabat

kebangsawanannya menyebabkan dia menolakku, lalu

dia kawin dengan bangsawan penghianat itu, semata-

mata hanya soal kasta. Meninggalkan tiang tetap

mengharapkannya. Tiang ditinggalkannya, sedangkan

cinta itu semakin mendalam. (BMBM hlm 71, dialog

409)

Tema minor cerita ada beberapa hal yaitu pertama, sikap toleransi kepada

hak asasi manusia. Kedua perjuanganan cinta yang bertentangan dengan tradisi.

Tema minor pertama terlihat pada tidak adanya toleransi hak asasi manusia oleh

Gusti Biang terhdap Nyoman dan Wayan, yang sudah mengabdi terhadap Gusti

Biang namun tetap disalahkan, dicaci, difitnah dan diperhitungkan jumlah yang

dikeluarkan oleh Gusti Biang. perjuangan cinta Ngurah untuk mengawini Nyoman

yang bertentangan dengan kasta, kebangsawanan dan derajat mereka sehingga

cinta mereka mendapat peringatan dari Gusti Biang yang padahal Gusti Biang dan

Wayan juga dulu saling mencintai, namun Ngurah tetap bersikeras ingin menikahi

wanita sudra itu.


66

4.1.1.5 Amanat

Amanat dari naskah drama Bila Malam Bertambah Malam adalah sebagai

makhluk hidup yang bermasyarakat, tentunya tidak bisa dari terlepas dari makhluk

hidup lain. Berpikirlah positif kepada orang lain karena dapat membuat hidup

menjadi tenang karena terbebas dari rasa iri dan benci. Setinggi apa pun derajat,

kasta kita tidaklah benar untuk membeda-bedakan dan jangan memandang orang

lain dari sisi luarnya dari sisi luarnya saja, seseorang yang sederhana dan tidak

memiliki kasta tinggi bisa jadi ia memiliki hati yang baik, tulus dan ikhlas. Karena

kedudukan sematanya bukanlah hal yang permanen. Apabila seseorang dengn

penuh kesabaran dan keikhlasan dalam melakukan sesuatu maka akan datang pula

kebaikan yang diperoleh. Dan janganlah kamu menyimpan rahasia sekecil apa

pun, suatu saat akan terungkap juga.

4.1.1.6 Dialog

Dialog merupakan medium utama dalam drama. Dialog merupakan salah

satu alat untuk menyampaikan pikiran tokoh. Cerita Bila Malam Bertambah

Malam karya Putu Wijaya telah disesuaikan dengan latar Indonesia sehingga

dialog yang digunakan berbahasa Indonesia. Untuk memberikan kesan Bali Putu

Wijaya menggunakan kata-kata Bali. Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut

ini:

WAYAN:

“tentu saja Gusti Biang, itu sebabnya tiang datang….

(BMBM hlm 2, dialog 6)


67

NYOMAN:

(MEMUNGUT JARUM DI LANTAI) coba dari tadi

memanggil tiang, tidak jadi kusut begini. Gusti Biang

terlalu sayang pada Bape Wayan. Lihat gampang

bukan? (BMBM hlm 5, dialog 25

GUSTI BIANG:

“kalau ingin kau pelihara sudra itu karena nafsumu,

terserahlah. Boleh kau pelihara selir. Kau boleh berbuat

sesukamu, sebab aku telah memeliharanya sejak kecil.

Tetapi untuk mengawininya dengan upacara tidak bisa.”

