Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang.

Stilistika (stylistics) menyaran pada pengertian studi tentang stile, kajian terhadap
wujud performansi kebahasaan, khususnya yang terdapat di dalam karya sastra. Kajian
stilistika itu sendiri sebenarnya dapat ditujukan terhadap berbagai ragam penggunaan
bahasa, tak terbatas pada sastra saja namun biasanya stilistika lebih sering dikaitkan
dengan bahasa sastra (Chapman dalam Nurgiyantoro, 2010: 279).

Menurut Ratna (2009: 3) stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan
stile (style) secara umum adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu
diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai
secara maksimal. Gaya merupakan salah satu cabang ilmu tertua dalam bidang kritik
sastra. Makna-makna yang diberikan sangat kontroversial, relevansinya menimbulkan
banyak perdebatan. Gaya terkandung dalam semua teks, bukan bahasa tertentu, bukan
semata-mata teks sastra. Gaya adalah ciri-ciri, standar bahasa, gaya adalah cara ekspresi.
Meskipun demikian, pada umumnya gaya dianggap sebagai sebuah istilah khusus,
semata-mata dibicarakan dan dengan demikian dimanfaatkan dalam bidang tertentu,
bidang akademis, yaitu bahasa dan sastra. Dengan pertimbangan bahwa gaya menyangkut
masalah penggunaan bahasa secara khusus, maka sastralah, dalam hubungan ini karya
sastra yang dianggap sebagai sumber data utamanya.

Perkembangan terakhir dalam sastra juga menunjukkan bahwa gaya hanya dibatasi
dalam kaitannya dengan analisis puisi. Alasannya, di antara genre-genre karya sastra,
puisilah yang dianggap sebagai memiliki penggunaan bahasa paling khas. Stilistika jelas
berkaitan dengan genre.Sebagai institusi genre seolah-olah memaksa pengarang untuk
menciptakan jenis yang sesuai dengan karya yang ditulis. Seorang penyair sejak semula
sudah berpikir bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa puisi, bahasa dengan tingkat
seleksi yang tinggi. Seperti pernyataan tersebut, pendapat yang sama juga dikemukakan
oleh Noor (2005: 118) bahwa stilistika berasal dari kata style yang artinya gaya. Style
atau gaya adalah cara khas yang dipakai seseorang untuk mengungkapkan diri. Cara
pengungkapan tersebut dapat meliputi setiap aspek bahasa (kata-kata, kiasan-kiasan,
susunan kalimat, nada, dan sebagainya).

1
Analisis stilistika biasanya dimaksudkan untuk menerangkan sesuatu, yang pada
umumnya dalam dunia kesastraan dan pada khususnya dalam puisi untuk menerangkan
hubungan antara bahasa dengan fungsi artistik dan maknanya. Kajian stilistika juga
dimaksudkan untuk menunjukkan hubungan antara apresiasi estetis (perhatian kritikus) di
satu pihak dengan deskripsi linguistik (perhatian linguis) di pihak lain (Leech & Short
dalam Nurgiyantoro, 2010: 280). Stilistika kesastraan, dengan demikian, merupakan
sebuah metode analisis karya sastra. Gaya dengan demikian adalah kualitas bahasa,
merupakan ekspresi langsung pikiran dan perasaan. Tanpa adanya proses hubungan yang
harmonis antara kedua gejala tersebut, maka gaya bahasa tidak ada. Dalam aktivitas
kreatif komunikasi antara pikiraan dan perasaan diproduksi secara terus-menerus sejak
awal hingga akhir cerita, sehingga keseluruhan karya dapat dianggap sebagai memiliki
gayabahasa. Perbedaannya ciri-ciri perasaan dominan dalam puisi, sebaliknya, pikiran
dominan dalam prosa (Murry dalam Ratna, 2009: 6).
Style atau gaya dapat diartikan sebagai 9 cara khas yang dipergunakan oleh
seseorang untuk mengutarakan atau mengungkapkan diri dengan gaya pribadi (Al-
Ma‟ruf, 2009: 9). Menurut Shipley dalam Ratna (2009: 8) stilistika (stylistic) adalah ilmu
tentang gaya (style), sedangkan style itu sendiri berasal dari akar kata stilus (Latin),
semula berarti alat berujung runcing yang digunakan untuk menulis di atas bidang
berlapis lilin. Bagi mereka yang dapat menggunakan alat tersebut secara baik disebut
sebagai praktisi gaya yang sukses (stilus exercitotus), sebaliknya bagi mereka yang tidak
dapat menggunakannya dengan baik disebut praktisi gaya yang kasar atau gagal (stilus
rudis). Benda runcing sebagai alat untuk menulis dapat diartikan bermacam-macam.
Salah satu di antaranya adalah menggores, melukai, menusuk bidang datar sebagai alas
tulisan.
B. Rumusan masalah
1. Jelaskan hubungan dan contoh stilistika dan sastra
2. Jelaskan hubungan dan contoh stilistika dan estetika
3. Jelaskan hubungan dan contoh stilistika dan retorika
4. Jelaskan hubungan dan contoh stilistika dan semiotika
C. tujuan pembuatan makalah
1. untuk mengetahui hubungan dan contoh stilistika dan sastra
2. untuk mengetahui hubungan dan contoh stilistika dan estetika
3. untuk mengetahui hubungan dan contoh stilistika dan retorika
4. untuk mengetahui hubungan dan contoh stilistika dan semiotika

2
BAB II

PEMBAHASAN

 STILISTIKA
A. Pengertian stilistika dan sastra

Stilistika sering dikaitkan dengan bahasa sastra. Stilistika dikenal sejak ratusan
tahun yang lalu, kata stilistika secara etimologis berasal dari Bahasa Inggris yang
dikenal dengan istilah stylistic. Kata stylistic berasal dari dua kata, yaitu kata style
dan kata istic. Kata style berarti gaya sedangkan kataistic berarti ilmu. Jadi kata
Stylistic dalam bahasa Inggrisnya dapat diartikan sebagai Ilmu Gaya (Gaya
Bahasa). Stilistika membicarakan bagaimana memahami dan mengkaji sastra dari
segi penggunaan bahasa yang dilakukan oleh penyair.

