Anda di halaman 1dari 27

ANALISIS STRUKTURAL CERPEN “ PARJAGAL” DALAM KUMPULAN

CERPEN TIUR DAN POLTAK KARYA EMASTA EVAYANTI


SIMANJUNTAK

Yanti Claudia Sinaga1 Emasta Evayanti Simanjuntak2


Universitas Negeri Medan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Medan.
yanti.sinaga2001@gmail.com ; evayantiemasta@gmail.com

ABSTRAK
Adapun penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai analisis struktrural cerpen
“Parjagal” dalam kumpulan cerpen tiur dan poltak karya Emasta Evayanti Simanjuntak, menjelaskan
mengenai analisis structural yang terkandung dalam cerpen Tiur dan Poltak. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
penelitan kumpulan cerpen Tiur dan Poltak karya Emasta Simanjuntak, serta menghasilkan penelitian
berupa analisis struktural cerpen “parjagal” dalam kumpulan cerpen tiur dan poltak karya Emasta
Evayanti Simanjuntak yang dilihat dari analisis struktural.
Kata Kunci: Cerpen, Sastra, Analisis Struktural

STRUCTURAL ANALYSIS OF THE STORY “PARJAGAL” IN THE COLLECTION

This study aims to explain the structural analysis of the short story "Parjagal" in the
collection of Tiur and Poltak short stories by Emasta Evayanti Simanjuntak, to explain the structural
analysis contained in Tiur and Poltak short stories. This study uses a qualitative descriptive method
that is used as a guide in conducting research on the collection of Tiur and Poltak short stories by
Emasta Simanjuntak, and produces research in the form of structural analysis of the short story
"parjagal" in the collection of short stories tiur and poltak by Emasta Evayanti Simanjuntak seen
from structural analysis
Keyword: Short Story,Literature, Structural Analysis
PENDAHULUAN
Karya sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran,
perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang
membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Selain dipergunakan sebagai karya seni yang
memiliki budi, imajinasi, dan emosi, sastra juga sebagai karya kreatif yang dimanfaatkan
sebagai konsumsi intelektual dan emosional. Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil suatu
pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan
menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 1988:8).

Karya sastra pun dibedakan atas prosa, puisi dan drama. Ketiga karya sastra tersebut
mempunyai ciri-ciri tersendiri dalam penyajiannya. Prosa dalam karya sastra modern lebih
dikenal dengan istilah cerita rekaan (cerkan). Disebut cerkan karena direka oleh pengarang
berdasarkan kenyataan yang diimajinasikan. Menurut (Sudjiman, 1998:12), semua cerita
rekaan ada kemiripan dengan sesuatu kehidupan ini karena bahannya diambil dari
pengalaman hidup. Macam-macam cerita rekaan dalam karya sastra moderen antara lain
novel, novella (cerita panjang), dan cerita pendek (cerpen).

Cerpen adalah cerita yang pendek yang memusatkan pada satu situasi dan estetika intinya
konflik (Noor,2009:26). Sama-seperti karya sastra pada umumnya cerpen pun sangat sarat
dengan pendidikan moral yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk belajar memahami
kehidupan secara sederhana.

Unsur-unsur pembangun cerpen yang kemudian secara bersama membentuk sebuah


totalitas disamping unsur bahasa, masih banyak lagi macamnya. Namun secara garis besar
berbagai macam unsur tersebut secara tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua bagian,
yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri
(Nurgiyantoro, 1994: 23). Unsur pembangun sebuah cerpen tersebut meliputi tema, alur, latar
(setting), tokoh dan penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Unsur-unsur inilah
yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual
akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah cerpen adalah unsur-
unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur
intrinsik inilah yang membuat sebuah cerpen berwujud. Sebaliknya, jika dilihat dari sudut
kita pembaca, unsur-unsur inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah cerpen.
Unsur yang dimaksud, untuk menyebut sebagian saja, misalnya, peristiwa, cerita, plot,
penokohan, tema, latar (setting), sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan
lain-lain.

Pendekatan struktural berpijak pada karya sastra itu sendiri dan lepas dari segala yang
berada di luar karya sastra. Menurut (Teeuw, 1984), karya sastra dipandang sebagai sesuatu
yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang, realitas, maupun pembaca. Analisis
struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan
hubungan antar unsur yang berhubungan.

Dari sekian banyak cerpen yang diterbitkan di Bandung salah satu cerpen yang akan
dijadikan objek penelitian adalah cerpen “Parjagal” dalam kumpulan cerpen “Tiur dan
Poltak” karya Emasta Evayanti Simanjutak.

A. Hakikat Cerpen Sebagai Karya Sastra

Kata sastra berasal dari akar kata sas (sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar,
member petunjuk, dan intruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi, secara leksikal sastra
berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik
(Teeuw dalam Ratna, 2004: 4). Menurut Luxemburg dan (Willem, 1992: 23), sastra dapat
dipandang sebagai gejala sosial, sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu
langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat pada zaman itu. Dalam gejala
sosial di kehidupan bermasyarakat tersebut, masyarakat cenderung menghasilkan buah
pemikiran berupa karya yang indah yang kita kenal dengan karya sastra.
Salah satu bentuk karya sastra itu adalah cerpen dan novel. Menurut Marahimin
(2001:112) cerpen bukan penggalan sebuah novel, bukan pula sebuah novel yang disingkat,
akan tetapi cerpen itu adalah sebuah cerita rekaan yang lengkap.
Panjang atau pendek sebuah cerpen juga tidak bisa ditetapkan. Pada umumnya
panjang sebuah cerita pendek itu habis sekali, dua kali, atau tiga kali baca. Namun ini juga
bukan sebuah pegangan, dapat dikatakan antara 500 – 1000 atau 1500 – 2000 hingga
10.000, 20.000 atau 30.000 kata.
1. Tema
Menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000 : 91), seorang pengarang harus memahami
tema cerita yang akan di paparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan,
sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-
unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema tersebut.

Tema di dalam cerpen Parjagal adalah menceritakan kisah seorang lelaki Tua yang
tinggal dirumah tua kecil bersama dengan anaknya yang mengalami penyakit ayan ,
sedangkan istrinya sudah terlebih dahulu meninggalkan mereka.

2. Tokoh

Tokoh berkaitan dengan orang atau seseorang sehingga perlu menggambarkan yang
jelas tentang tokoh tersebut. Nurgiyantoro (1995 : 173- 174), jenis-jenis tokoh dapat dibagi
sebagai berikut:

1. Berdasarkan Segi Peranan atau Tingkat Pentingnya.


a. Tokoh Utama, yaitu tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam prosa dan
sangat menentukan perkembangan alur secara keseluruhan.
b. Tokoh Tambahan, yaitu tokoh yang pemunculannya lebih sedikit dan
kehadirannya jika hanya ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara
langsung ataupun tidak langsung.

