BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra merupakan bidang ilmu yang terus berkembang di lingkungan
masyarakat
mengikuti
perkembangan
zaman.
Taum
(dalam
pengarang
dalam
berimajinasi
dan
menyampaikan
gagasan-
gagasannya.
Karya sastra di Indonesia sangat beragam salah satunya adalah novel.
Novel adalah karya sastra imajinasi pengarang. Pengarang menawarkan sebuah
keadaan atau konflik yang disesuaikan dengan realita hidup seseorang, baik
konflik hidup yang dialami oleh pengarang sendiri maupun konflik yang dialami
oleh orang lain. Novel menceritakan tentang kisah perjalanan hidup seseorang
yang mengandung konflik. Karena konflik itulah sehingga pembaca tertarik untuk
membaca cerita dan tertarik untuk mengetahui konflik apa yang terjadi dalam
cerita yang disuguhkan oleh pengarang. Selain sebagai hiburan bagi pembaca,
1
novel juga dapat dijadikan sebuah media pembelajaran bagi pembaca yang
kiranya memiliki kisah yang sama dengan cerita ataupun pembaca dapat
1
menemukan solusi dari cerita itu jika nanti pembaca mungkin mengalami hal
yang sama dengan cerita yang disuguhkan oleh pengarang.
Novel adalah sebuah karya yang medianya adalah bahasa. Bahasa
merupakan alat pendukung yang sangat penting bagi pengarang. Setiap
pengarang tidak sama dalam memanfaatkan khazanah bahasa dalam karyanya.
Setiap pengarang memiliki ciri khas dalam pemanfaatan gaya bahasanya untuk
cerita
yang
kompleks
dapat
dibuat
menjadi
menarik
dengan
memanfaatkan bahasa sebaik mungkin di dalam karya sastra itu khususnya novel.
Gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang disesuaikan dengan kegemaran
pengarang itu sendiri apakah ia dalam penyampaian ceritanya bersifat telanjang
maksudnya dengan sekali baca pembaca sudah tahu apa ceritanya, ataukah
pengarang menggunakan bahasa analogi atau kiasan sehingga untuk memahami
cerita, pembaca harus pula berimajinasi. Seperti halnya novel-novel karya Asma
Nadia yang selalu mengangkat tema tentang konflik kehidupan. Banyak karya
yang telah dibuat oleh pengarang ini, dan tidak sedikit pula pembaca yang
antusias ingin memiliki novelnya. Novelnya pun banyak diangkat menjadi film
layar lebar. Tentu saja, hal itu tidak terlepas dari kepandaian pengarang
mengisahkan cerita dengan bahasa-bahasanya yang indah sehingga menarik hati
pembaca.
Asma Nadia telah banyak menciptakan karya sastra berupa novel, salah
satunya novel yang berjudul Pesantren Impian yang menjadi salah satu novel best
seller dan diangkat ke layar lebar pada tahun 2014. Novel ini sangat menarik
dengan penyuguhan bahasa yang dapat menggugah minat pembaca. Novel ini
mengisahkan tentang masa lalu lima belas remaja putri dan putra yang kelam.
Mereka menerima undangan misterius untuk menetap di Pesantren Impian.
Sebuah tempat rehabilitasi di sebuah pulau yang bahkan tak tercantum dalam
peta. Berbagai kejadian menegangkan kemudian terjadi di Pesantren Impian.
seharusnya berbunyi Cahaya matahari terpantul di pasir putih yang basah karena
terkena ombak. Kalimat tersebut sengaja dibuat menarik oleh pengarang agar
menambah nilai estetikanya.
Berdasarkan pengamatan setelah membaca novel Pesantren Impian
banyak kalimat-kalimat yang akan sulit ditafsirkan maknanya sehingga pembaca
merasa kesulitan untuk menangkap pesan yang disampaikan pengarang. Atas
dasar itulah dilakukan telaah terhadap gaya bahasa. Pada mulanya, karya sastra
memang untuk dinikmati keindahannya, bukan untuk dipahami. Akan tetapi,
mengingat bahwa karya sastra juga merupakan sebuah produk budaya, maka
persoalannya menjadi lain. Karya sastra berkembang sesuai dengan proses
kearifan zaman sehingga lama-kelamaan sastra pun berkembang fungsinya. Yang
semula hanya sekedar menghibur, pada tahapan proses berikutnya karya sastra
juga dituntut untuk dapat memberikan sesuatu yang berguna bagi pembaca. Hal
ini relevan dengan idiom sastra Dulce et Utile (menyenangkan dan berguna).
