Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL

NOVEL TANGO & SADIMIN KARYA RAMAYDA AKMAL

ANALISIS STRUKTUR ALUR

Abang Muhammad Dalil Maulana

17/410021/SA/18788

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Gadjah Mada


NOVEL TANGO & SADIMIN KARYA RAMAYDA AKMAL

ANALISIS STRUKTUR ALUR

1.1 Latar Belakang Penelitian

Sastra merupakan karya imajinatif bermedium bahasa dengan unsur estetik yang

dominan. Dengan bermediakan bahasa, hasil pengolahan ide serta gagasan digambarkan

dalam bentuk tulisan untuk dapat dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat

dan pengarang. Selain itu, unsur estetik yang dominan dalam karya sastra terdiri atas unsur-

unsur yang membangunnya, yaitu tema, fakta-fakta cerita, dan sarana-sarana sastra. Fakta-

fakta cerita terdiri dari tokoh, latar, dan alur. Ketiga unsur ini berfungsi sebagai catatan

kejadian imajinatif sebuah cerita. Oleh karena itu, tokoh, latar, dan alur sering disebut sebagai

struktur faktual cerita. Struktur faktual cerita bukan bagian yang terpisah dari cerita (Stanton,

2012:22—23). Dari ketiga unsur fakta-fakta cerita tersebut peneliti memfokuskan penelitian

pada unsur alur karena unsur tersebut menarik untuk diulas pada objek penelitian ini. Daya

tariknya ada pada pengarang yang menyuguhkan alur secara tidak kronologis.

Novel merupakan salah satu karya sastra yang kuat akan struktur faktual. Karya sastra

(novel) merupakan struktur yang bermakna. Novel berisi struktur pikiran yang tersusun dari

unsur-unsur novel yang padu. Jika dibandingkan dengan cerpen, novel memiliki

permasalahan yang lebih kompleks. Menurut Stanton (2012:90), novel mampu menciptakan

satu semesta yang lengkap sekaligus rumit. Novel menghadirkan perkembangan satu

karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter,

dan berbagai kejadian yang terjadi beberapa tahun silam secara rinci. Novel terbagi menjadi

dua kategori, yaitu novel populer dan serius. Menurut Pujiharto (2012:10), novel populer dan

serius memiliki perbedaan karakteristik yang terletak pada tingkat kesulitan. Novel populer

hanya sebatas menceritakan sesuatu, sedangkan novel serius menceritakan sesuatu dengan

2
menggunakan fakta-fakta cerita dan sarana-sarana sastra yang lebih rumit hingga melahirkan

sifat unik dan universal.

Novel populer merupakan novel yang menampilkan permasalahan kehidupan secara

intens dan tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Untuk memahami isinya hanya

diperlukan membaca sekali karena alurnya sengaja dibuat kronologis dan sederhana, serta

perwatakan tokoh tidak berkembang. Berbeda dengan novel populer, novel serius sanggup

memberikan banyak kemungkinan dalam penceritaannya. Pengalaman dan permasalahan

kehidupan yang ditampilkan dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan. Memahami

novel serius dibutuhkan pembacaan berulang kali dan diperlukan konsentrasi karena alur dan

permasalahan tokohnya lebih kompleks dibandingkan dengan novel populer (Nurgiyantoro,

2015:21—23).

Lebih jauh, novel dirasa lebih mudah sekaligus lebih sulit dibaca jika dibandingkan

dengan cerpen. Tetapi, novel dapat dikatakan lebih mudah dibaca karena novel tidak dibebani

tanggung jawab untuk menyampaikan sesuatu dengan cepat atau padat dan dikatakan lebih

sulit karena novel dituliskan dengan skala besar sehingga mengandung satuan-satuan

organisasi yang lebih luas daripada cerpen. Hal tersebut berdampak pada kepekaan pembaca.

Pada umumnya, setelah menyelesaikan sebuah novel, pembaca hanya mengingat segelintir

hal saja (alur cerita yang samar atau beberapa peristiwa menarik pada episode-episode

tertentu). Setiap bab dalam novel mengandung berbagai episode yang terdiri atas berbagai

macam topik yang berlainan (Stanton, 2012:90—91).

Sebagai salah satu fakta cerita, alur digunakan pengarang sebagai daya tarik dalam

karyanya. Setiap pengarang memiliki teknik bercerita sendiri untuk menjadikan kisah yang

disajikan menjadi lebih hidup. Melalui teknik penggambaran alur yang digunakan dapat

menggugah emosi pembaca, karya dengan topik cerita yang biasa dapat menjadi luar biasa.

3
Salah satu penulis novel yang menggunakan teknik penggambaran alur sebagai salah satu

daya tarik dan merupakan sisi estetis dalam karyanya ialah Ramayda Akmal. Ia lahir di

Cilacap, 5 Mei 1987. Menyelesaikan S1 dan S2 di Fakultas Ilmu Budaya, UGM. Kini tengah

menempuh studi doktoral di Hamburg University, Jerman.

