PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan salah satu bentuk seni dengan menggunakan media
bahasa. Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra. Sastra lebih dari sekedar
bahasa, deretan kata, namun unsur kelebihannya itu hanya dapat diungkap dan
ditafsirkan melalui bahasa. Bahasa dalam karya sastra mengandung unsur dominan,
emotif dan bersifat konotatif untuk memenuhi unsur estetis yang ingin diciptakan.
Namun kaum formalitas, kumpulan teoretikus sastra Rusia awal abad 20, menyatakan
bahwa bahasa sastra memiliki deotomatisasi, penyimpangan dari cara penuturan yang
lingkungan sosial yang berada disekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah.
Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra
sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan hanya sekedar
cerita khayalan atau angan dari pengarang saja, melainkan wujud dari kreativitas
pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam pikirannya.
Karya sastra terdiri dari tiga bentuk yakni puisi, prosa, dan drama. Novel
hiburan kepada pembaca disamping adanya tujuan estetik. Membaca novel/karya prosa
fiksi berarti menikmati cerita dan menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin.
Melalui sarana cerita yang terdapat dalam novel tersebut pembaca secara tidak langsung
1
2
secara sengaja oleh pengarang. Novel adalah karya fiksi yang dibangun melalui
berbagai unsur instrinsik. Unsur-unsur tersebut sengaja dipadukan pengarang dan dibuat
sehingga nampak seperti sungguh ada dan terjadi. Unsur inilah yang akan menyebabkan
karya sastra (novel) hadir. Unsur instrinsik sebuah novel adalah unsur secara langsung
novel yang sangat bagus. Kemudian, untuk menghasilkan novel yang bagus juga
Bahasa dalam karya satra mengandung unsur keindahan. Keindahan adalah aspek
dari estetika. Keindahan dalam karya seni sastra dibangun oleh seni kata, dan seni kata
atau seni bahasa tersebut berupa kata-kata yang indah yang terhujud dari ekspresi jiwa.
Terkait dengan pernyataan tersebut, maka membeca sebuah karya sastra atau buku akan
menerik apabila informasi yang diungkapkan penulis disajikan dengan bahasa yang
mengandung nilai estetik. Sebuah buku sastra atau bacaan yang mengandung nilai
estetik memang dapat membuat pembaca lebih bersemangat dan tertarik untuk
membaca. Apalagi bila penulis menyajikan dengan gaya bahasa unik dan menarik.
Bahasa sangatlah penting dalam proses terciptanya sebuah karya sastra yang
memiliki rasa tinggi. Karya sastra juga harus mempunyai nilai edukatif yang baik,
karena sastra adalah hasil dari perasaan penulisnya. Bahasa dan sastra memiliki
hubungan erat, atau dengan kata lain sastra tidak lepas dari gaya bahasa atau khususnya
gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style dan dalam bahasa Indonesia,
melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pengarang, atau
3
pemakai bahasa. Gaya bahasa merupakan salah satu cabang ilmu tertua dalam bidang
kritik sastra. Gaya terkandung dalam semua teks, bukan bahasa tertentu, bukan semata-
mata teks sastra. Gaya adalah ciri-ciri standar bahasa, gaya adalah cara ekspresi seorang
stilistika berkaitan dengan pengertian ilmu tentang gaya secara umum, meliputi seluruh
aspek kehidupan manusia. Gaya bahasa Secara praktis, khususnya dalam karya sastra
ruang lingkup stilistika adalah deskripsikan penggunaan bahasa secara khas. Ada tujuh
b. berdasarkan waktu, hari, dekade, abad, peristiwa sejarah, seperti: gaya pra-
c. Gaya bahasa berdasarkan medium bahasa, seperti: gaya bahasa Jerman, gaya bahasa
Prancis.
d. Gaya bahasa berdasarkan subjek, seperti: gaya bahasa resmi, ilmu pengetahuan ,
e. Gaya bahasa berdasarkan lokasi atau geografis, seperti: gaya bahasa Urban,
g. Gaya bahasa berdasarkan tujuan atau suasanahati, seperti: gaya bahasa sentimental,
Novel Aurora Di Langit Alengka karya Agus Andoko pertama kali diterbitkan
pada bulan Maret 2013. Sejak kemunculan novel Aurora Di Langit Alengka mendapat
4
tanggapan positif dari penikmat sastra, meskipun novel ini tidak bergitu populer, namun
cerita yang dalam novel ini telah menjadi sebuah lagenda dalam masyrakat khusunya
masyarakat jawa.
Cerita novel Aurora Di Langit Alengka diperoleh dari mengeskplorasi kisah pada
zaman dahulu. Pengerang mengemas novel ini dengan bahasa yang sederhana dan
imajenatif, namun tetap memperhatikan kualitas isi. Dengan membaca novel Aurora Di
masyarakat jawa. Meskipun kisah yang terjadi dalam novel Aurora Di Langit Alengka
sudah sangat lama, akan tetapi pada kenyataannya kisah tokoh dalam novel tersebut
masih ada di zaman sekarang. Oleh kerena itu penulis berkeinginan untuk meneliti gaya
bahasa tersebut dengan judul ”Analisis Novel Aurora di Langit Alengka Karya Agus
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah Bagaimanakah Stilistika yang digunakan oleh pengarang pada
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan, antara
lain:
pada novel Aurora di Langit Alengka karya Agus Andoko. Penelitian ini diharapkan
dapat menambah ilmu pengetahuan dibidang sastra khususnya ilmu stilistika sehingga
menjadi pedoman, dan sumber referensi bagi penelitian yang akan meneliti hal yang
sama, untuk itu penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara teoretis
dan praktis.
pengembangan ilmu pengetahuan dalam hal ini ilmu Stilistika (ilmu tentang gaya
Secara praktis penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh semua kalangan umum
untuk meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan tentang stilistika yang terdapat
dalam sebuah karya sastra baik itu berbentuk puisi, prosa, maupun drama.
Anggapan dasar merupakan dasar pemikiran dari suatu kebenaran yang kemudian
dapat dipertanggung jawabkan oleh seorang peneliti. Anggapan dasar tersebut harus
sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, yang menjadi anggapan dasar dalam
b. Stilistika merupakan salah satu cabang ilmu yang mempelajari tentang gaya bahasa,
bahasanya.
b. Novel adalah suatu karya sastra yang imajenatif atau merupakan cerita rekaan
secara luas yang sering dialami oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari.
c. Analisis merupakn sebuah kegiatan untuk meneliti suatu objek tertentu secara
KAJIAN PUSTAKA
Karya sastra adalah hasil sastra, baik berupa puisi, prosa maupun lakon. (KBBI,
2005: 511). Menurut Wellek dan Warren (1993:243), salah satu batasan sastra adalah
segala sesuatu yang tertulis. Hal ini sesuai dengan pengertian sastra (literature) dalam
bahasa Barat yang umumnya berarti segala sesuatu yang tertulis, pemakaian bahasa
Wellek & Warren mengatakan bahwa “Teori genre adalah suatu prinsip
keteraturan: sastra dan sejarah sastra diklasifikasikan tidak berdasarkan waktu atau
tempat (periode atau pembagian sastra nasional), tetapi berdasarkan tipe struktur atau
susunan sastra tertentu”. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa karya-karya
sastra yang ada diklasifikasikan ke dalam suatu kelas atau kelompok berdasarkan
Berkenaan dengan klasifikasi atau pembagian sastra telah begitu banyak kita
kenal. Pembagian itu dimulai dari pembagian secara garis besar atau secara umum
sampai kepada pembagian berdasarkan ciri-ciri khusus suatu karya sastra. Dari
pembagian yang sudah ada kita mengenal bentuk sastra puisi, fiksi, dan drama.