Oleh karena itu, peneliti tertarik menganalisis novel Pesantren Impian dari segi
gaya bahasa. Alasan peneliti memilih gaya bahasa karena setelah membaca novel
Pesantren Impian, peneliti banyak menemukan gaya bahasa yang digunakan
pengarang dalam menyampaikan setiap gagasannya untuk membuat isi cerita
lebih menarik. Sedangkan alasan peneliti memilih novel Pesantren Impian karya
Asma Nadia sebagai objek penelitian sebab peneliti tertarik dengan jalan cerita
yang disuguhkan pengarang, yang mengangkat nilai religius yaitu kisah anak
manusia yang melewati masa lalu yang kelam dan akhirnya melalui masa
pertaubatan di Pesantren Impian. Sebab, pada hakikatya manusia pasti tidak luput
dari perbuatan dosa yang pada akhirnya akan melalui fase perenungan dan
petaubatan atas dosanya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan maka yang
menjadi masalah dalam penelitian ini adalah gaya bahasa apa sajakah yang
digunakan dalam novel Pesantren Impian karya Asma Nadia?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang gaya bahasa
dalam novel Pesantren Impian karya Asma Nadia.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu apresiasi terhadap
karya sastra, khususnya mengenai gaya bahasa dalam novel Indonesia
modern.
2. Bahan masukan dalam pengembangan apresiasi sastra Indonesia baik
dunia pendidikan pada khususnya maupun di kalangan masyarakat pada
umumnya.
3. Sumbangan pemikiran tentang kajian gaya bahasa dalam novel bagi para
peneliti yang relevan.
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah gaya bahasa yang terdapat
dalam novel Pesantren Impian karya Asma Nadia. Gaya bahasa yang akan diteliti
dibatasi pada gaya bahasa simile, metafora, personifikasi, hiperbola, paradoks,
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Novel
2.1.1 Pengertian Novel
Kata novel berasal dari bahasa Itali yaitu novella (yang dalam bahasa
Jerman novelle) secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil dan
kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa (Nurgiyantoro,
2010 : 9). Dewasa ini, istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang
sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris: novelette) yang berarti sebuah
karya prosa fiksi yang panjangnya cakupan, tidak terlalu panjang, namun juga
tidak terlalu pendek.
Novel adalah prosa baru yang menceritakan tentang kisah perjalanan hidup
pelaku utamanya yang mengandung konflik dan sangat menarik minat pembaca
untuk membaca lebih lanjut ceritanya. Novel lebih panjang dan kompleks
daripada cerpen,
2014 : 118).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 969) novel diartikan
sebagai karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan
seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat
setiap pelaku. Novel adalah cerita rekaan yang melukiskan puncak-puncak
kehidupan seseorang mengenai kejadian-kejadian yang luar biasa yang
kehidupannya
secara
melompat-lompat
dan
berpindah-pindah,
peristiwa
10
ada
dan
terjadi
terlihat
berjalan
dengan
sistem
koherensinya
sendiri
sudut
pandang
penceritaan,
bahasa,
atau
gaya
bahasa
11
pada
lempengan
lilin.
Keahlian
menggunakan
alat
ini
akan
mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu
penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu
berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan
kata-kata secara indah (Keraf, 2000 : 112).
Style (gaya bahasa) menurut Abrams adalah cara pengucapan bahasa atau
12
serta
menimbulkan
konotasi
tertentu.
