Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cerpen sebagai prosa fiksi mempunyai nilai eksistensi dan karakter tersendiri bagi
penulis dan pembacanya. Pada umumnya cerpen dibangun atas 2 unsur (1) Unsur Intrinsik
yang meliputi: tema,amanat,latar (setting),sudut pandang (point of view),tokoh dan
penokohan,diksi/pilihan kata/gaya bahasa,dsb. (2) Unsur Ekstrinsik meliputi: nilai
sosial,politik,biografi pengarang,dsb.

Cerpen adalah gambaran kehidupan nyata seorang tokoh utama yang diperkokoh
dengan adanya tokoh pendukung,kini cerpen menjadi bentuk prosa yang dominan karena
mudah disampaikan melalui surat kabar,majalah,radio ataupun internet. Bahkan ada majalah
yang semata-mata memuat cerpen. Bapak cerpen dan novelis Indonesia adalah Suman H.S.
Novel pertamanya adalah Kasih Tak Terlerai (1929)

Untuk mengapresiasikan sebuah cerpen hendaknya dipelajari dan dibahas isinya. Salah
satu kegiatan megapresiasi cerpen tersebut adalah dengan menganalisis unsur pembangun
cerpen tersebut dengan cermat. Proses analisis meliputi elemen-elemen yang membangun
sebuah cerita. Ada dua unsur yang membangun sebuah cerita yaitu unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Karena unsur-unsur inilah yang merupakan bagian terpenting bagi penulis cerpen
dalam menciptakan sebuah karyanya yaitu cerpen yang bermakna, inspirasi, kualitas dan
mampu menghibur para pembaca. Maka dalam tulisan ini penulis tertarik untuk menganalisis
unsur intrinsik dari cerpen karena unsur instrinsik merupakan unsur yang sangat penting
dalam pembentukan dan penulisan cerpen, sehingga cerita yang dihasilkan dapat dimengerti
isi, makna, dan pesan yang disampaikan penulis kepada pembaca. Adapun cerpen yang akan
dianalisis adalah cerpen “Malin Kundang”.

Cerpen Malin Kundang ini perlu dianalisis karena di dalamnya terkandung nilai-nilai
moral yang harus dikembangkan dan sebagai sarana untuk mengajarkan nilai moral, nilai
moral itu terkait hubungan manusia dengan manusia yang lain dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam melakukan hubungan tersebut, manusia perlu memahami norma-
norma yang berlaku agar hubungannya dapat berjalan lancar atau tidak terjadi
kesalapahaman. Manusiapun seharusnya mampu membedakan antara perbuatan yang baik

1
dan yang buruk dalam melakukan hubungan dengan manusia lain. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk menganalisis unsur intrinsik yang terkandung di dalam cerpen Malin Kundang.

Dalam hal ini, sastra juga dapat menjadi sarana pembelajaran yang baik dan
menyenangkan. Melalui sastra, para pembaca dapat mengambil berbagai manfaat yang ada di
dalamnya, baik dari segi hiburan ataupun dari segi yang lain sebagai pembelajaran. Dengan
menghayati sastra secara utuh, maka pembaca akan mendapatkan pengalaman hidup yang
mungkin saja tidak pernah ditemui. Pembaca juga dapat menjumpai berbagai hal yang
berkaitan dengan nilai baik dan buruk, sehingga secara keseluruhan sastra dapat menjadi
sarana refleksi diri yang baik.

A. Rumusan Masalah
1. Mengidentifikasi unsur intrinsik cerpen “ Malin Kundang “ Karya Titis Asmarandana
B. Tujuan
1.Mendeskripsikan unsur intrinsik cerpen “ Malin Kundang “ Karya Titis Asmarandana

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Cerpen
1. Dasar teori

Cerpen adalah salah satu bentuk karya sastra yang berbentuk prosa atau karangan
pendek (cerpen) yang berbentuk naratif. Cerpen mengisahkan sepenggal kehidupan manusia
yang penuh pertikaian mengharukan / menyenangkan dan mengandung pesan yang tidak
mudah dilupakan.

