MAKALAH
Oleh
PENDAHULUAN
Penulis memilih cergam yang berjudul Reo Manusia Serigala kontra Serigala
Hantu karya Ganes TH ini karena menurut penulis cergam ini masuk ke dalam
kriteria Pendekatan Sosiologi Sastra. Dengan sastra yang menyuguhkan sebuah
gambaran kehidupan dan juga dalam cergam ini pun sarat akan nilai-nilai
kehidupan. Dalam cergam Reo Manusia Serigala kontra Serigala Hantu ini
menceritakan sifat manusia yang tamak akan menjerumuskannya kedalam lubang
penyesalan.
Hampir semua tema karya sastra dari Ganes TH banyak menceritakan tentang
dunia persilatan yang sarat akan nilai-nilai kehidupan dibaliknya meskipun pada
awalnya ia membuat beberapa komik roman remaja. Ganes TH merupakan
komikus Indonesia yang terkenal dan beliau pun merupakan salah satu tonggak
kejayaan komik Indonesia. Cergam Reo Manusia Serigala kontra Serigala Hantu
karya Ganes TH sangat menarik kita untuk merasakan kehidupan manusia pada
masa itu yang mungkin tidak pernah terbayangkan.
Ganes TH mempunyai nama lengkap Ganes Thiar Santosa (Thio Thiauw San)
ia lahir di Tangerang, Jawa Barat, 10 Juli 1935, dan meninggal di Jakarta, 10
Desember 1995 (Usia 60 tahun), Ia merupakan salah satu tonggak kejayaan
komik Indonesia dan juga merupakan salah satu dari “tiga dewa komik
Indonesia”
1
2
bersama dengan Jan Mintaraga dan Teguh Santosa. Kisah dalam komik-
komiknya begitu memikat hati pembaca komik Indonesia di era tahun 70-an
sampai 80-an. Ia mulai menekuni dunia gambar sejak masa sekolah menengah
Tionghoa Hwee Koan, karena kemampuan gambarnya, saat remaja ia biasa
diminta menggambar logo untuk restoran, meski hanya diupah semangkuk
bubur. Pada 1953, ketika umurnya masih 18 tahun, ia sudah merasakan ikut
pameran di Jakarta dan Bandung. Ia juga sempat mengenyam pendidikan di
Akademi Seni Rupa Indoneisa (ASRI) meski tak sampai menamatkannya.
Masalah biaya jadi penyebabnya. Ia lalu memperdalam keahlian gambar dan
lukis dengan menjadi asisten pelukis sohor Lee Mang Fong. Selain itu, ia juga
mulai merintis karierprofesionalnya di awal 1960-an. “Kembali ke Jakarta, ia
meneruskan melukis dan memasok ilustrasi pesanan, khususnya karikatur,untuk
sebuah harian komunis Warta Bhakti” tulis peneliti komik Marcel Bonnef dalam
Komik Indonesia (1998:200). Meski tak terkait langsung dengan PKI dan ormas-
ormasnya, afiliasinya dengan Warta Bhakti sempat membuat Ganes ketar-ketir.
Ia sempat pula diintrogasi aparat dan masuk “daftar hitam”. Hidupnya sempat
tak menentu gara-gara itu. Untuk membersihkan namanya, Ganes TH ikur dalam
Ikatan Seniman Tjergamis Indonesia (Ikasti). Tak hanya ikut membela
kepentingan para komikus, menurut Bonneff, Ganes juga membingbing
komikus-komikus yang lebih muda. Ontran-ontran 1965 juga mengubah arah
kreatif Ganes. Ia tak lagi melukis atau bikin ilustrasi. Ia kini mencurahkan
waktunya untuk bikin komik. Pada momen ini juga ia ganti haluan, dari semula
hanya membuat beberapa komik roman remaja menjadi komikus silat. Itu
terbukti jadi pilihan tepat dank arena itu juga namanya kian terkenal. “Si Buta
Dari Gua Hantu” merupakan salah satu komik yang meledak pada 1967 Ganes
TH memberikan latar Nusantara pada karakter itu, lebih tepatnya latar Banten
yang ia pahami. Ilmu silat yang digunakan Si Buta pun bukan lagi ilmu silat
Cina melainkan ilmu silat Betawi. Karya sastra karya Ganes TH sarat akan dunia
persilatan yang menjadi daya pikat dan saarat akan makna kehidupan di
dalamnya selain dari Si Buta Dari Gua Hantu adaa juga Serigala Hantu yang
sarat akan nilai-nilai kehidupan di dalamnya.