Seperti
halnya
yang
dikemukakan oleh Pradopo (2010 : 264) bahwa gaya bahasa merupakan cara
penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu. Gaya bahasa
merupakan penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan nilai seni.
dikemukakan pula oleh Slametmuljana (dalam Pradopo, 2010 : 264) bahwa gaya
bahasa itu susunan perkataan yang terjadi karena perasaan dalam hati pengarang
yang dengan sengaja atau tidak, menimbulkan suatu perasaan yang tertentu dalam
hati pembaca. Selain itu, Harimurti (dalam Pradopo, 2010: 264-265)
mengemukakan bahwa gaya bahasa merupakan pemanfaatan atas kekayaan
bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; lebih khusus adalah
pemakaian ragam bahasa tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, dan lebih
13
luas gaya bahasa itu merupakan keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis
sastra. Gaya bahasa menurut diartikan sebagai pernyataan yang berbentuk kalimat,
bukan yang berbentuk paragraf.
Gaya bahasa diuraikan dengan bermacam-macam definisi. Akan tetapi,
definisi itu pada umumnya menunjukkan persamaan. Namun, berdasarkan
berbagai pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa gaya bahasa
khususnya yang digunakan dalam karya sastra yaitu berbicara tentang ciri khas
pengarang menggunakan bahasa dalam menyampaikan gagasannya yang
sederhana dan tidak berlebih-lebihan, tetapi bahasanya efektif dan membangun
suatu pendeskripsian terhadap sesuatu secara konkret dalam imajinasi pengarang.
Gaya bahasa sastra adalah ragam khusus yang digunakan pengarang untuk
memperindah teks. Tanpa keindahan bahasa, karya sastra menjadi hambar.
Keindahan karya sastra dipengaruhi oleh kemampuan penulis memainkan bahasa.
2.2.2 Jenis-jenis Gaya Bahasa
Gaya bahasa dapat dikategorikan dalam berbagai cara sesuai dengan
klasifikasi yang dibuat oleh penulis. Tarigan (2013 : 5) mengategorikan gaya
bahasa dalam empat kelompok, yaitu: (1) gaya bahasa perbandingan, terdiri dari
simile, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antitesis, pleonasme dan
tautologi, perifrasis, prolepsis, koreksio; (2) gaya bahasa pertentangan, terdiri dari
hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, paralepsis, zeugma dan silepsis,
satire, inuendo, antifrasis, paradoks, klimaks, antiklimaks, apostrof, anastrof,
apofasis, histeron proteron, hipalase, sinisme, sarkasme; (3) gaya bahasa
pertautan, terdiri dari metonimia, sinekdoke, alusi, eufimisme, eponim,epitet,
14
seperti
pada
gaya
bahasa
simile
15
(Tarigan, 2013 : 15). Hal demikian juga dikemukakan oleh Nurgiyantoro (2010 :
299), bahwa metafora merupakan gaya perbandingan yang bersifat tidak langsung
dan implisit. Hubungan antara sesuatu yang dinyatakan pertama dengan yang
kedua hanya bersifat sugestif, tidak ada kata-kata penunjuk eksplisit. Berdasarkan
pendapat tentang metafora, maka dapat dikatakan bahwa metafora adalah gaya
bahasa yang berusaha membandingkan satu hal dengan hal lainnya secara implisit.
Di dalam metafora ada dua gagasan yang disiratkan secara singkat, padat dan
tersusun rapi. Gagasan pertama merupakan suatu kenyataan, sesuatu yang
dipikirkan, yang menjadi objek, dan gagasan yang berikutnya adalah pembanding
terhadap kenyataan itu.
Contoh:
Langkahnya yang lamban adalah langkah-langkah seorang kakek
pikun.
3) Personifikasi
Tarigan (2013 : 17) mengemukakan bahwa personifikasi ialah jenis gaya
bahasa yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa
ataupun pada ide yang abstrak. Sama halnya yang dikemukakan Nurgiyantoro
(2010 : 299) bahwa personifikasi merupakan gaya bahasa yang memberi sifat-sifat
benda mati dengan sifat-sifat seperti yang dimiliki manusia sehingga dapat
bersikap dan bertingkah laku sebagaimana halnya manusia. Wahyuni (2014 : 32),
juga berpendapat bahwa personifikasi adalah gaya bahasa yang menganggap
benda-benda tidak bernyawa mempunyai kegiatan atau melakukan aktivitas
tertentu seolah-olah hidup. Jadi, berbicara tentang personifikasi berarti berbicara
16
dari
gaya
bahasa
personifikasi
atau
penginsanan
menginsankan
atau
memanusiakan
benda-benda,
maka
17
berharga
18
menyatakan hal atau keadaan dua kali; maksudnya supaya arti kata atau keadaan
itu
lebih
mendalam
bagi
pembaca
atau
pendengar.
