Anda di halaman 1dari 11

FORMULA KOMEDI SERIUS DALAM “MANUSIA SETENGAH

SALMON” KARYA RADITYA DIKA

Rangga Septio Wardana

Program Studi Sastra Indonesia

Universitas Negeri Jakata

Septiorangga@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penemuan formula dalam novel


“Manusia Setengah Salmon” karya Raditya Dika. Penelitian ini menggunakan
metode analisis tekstual untuk menemukan gejala-gejala dan formula yang terdapat
dalam objek penelitian. Data-data yang ditemukan dianalisis, direlasikan, diolah,
dan dihubungkan dengan teori sastra populer. “Manusia Setengah Salmon” karya
Raditya Dika menggunakan formula konstruksi komedi dengan tipe personal
humor. Pengguaan bahasa gaul mempengaruhi minat pembaca terhadap novel ini.
Fungsi hiburan sangat terasa dalam novel “Manusia Setengah Salmon”.

PENDAHULUAN

Sastra populer adalah karya sastra yang cenderung menggunakan bahasa sehari-
hari dikalangan remaja. Di Indonesia munculnya sastra populer diawali pada tahun
1890-an dengan banyaknya bacaan yang ditulis oleh orang Cina-Melayu yang
menggunakan bahasa melayu rendahan yang dapat dibaca oleh kalangan tertentu
saja.

Dalam perkembangan kesusastraan Indonesia, kajian mengenai sastra populer


sebenarnya bukan merupakan hal yang baru, meski kajian-kajian tersebut seringkali
bernada dasar sama, yakni sastra populer dianggap sebagai karya sastra yang
memiliki kadar estetika yang rendah dibandingkan dengan karya sastra serius.
Jakob Sumarjo (1980: 18) menyebut novel populer dianggap sebagai novel yang
dalam hal tema, cara penyajian, Teknik, bahasa, maupun gaya meniru pola yang
sedang digemari masyarakat pembacanya. Novel dalam kategori ini mudah
dipahami oleh pembaca karena mengambil kisah kehidupan sehari-hari, bahasa
yang jernih atau menggunakan bahasa yang mudah dicerna dan plot yang lurus atau
konvensional juga nilai-nilai moral disampaikan secara eksplisit sesuai dengan
gaya penulisan yang dipilih.

Istilah populer sendiri sebenarnya merujuk pada pengertian rakyat kebanyakan atau
memiliki standar estetika yang rendah. Budaya populer menunjuk pada budaya
dengan standar rata-rata dan selera orang pada umumnya yang diproduksi secara
masif. Sastra populer sangat mementingkan pembaca. Berbeda dengan karya sastra
serius yang mementingkan nilai atau unsur-unsur estetika. Dalam sastra populer,
pembaca tidak diajak untuk menemukan makna-makna melainkan diajak untuk
merasa nyaman dalam membaca karya berjenis sastra populer.

Sastra populer lebih cenderung dikaitkan dengan kondisi perkembangan kebutuhan


masyarakat modern, yang menuntut kedisiplinan, profesionalisme, dan kerja keras.
Dalam posisi tersebut, sastra populer dikatakan sebagai sastra pelarian, artinya
sebagai upaya untuk menghibur diri dari kenyataan hidup dan keseharian yang
monoton. Cerita yang diangkat dalam karya sastra populer tidak bertujuan untuk
meneror pembaca melainkan untuk menenangkan pembaca dan melupakan
kepenatan dalam rutinitasnya. Novel bergenre komedi misalnya. Dengan membaca
novel dengan muatan komedi didalamnya, pembaca akan merasa bahwa ada
penenang atas kepenatannya di kehidupan nyata. Novel dengan muatan komedi
akan mengajak pembaca untuk tertawa dan merasa nyaman ketika membaca novel
tersebut.

Ketika membaca sebuah novel bergenre komedi pembaca akan dibuat nyaman.
Kenyamanan tersebut berkaitan dengan pengesampingan makna ganda dalam novel
komedi. Makna ganda akan membuat pembaca melakukan penafsiran atas karya
sastra, hal itu tentunya memerlukan usaha yang lebih untuk memahaminya.
Pengarang sastra populer akan membayangkan bagaimana pembaca ketika
membaca karya sastra tersebut.