Sebuah cerpen memiliki ciri yang khas di antara karya sastra lainnya, yaitu: Bersifat
fiktif atau karangan dari penulis,Tersusun tidak lebih dari 10 ribu kata,Dapat dibaca dengan
sekali duduk,Diksi yang dipakai tidaklah rumit sehingga mudah dipahami,Memiliki alur
tunggal atau satu jalan cerita,Biasanya ditulis berdasarkan peristiwa dalam kehidupan,dan
Memiliki pesan moral yang terkandung.Adapun Fungsi Cerpen yaitu;a.Fungsi rekreatif:
sebagai penghibur bagi para pembaca,Fungsi estetis: memiliki nilai estetika atau keindahan
sehingga memberi rasa puas dalam hal estetis bagi para pembaca,Fungsi didaktif: memberi
pembelajaran atau pendidikan bagi para pembaca,Fungsi moralitas: memiliki nilai moral
sehingga pembaca mengetahui mana yang baik dan buruk berdasarkan cerita yang
terkandung,Fungsi relegiusitas: memberi pembelajaran religius sehingga dapat dijadikan
contoh bagi pembaca.Adapun pengertian cerpen menurut para ahli, sebagai berikut.

Priyatni (2010), Cerita pendek adalah salah satu bentuk karya fiksi. Cerita pendek sesuai
dengan namanya, memperlihatkan sifat yang serba pendek, baik peristiwa yang diungkapkan,
isi cerita, jumlah pelaku, dan jumlah kata yang digunakan. Perbandingan ini jika dikaitkan
dengan bentuk prosa yang lain, misalnya novel.Sesuai dengan namanya, cerita pendek dapat
diartikan sebagai cerita berbentuk prosa yang pendek (Suyanto, 2012:46).

Kosasih, Kosasih, cerpen adalah karangan pendek berbentuk prosa. Di dalam cerpen itu
sendiri menceritakan sebuah kisah, kehidupan tokoh yang penuh pertikaian, memuat
peristiwa yang mengharukan ataupun menyenangkan. Termuat pula kesan agar tidak mudah
dilupakan.

3
Jacob, Menurut Jacob (2001) cerpen adalah fiksi pendek yang selesai dibaca dalam sekali
duduk. Cerita pendek hanya memiliki satu arti, satu krisis dan satu efek untuk pembacanya.
Pengaran cerpen hanya ingin mengemukakan suatu hal secara tajam.

Tarigan, Pasti kamu sudah tidak asing lagi dengan nama Tarigan? Cerpen menurut Tarigan
cerpen merupakan cerita pendek yang panjang ceritanya sekitar 5.000 kata. Atau sekitar 17
halaman kuarto spasi rangkap yang dari isinya memfokuskan pada cerita dirinya sendiri (si
tokoh).

Stanton, Stanton menjelaskan lebih spesifik teknis penulisan cerpen. Cerpen yang baik adalah
cerpen yang dibuat secara padat. Bagian dalam cerpen memuat tindakan-tindakan dan
memiliki karakter secara bersamaan.

Sumardjo, Menurut Sumardjo, pengertian cerpen adalah cerita yang membatasi diri dalam
membahas salah satu fisiknya dalam objek terkecil. Maksud pendek yang dimaksud
Sumardjo bukan masalah jumlah lembarannya, tetapi lebih menekankan pada panjang
halaman dan ruang lingkupnya. Jadi penulisan cerpen ruang lingkupnya dibatasi. Meskipun
dibatasi, tetap cerita tersebut berkesan.

The Liang & A. Widyamartaya, Berbeda lagi dengan pendapat The Liang dan A.
Widyamartaya yang mendefinisikan cerpen sebagai cerita khayal berbentuk prosa yang
pendek. Cerpen umumnya ditulis dibawah 10.000 kata. Tujuan dari cerpen itu sendiri untuk
menghasilkan kesan kuat yang memuat unsur-unsur drama.

Sayuti, Menurut Sayuti pengertian cerpen memiliki unsur yang sama, yaitu memuat alur
cerita, judul, tokoh cerita, sudut pandang, latar cerita, dan memuat tema. Sedangkan untuk
masalah pemilihan bahasa menjadi kunci daya tarik cerpen. Oh iya, Sayuti juga menyebutkan
bahwa cerpen memiliki satu konflik, satu klimaks dan satu konflik saja, tidak lebih.Terkait
dengan ide yang diangkat, cerpen umumnya diangkat dari realitas sosial dan budaya.