Sastra (merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra, yang berarti
"teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang
berarti "instruksi" atau "ajaran". Teks Sastra juga tidak hanya teks yang berisikan
tentang intruksi ajaran, lebih dari itu dalam bahasa Indonesia kata ini biasa
digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang
memiliki arti atau keindahan tertentu.

Hal yang perlu diketahui juga ada pemakaian istilah sastra dan sastrawi.
Segmentasi sastra lebih mengacu sesuai defenisinya sebagai sekadar teks. Sedang
sastrawi lebih mengarah pada sastra yang kenpetal nuansa puitis atau abstraknya.
Istilah sastrawan adalah salah satu contohnya, diartikan sebagai orang yang
menggeluti sastrawi, bukan sastra. Karena, sastrawan adalah seorang yang
menyukai nuansa puitis dan abstraknya, tidak sekadar teks.

Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis
atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan
tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan
pengalaman atau pemikiran tertentu.

Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa.

3
1. Hubungan stilistika dengan sastra

Sastra merupakan bidang kajian yang begitu banyak mengandung bidang


pandang. Bagi setengah orang sastra itu dinilai sebagai kreasi seni yang
mengandung nilai-nilai luhur, nilai moral, yang berguna untuk mendidik umat.
Sastra merupakan karya seni kreatif yang berupa media yang memiliki dua fungsi
pokok yaitu, pertama, menyampaikan ide, teori, emosi, sistem berpikir, dan
pengalaman keindahan manusia. Kedua, menampung ide, teori, emosi, sistem
berpikir, dan pengalaman keindahan manusia. Untuk menjalankan kedua fungsi
itu sebuag karya sastra hendaknya tidak hanya terbebani oleh isi yang bermutu
tetapi juga memiliki gaya penyampaian yang indah, menarik, dan memikat.

Sastra mengandung sifat khas yang memiliki kualitas atau nilai yang
istimewa. Selain itu, sastra juga memiliki sistem penyajian yang berupa bahasa.
Sastra juga memiliki komunikasi yang khas sehingga gaya penulisan yang dipilih
sastrawan sangat beragam. Pengarang memiliki kebebasan dalam memilih gaya
penyampaian gagasan atau ide tanpa perlu mempertimbangkan siapa penanggap
atau siapa yang membaca karyanya.

Menurut Luxemburg (dalam Semi, 2008:3) terdapat lima aspek karya


sastra, yaitu sebagai berikut. Pertama, sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah
kreasi. Kreasi di sini adalah kreasi seniman 4atau sastrawan yang menciptakan
kehidupan baru di bumi ini yang disajikan dalam karyanya. Kedua, sastra bersifat
otonom, artinya sebuah karya sastra adalah sebuah “individu” yang mandiri yang
memiliki sistem sendiri, yang tidak mengacu pada yang lain. Ketiga, karya sastra
memiliki koherensi, artinya sebuah karya sastra memiliki hubungan erat dan
selaras antara bentuk dan isi, dan di antara unsur-unsur lain yang berada di
dalamnya. Keempat, sastra menghidupkan sebuah sintesis, yaitu sintesis antara
hal-hal yang paling bertentangan, seperti antara roh dan benda. Kelima, sastra
mengungkapkan yang tak terungkapkan, hal ini terjadi karena sastra merupakan
hasil kreasi sastrawan yang memiliki kemampuan yang hebat dalam berpikir,

4
berimajinasi sehingga mereka dapat melihat nilai-nilai kehidupan yang bagi orang
lain tidak terlihat.

Kebebasan pengarang dalam menuangkan ide atau gagasan ke dalam


bentuk karya sastra tidak bisa dianalisis atau ditelaah hanya menggunakan ilmu
biasa, tetapi harus ditelaah dengan ilmu khusus yaitu stilistika. Karena stilistika
merupakan ilmu yang mengkaji gaya bahasa yang terdapat dalam suatu karya.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa stilistika merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sastra. Bahkan ada yang mengungkapkan bahwa sastra itu adalah
stilistika, dan stilistika itu adalah sastra.

2. Fungsi sastra

Fungsi sastra sendiri memiliki aneka ragam tegantung dari golongannya.


Berikut ini adalah beberapa fungsi sastra di dalam kehidupan masyarakat yang
bisa diambil dan dirasakan.

• Fungsi reaktif. Bahwa sastra memiliki fungsi reaktif artinya adalah sastra itu
dapat menghibur bagi pembaca dan penikmatnya. Seperti halnya pada drama
komedi yang mana dapat menghibur para penontonnya. Sedangkan drama sendiri
tercipta atau tergolong ke dalam jenis karya sastra.

• Fungsi didaktif. Di mana sastra memiliki sifat yang mendidik. Sehingga sastra
sendiri berfungsi dapat mendidik dan memberikan informasi, pengetahuan, atau
wawasan. Karena di dalam karya sastra terdapat berbagai unsure dan nilai yang
bisa kita petik juga sesuai dalam kehidupan sehari-hari.

• Fungsi estetis. Seperti yang dikatakan di pengertian sastra bahwa sastra adalah
tulisan indah. Sehingga, bisa dikatakan bahwa sastra memiliki nilai estetika yang
mana dapat dinikmati oleh penikmat dan pembaca.