Budaya populer dengan kesementaraan merupakan dua hal yang beriringan,


begitupun dengan sastra populer. Kesementaraan tersebut terjadi karena sifatnya
yang hanya untuk hiburan semata. Sebagai produk budaya populer tentu membuat
sastra populer diminati oleh banyak orang, hal itu disebabkan karena cerita yang
disajikan lekat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Pembaca tidak perlu
untuk menafsirkan apa yang terkandung dalam cerita sastra populer.

Salah satu karya populer bergenre komedi adalah “Manusia Setengah Salmon”
karya Raditya Dika. Novel ini merupakan karya tulis keduanya yang
dipublikasikan, setelah sebelumnya penulis tersebut berhasil meluncurkan novel
yang berjudul “Kambing Jantan yang banyak mendapatkan apresiasi dari pembaca.
“Manusia Setengah Salmon” pertama kali dicetak pada tahun 2011 oleh penerbit
Gagas Media, Jakarta. Meskipun bergenre komedi novel ini banyak memberi pesan
moral kepada pembacanya dengan tampilan bahasa yang ringan, bahasa sehari-hari
anak muda jaman sekarang sehingga mudah dimengerti oleh kalangan remaja.

Novel “Manusia Setengah Salmon” merupakan pengalaman dan pemikiran Raditya


Dika yang menjadi perwakilan dari seluruh remaja di Indonesia yang kemudian
dibukukan. Tanpa disadari novel ini telah mengungkapkan semua kegelisahan-
kegelisahan remaja saat mereka berada dirumah, tanpa sengaja pula pembaca akan
merasakan kecocokan dengan apa yang dialami oleh penulis novel tersebut.

Novel ini pula telah mengalami alih wahana ke bentuk film dengan judul sama.
“Manusia Setengah Salmon” adalah film drama komedi Indonesia yang dirilis pada
10 Oktober 2013 dan dibintangi oleh Raditya Dika, Eriska Reinisa, Soleh Solihun,
Kimberly Ryder, Dewi Irawan, dan Bucek Depp.

Berdasarkan pada pemaparan diatas, tentu kiprah “Manusia Setengah Salmon”


sebagai sebuah karya populer tidak diragukan lagi. Dengan adanya perubahan
bentuk itu menandakan bahwa “Manusia Setengah Salmon” memang diminati oleh
pembaca maupun penonton film. Pembaca menyukai novel ini karena menyajikan
seseuatu yang segar, menawarkan sesuatu yang baru dalam bacaan komedi. Dalam
karya bergenre tersebut tentunya ada faktor-faktor yang membuat karya tersebut
dapat dikategorikan sebagai novel komedi dan ada hal-hal lain pula yang membuat
karya tersebut menjadi populer.

Pendekatan yang digunakan dalam artikel ini adalah textual analysis yaitu analisis
wacana yang bertumpu secara internal pada teks yang dikaji dan melihat dari bentuk
(kohesi) dan makna (koherensi). Pendekatan ini digunakan untuk menjawab
pertanyaan: bagaimanakah formula sastra populer dalam novel “Manusia Setengah
Salmon” karya Raditya Dika? Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk
mendeskripsikan formula-formula dalam novel “Manusia Setengah Salmon” karya
Raditya Dika. Analisis formula ini diperlukan untuk menentukan bahwa “Manusia
Setengah Salmon” merupakan salah satu karya sastra populer bergenre komedi.

KAJIAN TEORI

Genre

Genre memiliki arti jenis atau kelas. Genre untuk menentukan tipe atau jenis karya
sastra. Genre sastra pada umumnya adalah puisi, prosa, dan drama. Namun
penentuan genre pada karya sastra populer tidak sama dengan genre dalam karya
sastra serius karena penentuan genre dalam karya sastra populer lebih dilihat dari
narasinya itu sendiri. Genre sastra populer sebenarnya sangat bervariasi. Sebagai
salah satu genre sastra populer yang paling dominan adalah novel populer. Ada tiga
genre utama novel populer, yaitu novel detektif, novel horror, maupun novel stensil
yang masing-masing memiliki formulanya sendiri. Novel detektif digerakkan oleh
keingintahuan dan rasa penasaran pembaca, novel horo digerakkan oleh rasa
ketakutan, dan novel stensil digerakkan oleh rasa kesenangan. Turunan hibridanya
adalah novel misteri, novel sainfiksi, dan roman picisan, novel petualangan, novel
komedi, dan lain-lain.

