Email: futaqimirza@gmail.com
Abstrak
Artikel ini hendak menjelaskan tujuan, ruang lingkup dan metode yang digunakan di
dalam Penelitian stilistika. Penulis menggunakan perspektif historis dan metode
komparatif di dalam menjelaskan persoalan-persoalan yang ada. Hasil dari Penelitian
ini adalah bahwa terjadi pergeseran orientasi yang awalnya bersifat objektif menjadi
non-objektif, terkait hal-hal yang ada diluar sastra. Metode dan bidang yang hendak
dikajipun dipengaruhi oleh tujuan Penelitian stilistika yang hendak dilakukan. Meski
seorang peneliti hendak melakukan Penelitian non-objektif dengan melibatkan hal-hal
diluar karya sastra, peneliti tersebut mesti melakukan analisis dan Penelitian yang
mendalam tentang gaya bahasa yang ada di dalam karya sastra.
A. PENDAHULUAN
Penelitian tentang gaya bahasa merupakan sebuah Penelitian yang sangat luas.
Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Hough yang mengatakan bahwa Penelitian
stilistika adalah sebuah Penelitian yang sangat sulit untuk dilakukan. Hal ini terjadi
karena ruang lingkup Penelitian stilistika sangatlah luas terlebih apabila dikaitkan
dengan pengertian stilistika secara luas, yaitu, bahasa itu sendiri, sastra dan bahasa
sehari-hari (Ratna, Stilistika, 2009). Luasnya Penelitian stilistika disebabkan cepatnya
perkembangan Penelitian stilistika yang awalnya dan pada umumnya sering kali
terbatas pada deskripsi jenis gaya bahasa di dalam karya sastra seperti majas. Namun,
dewasa ini Penelitian tentang gaya bahasa tidak terbatas hanya pada sastra tetapi
sudah merambah ke bidang non sastra seperti media masa. Hal ini terbukti dengan
terbitnya buku Historical Corpus Stylistics: Media, Technology and Change.
1
Buku tersebut berusaha memberikan jawaban atas pertanyaan yang berkaitan
dengan definisi dan analisis gaya dalam konteks wacana berita modern. Istilah
'wacana berita', sebagaimana dipahami di sini, mencakup berbagai perspektif gaya di
mana genre media modern awal dapat ditanamkan. Di dalam buku tersebut, istilah
'surat kabar' dan 'publikasi berita' akan digunakan secara bergantian sebagai ekspresi
yang mengacu pada genre media yang dimaksudkan untuk menyampaikan berbagai
peristiwa saat ini secara berkala kepada khalayak umum. Studi ini berkaitan dengan
wacana berita dari awal penerbitan harian hingga permulaan Revolusi Industri di
Inggris. Buku ini bermaksud untuk memberikan wawasan ke dalam prinsip-prinsip
gaya dasar dari wacana berita dengan menguraikan karakteristik konstitutif dari genre
media awal dan prinsip-prinsip perubahan media (Stude, 2008).
Oleh karena itu, sebelum para mahasiswa mencoba untuk memasuki dunia
stilistika yang lebih dalam, perlu disampaikan Penelitian stilistika beserta tujuan,
bidang dan metodenya. Penulis mencoba memeparkan tujuan, bidang, dan metode
stilistik dengan perspektif historis sehingga Penelitian di dalam artikel ini akan
membagi stilistika menjadi dua, yaitu, stilistika tradisional dan stilistika modern.
Adapun metode pemaparan artikel ini akan menggunakan metode komparatif antara
stilistika tradisional dan stilistika modern.
2
B. PENELITIAN STILISTIKA
Penelitian stilistika di dalam artikel ini akan ditinjau dengan perspektif waktu
sehingga stilistika di dalam artikel ini terbagi menjadi dua, yaitu, stilistika tradisional
dan stilistika modern. Analisis gaya sastra merujuk pada studi retorika klasik,
meskipun stilistika modern berakar dari Formalisme Rusia dan Sekolah Praha terkait
awal abad kedua puluh (McIntyre, 2010). Pada tahun 1909, Charles Bally dengan
bukunya Traité de stylistique française telah mengusulkan stilistika sebagai disiplin
akademik yang mandiri untuk melengkapi linguistik Saussurean. Bagi Bally,
linguistik Saussure sendiri tidak bisa sepenuhnya menggambarkan bahasa ekspresi
pribadi. Apa yang dilakukan Bally sesuai dengan tujuan aliran Praha. Mengambil ide-
ide dari Formalis Rusia, aliran Praha dibangun di atas konsep sebelumnya, di mana
diasumsikan bahwa bahasa puitis dianggap berdiri terpisah dari bahasa non-sastra,
dengan cara devisasi (dari nora bahasa sehari-hari) (Wales, 2001).
Jakobson argued that the two sides of the Saussurean dichotomies should be
regarded as complementary . For instance, the extralinguistic context
(‘bracketed’ by Saussure) is as interpretively important as structural linguistic
relations (Chandler, 2007, hal. 99-100).