Novelnya Jatisaba memenangkan Sayembara Menulis Novel DKJ 2010 dan sudah

diterjemahkan ke Bahasa Inggris pada tahun 2015. Kumpulan cerpen tunggalnya berjudul

Lengkingan Viola Desingan Peluru (2012) memenangkan Hadiah Buku Sastra Terbaik 2013

Balai Bahasa Yogyakarta. Ramayda juga menjadi salah satu Emerging Writers di Ubdu

Writers and Readers Festival 2013. Bersama Asef Saeful Anwar dan Fitriawan Nur Indrianto,

Ramayda menerbitkan kumpulan puisi berjudul Angin Apa Ini Dinginnya Melebihi Rindu

(2015). Novel keduanya berjudul Tango &Sadimin menjadi runner up Unnes International

Novel Writing Contest 2017. Selain fiksi, Ramayda menulis beberapa buku ilmiah anatara

lain Pahlawan dan Pecundang, Militer dalam Novel-Novel Indonesia (2014; bersama Aprinus

Salam) dan Melawan Takdir, Subjektivitas Pramoedya Ananta Toer dalam Novel Perburuan

(2015).

Sama seperti novel pertama karya Ramayda Akmal, Tango & Sadimin merupakan

novel serius yang tidak sekadar bercerita tentang cinta dan pencarian jati diri para tokohnya.

Dengan alur yang digambarkan secara tidak kronologis, Tango & Sadimin akan membawa

pembaca berkenalan dengan kehidupan masyarakat terpinggirkan yang keras, penuh

kemiskinan, kriminalitas, kesedihan, dan tanpa tuntunan pendidikan, moralitas, maupun cita-

cita tinggi, yang dipadukan dengan kemunafikan tokoh agama.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, masalah yang dianalisis

dalam penelitian ini ialah sebagai berikut.

a. Peristiwa dan episode dalam alur novel Tango & Sadimin.

4
b. Tahapan alur dalam novel Tango & Sadimin.

c. Tegangan dan kesatupaduan dalam novel Tango & Sadimin.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki dua tujuan utama, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis.

Tujuan teoretis penelitian ini ialah menerapkan teori struktur novel untuk menganalisis alur

novel Tango & Sadimin karya Ramayda Akmal sehingga dapat dipaparkan hubungan

kausalitas peristiwa dan episode, tahapan alur, tegangan dan kesatupaduan alur.

Tujuan praktis penelitian ini ialah sebagai wujud apresiasi pembaca terhadap novel

Tango & Sadimin. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman terhadap pembaca

terkait dengan peristiwa dan episode, tahapan alur, tegangan dan kesatupaduan dalam novel,

serta menambah referensi penelitian terhadap novel Tango & Sadimin karya Ramayda

Akmal.

1.4 Tinjauan Pustaka

Sebagai sebuah karya sastra, novel Tango & Sadimin memunculkan banyak

tanggapan para pembaca melalui blog, jurnal, tulisan cover belakang novel, dan lain-lain.

Dalam pustaka ini akan diuraikan tanggapan dan penelitian berdasarkan objek material dan

objek formal. Objek material penelitian ini berupa novel Tango & Sadimin karya Ramayda

Akmal, sedangkan objek formal berupa struktur alur.

Melalui artikel berjudul “Tango & Sadimin- Ramayda Akmal” Lazione Budy

memaparkan keunggulan novel karya Ramayda Akmal tersebut. Dia memprediksi novel

tersebut akan masuk dalam daftar terbaik bacaan di tahun 2019. Alur, penokohan, konfliks,

sampai detail yang disajikan sangat ampuh menjadi alasan utamanya. Novel Tango &

Sadimin adalah novel hebat yang membumi, ada di sekeliling masyarakat kita.

Sejauh ini peneliti hanya menemukan satu artikel yang membahas objek material

yang sama. Adapun penelitian yang menggunakan struktur alur diuraikan sebagai berikut.

5
Analisis alur dengan menggunakan teori struktur Robert Stanton dilakukan oleh Astri

Wulandari (2013), mahasiswa jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Gadjah Mada dengan objek material cerpen “Keroncong Pembunuhan” karya Seno Gumira

Ajidharma dalam skripsinya yang berjudul “Cerpen Keroncong Pembunuhan karya Seno

Gumira Ajidharma: Analisis Alur”. Dalam penelitiannya, Wulandari menyimpulkan bahwa

cerpen “Keroncong Pembunuhan” memiliki segi kausalitas alur yang erat dan memiliki

tahapan alur yang linear. Konflik dalam cerpen ini dijelaskan bahwa terdiri konflik antara

individu dan lingkungannya, kejujuran dan kemunafikan, pengetahuan dan ketidaktahuan.