(BMBM hlm 56, dialog 322)

4.1.1.7 Teks Samping

Teks samping drama sebagai karya sastra memiliki kaidah struktur yang

khusus. Kekhususan tersebut diantaranya adalah teks samping. Dalam sebuah

drama seorang pengarang sering memberikan petunjuk bagimana pendukung

pementasan bekerja. Petunjuk ini sering disebut dengan teks samping, Waluyo

(2006:30). Teks samping dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam dapat

dilihat dalam kutipan-kutipan berikut ini:

“MALAM DI TEMPAT KEDIAMAN GUSTI BIANG, SEBUAH BALE

YANG DISEMPURNAKAN UNTUK TEMPAT TINGGAL. GUSTI BIANG

MEMANGGIL WAYAN.”. (BMBM hlm 1, babak 1)


68

“KELIHATAN NYOMAN SEDANG MENYIAPKAN MAKAN MALAM

UNTUK GUSTI BIANG. SEMENTARA WAYAN MENGAMPLAS

PATUNG”. ((BMBM hlm 1, adegan 1)

“DI RUANG DEPAN ADA KURSI GOYANG DAN KURSI TAMU. GUSTI

BIANG NGOMEL TERUS”. (BMBM hlm 1, adegan 2)

“GUSTI BIANG SUDAH BERHENTI MENANGIS, IA MALU MENATAP

WAYAN, TAPI LAKI-LAKI ITU MENDEKATINY”. (BMBM hlm 75)

4.2 Hubungan Antar Unsur Naskah Drama Bila Malam Bertambah Malam

Karya Putu Wijaya

Unsur-unsur naskah drama dalam kerangka struktural tidak dapat berdiri

sendiri dalam membangun naskah drama. Unsur-unsur tersebut memiliki fungsi

dan saling berhubungan satu sama lain, sehingga menghasilkan naskah drama

yang utuh. Hubungan antar unsur yang membangun struktur naskah drama Bila

Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya sangat berfungsi dalam menciptkan

estetik dan artistic, sehingga struktur karya menjadi bulat dan utuh. Unsur-unsur

naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya saling mengisi.

Unsur satu menjadi bernilai bagi unsur yang lain.

Untuk menyampaikan ide atau gagasan, pengarang harus menggunakan

sebuah media, yakni pengarang harus menciptakan cerita yang terdiri dari

berbagai peristiwa yang terjalin dalam hubungan sebab-akibat (alur). Adanya

peristiwa sebab akibat tersebut harus mutlak, supaya cerita lebih jelas dan tema

dapat ditemukan. Sebaliknya untuk menemukan tema dapat dilihat melalui

konflik-konflik yang menonjol yang termasuk bagian alur.


69

Tema yang mendasari cerita Bila Malam Bertambah Malam karya Putu

Wijaya adalah persoalan status sosial yang dialami oleh kalangan sudra akibar

kesewenang-wenangan Gusti Biang. Tema ini mengikat unsur-unsur intrinsik

yang lain yaitu unsur alur, latar dan tokoh. Para tokoh dalam drama ini

menggerakkan alur dengan tindakan mereka. Tindakan-tindakan tersebut

didukung oleh situasi yang tercipta dari latar waktu dan tempat. Dalam hal ini,

konflik mempunyai peranan penting dalam hal pengambilan tindakan. Sementara

kebulatan unsur-unsur intinsik tersebut diikat oleh dialog.

Tokoh utama Ngurah menjadi tokoh yang menciptakan alur. Ia

menciptakan interaksi dengan tokoh yang lain, sehingga para tokoh tersebut

berinteraksi satu sama lain. Interaksi-interaksi yang terjalin dari para tokoh ini

mengembangkan alur cerita dari tahap perkenalan sampai kepada konflik dan

penyelesaian. Konflik-konflik yang timbul inilah yang menjadikan cerita menarik.

Mesikipun kemunculan Ngurah tidak dominan, akan tetapi hampir semua

pembicaraan adegan per adegan itu mengarah pada dirinya. Hal iu menciptakan

adanya interaksi antartokoh dalam drama ini. Dengan demikian jika dilihat dari

sudut ini cerita merupakan sarana untuk menyampaikan tema, makna, atau tujuan

penulisan naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya.

Hubungan anttar latar dengan alur, tema dan tokoh sangat erat. Tidak

hanya dapat mengesankan pembaca, memperjelaskan persoalan, mempertajam

karakteristik tokoh dan membangun suasana cerita. Unsur-unsur yang membangun

latar itu sendiri dimanfaatkan oleh tokoh dalam memperkuatkan perwatakannya.