Selanjutnya genre sastra tulis dapat dijabarkan ke dalam sub-sub genre yang terdiri atas
Pembagian sastra atas bentuk puisi fiksi, dan drama disebut dengan “pembagian
pokok”. Prosa fiksi yang terdiri dari tiga species; cerpen, novel, dan roman inilah yang
disebut sebagai “genre”. Wellek dan Warren mengatakan bahwa “Teori genre adalah
7
8
suatu prinsip keteraturan: sastra dan sejarah sastra diklasifikasikan tidak berdasarkan
waktu atau tempat (periode atau pembagiansastra nasional), tetapi berdasarkan tipe
struktur atau susunan sastra. Genre sastra sebagai suatu karya sastra dapat disimpul.kan
Pengertian novel dalam The American College Dictionary yang dikutip oleh
Tarigan (1984:164) dijelaskan bahwa “novel adalah suatu cerita yang fiktif dalam
panjang yang tertentu, melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang
representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut”. Novel
mempunyai panjang tertentu dan merupakan suatu cerita prosa yang fiktif.
Novel adalah suatu cerita prosa fiktif yang mempunyai panjang tertentu, di
demikian, di dalam sebuah novel mengangkat sebuah cerita kehidupan yang diidealkan
karena menampilkan kehidupan manusia secara mendalam dan kejadiannya pun luar
Wujud cipta sastra yang pertama-tama terlihat dari sisi bahannya adalah bahasa.
Bahasa adalah alat utama pengarang untuk menciptakan karya seni yang imajinatif
dengan unsur estetikanya yang dipandang dominan yang kemudian disebut dengan
nama sastra. Bahasa merupakan sarana pengarang agar leluasa dalam mengungkapkan
bahasa sebagai sarana pengungkapan makna dan efek estetik daribahasa. Bunyi bahasa
yang dituturkan pengarang mungkin selalu berubah kadang-kadang secara teratur dan
mencakup segala wujudnya yang diatur oleh asas-asas tertentu, baik yang berasaskan
ekspresi kejiwaan dalam karya sastra khususnya novel, disalurkan melalui bahasa yang
sastrawan, memerlukan kalimat yang sanggup menggugah perasaan yang halus dari
manusia dan peristiwa secara imajinatif maupun pemberian efek emotif bagi
berasal dari bahasa Latin dicere, dictum yang berarti to say „mengatakan‟. Diksi berarti
pemilihan dan penyusunan kata-kata dalam tuturan atau penulisan (Scoot, 1980:170).
Pemilihan kata dalam novel sangat penting, sebab kata dalam novel mempunyai dua arti
yaitu denotasi dan konotasi. Kata denotasi adalah bahasa yang menunjuk korespondensi
sastradiciptakan untuk dinikmati dan diapresiasi. Dalam hal ini setiap penulis
memilikicara dalam mengemukakan gagasan dan gambarannya serta gaya bahasa untuk
bahwa kajian ini dapat ditujukan terhadap berbagai ragam penggunaan bahasa
penelitian ini dapat dibatasi sebagai kajian terhadap gaya bahasa, khususnya yang
terdapat di dalam karya sastra. Pandangan Pradopo ini tidak berbeda dengan pandangan
Hartoko dan Rahmanto (1986:138) yang menyatakan stilistika sebagai cabang ilmu
sastra yang memiliki style atau gaya bahasa. Pendapat Chapman (Nurgiyantoro,
Penelitian stilistika menaruh perhatian pada penggunaan bahasa dalam karya sastra.
Persoalan yang menjadi fokus perhatian stilitika adalah pemakaian bahasa yang
menyimpang dari bahasa sehari-hari, atau disebut juga bahasa yang khas dalam wacana
bahasa asing atau unsur-unsur asing yang terdapat dalam karya sastra.
Stilistika sudah mulai dikenalsejak ratusan tahun yang lalu, kata stilistika secara
etimologis berasal dari analisis stilistika dimaksudkan untuk menentukan seberapa jauh
demikian, stilistika tidak dapat diterapkan dengan baik tanpa dasar linguitik yang kuat
11
sebab salah satu perhatianutamanya adalah kontras sistem bahasa sastra dengan bahasa
pada zamannya.
Stilistika secaraetimologis berasal dari Bahasa Inggris yang dikenal dengan istilah
stylistic. Kata stylistik berasal dari dua kata, yaitu kata style dan kata istik. Kata style
berarti gaya sedangkan kataistik berarti ilmu. Jadi kata Stylistik dalam bahasa
Stilistika adalah suatu ilmu yang digunakan untuk mengkaji cara sastrawan
memanipulasi, dengan arti memanfaatkan unsur dan kaidah yang terdapatdalam
bahasa dan efek apa yang ditimbulkan oleh pengarang itu. Stilistika juga meneliti
ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra, ciri-ciri yang membedakan
atau mempertentangkan dengan wacana non sastra, meneliti deviasi terhadap tata
bahasa sebagai sarana literer, Jadi stilistika meneliti fungsi puitik suatu bahasa.
pemakaian gaya bahasa yang khas atau istimewa, yang merupakan ciri khas seorang
penulis aliran sastra dan lain-lain yang menyimpang dari bahasa sehari-hari atau yang
kritik sastra yang menggunakan linguistik sebagai dasar kajian.Kajian stilistika ini
berkaitan dengan bagaimana kata-kata tersebut menimbulkan efek dan makna tertentu.
Analisis stilistika ini merupakan pendekatan struktural, sehingga analisis ini boleh
stilistika prosa, 1978:2) penyimpangn bahasa disebabkan oleh tiga hal yaitu displacing
arti), dan creating of meaning (penciptaan arti). Sejalan dengan pendapat tersebut para
12
ahli bahasa dan satra menyimpulkan bahwa setiap karya cipta baik itu yang berupa
puisi, prosa dan drama memilki makna yang menyimpang dari segi kebahasaannya.
ide tahu gagasannya berhububungan dengan gaya penulis. Bahasa merupakan alat yang
fenomena kehidupan dalam bentuk cerita. Melalui penggunaan bahasa dalam karya
sastra, alur cerita dapat diidentifikasikan. Dari paparan bahasa dalam teks dapat
diketahui ciri penggunaan bahasa yang lazim disebut gaya bahasa seorang pengarang
cara-cara penggunaan bahasa dengan kualitas estetis. Menurut Abrams unsur style atau
gaya bahasa terdiri dari unsur fonologi, sintaksis,leksikal, retorika(retorika yang berupa
yang menalaahteori stilistika berpandapat bahwa unsur style terdiri dari kategori
struktur kalimat, dan pencitraan.Dalam penelitian ini unsur gaya bahasa yang digunakan
adalah unsur retorika. Pembahasan unsur-unsur gaya bahasa yang menjadi objek dalam
stilistika Prosa, 2009:50) membedakan bahasa figuratif menjadi dua tipe yaitu tropen
dan figure of speechatau rhetorical figure. Kata tropen lebih dahulu populer sampai
abab XVIII. Oleh karena adanya ekses yang terjadi sebelumnya maka tropen dianggap
sebagai penggunaan bahasa indah dan menyesatkan. Oleh Karena itu, pada abab XVIII,
13
istilah itu mulai diganti dengan figure of speech. Bahasa figuratif merupakan bahasa
penyimpangan dari bahasa sehari-hari atau bahasa standar untuk memperoleh efek
tertentu.Terlepas dari konotasi kedua istilah itu, keduanya dapat digunakan dengan
pengertian yang sama, yaitu suatu penyimpangan bahasa secara evaluatif atau secara
emotif dari bahasa biasa. Penyimpangan itu bisa dalam (1) ejaan, (2) pembentukan kata
(3) kontruksi (kalimat, klausa, frasa), atau (4) aplikasi sebuah istilah untuk memperoleh
kejalasan, penekanan, hiasan, humor, atau suatu efek pada setiap karya sastra.
pengertian luas, stilistika adalah cara untuk mengungkapkan teori dan metodologi
penganalisisan formal sebuah teks sastra. Stilistika ini juga dapat disebut sebagai tempat
Satoto,1995: 36).
adalah bagian linguistik yang memusatkan diri pada variasi dalam penggunaan bahasa.