2. Berdasarkan Segi Fungsi Penampilan Tokoh


a. Tokoh protagonis, yaitu tokoh utama yang merupakan pengejawantahan nilai-
nilai yang ideal bagi pembaca.
b. Tokoh Antagonis, yaitu tokoh penyebab terjadinya konflik.

Penokohan dalam cerpen Parjagal adalah Lelaki tua yang dipanggil Parjagal
sebagai seorang tokoh utama dalam cerpen ini. Ia adalah seorang lelaki tua yang hampir
tujuh puluh tahun sekarang. Rambutnya putih,kumis putih,kulitnya berbintik-bintik putih
coklat karena usia yang sudah semakin ujur, masyarakat kampung memanggilnya parjagal
karena dahulunya ia berjualan daging tepat di persimpangan segitiga anatar tiga kampung
yang bertetangga.
3. Alur

Pengertian alur atau plot pada karya sastra pada umumnya adalah rangkaian cerita
yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang
dihadirkan para pelaku dalam sebuah cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu cerita
bisa berbentuk dalam rangkaian suatu peristiwa yang berbagai macam, Aminuddin (2000:
83). Dalam suatu cerita, urutan peristiwa dapat beraneka ragam.
Montage dan Hensaw dalam Aminuddin (2000: 84) menjelaskan bahwa tahapan
peristiwa dalam plot suatu cerita dapat tersusun dalam tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Exposition, yaitu tahap awal yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya
peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita.
b. Inciting Force, yakni ketika timbul kekuatan, kehendak maupun perilaku yang
bertentangan dari pelaku.

c. Rising Action, yakni situasi panas karena pelaku-pelaku dalam cerita yang
mulai berkonflik.
d. Crisis, yaitu dimana situasi semakin panas dan para pelaku sudah diberi
gambaran nasib oleh para pengarangnya.
e. Climax, yaitu situasi puncak ketika konflik berada dalam kadar yang paling
tinggi hingga para pelaku itu mendapatkan kadar nasibnya itu sendiri.
f. Falling Action, yakni kadar konflik sudah menurun sehingga ketegangan
dalam cerita sudah mulai mereda sampai menuju conclution atau penyelesaian
cerita.

Berdasarkan uraian dan penjelasan diatas, alur dalam cerpen Parjagal adalah alur maundur
atau regresif. Karena cerita dalam cerpen ini dimulai dari timbulnya rasa
penyesalan,kekecewaan dan kegagalan akan hidup seorang parjagal di masa lalu yang suka
mabuk,berjudi dan yang paling parahnnya lagi main tangan sama istri dan anaknya sendiri ,
kegagalannya adalah ketika dia tidak bisa memberikan kebahagiaan dan yang terbaik bagi
keluarganya .
4. Sudut Pandang
Sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang menceritakan, atau dari
posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat. Ia merupakan cara atau pandangan
yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan
berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca
(Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995: 248).

Dalam Nurgiyantoro (1995: 256-266) sudut pandang dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Sudut pandang persona ketiga: “dia”, yaitu pengisahan cerita yang
mempergunakan sudut pandang persona ketiga, gaya “dia” maha tahu dan
“dia” terbatas (“dia” pengamat). Posisi narator dalam hal ini berada di luar
cerita dalam menampilkan tokoh-tokoh ceritanya, yaitu dengan menyebut
nama, atau kata gantinya.
b. Sudut pandang persona pertama: “aku”, yaitu pengisahan cerita yang
mempergunakan sudut pandang persona pertama, gaya “aku”. Posisi narator
adalah ikut terlibat dalam cerita, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri,
mengisahkan peristiwa dan tindakan yang diketahui, didengar, dan dirasakan,
serta sikapnya terhadap tokoh lain kepada pembaca.

c. Sudut pandang campuran, yaitu penggunaan sudut pandang lebih dari satu
teknik. Pengarang dapat berganti-ganti dari teknik yang satu ke teknik yang
lain untuk sebuah cerita yang dituliskannya.

Dalam hal ini pengarang menggunakan sudut pandang persona ketiga, walau
pada cerpen ini jarang menggunakan kata tunjuk pengganti orang ketiga seperti „ia‟
atau „dia‟, namun dari cara pengarang memberikan narasi berupa penyebutan nama-
nama setiap karakter dan tidak ada penggunaan kata „aku‟.
5. Amanat

Amanat dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang


yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin
disampaikannya kepada pembaca (Nurgiyantoro, 1995: 321).

Dalam cerpen ini pengarang menyampaikan pesan bahwa didalam sebuah hubungan
rumah tangga hendaknya tetap saling menghormati, menjaga dan menyayangi pasangannya
begitu juga kepada anak-anaknya , tidak melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri
dan orang lain , agar tidak berujung dengan rasa penyesalan selama hidupnya. Selain itu,
sang pengarang juga ingin penyampaikan bahwa pentingnya kita untuk terus tetap berjalan
dan melangkah menuju masa depan meskipun beratnya situasi dan kondisi yang terjadi di
masa lalu.

6. Latar atau Setting

Latar atau setting adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita,
semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat
berwujud dekor seperti sebuah cafe di paris, pegunungan di California, sebuah jalan buntu
di sudut kota Dublin dan sebagainya. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari,
bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah (Stanton, 2007 : 35).

Berikut adalah unsur pokok latar atau setting:

a. Latar tempat
Latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang menceritakan dalam
karya fiksi. Deskripsi tempat secara teliti dan realisitis ini penting untuk membuat kesan
pembaca seolah-olah hal yang diceritakan itu benar-benar ada dan terjadi, seperti yang
diceritakan pada karya sastra tersebut. Untuk mendeskripsikan suatu tempat secara
meyakinkan, pengarang perlu menguasai medan, letak geografis lokasi yang bersangkutan
lengkap dengan karakteristik dan sifat khasnya.

