Anda di halaman 1dari 5

SIKAP POSITIF BUDAYA MELAYU

PADA MASYARAKAT PENDATANG SUKU BANJAR


Oleh: Yessa Yuliana
Masuknya Suku Banjar

Pada abad ke-19, urang (orang/suku} Banjar melakukan migrasi di wilayah nusantara
seperti Sumatera. Migrasi adalah suatu hal yang di senangi oleh orang Banjar pada masa itu,
yang mana migrasi dalam bahasa Banjar adalah madam. Madam di jadikan sebagai objek
tradisi yang dilakukan oleh masyrakat suku Banjar dan menyebar sampai di kalangan etnik
Minang, Migrasi ini berlangsung sampai masuk ke wilayah Sumatera Bagian Tengah atau
dikenal sebagai Kota Kuala-Tungkal. Sehingga mayoritas urang Banjar yang bermigrasi dari
Kalimantan Selatan menjadi penduduk pendatang yang sebagian menetap di Kawasan Kuala
Tungkal dan sekitarnya. Kuala Tungkal adalah Ibukota dari kecamatan Tungkal ilir di
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, yang jarak tempuhnya 125 KM dari Ibu Kota Provinsi
Jambi.

Berdasarkan Kesenian Jambi, dalam jurnal Seloko Budaya karya Hairus Salim, ia
membuktikkan bahwa urang Banjar sudah sangat lama menetap di Kuala-Tungkal. Yang mana
jalur migrasinya dari Kalimantan Selatan seperti yang disebutkan di paragraf di atas tadi. Hal
ini di perjelasnya, ketika Tuan Guru Abdurrahman Shiddig yang asli dari Banjar menjadi mufti
(orang yang mengenalkan dan menerapkan syariat Islam dalam suatu masyarakat) di Indragiri
yang terletak di Provinsi Riau, atau yang lebih dikenalnya sebagai Kabupaten Indragiri, hal
inilah yang membuat banyak urang Banjar melakukan migrasi ke sana, termasuk di wilayah
Kuala-Tungkal yang secara geografis satu jalur perairan dengan Indragiri. Lalu penjelasan
lainnya, bahwa urang Banjar mulanya pergi ke Johor Malaysia, dan dari situlah menyeberang
ke wilayah Kuala-Tungkal dan dari sinilah urang Banjar menyakini, jauh sebelum migrasi dua
jalur itu, banyak yang sudah menetap di Kuala-Tungkal. Sampai pada suku Banjar digolongkan
sebagai bagian dari Bangsa Melayu, sesuai berdasarkan aspek Deutro Melayu.

Dalam artikel Merajut Dunia Islam Dunia Melayu, ia mengatakan bahwa orang Banjar
jumlah populasi masyrakat yang paling banyak itu di temukan di wilayah Riau, Jambi,
Sumatera Utara dan Semenanjung Malaysia dan diperkirakan bahwa orang Banjar, yang saat
ini kemungkinan berbicara-bahasa Melayu, karena secara linguistik ini termasuk pada aspek
perubahan yang mengikuti campuran budaya dan genetik utama dari suku Melayu, hal ini
didorong oleh pos perdagangan Kekaisaran Melayu di Kalimantan Tenggara. Tetapi ketika
runtuhnya Kekaisaran Melayu selama abad ke-15 dan ke-16 maka secara bersamaan
berakhirnya campuran gen Melayu ke dalam populasi Banjar. Lain halnya secara genetika suku
Banjar purba yang terbentuk ribuan tahun yang lalu merupakan pembauran orang Melayu
ppurba sebagai unsur dominan, genetika Melayu dominan ini telah melakukan migrasi keluar
pulau Kalimantan sekitar tahun 830 Masehi atau 1.200 tahun yang lalu. Mungkin ini dapat saya
rasakan tersendiri, yang mana saya sebagai orang Banjar yang memiliki campuran dari silsilah
suku Melayu, di samping saya lancar menggunakan Bahasa Banjar, di situ saya lancar
menggunakan bahasa Melayu. Tetapi secara aspek bahasa Melayu yang saya gunakan, ada
beberapa perbedaan dari penggunaan bahasa Melayu dari Ibu Kota Provinsi Jambi dan Kuala-
Tungkal.