Stilistika berarti studi gaya, yang menyarankan bentuk suatu ilmu pengetahuan atau
linguistik dengan fungsi sastra, seperti yang dikemukakan oleh GeoffreyLeech dan
form and literary function”. Stilistika mengkaji wacanasastra dari orientasi linguistik
dan merupakan pertalian antara linguistik padasatu pihak dan kritik sastra di pihak lain.
pengarang dalam karya sastra adalah bahasa, maka pengamatan bahasa ini pasti akan
mengungkapkan hal-hal yang membantu kita menafsirkan makna suatu karya sastra atau
bagian-bagiannya. Kajian ini disebut kajian stilistika. Selain membantu seseorang untuk
menafsirkan makna suatu karya sastra, kajian ini juga membantu bagaimana pengarang
pengungkapannya.
Bidang kajian stilistika adalah style, yaitu cara yang digunakan seorangpembicara
Menurut Panuti Sudjiman (1993:12), style adalah gayabahasa dan gaya bahasa itu
sendiri mencakup diksi, struktur kalimat, majas, citraan, pola rima, serta matra yang
digunakan seorang pengarang atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Stilistika
dapat dikatakan sebagai studi yang menghubungkan antara bentu linguistik dengan
fungsi sastra, seperti yang dikemukakan oleh Geoffrey Leech dan Michael H. Short
(1981:4) bahwa “Stylistics, ... the study of relation between lingistics form and
literaryfunction”.
Gaya bahasa dalam novel terdapat pada berbagai tataran seperti kata, kalimat dan
wacana. Tataran kata misalnya pada pilihan kata-kata arkais, katakata serapan, tataran
15
frasa misalnya personifikasi, tataran kalimat misalnya ironi, dan tataran wacana
stilistika dapat meliputi kata-kata, tanda baca, gambar, serta bentuk tanda lain yang
dapat dianalogikan sebagai kata-kata. Bidang kajian tersebut terwujud sebagai print-out
ataupun tulisan dalam karya sastra. Secara potensial print-out itu dapat membuahkan 1)
gambaran objek atau peristiwa, 2) gagasan, 3) satuan isi, 4) ideologi yang terkandung
tersebut seperti fonologi, struktur kalimat, ciri makna kata, serta tidak melupakan ciri-
Dewasa ini, stilistika telah menjadi sebuah cabang ilmu, yang berasal dari
bawah ini diuraikan sejarah stilistika di Barat dan Indonesia dari zaman klasik hingga
zaman modern.
Barat, oleh karena itulah, sejarah perekmbangan stilistika dibedakan menjadi dua
dengan sejarah perkembangan retorika. Sejak zaman Plato (427-317 SM) dan
Aristoteles (384-322 SM) sesungguhnya telah ada kajian linguistik tentang proses
proaktif dalam kesusastraan. Zaman Plato dan Aristoteles mungkin terlalu jauh dari
16
zaman kita.Pada 1916 telah terbit sebuah kata hasil kerjasama sastrawan dan bahasa
berakhiran Formolisme Rusia judul buku itu, The Studi In Theory of Puitics
Language. Pada 1923 Roman Jakobsan menulis tentang puisi Ceko yang menerapkan
linguistik terhadap karya sastra. Berbagai anggapan pengkajian demikian akan merusak
mengemukan lima prinsip karya yang terbaik, yaitu pemikiran yang agung, emosi yang
intens, komposisi yang komplit, serta pemilihan kata yang sesuai dengai penggunaan
satu pendekatan yang dapat ditempuh untuk menemukan makna karya sastra. Analisis
sastra sebagai pedoman dalam mengkaji karya sastra dengan suatu pengkajian yang
relatif lebih obyektif dan ilmiah. Di Indonesia stilistika juga mengalami sejarah dan
perkembangan.
Ilmu pengetahuan modern berkembang dari dunia Barat. Demikian jugs teori-teori
sastra, khususnya teori sastra modern. Genre sastra pun, seperti soneta, jenis-jenis puisi
bebas, cerpen, dan novel yang berasal dari dunia Barat. Berbeda dengan di dunia Barat,
kemajuan. Masalah yang sama terjadi terhadap studi yang dianggap genesisnya, aitu
17
retorika. Retorika hanya dipahami sebagai bahasa dalam kaitanya dengan kemampuan
berpidato.
stilistika. Bahasa adalah alat untuk mewujudkan pengalaman jiwa yaitu cita dan rasa ke
dalam rangkaian bentuk kata yang tepat dan dengan sendirinya sesuai dengan tujuan
ilmu yang menyelidiki gaya bahasa disebut stilistika atau ilmu gaya biasa orang
berbicara tentang Style seseorang pengarang yang dimaksud bukan saja gayanya dalam
ahli gaya bahasa menjawab pertanyaan mengapa seorang pembicara atau pengarang
menyatakan pikiran dan perasaan seperti yang dilakukan dan tidak dalam bentuk lain,
membuat Diktat Mata Kuliah Stilistika, Program S1. Universitas Indonesia. Kemudian
Ia menerbitkan buku Bunga Rampai Stilistika. Grafiti, Jakarta 1993. Istilah stilistika
sejak 1980-an ini mulai dikenal di dunia Peguruan Tinggi sebab telah menjadi satu
disiplin ilmu.Hal ini dilatar belakangi oleh kenyataan selama ini bahwa dalam usaha
memahami karya sastra, para kritikus sastra menggunakan pendekatan intrinsik dan
ekstrisik, bahkan ada yang menggunakan beberapa pendekatan sekaligus. Semua itu ada
hukum untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang alasan pengarang
menciptakan karya tertulis, gagasan yang hendak disampaikan ataupun hal-hal yang
18
mempengaruhi cara penyampaiannya semua itu dilakukan untuk merebut makna yang
digunakan oleh pengarang adalah bahasa, pengantar bahasa pasti akan mengungkapkan
hal-hal yang membantu kita menafsirkan makna suatu karya sastra atau bagian-
pengkajian stilistika.Dalam pengkajian ini tampak relevansi linguistic atau ilmu bahasa
terhadap studi sastra.Dengan stilistika dapat dijelaskan interaksi yang rumit antara
bentuk dan makna yang sering luput dari perhatian dan pengamatan para kritikus sastra.
(Sudjiman,1993:8).
dengan baik konsep-konsep linguistik. Konsepsi dan kriteria pendekatan stilistika dalam
a. Bentuk dan variasi kalimat, klausa, frasa, kata, bunyi, dan majas.
penciptaan gaya.
h. Aspek makna.
bahasa.
dalam fiksi.