Tarigan (2013 : 29) tautologi ialah gaya bahasa yang menggunakan kata yang
berlebihan yang pada dasarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang
lain. Misalnya Kami tiba di rumah jam 04.00 subuh.
8) Perifrasis
Perifrasis adalah gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme, yaitu
mempergunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan. Perbedaannya terletak
dalam hal bahwa kata-kata yang berlebihan itu sebenarnya dapat diganti dengan
satu kata saja.
Contoh:
Berlibur di Pulau Dewata Bali adalah impianku (Pulau Dewata =
Bali)
(Waridah, 2014 : 15).
9) Prolepsis
Prolepsis disebut juga antisipasi adalah penetapan yang mendahului
tentang sesuatu yang masih akan dikerjakan atau akan terjadi. Misalnya
19
dan
pengaruhnya
(Tarigan, 2013 : 55). Seperti halnya Nurgiyantoro (2010 : 300) berpendapat bahwa
20
sengaja
melebih-lebihkannya.
Berdasarkan
pendapat
itu,
dapat
21
22
yang
tersirat
dalam
kalimat
itu
sendiri
23
perbaikan
secara
etis
maupun
estetis
(Keraf, 2000 : 144). Satire merupakan sejenis bentuk argumen yang beraksi secara
tidak langsung, terkadang secara aneh bahkan ada kalanya dengan cara yang
24
cukup
lucu
yang
menimbulkan
tertawaan
(Tarigan, 2013 : 70). Satire dikenal terutama sebagai bentuk suatu serangan, kita
mengharapkan menertawakan ketololan orang, masyarakat, praktik-praktik,
kebiasaan-kebiasaan serta lembaga-lembaga adat. Satire merupakan penggunaan
humor luas, parodi atau ironi untuk menertawakan suatu masalah. Lebih berbobot
daripada sekejar ejekan, satire berisi kritik moral atau politik.
Contoh :
Kadang-kadang bernada pahit dan kuat
Kadang-kadang bernada menusuk dan memilukan
9) Inuendo
Innuendo adalah jenis gaya bahasa yang berupa sindiran dengan
mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Gaya bahasa ini menyatakan kritik
dengan sugesti yang tidak langsung, dan tidak menyakitkan hati kalau ditinjau
sekilas (Tarigan, 2013 : 74).
Contoh :
Jadinya sampai kini Neng Syarifah belum mendapat jodoh karena
setiap ada jejaka yang meminang, dia sedikit jual mahal.
10) Antifrasis
Antifrasis adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata
dengan makna kebalikannya. Antifrasis akan dapat diketahui dan dipahami
dengan jelas bila pembaca atau penyimak dihadapkan pada kenyataan bahwa yang
dikatakan
(Tarigan, 2013 : 75).
Contoh :
itu
adalah
sebaliknya
25
Bila diketahui bahwa yang hadir adalah seorang yang kurus, lalu
dikatakan bahwa si gendut telah hadir, maka jelas gaya bahasa
tersebut adalah antifrasis.
11) Paradoks
Menurut Tarigan (2013 : 77), paradoks adalah gaya bahasa yang
mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks
adalah suatu kenyataan yang bagaimanapun diartikan selalu berakhir dengan
pertentangan.
Contoh:
Aku kesepian di tengah keramaian.
Teman akrab adakalanya merupakan musuh sejati.
12) Klimaks
Klimaks adalah jenis gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang
semakin lama semakin mengandung penekanan (Shadily dalam Tarigan, 2013 :
79). Gaya bahasa klimaks adalah gaya bahasa yang digunakan untuk menuturkan
satu gagasan atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana meningkat kepada
gagasan atau hal yang lebih kompleks (Waridah, 2014: 22).
Contoh:
Seluruh warga, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang tua
turut hadir dalam acara pembukaan panti asuhan itu (Waridah,
2014: 22).