3. Contoh sastra

5
Secara harfiah, sastra tergolong menjadi tiga macam, yaitu drama, prosa, dan
puisi. Ketiga golongan tersebut pun juga terdiri dari berbagai jenis. Berikut ini
adlaah penjelasan dari ketiga macam sastra.

1. Drama. Drama merupakan karya sastra berupa kisah atau cerita yang
dipentaskan atau ditampilkan di atas panggung. Drama sendiri terdaqpat unsur
seperti dialog, pemeran, property, dan lain sebagainya. Namun drama tergolong
sebagai karya sastra, jika masih ke dalam bentuk tulisan atau naskah. Tapi, jika
sudah dipentaskan, akan menjadi macam karya seni. Inilah bedanya antara jenis
sastra dengan jenis karya seni. Meskipun orang lebih cenderung menikmati
pertunjukannya dibandingkan naskahnya.

2. Prosa. Prosa merupakan karangan bebas yang tergolong ke dalam macam


sastra. Karena masih mengandung unsure tulisan indah yang sengaja dibuat
dengan berbagai nilai dan pesan yang tersirat di dalam tulisannya.

3. Puisi. Berbeda halnya dengan prosa dan drama. Bahwa puisi lebih cenderung
ke tulisan singkat, namun memiliki makna yang sangat mendalam.

B. Pengertian estetika

Istilah estetika sangat dekat dan erat hubungannya dengan kata seni, pada saat
yang sama para ahli banyak yang mengkategorikan kedua hal tersebut kedalam
definisi yang sama, akan tetapi tidak sedikit yang menyatakan bahwa estetika
adalah sebuah bentuk dari keindahan yang berbeda dengan istilah seni. Estetika
sering dihubungakan dengan sesuatu yang berbau seni karena mengandung
keindahan yang dapat diapandang. Sejak kemunculannya estetika selalu
digunakan untuk mengutarakan bahasa filsafat terhadap karya seni. Namun pada
kenyataanyasei tidak hanya dipandang sebagai sesuatu yang indah sehingga harus
ada bidang yang digunakan untuk menjawab hakekat seni sebenarnya yaitu
filsafat seni. Kata estetika sendiri berakar dari bahasa latin “aestheticus” atau
bahasa Yunani “aestheticos” yang merupakan kata yang bersumber dari istilah

6
“aishte” yang memiliki makna merasa. Estetika dapat didefinisikan sebagai
susunan bagian dari sesuatu yang mengandung pola, dimana pola tersebut
mempersatukan bagian-bagian yang membentuknya dan mengandung keselarasan
dari unsur-unsurnya, sehingga menimbulkan keindahan. Dari hal tersebut dapat
diartikan bahwa esetetika menyangkut hal perasaan seseorang, dan perasaan ini
dikhususkan akan perasaan yang indah. Nilai indah yang dimaksudakan tidak
hanya semata-mata mendefinisikan bentuknya tetapi bisa juga menyangkut
keindahan dari isi atau makna yang terkandung didalamnya.

Bisa diibaratkan dengan membandingkan dua orang wanita, wanita yang


cantik adalah kecantikan yang hanya terpancar dari fisik wanita tersebut dan enak
dipandang oleh mata. Akan tetapi wanita yang indah bisa digambarkan dengan
seorang wanita yang memilki pesona jangka panjang, selain mempunyai paras
yang cantik wanita tersebut memiliki value atau nilai tambah dengan pesona yang
dimilikinya, jadi wanita yang cantik tidak semuanya termasuk wanita yang
memilki keindahan atau nilai estetika. Karena wanita yang indah (menurut
kattsoff, 1986:381) adalah bukan hanya wanita yang enak dipandang tetapi lebih
dari itu wanita yang indah memiliki banyak hal yang dapat dinikmati dengan
perasaan meyenangkan hati.

1. Hubungan stilistika dengan estetika

Stilistika dan retorika merupakan dua ilmu yang saling berhubungan,


berjalan bersama-sama, kadang-kadang berhimpitan. Hal tersebut terjadi karena
kedua ilmu menyangkut kajian yang sama, yaitu mempersoalkan kehebatan atau
keandalan menggunakan bahasa yang bergaya, yang menarik dan memikat.

Retorika adalah ilmu yang mengajarkan tindak dan usaha yang efektif dalam
persiapan, penataan, dan penampilan tutur untuk membina saling mengerti dan
kerja sama serta kedamainan dalam kehidupan bermasyarakat (Oka, 1976). Ahli
lain, Keraf (1986) menyebutkan batasan retorika sebagai cara pemakaian bahasa
sebagai seni baik lisan maupun tertulis yang didasarkan pada suatu pengetahuan
atau suatu metode yang teratur atau tersusun baik. Kedua rumusan tersebut

7
mempunyai maksud yang sama yaitu, retorika merupakan ilmu pemakaian bahasa
yang sistematis dan efektif yang memiliki seni.

Di dalam kehidupan berbahasa khususnya retorika modren, memang lebih


ditekankan pada kemampuan berbahasa tulis yang efektif dan efisien. Keefektifan
diarahkan pada pencapaian sasaran yang tepat dan pemahaman utuh. Sedaangkan
keefesian dimaksudkan adalah bahasa yang digunakan adalah bahasa yang tertata
rapi tanpa mengumbar kata yang banyak.

Untuk memperoleh kemampuan berbahasa yang efektif dan efesien harus


menempuh berbagai cara, antara lain sebagai berikut:

1. Penguasaan secara efektif sejumlah besar kosa kata agar mampu memilih
kata yang paling tepat dan sesuai untuk mewadahi gagasan.