Bakar Hamid, Menurutnya bahwa cerpen atau disebut juga dengan cerita pendek seharusnya
dilihat dari jumlah, kuantitas kata yang digunakan antara 500 hingga 20.000 kata adanya plot,
adanya satu karakter dan adanya kesan.

Lubis dalam Tarigan (1985), Cerita Pendek harus mengandung interprestasi pengarang
tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak
langsung.Dalam sebuah cerita pendek sebuah insiden yang terutama menguasai jalan

4
cerita.Cerita pendek harus mempunyai seorang yang menjadi pelaku atau tokoh utama.Cerita
pendek harus satu efek atau kesan yang menarik.

Menurut Nurgiyantoro dalam bukunya Pengkajian Prosa Fiksi unsur-unsur intrinsik ialah
unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan
karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpaijika
orang membaca karya sastra. Unsur-unsur intrinsik tersebut antara lain sebagai berikut.

A. Tema cerita

Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang
terkandung di dalam teks sebagai stuktur semantis dan yang menyangkut persamaan-
persamaan atau perbedaan-perbedaan. Tema disaring dari motif- motif yang terdapat dalam
karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan
situasitertentu. Tema dalam banyak hal bersifat "mengikat" kehadiran atau ketidakhadiran
peristiwa, konflik serta situasi tertentu termasuk berbagai unsur intrinsik yang lain. Tema
menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka tema pun bersifat menjiwai seluruh bagian
cerita itu. Tema mempunyai generalisasiyang umum, lebih luas dan abstrak.

B. Alur Cerita

Sebuah cerpen menyajikan sebuah cerita kepada pembacanya. Alur cerita ialah peristiwa
yang jalin-menjalin berdasar atas urutan atau hubungan tertentu. Sebuah rangkaian peristiwa
dapat terjalin berdasar atas urutan waktu, urutan kejadian, atau hubungan sebab'akibat. Jalin-
menjalinnya berbagai peristiwa, baik secara linear atau lurus maupun secara kausalitas,
sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh, padu, dan bulat dalam suatu prosa fiksi.

Lebih lanjut Stanton mengemukakan bahwa plot ialah cerita yang berisi urutan kejadian,
namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang disebabkan
atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Plot ialah peristiwa-peristiwa yang
ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun
peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab-akibat. Dari pemaparan di atas dapat
disimpulkan bahwa alur cerila ialah jalinan peristiwa yang melatari sebuah prosa fiksi yang
dihubungkan secara sebab-akibat.

C. Penokohan

5
Dalam pembicaraan sebuah cerita pendek sering dipergunakan istilah-istilah seperti
tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara
bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama.

Tokoh cerita ialah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama,
yang oleh pembaca ditafsirlran memilki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti
yang diespresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Sedangkan
penokohan ialah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam
sebuah cerita.

Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh atau
penratakan, sebab penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana
perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga
sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk
pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.

D. Latar

Sebuah cerita pada hakikatnya ialah peristiwa atau kejadian yang menimpa atau
dilakukan oleh satu atau beberapa orang tokoh pada suatu waktu tertentu dan pada tempat
tertentu. Menurut Nadjid (2003:25) latar ialah penempatan wahu dan tempat beserta
lingkungannya dalam prosa fiksi.

Menurut Nurgiyantoro (2004:227-233) unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur
pokok, antara lain sebagai berikut.

1. Latar Tempat

Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat- tempat dengan nama
tertentu serta inisialtertentu.

2. LatarWaktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang


diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah "kapan" tersebut biasanya dihubungkan
dengan waktu

3. Latar Sosial

6
Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat
di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosialmasyarakat
mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks serta dapat berupa
kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan
bersikap. Selain itu latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang
bersangkutan.

E. Sudut Pandang

Sudut pandang (point of view) merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja
dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang
dikemukakan dalam karya fiksi memang milik pengarang, pandangan hidup, dan tafsirannya
terhadap kehidupan. Namun kesemuanya itu dalam karya fiksidisalurkan lewat sudut
pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita. Sudut pandang adalah cara memandang tokoh-
tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu.

Ada beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk membedakan sudut pandang.
Pertanyaan tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Siapa yang berbicara kepada pembaca (pengarang dalam percona ketiga atau pertama, salah
satu pelaku dengan "aku", atau sepertitak seorang pun)?