3
Bagian terpenting dalam plot ialah konfliks dan klimaks. Cerita yang berisi
urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-
akibat peristiwa yang disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa
4
yang lain. Plot ialah peristiwa-peristiwa yang disampaikan dalam cerita yang
tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu
berkaitan dengan sebab akibat. Dengan demikian, alur cerita ialah jalinan
peristiwa yang melatari sebuah prosa fiksi yang dihubungkan secara sebab-
akibat (Staton dalam Wicaksono, 2014: 38) Penulis menggunakan skema
fungsi utama untuk memaparkan alur dan pengaluran cerita.
3. Latar (setting)
Latar dan pelataran juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya
peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sebuah karya sastra. Latar atau
setting dibedakan menjadi latar material dan sosial. Latar material ialah
lukisan latar belakang alam atau lingkungan dimana tokoh tersebut itu berada.
Latar sosial, ialah lukisan tatakrama tingkah laku, adat dan pandangan hidup
(Rahmawati, 2015: 7).
4. Tema
Tema merupakan ide, gagasan atau pikiran utama dalam sebuah karya
sastra yang terungkap atau tidak (Sudjiman dalam Wicaksono, 2014: 38).
Tema juga merupakan pikiran atau pendapat yang ada dalam sebuah karya
sastra yang berperan utuk melayani visi, yakni keseluruhan respon pengarang
terhadap pengalaman dan hubungannya dalam kehidupan. Tema tidak dapat
dipisahkan dengan masalah, yaitu sesuatu yang harus diselesaikan atau
dipecahkan. Menurut Djikosujatno dalam sebuah wacana sastra selalu
memunculkan tema besar dalam sebuah cerita, yang disebut dengan tematik.
Tematik merupakan sebuah tema yang besar yang mencakup banyak tema
lain terdapat dalam sebuah wacana sastra (Sudjiman dan Djikosujatno dalam
Wicaksono, 2014: 38).
tokoh, tidakan latar dari berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam
sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams dalam Nurgiyanto, 2000: 284).
Sudut pandang adalah cara bercerita atau cara pandang visi seorang
pengarang pada suatu peristiwa dalam cerpen. Ada dua macam sudut
pandang:
1) Intern (sudut pandang orang pertama)
Yaitu pengarang berada dalam cerita. Biasanya menggunakan tokoh
aku dalam ceritanya. Masih dapat dibedakan menjadi dua yaitu ‘aku’
sebagai tokoh utama dan ‘aku’ sebagai tokoh tambahan (Nurgiyantoro,
2002: 284).
2) Ekstern (sudut pandang orang ketiga)
Dalam sudut pandang ini pengarang berada di luar cerita. Cara
menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dengan menggunakan kata dia
ataupun nama tokoh. Inipun masih dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
‘dia’ serba tahu (mengetahui seluk beluk cerita serta tokohnya) dalam
‘dia’. terbatas (hanya menceritakan saja) (Nurgiyantoro, 2000: 284).
Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya sastra adalah
alur cerita. Alur adalah rangkaian peristiwa yang penting tersaji secara tersusun
sehingga membentuk cerita. (Nurgiyanto, 2010: 110). Menurut Ersen Musral
(1999: 26) merumuskan bahwa alur bisa bermacam-macam seperti berikut:
Alur dalam cergam “Reo Manusia Serigala kontra Serigala Hantu” karya
Ganes TH menggunakan alur maju, dengan menggunakan Analis Fungsi Utama,
sebagai berikut:
9
10
Beberapa tahun yang telah silam, Desa Dorokore pernah digemparkan oleh
munculnya manusia serigala, yang kemudian terkenal sebagai Reo kini desa