Dalam cerpen Parjagal , lokasi tempat berlangsungnya cerita adalah di sebuah kampung.
b. Latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan”terjadinya peristiwa- peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu dalam fiksi dapat menjadi dominan
dan fungsional jika digarap secara teliti, terutama jika dihubungkan dengan waktu sejarah.
Pengangkatan unsur sejarah dalam karya fiksi akan menyebabkan waktu yang diceritakan
menjadi bersifat khas, tipikal, dan dapat menjadi sangat fungsional, sehingga tak dapat
diganti dengan waktu yang lain tanpa mempengaruhi perkembangan cerita.
Dalam cerpen Parjagal, latar waktu yang digunakan adalah pada saat Parjagal berumur 70
tahun sekarang, hampir dua puluh tahun dia berjualan daging , waktu yang cukup lama
mendapat gelar parjagal.
c. Latar Sosial
Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan
sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi, kehidupan sosial
masyarakat yang mencakup masalah dalam lingkungan yang cukup kompleks. Yaitu,
berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir
dan bersikap, dan termasuk juga status sosial. Latar sosial dapat meyakinkan dan
menggambarkan suasana kedaerahan, warna setempat daerah tertentu melalui kehidupan
sosial masyarakat. Ia dapat pula berupa dan diperkuat dengan penggunaan bahasa daerah
atau dialek-dialek tertentu.
Latar sosial dalam cerpen Parjagal,yang dituliskan oleh sang pengarang adalah
sebuah kampung yang masih lekat dengan budaya batak , yang dimana seorang yang
berjualan daging dipanggil dengan gelar parjagal.
C. Pendekatan Strukturalisme
a) Pendekatan Struktural

Struktur pada dasarnya adalah seperangkat unsur yang antar unsur atau
seperangkat unsur itu terjalin satu hubungan. Menurut Pradopo (1987:118), struktur
adalah bangunan unsur - unsur yang bersistem; antara masing-masing unsur tersebut
terjadi hubungan timbal balik yang saling menentukan. Struktural adalah cara kerja
pendekatan terhadap karya sastra secara ilmiah, yaitu pendekatan yang didalamnya
terdapat sikap objektifitas, kepastian, dan sikap tidak terlibat (Wellek, 1989:43).

Struktural maupun strukturalisme sebagai pendekatan dalam sastra menitik


beratkan pada karya sastra itu sendiri secara otonom, dan merupakan kesatuan yang
bulat yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berhubungan secara koheren.
Pendekatan demikian oleh M.H Abrams disebut pendekatan objektif, yaitu pendekatan
yang menekankan karya sastra sebagai struktur yang bersifat mandiri atau otonom.

Lebih lanjut menurut Teeuw mengatakan bahwa struktural dari segi tertentu
membawa hasil yang gilang gemilang. Hal ini disebabkan usaha untuk memahami dan
mengupas karya sastra atas dasar strukturnya memaksa peneliti sastra untuk
membebaskan diri dari berbagai konsep metode dan teknik yang sebenarnya diluar
jangkauan ahli sastra, seperti psikologi, sosiologi, sejarah, filsafat, dan lain-lain, dan
mengembalikannya pada tugas utamanya yaitu meneliti sastra.
Analisis struktural sebagai satu metode pendekatan terhadap karya sastra memiliki
beberapa kelemahan. Kelemahan itu menurut Teeuw ada 4 hal, yaitu ; analisis struktural
karya sastra secara umum belum merupakan teori sastra, dan tidak berdasarkan teori
sastra yang lengkap dan tepat, (2) karya sastra tidak dapat diteliti secara teliti secara
terasing tetap harus dipahami dalam rangka sistem sastra dengan latar belakang sejarah,
(3) adanya struktur yang obyektif pada karya sastra makin disangsikan, peranan pembaca
selaku pemberi makna dalam interpretasi karya sastra makin di tonjolkan dengan segala
konsekuensi untuk analisis struktural, (4) analisis yang menekankan otonomi karya sastra
juga menghasilkan konteks dan fungsinya, sehingga karya itu dimenara gadingkan dan
kehilangan relevansi sosialnya (Teeuw, 1988:140).
METODE
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif yang menghasilkan data
deskriptif dengan menggunakan pendekatan objektif. Jenis penelitian ini menganalisis data
yang berupa unsur-unsur instrinsik dan keterkaitan antar unsur-unsur dalam membangun
cerpen “Parjagal” karya Emasta Evayanti Simanjuntak

B. Data Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif, yaitu data
yang berupa unsur kata, kalimat yang merupakan informasi-informasi penting, mengenai
unsur instrinsik dan keterkaitan antar unsur tersebut terdapat dalam cerpen “Parjagal” karya
Emasta Evayanti Simanjuntak

C. Sumber Data
Sumber data yang digunakan adalah cerpen yang berjudul “Parjagal” karya Emasta
Evayanti Simanjuntak. Karya ini terdapat dalam buku kumpulan cerpen “Tiur dan Poltak”,
halaman 81 yang diterbitkan oleh Media Sains Indonesia 2021.Cerpen “Parjagal” ini terdiri
dari 12halaman

D. Teknik Pengumpulan Data


Data yang akan dianalisis adalah cerita pendek “Parjagal” karya Emasta Evayanti
Simanjuntak. Teknik pengumpulan data ini menggunakan Teknik baca catat terhadap objek
penelitian. Data-data diperoleb dengan cara pembacaan cermat dan teliti kemudian dicatat
dalam kartu data untuk kemudian diketik menggunakan computer. Peneliti membaca secara
berulang obyek penelitian dan mencatat setiap data dan hasil pengamatan yang diperoleh agar
dappat memperoleh data yang konsisten.

E. Instrumen Penelitian
Sebagai penelitian Pustaka maka hanya diperlulan sedikit instrument dalam penelitian ini.
Instrumen penelitiannya adalah berupa manusia, yaitu penelliti sendiri.Alat bantu penelitian
berupa alat tulis dan buku acuan yang mendukung.
F. Keabsahan Data Peneltian
Data-data yang diambul, sebelumnya telah dipertimbangkan melalui validitas data dan
reabilitas data. Reabilitas yang digunakan adalah realibilitas intarater dan reabilitas interrater.
Realibilitas intrtaer dilakukan dengan pembacaan berulang-berulang memperoleh data yang
hasilnya tetap, tidak mengalami perubahan sampai data benar-benar realibel. Reabilitas
intrater dilakukan dengan cara mendisiskusikan hasil pengamatan dengan pengamat lain

G. Teknik Analisis Data


Penelitian ini menggunakan analisis structural yang dipadukan dengan Teknik deskriptif
kualitatif dalam menganalisis data penelitian. Teknik ini digunakan karena data-data
mengenai analisis structural memerlukan penjelasan secara deskriptif.Analisis structural
berusaha mengidentifikasi dan mendeskripsikan unsur-unsur structural seperti
tema,tokoh,alur dan latar serta keterkaitan antar unsur tersebut dalam cerpen “Parjagal”
karya Emasta Evayanti Simanjuntaks sebagai keutuhan makna.

Data-data diperoleh melalui pencatatan, kemudian data dianalisis maknanya berdasarkan


kriteria unsur structural seperti tema, tokoh,alur dan latar.Hasil penelitian dideskripsikan
menjadi kesimpulan penelitian..