3
a. Bidang
Setiap genre sastra memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Di dalam sastra
modern genre sastra meliputi puisi, prosa, dan drama. Ciri khas puisi adalah
kepadatan pemakaian bahasa sehingga paling besar kemungkinannya untuk
menampilkan ciri-ciri stilistikanya. Ciri khas prosa adalah cerita (plot). Sedangkan
ciri khas drama adalah dialog (Ratna, Stilistika, 2009). Oleh karena itu, ketika
seseorang hendak melakukan Penelitian stilistika sudah semestinya dia mencoba
untuk mengkaitkan hubungan stilistika setiap genre sastra yang dikaji dengan ciri
khas genre tersebut seperti kepadatan pemakaian kata, plot, atau dialog.
4
Pertama adalah Penelitian stilistika yang mengkaji kaidah bahasa yang umum
yang dikaitkan dengan musikalitas karya sastra. Penelitian ini dapat disebut
sebagai Penelitian stilistika komparatif (Ayyad, 1992). Kedua adalah Penelitian
stilistika yang mengkaji bahasa sebagai bahasa itu sendiri tanpa tertarik pada
irama dan bentuk karya sastra. Penelitian ini hanya terbatas pada gaya bahasa dan
kemungkinan berekspresi dengan gaya bahasa tersebut (Ayyad, 1992). Penelitian
stilistika ini dapat disebut Penelitian stilistika deskriptif. Abdul Qahir al Jurjani
menyebut Penelitian ini dengan ilmu ma’ani an nahwi. Secara lebih rinci Abdul
Qahir al Jurjani menjelaskan bahwa Penelitian tersebut hendak mengetahui
perbedaan makna yang mendalam di dalam susunan sintaksis (Ayyad, 1992).
Syukri Muhammad Ayyad berpendapat bahwa di dalam Penelitian stilistika Arab,
fonologi dan ungkapan estetis belum banyak mendapatkan perhatian. Ketiga
adalah Penelitian stilistika genetik atau personal (Ayyad, 1992). Penelitian
stilistika ini mengkaji fungsi gaya bahasa yang dikaitkan dengan seorang
sastrawan (Ayyad, 1992). Namun, perlu diketahui bahwa Penelitian ini
memandang gaya bahasa bahwa ia tidak keluar dari cara berkomunikasi antara
penutur dan petutur (Ayyad, 1992).
Dari penjelasan di atas dapat ketahui bahwa stilistika Arab dan tradisional
memang mulai berorientasi kepada Penelitian non-objetif seperti melibatkan gaya
bahasa dengan genetiknya (sastrawan) dan pengaruhnya terhadap para audiences
sastra. Namun, Penelitian tersebut belum banyak mengeksplorasi Penelitian gaya
bahasa diluar bidang sastra seperti di dalam pemberitaan, forensik dsb. Berbeda
dengan stilistika barat dan modern yang sudah merambah berbagai bidang non-
sastra seperti media dan forensik.
b. Metode
5
sebab akibat berikutnya (Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra,
2015).
Ketiga langkah di atas menurut penulis adalah langkah utama dan pokok di
dalam Penelitian stilistika. Pada dasarnya Penelitian stilistika adalah Penelitian
yang bersifat objektif sehingga hanya bersinggungan dengan unsur intrinsik
sebuah karya sastra. Namun, jika kita mencoba untuk merambah ke Penelitian
stilistika yang non intrinsik maka kita harus membuat langkah lanjutan sesuai
dengan bidang apa yang hendak kita geluti. Misalnya, apabila kita hendak melihat
6
gaya bahasa yang berkaitan dengan psikologi pengarang maka kita harus mencari
data-data relevan yang berkaitan dengan psikologi pengarang dan juga gaya
bahasanya. Sayid Qutb berpendapat bahwa jika seseorang hendak mencoba untuk
memasuki ranah psikologi pengarang maka dia harus menjawab, paling tidak,
beberapa pertanyaan berikut yang dihubungkan dengan gaya bahasanya (Qutb,
2003):
7
ًـــــاط ره ًــــاط عــــض ها إرا الــذهــــــــش ومــــزا
وخغـــاط عـــــشاة : ف أخــُــــا األَـــــام وبٌــى
اللبـــــاط راك هتعــــت ولنـــــي الـــذًُــــا ًلبـــظ
Di dalam puisi tersebut ditemukan beberapa konsep oposisi biner seperti berikut:
عشاة, أمذي- أجذي, التواط- قعىد, َشدَل احتشاط- ٌَجُل إغفاه, َأط- آهاه,َاط-َجشح
ره-عض, – خغاط
1
Penerjemah Mirza Syauqi Futaqi.
8
Kata rubamaa di dalam bait kedua melengkapi orientasi penyair. Sang
penyair tidak pasrah kepada realitas. Dia memikul asa tetapi asa yang besar dari
hari ke hari menjadi seruan untuk pasrah dan putus asa (Umari, 2015).