Dalam menentukan genre, peneliti biasanya melihat kesamaan dari berbagai cerita
sejenis dan menentukan formula yang menunjukkan kesamaan dan perbedaan
sehingga dapat dilihat jenis atau genrenya (Adi, 2011:203). Formula mengacu pada
ciri khusus yang berkaitan dengan struktur karya sastra. Dalam perkembangannya
ada istilah dalam sastra populer yang sangat penting, yaitu formula. Layaknya
sebuah rumusan, formula adalah bagian dari genre yang selama ini banyak dikenali
oleh orang-orang. Dalam genre, terdapat formula-formula tertentu yang nantinya
akan membuat kita dapat menentukan atau paling tidak berbicara mengenai apa
genre cerita tersebut. Formula dalam sastra populer memiliki makna sebagai plot
dan konvensi yang berkaitan dengan budaya. Formula sebagai plot dalam sastra
populer memiliki bentuk yang seragam atau sama. Sebuah cerita roman akan
memiliki bentuk formula sebagai plot yang sama dengan cerita roman yang lain,
demikian pula dengan cerita-cerita lain yang memiliki jenis cerita yang serupa tentu
akan memiliki formula yang serupa pula. Konvensi budaya sebagai formula
merupakan adopsi dari budaya masyarakar yang mempengaruhi penulisan sastra
populer.

Sifat-sifat manusia pada umumnya bisa berkaitan dengan konvensi budaya dan adat
istiadat yang miliki masyarakat di mana sastra populer tersebut dilahirkan. Sifat-
sifat manusia dikaitkan dengan bentuk fisik dan daerah asal mereka merupakan
salah satu cara penulis untuk lebih dekat dengan pembacanya. Penulis akan
menggunakan simbol-simbol budaya yang ada dalam masyarakat.genre merupakan
bentuk yang tersusun dari berbagai komponen. Komponen itu sendiri tersusun dari
berbagai unsur yang sesuai dengan fungsinya dalam bentuk keseluruhan. Genre
memiliki pengertian jenis karya sastra yang memiliki formula sebagai kompunen
pembentuknya, maka formula adlaah komponen structural yang membentuk genre
sastra.

Komedi

“Manusia Setengah Salmon” bergenre komedi. Dengan begitu, diperlukan teori


yang berhubungan dengan humor atau komedi. Hampir segala hal yang ada dan
terjadi di dunia ini berpotensi menjadi bahan komedi. Keberadaan komedi sebagao
sarana hiburan tentunya sangat penting. Komedi dapat dijadikan sebagai penyegar
pikiran, penenang, dan media untuk menyampaikan keresahan. Sesuatu hal yang
dianggap lucu pastinya memiliki hal yang tidak lazim dengan kenormalan manusia
pada umumnya. Yang dianggap wajar atau umum tentunya tidak perlu melakukan
perbaikan dan sulit untuk menimbulkan kelucuan.

Komedi identik dengan segala sesuatu yang menimbukan reaksi tertawa. Tertawa
adalah spontanitas seseorang ketika merespon ketidakwajaran yang menimbulkan
kelucuan. Komedi dibagi menjadi tiga kelompok meliputi 1). Teori superioriras dan
meremehkan, yaitu jika individu yang menertawakan berada pada posisi lebih kuat
dari objek tertawaannya. Orang akan tertawa apabila ada sesuatu yang menggelikan
dan diluar kewajaran. Menggelikan yang dapat diartikan sebagai suatu yang
menyalahi norma atau sesuatu yang aneh. Lelucon dapat menimbulkan kebencian
karena membutuhkan korban untuk ditertawakan. Lelucon selalu timbul dari
sebuah kesalahan yang menggoda kemarahan, 2). Teori mengenai
ketidakseimbangan, putus harapan, dan bisosiasi. Arthur Koestler (dalam
Rahmanadji, 1990) dalam teori bisosiasinya mengatakan bahwa hal yang mendasari
semua bentuk humor adalah bisosiasi, yaitu mengemukakan dua situasi atau
kejadian yang mustahil sekaligus. Konteks tersebut menimbulkan bermacam-
macam asosiasi, 3). Teori mengenai pembebasan ketegangan atau pembebasan dari
sebuah tekanan. Lelucon dapat muncul dari suatu kebohongan dan tipuan muslihat,
dan dapat muncul berupa perasaan empati dan pengertian yang dapat dijadikan
sebagai simbol pembebasan ketegangan dan tekanan, dapat pula berupa ungkapan
atau satir. Humor tidak mengganggu kebenaran.