Dari seluruh konflik tersebut yang menjadi sentral dalam cerpen ini ialah konflik antara

kejujuran dan kemunafikan.

Analisis alur dengan menggunakan teori struktur Robert Stanton dilakukan oleh Hadi

Prasetyo (2018), mahasiswa jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Gadjah Mada dengan objek material cerpen “Gadis Kretek” karya Ratih Kumala dalam

skripsinya yang berjudul “Novel Gadis Kretek Karya Ratih Kumala: Analisis Struktur Alur”.

Dalam penelitiannya, Prasetyo menyimpulkan bahwa novel Gadis Kretek memiliki unsur-

unsur yang saling berkoherensi sehingga alur cerita menjadi padu karena kesatuannya.

Peristiwa, episode, tahapan alur, konflik, dan tegangan tersebut memiliki benang merah yang

menghubungkan antarunsur sehingga keseluruhan cerita menjadi suatu kesatuan yang utuh

dan padu.

Pada tahun yang sama, tahun 2018, Pradipta Putra Prathama, Sastra Indonesia,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, menulis skripsi berjudul ―Suspense dalam

Novel Ayah Karya Andrea Hirata: Kajian Alur menurut Robert Stanton‖. Dalam

penelitiannya, Pradipta menyimpulkan bahwa konflik yang terus dihadirkan, adanya

pergantian nama tokoh atau naming, cerita yang berselang-selang antara dua tokoh yang

berbeda, dan surprise pada bagian akhir membuat novel Ayah memiliki suspense yang tinggi.

6
Dari beberapa tanggapan dan penelitian di atas, analisis alur Tango & Sadimin belum

pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, penulis tertarik meneliti novel Tango &

Sadimin karya Ramayda Akma menggunakan struktur alur novel.

1.5 Landasan Teori

1.5.1 Alur

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teori struktur alur novel menurut

beberapa para ahli. Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita

yang terjalin secara kausalitas. Alur terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara

kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang disebabkan atau menyebabkan

terjadinya peristiwa yang lain dan tidak dapat diabaikan karena berpengaruh pada

keseluruhan cerita. Peristiwa-peristiwa kausal muncul melalui percakapan atau tindakan,

perubahan sikap, pandangan, dan keputusan-keputusan para tokoh. Peristiwa-peristiwa yang

tidak terhubung secara kausal dianggap kurang bagus (Stanton, 2012:26).

Menurut Stanton (2012:28), alur merupakan tulang punggung cerita. Untuk dapat

memahami sebuah cerita, perlu adanya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang

mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan hubungan antarunsur. Alur memiliki hukum-

hukum, yakni alur memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, logis, menciptakan

kejutan, dan memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan.

Alur dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu alur progresif atau lurus, alur regresif

atau sorot balik, alur campuran, alur padat, alur longgar, alur tunggal, dan alur

subplot/paralel. Alur progresif menampilkan peristiwa-peristiwa secara runtut atau

kronologis. Alur progresif menunjukkan kesederhanaan penceritaan, tidak berbelit-belit, dan

mudah diikuti. Alur regresif merupakan alur yang urutan peristiwanya tidak bersifat

kronologis. Cerita tidak dimulai dari tahap awal, tetapi dari tahap tengah atau akhir,

kemudian baru tahap awal dikisahkan. Alur campuran mengungkapkan cerita yang kadang-

7
kadang dijalin atas peristiwa yang terjadi pada masa kini dan lampau. Dalam alur rapat,

hubungan peristiwa yang satu dengan yang lain tidak dapat dihilangkan. Dalam alur longgar,

hubungan antara peristiwa tidak padu sehingga ada ada satu peristiwa yang apabila

dihilangkan tidak akan merusak cerita. Dalam alur longgar terdapat istilah digresi, yakni

penyimpangan alur dari permasalahan pokok. Alur tunggal hanya menceritakan satu episode

kehidupan, sedangkan alur subplot menceritakan lebih dari satu kehidupan (Nurgiyantoro,

2015:213—222).

Alur bawahan (subplot) adalah alur tambahan yang disusupkan di sela-sela bagian

alur utama sebagai variasi. Alur bawahan merupakan lakuan tersendiri, tetapi masih ada

hubungannya dengan alur utama. Adakalanya alur bawahan dimaksudkan untuk

menimbulkan kontras, adakalanya sejalan dengan alur utama (Sudjiman, 1990:4).

1.5.2 Peristiwa

Peristiwa adalah peralihan dari satu keadaan ke keadaan yang lain atau peralihan dari

satu aktivitas ke aktivitas lain (Nurgiyantoro, 2015:173). Berdasarkan sifatnya, peristiwa

dibedakan menjadi dua, yaitu peristiwa fisis dan nonfisis. Peristiwa fisis merujuk pada ujaran

atau tindakan tokoh, sedangkan peristiwa nonfisis merujuk pada perubahan sikap, pandangan,

dan keputusan tokoh (Pujiharto, 2012:32—33). Berdasarkan tingkat keberpengaruhannya,

peristiwa dibedakan menjadi peristiwa fungsional, peristiwa kaitan, dan peristiwa acuan.