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Struktural Cerpen “Parjagal” Karya Emasta Evayanti Simanjuntak

A. Sinopsis Cerpen Parjagal


Mata lelaki tua itu tertuju pada bingkai foto retak yang bergantung di dinding. Dia
mendekati foto yang masih berwarna hitam putih itu. Senyum Bahagia yang ada difoto itu
tidak jelas lagi karena retakan bingkai foto yang tidak berarturan. Senyum itu menjadi samar
dan sangar. Tangan lelaki tua itu meraba dan mengehelus bingkai foto itu dengan tangan
gemetar dan air mata semakin menggenangi pematang-pematang wajahnya. Kegagalan dan
kekecewaan akan hiduo samar-samar tergambar dari ekspresi wajahnya, Yah kegagalan
seorang lelaki adlah Ketika dia tidak bisa memberikan kebahagiaan dan yang terbaik bagi
keluarganya. Lelaki itu itu mengusap air matanya, beranjak ke kamarnya yang gelap dan
menyatu dengan kegelapan bayangsn masa lalu yang disesalinya.
Lelaki tua itu adalah parjagal.Masyarakat kampung memanggilnya Parjagal karena
dahulupangan segitiga antra tiga kampung yang bertetangga.Hampir dua puluh tahun dia
berjualan daging. Waktu dia tidak berjualan lagi sekarang, masyarakat tetap memanggilnya
Parjagal. Parjagal hampir berusia tujuh puluh tahun sekarang. Rambutnya putih, kumis putih,
kulitnya berbintik-bintik putih coklat karena usia yang sudah semakin ujur. Akan tetapi
semangat kerjanya masih sama seperti dahulu walau tenaganya sudah semakin berujung.

Pagi-pagi benar Parjagal sudah bangun dan mempersiapkan bekal makanannya


selama bekerja mencari kayur bakar di Hutan. Tetapi, sebelumm berangkat dia menyiapkan
sarapan pagi untuk anak sasada-sematawayangnya. Nasi merah lengkap dengan ikan asin
bakar dan ubi tumbuk tercampur dalam piring damar merah pudar. Dia meletakkan makanan
itu jauh dari jangkauan kucing. Dia menghela napas. Entah dimana dan jam berapa anaknya
itu datang untuk makan. Dan terkadang nasi yang disediakan habis dikerumuni semut karena
sehaarian anaknya tidak pulang-pulang. Tetapi, parjagal tetap setia menyediakan makanan
untuk anaknya setiap pagi.

Kalau da tidak bekerja hari hari ini, makan apa mereka besok. Semua harta yang dimilikinya
dahulu sudah habis dan bablas. Harta dan kebahagiaan mereka memiliki dahulu lenyap
karena ulahnya sendiri. Mabuk, berjudi, dan yang paling parahnya lagi main tangan sama istri
dan anaknya sendiri.

Istrinya meninggal tanpa diketahui apa penyebabnya. Setiap hari istrinya hanya diam
saja, menuruti apa kemauan suaminya. Terkadang duduk di mulut pintu berpangku tangan
dan pandangan menerawang jauh.wajahnya menanggung beban yang tidak diperdulikan
suaminya. Bisa dikatakan istrinya meninggal karena tekanan batin dari suaminya. Semakin
hari tubuhnya semakin kecil-kurus kering dan akhirnya mengehembuskan nafas terakhirnya
kala dia duduk termenung di mulut pintu rumah mereka.

Hasiholan mengidap penyakit ayan dan gangguan jiwa. Setiap hari dia berkeliaran
dikampung dengan sesuka hatinnya. Akan tetapi, dia tidak pernah membuat keributan.
Sewaktu kecil Hasiholan sering mengalami demam dan step. Seiring berjalannya waktu,
penyakut itu menjelma menjadi penyakit ayan. Kekecewaan memenuhi hati dan pikiran
parjagal.

Anak sasada-sematawayangnya memiliki kekurangan yang sangat memalukan


dirinya. Dia tidak bisa membanggakan Hasiholan sebagai penerus marga dan keturunannya.
Bornok berlari menuju rumah parjagal, Dia melihat Hashiholan anak tunggal Parjagal
sedang kejang-kejang dan buih putih menggelembung di sudut mulutnya. Sedangkan api
telah berkobar dekat Hasiholan. Bornok hendak menolong Hasiholan. Akan tetapi, Ketika
Bornok mengangkat tubuh Hasiholan yang tergeletak kejang-kejang di lantai, malah semakin
aktif merontah dan berlari menuju api yang berkobar. Orang-orang terkesima melihat
peristiwa itu. Tak ada yang sanggup mengungkapkan sepatah katapun. Mereka hanya saling
pandang dan sorot mata mereka menunjukkan rasa iba dan kasihan.

Sementara Parjagal pergi ke pasar Toke Marasal untuk menjual kayu bakar yang ia
cari di hutan, Sesampai di Toke Marasal sekujur tubuh parjagal sudah kering sebab
kepalannya agak pening dan meriang. Parjagal mimisan dan penyakit tuanya kambuh.
Kakinya ngilu dan dadanya sesak. Selesai melakukan transaksi penjualn dengan Toke
Marasal, Hujan turun lagi. Parjagal masuk kedalam bis untuk istirahat yang kebetulan ban bis
itu pecah. Dia mencari tempat duduk yang bisa digunakan tempat tidur untuk sementara.

Supir menyalakan mesin bus dan melambaikan pada orang-orang yang berteduh di
dalam bis tadi . satu persatu orang-orang meninggalkan gudang kayu itu, Akan tetapi parjagal
tidak ada diantara keramaian.

Seminggu kemudian ada kabar tentang seorang laki-laki tua ditemukan tergeletak tak
sadarkan diri di pinggir jalan raya besar. Tetap saja tidak ada yang perduli. Akan tetapi,
orang-orang selalu menceritakan kisah penghuni rumah kosong gosong yang ada di sudut
kampung itu kepada anak-anaknya.
B. Analisis Struktur Cerpen

1. Tema

Halaman 82
Mata lelaki tua itu tertuju pada bingkai foto yang retak yang tergantung di dinding.
Dia mendekati foto yang masih berwarna hitam putih itu. Senyum Bahagia yang ada di foto
itu tidak jelas lagi kemana. Tangan lelaki tua itu meraba dan mengelus bingkai foto itu
dengan tangan gemetar dan air mata semakin menggenangi pematang-pematang wajahnya.
Kegagalan dan kekecewaan akan hidup samar-samar tergambar dari ekspresi wajahnya. Yah,
kegagalan seorang lelaki adalah Ketika dia tidak bisa memberikan kebahagiaan dan yang
terbaik bagi keluarganya.

Lelaki tua iitu mengusap air matanya, beranjak ke kamarnya yang gelap dan menyatu
dengan kegelapan bayanggan masa lalu yang selalu disesalinya.

Analisis:

Berdasarkan kutipan diatas menunjukkan kisah Penyesalan yang menimpa Parjagal,


Hal itu dapat kita lihat dari kalimat diatas yaitu, kegagalan dan kekecewaan akan hidup
samar-samar tergambar dari ekspresi wajah Parjagal, kegagalannya Ketika ia tidak bisa
memberikan kebahagiaan dan yang terbaik bagi istri dan anaknya. Dan kegelapan bayangan
masa lalu yang selalu disesalinya.