Latar memberikan aturan permainan terhadap tokoh. Latar kan


70

mempengaruhi pilihan tema. Sebaliknya tema yang dipilih akan menuntut

pemilihan latar yang sesuai yang mampu mendukung. Dalam hal ini tema adalah

persoalan status sosial yang dilakukan oleh Gusti Biang terhadap Nyoman dan

Wayan yang hanya seorang pelayan di puri nya. Terlihat dengan jelas dari tema

tersebut bahwa Gusti Biang seorang bangsawan. Latar tempat ini adalah rumah

atau puri, di mana Gusti Biang seorang istri Bangsawan dan Nyoman Wayan

adalalah sudra.

Tokoh-tokoh dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya

Putu Wijaya ini memiliki karakteristik tokoh yang beragam sesuai dengan katar

belakang sosialnya masing-masing. Tokoh Gusti Biang seorang bangsawan, kasta

kesatriaa, pemarah, kasar pamrih dan suka menuduh orang. Tokoh Wayan orang

biasa, kasta sudra,setia pada negara, sabar, setia, pemaaf. Tokoh Nyoman seorang

gadis desa, kasta sudra, miskin, tabah, sopan, berbakti. Tokoh Ngurah anak dari

Gusti Biang keluarga bangswan, kasta kesatria, berani, setia.

Jika diibaratkan sebagai alat angkut atau kendaraan, yang berfungsi untuk

membawa muatan (tema, makna) untuk disampaikan ke alamat yang dituju

(pembaca), mesin dan bagian-bagian (alur, tokoh, penokohan, latar) kendaraan

lain harus dalam posisi yang baik agar muatan sampai ke alamat (pembaca) dalam

keadaan baik. Demikian pula hal nya naskah drama Bila Malam Bertambah

Malam karya Putu Wijaya ini memiliki unsur yang baik hingga sampai ke alamat

yang dituju tepat pada waktunya (penyampaian makna tidak terhambat). Tanpa

adanya keterkaitan antara unsur alur, latar, penokohan dan tema, suatu kesatuan

drama yang utuh tidak akan terwujud.


71

4.3 Relevansinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA

Hasil penelitian direlevansikan pada kegiatan pembelajaran Bahasa

Indonesia di SMA, khususnya pada materi pembelajaran drama. Pengajaran sastra

tidak beridir sendiri melainkan menjadi bagian dari pengajaran Bahasa Indonesia.

Dengan demikian materi pengajaran sastra idealnya memiliki porsi dan

kedudukan yang seimbang dalam pengajaran Bahasa Indonesia.

Pembelajaran sastra sangat perlu diajarkan di sekolah, karena dapat

membantu meningkatkan keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan dan

dapat mengembangkan cipta, rasa, dan karsa; menunjang pembentukan

kepribadian siswa dalam mengapresiasi karua satra; mempertajam perasaan,

penalaran, dan daya khayal (imajinasi); serta kepekaan terhdapad masyarakat dan

lingkungannya.

Hasil penelitian diimplikasikan pada kegiatan pembelajaran Bahasa

Indonesia di SMA, Khususnya pada materi pembelajaran drama. Hasil penelitian

berupa unsur-unsur intrinsik dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam

karya Putu Wijaya yang dapat dikaitkan dengan Kompetensi Dasar (KD) kelas XI

semester Genap, yaitu 3.18 Mengidentifikasi alur cerita, babak demi babak, dan

konflik dalam drama yang dibaca atau ditonton. Kompetensi dasar 3.19

“Menganalisis isi dan kebahasaan drama yang dibaca atau ditonton”. Kompetensi

dasar tersebut dimuat dalam kurikulum 2013 edisi revisi.

Pembelajaran drama yang terdapat dalam silabus kurikulum 2013 pada

mata pelajaran Bahasa Indonesia secara umum bertujuan agar peserta didik

mampu mendengarkan, membaca, menyimak, berbicara, dan menulis.