13) Antiklimaks
Antiklimaks merupakan suatu acuan yang berisi gagasan-gagasan yang
diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting
(Tarigan, 2013 : 81).
Contoh:
26
Ducrot
dan
Todorov
(dalam
Tarigan, 2013: 85). Menurut Waridah (2014: 20) anastrof adalah gaya bahasa yang
mendahulukan predikat sebelum subjek dalam suatu kalimat. Berdasarkan
pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa anastrof atau inversi adalah gaya bahasa
yang mengubah urutan subjek-predikat menjadi predikat-subjek dalam sebuah
konstruksi.
Contoh:
Bersih sekali kamarmu.
Kubelai rambutnya yang panjang.
16) Apofasis
Apofasis atau disebut juga preterisio adalah gaya bahasa yang digunakan
untuk menegaskan sesuatu dengan cara seolah-olah menyangkal hal yang
ditegaskan (Waridah, 2014: 18). Gaya bahasa apofasis adalah gaya bahasa yang
27
28
Gaya bahasa sinisme adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran
yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan
ketulusan hati (Tarigan, 2013 : 91). Hal ini sejalan dengan defenisi sinisme yang
diungkapkan Waridah (2014 : 30) yang menyatakan bahwa sinisme adalah
sindiran yang berbentuk kesangsian cerita mengandung ejekan terhadap
keikhlasan dan ketulusan hati.
Contoh:
Sudah, hentikan bujuk rayumu karena hanya membuatku semakin
sakit.
20) Sarkasme
Gaya bahasa sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung olokolok atau sindiran pedas dan menyakiti hati (Poerwadarminta, 1976 dalam
Tarigan, 2013 : 92). Ciri utama gaya bahasa sarkasme ialah selalu mengandung
kepahitan dan celaan yang getir, menyakiti hati, dan kurang enak didengar.
Contoh:
Mulutmu harimaumu.
2.2.2.3 Gaya Bahasa Pertautan
1) Metonimia
Metonimia adalah gaya bahasa yang memakai nama ciri atau nama
hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal, sebagai
penggantinya. Kita dapat menyebut pencipta atau pembuatnya jika yang
kita maksudkan ciptaan atau buatannya ataupun kita menyebut bahannya
jika yang kita maksudkan barangnya (Moeliono, 1984 dalam
29
Tarigan, 2013 : 121). Gaya bahasa metonimia adalah sejenis gaya bahasa
yang menggunakan nama suatu barang bagi sesuatu yang lain berkaitan
erat dengannya. Dalam metonimia, suatu barang disebutkan tetapi yang
dimaksud barang yang lain (Dale, et all, dalam Tarigan, 2013 : 121).
Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Waridah, (2014 : 9), yang
mengemukakan bahwa metonimia adalah gaya bahasa yang menggunakan
nama merk atau atribut tertentu untuk menyebut suatu benda.
Contoh:
Batuk-batuknya semakin parah karena terlalu sering mengisap
jarum.
2) Sinekdoke
Gaya bahasa sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyatakan
sebagian untuk mengganti keseluruhan (Dale, et all, dalam
Tarigan, 2013 : 123). Gaya bahasa ini terbagi atas pars pro toto yaitu
sebagian untuk seluruh bagian dan totem pro parte yaitu keseluruhan
untuk sebagian.
Contoh:
Pars pro toto: Ina membeli lima biji duku manis
Totem Pro parte : pertandingan sepak bola antara Brazil melawan
Bolivia berakhir seri 0 0.
3) Alusi
Alusi adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke
suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan anggapan adanya pengetahuan
bersama yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca serta adanya
kemampuan para pembaca untuk menangkap pengacuan itu (Tarigan,
30
2013: 124). Menurut Waridah (2014: 8), alusi adalah gaya bahasa yang
berusaha menyugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa.
Contoh:
Peristiwa 12 Mei 1998 menjadi lembaran hitam dalam perjalanan
sejarah Republik Indonesia.
4) Eufemisme
Eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti
ungkapan yang dirasakan kasar yang dianggap merugikan atau yang tidak
menyenangkan (Tarigan, 2013: 126).
Contoh:
Tuna aksara pengganti buta huruf.