4) Pendekatan stilistika juga dikaitkan dengan analisis perwatakan. Hal ini penting,
karena bahasa mempunyai kaitan dengan karakter tokoh. Selain itu, perwatakan
atau perilaku pengarang juga senantiasa tercermin dari bahasa yang digunakan.
diukur dari segi pembicara (sastrawan), tetapi diukur dari penerimaan khalayak
20
kelemahan pembaca itu sendiri atau mungkin terjadi karena kesalahan penulis
dengan karyanya.
Bahasa kiasan merupakan bahasa perbandingan. Istilah bahasa kias atau kiasan ini
makna kata atau kelompok kata untuk meperoleh efek tertentu untuk membandingkan
atau mengasosiasikan dua hal yang berbeda. Bahasa figuratif (figure of languange)
adalah penyimpangan penggunaan bahasa oleh penutur dari pemahaman bahasa yang
dipakai sehari-hari, penyimpangan dari bahasa standar, atau penyimpangan makna kata
suatu penyimpangan rangkaian kata untuk memperoleh beberapa arti khusus atau efek
khusus.
Kajian gaya bahasa kias tidak difokuskan pada penggunaan jenis gaya bahasa
tertentu tetapi lebih difokuskan pada banyaknya gaya bahasa kias yang digunakan
dalam keseluruhan cerita. Dengan demikian peneliti tidak menghitung berapa jumlah
jenis gaya bahasa yang terdapat pada sebuah teks. Hal ini disebabkan oleh penggunaan
Pilihan kata merupakan sinonim dari kata diksi. Istilah diksi berasal dari bahasa
Inggris diction (diksi) menurut Abrams (1981:140) digunakan untuk pemilihan kata-
kata, frasa dan gaya dalam karya sastra. Pilihan kata pengarang, menurut Abrams, dapat
dianalisis berdasar katagori-katagori seperti pada tingkat kosa kata (vocabulary) dan
frasa yang berbentuk konkret atau absrak, asli atau tidak, bentuk bahasa sehari-hari atau
formal, dan literal atau kiasan. Keraf (1986:22-23) mengungkapkan bahwa istilah diksi
digunakan untuk menyatakan kata-kata yang dipakai untuk mengungkap suatu idea tau
gagasan, yang meliputi persoalan frasaologi, gaya bahasa dan ungkapan. Frasaologi
merupakan unsur stilistika yang berhubungan dengan variasi. Konsep variasi berasal
dari linguistik.
Penyimpangan dalam pilihan kata yang dapat ditemukan dalam Aurora di Langit
Alengka banyak ditemukan pemanfaatan koaskata yang secara etimologis berasal dari
2.8 Frasaologi
Pilihan kata atau diksi hanya memilih kata-kata yang cocok dan tapat untuk
digunakan dalam mengungkapkan gagasan atau ide, tetapi juga menyangkut persoalan
frasaologi (cara memakai kata atau frase d dalam konstruksi yang lebih luas, baik dalam
bentuk tulisan maupun ujaran, uangkapan, dan gaya bahasa). Frkasaologi mencangkup
yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan khas. Pemilihan gaya bahasa yang akan
secara individu.
(1982:47), frasaologi membahas masalah (1) cara-cara memahami kata atau frasa dalam
tulisan atau ujaran, dan gaya bahasa(2) perangkap ungkapan yang dipakai oleh orang
atau kelompok tertentu. Kata frasaologi terbentuk dari kata dasar frasa (Inggris :phase),
yaitu gabungan dua kata lebih yang bersifat tidak predikatif. Gabungan itu dapat
pemakian bahasa yang khas. Setiap pengarang memilki cara atau kreatifitas yang
sastra.
novel/karya fiksi berarti menikmati cerita dan menghibur diri untuk memperoleh
kepuasan batin.Melalui sarana cerita yang terdapat dalam novel tersebut pembaca secara
kehidupan yang secara sengaja oleh pengaran. Sedangkan Esten (1978:25) menyatakan:
Istilah novel berasal dari Italia yaitu nonella yang berarti “sebuah barang baru yang
kecil”. Dalam istilah novel tercakup pengertian roman yang dikenal sejak perang dunia
ke II. Di Indonesia istilah novel dikenal setelah kemerdekaan yakni setelah sastra
episode perjalanan hidup tokoh ceritanya, bahkan dapat pula menyinggung masalah-
masalah yang sesungguhnya tidak begitu internal dengan masalah pokok cerita itu
sendiri. Kehadiran novel hanyalah sebagai pelengkap saja dan kehadirannya tidak akan
Novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang
melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang reprenttifdalam suatu
alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. Novel adalah suatucerita dengan
suatu alur, cukup panjang mengisi satu buku atau lebih, yang menggarap kehidupan pria
dan wanita yang bersifat imajenatif. Novel ialah sebuah eksplorasi atai suatu kronik
sebuah roman, pelaku-pelaku mulai dengan waktu musa, menjadi tua, bergerak dari
sebuah adegan yang lain dari suatu tempat ke tempat yang lain. Novel merupakan karya
yang bersifat realities dan mengandung nilai psikologis yang mendalam, sehingga novel
dokumen, sedangkan roman atau romansa berada dalam kedudukan yang berbeda.Jassin
(dalam Nurgiyantoro, 2005:16) membatasi novel sebagai suatu cerita yang bermain
dalam dunia manusia dan benda yang di sekitar kita, tidak mendalam, lebih banyak
melukiskan satu saat seseorang dan lebih mengenai suatu episode.Mencermati perkataan
tersebut, pada kenyataannya banyak novel di Indonesia yang digarap secara mendalam,
24
baik itu penokohan maupun unsur-unsur intrinsik lainnya. Sejalan dengan Nurhiyantoro,
Hendy (1993:225) mengemukakan bahwa novel merupakan prosa yang terdiri dari
serangkaian peristiwa dan latar. Ia juga menyatakan, novel tidaklah sama dengan roman.
tentang tempat atau ruang, sehingga tidak mengherankan jika keberadaan manusia
dalam masyarakat selalu menjadi topik utama (sayuti, 2000:6-7). Masyarakat tentu
berkaitan dengan dimensi ruang atau tempat, sedangakan tokoh dalam masyarakat
perjalanan tokoh untuk menemukan karakternya, akan membutuhkan waktu yang lama,
apalagi jika penulis menceritakan tokoh dari muali masa kanak-kanak hingga dewasa.
Sayuti (2000:7), dikatagorikan dalam bentuk karya fiksi yang bersifat normal.
Bagi pembaca umumnya, pengategorian ini dapat menyadarkan bahwa sebuah fiksi
apapun bentuknya diciptakan dengan tujuan tertentu. Dengan demikian, pembaca dalam
novel adalah meniru dunia kemungkinan. Semua yang diuraikan di dalamnya bukanlah
diperkirakan bisa diwujudkan. Tidak semua hasil karya sastra harus adanya dunia nyata,
namun semua imajinasi pengarang harus diterima oleh nalar. Dalam sebuah novel, si
tersebut.
