Anda di halaman 1dari 3

INTERPRETASI

Menurut buku Pengantar Ilmu Sejarah oleh Kuntowijoyo

Interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai bidang subjektivitas. Hal tersebut
sebagian dikatakan benar, tetapi sebagian lagi dikatakan salah. Benar karena tanpa penafsiran
sejarawan, data tidak dapat berbicara. Dan salah karena subjektivitas dalam penulisan
sejarawan diakui, namun hal tersebut untuk dihindari. Interpretasi dibagi menjadi 2 macam
yaitu:

1. Analisis (menguraikan), tujuannya adalah untuk mengembangkan sebuah data atau fakta
sejarah yang sumbernya terbatas.
2. Sintesis (menyatukan), tujuannya adalah untuk mengelompokkan data-data atau fakta-
fakta sejarah yang sumbernya terpisah kemudian data atau fakta tersebut dikelompokkan
menjadi satu.

Menurut buku Metodologi Penelitian Sejarah oleh Dudung Abdurahman


Interpretasi sejarah sering disebut juga dengan analisis sejarah. Dalam hal ini, ada
dua metode yang digunakan, yaitu analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan,
sedangkan sintesis berarti menyatukan. Analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas
sejumlah fakta yang diperolah dari sumber-sumber sejarah dan dengan bantuan teori-teori
disusunlah suatu fakta dalam suatu interpretasi yang menyeluruh. Misalnya, sintesis atas
fakta tentang pertempuran, rapat-rapat, mobilisasi massa, penggantian pejabat,
pembunuham, penurunan dan pengibaran bendera merupakan fakta bahwa telah teradi
revolusi. Dapat disimpulkan bahwa pernyataan revolusi merupakan interpretasi peneliti
setelah data dikelompokkan menjadi satu (melalui metode sintesis). Interpretasi data
memungkinkan hasil yang beragam karena kemampuan untuk melakukan sintesis
hanyalah mungkin jika peneliti memiliki konsep yang diperolehnya dari bacaan-bacaan.
Maka dari itu, interpretasi sering disebut juga sebagai penyebab timbulnya subjektivitas.
Dalam proses interpretasi sejarah, peneliti harus berusaha mencapai faktor-faktor
penyebab terjadinya peristiwa. Peristiwa sejarah terkadang mengandung beberapa sebab
yang beragam. Oleh karena itu, interpretasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan
data-data yang ada guna mengungkap fakta yang paling mendekati kebenaran.
Metode interpretasi sejarah pada umumnya sering diarahkan kepada pandangan
ahli filsafat, sehingga sejarawan bias mendapatkan kemungkinan jalan pemecahan dalam
menghadapi masalah historis. Dalam aliran-aliran filsafat, interpretasi mengenai sejarah
dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, interpretasi monistik, yakni interpretasi yang
bersifat tunggal atau suatu penafsiran yang hanya mencatat peristiwa besar dan perbuatan
orang terkemuka. Interpretasi ini meliputi :
1. Interpretasi teologis, menekankan pada takdir Tuhan sehingga gerak sejarah berperan
secara pasif;
2. Interpretasi geografis, yakni peranan sejarah ditentukan oleh faktor geografis, dengan
pertimbangan letak bumi akaan memengaruhi pola hidup dan cara hidup manusia;
3. Interpretasi ekonomis, faktor ekonomi sangat berpengaruh, meskipun tidak dapat
menerangkan mengapa suatu suku bangsa berbeda padahal perekonomiannya hampir
sama;
4. Interpretasi rasial, yaitu penafsiran yang ditentukan oleh peranan ras atau bangsa.
Interpretasi ini tidak mudah dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena antara
kebudayaan suatu bagsa tidak selalu berhubungan dengan rasnya.
Kedua, interpretasi pluralistik. Interpretasi ini dimunculkan oleh para filsuf abad ke-19.
Mereka mengemukakan bahwa sejarah akan mengikuti perkembangan-perkembangan sosial,
budaya, politik, dan ekonomi yang menunjukkan pola peradaban yang bersifat multikompleks.
Interpretasi ini cenderung digunakan oleh kalangan sejarawan modern, karena mereka
beranggapan bahwa kemajuan studi sejarah juga dapat didorong oleh kemajuan ilmu
pengetahuan lainnya.

Menurut buku “metodologi penelitian sosial” dan pendidikan oleh Drs. Sumanto, M.A.
Sintesis data, data yang bersifat sejarah harus diorganisasi dan digabung, serta
harus dirumuskan kesimpulan dan generalisasinya. Pada bagian ini tidak hanya
merupakan suatu daftar urutan kejadian-kejadian. Kritik pada penelitian sejarah,
pertanyaan mengenai validitas generalisasi berdasarkan peristiwa-peristiwa yang sama
sekali tidak bisa ditiru.
Penyimpulan data penelitian sejarah lebih melibatkan analisis yang masuk akal bukan analisis
statiska. Sangat mudah membuang atau melewati buku yang tidak mendukung atau bertentangan
dengan hipotesis penelitian.

Anda mungkin juga menyukai