Jenis komedi dapat dibedakan menurut kriteria cara pengekspresiannnya. Sebagai


bentuk ekspresi dalam kehidupan maka komedi dibagi menjadi tiga jenis yaitu 1)
humor personal, yaitu kecenderungan menertawakan suatu hal yang dipahami diri
sendiri, 2) humor dalam pergaulan, misalnya candaan diantara lingkungan
pertemanan, 3) humor dalam kesenian, humor dalam kesenian masih dapat dibagi
menjadi humor lakuan (lawak, tari humor, dan pantomim lucu), humor grafis
(komik, kartun, karikatur), humor literatur (cerpen komedi, esei satir, sajak jenaka,
dan sebagainya.
Sebagai produk sosial, komedi juga memiliki fungsi untuk: 1) melaksanakan segala
keinginan dan segala tujuan gagasan atau pesan, 2) menyadarkan orang bahwa
dirinya tidak selalu benar, 3) mengajar orang melihat persoalan dari berbagai sudut,
4) berfungsi sebagai hiburan, 5) melancarkan dan menyegarkan pikiran, 6)
membuat suatu toleransi akan sebgai hal/atau kesalahan, 7) membuat orang
memahami persoalan pelik. Fungsi komedi yang lain adaah sebagai rekreasi. Dalam
hal ini, komedi berfungsi untuk menghilangkan kejenuhan dalam kehidupan nyata
yang bersifat monoton atau rutin. Sifatnya hanya semata-mata sebagai hiburan
belaka. Komedi juga berfungsi untuk menghilangkan stress akibat tekanan jiwa
atau batin.

Komedi merupakan salah satu cara untuk menyampaikan sebuah kritik, namun
lebih dari itu komedi juga merupakan bagian dari proses menjalin komunikasi
sosial antar manusia. Komedi bisa menjadi sarana komunikasi untuk hal yang
bersifat serius, komedi sebagai medium komunikasi dapat mempercepat
terbukannya keakraban. Komedi yang minim risiko adalah komedi yang
menggunakan diri sendiri sebagai objek tertawaan, atau menertawakan diri sendiri
(humor otokritik). Humor otokritik merupakan sesuatu yang menunjukkan
kedewasaan sikap yang berarti mampu memberi kritik pada diri sendiri, serta dapat
pula sebagai cara untuk terbuka menerima opini orang lain. Pada akhirnya, untuk
menjadikan humor tersebut baik, harus melihat situasi dan kondisi. Komedi yang
dilakukan dengan tidak berlebihan, agar mutu komedi tersebut tetap terjaga.
Komedi sebagai medium komunikasi sosial juga diharapkan dipahami secara
universal.

Novel bergenre komedi tentu akan banyak memuat banyak humor-humor


didalamnya. Humor tersebut biasanya memiliki formula tertentu agar dapat
dikategotikan sebagai genre komedi.

PEMBAHASAN

Pada tahun 2011 “Manusia Setengah Salmon” diterbitkan oleh penerbit Gagas
Media. Buku itu merupakan kumpulan cerita sehari-hari yang konyol dan unik dari
kehidupan pengarang (Raditya Dika) yang hiduppnya penuh dengan perpindahan.
Lantas apa yang membuat buku tersebut menimbulkan respon tertawa ketika
membacanya? Formula pertama dapat dilihat dari judul bukunya yaitu “Manusia
Setengah Salmon” yang dapat dipahami sebagai manusia yang setengah dari dirinya
adalah salmon, salmon identik dengan ikan yang selalu melakukan perpindahan
tempat. Nama judul yang unik tersebut merepresentasikan premis yang diangkat
dalam novel tersebut yaitu pengalaman hidup yang penuh dengan perpindahan. Jika
dibandingkan karya pengarang sebelumnya tentu tema yang diangkat dapat
dibilang serius meskipun novel ini adalah novel komedi. Namun keseriusan
tersebut dibalut dengan lelucon-lelucon juga cerita hidup keseharian. Menurut Adi
(2011) bahwa fiksi pasar fiksi populer mulai digemari masyarakat itu menandakan
bahwa masyarakat menyukai jenis sastra populer yang memiliki formula cerita
yang mengisahkan kehidupan nyata seseorang. Dalam menentukan cerita tersebut
merupakan kisah nyata diperlukan adanya bukti-bukti kebenaran. Demikian halnya
dengan “Manusia Setengah Salmon” yang merupakan sebuah memoar yang berisi
kisah lucu berdasarkan pengalaman hidup Raditya Dika ketika mengalami
perpindahan-perpindahan.