Halaman 84

Semua harta yang dimilikinya dahulu sudah habis dan bablas.Ah, mengapa selalu ada
kata penyesalan. Harta dan kebahagiaan yang mereka miliki dahulu lenyap karena ulahnya
sendiri. Mabuk,berjudi dan yang paling parahnya lagi main tangan sama istri dan anaknya
sendir
Analisis:

Berdasarkan kutipan diatas menunjukkan lagi bahwa sikap penyesalan dari Parjagal
selama hidupnya dahulu, yang menghabiskan seluruh hartanya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa cerpen “Parjagal” karya Emasta
Evayanti Simanjuntak ini memiliki tema berupa Penyesalan, penyesalan karena pada masa
lalunya parjagal mabuk, berjudi dan yang paling parahnya lagi main tangan sama istri dan
anaknya sendiri

2. Penokohan
1. Berdasarkan Segi Peranan atau tingkat pentingnya
a. Tokoh Utama
1) Parjagal

Halaman

Parjagal hampir berusia tujuh puluh tahun sekarang, Rambutnya putih, Kumis putih,
kulitnya berbintik-bintik putih coklat karena usia yang sudah semakin ujur. Akan tetapi
semangat kerjanya masih sama seperti dahulu walau tenaganya sudah semakin berujung.

Analisis:

Berdasarkan kutipan diatas, terlihat bahwa tokoh Parjagal memiliki watak yang
pekerja keras, dan bertanggung jawbab ,meski disaat umurnya 70 tahun sekarang parjagal
tetap bekerja keras di usia yang sudah semakin ujur , untuk memenuhi kehidupan mereka

Halaman 89

Tiba di rumah, hujan sudah reda. Akan tetapi, awan masih lembab dan burung-burung
masih tetap bersembunyi di sarangnya. Dia masuk kedalam rumah untuk memeriksa sarapan
yang ditinggalkannya tadi pagi untuk anaknya. Tiba-tiba tekanan darahnya tidak normal.
Matanya terbelalak melihat seisi rumahnya yang hancur berantakan. Kuali,periuk dan
perabotan yang lainnya berserakan dimana-mana. Parjagal memeriksa sarapan yang
disediakannya tadi pagi. Semuanya berserakan dan semut-semut menjejalinya kesarangnya.
Hatinya sakit dan teriris. Dia tidak mampu mengeluarkan air mata lagi. Semuanya
sudah tertahan di ubun-ubun. Dia membiarkan semuanya. Dia melanjutkan tujuannya masuk
kedalam rumah, mengambil beko untuk mengantar kayu bakar ke Toko Marasal.

Analisis:

Berdasarkan kutipan diatas, watak yang dimiliki parjagal adalah Penyabar, dalam
kondisi yang capek dan Lelah dari hutan untuk mengambil kayu bakar, tiba dirumah melihat
kondisi rumah yang berantakan dan hancur, ia tetap berusaha tegar dan sabar , meski air mata
jatuh membasahi pipi lelaki tua itu . rumah yang berantakan dan hancur tidak lain ulah dari
anak sasada-sematawayangnya itu karena mengidap penyakit gangguan jiwa atau ayan,
Parjagal tetap sabar dalam menghadapinya.

b. Tokoh Tambahan
1) Bornok
Halaman 90

Bornok duduk di tangga rumahnya. Memainkan seruling kesayangannya. Dia selalu


menutup mata apabila sedang menatap seruling, dia menikmati setiap alunan-alunan lagu
yang dibisikkannya lewat tiupannya. Setiap petang selalu dihabiskannya dengan menyetubuhi
serulingnya. Itu merupakan kepuasaan tersendiri baginya untuk menghabiskan waktu
sebelum gelap membungkus terang.

Satu lagu telag dilantumkan lewat nada serulingnya. Dia membuka matanya untuk
memikirkan lagu yang akan dimainkan lagi, sekejap dia tertegun melihat asap yang mengepul
dari dapur parjagal. Mulutnya terkatup. Tiba-tiba dia tersadar dan berteriak memanggil orang
satu kampung.

Dia berlari menuju rumah parjagal. Dia menaiki tangga rumah Parjagal dan
menendang pintu rumah.Dia melihat Hasiholan anak tunggal Parjagal sedang kejang-kejang
dan buih putih menggelembung di sudut mulunya. Sedangkan api telah berkobar dekat
Hasiholan.

Bornok hendak menolong si Hasihlan. Akan tetapi, Ketika Bornok mengangkat tubuh
Hasiholan yang tergeletak kejang-kejang di lantai, malah semakin aktif meronta dan berlari
menuju api yang sedang berkobar.Semua orang tertegun dan ngeri melihat peristiwa itu.
Analisis:

Berdasarkan kutipan diatas, Bornok memiliki karakter yang Penolong , dan memiliki
hati Nurani untuk menolong dan membantu Hasiholan anak dari Parjagal, tetangga rumahnya
yang memiliki gangguan jiwa, dan tidak lupa melihat situasi sekitarnya meski ia sibuk
dengan serulingnya untuk menyenangkan dirinya .

2) Hasiholan
Halaman 91

Hasiholan mengidap penyakit ayan dan gangguan jiwa. Setiap hari dia berkeliaran
dikampung dengan sesuka hatinya. Akan tetpi, dia tidak pernah membuat keributan. Sewaktu
kecil Hasiholan sering mengalami demam dan step. Seiring berjalannya waktu, penyakit itu
menjelma menjadi penyakit ayan. Kekecewaan memenuhi hati dan pikiran parjagal

Analisis:

Berdasarkan kutipan diatas, Hasiholan memiliki karakter anak yang baik tidak
membuat keributan di kampung, meskipun ia mengalami gangguan jiwa .

3. Alur
Halaman 82

Sederet bunyi malas terdengar dari daun pintu. Seorang lelaki tua memasuuki rumah
yang berada di sudut kampung itu. Dia berdiri memandangi seisi rumah yang diterangi
cahaya temaram dari lampu teplok. Dia mengepalkan tangannya, menghulum senyum, dan
segaris air bening mengairi pipinya yang keras dan kasar. Wajah itu, kini penuh dengan
lekukan-lekukan bak pematang haris kulit jebra tua. Air itu mengalir mengikuti lekukan-
lekukan di wajahnya. Senyum itu kini berubah menjadi getaran bibir yang tekatup.

Mata lelaki tua itu tertuju pada bingkai foto yang retak yang tergantung di dinding.
Dia mendekati foto yang masih berwarna hitam putih itu. Senyum Bahagia yang ada di foto
itu tidak jelas lagi kemana. Tangan lelaki tua itu meraba dan mengelus bingkai foto itu
dengan tangan gemetar dan air mata semakin menggenangi pematang-pematang wajahnya.
Kegagalan dan kekecewaan akan hidup samar-samar tergambar dari ekspresi wajahnya. Yah,
kegagalan seorang lelaki adalah Ketika dia tidak bisa memberikan kebahagiaan dan yang
terbaik bagi keluarganya.
Lelaki tua itu mengusap air matanya, beranjak ke kamarnya yang gelap dan menyatu dengan
kegelapan bayanggan masa lalu yang selalu disesalinya.