Media massa tidak pernah netral. Ia selalu mewakili kelompok tertentu dan
memarginalkan kelompok lain. Tak terkecuali media massa daring (dalam
jaringan) Islamic Republic of Iran Broadcasting (IRIB). Media massa tersebut
memberitakan citra negatif di dalam pencitraan Israel. Hal ini terbukti dari
pemberitaannya yang berjudul “Al Jaisy as Suuri Ya’tsuru ‘ala Aslikhah
Israiliyyah wa Amrikiyyah bi Makhazin ad Dawa’isy”.
4
الجُش الغىسٌ َعثش علً أعلحت «اعشائُلُت» وأهشَنُت بوخاصى الذواعش..بالصىس
Namun, kerena ini hanya contoh singkat maka bagian yang dianalisis
hanya terbatas pada bagian judul saja. Di dalam judul tersebut, wartawan lebih
2
Menunjukkan ketetapan.
3
Menunjukkan perubahan.
4
Tentara Israel menemukan persenjataan Israel di gudang ISIS
9
memilih kata ya’tsuru ( )َعثشdan bukan kata yajidu ()َجذ. Dua kata tersebut
memang bersinonim dan memiliki arti yang sama yaitu menemukan. Namun,
secara makna dua kata tersebut memiliki perbedaan. Kata yajidu ( )َجذbermakna
menemukan tetapi objek yang ditemukan bersifat umum meski dikehendaki oleh
subjeknya. Dalam hal ini Akhmad Mukhtar Umar memberi contoh wajada
mathluubahu ( )وجذ هطلىبهyang bearrti menemukan suatu hal yang dia cari (Umar,
2008, hal. 2402). Sedangkan kata ya’tsuru ( )َعثشbermakna menemukan tetapi
objek yang dicari adalah sesuatu yang dirahasiakan dan cenderung disembunyikan
(Umar, 2008, hal. 1456). Akhmad Mukhtar Umar contoh ‘atsara ‘ala sirrii ( عثش
)علً الغشyang bermakna menemukan sesuatu yang dirahasiakan. Oleh karena itu,
kata ya’tsuru ( )َعثشdi dalam judul tersebut menunjukkan kepada pembaca bahwa
tentara Syuriah menemukan senjata Israel dan Amerika di gudang ISIS dan fakta
tersebut adalah sesuatu yang disembunyikan dan dirahasiakan,
Selain itu, di dalam judul berita, wartawan lebih memilih jumlah ismiyah
dan bukan fi’liyyah yaitu Al Jaisy as Suuri Ya’tsuru ‘ala Aslikhah Israiliyyah wa
Amrikiyyah bi Makhazin ad Dawa’isy. Penggunaan jumlah ismiyyah tersebut
mengindikasikan bahwa fakta tersebut adalah sebuah kepastian yang kuat karena
jumlah ismiyah menunjukkan makna pasti (tsubuut).
Lebih jauh lagi, media massa tersebut ditulis dengan bahasa Arab berarti
sudah barang tentu audience-nya adalah masyarakat Arab. Berita tersebut ditulis
oleh wartawan Islamic Republic of Iran Broadcasting (IRIB) yang merupakan
representasi Iran di dalam media massa sehingga tidak diragunkan bahwa
wartawan tersebut akan cenderung berpihak pada Iran. Seperti yang diketahui,
dalam konteks geopolitik di timur tengah atau dunia Arab, Iran dan Israel
(termasuk Amerika) adalah dua kelompok yang saling beroposisi dan bersaing
pengaruh di dunia Arab sehingga Iran di dalam pemberitaannya cenderung
memarginalkan Israel dan Amerika dengan citra yang negatif. Citra negatif
tersebut berupa pemberitaan yang menunjukkan kepada audience atau pembaca
bahwa rahasia yang selama ini disembunyikan adalah fakta bahwa dalang dibalik
ISIS adalah Israel dan Amerika dan biang keladi dari kemalangan orang Arab
adalah dua negara tersebut. Oleh karena itu, makna judul tersebut ditinjau dengan
stilistika pragmatik adalah bahwa citra negatif Israel dan Amerika sebagai dalang
10
di balik ISIS dan biang kemalangan bangsa Arab sehingga bangsa Arab akan
menjauhi Amerika dan Israel atau semakin membenci mereka.
C. KESIMPULAN
Daftar Pustaka
Ayyad, M. S. (1992). Madkhal ila Ilmi al Uslub. Al Masyru' Li Ath Thba'ah wa at taksir.
Chandler, D. (2007). The Basic: Semiotics. New York: The Taylor & Francis e-Library.
Coupland, N. (2007). Style: Language Variation and Identity. Cambridge: Cambridge University
Press.
Qalyubi, S. (2013). Stilistika Bahasa dan Sastra Arab. Yogyakarta: Karya Media.
Ratna, N. K. (2015). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Stude, P. (2008). Historical Corpus Stylistics: Media, Technology and Change. New York:
Continuum.
11
Umari, A. b. (2015). Al Uslubiyah: Dirasah wa Tathbiq. Riyadh: Kulliyatul Lughoh al Arabiyah
Qismul Balaghah wan Naqd wa Manhajul Adab al Islami.
Wales, K. (2001). A Dictionary of Stylistics. London and New York: Pearson Education.
12