2. Penguasaan kaidah kebahasaan (gramatika) sehingga memberi peluang


yang bersangkutan memilih berbagai variasi bentuk pengungkapan dengan nuansa
dan konotasi yang berbeda.

3. Mengenal dan menguasai berbagai macam ragam dan gaya bahasa, serta
mampu menciptakan gaya yang baru dan lebih hidup.

4. Mengenal aturan teknis penyusunan berbagai jenis wacana karena setiap


wacana memiliki persyaratan khusus yang dalam pengembangannya.

5. Memiliki kemampuan bernalar yang benar sehingga gagasan dapat dikelola


secara sistematis dan sekaligus mencegah terjadinya konsep salah nalar dalam
berkomunikasi.

Unsur-unsur yang mendukung terjadinya efek komunikasi yang kuat


menurut Ignas Kleden (1983), antara lain sebagai berikut:

1. Penting atau berbobotnya pesan yang dikandungnya.

2. Adanya kecerdasan dan kecendeian.

3. Adanya elokuensia (eloquence).

8
Stilistika dan retorika merupakan dua ilmu yang memiliki beberapa
persamaan, yaitu sebagai berikut:

1. Sama-sama menggunakan topik bahasan pokok yang sama, yaitu


kemampuan berkomunikasi verbal, baik dalam bentuk lisan dan tulisan.

2. Sama-sama menganut pandangan bahwa komunikasi yang baik dapat


dicapai dengan persiapan atau perencanaan yang baik dapat dicapai dengan
persiapan atau perencanaan yang baik dan dengan menggunakan teknik atau tata
krama penyajian yang baik pula.

3. Sama-sama menganggap bahwa pencapaian hasil atau tujuan komunikasi


yang baik ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor kemampuan penutur,
faktor kualitas topik atau gagasan, faktor sistem penyajian gagasan dengan
menggunakan bahasa yang bergaya dan bernilai estetik, dan faktor kemampuan
penanggapan atau penikmatan oleh pembaca atau pendengar.

Beberapa perbedaan antara komunikasi sastra (stilistika) dengan komunikasi


nonsastra (retorika) adalah sebagai berikut:

1. Stilistika bersifat subjektif sedangkan retorika bersifat objektif.

2. Stilistika bersifat ekpresif sedangkan retorika bersifat impresif.

3. Stilistika sasarannya perasaan sedangkan retorika sasarannya adalah pikiran.

4. Stilistika merupakan komunikasi yang memancing keindahan, sedangkan


retorika merupakan komunikasi yang memancing kekuatan.

5. Stilistika berkecendrungan memunculkan keragaman makna sedangkan


retorika memunculkan kesatuan makna.

1. Hubungan stilistika dengan estetika

Estetika berasal dari bahasa Yunani yaitu Aisthetike. Pertama kali digunakan oleh
filsuf Alexander Gottlibe Baumgarten pada tahun 1735 untuk pengertian ilmu tentang hal
yang dirasakan lewat perasaan. Kajian estetika akan mengungkapkan keindahan karya

9
sastra. Keindahan adalah ciptaan pengarang dengan seperangkat bahasa. Melalui
eksplorasi bahasa yang khas, pengarang akan menampilkan aspek keindahan yang
optimal. Keindahan adalah sebuah aplikasi dari interasa dan inscape. Interasa adalah
pengaruh yang nyata dari tangan Tuhan terhadap cipta kreatif terhadap seorang sastrawan
sedangkan Inscape adalah pemahaman atau kekuatan melihat sesuau dengan pikiran dan
hati sebagai suatu pundak realitas dalam sastra berdasarkan kebenaran Tuhan.

Pada hakikatnya, Stilistika atau Style merupakan teknik pemilihan ungkapan


kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan disampaikan atau
diungkapkan. Stilistika sangat erat kaitannya dengan estetika. Di dalam stilistika terdapat
nilai estetik. Estetika merupakan ilmu yang mempelajari tentang keindahan dari suatu
objek yang indah. Nilai estetik mempunyai arti nilai dari suatu keindahan yang kita
rasakan setelah kita menemukan makna kita dapat menilai seberapa indah objek tersebut.
Jadi, di dalam Stilistika terdapat Estetika.

Stilistika mengkaji berbagai fenomena kebahasaan dengan menjelaskan berbagai


keunikan dan kekhasan pemakaian bahasa adalam karya sastra berdasarkan maksud
pengarang dan kesan pembaca. Estetika sendiri merupakan aspek yang berhubungan
dengan keindahan. Estetika mempelajari aspek yang memberi keindahan pada sebuah
karya seni, termasuk karya sastra.

Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia


bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Estetika merupakan cabang
yang sangat dekat dengan filosofi seni. Dengan demikian, Stilistika dan estetika
mempunyai kesatu paduan dimana Stilistika itu adalah gaya. Gaya selalu dihubungkan
dengan pemakaian bahasa dalam karya sastra. Karya sastra tersebut merupakan
keindahan. Dari keindahan tersebut Estetika berperan sebagai ilmu yang membahas
keindahan, bagaimana karya sastra itu terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasa

2. Contoh nilai estetika

Contoh nilai estetika adalah apabila kita melihat suatu pemandangan, menonton
sebuah pentas pertunjukan, atau merasakan makanan, nilai estetika bersifat subjektif pada
diri yang bersangkutan. Seseorang akan merasa senang dengan melihat sebuah lukisan

10
yang menurutnya sangat indah, tetapi orang lain mungkin tidak suka dengan lukisan itu.
Kita tidak bisa memaksakan bahwa luikisan itu indah.