2. Dari posisi mana cerita itu dikisahkan (atas, tepi, pusat, depan atau berganti)

3. Saluran informagi apa yang dipergunakan narator untuk menyampaikan ceritanya kepada
pembaca (kata-kata, pikim, atau persepsi pengarang, kata-kata, tindakan, pikiran, perasaan,
atau persepsi tokoh)?

4. Sejauh mana narator menempatkan pembaca dari ceritanya (dekat, jauh, atau berganti-ganti)?

Selain itu pembedaan sudut pandang juga dilihat dari bagaimana kehadiran cerita itu kepada
pembaca lebih bersifat penceritaan, telling, atau penunjukan, showing, naratif atau dramatik.
Pembedaan sudut pandang yang akan dikemukakan berikut berdasarkan pembedaan yang
telah umum dilakukan orang yaitu bentuk persona tokoh cerita persona ketiga dan persona
pertama.

a. Sudut pandang persona ketiga : "Dian

7
Pengisahan cerita yang menpergunakan sudut pandang persona ketiga gaya "Dia",
narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita
dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita,
khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan
kata ganti. Hal ini akan mempermudah pembaca untuk mengenali siapa tokoh yang
diceritakan atau siapa yang bertindak. Sudut pandang "dia" dapat dibedakan ke dalam dua
golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya.
Di satu pihak, pengarang, narator dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan
dengan tokoh "dia", jadi bersifat mahatahu, di lain pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan
"pengertian" terhadap tokoh'dia" yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas, hanya selaku
pengamat saja.

1) "Dia" mahatahu

Dalam sudut pandang ini, cerita dikisahkan dari sudut "diao, namun pengarang, narator
dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh "dia" tersebut. Narator
mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang
tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. la bebas
bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-
pindah dari tokoh "dia" yang satu ke "dia' yang lain, menceritakan atau sebaliknya
"menyembunyikan" ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran,
perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan
nyata.

2) "Dia" terbatas, “Dia" sebagai pengamat

Dalam sudut pandang "dia" terbatas, seperti halnya dalam “dia" mahatahu, pengarang
melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita,
namun terbatas hanya pada seorang tokoh saja atau terbatas dalam jumlah yang sangat
terbatas. Tokoh cerita mungkin saja cukup banyak, yang juga berupa tokoh “dia", namun
mereka tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan sosok dirinya seperti halnya tokoh
pertama.

b. Sudut Pandang Persona Pertama : "Aku"

8
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama (first
person point of view), 'aku". Jadi: gaya "aku", narator adalah seseorang yang ikut terlibat
dalam cerita. la adalah si "aku'tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri,
mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui,dilihat, didengar, dialami dan dirasakan,
serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Jadi, pembaca hanya dapat
melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan tokoh si "aku"
tersebut.

1) "Aku" tokoh utama

Dalam sudut pandang teknik ini, si "aku" mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah
laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam dirisendiri, maupun fisik,
hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si "aku"menjadi fokus pusat kesadaran,
pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si “aku”, peristiwa, tindakan, dan orang,
diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk
memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian,si 'aku"
mqnjqditokqh utama (first person central).

2) "Aku" tokoh tambahan

Dalam sudut pandang ini, tokoh "aku" munculbukan sebagai tokoh utama, melainkan
sebagaitokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh "aku" hadir untuk membawakan
cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian'dibiarkan"
untuk rnengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah
sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil,
membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain.
Setelah cerita tokoh utama habis, si “aku"tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang
berkisah. Dengan demikian si "aku" hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap
berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si "aku” pada umumnya tampil sebagai
pengantar dan penutup cerita.

F. Amanat

9
Suatu pesan yang ingin disampaikan oleh si pemberi amanat berbentuk sebuah perintah
kepada penerima amanat melalui amanat yang tertulis atau instruksi, agar si penerima amanat
dapat menyampaikan atau melakukan amanat yang diberikan oleh si pemberi amanat.