5) Eponim
Eponim adalah gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang
begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk
menyatakan sifat itu (Tarigan, 2013 : 127).
Contoh :
Herkules menyatakan kekuatan
6) Epitet
Epitet adalah gaya bahasa yang mengandung acuan yang menyatakan
suatu sifat atau ciri yang khas dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu
merupakan suatu frase deskriptif yang memberikan atau menggantikan nama
sesuatu
benda
atau
nama
seseorang
31
7) Antonomasia
Antonomasia adalah gaya bahasa yang merupakan penggunaan gelar resmi
atau jabatan sebagai pengganti nama diri (Tarigan, 2013: 129).
Contoh:
Gubernur Sumatera Utara akan meresmikan pembukaan seminar
adat Karo di Kabanjahe bulan depan.
8) Erotesis
Erotesis adalah gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang digunakan dalam
tulisan atau pidato yang bertujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan
penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menuntut suatu jawaban (Tarigan,
2013 : 130).
Contoh :
Soal ujian tidak sesuai dengan bahan pelajaran. Herankah kita jika
nilai pelajaran bahasa Indonesia pada ebtanas tahun ini sangat
merosot?
9) Paralelisme
Paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran
dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama
dalam bentuk gramatikal yang sama. Kesejajaran tersebut dapat pula berbentuk
anak kalimat yang tergantung pada sebuah induk kalimat yang sama (Tarigan,
2013 : 131 - 132).
Contoh:
Baik golongan yang tinggi maupun golongan yang rendah harus
diadili kalau bersalah.
10) Elipsis
32
33
13) Polisindeton
Polisindeton adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari asindeton.
Dalam polisindeton, beberapa kata, frase, atau klausa yang berurutan dihubungkan
satu
sama
lain
dengan
kata-kata
sambung
34
35
Epizekus adalah gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung, yaitu kata
yang ditekankan atau yang dipentingkan diulang beberapa kali berturutturut(Tarigan, 2013 : 182).
Contoh:
Ingat, kamu harus bertobat, bertobat, sekali lagi bertobat agar
dosa-dosamu diampuni oleh Tuhan Yang Mahakuasa dan Maha
Pengasih.
6) Tautotes
Tautotes adalah gaya bahasa perulangan atau repetisi atas sebuah kata
berulang-ulang
dalam
sebuah
konstruksi
(Keraf,
1985
dalam
36
9) Simploke
Simploke adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan pada
awal kalimat dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut (Keraf, 1985
dalam Tarigan, 2013 : 187).
Contoh:
Ibu bilang saya pemalas. Saya bilang biar saja
Ibu bilang saya lamban. Saya bilang biar saja
Ibu bilang saya lengah. Saya bilang biar saja
Ibu bilang saya manja. Saya bilang biar saja
10) Mesodilopsis
Mesodilopsis adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang yang berwujud
perulangan kata atau frase di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan
(Tarigan, 2013 : 188).
Contoh:
Orang tua tidak boleh memfitnah anaknya
Anak-anak tidak boleh memfitnah orang tua
Parra guru tidak boleh memfitnah para siswa
Para siswa tidak boleh memfitnah gurunya
Kamu tidak boleh memfitnah temanmu
Temanmu tidak boleh memfitnah kamu
Pendeknya kita tidak boleh memfitnah satu sama lain
11) Epanalepsis
Epanalepsis adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan
kata pertama dari baris, klausa atau kalimat menjadi terakhir (Tarigan, 2013 :
190).
37
Contoh:
Saya akan tetap berusaha mencapai cita-cita saya.
12) Anadiplosis
Anadiplosis adalah sejenis gaya bahasa repitisi di mana kata atau frase
terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frase pertama dari klausa
atau kalimat berikutnya (Tarigan, 2013 : 191).