Peristiwa fungsional adalah peristiwa yang menentukan dan memengaruhi perkembangan

alur. Peristiwa kaitan adalah peristiwa yang berfungsi mengaitkan peristiwa-peristiwa

penting. Peristiwa acuan adalah peristiwa yang mengacu kepada unsur-unsur lain seperti

bagaimana watak seseorang, bagaimana suasana yang meliputi para pelaku, dan sebagainya

(Luxemberg via Pujiharto, 2012:32—36).

Peristiwa bisa dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu peristiwa fungsional, peristiwa kaitan,

dan peristiwa acuan. Peristiwa fungsional adalah peristiwa yang menentukan atau

8
memengaruhi perkembangan alur. Peristiwa fungsional merupakan peristiwa penting karena

merupakan inti cerita dan tidak bisa dihilangkan. Peristiwa kaitan adalah peristiwa yang

mengaitkan peristiwaperistiwa penting dalam pengurutan cerita atau dapat dikatakan sebagai

selingan. Akan tetapi, peristiwa kaitan kurang memengaruhi perkembangan alur cerita

sehingga apabila dihilangkan, tidak akan berpengaruh pada logika cerita. Peristiwa acuan

adalah peristiwa yang tidak mengacu langsung pada perkembangan plot, tetapi pada masalah

perwatakan atau suasana yang melingkupi batin tokoh. Peristiwa acuan meramalkan isyarat

tentang sesuatu yang akan terjadi, tetapi tidak menyebabkannya. Peristiwa acuan kadang-

kadang memberikan foreshadowing (Nurgiyantoro, 2015:173—176).

Kejadian atau peristiwa yang dialami tokoh cerita dapat tersusun menurut urutan

waktu terjadinya (chronological order). Akan tetapi, tidak semua kejadian di dalam hidup

tokoh ditampilkan secara berurutan, lengkap sejak kelahiran si tokoh. Kejadian yang

ditampilkan, dipilih dengan memperhatikan kepentingan di dalam membangun cerita.

Kejadian yang tidak bermakna khas (significant) ditinggalkan sehingga sesungguhnya banyak

kesenjangan dalam rangkaian itu. Alur dengan susunan peristiwa yang kronologis disebut

alur linear (Sudjiman, 1991:29).

Mengemukakan rangkaian peristiwa di dalam urutan waktu bukanlah satu-satunya

cara bahkan bukan cara utama dalam proses penyusunan cerita rekaan. Pengaluran adalah

pengaturan urutan penampilan peristiwa untuk memenuhi beberapa tuntutan. Peristiwa-

peristiwa dapat juga tersusun dengan memperhatikan hubungan kausalnya (Sudjiman,

1991:30).

Ikatan atau hubungan dalam kausalitas tidak selalu segera tampak dalam novel yang

tersusun rapi. Hubungan kausalitas dapat dicermati melalui urutan waktu peristiwa yang

meloncat-loncat, atau di dalam gerakan atau ucapan tertentu dari salah satu tokoh. Setiap

lakuan dan cakapan yang ada harus bermakna di dalam hubungan keseluruhan alur. Dengan

9
kata lain, cerita janganlah mengandung digresi karena dapat mengalihkan perhatian pembaca

dari peristiwa utama ke peritiwa pelengkap (Sudjiman, 1991:30).

1.5.3 Episode

Jumlah episode yang terkandung dalam novel menjadi pembeda dengan cerpen.

Setiap episode terdiri atas berbagai macam topik. Episode yang tidak berurutan belum tentu

tidak berhubungan. Episode-episode tersebut memiliki ikatan satu sama lain. Setiap episode

dalam novel perlu dijabarkan secara individual maupun secara general sebagai bagian dari

unit-unit yang lebih besar. Episode dalam sebuah novel mirip dengan babakan dalam drama.

Perpindahan dari episode satu ke episode yang lain biasanya ditandai dengan perpindahan

waktu, tempat, atau tokoh (Stanton, 2012:92). Istilah episode digunakan untuk menunjuk

pada suatu kumpulan peristiwa. Kumpulan beberapa peristiwa tersebut selanjutnya akan

membentuk

bab-bab dan kumpulan bab-bab selanjutnya membentuk satu kesatuan karya fiksi (Pujiharto,

2012:38).

Menurut Stanton (2012:92), ada tiga tipe episode dalam novel, yaitu episode naratif,

episode dramatik, dan episode analitik. Episode naratif menunjukkan peristiwa yang sedang

terjadi melalui perantaraan dialog. Episode naratif mendeskripsikan secara detail mengenai

peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam waktu yang relatif lama (Yudistianti dan Sugihastuti,

2010:87--88). Episode dramatik menunjukkan peristiwa apa yang telah terjadi, misalnya

dialog

yang membawa peristiwa itu seolah-olah hadir ketika dibaca. Episode analitik adalah episode

yang berisi kontemplasi pengarang, tokoh terhadap tokoh lainnya, atau peristiwa yang terjadi.