Dorokore yang tenang tentram itu kembali diguncangkan lagi oleh munculnya
11
bermaksud ingin meminta bantuan kepada beliau untuk menyelsaikan kasus ini
(F4) Bertemulah ia dengan pak Bajo ayah bocah serigala ini, lalu pak Bajo segera
menceritakan maksud kedatangan dompu kepada Reo (F5) Sesaat kemudian,
Dompu mematung bagaikan kena sihir, jari-jarinya seakan kaku untuk menarik
picu senapannya (F6) Tiba-tiba Reo dan Bula (Induk Serigala) menerjang
kawanan serigala hantu dan berusaha menyelamatkan Dompu (F7) Tubuh Bula
jatuh terbanting kebatang pohon disusul oleh terkaman mahluk aneh ini, dan
koyaklah batang pohon tersebut (F8) Pada detik itu, Dompu sudah melocok
senapannya kembali dan langsung memuntahkan pelurunnya kearah mahluk
berkepala serigala itu, namun tembakannya luput dan Dompu malah balik
terancam (F9) Kawanan Serigala Hantu ini semakin menggila menyerang Reo,
Bula, dan Dompu (F10) Riuh dari kampong dan obor api yang menyala,
membuat kawanan Serigala Hantu angkat kaki dan kabur kea rah bukit karang
gantung (F11) Kami mendengar leturan-leturan senjata, serta rauman-rauman
serigala hantu lalu kami bergegas kesini (F12) Bagaikan pasukan laskar,
penduduk desa Dorokore segera bergerak menuju bukit karang gantung, yang
12
diperkirakan sebagai sarang kawanan serigala hantu itu (F13) Berhenti, pedati
berusaha kabur setelah kepala pengamanan desa menghentikannya (F14) Tetapi
pedati ini tidak bisa kabur setelah warga berhasil mengepungnya (F15) Tidak
salah lagi ini hasil curian milik para penduduk, benar kulit-kulit ini hasil dari
ternakku (F16) Rupanya kaulah setannya yang menggarong semua milik
penduduk, ya? (F17) Tenang-tenanglah saudara-saudara,menghadapi persoalan
seperti ini kita harus pakai otak dingin, selidikilah lebih dahulu masalahnya tanpa
diburu nafsu, apalagi main bunuh (F18) Tiba-tiba entah apa sebabnya,kuda wali
desa ini meringik dan melonjak-lonjak menjadi binal hingga sekantong uang
logam terjatuh dari pinggangnya, uang hasil penjualan barang curian (F19)
Disusul pula dengan kuda-kuda pedati yang meronta kabur dengan paniknya
(F20) Sekonyong-konyong, dengan gerengan mengerikan Reo dan Bula
menerjang kea rah Barja, wakil wali desa (F21) Reo dan Bula mundur ketika para
penduduk itu mulai menyerangnya dengan obor-obor serta serta senjata-senjata
panjang lainnya (F22) Reo dan Bula terus mengejar wakil wali desa itu kebalik
bukit, dan terdengarlah tembakan serta rauangan-raungan serigala (F23) Bagaikan
kesetanan mereka segera mencercah kawanan mahluk-mahluk aneh itu (F24)
Ternyata wali desa yang juga terlibat dalam kasus serigala hantu ini, ikut digiring
ramai-ramai (F25) Dompu sipemburu kawakan , digotong rakyat dan di eluh-
eluhkan sebagai pahlawan (F26) Sementara itu, Reo dan Bula diam-diam
menyelinap kedalam hutan (F27)
Adapun bagan fungsi utama pada cergam “Reo Manusia Serigala Kontra
Serigala Hantu” karya Ganes TH seperti pada bagan di bawah ini:
13
F1 F2
F3
F4
F5
F6
F7
F8
F9
F10
F11
F12
F13
F14
F15
F16
F17
F18
F19
F20
F21
F22
F23
14
F24 F25
F26
F27
Berdasarkan bagan fungsi utama di atas dapat dilihat bahwa cergam ini beralur
maju. Dengan demikian alur yang terdapat pada cergam “Reo Manusia Serigala
kontra Serigala Hantu” Karya Ganes TH beralur maju.
Selanjutnya penulis akan membahas mengenai analisis semantik yang terdiri
dari tokoh dan penokohan, latar dan tema.