Contoh:
dalam raga ada darah
dalam darah ada tenaga
dalam tenaga ada daya
dalam daya ada segala
Berdasarkan uraian mengenai jenis-jenis gaya bahasa tersebut dapat
disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara pengungkapan dengan bahasa yang
khas untuk menuangkan sebuah gagasan sehingga menciptakan efek-efek tertentu
kepada para pembaca atau pendengar. Setelah membaca novel Pesantren Impian,
Gaya bahasa yang paling dominan dalam novel Pesantren Impian adalah
sarkasme disusul simile, metafora, personifikasi, hiperbola, paradoks, dan
sinekdoke. Pemanfaatan ragam gaya bahasa tersebut dimaksudkan oleh pengarang
untuk menghasilkan imaji tambahan dalam mengemas sebuah cerita sehingga
yang abstrak menjadi konkret dan menjadikan novel lebih nikmat dibaca.
2.3 Pendekatan Objektif
Pendekatan objektif disebut juga sebagai pendekatan struktural yaitu
pendekatan yang dipusatkan pada analisis terhadap unsur-unsur dalam dengan
mempertimbangkan keterjalinan antarunsur di satu pihak, dan unsur-unsur dengan
totalitas di pihak yang lain (Ratna, 2008: 73). Pendekatan struktural yang sering
38
juga disebut pendekatan objektif bertolak dari asumsi dasar bahwa karya sastra
sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai suatu
sosok yang berdiri sendiri terlepas dari hal-hal lain yang berada di luar dirinya
(Riswandi dan Kusmini, 2010: 62). Pendekatan sruktural yaitu pendekatan yang
menelaah karya sastra dari segi unsur demi unsur secara terpisah dengan tetap
memperhatikan hubungan unsur yang satu dengan unsur yang lainnya karena
segala unsur itu saling terikat, saling berkaitan, dan saling bergantung (Pradopo,
2010: 118-119). Bila mengkaji atau meneliti menggunakan pendekatan ini, maka
yang harus dikaji dan diteliti adalah aspek yang membangun karya sastra seperti
tema, alur, latar, penokohan, gaya penulisan, gaya bahasa, serta hubungan
harmonis antar aspek yang mampu membuatnya menjadi sebuah karya sastra.
Hal-hal yang bersifat ekstrinsik harus di kesampingkan karena unsur ekstrinsik
tidak punya kaitan langsung dalam struktur karya sastra tersebut.
39
BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian dan Metode
3.1.1
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan (Library Research). Dikatakan kajian kepustakaan karena kajian
dalam penelitian ini berupa data tertulis dan kegiatan dalam mencari,
mengumpulkan, dan mendapatkan data-data yang diperlukan dengan cara
menelaah dan menganalisis penggunaan gaya bahasa dalam novel Pesantren
Impian karya Asma Nadia.
40
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis berupa teks
novel, yang memuat gaya bahasa dalam novel Pesantren Impian karya Asma
Nadia.
3.2.2
Sumber Data
Sumber data penelitiaan ini adalah sumber data tertulis dalam novel
Pesantren Impian karya Asma Nadia yang diterbitkan oleh penerbit AsmaNadia
41
Publishing House, Depok, cetakan pertama pada Juli 2014, dan terdiri atas 289
halaman.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Teknik baca, yakni membaca secara analisis teks novel dalam novel Pesantren
Impian karya Asma Nadia.
2. Teknik catat, yakni mencatat data-data tentang gaya bahasa yang terdapat
dalam novel Pesantren Impian karya Asma Nadia.
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan objektif.
Pendekatan objektif yaitu suatu pendekatan yang digunakan dalam rangka
mengkaji unsur gaya bahasa sebagai aspek struktural yang digunakan pengarang
dan berusaha mengkaji muatan makna yang terkandung dalam novel Pesantren
Impian karya Asma Nadia.
Dalam penelitian ini yang menjadi objek utama yag akan dianalisis adalah
gaya bahasa dalam naskah novel Pesantren Impan karya Asma Nadia.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data sebagai
berikut:
1. Setelah membaca novel, peneliti mengidentifikasi data mengenai gaya bahasa
dan diberikan kode.
2. Klasifikasi data, yaitu
mengklasifikasi
atau
mengelompokkan
data
42
3. Deskripsi data, yaitu memaparkan data mengenai gaya bahasa yang telah
diklasifikasikan atau dikelompokkan dalam bentuk kebahasaan.
4. Interpretasi data, yaitu proses penafsiran data mengenai gaya bahasa dalam