10
1.5.4 Tahapan Alur

Pada umumnya, tahapan alur dalam karya fiksi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu

bagian awal, tengah, dan akhir. Akan tetapi, Lubis (1978:10) membagi tahapan alur menjadi

lima bagian sebagai berikut.

1. Tahap penyituasian (situasion) Tahap penyituasian adalah tahap yang berisi

pelukisan dan pengenalan suatu keadaan. Tahap ini merupakan pembukaan cerita dan

pemberian informasi awal, yang berfungsi sebagai tumpuan cerita yang dikisahkan

pada tahap selanjutnya.

2. Tahap pemunculan konflik (generating circumtances) Tahap pemunculan konflik

merupakan bagian yang menunjukkan peristiwa-peristiwa yang bersebab-akibat mulai

bergerak. Bagian tersebut akan berkembang menjadi konflik-konflik pada tahap

berikutnya.

3. Tahap peningkatan konflik (rising action) Tahap peningkatan konflik merupakan

tahap peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin berkembang dan

dikembangkan kadar intentitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti

cerita semakin mencekam dan menegangkan, konflik internal dan eksternal yang

menuju klimaks.

4. Klimaks (climax) Klimaks merupakan bagian alur yang memperlihatkan puncak

dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi sejak dari bagian penyituasian. Konflik

mulai mencapai titik intensitas puncak.

5. Tahap penyelesaian (denoument) Tahap ini konflik telah mencapai klimaks dan

diberi jalan keluar atau cerita diakhiri, penyelesaian yang ditandai dengan adanya

pemecahan masalah dari semua peristiwa.

11
Stanton (2012, 31—32) membagi alur menjadi dua elemen dasar sebagai pembangun

alur, yaitu konflik dan klimaks. Konflik terdiri atas dua macam, yaitu konflik internal dan

konflik eksternal. Konflik internal adalah konflik yang muncul akibat dari adanya dua

keinginan dalam diri seorang tokoh, sedangkan konflik eksternal adalah konflik yang terjadi

antara seorang tokoh dengan tokoh lainnya dan lingkungannya. Konflik menunjuk pada

sesuatu yang tidak menyenangkan, yang dialami para tokoh. Konflik terjadi karena adanya

perbedaan kepentingan, pengkhianatan, pembalasan dendam, dan lain-lain. Konflik berfungsi

membangkitkan ketegangan dan rasa ingin tahu kelanjutan dan penyelesaian cerita

(Nurgiyantoro, 2015:179).

Di dalam sebuah cerita akan ditemukan banyak konflik, yang keseluruhan konflik

tersebut akan disatukan dalam konflik utama. Konflik utama yang dapat merangkum seluruh

peristiwa dalam alur dan terikat dengan inti tema cerita. Konflik dalam cerita akan menuju

satu titik pusat, yakni klimaks. Klimaks merupakan titik pertemuan antara dua keadaan atau

lebih yang saling bertentangan dan hal ini berhubungan dengan bagaimana konflik itu

terselesaikan (Stanton, 2012:32).

1.5.5 Tegangan (Suspense)

Sebuah cerita yang baik, memiliki kadar suspense yang tinggi dan terjaga. Suspense

menunjuk pada adanya perasaan kurang pasti terhadap peristiwaperistiwa yang akan terjadi

(Nurgiyantoro, 2015:193). Suspense menunjuk pada adanya harapan yang belum pasti pada

pembaca terhadap akhir sebuah cerita (Kenny via Nurgiyantoro, 2015:193). Suspense tidak

semata-mata berurusan dengan perasaan ketidaktahuan pembaca terhadap kelanjutan cerita,

melainkan kesadaran diri yang seolah-olah terlibat dalam kemungkinan-kemungkinan yang

akan terjadi dan dialami tokoh cerita. Unsur suspense akan mendorong, memotivasi, dan

menggelitik pembaca untuk setia mengikuti cerita, mencari jawaban rasa ingin tahu terhadap

kelanjutan dan akhir cerita (Nurgiyantoro, 2015:193).

12
Salah satu cara untuk membangkitkan suspense adalah dengan menampilkan

foreshadowing dan backtracking. Foreshadowing merupakan penampilan peristiwa-peristiwa

yang mendahului secara tidak langsung terhadap peristiwa-peristiwa penting yang akan

dikisahkan kemudian. Foreshadowing dipandang sebagai pertanda, firasat, pembayangan, dan

isyarat akan terjadinya peristiwa atau konflik besar atau serius (Nurgiyantoro, 2015:193).