1. Reo
Reo adalah tokoh utama dalam cergam ini, ia adalah seorang bocah
manusia serigala yang mahir dalam bertarung dan memiliki jiwa kesatria,
seperti pada kutipan dibawah ini:
15
Selain senang menolong dia juga tidak besar kepala padahal dia banyak
membantu warga Dorokore, seperti pada kutipan di bawah ini:
2. Bula
Dalam cergam “Reo Manusia Serigala kontra Serigala Hantu” wali desa
dan wakil wali desa merupakan seorang pemimpin yang selalu jadi penengah
dan bisanya hanya bicara saja, seperti kutipan dibawah ini :
Selain itu mereka juga memiliki sifat munafik dan licik mereka
bersekongkol, karena wali desa dan wakil wali desa terlibat dalam kasus
pencurian dan pembantaian hewan ternak milik warga Dorokore dan juga
wakil wali desa merupakan serigala hantu tersebut, seperti pada kutipan di
bawah ini:
17
4. Pak Dompu
Dalam cergam “Reo Manusia Serigala kontra Serigala Hantu” pak Dompu
merupakan seorang pemburu kawakan yang namanya terkenal di Sumbawa
dia memiliki jiwa pemberani meskipun sudah lanjut usia, seperti pada kutipan
di bawah ini :
5. Penduduk Dekokore
18
6. Pak Bajo
Dalam cergam “Reo Manusia Serigala kontra Serigala Hantu” pak Bajo
merupakan ayah dari Reo memiliki sifat baik hati, seperti pada kutipan di
bawah ini:
(GanesTH, 1970: 9)
19
8. Pembawa Pedati
2.2.2 Latar
1. Latar Tempat
1) Desa Dekokore
Latar tempat pada cergam “Reo Manusia Serigala kontra Seriga Hantu”
karya Ganes TH ini diantaranya terdapat di desa Dekokere, seperti kutipan
di bawah ini :
21
Latar tempat pada cergam “Reo Manusia Serigala kontra Seriga Hantu”
karya Ganes TH ini diantaranya terdapat di rumah Pak Dompu, seperti kutipan di
bawah ini :
4) Hutan
Latar tempat pada cergam “Reo Manusia Serigala kontra Seriga Hantu”
karya Ganes TH ini diantaranya terdapat di hutan, seperti kutipan di bawah
ini:
23
Latar tempat pada cergam “Reo Manusia Serigala kontra Seriga Hantu”
karya Ganes TH ini diantaranya terdapat di Bukit Karang Gantung, seperti kutipan
di bawah ini:
2. Latar Waktu
Latar waktu yang terdapat pada cergam “Reo Manusia Serigala kontra
Serigala Hantu” karya Ganes TH ini terjadi pada waktu pagi hari, siang hari
dan malam hari seperti pada kutipan di bawah ini:
1) Pagi Hari
24
Latar waktu pada cergam “Reo Manusia Serigala kontra Serigala Hantu”
karya Ganes TH ini diantaranya pada pagi hari, seperti pada akutipan di
bawah ini:
2) Siang Hari
Latar waktu pada cergam “Reo Manusia Serigala kontra Serigala Hantu”
karya Ganes TH ini diantaranya pada siang hari, seperti pada akutipan di
bawah ini:
3) Malam Hari
Latar waktu pada cergam “Reo Manusia Serigala kontra Serigala Hantu”
karya Ganes TH ini diantaranya pada malam hari, seperti pada akutipan di
bawah ini:
2.2.3 Tema
Tema dalam cerita ini adalah permasalahan sosial. Yang dimaksud
dengan permasalahan sosial pada cergam ini ialah cerita yang
menggambarkan tentang ketamakan seorang pemimpin yang tega mendzolimi
rakyatnya sendiri, seperti pada kutipan di bawah ini :
Ganes TH mempunyai nama lengkap Ganes Thiar Santosa (Thio Thiauw San)
Ia merupakan salah satu tonggak kejayaan komik Indonesia dan juga merupakan
salah satu dari “tiga dewa komik Indonesia” bersama dengan Jan Mintaraga dan
Teguh Santosa. Kisah dalam komik-komiknya begitu memikat hati pembaca
komik Indonesia di era tahun 70-an sampai 80-an. Ia mulai menekuni dunia
gambar sejak masa sekolah menengah Tionghoa Hwee Koan, karena
kemampuan gambarnya, saat remaja ia biasa diminta menggambar logo untuk
restoran, meski hanya diupah semangkuk bubur. Pada 1953, ketika umurnya
masih 18 tahun, ia sudah merasakan ikut pameran di Jakarta dan Bandung. Ia
juga sempat mengenyam pendidikan di Akademi Seni Rupa Indoneisa (ASRI)
meski tak sampai menamatkannya. Masalah biaya jadi penyebabnya. Ia lalu
memperdalam keahlian gambar dan lukis dengan menjadi asisten pelukis sohor