25
Sebagian besar orang membaca sebuah novel hanya ingin menikmati cerita yang
disajikan oleh pengarang. Pembaca hanya akan mendapatkan kesan secara umum dan
bagian cerita tertentu yang menarik. Membaca sebuah novel yang terlalu panjang yang
dapat diselesaikan setelah berulang kali membaca dan setiap kali membaca hanya dapat
menyesaikan beberapa episode akan memaksa pembaca untuk mengingat kembali cerita
yang telah dibaca sebelumnya. Hal ini menyebabkan pemahaman keseluruhan cerita
disimpulkan bahwa novel adalah sebuah cerita fiktif yang berusaha menggambarkan
atau melukiskan kehidupan tokoh-tokohnya menggunakan alur. Cerita fiktif tidak hanya
sebagai ceritakhayalan semata, tetapi sebuah imajinasi yang dihasilkan oleh pengarang
Novel memiliki ciri yang dapat dijadikan sebagai pegangan untuk mengetahui
apakah novel atau bukan. Berikut Hendy (1993:225) menyebutkan ciri-ciri novel
sebagai berikut:
a. Sajian cerita lebih panjang dari pada cerita pendek dan lebih pendek dari roman.
b. Bahan cerita diangkat dari keadaan yang ada dalam masyarakat dengan ramuan fiksi
pengarang.
c. Penyajian berita berlandas pada alur pokok atau alur utama yang batang tubuh
cerita, dan dirangkai dengan alur penunjang yang bersifat otonom (mempunyai latar
tersendiri).
d. Tema sebuah novel terdiri atas tema pokok (tema utama) dan tema bawahan yang
tokoh lainnya. Selain itu, dalam novel dijumpai pula tokoh statis dan tokoh dinamis.
Tokoh statis adalah tokoh yang digambarkan berwatak tetap sejak awal hingga
akhir. Tokoh dinamis sebalinya, ia bisa mempunyai beberapa karakter yang berbeda
Pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa cirri-ciri novel adalah cerita
yang lebih panjang dari cerita pendek, diambil dari cerita masyarakat yang diolah secara
fiksi, serta mempunyai unsur intrinsic dan ekstrinsik. Ciri-ciri novel tersebut dapat
menarik pembaca atau penikmat karya sastra karena cerita yang terdapat di dalamnya
Ada beberapa jenis novel dalam sastra. Jenis novel mencerminkan keragaman
tema dan kreatifitas dari sastrawan yang tak lain adalah pengarang novel.Nugiyantoro
a) Novel Anvontur
dianggapa sebagai tokoh pahlawan. Peristiwa demi peristiwa dihadapi oleh tokoh utama
melaju terus kedepan, artinya komplik-komplik yang dihadapi tokoh itu secara
b) Novel Psikologis.
novel psikologis ini tidak dititik beratkan pada satu tokoh saja. Tetapi seluruh tokoh
c) Novel Fantasi
27
Novel fantasi adalah novel yang mementingkan ide, konsep, dan gagasan
pengarangnya untuk menggunakan karakter yang tidak realitas, setting, plot yang tidak
wajar
d) Novel Sejarah
Novel Sejarah yaitu novel yang dibuat berdasarkan prinsip ilmu pengetahuan atau
pengetahuan.
e) Novel Hiburan
detektif, novel roman, novel misteri, novel gothis, dan novel kriminal.Novel hiburan ini
merupakan bacaan ringan yang menghibur dan novel hiburan ini jauh lebih banyak
ditulis dan diterbitkan serta lebih banyak dibaca orang sebagi pembaca untuk jenis
novel ini amat banyak karena sifatnya yang personal dan isinya hanya kenyataan semua
Novel hiburan juga menceritakan hal-hal yang indah seperti cerita percintaan yang
diperhatikan oleh para kritisi yang menyangkut masalah komersialnya, novel ini
digemari oleh semua kalangan masyarakat dari anak-anak hingga orang dewasa.
Ada beberapa macam novel yang sering kita jumpai dalam dunia sastra yang
karya sastra. Nyoman Kutha Ratna (1999:23) membedakan novel menjadi novel
a) Novel Populer
pengalamannya. Oleh karena itu, sastra popular yang baik banyak mengundang
yang diresmikan (konon) adalah kesusastraan yang sejauh ini banyak dipelajari di
mengganggu status qua(kekuasaan) seperti yang telah terjadi pada zaman Balai Pustaka
Ananta Toer atau kasus cerpen karya Ki Panji Kusmin, Langit Makin Mendung,
menjadi contoh yang terlarang pula.Sementara itu, karya sastra yang dianggap populer,
sastra hiburan.
bahwa sastra populer adalah dua perekam kehidupan dan tak banyak
kembali rekaan-rekaan kehidupan itu dengan harapan pembaca akan mengenal kembali
pengelamanya dan bukan penafsiran tentang emosi itu. Oleh kerana itu, sastra populer
Adapun pengkategorian novel sebagai novel populer atau novel serius bukanlah
menjadi hal baru dalam dunia sastra.Usaha ini tidak mudah dilakukan karena bersifat
29
riskan. Selain dipengaruhi oleh hal subjektif yangdike muncul dari pengamatan, juga
banyak faktor dari luar yang menentukan. Misalnya, sebuah novel yang diterbitkan oleh
penerbit yang biasa menerbit karya sastra yang telah mapan, karya tersebut akan
dikategorikan sebagai karya yang serius, karya yang bernilai tinggi, padahal pengamat
Nurgiyantoro juga menjelaskan bahwa novel popular adalah novel yang populer
jenis ini menampilkan masalah aktual pada saat novel itu muncul.Pada umumnya, novel
popular bersifat artifisial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak
memaksa orang untuk membacanya sekali lagi seiring dengan munculnya novel-novel
baru yang lebih populer pada masa sesudahnya. Di sisi lain, novel populer lebih mudah
b) Novel Serius
Novel serius atau yang lebih dikenal dengan sebutan novel satra merupakan jenis
karya sastra yang dianggap pantas dibicarakan dalam sejarah sastra tang bermunculan
cenderung mengacu pada novek serius. Novel serius harus sanggup memberikan segala
seseuatu yang serba mungkin, hal ini yang disebut makna sastra. Novel serius yang
memberikan pengalaman yang berharga dan mengajak pembaca untuk meresapi lebih
Berbeda dengan novel populer yang selalu mengikuti selera pasar, novel sastra
yang lebih serius. Teks sastra sering mengemukakan sesuatu secara implisit sehingga
ingin memahaminya dengan baik diperlukan daya konsentrasi yang tinggi disertai
dengan kemauan untuk itu. Novel jenis ini, disamping memberikan hiburan juga
terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca atau paling
tidak mengajak pembaca untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-
Beracuan dari pendapat di atas, ditarik sebuah simpulan bahwa novel serius
adalah novel yang mngungkapkan sesuatu yang baru dengan cara penyajian yang baru
pula. Secara singkat disimpulkan bahwa unsur kebaruan sangat diutamakan oleh novel
serius. Di dalam novel serius, gagasan doalah dengan cara yang khas. Hal ini penting
mengingat novel serius membutuhkan sesuatu yang baru dan memilki ciri khas daripada
novel-novel yang telah dianggap biasa.Novel ini memberi kesan kepada pembaca
METODE PENELITIAN
analysis atau analisis isi. Penelitian ini mendeskripsikan atau menggambarkan apa yang
menjadi masalah, kemudian menganalisis dan menafsikan data yang ada. Metode
content analysisatau analisis isiyang digunakan untuk menelaah isi dari suatu dokumen,
dalam penelitian ini dokumen yang dimaksud adalah novel Aurora di Langit Alengka
Sumber data penelitian ini adalah novel Aurora di LangitAlengka karya Agus
Andoko dengan jumlah 604 halaman, penerbit Diva Pres dan dicetak pada bulan Maret
Teknik pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisisis
berhubungan dengan masalah penelitian. Untuk mendapat kan data yang akurat, langkah
Selanjutnya mengklasifikasi setiap aspek dengan akurat, dan menentukan hasil dari
31
32
Teknik analisis data ini bertujuan untuk memahami stlistika dalam novel Aurora
di langit alengka karya Agus Andoko. Setelah data terkumpul, maka dilanjutkan dengan
Penelitian ini mengenai gaya bahasa (stilistika) yang terkandung dalam novel
Aurora di Langit Alengka karya Agus Andoko. Setelah dilakukan teknik analisis
dokumen, data yang diperoleh empat kajian stilistika yaitu : (a) bahasa kiasan (figures
bahasa yang dipakai sehari-hari (b) pilhan kata (diksi) digunakan untuk pemilihan kata-
kata, frasa, dan gaya dalam karya sastra (c) frasaologi merupakan cara pengungkapan
penggunaan bahasa oleh penutur dari pemahaman bahasa yang dipakai sehari-hari,
penyimpangan dari bahasa standar, atau penyimpangan makna kata untuk memperoleh
beberapa arti khusus atau efek khusus. Bahasa kias dibagi dalam tujuh bagian yaitu:
alegori.