Budaya Tradisi Suku Banjar

Masyarakat Banjar adalah golongan sosial heterogen (kelompok sosial yang memiliki
latar belakang suku, agama atau juga ras yang beragam) dan islam telah menjadi ciri dari Suku
Banjar sejak berabad-abad yang lalu. Yang mana, Islam menjadi suatu identitas bagi orang
Banjar, karena Banjar awal mulanya dikatakan dari keturunan orang Dayak, maka hal inilah
yang membedakan antara keduanya. Dalam pandangan orang Banjar, memeluk agama Islam
adalah suatu kebanggan tersendiri, sehingga ada suatu tradisi yang disebut “babarasih”
(membersihkan diri) ketika seseorang melakukan perpindahan agama dan memeluk Islam.

Lalu tradisi lisan yang dilakukan oleh Suku Banjar sangat dipengaruhi oleh aturan sejak
lama dari budaya Melayu dan Arab. Seperti pada pergelaran yang di laksanakan oleh Pemuda
Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata, Kalimantan Selatan. Yang mana, berbagai seniman
Banjar mempersembahkan lagu-lagu Banjar Melayu Jambi ciptaan mereka, namun sudah
dipengaruhi budaya Melayu. Karena di Jambi itu banyak sekali komunitas masyarakat Banjar
yang menampati peran strategis di perkumpulan kesenian Jambi. Tetapi ada pula, beberapa
tradisi tradisional yang dimiliki suku Banjar itu, tidak terpengaruh Budaya Melayu dari segi
bahasa lisannya, yaitu tradisi Dundam. Dundam adalam penyimpanan kata dari gurindam yaitu
syair-syair mengandung nasehat. Lalu seni tradisonal lainnya yang masih menggunakan bahasa
Banjar adalah lamut, andi-andi, pantun, pandung, madihin dll.

Seperti yang dikatakan sebelumnya, suku Banjar sangat erat berkaitan dengan agama
islam, banyak sekali budaya lokal yang masih sampai sekarang di terapkan secara periodic dan
sesuai kebutahan masyarakat saja. Seperti budaya hari al-Syura, biasanya masyarakat Banjar
memperingatinya dengan membuat suatu olah yang dinamakan bubur al-Syura, lalu budaya
lainnya seperti, maulidan (maulid), bapalas bidan, baayun maulid. Tradisi lisan Banjar
berkembang sekitar masa seratus tahun ke-18, sekaligus perkembangan agama islam dan
peningkatan ilmu keislaman bertepatan pada zaman ulama besa Muhammad Arsyad (1710-
1812 M). Banyak sekali metode yang digunakan/ dakwah keislaman untuk memberikan
Pendidikan Islam di langgar (surau), hal dilakukan untuk mempermudah dakwah Islam
Muhammad Arsyad mengarang kitab baik fiqih, tauhid, tasawuf dll.

Pengaruh Islam dan kebudayaan Melayu terhadap kesenian Masyarakat Banjar, hal ini
pun ikut terpengaruh. Ketika islam masuk, tradisi yang awalnya masih pra-islam perlahan
mendapatkan pengaruh, yakni seperti pada kesenuan madihin menyertakan kalimat
bismillahhirrahmannirrahim. Terciptanya entitas Melayu yang berbasiskan pada heterogenitas
manusia lintas benua, menerbitkan babak baru bagi peradaban Nusantara. Seiring dengan
didaptkannya bahasa Melayu sebagai alat komunikasi Nusantara (lingua franca) perlahan tuhun
pula membawa angin segar bagi gairah berbudaya masyarakatnya. Hal ini memberikan suatu
kemungkinan, ketika masyarakat Banjar yang masih memeluk agama Hindu-Buddha atau
memeluk kepercayaan Kaharingan suatu sistem akan berubah dalam suatu kepercayaan, ketika
migrasi dilakukan di sekitaran wilayah nusantara Sumatera Tengah ( daerah Provinsi Jambi)
yang mana mayoritas masyarakatnya kebanyakan beragama Islam. Sehingga suatu kebudayaan
Banjar akan berubah mengikuti aspek sosial masyarakat Melayu Jambi di sana. Akan tetapi,
bekas-bekas kepercayaan dan budaya sebelumnya tidak sepenuhnya hilang, sebagian masih
berpengaruh terhadap keberagaman dan kebudayaan umat islam hingga sekarang.