Lee Mang Fong. Selain itu, ia juga mulai merintis karierprofesionalnya di awal
1960-an. “Kembali ke Jakarta, ia meneruskan melukis dan memasok ilustrasi
pesanan, khususnya karikatur,untuk sebuah harian komunis Warta Bhakti” tulis
peneliti komik Marcel Bonnef dalam Komik Indonesia (1998:200). Meski tak
terkait langsung dengan PKI dan ormas-ormasnya, afiliasinya dengan Warta
Bhakti sempat membuat Ganes ketar-ketir. Ia sempat pula diintrogasi aparat dan
masuk “daftar hitam”. Hidupnya sempat tak menentu gara-gara itu. Untuk
membersihkan namanya, Ganes TH ikur dalam Ikatan Seniman Tjergamis
Indonesia (Ikasti). Tak hanya ikut membela kepentingan para komikus, menurut
Bonneff, Ganes juga membingbing komikus-komikus yang lebih muda. Ontran-
ontran 1965 juga mengubah arah kreatif Ganes. Ia tak lagi melukis atau bikin
ilustrasi. Ia kini mencurahkan waktunya untuk bikin komik. Pada momen ini
juga ia ganti haluan, dari semula hanya membuat beberapa komik roman remaja
menjadi komikus silat. Itu terbukti jadi pilihan tepat dan karena itu juga
29
30
namanya kian terkenal. “Si Buta Dari Gua Hantu” merupakan salah satu komik
yang meledak pada 1967 Ganes TH memberikan latar Nusantara pada karakter
itu, lebih tepatnya latar Banten yang ia pahami. Ilmu silat yang digunakan Si
Buta pun bukan lagi ilmu silat Cina melainkan ilmu silat Betawi. Karya sastra
karya Ganes TH sarat akan dunia persilatan yang menjadi daya pikat dan sarat
akan makna kehidupan di dalamnya selain dari Si Buta Dari Gua Hantu ada juga
Reo Manusia Serigala kontra Serigala Hantu yang sarat akan nilai-nilai
kehidupan di dalamnya.
Ciri khas pengarang yaitu karyanya yang selalu mengankat tentang dunia
persilatan yang sarat akan makna kehidupan, dan selalu menyisipkan unsur
tradisional sebagai rasa cinta pengarang terhadap tanah air Indonesia, tertuang
dalam kutipan dibawah ini:
31
Dalam cergam ini menceritakan tentang seorang bocah manusia serigala yang
baik hati dan tidak sombong dan selalu bersama ditemani oleh induk serigala
kemanapun ia pergi, seperti pada kutipan di bawah ini:
Dalam cergam “Reo Manusia Serigala kontra Serigala Hantu” karya Ganes
TH ini juga menceritakan tentang orang yang tega menyalahgunakan
kekuasaannya demi kepentingan pribadi, seperti pada kutipan di bawah ini:
Sastra sebagai cerminan zamannya yaitu sampai sejauh mana sastra dianggap
mencerminkan keadaan masyarakat Ganes TH menjadikan cergam “Reo
Manusia Serigala kontra Seriga Hantu” sebagai sebuah potret atau gambaran
Masyarakat tentang penyakit pemimpin yang bermuka dua, serakah dan
mengecewakan warganya.
Penulis tentu membenarkan cergam ini dibuat dengan latar belakang seorang
pemimpin yang bermuka dua dan licik yang menjadi konflik dalam cerita ini.
Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini :
33
Berdasarkan pada kutipan cerita di atas wajah bermuka dua dan ketamakan
pemimpin dapat terbongkar dengan disaksikan seluruh warganya, karena pada
zaman sekarang ini banyak pemimpin yang menghalalkan segala cara demi
kepentingan pribadi dan merugikan rakyatnya.
Karya sastra di tangan Ganes TH menjadi sebuah karya yang padu antara
visual dan teks yang solid menyuguhkan sebuah karya yang sarat akan makna
dari sebuah kehidupan, dimana dalam karya tersebut menitipkan pesan sosial
sebagai wadah kritik agar apa yang terjadi tidak terulang kembali dan sebagai
wadah untuk memperbaiki diri dan meberikan pesan dalam hal ini adalah
pembaca sebagai penikmat dan juga sebagai Masyarakat.
KESIMPULAN
4.1 Simpulan
Setelah penulis membaca dan menganalisis cergam “Reo Manusia
Serigala kontra Serigala Hantu” karya Ganes TH ini ada struktur dalam
mengkaji cergam, yaitu alur dan pengaluran dengan menggunakan skema
fungsi utama, tokoh dan penokohan, latar (setting), tema dan sudut pandang
(point of view).
35
Daftar Pustaka