Kajian gaya bahasa kiasan tidak difokuskan pada penggunaan jenis gaya bahasa
tertentu tetapi lebih difokuskan pada banyak gaya bahasa kiasan yang digunakan dalam
keseluruhan cerita. Dengan demikian penelitian tidak menghitung berapa jumlah jenis
gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang, namun peneliti hanya membahas tentang
33
34
a. Simile
dengan hal yang lain. Gaya simile memerlukan kata-kata perbandingan seperti kata-
kata: bagai, bagaikan, seperti, laksana, bak dan sebagainya. Adapun penggunaan simile
pada novel Aurora di Langit Aleng karyaAgus Andoko dapat dilihat padakutipan
berikut ini.
Data tersebut merupakan contoh pemanfaatan gaya bahasa bentuk simile karena
terdapat kata pembanding seperti, laksana. Kata pembanding tersebut digunakan untuk
menggambarkan bahwa satu hal yang sedang dibicarakan mempunyai kesamaan atau
Penggunaan kata pembanding seperti pada data (hal 150) menyamankan perasaan
manusia dengan alam yang ikut bahagia dengan bergembiran hati.Kerena pada saat itu
suasana alam jauh berbeda dari hari sebulumnya. Selanjutnya data (hal 154) kata seperti
terbang.Dimana di negeri Alengka sayap burung hampir sebesar pesawat terbang, dan
data (hal 208) penulisi juga menyamakan air laksana kristal yang mengalir dari sela-sela
35
batu, pengunkapan itu didasarin oleh warna air yang begitu bening dan jernih. Pada data
(109) dimana jameri tangan Nyai Drembo disamakan dengan bauh mentimun yang
kerap ibunya beli di pasar dan pada data (250) penulis menggunakan kata bagai dan kata
bak untuk menyamakan kecantikan Sinta dengan berbagai buah dan bintang yang
mengibaratkan kecantikan yang alami. Penggunaan kata pembanding seperti pada data-
benarbenarikut merasakan apa yang dialami oleh tokoh-tokohnya. Selain itu jugauntuk
b. Personifikasi
Adapun penggunaan personifikasi pada novel Aurora di Langit Alengka karya Agus
menggambarkan benda mati seolah-olah memiliki sifat seperti manusia. Pada data (hal
71) dimanaAgua Andoko menyamakan benda mati seolah-olah hidup seperti manusia,
kerena hanya manusia yang bisa bergoyang-goyang mengerakan tubuh sesuai dengan
tumbuhan berlari menjauh seakan-akan pohon dan tumbuhan memiliki kaki seperti
manusia yang bisa berlari dan berpindah tempat. Penggunaan gaya bahasapersonifikasi
itu tak terlepas dari fungsi personifikasi itu sendiri yaitu sebagaisarana retorika yang
36
bermakna.
c. Hiperbola
novel Aurora di Langit Alengka karya Agus Andoko adalahdapat dilihatpada data-data
berikut.
bahwa apa yang dialami oleh tokoh cerita benarbenarbisa ikut dirasakan oleh pembaca.
37
Dalam data-data diatas merupakan contoh pemanfaatan bentuk Hiperbola yang indah
Istilah diksi digunakan untuk pemilihan kata-kata, frasa, dan gaya bahasa dalam
karya sasra. Persoalan yang ada dalam gaya bahasa adalah berkaitan dengan ungkapan-
ungkapan individual atau karatreristik. Sebagai satuan dari perbendaharaan kata sebuah
bahasa terdiri dari dua aspek, yaitu aspek bentuk dan isi. Aspek bentuk atau ekspresi
adalah segi yang terdapat diserap dengan panca indra, yaitu dengan mendengar atau
melihat. Aspek isi adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengar atau
pembaca karena rangsangan aspek bentuk. Pilihan kata merupakan unsur stilistika yang
dari penyimpangan dalam pemilihan kata yang ditemukan dalam novel Aurora di Langit
Alengka. Karena didalam novel ini banyak ditemukan pemanfaatan kosakata yang
Pilihan kata digunakan untuk menamai tokoh diambil dari kosakata bahasa
Jawa. Kata-kata yang digunakan adalah: Laras, Bara, Radit, Mambang, Sedah, Sinta,
pendesaan seperti: Sedah, Sinta, Narasoma, Wibisana, Rama, Eyang Gondo, Hanoman,
Rahwana yang sering dipakai oleh masyarakat pedalamanJawa. Pilihan kata seperti
38
Laras, Radit, Mambang, dan Bara, dipakai untuk nama tokoh dari kota. Karena tokoh
Laras, Radit, Mambang, dan Bara, berasal dari kota dapat dipertegas dengan pilihan
kata seperti: mobil, lampu, gedung, nonsense(omong kosong), artis, koki hotel dan lain-
lain.
Pilihan kata untuk penamaan tokoh tersebut digunakan oleh pengarang untuk
menampilkan latar, yaitu latar desa dan latar kota. Ini artinya ada relasi antara tokoh
dengan latar. Sebagaimana prinsip strukturalisme, yaitu adanya relasional antara unsur-
unsurnya, unusr-unsur gaya bahasa (dalam hal ini diski), penokohan, dan latar dalam
novel Aurora di Langit Alengka. Pilihan kata dari kosakata bahasa daerah yang
Pemanfaatan leksikon bahasa Jawa juga digunakan dalam novel Aurora di Langit
Alengka diantaranya dapat dilihat pada kata, frasa ataupun klausa bahasa Jawa
leksikon bahasa Jawa dalam novel Aurora di Langit Alengka dapat kita temukan dalam
kalimat berikut.
Di depan mereka terlihat sebuah desa, dan sebentar kemudian mereka memasuki
gerbang batu berbentuk bentar dikanan jalan masuk. (hal.76)
Ia mengenakan kain yang melilit ketubuhnya, sabuk wolo. (hal. 83)
Hei, anak-anak lelaki tidak boleh kedapur, keluar sana! Ora ilok(hal. 95)
Oleh sedah, sego golong tadi dibentuk menjadi kerucut di tengah sebuah nyirut.
(hal. 98).
Pemilihan dan pemakaian kata bentar, sabuk, ora ilok, dan nyirut, pada data-data
di atas menunjukkan bahwa Agus Andoko kaya akan pengetahuan kosakata bahasa
setidaknya penulis telah mengalami situasi seperti dalam deskripsi cerita, misalnya pada
data (1) Bantar merupakan leksikon dalam bahasa jawa yang mengambarkan bangunan
gapuraatau gerbang menyupai gunung yang sementri. Kemudian pada data (2) sabuk
39
wolomerupakan leksinkon bahasa Jawa dalam cara berpakaian. Sabuk wolo adalah cara
seehingga penggunanya bisa bebas bergerak dan bisa juga digunakan oleh anak-anak.