Kompetensi dasar dikembangkan berdasarkan tiga hal lingkup materi yang saling
72

berhubungan dan saling mendukung pengembangan kompetensi pengetahuan

kebahasaan dan kompetensi berbahasa (mendengarkan, membaca, menyimak,

berbica, dan menulis) peserta didik.

Hasil penelitian dijadikan sebagai topik untuk mementaskan drama dalam

melaksanakan pembelajaran pada kompetensi 3.18 Mengidentifikasi alur cerita,

babak demi babak, dan konflik dalam drama yang dibaca atau ditonton.

Kompetensi dasar 3.19 “Menganalisis isi dan kebahasaan drama yang dibaca atau

ditonton”. Hasil temuan dijadikan sebagai topik untuk mengapresiasi dan

memahami sebuah drama sehingga secara tidak langsung, pendidik dapat

menyampaikan pembelajaran sastra di SMA.

4.4 Pembahasan

Pembahasan dalam kajian ini merupakan kajian struktural yang

menganalisis unsur-unsur dan hubungan antar unsur struktur naskah drama Bila

Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya dengan menggunakan metode

kualitatif deskriptif dan peneliti menggunakan objektif yaitu, karya sastra

merupakan ciri khas yang otonom terlepas dari pencipta, pembaca, dam alam

sekitar karya tersebut. Adapun penelitian ini bersifat subjektipitas dari sipeneliti

sendiri, untuk itu sangat memungkinkan bagi peneliti untuk meneliti naskah drama

Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya dari bidang struktural dan

kajian kesustraan lainnya.

Menurut Waluyo (2006) untuk memahami naskah secara lengkap dan

terperinci, maka struktur drama akan dijelaskan si sini. Unsur-unsur intrinsik itu

alur, tokoh, setting atau latar, tema, amanat dialog dan perunjuk teknis atau teks
73

samping. Unsur itu saling menjalin membentuk kesatuan dan saling terikat satu

dengan yang lain. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa semua unsur itu dan

saling berkaitan antara unsur satu dengan unsur lainnya.

Hasil penelitian ini mendeskripsikan: (1) Unsur-unsur naskah drama Bila

Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya mencakup: alur, tokoh, latar, tema,

amanat, dialog, dan teks samping, (2) Hubungan antar unsur naskah drama Bila

Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya. (3) Relevansinya dalam

pemebelajaran Bahasa Indonesia. Pendeskripsian ketiga hal tersebut

mengungkapkan bahwa:

1. Alur naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya

tergolong alur maju. Terdiri dari 4 babak yang tiap babak mempunyai

hubungan sebab-akibat dengan babak selanjutnya.

2. Tokoh dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu

Wijaya terdiri dari, tokoh antagonis, yaitu: Gusti Biang, tokoh tritagonis

yaitu: Ratu Ngurah dan Wayan, dan tokoh protagonis: Nyoman

3. Latar ruang luar tidak dimasukkan dalam pembahasan ini karena penelitian

hanya pada naskah drama, tidak termasuk pementasan sehingga seluruh

ceita perlu dianalisis. Latar ruang luar adalah Bali. Latar waktu malam

hari.

4. Tema mayor naskah drama ini adalah segala permasalahan persoalan

status sosial. Tema minor cerita yaitu: pertama, sikap toleransi kepada hak

asasi manusia. Kedua perjuanganan cinta yang bertentangan dengan

tradisi.
74

5. Amanat dari naskah drama Bila Malam Bertambah Malam ini Amanat dari

naskah drama Bila Malam Bertambah Malam adalah sebagai makhluk

hidup yang bermasyarakat, tentunya tidak bisa dari terlepas dari makhluk

hidup lain. Berpikirlah positif kepada orang lain karena dapat membuat

hidup menjadi tenang karena terbebas dari rasa iri dan benci. Setinggi apa

pun derajat, kasta kita tidaklah benar untuk membeda-bedakan dan jangan

memandang orang lain dari sisi luarnya dari sisi luarnya saja, seseorang

yang sederhana dan tidak memiliki kasta tinggi bisa jadi ia memiliki hati

yang baik, tulus dan ikhlas. Karena kedudukan sematanya bukanlah hal

yang permanen. Apabila seseorang dengn penuh kesabaran dan keikhlasan

dalam melakukan sesuatu maka akan datang pula kebaikan yang diperoleh.