Backtracking merupakan pengaluran cerita dengan mengenang apa yang telah terjadi

sebelum peristiwa itu memuncak kejadiannya atau menoleh kembali pada peristiwa-peristiwa

yang telah terjadi melalui mimpi atau lamunan. Backtracking memiliki fungsi untuk

memperdalam pemahaman cerita dengan melihat kembali peristiwa-peristiwa yang telah

terjadi (Sugihastuti dan Suharto, 2016:107).

1.5.6 Kesatupaduan (Unity)

Karya fiksi adalah sebuah karya yang direncanakan, disiasati, dikreasi, dan

diorganisasikan sedemikian rupa dengan sengaja sehingga keseluruhan aspek yang

dihadirkan dapat saling berhubungan secara koherensi. Alur sebuah karya fiksi dituntut

memiliki sifat unity. Kesatupaduan menunjuk pada pengertian bahwa berbagai unsur yang

ditampilkan, khususnya peristiwa-peristiwa dan konflik, serta seluruh pengalaman kehidupan

yang hendak dikomunikasikan memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Ada benang

merah yang menghubungkan berbagai aspek cerita tersebut sehingga seluruhnya dapat

terasakan sebagai kesatuan yang utuh dan padu (Nurgiyantoro, 2015:197).\

Hadirnya sebuah peristiwa dan konflik tertentu apalagi yang fungsional memiliki

kaitan dengan peristiwa dan konflik lain, misalnya terkait dengan pertanyaan: disebabkan

oleh apa, mengapa demikian, dan mengakibatkan apa. Dengan kata lain, masalah kausalitas

merupakan suatu hal yang tidak dapat dihilangkan begitu saja. Dalam hal ini, alur berfungsi

untuk menghubungkan antarberbagai peristiwa dan konflik dalam satu wadah ikatan satu

kesatuan sehingga seluruhnya menjadi padu dan koherensif (Nurgiyantoro, 2015:198).

13
1.6 Metode Penelitian

Metode adalah cara-cara dan strategi untuk memahami realitas atau langkah-langkah

sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab-akibat berikutnya. Metode berfungsi untuk

menyederhanakan masalah sehingga mudah untuk dipecahkan dan dipahami (Ratna,

2013:34).

Menurut Faruk (2015:55), metode penelitian adalah cara untuk memperoleh

pengetahuan mengenai objek tertentu dan harus sesuai dengan kodrat keberadaan objek itu

sebagaimana yang dinyatakan oleh teori. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif analisis, yaitu metode yang mendeskripsikan fakta-fakta (cerita) yang

kemudian dilanjutkan dengan analisis (Ratna, 2013:53). Fakta-fakta dalam novel ini berupa

kutipan-kutipan yang kemudian digunakan untuk mengidentifikasi struktur alur dalam novel

Tango & Sadimin karya Ramayda Akmal.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menentukan objek material penelitian, yaitu novel Tango & Sadimin karya

Ramayda Akmal

2. Menentukan objek formal penelitian, yaitu struktur alur dalam novel Tango &

Sadimin.

3. Menentukan masalah penelitian, yaitu peristiwa dan episode, tahapan alur,

tegangan dan kesatupaduan dalam novel Tango & Sadimin.

4. Menganalisis struktur alur dalam novel Tango & Sadimin.

5. Membuat kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan dalam bentuk

skripsi.

14
1.7 Sistematika Laporan Penelitian

Laporan penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut. Bab I

berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan

penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika laporan

penelitian.

Bab II berisi peristiwa dan episode dalam novel Tango & Sadimin.

Bab III berisi tahapan alur. Bab ini menjelaskan bagian awal, tengah, dan akhir alur

dalam novel Tango & Sadimin.

Bab IV berisi tegangan dan kesatupaduan alur. Bab ini menjelaskan

foreshadowing, backtracking, dan kesatupaduan alur.

Bab V berisi kesimpulan.

15
BAB II

PERISTIWA DAN EPISODE NOVEL TANGO & SADIMIN

Kisah dalam novel Tango & Sadimin terbagi dalam lima bab yang setiap bab itu
merupakan episode. Kelima bab memiliki judul yang berbeda-beda sesuai dengan topik yang
disampaikan. Judul-judul bab tersebut adalah (1) Nini Randa & Satun Sadat; (2) Tango &
Sadimin; (3) Nah & Dana; (4) Ozog & Sipon; (5) Misbah & Nyai.

Bagian pertama adalah tentang kehidupan Nini Randa, seorang perempuan yang
ketika bayi ditemukan terapung di sungai Cimanduy oleh seorang perempuan tua yang
kemudian mengasuhnya selama dua tahun sebelum ia meninggal. Selanjutnya Nini Randa
dibesarkan oleh alam dan para penambang pasir di sungai dekat tempat tinggalnya. Tanpa
keluarga dan pendidikan serta dalam kemiskinan, Nini Randa memanfaatkan apapun yang
dimilikinya untuk hidup. Ia menjual diri dan makanan untuk mandor dan pekerja pembangun
dam di sungai, dan mendapat seorang anak yaitu Cainah yang diasuhnya sendiri. Kemudian
ia membuka rumah bordil, dan digerebek warga desa dipimpin oleh Haji Misbach. Namun
Haji Misbach takluk pada Nini Randa dan menghasilkan anak gelap yaitu Sadimin, yang
dibesarkan oleh Uwa Mono.