Lelaki tua itu adalah parjagal.Masyarakat kampung memanggilnya Parjagal karena


dahulunya dia berjualan daging tepat di persimpangan segitiga antra tiga kampung yang
bertetangga.Hampir dua puluh tahun dia berjualan daging. Waktu dia tidak berjualan lagi
sekarang, masyarakat tetap memanggilnya Parjagal. Parjagal hampir berusia tujuh puluh
tahun sekarang. Rambutnya putih, kumis putih, kulitnya berbintik-bintik putih coklat karena
usia yang sudah semakin ujur. Akan tetapi semangat kerjanya masih sama seperti dahulu
walau tenaganya sudah semakin berujung.

Analisis:

Berdasarkan cerita diatas, disimpulkan bahwa cerita yang diatas menunjukkan tahap
Exposition yakni merupakan tahap awal yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya
peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita. Tahap awal berisi
tentang penjelasan tempat peristiwa yaitu disebuah kampung, serta tokoh yang terdapat dalam
cerita tokoh utama Parjagal Sudah tepat dengan apa yang diekspresikan pengarang. Ini dapat
dilihat dalam Lelaki tua itu adalah parjagal.Masyarakat kampung memanggilnya Parjagal
karena dahulunya dia berjualan daging tepat di persimpangan segitiga antra tiga kampung
yang bertetangga.

Halaman 87

Anak sasada-sematawayangnya memiliki kekurangan yang sangat memalukan


dirinya. Dia tidak bisa membanggakan Hasiholan sebagai penerus marga dan keturunannya.
Dia selalu terdiam dan teriris-iris Ketika orang-orang dilapo tuak membanggakan anak-
anaknya yang bisa membantu mereka ke ladang dan sawah serta menggembalakan kerbau-
kerbau mereka. Hal tersebutlah yang membuat dia berubah. Dia semakin kasar kepada
istrinya dan sangat benci melihat Hasiholan. Parjagal selalu pulang larut malam dan dalam
keadaan mabuk. Dia memiliki kebiasaan buruk apabila sudah mabuk. Dia selalu berlaku
kasar kepada istrinya. Memukuli istrinya dan tak kepala tanggung. Hasiholanpun menjadi
sasaran dari kekecewaannya.
Analisis:

Berdasarkan kutipan tersebut tahapan ini adalah tahapan Climax yaitu situasi puncak
Ketika konflik berada dalam kadar yang paling tinggi. Klimaks ditandai dengan pada Parjagal
semakin kasar kepada istrinya, dan sangat membenci Hasiholan. Parjagal selalu pulang larut
malam dan dalam keadaan mabuk. Dia memiliki kebiasaan buruk apabila sudah mabuk. Dia
selalu berlaku kasar kepada istrinya. Memukuli istrinya dan tak kepala Tanggung, Anaknya
hasiholanpun pun menjadi sasaran dari kekecewaanya.

Halaman 84

Dia berpaling ke belakang. Sudah jauh jalan yang ditempuhnya. Dia mengingat
anaknya, dan hid upnya sendiri. Kalau tidak bekerja hari ini, makan apa mereka besok.
Semua harta yang dimilikinya dahulu sudah habis dan bablas. Harta dan kebahagiaan yang
mereka miliki dahulu lenyap karena ulahnya sendiri.

Parjagal tidak mau larut dalam kesedihan. Walau dia dahulu sukses dalam dunia
perdagangan daging. Yah, itu hanya bagian dari masa lalu.

Analisis:

Tahapan diatas adalah tahap Falling Action, yaitu tahap dimana kadar konflik sudah
mereda sampai menuju ke penyelesaian cerita. Kadar konflik menurun saat Parjagal sudah
mulai menyadari kesalahannya yang terjadi dimasa lalu, yang kasar kepada anak dan
istrinya ,

Parjagal mulai berubah, ia terus melangkah dan tidak mau larut dalam kesedihan karena
ia harus mengurus anaknya Hasiholan.

4. Latar
1) Latar tempat
Lelaki tua itu adalah parjagal.Masyarakat kampung memanggilnya Parjagal karena
dahulunya dia berjualan daging tepat di persimpangan segitiga antra tiga kampung yang
bertetangga.Hampir dua puluh tahun dia berjualan daging. Waktu dia tidak berjualan lagi
sekarang, masyarakat tetap memanggilnya Parjagal. Parjagal hampir berusia tujuh puluh
tahun sekarang. Rambutnya putih, kumis putih, kulitnya berbintik-bintik putih coklat karena
usia yang sudah semakin ujur. Akan tetapi semangat kerjanya masih sama seperti dahulu
walau tenaganya sudah semakin berujung.
Pagi-pagi benar Parjagal sudah bangun dan mempersiapkan bekal makanannya
selama bekerja mencari kayur bakar di Hutan. Tetapi, sebelumm berangkat dia menyiapkan
sarapan pagi untuk anak sasada-sematawayangnya. Nasi merah lengkap dengan ikan asin
bakar dan ubi tumbuk tercampur dalam piring damar merah pudar. Dia meletakkan makanan
itu jauh dari jangkauan kucing. Dia menghela napas. Entah dimana dan jam berapa anaknya
itu datang untuk makan. Dan terkadang nasi yang disediakan habis dikerumuni semut karena
sehaarian anaknya tidak pulang-pulang. Tetapi, parjagal tetap setia menyediakan makanan
untuk anaknya setiap pagi.

Sebelum gelap menguasai hari, dia bergegas Menyusun kayu-kayu itu didalam beko
dan segera menghantarkannya untuk dijual. Memang harganya akan turun karena kayu itu
belum kering. Satu ikat kayu basah hargannya dua ribu rupiah, jadi harga sepuluh ikat kayu
yang dibawanya akan dibayar dua puluh ribu rupiah. Lumayan untuk beli beras dan ikan di
pasar.

Analisis:

Berdasarkan dari kutipan diatas latar tempat cerita tersebut ialah Kampung Parjagal, Hutan
dan Pasar.

2) Latar Waktu
Malam semakin larut, musik alam yang kaku ikut melarutkan diri dalam keheningan
malam. Entah mengapa jangkrik-jangkrik, kodok, burung hantu, dan longlongan anjing yang
senantiasa bersenandung meninabobokan seisi kampung, terutama rumah yang terletak tepat
di sudut kampung menghilang ditelan malam. Ada apa gerangan. Apakah karena pergantian
cuaca yang semakin dingin dengan hempasan angin yang menyusup hingga ke tulang-tulang?