Identitas Cerpen

Judul Buku : Malin Kundang

Pengarang : Titis Asmarandana

Penerbit : Dua MediaTebal

Tebal buku : 128 Halaman

Sinopsis

Dikisahkan bahwa Malin Kundang adalah salah seorang pemuda yang tinggal di pesisir
pantai di wilayah Sumatra. Ia tinggal bersama dengan kedua orang tuanya dengan kondisi
ekonomi yang memprihatinkan. Oleh sebab itu, ayah Malin Kundang memutuskan untuk
berlayar merantau dengan maksud agar memperoleh uang yang lebih banyak. Tetapi, hari
demi hari berlalu dan ayah Malin Kundang tak kunjung pulang. Sejak saat itu, Malin hanya
tinggal berdua saja dengan ibundanya di sebuah gubug kecil. Melihat kondisi ekonomi orang
tuanya yang begitu memprihatinkan, Malin merasa sedih dan tidak tega melihat ibundanya
banting tulang untuk menafkahi dirinya.

Hal tersebut memperkuat dirinya untuk memutuskan ia akan merantau ke negeri


sebrang. Awalnya, ibundanya tidak mengizinkannya merantau. Tetapi, Malin terus bertekad
untuk meminta izin kepada ibundanya merantau ke negeri sebrang. Akhirnya, ibunda Malin
mengizinkannya. Lama merantau, ibunda Malin dikabarkan bahwa Malin telah menjadi orang
sukses dan kaya. Ia pun merasa sangat senang dan bersyukur. Suatu hari, Malin melakukan
perjalanan bersama istrinya untuk urusan bisnis ke kampung halamannya. Tetapi,
sesampainya di kampung halamannya, Malin bertemu dengan ibundanya dan memakinya
sambil mengatakan bahwa wanita itu bukanlah ibundanya. Merasa sakit hati, ibundanya pun
mengutuknya menjadi batu.

• Unsur Instrinksik Dari Cerpen

“ Malin Kundang “

10
1. Tema : Kedurhakaan terhadap Orang Tuanya

Bukti : Terletak pada paragraph ke 4

“Akan tetapi ternyata Malin Kundang telah berubah dan sombong, ia tidak mau mengakui
wanita yang datang dengan baju yang compang-camping itu sebagai ibunya. “Saya tidak
punya ibu yang hina dan miskin seperti kamu, dasar tua bangka yang tak tahu diri!”, begitu
kata Malin Kundang kepada wanita yang memang adalah ibu kandungnya. Hati sang ibu
tersayat bak sembilu, bagai petir disiang hari, tak disangka anak yang disayangi dan
dirindukan sepanjang hari melukai hatinya dan durhaka kepadanya. “

2. Tokoh

a. Malin Kundang

b. Ibu Malin Kundang

3. Perwatakan

a. Malin Kundang : Protagonis dan Antagonis

Bukti : Terletak pada Paragraf ke 2 dan 4

“Malin Kundang bermaksud untuk pergi merantau ke negeri seberang guna merubah nasib
hidup dan masa depannya”(Protagonis)

“Akan tetapi ternyata Malin Kundang telah berubah dan sombong, ia tidak mau mengakui
wanita yang datang dengan baju yang compang-camping itu sebagai ibunya. “Saya tidak
punya ibu yang hina dan miskin seperti kamu, dasar tua bangka yang tak tahu diri!”, begitu
kata Malin Kundang kepada wanita yang memang adalah ibu kandungnya. Hati sang ibu
tersayat bak sembilu, bagai petir disiang hari, tak disangka anak yang disayangi dan
dirindukan sepanjang hari melukai hatinya dan durhaka kepadanya.” (Antagonis)

b. Ibu Malin Kundang : Baik Hati dan Penyayang ( Protagonis )

Bukti : Terletak pada paragraph ke 1 dan 2

“Jadilah Malin Kundang anak yatim, yang sehari-hari dirawat dan dibesarkan oleh ibunya
dengan mencari kayu api atau menangkap ikan di tepi pantai. Dengan penuh kasih sayang
Malin Kundang dibesarkan ibunya hingga beranjak remaja.”

11
“Sang ibu tak kuasa menahan dan melepas anak yang dicintai dengan cucuran air mata.
Tinggallah ibunya seorang diri dan berdo’a semoga Malin Kundang berhasil di rantau orang.”

4. 4. Alur : Maju
5. Latar

a. Latar Tempat : Di Pantai Air Manis

Terletak Pada Paragraf ke 1 : “Alkisah, hiduplah seorang perempuan miskin di sebuah


kampung nelayan di Pantai Air Manis.”