Dan janganlah kamu menyimpan rahasia sekecil apa pun, suatu saat akan

terungkap juga.

6. Dialog, disesuaikan dengan latar Indonesia sehinggan dialog yang

digunakan campuran berbahasa bali.

7. Teks samping banyak terdapat dalam naskah drama Bila Malam

Bertambah Malam.

8. Hubungan antar unsur naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya

Putu Wijaya cukup padu. Kepaduan tersebut karena sejalannya unsur-

unsur naskah drama Bila Malam Bertambah Malam, sehingga masing-

masing unsur memiliki peranan dan fungsi yang saling mendukung dengan

unsur-unsur lainnya.

9. Relevansi dengan pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA karena sesuai

dengan Kompetensi Dasar (KD) yang ada di silabus 3.18 Mengidentifikasi


75

alur cerita, babak demi babak, dan konflik dalam drama yang dibaca atau

ditonton. Kompetensi dasar 3.19 “Menganalisis isi dan kebahasaan drama

yang dibaca atau ditonton.

Peneliti menyarankan bagi para peneliti selanjutnya untuk

mengungkapkan aspek-aspek yang berbeda dari penelitian ini serta

memperdalam kajian dalam sastra yang lebih akurat, agar memudahkan

pemahaman dalam penelitian.


76

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah menganalisis naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya

Putu Wijaya, dapat disimpulkan sebagai berikut: Hasil penelitian ini

mendeskripsikan: (1) unsur-unsur naskah drama Bila Malam Bertambah Malam

karya Putu Wijaya mencakup: alur, tokoh, latar, tema, amanat, dialog dan teks

samping, (2) Hubungan antar unsur naskah drama Bila Malam Bertambah Malam

karya Putu Wijaya. (3) Relevansinya dalam pemebelajaran Bahasa Indonesia di

SMA.

Pendeskripsian pertama mengungkapkan bahwa: Alur naskah drama Bila

Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya tergolong alur maju. Terdiri dari 4

babak yang tiap babak mempunya hubungan sebab-akibat dengan babak

selanjutnya. Tokoh dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya

Putu Wijaya terdiri dari, tokoh antagonis, yaitu: Gusti Biang, tokoh tritagonis

yaitu: Ratu Ngurah dan Wayan, dan tokoh protagonis: Nyoman. Latar ruang luar

tidak dimasukkan dalam pembahasan ini karena penelitian hanya pada naskah

drama, tidak termasuk pementasan sehingga seluruh ceita perlu dianalisis. Latar

ruang luar adalah Bali. Latar waktu malam hari Tema mayor naskah drama ini

adalah segala permasalahan persoalan status sosial. Tema minor cerita yaitu:

pertama, sikap toleransi kepada hak asasi manusia. Kedua perjuanganan cinta

yang bertentangan dengan tradisi. Dialog, disesuaikan dengan latar Indonesia

sehinggan dialog yang digunakan campuran berbahasa bali. Amanat dari naskah

drama Bila Malam Bertambah Malam ini Amanat dari naskah drama Bila Malam

76
77

Bertambah Malam adalah sebagai makhluk hidup yang bermasyarakat, tentunya

tidak bisa dari terlepas dari makhluk hidup lain. Menghargai satu sama lain.

Berpikirlah positif kepada orang lain karena dapat membuat hidup menjadi tenang

karena terbebas dari rasa iri dan benci. Setinggi apa pun derajat, kasta kita tidaklah

benar untuk membeda-bedakan dan jangan memandang orang lain dari sisi

luarnya dari sisi luarnya saja, seseorang yang sederhana dan tidak memiliki kasta

tinggi bisa jadi ia memiliki hati yang baik, tulus dan ikhlas. Teks samping banyak

terdapat dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam. Hubungan antar

unsur naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya cukup

padu.