Bagian kedua kisah tentang Sadimin dan Tango. Sadimin dengan hasutan Mono
memanfaatkan kelemahan Haji Misbach untuk mendapatkan sebagian kekayaannya sehingga
ia menjadi juragan. Sadimin menikahi Tango, salah seorang perempuan penghibur dari
rumah Nini Randa. Sementara itu Cainah yang oleh Nini Randa diharapkan bersekolah dan
meneruskan usahanya, melarikan diri bersama pemuda miskin bernama Dana, dan mulai
masuk ke bagian ketiga. Namun sebagai pasangan belasan tahun yang tidak berpendidikan,
akhirnya mereka demikian miskin sehingga Dana sempat menjadi buruh tani di sawah Tango

16
dan Sadimin, sebelum akhirnya kembali ke rumah Nini Randa ketika tidak mampu menopang
hidup sendiri.

Bagian ke empat adalah tentang kehidupan pasangan pengemis Ozog dan Sipon, yang
dulu sempat menemukan Nini Randa ketika bayi namun melepaskannya kembali ke sungai.
Sedangkan bagian kelima kisah tentang Haji Misbach beserta ketiga isterinya, yang meskipun
dikenal alim namun masih mengejar ambisi keduniawian dengan segala cara.

Novel Tango & Sadimin memiliki lima episode yang terbangun sesuai dengan
pembagian bab dalam novel. Episode dalam novel Tango & Sadimin tersusun dari sejumlah
peristiwa. Episode 1 tersusun dari 18 peristiwa, episode 2 tersusun dari 15 peristiwa, episode
3 tersusun dari 13 peristiwa, episode 4 tersusun dari 9 peristiwa, dan episode 5 tersusun dari 5
peristiwa. Dengan demikian, di dalam novel ini ditemukan 60 peristiwa. Peristiwa
diwujudkan dalam bentuk pernyataan, narasi, dan dialog.

Analisis peristiwa dan episode pada penelitian ini berdasarkan tiga bagian besar dari
keseluruhan alur cerita. Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti menyusun episode-
episode yang tersebar secara tidak berurutan. Analisis alur ini dipaparkan sesuai dengan
urutan bagian, episode, dan peristiwa seperti yang tertera dalam novel. Episode-episode yang
tersebar disusun dan disatukan sesuai dengan urutan penceritaan tanpa mengubah alur cerita.
Hal ini dilakukan dengan tujuan agar rangkaian bagian, episode, dan peristiwa terdeskripsi
dengan baik.

2.1 Bagian 1: Keluguan Itu Membawa Petaka Atau Keberuntungan ?

Bagian I menceritakan tentang Nini Randa dan asal muasal Nini Randa tua dan muda.

(E1: P1—11; E6: P73—88; E8: P98—113).

Bayi perempuan malang itu terapung di atas kayu mahoni berbalut daun jati. Ketika

air sungai Cimanduy naik ke permukaan dan merangsek masuk seperti tamu di pagi hari.

Beberapa warga menahan lapar. Tak sedikit pula yang menahan kedinginan. Pada waktu itu,

wilayah di pinggir Sungai Cimanduy masih belum terjamah oleh pembangunan apapun.

Keluhan banjir memang kerap menyapa kampung ini. Tidak menyurutkan keinginan warga

sekitar untuk segera hengkang dari tempat tersebut. Meski banjir sering memaksa masuk.

Ada dalam E1: P1—11

17
Kala banjir, tentu ada banyak benda yang terapung. Seperti kayu mahoni yang

membawa bayi perempuan. Tak ada satupun warga yang berminat untuk menolong.

Kemiskinan membuat mereka berpikir dua kali untuk menghidupi satu lagi bayi. Terkadang,

makanan yang mereka punya pun belum mencukupi untuk kehidupan.

Entah bayi itu memang sudah beruntung sejak lahir. Ataukah Tuhan tidak tega dengan

bayi tersebut? Karena setelah itu, kayu mahoni yang tampak menarik seorang wanita tua yang

berada di rumah panggung. Dengan kaki dipasung. Membawa si bayi ke dekapannya. Apakah

naluri keibuannya masih ada? Meski konon, kesadarannya sudah terkikis berganti dengan

kegilaan yang membuatnya dipasung.

