Anda di halaman 1dari 3

Review Bab 3

PENCAPAIAN SEJARAH LISAN

Oleh Kelompok 3 :
1. Agfa Adityo Satrio Kuncoro (C0512003)
2. Ihwan Ali (C0513020)
3. Mega Rachmalia Wibawanti (C0514033)

Bagaimana mengukur pencapaian sejarah lisan ?

Karena berbagai alasan para sejarawan tidak terlalu memperhatikan apakah karya mereka
merupakan sejarah lisan atau bukan. Mereka lebih fokus pada persoalan sejarah yang mereka pilih
ketimbang metode yang digunakan untuk pemecahan, dan mengkombinasikannya dengan sumber-
sumber lainnya.

Istilah sejarah lisan melahirkan suatu kebingungan, sebab ia tidak pernah menjadi suatu
tema penulisan tersendiri melainkan sebuah teknik yang dilakukan oleh berbagai tema penulisan
dan ia merupakan aktivitas yang merujuk pada keterjalinan seluruh aspek sejarah.

Jika potensi sejarah lisan sepenuhnya diwujudkan, maka tidak ada daftar spesifik dari judul-
judul yang ditemukan dalam bibliografi sejarah yang dicantumkan, sebagaimana dalam perubahan
mendasar dimana sejarah ditulis dan dipelajari dalam pertanyaan-pertanyaan dan penilaian-
penilaiannya, beserta teksturnya. Selanjutnya pembahasan tentang satu dari banyak dimensi sejarah
lisan dan contoh-contoh yang dikutip sengaja dibatasi pada karya-karya modern saja.

Dalam sejarah ekonomi, bukti lisan memiliki dua pengaruh yang berbeda, pertama sebagai
suplemen yang pengoreksi sumber-sumber yang sudah ada, dan kedua membuka persoalan-
persoalan baru untuk dipertimbangkan. Pada kasus pertambangan, Christopher Storm-Clark telah
menunjukkan bagaimana catatan-catatan dokumen yang ada tidak mencukupi dan menyesatkan.
Bukti yang terdapat pada pertambangan kecil yang banyak pada abad 19 sangat langka, fragmentatif
serta bias terhadap tambang raksasa yang bermodal besar beserta pemukiman pendukungnya.
Ditutupnya tambang dan dihancurkannya arsip-arsip pada masa depresi antar dua perang dunia dan
enggannya pemilik tambang memperbolehkan tambangnya diperiksa memperkecil tingkat
ketersediaan dan konten informasi pada tambang-tambang tersebut. Strom-Clark kemudian
menggunakan metode wawancara yang salah satu tujuannya mengumpulkan informasi dasar
mengenai teknologi dan organisasi kerja dalam jenis tambang yang arsipnya hilang. Wawancara
juga menyediakan bukti yang lebih lengkap daripada arsip tambang batubara manapun tentang
proses-proses rekrutmen masuk ke dalam tambang serta pemindahan para pekerja ke dalam
lingkungan sementara pertambangan. Lebih penting lagi wawancara lebih signifikan dalam
menjelaskan dan meluruskan informasi yang bagi beberapa tambang dalam hal jam kerja dan upah
telah dipasok oleh Colliery Wage Books.

Bermacam argumen yang sama yang membela nilai bukti lisan dalam kaitannya dengan
dokumen berlaku pula pada industri lainnya. Wawancara dapat menguak sisi yang berbeda dari
bekerjanya proses-proses pemasaran dalam industri susu New York awal dekade 1930an. Biografi
sosial dan riwayat industri tentang Henry Ford karangan Allan Nevins menunjukkan bagaimana
sejarah lisan menerangkan metode-metode kerja seorang penemu besar lebih dari sumber dokumen.
Industri kecil dan rumahan juga tidak pernah menyediakan arsip tertulis yang sejarahnya praktis
tidak dapat ditulis kecuali melalui sejarah lisan.

Namun, selama ini karya sejarah lisan yang paling berkesinambungan dan paling memiliki
signifikansi penting bagi sejarah ekonomi adalah yang berfokus pada pertanian. Bahkan ketika arsip
itu ada, informasi yang tersedia tentang, misalnya, taraf upah atau teknik kerja biasanya tidak
memadai, dan seringkali tidak dapat dipahami atau menyesatkan.