C. Pengertian retorika

Retorika (dari bahasa Yunani: ῥήτωρ, rhêtôr, orator, teacher) adalah sebuah teknik
pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan
melalui karakterpembicara, emosional atau argumen (logo), awalnya Aristoteles
mencetuskan dalam sebuah dialog sebelum The Rhetoric dengan judul 'Grullos' atau Plato
menulis dalam Gorgias, secara umum ialah seni manipulatif atau teknik persuasi politik
bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara
dengan pendengar melalui pidato, persuader (orang yang mempersuasi) dan yang
dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, kepercayaan dan pengharapan
mereka.[1] Ini yang dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai konsubstansialitas dengan
penggunaan media oral atau tertulis, bagaimanapun, definisi dari retorika telah
berkembang jauh sejak retorika naik sebagai bahan studi di universitas. Dengan ini, ada
perbedaan antara retorika klasik (dengan definisi yang sudah disebutkan di atas) dan
praktik kontemporer dari retorika yang termasuk analisis atas teks tertulis dan visual.

1. Hubungan stilistika dengan retorika

Stilistika dan retorika merupakan dua ilmu yang saling berhubungan, berjalan
bersama-sama, kadang-kadang berhimpitan. Hal tersebut terjadi karena kedua ilmu
menyangkut kajian yang sama, yaitu mempersoalkan kehebatan atau keandalan
menggunakan bahasa yang bergaya, yang menarik dan memikat.

Retorika adalah ilmu yang mengajarkan tindak dan usaha yang efektif dalam persiapan,
penataan, dan penampilan tutur untuk membina saling mengerti dan kerja sama serta
kedamainan dalam kehidupan bermasyarakat (Oka, 1976). Ahli lain, Keraf (1986)
menyebutkan batasan retorika sebagai cara pemakaian bahasa sebagai seni baik lisan
maupun tertulis yang didasarkan pada suatu pengetahuan atau suatu metode yang teratur
atau tersusun baik. Kedua rumusan tersebut mempunyai maksud yang sama yaitu,
retorika merupakan ilmu pemakaian bahasa yang sistematis dan efektif yang memiliki
seni.

Di dalam kehidupan berbahasa khususnya retorika modren, memang lebih ditekankan


pada kemampuan berbahasa tulis yang efektif dan efisien. Keefektifan diarahkan pada

11
pencapaian sasaran yang tepat dan pemahaman utuh. Sedaangkan keefesian dimaksudkan
adalah bahasa yang digunakan adalah bahasa yang tertata rapi tanpa mengumbar kata
yang banyak.

Untuk memperoleh kemampuan berbahasa yang efektif dan efesien harus menempuh
berbagai cara, antara lain sebagai berikut:

1. Penguasaan secara efektif sejumlah besar kosa kata agar mampu memilih kata yang
paling tepat dan sesuai untuk mewadahi gagasan.

2. Penguasaan kaidah kebahasaan (gramatika) sehingga memberi peluang yang


bersangkutan memilih berbagai variasi bentuk pengungkapan dengan nuansa dan konotasi
yang berbeda.

3. Mengenal dan menguasai berbagai macam ragam dan gaya bahasa, serta mampu
menciptakan gaya yang baru dan lebih hidup.

4. Mengenal aturan teknis penyusunan berbagai jenis wacana karena setiap wacana
memiliki persyaratan khusus yang dalam pengembangannya.

5. Memiliki kemampuan bernalar yang benar sehingga gagasan dapat dikelola secara
sistematis dan sekaligus mencegah terjadinya konsep salah nalar dalam berkomunikasi.

Unsur-unsur yang mendukung terjadinya efek komunikasi yang kuat menurut Ignas
Kleden (1983), antara lain sebagai berikut:

1. Penting atau berbobotnya pesan yang dikandungnya.

2. Adanya kecerdasan dan kecendeian.

3. Adanya elokuensia (eloquence).

Stilistika dan retorika merupakan dua ilmu yang memiliki beberapa persamaan, yaitu
sebagai berikut:

1. Sama-sama menggunakan topik bahasan pokok yang sama, yaitu kemampuan


berkomunikasi verbal, baik dalam bentuk lisan dan tulisan.

2. Sama-sama menganut pandangan bahwa komunikasi yang baik dapat dicapai


dengan persiapan atau perencanaan yang baik dapat dicapai dengan persiapan atau

12
perencanaan yang baik dan dengan menggunakan teknik atau tata krama penyajian yang
baik pula.

3. Sama-sama menganggap bahwa pencapaian hasil atau tujuan komunikasi yang baik
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor kemampuan penutur, faktor kualitas topik
atau gagasan, faktor sistem penyajian gagasan dengan menggunakan bahasa yang bergaya
dan bernilai estetik, dan faktor kemampuan penanggapan atau penikmatan oleh pembaca
atau pendengar.

Beberapa perbedaan antara komunikasi sastra (stilistika) dengan komunikasi nonsastra


(retorika) adalah sebagai berikut:

1. Stilistika bersifat subjektif sedangkan retorika bersifat objektif.

2. Stilistika bersifat ekpresif sedangkan retorika bersifat impresif.

3. Stilistika sasarannya perasaan sedangkan retorika sasarannya adalah pikiran.

4. Stilistika merupakan komunikasi yang memancing keindahan, sedangkan retorika


merupakan komunikasi yang memancing kekuatan.

5. Stilistika berkecendrungan memunculkan keragaman makna sedangkan retorika


memunculkan kesatuan makna.