Siapa sangka, tindakan Nini Randa, nama wanita tua itu. Yang melumatkan makanan

kemudian menjejalinya ke mulut sang bayi. Menyelamatkan bayi itu hingga tumbuh menjadi

balita yang sehat. Tak jelas makanan apa saja yang diberikan oleh Nini Randa. Terkadang

makanan basi, sesekali pula menjejali sang anak makanan yang rupa dan baunya seperti

kotoran. Tidak ada yang bisa menjelaskan karena hanya mereka berdua dan Tuhan yang tahu

apakah itu makanan atau kotoran. E6: P73—88

Bayi perempuan yang terapung itu akhirnya tumbuh menjadi anak perempuan yang

mandiri. Ia belajar berjalan sendiri. Belajar membedakan mana makanan dan bukan makanan.

Terkadang, ia mencicipi tanah tapi kemudian ia bisa makan apa saja yang disodorkan

padanya. Nini Randa sendiri, seorang wanita tua yang memiliki keahlian melepaskan kaki

dan tangannya dari pasung. Hingga mampu merawat bayi tersebut hingga dua tahun. Ketika

18
Nini Randa tua itu meninggal dunia. Membuat si anak perempuan Nini Randa ini akhirnya

mewarisi namanya.

Tinggal di gubuk milik Nini Randa tua, yang sudah hampir roboh. Mendatangkan rasa

simpati pada para nelayan atau pencari pasir. Keuntungan tinggal di dekat Sungai Cimanduy,

membuat Nini Randa kecil terbiasa dengan kehadiran orang-orang di sekitarnya. Ia akan

menerima makanan yang disodorkan para nelayan atau pencari pasir yang tak tega dengan

kondisinya.

Semakin beranjak besar, Nini Randa kecil tampak jarang terlihat di gubuk tersebut.

Karena, ia sudah memiliki tempat yang lebih asik, yaitu Kuburan. Di komplek pemakanan

inilah Nini Randa mengasah kemampuannya berkomunikasi dengan pohon pisang. Karena

tak ada yang mengajarinya berbicara, Nini Randa kecil sering dianggap sebagai anak dengan

kemampuan khusus. Bukan seperti superhero.

Ada kejadian yang menggemparkan saat di pemakaman seorang juragan. Nini Randa

kecil yang berada di dekat kerumunan orang yang tengah mengubur jenazah sang juragan.

Dibuat terkejut karena Nini Randa sibuk menunjuk-nunjuk ke atas pohon dekat kubur sang

juragan. Seseorang yang penasaran akhirnya bertanya, ada apa. Karena keterbatasan bahasa,

yang terdengar hanya “tang..tang...tang.” Yang kemudian diartikan kalau arwah si juragan

meminta dilunaskan hutangnya. Terdapat di P98—113

Saat itulah, kemudian banyak orang menganggap Nini Randa memiliki indra keenam.

Kehidupannya berubah menjadi remaja perempuan yang memiliki harta. Sayangnya, karena

ketidak-mampuannya mengerti dan memahami fungsi uang tersebut. Membuat Nini Randa

19
menganggap tumpukan uang atau harta sebagai bayaran dari bantuan indera keenamnya

sebagai sampah belaka. Ini memang tampak seperti keberuntungan seorang Nini Randa.

Daftar Pustaka

Akmal, Ramayda. 2019. Tango & Sadimin. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Faruk. 2015. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Lubis, Mochtar. 1978. Teknik Mengarang. Jakarta: Nunang Jaya.

Nurgiyantoro, Burhan. 2015. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:Gadjah Mada University

Press.

Prasetyo, Hadi. 2018. “Novel Gadis Kretek Karya Ratih Kumala: Analisis Struktur Alur”.

Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Tidak

Diterbitkan.

Prathama, Pradipta Putra. 2018. "Suspense dalam Novel Ayah Karya Andrea Hirata:

Kajian Alur Menurut Robert Stanton". Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Gadjah Mada. Tidak Diterbitkan.

Pujiharto, 2012. Pengantar Teori Fiksi. Yogyakarta: Ombak.

Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Penelitian Sastra: Teori, Metode, dan Teknik: Dari

Strukturalisme Hingga Poststrukturalisme (Perspektif Wacana Naratif). Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Stanton, R., 2012. Teori Fiksi Robert Stanton. Diterjemahkan oleh Sugihastuti dan Rossi

Abi al Irsyad. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudjiman, Panuti. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sugihastuti & Suharto. 2016. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

20
Wulandari, Astri. 2013. “Cerpen ‘Keroncong Pembunuhan‘ Karya Seno Gumira Ajidarma:

Analisis Alur”. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah

Mada. Tidak Diterbitkan.

Yudistianti & Sugihastuti. 2010. Struktur Novel: Studi Cermin Merah Stantonian.

Yogyakarta: Lembah Manah.

DAFTAR LAMAN

http://lazionebudy.wordpress.com/2019/09/23/tango-sadimin-ramayda-akmal/amp/. Diakses

pada Senin 6 April 2020 pukul 19.00 WIB

21

Anda mungkin juga menyukai