Halaman 83

Pagi-pagi benar Parjagal sudah bangun dan mempersiapkan bekal makanannya


selama bekerja mencari kayur bakar di Hutan. Tetapi, sebelumm berangkat dia menyiapkan
sarapan pagi untuk anak sasada-sematawayangnya. Nasi merah lengkap dengan ikan asin
bakar dan ubi tumbuk tercampur dalam piring damar merah pudar. Dia meletakkan makanan
itu jauh dari jangkauan kucing. Dia menghela napas. Entah dimana dan jam berapa anaknya
itu datang untuk makan. Dan terkadang nasi yang disediakan habis dikerumuni semut karena
sehaarian anaknya tidak pulang-pulang. Tetapi, parjagal tetap setia menyediakan makanan
untuk anaknya setiap pagi.
Halaman 85

Matahari terbenam di puncaknya. Terik sekali. Kalau seperti ini, kemungkinan sore
harinya akan turun hujan. Ini sesuatu yang buruk. Karena jalan yang dilaluinya akan licin dan
kayu itu akan tambah berat. Parjagal buru-buru menyelesaikan pekerjaannya. Baru dua ikat
kayu yang sudah terkumpul. Dia telah lupa dengan binatang buas yang bisa mengancamnya.
Dia buru-buru mengapaki batang kayu yang sudah dipotongnya menjadi beberapa bagian.
Lihai dan ligat. Sesekali dia menghusap peluh yang menggunung dikeningnya, meneguk
beberapa teguk air, dan sesekali melompat-lompat kecil Ketika semut-semut rang-rang
menjalarinya kakinya, dan sedikit mengerang kesakitan takkala porhis laga menggigit
kakinya.

Analisis:

Berdasarkan kutipan diatas kita dapat melihat latar waktu pada cerpen ialah pada Pagi
hari. Pagi-pagi benar Parjagal sudah bangun dan mempersiapkan bekal makanannya
selama bekerja mencari kayur bakar di Hutan.

Pada sore hari, Matahari terbenam di puncaknya. Terik sekali. Kalau seperti ini,
kemungkinan sore harinya akan turun hujan.

3) Latar Sosial
Halaman 92

Semua orang sibuk melanjutkan kegiatan yang tertunda karena hujan. Satu persatu
orang-orang meninggalkan Gudang kayu itu. Akan tetapi, parjagal tidak ada diantara
keramaian. Ah,tidak ada yang perduli.

Seminggu kemudian ada kabar tentang seorang laki-laki tua ditemukan tergeletak tak
sadarkan diri di pinggir jalan raya besar. Tetapi tidak ada yang perduli, Akan tetapi, orang-
orang selalu menceritakan kisah penghuni rumah gosong yang ada di sudut kampung itu
kepada anak-anaknya.

Analisis:

Berdasarkan kutipan diatas, latar social yang digambarkan oleh pengarang ialah
masyarakat di pasar dan dikampung Parjagal tidak ada yang memiliki hati Nurani dan perduli
, tidak menolong dan melaporkan jika mereka menemukan laki-laki tua yang ditemukan
tergeletak dak sadarkan diri dan dipinggir jalan raya besar. Begitu juga dengan masyarakat
yang ada dikampung parjagal mereka juga tidak menolong anak Parjagal, yaitu Hasiholan
yang sudah gosong didalam rumah Parjagal.

C. Analsisis Keterkaitan Antar Tema, Penokohan, Alur dan Latar yang Mendasari
Struktur Cerita Yang Utuh Dalam Cerpen Parjagal

1) Keterkaitan Unsur Tema dan Penokohan


Tema dalam cerpen Parjagal adalah Penyesalan yang menimpa Parjagal, Hal itu dapat
kita lihat dari kalimat diatas yaitu, kegagalan dan kekecewaan akan hidup samar-samar
tergambar dari ekspresi wajah Parjagal, kegagalannya Ketika ia tidak bisa memberikan
kebahagiaan dan yang terbaik bagi istri dan anaknya. Dan kegelapan bayangan masa lalu
yang selalu disesalinya.

2) Keterkaitan Unsur Tema dengan Alur


Hubungan tema dengan alur cerita ini di mulai dari tahap Exposition, dimana pada
tahap ini diceritakan awal mula peristiwa yang mendasari terciptanya tema. Tahapan
Exposition inilah yang nantinya akan membangun tema menjadi sebuah cerita. ini terjadi
ketika narasi pada cerpen yang mengenalkan tokoh-tokoh seperti Parjagal Lelaki tua yang
tinggal di rumah tua kecil dengan anaknya Hasiholan yang mengalami gangguan jiwa atau
penyakit ayan.

Konflik pada tema ialah pada tahapan Climax yaitu situasi puncak Ketika konflik
berada dalam kadar yang paling tinggi. Klimaks ditandai dengan pada Parjagal semakin kasar
kepada istrinya, dan sangat membenci Hasiholan. Parjagal selalu pulang larut malam dan
dalam keadaan mabuk. Dia memiliki kebiasaan buruk apabila sudah mabuk. Dia selalu
berlaku kasar kepada istrinya. Memukuli istrinya dan tak kepala Tanggung, Anaknya
hasiholanpun pun menjadi sasaran dari kekecewaanya.

Sampai pada Tahapan diatas adalah tahap Falling Action, yaitu tahap dimana kadar
konflik sudah mereda sampai menuju ke penyelesaian cerita. Kadar konflik menurun saat
Parjagal sudah mulai menyadari kesalahannya yang terjadi dimasa lalu, yang kasar kepada
anak dan istrinya,
Parjagal mulai berubah, ia terus melangkah dan tidak mau larut dalam kesedihan karena
ia harus mengurus anaknya Hasiholan.Jadi tema dengan alur pada cerpen ini saling berkaitan.

3) Keterkaitan Unsur Tema dengan Latar


Hubungan tema dengan latar dalam cerpen ini adalah dalam tema cerpen Parjagal,
bahwa seorang lelaki tua yang tinggal di rumah tua kecil dengan anaknya yang mengalami
gangguan jiwa atau penyakit ayan sedangkan istrinya sudah meninggal dunia karena ulah dari
parjagal yang membuat istirinya tertekan batin. Dalam cerpen ini yaitu di Kampung, Hutan
dan Pasar. Dan kemudian Latar belakang sosial yang digambarkan mendukung tema yaitu
masyarakat kampung yang kurang memiliki sikap kepedulian antar sesama .Oleh karena itu
tema dengan latar saling berkaitan

4) Keterkaitan antar Unsur Penokohan dengan Alur


Hubungan penokohan dengan alur dalam cerpen ini ditunjukkan melalui tahapan-
tahapan peristiwa awal yang dibangun oleh tokoh Parjagal .