Formula selanjutnya adalah bahasa yang digunakan. Buku ini banyak disukai
dikarenakan menggunakan bahasa yang ringan. Tidak heran karena bahasa yang
digunakan pengarang adalah bahasa gaul remaja yang identik dengan budaya pop.
Selayaknya bercerita dengan ,edia lisan, demikian gaya penulisan yang digunakan
pengarang dalam “Manusia Setengah Salmon”, kosakata yang dignakan adalah
kosakata yang juga digunakan remaja secara keseluruhan. Bahasa gaul tersebut
berfungsi sebagai ekspresi rasa kebersamaan pada pemakaiannya. Kehadiran
bahasa gaul tersebut dianggap wajar karena sesuai dengan perkembangan nurani
anak remaja. Dalam “Manusia Setengah Salmon” pengarang mengganti kata saya
dengan gue, bapak/ayah menjadi bokap, ibu yaitu nyokap, kamu dengan kata lho/lo,
dan masih banyak lagi. Hal lainnya adalah penggunaan partikel hamper di setiap
babnya. Penggunaan loh, yah, kok, nih, tuh, dong, dll selalu dipakai pengarang.
Hal-hal itu yang menimbulkan kedekatan antara penulis dengan pembaca, karena
cara penyampaiannya yang dapat merepresentasikan suasana hati/ekspresi dan
suasana dapat lebih intim dengan pembaca. Pembaca akan diajak lepas, santai, dan
terhibur ketika membaca seluruh ceirta yang disajikan pengarang dalam buku
tersebut.

Bahasa tentu dapat menandai kepopuleran sebuah karya. Demikian halnya yang
dilakukan oleh Raditya Dika dalam “Manusia Setengah Salmon”. Pengarang
memilih menggunakan bahasa sehari-hari sebagai bahan penyampaian ekspresi
kepada pembaca. Penggunaan bahasa yang menarik tentu akan menarik minat
pembaca untuk membaca karya tersebut. Selain itu pengguaan bahasa yang inovatif
juga menjadi salah satu pemicu tren baru dikalangan pembaca dan remaja.

“Setelah gondok gue menyempis, obrolan gue mengempis, obrolan kamipun


berlanjut kembali. Gue bilang ama Trisna, dia baru saja bertemu dengan seseorang
yang twittergenic.” (Halaman 153)

Pada kalimat diatas tedapat bahasa gaul yang inovatif yaitu pada kata twittergenic.
Twittergenic adalah kata untuk menyebut orang yang sering muncul dengan wajah
tampan di media sosial twitter tetapi aslinya tidak semenarik atau tidak seperti yang
diharapkan. Karena penggunaan bahasa yang kekinian tersebut maka memudahkan
pembaca memahami isi cerita, tentu dalam rangka memperoleh hiburan lewat
humor-humor yang disajikan. Ditengah gelombang munculnya karya-karya serius,
munculnya buku ini dapat menjadi angin segar yang berguna dalam melepas
kepenatan hidup.