Hakekat retorika

Stilistika dan retorika merupakan dua ilmu yang saling berhubungan, berjalan
bersama-sama, kadang-kadang berhimpitan. Hal tersebut terjadi karena kedua
ilmu menyangkut kajian yang sama, yaitu mempersoalkan kehebatan atau
keandalan menggunakan bahasa yang bergaya, yang menarik dan memikat.

Retorika adalah ilmu yang mengajarkan tindak dan usaha yang efektif dalam
persiapan, penataan, dan penampilan tutur untuk membina saling mengerti dan
kerja sama serta kedamainan dalam kehidupan bermasyarakat (Oka, 1976). Ahli
lain, Keraf (1986) menyebutkan batasan retorika sebagai cara pemakaian bahasa
sebagai seni baik lisan maupun tertulis yang didasarkan pada suatu pengetahuan
atau suatu metode yang teratur atau tersusun baik. Kedua rumusan tersebut

13
mempunyai maksud yang sama yaitu, retorika merupakan ilmu pemakaian bahasa
yang sistematis dan efektif yang memiliki seni.

Di dalam kehidupan berbahasa khususnya retorika modren, memang lebih


ditekankan pada kemampuan berbahasa tulis yang efektif dan efisien. Keefektifan
diarahkan pada pencapaian sasaran yang tepat dan pemahaman utuh. Sedaangkan
keefesian dimaksudkan adalah bahasa yang digunakan adalah bahasa yang tertata
rapi tanpa mengumbar kata yang banyak.

Untuk memperoleh kemampuan berbahasa yang efektif dan efesien harus


menempuh berbagai cara, antara lain sebagai berikut:

1) Penguasaan secara efektif sejumlah besar kosa kata agar mampu memilih
kata yang paling tepat dan sesuai untuk mewadahi gagasan.

2) Penguasaan kaidah kebahasaan (gramatika) sehingga memberi peluang yang


bersangkutan memilih berbagai variasi bentuk pengungkapan dengan nuansa dan
konotasi yang berbeda.

3) Mengenal dan menguasai berbagai macam ragam dan gaya bahasa, serta
mampu menciptakan gaya yang baru dan lebih hidup.

4) Mengenal aturan teknis penyusunan berbagai jenis wacana karena setiap


wacana memiliki persyaratan khusus yang dalam pengembangannya.

5) Memiliki kemampuan bernalar yang benar sehingga gagasan dapat dikelola


secara sistematis dan sekaligus mencegah terjadinya konsep salah nalar dalam
berkomunikasi.

Unsur-unsur yang mendukung terjadinya efek komunikasi yang kuat menurut


Ignas Kleden (1983), antara lain sebagai berikut:

1) Penting atau berbobotnya pesan yang dikandungnya.

2) Adanya kecerdasan dan kecendeian.

3) Adanya elokuensia (eloquence).

14
2. Persamaan dan perbedaan stilistika dan retorika

Stilistika dan retorika merupakan dua ilmu yang memiliki beberapa persamaan,
yaitu sebagai berikut:

1) Sama-sama menggunakan topik bahasan pokok yang sama, yaitu kemampuan


berkomunikasi verbal, baik dalam bentuk lisan dan tulisan.

2) Sama-sama menganut pandangan bahwa komunikasi yang baik dapat dicapai


dengan persiapan atau perencanaan yang baik dapat dicapai dengan persiapan atau
perencanaan yang baik dan dengan menggunakan teknik atau tata krama
penyajian yang baik pula.

3) Sama-sama menganggap bahwa pencapaian hasil atau tujuan komunikasi


yang baik ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor kemampuan penutur,
faktor kualitas topik atau gagasan, faktor sistem penyajian gagasan dengan
menggunakan bahasa yang bergaya dan bernilai estetik, dan faktor kemampuan
penanggapan atau penikmatan oleh pembaca atau pendengar.

Beberapa perbedaan antara komunikasi sastra (stilistika) dengan komunikasi


nonsastra (retorika) adalah sebagai berikut:

1) Stilistika bersifat subjektif sedangkan retorika bersifat objektif.

2) Stilistika bersifat ekpresif sedangkan retorika bersifat impresif.

3) Stilistika sasarannya perasaan sedangkan retorika sasarannya adalah pikiran.

4) Stilistika merupakan komunikasi yang memancing keindahan, sedangkan


retorika merupakan komunikasi yang memancing kekuatan.

5) Stilistika berkecendrungan memunculkan keragaman makna sedangkan


retorika memunculkan kesatuan makna.

3. Contoh retorika.

15
“Orang ‘pintar’ biasanya banyak ide, bahkan mungkin terlalu banyak ide,
sehingga tidak satu pun yang menjadi kenyatan. Sedangkan orang ‘bodoh’
mungkin hanya punya satu ide dan satu itu lah yang menjadi pilihan
usahanya”

D. Pengertian semiotika

Semiotika atau ilmu ketandaan (juga disebut studi semiotik dan dalam
tradisi Saussurean disebut semiologi) adalah studi tentang makna keputusan. Ini
termasuk studi tentang tanda-tanda dan proses tanda (semiosis), indikasi,
penunjukan, kemiripan, analogi, metafora, simbolisme, makna, dan komunikasi.
Semiotika berkaitan erat dengan bidang linguistik, yang untuk sebagian,
mempelajari struktur dan makna bahasa yang lebih spesifik. Namun, berbeda dari
linguistik, semiotika juga mempelajari sistem-sistem tanda non-linguistik.
Semiotika sering dibagi menjadi tiga cabang:

 Semantik: hubungan antara tanda dan hal-hal yang mereka lihat; denotata
mereka, atau makna
 Sintaksis: hubungan antara tanda-tanda dalam struktur formal
 Pragmatik: hubungan antara tanda dan tanda-menggunakan agen

Semiotika sering dipandang memiliki dimensi antropologis penting;


misalnya, Umberto Eco mengusulkan bahwa setiap fenomena budaya dapat
dipelajari sebagai komunikasi.[1]Namun, beberapa ahli semiotik fokus pada
dimensi logis dari ilmu pengetahuan. Mereka juga menguji area untuk ilmu
kehidupan - seperti bagaimana membuat prediksi tentang organisme, dan
beradaptasi, semiotik relung mereka di dunia (lihat semiosis). Secara umum, teori-
teori semiotik mengambil tanda-tanda atau sistem tanda sebagai objek studi
mereka: komunikasi informasi dalam organisme hidup tercakup
dalam biosemiotik (termasuk zoosemiotik).