Hubungan tema dengan alur cerita ini di mulai dari tahap Exposition, dimana pada
tahap ini diceritakan awal mula peristiwa yang mendasari terciptanya tema. Tahapan
Exposition inilah yang nantinya akan membangun tema menjadi sebuah cerita. ini terjadi
ketika narasi pada cerpen yang mengenalkan tokoh-tokoh seperti Parjagal Lelaki tua yang
tinggal di rumah tua kecil dengan anaknya Hasiholan yang mengalami gangguan jiwa atau
penyakit ayan.

Konflik pada tema ialah pada tahapan Climax yaitu situasi puncak Ketika konflik
berada dalam kadar yang paling tinggi. Klimaks ditandai dengan pada Parjagal semakin kasar
kepada istrinya, dan sangat membenci Hasiholan. Parjagal selalu pulang larut malam dan
dalam keadaan mabuk. Dia memiliki kebiasaan buruk apabila sudah mabuk. Dia selalu
berlaku kasar kepada istrinya. Memukuli istrinya dan tak kepala Tanggung, Anaknya
hasiholanpun pun menjadi sasaran dari kekecewaanya.

Sampai pada Tahapan diatas adalah tahap Falling Action, yaitu tahap dimana kadar
konflik sudah mereda sampai menuju ke penyelesaian cerita. Kadar konflik menurun saat
Parjagal sudah mulai menyadari kesalahannya yang terjadi dimasa lalu, yang kasar kepada
anak dan istrinya,
5) Keterkaitan Unsur Penokohan dengan Latar
Hubungan penokohan dengan latar dalam cerpen ini ditunjukkan melalui karakter
tokoh Parjagal, Bornok dan Hasiholan. Parjagal bertemu dengan bornok sambal memainkan
seruling , dan bornok menemukan Hasiholan didalam rumah Parjagal yang sedang kebakaran
dari dalam dapur Parjagal Dalam latar social yang digambarkan pengarang yaitu Masyarakat
kampung yang kurang memiliki sikap perduli dengan orang lain.

6) Keterkaitan Unsur dengan latar


Hubungan alur dengan latar dalam cerpen ini ditunjukkan mulai dari tahap awal alur
cerita ini di mulai dari tahap Exposition, dimana pada tahap ini diceritakan awal mula
peristiwa yang mendasari terciptanya tema. Tahapan Exposition inilah yang nantinya akan
membangun tema menjadi sebuah cerita. ini terjadi ketika narasi pada cerpen yang
mengenalkan tokoh-tokoh seperti Parjagal Lelaki tua yang tinggal di rumah tua kecil dengan
anaknya Hasiholan yang mengalami gangguan jiwa atau penyakit ayan.

Konflik pada tema ialah pada tahapan Climax yaitu situasi puncak Ketika konflik
berada dalam kadar yang paling tinggi. Klimaks ditandai dengan pada Parjagal semakin kasar
kepada istrinya, dan sangat membenci Hasiholan. Parjagal selalu pulang larut malam dan
dalam keadaan mabuk. Dia memiliki kebiasaan buruk apabila sudah mabuk. Dia selalu
berlaku kasar kepada istrinya. Memukuli istrinya dan tak kepala Tanggung, Anaknya
hasiholanpun pun menjadi sasaran dari kekecewaanya.

Sampai pada Tahapan diatas adalah tahap Falling Action, yaitu tahap dimana kadar
konflik sudah mereda sampai menuju ke penyelesaian cerita. Kadar konflik menurun saat
Parjagal sudah mulai menyadari kesalahannya yang terjadi dimasa lalu, yang kasar kepada
anak dan istrinya,

Parjagal mulai berubah, ia terus melangkah dan tidak mau larut dalam kesedihan
karena ia harus mengurus anaknya Hasiholan.Jadi tema dengan alur pada cerpen ini saling
berkaitan.
KESIMPULAN

Dari analisis yang telah dilakukan terhadap cerita di dalam cerpen Parjagal maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Tema yang melatarbelakangi cerita dalam Parjagal adalah mengenai rasa penyesalan
seorang lelaki tua yang bersikap kasar terhadap istri dan anaknya yang mengalami
gangguan jiwa atau penyakit ayan.
2. Penokohan terdapat ketidakseimbangan, karena hanya ditemukan satu tokoh Utama
dalam cerpen ini yaitu Parjagal, dan tidak ditemukan tokoh yang lain yang memiliki
sifat antagonis, Protagonis dan tritagonis dalam cerpen ini. Sehingga mengakibatkan
cerpen ini terasa hambar dan kurang menarik.
3. Alur pad cepen Parjagal ini memiliki tahapan-tahapan alur cerita yang baik, sesuai
dengan masa lalu yang terjadi dengan Parjagal dan Parjagal mulai berubah setelah
istrinya meninggal dan lebih bertanggung jawab di masa depan demi anaknya
Hasiholan.
4. Latar tempat dalam cerpen Parjagal tepatnya di sebuah kampung, pasar. Waktu yang
spesifik seperti pada pagi hari, sore hari dan malam hari. Latar social yang
digambarkan pengarang adalah masyarakat yang tidak memiliki sikap perduli dan
saling tolong menolong.
5. Hubungan tema dengan penokohan, tema dengan alur, tema dengan latar. Hubungan
Penokohan dengan alur, penokohan dengan latar, Hubungan alur dengan latar.
Semuanya masing-masing sudah memiliki hubungan dan keterkaitan satu sama
lainnya.
UCAPAN TERIMAKASIH

Tiada kata yang pantas terucap selain sykur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Berkat
limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan project penelitian terhadap
antalago cerpen karya Emasta Evayanti Simanjuntak yang berjudul “Analisis Struktural
Cerpen “Parjagal” dalam Kumpulan Cerpen Tiur dan Poltak Karya Emasta Evayanti
Simanjuntak”

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Karya Ilmiah ini banyak mengalami
kendala. Namun berkat berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan bantuan berbagai pihak
sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi.

Pada Kesempatan yang berbahagia ini, tak lupa penulis mengahnturkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, nasihat dan pemikiran dalam
penulisan ini, terutama kepada:

1. Ibu Emasta Evayanti Simanjuntak. S.Pd., M.Pd. selaku Dosen mata kuliah Metodelogi
Penelitian yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
2. Jajaran Dewan redaksi Aksis – jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada segenap dewan redaksi yang
terlibat dalam proses penelaahan.
3. Ibu dan Ayah kami, sebagai orang tua dan memberi kami semangat.

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini mendapatkan limpahan ramhat dan berkah yang hakiki
dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
DAFTAR PUSTAKA

Simanjuntak, Emasta Evayanti. 2021. Tiur dan Poltak. Media Sains Indonesia.
A.Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka
Jaya

Aminuddin.2000.Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: PT. Sinar Baru


Algensindo
Endraswara, Suwardi. 2008. MetodologiPenelitianSastra. Yogyakarta: Media
Pressindo
Luxemberg, Jan Van dkk. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Noor, Redyanto. 2009. Pengantar Pengkajian Sastra. Semarang: FASindo

Anda mungkin juga menyukai