Formula selanjutnya adalah penulis sebagai tokoh utama dan menggunakan sudut
pandang orang pertama. Tokoh tentunya ini memegang peranan penting sebagai
pemegang kendali cerita. Dalam genre komedi, tokoh utama tidak digambarkan
sebagai tokoh yang tampan dan bijaksana, tokoh utama juga tidak digambarkan
sebagai individu yang jauh dari lingkungan sosialnya. Justru sebaliknya, dalam
cerita komedi akan digambarkan sebagai tokoh yang konyol dan jauh dari kata
sempurna, juga dia sangat dekat dengan kehidupan sosialnya sangat sangat disukai
oleh lingkungan sosialnya meskipun taka da faktor tampan atau rupawan. Tema
juga menjadi bagian penting dalam analisis formula. Secara keseluruhan tema-tema
yang menjadi poros sentral dalam “Manusia Setengah Salmon” adalah tentang
pengalaman hidup pengarang sehari-hari. Meskipun secara garis besar novel ini
mengangkat mengenai pengalaman-pengalaman tentang perpindahan dalam hidup,
namun isi ceritanya beragam.

Hal mendasar dalam “Manusia Setengah Salmon” adalah dari segi materinya.
Meskipun tema yang diangkat cukup serius, namun balutan komedi dalam setiap
ceritanya dapat membuat kerenyahan-kerenyahan ketika memnaca. Misalnya pada
salah satu kutipan berikut.

“T : Bang kalo pas ujian pengawasnya jualan duren gimana?

J : Jangan Panik. Samperin perlahan-lahan, lalu bilang berape bang?”


(Halaman 16)

Hal tersebut merupakan contoh hal konyol dan cenderung absurd yang dibuat dalam
“Manusia Setengah Salmon”, cara berpikir mengenai pengawas ujian nasional yang
berjualan durian di dalam kelas tentu bukan suatu hal yang lazim ada pada
pemikiran kebanyakan orang.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa komedi atau segala


sesuatu dengan hal yang lucu, yang menimbulkan respon tertawa, karena keganjilan
atau ketidakpantasannya yang menggelikan. Bila dihubungkan dengan teori
formula dalam sastra populer, maka “Manusia Setengah Salmon” yang bergenre
komedi tersebut memiliki sejumlah formula dalam menciptakan komedinya. Sifat
khas komedi adalah adanya kelucuan yang dilihat dari pemakaian bahasa dan
pemilihan topik yang dibahas. “Manusia Setengah Salmon” dapat dikategorikan
sebagai sebuah karya bergendre komedi, jenis humor yang digunakan adalah jenis
humor personal pada tokoh utama dan juga humor literatur karena terdapat dalam
sebuah teks. Penggunaan bahasa gaul menjadikan “Manusia Setengah Salmin”
digemari oleh masyarakat pembaca karena cara penyajiannya, ditengah maraknya
bacaan serius sarat akan nilai moral dalam masyarakat. Fungsi humor yang
ditawarkan oleh “Manusia Setengah Salmon” lebih mengarah pada fungsinya
sebagai sarana rekreasi, dalam hal ini humor berfungsi untuk menghilangkan
kejenuhan rutinitas hidup dalam kenyataan. Muatan tema yang diangkat mengenai
perpindahan hidup juga berfungsi sebagai perenungan manusia tentang
pengalaman-pengalaman perpindahan dalam hidup manusia, namun karena dibalut
dengan komedi sehingga tidak terlalu membebankan pikiran pembaca, ditambah
penggunaan bahasa yang ringan membuat pembaca tidak perlu menggunakan
tenaga lebih untuk menafsirkan pesan apa yang ingin disampaikan oleh pengarang.

REFERENSI

Dika, Raditya. 2011. Manusia Setengah Salmon. Jakarta: Gagas Media.

Darma, Budi. 1984. “Novel Indonesia adalah Dunia Melodrama” dalam Sejumlah
Esei Sastra. Jakarta: Karya Unipress.

Sumardjo, Jakob. 1982. Novel Populer Indonesia. Yogyakarta: Nur Cahaya.

Teeuw, A. 1989. Sastra Indonesia Modern II. Jakarta: Pustaka Jaya.

Adi, Ida Rochani. 2011. Fiksi Populer: Teori & Metode Kajian. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Rahmanadji, Didiek. Sejarah, Teori, Jenis, dan Fungsi Humor. Makalah tidak
diterbitkan. Seni dan Desain Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.

Storey, John. 2006. Pengantar Komprehensif Teori dan Metode Cultural Studies
dan Kajian Budaya Pop. Diterjemahkan oleh Laily Rahmawati. Yogyakarta:
Jalasutra.

Anda mungkin juga menyukai