Terletak pada paragraph ke 2 : “Pada suatu hari di tengah deruan ombak pantai Air Manis,
Malin Kundang mengutarakan maksud hatinya kepada ibunya”

Terletak pada paragraph ke 3 : “Bulan berganti, tahun berlalu, terdengarlah berita dari
nakhoda yang sering berlabuh di Pantai Air Manis.”

Terletak pada paragraph ke 4 : “Pada suatu hari merapatlah sebuah kapal besar membawa
Malin Kundang di pantai Air Manis.”

Terletak pada paragraph ke 6 : “Pada suatu hari merapatlah sebuah kapal besar membawa
Malin Kundang di pantai Air Manis.”

b. Latar Waktu : Siang dan Malam

Terletak pada paragraph ke 3 dan 4 : “Tiap malam sang ibu berdo’a semoga Malin Kundang
segera kembali. Sungguh sang ibu sangat merindukannya. “ (3)

“Hati sang ibu tersayat bak sembilu, bagai petir disiang hari, tak disangka anak yang
disayangi dan dirindukan sepanjang hari melukai hatinya dan durhaka kepadanya.”(4)

c. Latar Suasana : Bahagia dan Menyedihkan

Terletak pada paragraph ke 2 : “Sang ibu tak kuasa menahan dan melepas anak yang dicintai
dengan cucuran air mata.”

Terletak pada paragraph ke 3 : “Alangkah bahagianya ibu Malin Kundang mendengar kabar
baik tersebut.”

Terletak pada paragraph ke 4 : ““Malin, Malin, ini ibu nak“, sahut ibu sambil berlinangan air
mata karena bahagianya. Akan tetapi ternyata Malin Kundang telah berubah dan sombong, ia
tidak mau mengakui wanita yang datang dengan baju yang compang-camping itu sebagai

12
ibunya. “Saya tidak punya ibu yang hina dan miskin seperti kamu, dasar tua bangka yang tak
tahu diri!”, begitu kata Malin Kundang kepada wanita yang memang adalah ibu kandungnya.
Hati sang ibu tersayat bak sembilu, bagai petir disiang hari, tak disangka anak yang disayangi
dan dirindukan sepanjang hari melukai hatinya dan durhaka kepadanya.”

6. Amanat :

“ Janganlah durhaka terhadap orang tua apalagi terhadap ibu kita. Durhaka terhadap orang tua
apalagi terhadap seorang ibu merupakan perilaku yang tercela dan sangat dilarang oleh
agama. Ingatlah bahwa Surga berada di bawah telapak kaki ibu. Oleh karena itu, berprilaku
baik dan lemah lembut lah terhadap ibu kita.”

7. Sudut Pandang : Orang Ketiga.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

13
Setelah kita belajar cerpen yang dapat diambil keuntungannya adalah kita bisa
mengetahui tentang apa itu cerpen cerpen dapat diambil dari nilai-nilai kehidupan dalam
peran masing-masing tokoh. Nilai-nilai kehidupan tersebut dapat dijadikan teladan bagi
pembacanya. Langkah untuk menulis cerpen yaitu menentuka tema, alur, tokoh, sudut
pandang, latar, amanat. Cerpen mengisahkan sepenggal kehidupan manusia yang penuh
pertikaian, mengharukan / menyenangkan dan mengundang pesan yang tidak mudah
dilupakan

B. SARAN

Dengan adanya kegiatan membuat makalah ini supaya siswa – siswi mempunyai
kreatifitas dan lebih ditingkatkan prestasi dalam belajarnya, dan semoga makalah ini
bermanfaat dan sering diadakan latihan pembuatan makalah. Selain itu siswa – siswi belajar
bertanya serta bagaimana diskusi dengan baik dalam hal berkelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer. 2000. Pengantar Semantik. Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta

Ajip Rosidi. 1977. Laut Biu Langit Biru. Jakarta : Dunia Pustaka Jaya

14
Asul Wiyanti. 2001. Terampil Pidato. Jakarta : grasindo

_________. 2002. Terampil Bermain drama. Jakarta : Grasindo

_________. 2005. Kesusastraan Sekolah. Jakarta : Grasindo

Daniel Samad. 1997. Dasar-Dasar Meresensi Buku. Jakarta : Grasindo

Darwin S, Chaniago. 1997. Kata-Kata Mutiara. Bandung : Pustaka Setia

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.

15

Anda mungkin juga menyukai