Sintaksis adalah cabang dari semiotika yang berhubungan dengan sifat-sifat


formal tanda dan simbol. Lebih tepatnya, Sintaksis berkaitan dengan "aturan yang
mengatur bagaimana kata-kata digabungkan untuk membentuk frasa dan kalimat".

16
Charles Morris menambahkan bahwa semantik berkaitan dengan hubungan tanda-
tanda untuk designata mereka dan benda-benda yang memungkinkan atau
menunjukkan; dan, penawaran pragmatik dengan aspek biotik dari semiosis, yaitu
dengan semua fenomena psikologis, biologis, dan sosiologis yang terjadi dalam
fungsi tanda-tanda.

1. Hubungan stilistika dengan semiotika

Untuk melihat hubungan antara stilistika dengan semiotika, perlu ditinjau


kembali apa itu stilistika dan apa itu semiotika. Stilistika merupakan sebuah ilmu
yang mengkaji tentang penggunaan gaya bahasa dalam karya sastra. Stilistika
mengkaji efek-efek khusus yang disebabkan kepiawaian pengarang menggunakan
bahasa dalam karya sastra sehingga terdapat keindahan dalam karya tersebut.

Istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti tanda atau
sign. Tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat
komunikatif, dapat menggantikan suatu yang lain yang dapat dipikirkan (broadben
1980). Dengan kata lain Semiotik adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda atau
teori tentang pemberian tanda.

A Teew (1984:6) mendefinisikan Semiotik adalah tanda sebagai tindak


komunikasi dan kemudian disempurnakan menjadi model sastra yang
mempertanggung jawabkan semua faktor untuk pemahaman gejala sastra. Pada
mulanya, istilah semiotik digunakan oleh orang Yunani untuk merujuk pada sains
yang mengkaji sistem perlambangan atau sistem tanda dalam kehidupan manusia.
Dari akar kata inilah terbentuk istilah semiotik yaitu kajian sastra yang saintifk
yang meneliti sistem perlambangan yang berhbung dengan tanggapan dalam
karya. Bukan saja merangkumi bahasa,tetapi juga lukisan,ukiran,potografi,atau
yang bersifat visual.

Kajian semiotika adalah mengkaji dan mencari tanda-tanda dalam wacana serta
menerangkan maksud dari tanda-tanda tersbut dan mecari hubungannya dengan
ciri-ciri tanda-tanda itu untuk mendapatkan makna siknifikasinya. Semiotik
adalah ilmu sastra yang memahami satra yang mengalami tanda-

17
tanda/perlambangan yang di temui dalam teks. Bahasa sebagai sistem tanda,sering
kali mengandung sesuatu yang terkadang apa yang dilihat tidak sesuai dengan
realita. Apalagi dalam karya satra, banyak sekali di temukan bahasa-bahasa
pengarang yang mengandung makna yang ambigu, sehingga menimbulkan
interprestasi yang berbeda di setiap pembaca.

Tanda ada 3, yaitu sebagai berikut.

1) Ikon (Ikonig Sign), yaitu segala sesuatu yang dikaitkan dengan sesuatu yang
lain karena ada kemiripan/persamaan. Antara penanda dan petanda ada kemiripan.
Menunjukkan sesuatu bukan pada kemiripan tetapi menekankan pada keterkaitan
logisnya. Contoh, foto langsung menunjukkan sesuatu objek yang dimaksud.

2) Indeks (index), yaitu suatu tanda yang mempunyai kaitan kausal dengan apa
yang diwakilinya. Contoh, asap menunjukan adanya api.

3) Simbol, yaitu menekankan kepada kesepakatan masyarakat tentang penanda


dan petanda bersifat abitrer. Contoh : Bendera hitam di Sumatera Barat (berduka),
Bendera kuning di Jakarta (berduka). Contoh tersebut karena ada kesepakatan
antara masyarakat setempat.

Berdasarkan penjabaran defenisi diatas, dapat dilihat kedekatan hubungan


stilistika dengan retorika yaitu sama-sama mengkaji bahasa dalam karya sastra,
namun subkajiannya yang berbeda yaitu stilistika mengkaji gaya bahasa,
sedangkan semiotik mengkaji tanda-tanda / perlambangan dalam karya sastra.

Persamaan stilistika dan semiotika terdapat pada bidangnya yaitu sama-sama


mengkaji sastra, stilistika mengkaji gaya bahasa dalam sastra sedangkan semiotika
mengkaji tanda (penanda dan petanda) dalam karya sastra. Selain itu, stilistika dan
semiotika sama-sama menggunakan bahasa sebagai mediumnya.

Perbedaan stilistika dengan semiotika secara garis besar dapat dikatakan


terletak pada kajiannya, stilistika mengkaji bahasa yang digunakan pengarang
dalam mencapai efek keindahan, sedangkan semiotika mengkaji bahasa dalam
karya sastra berdasarkan tanda-tanda/perlambangan.