Pendeskripsian kedua kepaduan tersebut karena sejalannya unsur-unsur

naskah drama Bila Malam Bertambah Malam, sehingga masing-masing unsur

memiliki peranan dan fungsi yang saling mendukung dengan unsur-unsur lainnya.

Dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya ini

memiliki unsur yang baik hingga sampai ke alamat yang dituju tepat pada

waktunya (penyampaian makna tidak terhambat). Tanpa adanya keterkaitan antara

unsur alur, latar, penokohan dan tema, amanat, teks samping dan dialog suatu

kesatuan drama yang utuh tidak akan terwujud.

Relevansi dengan pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA karena sesuai

dengan Kompetensi Dasar (KD) yang ada di silabus 3.18 Mengidentifikasi alur

cerita, babak demi babak, dan konflik dalam drama yang dibaca atau ditonton.

Kompetensi dasar 3.19 “Menganalisis isi dan kebahasaan drama yang dibaca atau

ditonton.
78

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan, peneliti mengajukan saran-

saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi peneliti-peneliti selanjutnya, agar dapat menggunakan hasil

penelitian ini sebagai referensi untuk meningkatkan apresiasi terhadap

karya sastra, khususnya naskah drama.

2. Bagi guru, agar dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai masukan

dalam pengajaran apresiasi terhadap karya sastra, khususnya naskah

drama.
79

DAFTAR RUJUKAN

Adiyadmo, D. A. (2017). Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Naskah Drama


Jangan Menangis Indonesia Karya Putu Wijaya. ACOLISM II "Annual
Conference on Language and Tourism", 228.
Andri Wicaksono, d. (2015). Teori Pembelajaran Bahasa (Suatu
Catatan Singkat). Yogyakarta: Grandawacha.

Anitawati, d. (2016). Penggambaran Karakter Tokoh Utama Pada Komik


Doraemon. Jurnal Japanese Literatur Volume 2, Nomor 2, Tahun
2016, Hal 1-9, 4.
Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT
Rineka Cipta.

Dewi, Y. (2013). Peningkatan Aktivitas dan Kerja Sama Dalam Kuliah Drama
Pada Mahasiswa Semester III Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
PBS FKIP Universitas Jambi. Pena. Vol 3. No. 1 Juli 2013, 55.
Endraswara. (2011). Metode Pembelajaran Drama: Apresiasi, Ekspresi, dan
Pengkajian. Yogyakarta: CAPS.
Esten, M. (1989). Kesusastraan, Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung:
Angkasa.

Hasanuddin. (2015). Drama Karya Dalam Dua Dimensi. Bandung: Angkasa.

Nurgiyantoro. (2015). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.
Prawesti, A. (2013). Analisis Struktural Semiotik Naskah Drama Emilia Galotti
Karya Gotthold Ephraim Lessing. Universitas Negeri Yogyakarta, 20.

Ratna, N. K. (Yogyakarta). Teori, Metode, Dan Teknik Penelitian Sastra. 2018:


Pustaka Belajar.
Rokhmansyah, A. (2014). Studi dan Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Satinem. (2019). Apresiasi Prosa Fiksi. Yogyakarta: Deepublish.

Siswantoro. (2010). Metode Penlitian Sastra. Surakarta: Pusat Pelajar.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suharso, A. (2011). KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Semarang: Widya


Karya.
80

Waluyo, Herman J. 2002. Pengkajian Sastra Rekaan. Salatiga: Widyasari Press.

Wicaksono, A. (2014). Menulis Kreatif Sastra dan Beberapa


Model Pembelajarannya. Yogyakarta: Garudhawaca.
Wijaya, H. (2018). Analisis Data Kualitatif. Makassar: Sekolah Tinggi Theologia
Jaffray.

Wiyanto, A. (2002). Terampil Bermain Drama. Jakarta: Grasindo.

Yani, A. (2012). Analisis Struktural Teks Drama Jangan Menangis Indonesia


Karya Putu Wijaya. Universitas Jambi, 15.

Anda mungkin juga menyukai