(3) kata Ora ilok yang artinya tidak pantas merupakan pilihan kata yang menunjukan
derajat lelaki, dimana anak lelaki pada zaman dahulu tidak pantas berada di dapur. (4)
Nyirut merupakan leksikon dalam bidang penyajian makanan yang biasa digunakan
oleh orang Jawa dalam acara-acara tertentu. Nyirut adalah alat rumah tangga berbentuk
Jika kata bahasa Jawa tersebut diganti ke dalam bahasa Indonesia tentunya
pelukisan cerita akan terasa hambar. Pemilihan dan pemakaian leksikon bahasa Jawa
tersebut mencerminkan suasana yang sedang dialami oleh para tokoh dalam novel, dan
penggambaran situasi menjadi lebih jelas. Penggunaan bahasa jawa juga digunakan
“ Enak sekali kamuMambang, naik bajak ditarik kerbau,” teriak Radit yang
ngicak-icak di belakang. (hal. 115)
“Sudah san gawe, kita pulang,” kata Ki Buyut. (hal 119)
“ Ulun yang datang pada kalian, diberkatilah kalian, hidup penuh cinta sampai
kaken ninen. (hal 161)
Penggunaan kata bahasa Jawa pada data di atas, digunakan secara spontan oleh
pengarang dalam mendeskripsikan cerita. Pada data (1-3) kata ngicak-icak, san gawe,
kaken ninem merupakan kata asli bahasa Jawa yang sering digunakan oleh pengarang
untuk mendeskripsikan situasi yang sedang dialami oleh para tokoh. Kata ngicak-icak
dalam bahasa Indonesianya menginjak-ijak, kata san gawe dalam bahasa Indonesianya
waktu siang untuk beristirahat, kaken ninendalam bahasa Indonesianya kakek nenek.
Pemilihan dan pemakaian leksikon bahasa Jawa pada data-data di atas jika diganti
dengan leksikon bahasa Indonesia, maka deskripsi cerita menjadi biasa dan tidak memiliki
40
daya pikat bagi pembaca. Agus Andoko adalah orang Klaten yang selalu menggunakan
leksikon bahasa jawa dalam deskripsi ceritanya dalam bentuk karya sastranya.
Selain pemanfaatan leksikon bahasa jawa, kata sapaan dalam bahasa Jawa juga
sering digunakan dalam sebuah karya sastra. Pada novel Aurora di Langit Aleng karya
Agus Andoko terdapat bentuk- bentuk kebahasaan seperti kata yang dipergunakan
untuk saling merujuk dalam situasi percakapan yang berbeda-beda menurut sifat
hubungan antara pembicaranya. Adapun sifat hubungan itu didasarkan atas hubungan
oleh berbagai faktor yang erat berkaitan dengan penutur, lawan bicara, dan situasi
penuturan. Faktor-faktor itu adalah situasi (resmi dan tidak resmi), etnik (suku Jawa dan
bukan Jawa), kekerabatan (berkerabat dan tidak berkerabat), keintiman (intim dan tidak
intim), status (lebih tinggi, sederajat dan lebih rendah), umur (lebih tua, sebaya dan
lebih muda), jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), status perkawinan (kawin dan
tidak kawin), dan asal (kota dan desa). Berikut adalah penggunakan kata sapaan dalam
bahasa jawa yang terdapat dalam novel Aurora di langit Alengka karya Agus Andoko.
Nantik malam Eyang akan berkunjung ke kemah kalian, kata Eyang Gondobayu.
(hal. 35)
“ Nyai Drembo?”
“ Ya, Kami memanggilnya Nyai Drembo. Ia tinggal di desa yang baru saja kita
lewati tadi.” (hal 80)
“ Maaf Kisanak, adakah tempat penginapan di sini?” Tanya Bara. (hal 67)
Kata sapaan Eyang dan Nyai Drembon digunakan oleh eknis suku jawa dalam
memanggil orang yang lebih tua dari orang tua mereka. Sedangkan kata sapaan Kisanat
digunakan untuk memulai percakapan dengan orang yang belum mereka kenal.
Selanjutnya kata sapaan yang menunjukkan kekerabatan yaitu Biyung, Diajeng, dan
“ Sampai sepekan ke dapan kita masih bisa makan nasi Kanda,” (hal 246)
Untuk kekerabatan antara ibu dan anak, yang mana anak berkomunikasi dengan
ibu menggunakan kata sapaan biyung.Sedangkan untuk memanggil Istri digunakan kata
sapaan Diajeng, dan kata sapaan Kanda digunakan untuk memanggil suami atau
suadara laki-laki yang lebih tua. Dalam berkembangan dunia sastra yang lebih modern,
dimana teori-teori satra telah berkembang dan diaplikasikan dalam sastra yang
menggunkan imajenasi dan kata yang sangat menarik hingga menimbulkan kesan
elegan pada setiap karya sastra. Namun Agus Andoko tetap mempertahankan bahasa
daerahnya untuk menyatakan sapaan dalam karyanya. Hal ini menunjukkan kalau Agus
Andoko selain melestarikan bahasa daerahnya khususnya kata sapaan, ia juga ingin
memperkenalkan kata sapaan tersebut kepada masyarakat luas, dalam hal ini pembaca
karyanya. Selain itu juga dapat dikatakan bahwa Agus Andoko ingin mempertahankan
budaya lokal dalam hal menghormati lawan bicara dengan menggunakan kata sapaan
yang tepat. Pemanfaatan kata sapaan itu menambah kekhasan dan kekhususan kosakata
yang digunakan Agus Andoko dan menjadi ciri khas gaya kepenulisannya.
4.1.4 Frasaologi
Kata frasaologi berbentuk dari kata frasa yaitu gabungan dua kata atau lebih yang
bersifat tidak predikatif. Frasaologi bukan saja membahas tentang frasa dalam suatu
karya sastra, namun frasaologi juga dapat dikaitkan dengan cara seorang pengarang
dalam mengungkapkan bahasa secara khas. Dalam novel Aurora di Langit Alengka
ditemukan ungkapan khas dari bahasa jawa. Ungkapan khas yang digunakan oleh
pengarang sebagai sarana ajaran yang bersifat religius. Ungkapan itu seperti dalam
kutipan berikut.
Mambang tiba-tiba menuju sebuah cahaya yang bergerak pelan di langit kelam.
Serupa pesawat yang terbang malam, tetapi tak mungkin di sini ada pesawat.
Anak-anak geng Sarotama itu lalu ingit tembang “ Pangkur” yang kerap
dilantunkan ayah mereka ketika mereka masih kecil dulu. Sebuah tembang pengantar
tidur.
Makna ungkapan dalam kutipan diatas adalah bentuk nasehat agar manusia harus
menjaga hati dan berjiwa sabar. Kerena dewa akan membagikan bongkahan emas
kepada masyrakat yang memilihat sifat baik. Pilihan ungkapan di atas sesuai dengan
situasi yang sedang dialami oleh para tokoh di negeri Alengka dimana masyarakatnya
masih beragama hindu yang mempercayain dewa. Mereka beranggapan bahwa dewa
akan membagi rezaki kepada rakyatnya yang menjaga hati dan berjiwa bersih.