18
 KRITIK SASTRA
1. Pengertian kritik sastra

Kritik sastra adalah salah satu cabang ilmu sastra untuk menghakimi suatu karya
sastra. Selain menghakimi karya sastra, kritik sastra juga memiliki fungsi untuk mengkaji
dan menafsirkan karya sastra secara lebih luas. Kritik sastra biasanya dihasilkan
oleh kritikus sastra.[1] Penting bagi seorang kritikus sastra untuk memiliki wawasan
mengenai ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan karya sastra, sejarah, biografi, penciptaan
karya sastra, latar belakang karya sastra, dan ilmu lain yang terkait. [1] Kritik sastra
memungkinkan suatu karya dapat dianalisis, diklasifikasi dan akhirnya dinilai Seorang
kritikus sastra mengurai pemikiran, paham-paham, filsafat, pandangan hidup yang
terdapat dalam suatu karya sastra. Sebuah kritik sastra yang baik harus menyertakan
alasan-alasan dan bukti-bukti baik langsung maupun tidak langsung dalam penilaiannya.

2. Macam macam kritik sastra


A. Kritik Mimetik
Kritik sastra yang menekankan perhatian dan analisisnya pada ketepatan
karya sastra dengan objek yang dilukiskan. Kritik Mimetik mendasarkan
pemahaman bahwa karya sastra ialah tiruan, pencerminan dan penggambaran
dunia dalam kehidupan manusia, serta keriteria utama yang dikenalkan pada karya
sastra ialah kebenaran dalam menggambarkan objek di sekelilingnya.
Berkembang pada angkatan ’45.
B. Kritik Pragmatik
Merupakan kritik sastra yang menekankan manfaat karya sastra bagi
pembaca. Kritik ini memandang bahwa karya sastra sebagai sesuatu yang
dibangun untuk mencapai efek-efek tertentu pada audience, baik estetis maupun
didaktif dan juga efek-efek lain. Kritik pragmatik berusaha menerangkan manfaat
karya sastra bagi pembaca antara lain manfaat pendidikan, kepekaan batin / sosial,
menambah wawasan dan manfaat pengembangan kepribadian bagi pembaca
(Suroso, dkk, 2009 :24). Berkembang pada angkatan Pujangga Baru.
C. Kritik Ekspresif
Memandang karya sastra terutama hubungannya dengan penulis sendiri.
Kritik ini mendefinisikan karya sastra sebagai sebuah ekspresi dari pengarang.

19
Sehingga pengarang dalam kritik ini memiliki posisi yang sangat penting dalam
karya sastra. Berkembang pada masa kritikus romantic.
D. Kritik Objektif
Kritik objektif memisahkan karya sastra dengan pengarang, pembaca, dan
dunia sekelilingnya. Kritik ini menganalisis karya sastra sebagai sebuah dunia
dalam dirinya yang harus ditimbang yakni unsur-unsur yang ada dalam karya
sastra itu sendiri. Karya sastra dianggap tersusun dari bagian-bagian yang saling
terjalin erat dan padu, serta menghendaki pertimbangan intrinsik berdasarkan
keberadaan karya sastra itu sendiri. Berkembang sejak tahun 1920-an.

Keberadaan empat pendekatan diatas saling melengkapi dan saling


memerlukan dengan penerapan yang bergantung pada sifat-sifat karya sastra
tertentu. Sehingga untuk menganalisis, harus memilih secara tepat dari empat
pendekatan tersebut.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Stilistika merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sastra. Bahkan ada yang
mengungkapkan bahwa sastra itu adalah stilistika, dan stilistika itu adalah sastra.

Stilistika dan estetika mempunyai kesatu paduan dimana Stilistika itu adalah gaya. Gaya
selalu dihubungkan dengan pemakaian bahasa dalam karya sastra. Karya sastra tersebut
merupakan keindahan. Dari keindahan tersebut Estetika berperan sebagai ilmu yang
membahas keindahan, bagaimana karya sastra itu terbentuk, dan bagaimana seseorang
bisa merasakannya.

Beberapa perbedaan antara komunikasi sastra (stilistika) dengan komunikasi nonsastra


(retorika) adalah sebagai berikut:

6. Stilistika bersifat subjektif sedangkan retorika bersifat objektif.

7. Stilistika bersifat ekpresif sedangkan retorika bersifat impresif.

8. Stilistika sasarannya perasaan sedangkan retorika sasarannya adalah pikiran.

9. Stilistika merupakan komunikasi yang memancing keindahan, sedangkan retorika


merupakan komunikasi yang memancing kekuatan.

10. Stilistika berkecendrungan memunculkan keragaman makna sedangkan retorika


memunculkan kesatuan makna.

Hubungan stilistika dengan retorika yaitu sama-sama mengkaji bahasa dalam karya
sastra, namun subkajiannya yang berbeda yaitu stilistika mengkaji gaya bahasa,
sedangkan semiotik mengkaji tanda-tanda / perlambangan dalam karya sastra.

3. Saran

Dari makalah yang kami susun, pihak penulis dan penyusun sadar bahwa dalam materi
yang kami bahas masih banyak kekurangan dan membutuhkan perbikan, maka dari itu
kami mohon kepada bapak/ ibu dan teman-teman pembaca agar memberikan masukan
dan sanggahan dalam karyatulis ilmiah yang kami susun, sehinggah jadi bahan perbaikan

21
bagi kami untuk, karya ilmiah yang kami susun kedepannya, dan menyempurnak tugas
makalah yang kami susun.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/36645968/MAKALAH_RETORIKA_KOMUNIKASI

https://digilib.ump.ac.id/files/disk1/11/jhptump-a-nindyantik-529-2-babii.pdf

23

Anda mungkin juga menyukai