Ada pula hubungan potensial antara sejarah ekonomi dan sejarah penemuan sains dan
teknologi, meskipun kini sejarah-sejarah lisan yang hadir dalam bentuk sejarah sains lebih
mengetengahkan bentuk-bentuk penemuan yang lebih bergensi secara sosial. Selain itu terdapat
pula sejarah kedokteran dan psikiatri. Melalui wawancara, ia mampu menunjukkan gambaran yang
sangat berbeda: sebuah kisah tentang kebuntuan-kebuntuan, tentang kesalahpahaman, tentang
penemuan yang diraih secara kebetulan semata, dalam situasi sosial yang padat persaingan, yang
sebagian dikemudikan oleh spesialisasi kelompok, namun terkadang mengarah pada dihalang-
halanginya akses informasi secara disengaja.

Bukti lisan pun juga membimbing kita pada ranah yang rapuh di bidang sejarah ekonomi
namun sangat penting bagi sejarah lisan yakni sejarah perburuhan. Para buruh tidak meninggalkan
arsip pribadi dalam jumlah besar sehingga bukti lisan yang umumnya berbentuk biografis menjadi
bernilai penting bagi penulisan sejarah mereka.

Berkat pengarsipan yang dilakukan oleh para sejarawan lisan, juga dari pengaruh radio, kini
kita memiliki cerita-cerita kehidupan dari para penulis yang luas sekali kisarannya dari pemimpin
buruh lokal hingga nasional, dari anggota serikat yang posisinya biasa saja, dan juga dari buruh-
buruh yang tak tergabung dalam serikat pekerja, dari perempuan maupun laki-laki, dari buruh kasar,
pembantu rumah tangga, buruh yang bekerja berjam-jam tanpa henti dan buruh sambilan, juga dari
buruh tambang dan buruh aristokrat.
Bukti lisan pun dapat digunakan untuk memperkuat informasi tentang peristiwa-peristiwa
khusus dalam sejarah perburuhan, seperti misalnya evolusi sebuah organisasi, atau keberlangsungan
sebuah pemogokan. Keunggulan menggunakan bukti lisan ada pada persebaran narasumber dan
meluasnya informasi yang meliputi pengalaman keseharian, dan bagi kebanyakan sejarawan buruh,
yang penting adalah bagaimana bukti lisan ini akan digunakan ketimbang bagaimana ia ditulis atau
direkam.

Bentuk lain sejarah lisan perburuhan, yang juga paralel dengan penelitian sosiologi, adalah
studi tentan komunitas.

Bukti lisan pun sama-sama mampu menyediakan informasi yang hilang tentang anggota-
anggota biasa dari partai-partai buruh, bacaan, latar belakang sosial dan pekerjaan mereka, dan
seterusnya.

Secara umum, sejarah lisan selama ini umum digunakan untuk dua tujuan yang lebih sempit.
Pertama, ada sejumlah studi tentang peristiwa-peristiwa politik kontemporer yang sulit dianalisis
secara memuaskan lewat arsip-arsip tertulis. Kedua, biografi dapat dieksplorasi secara lebih jauh
dengan menggunakan sumber-sumber lisan. Wawancara tidak hanya terbukti menambal lubang di
tengah jalan, melainkan juga sebuah sumber yang sangat berbeda sejak awal. Wawancara terbukti
mampu membangun jangkauan yang lebih lengkap atas perspektif dan wawasan kemanusiaan,
kebaikan dan keburukannya, serta alasan mengapa seseorang seringkali merupakan sisi yang
berkebalikan dari orang yang lain.

Bukti lisan dapat mencapai suatu yang lebih luas dan mendasar bagi sejarah. Di saat para
sejarawan mempelajari aktor-aktor sejarah dari jarak yang jauh, karakterisasi kehidupan mereka,
pandangan, dan tindakan-tindakan mereka selalu saja cenderung jatuh pada kesalahan deskripsi
serta proyeksi atas pengalaman dan imajinasi yang sewajarnya sendiri singkatnya, sebuah fiksi
dalam bentuknya yang akademis. Dengan mengubah obyek studi, bukti lisan membangun sejarah
yang tidak sekadar lebih kaya, lebih hidup dan menyentuh hati, tapi juga lebih benar.

Sumber :

Paul Thompson. 2012. Suara dari Masa Silam : Teori dan Metode Sejarah Lisan. Yogyakarta :
Penerbit Ombak.

Anda mungkin juga menyukai