“ Hari ini kita mengadakan upacara syukuran sebagai ungkapan rasa terima
kasih kepada Sang Hyang Widhi wasa yang telah menganungerahkan calon
permaisuri baginegeri kita!” Begawa Pemekas mengakat tanganya, dan
peralahan teriakan warga mereda.
“ Sekarang,” lanjutnya setelah suasana kembali sepi, “ saatnya bagi kita
memanjatkan doa kepada Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Kuasa.”
(hal 10)
Arti ungkapan Sang Hyang Widhi Wasa adalah Tuhan Yang Maha Kuasa yang
memengang kekuasaan penuh atas isi dunia ini.Dalam ajaran agam Hindu dan Budha
setiap perayaan besar harus mengedakan acara syukuran atas nikmat yang telah
diberikan oleh Sang Maha Kuasa. Tidak hanya ajaran agama Hindu dan Budha saja,
bahkan agama Islam juga mengajarkan kita tentang arti kata syukur atas nikmat Allah
PENUTUP
Agus Andoko”, maka sebagai akhir dari tulisan ini penulis menarik kesimpulan. Di
samping itu, untuk mendapat penjelasan berimbang juga dikemukakan beberapa saran
5.1 Simpulan
Keunikan atau kekhasan pemakaian bahasa pada novel Aurora di Langit Alengka
Adapun keunikan pemilihan danpemakaian kosakata yaitu tampak pada pemilihan dan
sapaan dan frasaologi yang mengungkapkan kata secara khas. Novel Aurora di Langit
kosakata yang spesifik dan lain dariyang lain. Hal itu menghasilkan style tersendiri yang
menjadi ciri khusus Agus Andoko dalam menuangkan gagasan melalui karya sastranya.
Pemakaian gaya bahasa figuratif pada novel Aurora di Langit Alengka membuat
pengungkapan maksud menjadi lebih mengesankan, lebih hidup, lebih jelasdan lebih
menarik. Pada analisis yang dilakukan oleh peneliti, peneliti tidak menghitung seberapa
banyak bahasa kiasan yang digunakan oleh pengarang, namun peneliti hanya meneliti
bahasa kiasan yang mendominasi, seperti bahasa kiasan simile, personifikasi, dan
bahasa figuratif yang unik dan menimbulkan efek-efekestetis pada pembaca. Andrea
44
45
5.2 Saran
kesusastraan sebagai objeknya. Terkait dengan kajianstilistika ini maka ada beberapa
1. Kajian stilistika terhadap karya sastra novel Aurora ini masih terbuka untuk
2. Karya sastra khususnya novel Aurora di Langit Alengka sangat spesifik dan
stilistika untuk mengkaji karya sastra. Oleh karena itu, peneli lain sebaiknya
karya sastra agar kedepannya analisis yang berbentuk stilistika lebih bagus dan
berkualitas.
46
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, M.H. 1981. A. Glossary of Literary Terms. New York: Hol, Rinehart and
Winston.
Heryanto. 2009. Bahasa Konteks dan Teks. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press
Panuti Sujiman. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode, Kritik, dan
Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ratna, Kutha Nyoman. 2009. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Rene Wellek dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia
Sayuti, Suminto. A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.
Scoot. 1980. Current Literary Term, Aconcise Dictionary. London: The Macmilland
Press.
Lampiran 1
COVER NOVEL
49
Lampiran 2
Jika ada sebuah cara yang begitu menyenangkan untuk kita bisa belajar tentang
dunia wayang, maka membaca buku ini adalah salah satunya. Penggabungan yang
sangat berani antara cerita fantasi dan dunia Ramayana yang begitu apik, dengan
beragam pengetahuan lokal tentang makanan, obat-obatan, tradisi, serta kekayaan alam
Nusantara. Aurora di Langit Alengka adalah sebuah novel tebal yang sarat akan isi.
Pembaca akan mencapatkan 3 hal sekaligus dengan membaca novel ini: penghiburan
lewat kisahnya yang seru, pengetahuan tentang dunia wayang dan Ramayana, serta
khazanah kekayaan lokal (terutama bangsa Jawa). Sebuah novel yang patut diapresiasi,
tidak heran jika bahkan Dalang Ki Mantep Soedhaesono pun ikut memberikan
Dari segi cerita, Aurora di Langit Alengka memadukan antara kisah fantasi
dengan dunia perwayangan. Dikisahkan, empat orang sahabat (Bara, Radit, Laras, dan
Mambang) yang masih remaja tanpa sengaja menemukan sebuah jalan rahasia untuk
masuk ke dunia Ramayana saat mereka berlibur di rumah eyangnya di Klaten. Tahu-
tahu, mereka muncul di bukaan pohon beringin yang ternyata ada di tengah alun-alun
kebetulan keempat anak muda ini juga sangat menggemari dunia wayang. Laras, satu-
satunya cewek dalam kelompok itu, tentu saja merasa sangat senang karena ia akhirnya
tempo dulu ketika teknologi belum ada: membajak sawah dengan kerbau, mandi di
50
nikmat, mengikuti upacara sesaji desa yang penuh kehangatan, dan puncaknnya,
menghadiri acara pernikahan antara Rama dan Sinta. Bahkan, mereka bisa melihat para
bidadari dari kayangan yang asli, serta para dewa-dewi, batara-batari penguasa alam.
Puas dengan segala keajaiban itu, Laras yang begitu nge-fans dengan Sinta memutuskan
lokasi di mana Sinta akan diculik oleh Rahwana. Selama di hutan, keempat anak muda
itu telah belajar ilmu berburu kepada Suku Hutan jadi ketika akhirnya mereka bertemu
dengan rombongan Rama, Laksmana, dan Sinta; keempatnya terbukti menjadi sahabat-
dikisahkan. Salah satu antek Rahwana mencoba menarik Sinta dengan mengubah diri
menjadi kijang kencana. Tapi, Laras yang sudah tahu hal ini memperingatkan Sinta.
Rahwana gagal menculik Sinta, tapi sebagai akibatnya, Laras lah yang diculik dan
Entah bagaimana, kisah pun bergulir mengikuti pakem yang sudah ditetapkan
dalam Ramayana, kecuali dalam hal ini yang diculik adalah Laras dan bukannya Sinta.
Merasa berutang budi, Rama pun betekad membebaskan sahabatnya itu. Dikumpulkannya
semua tokoh-tokoh yang ada du pewayangan untuk menggempur Alengka. Dan, perang
besar pun menanti di depan. Sebuah perang epic tentang Ramayana yang luar biasa,
penuh keajaiban dan juga darah, namun banyak mengajarkan tentang kesetiaan,
Lampiran 3
Nama Agus Andoko melejit seiring kesuksesan dalam menulis buku-buku baik itu
buku dibidang pengetahuan maupun dalam bidang karya sastra. Agus Andoko lahir
Komunikasi di Fisip UNS Surakarta pada tahun 1991. Memulai karir kepenulisan
sebagi wartawan harian umum Jayakarta, Jakarta tahun 1991-1994. Than 1994 keluar
dari Jayakarta menjadi penulis lepas untuk berbagai majalah, tabloid, dan surat kabar.
Awal tahun 2002, mulai menulis buku-buku pertanian, perkebunan, pertenakan, dan
tanaman hias di terbitkan oleh Agromedia Pustaka. Sampai tahun 2012 sudah sekitar 25
judul buku diterbitkan oleh Agromedia Pustaka. Setelah menulis buku Agus Andoko
mulai meranjak ke dunia sastra. Dia menulis karya fiksi perdananya pada tahun 2013