Sikap Positif Budaya Melayu

Sama halnya pada budaya Melayu yang erat dengan ketentuan agama Islam, suku
Melayu di Jambi sangat erat dengan budaya Seloko Jambi, yang mana berisi tentang ketentuan
yang berhubungan dengan aspek keislaman. Sikap positif yang terbangun antar kedua suku
ini, misalnya dari segi bahasa, bahasa Melayu-Banjar telah disebutkan sebelumnya sebagai
Lingua Franca, yang menjadi jempatan sebagai aspek aspek komunikasi antar etnis di
Banjarmasin. Pengaruh Melayu sangat memiliki peran banyak di kesenian Banjar. Pengaruh
tersebut tidak saja menyangkut bahasa tetapi juga pemikiran dan budaya. Sehingga lama-
kelamaan budaya banjar dapat berbaur dengan baiknya di masyarakat Melayu dan budaya
Melayu pun sangat berperan banyak dalam terciptanya kebudayaan Banjar, yang pada awalnya
terpengaruh agama Hindu, setelah migrasi yang dilakukan kulturasi dan asimilasi pun terjadi
perubahan dan banyak kebudayaan Banjar yang bernafaskan keislaman. Contohnya seperti
Kitab sabilah muhtadin, yang mana kitab ini menggunakan bahasa Melayu-Arab.

Kebudayan ini memberikan dampak besar, dan membuat suatu perpaduan suatu
kebudayaan baru di Kalimantan Selatan yaitu budaya Banjar yang merupakan hasil dari
pertemuan dua titik kebudayaan tersebut. Secara kultural kebudayaan Melayu banyak
menyerap nilai-nilai ke-islaman maupun budaya Arab. misalnya penggunaan huruf klasik
Arab-Melayu perkataan-perkataan yang berhubungan dengan agama, politik, falsafah, moral
dan lain-lainnya (dalam Pengaruh Bahasa Arab kepada Bahasa Melayu, Abbas Mohd).
Kesenian Madihin suku Bnajar, dapat mengindikasikan adanya pengaruh kebudayaan Melayu-
Islam terhadap kesenian madihin. Madihin adalah salah satu bentuk sastra lisan berbahasa
Bnajar yang lahit, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat Banjar, setelah Islam
berkembang di Kalimantan. Lahirnya madihin banyak dipengaruhi oleh kesenian Melayu-
Islam.

Mudahnya kebudayaan Melayu yang bernafaskan Islam dalam mempengaruhi


kebudayaan Banjar tidak lain disebabkan adanya beberapa kemiripan di antara dua kebudayaan
tersebut. Karena itu pula, berbagai kesenian dalam masyarakat Banjar seperti bidang sastra,
seni suara, music, tari dan teater rakyat memiliki lintas budaya dengan konsepsi estetika seni
budaya bangsa Melayu seperti rudat, zapin, dundam, lamut, mamanda, dan madihin.
Kesamaan tersebut menyangkut intrumen yang digunakan, irama, dan bahasa.

Kebudayaan masyarakat Banjar merupakan transformasi dan transkulturasi religiusitas


kepercayaan pra-Islam dengan paska islamisasi. Pertemuan keduanya menghasilkan budaya
baru, yang dipengaruhi kuat oleh nilai dan penyerapan bahasa Melayu, serta penggunaan huruf
Arab-Melayu sebagai alat komunikasi verbal masyarakat Banjar. Dalam hal ini hubungan
jarngan sosial anatar Banjar-Melayu saling terikat akibat salah satu faktornya yaitu islam. Yang
mana menurut Bambang Rudito dan Melia jaringan sosial yang yang di bangun anatara keuda
suku ini adalah sekumpulan dan hubungan yang di mulai dari yang paling sederhana, hingga
memiliki banyak hubungan. Bentuk hubungan tersebut bukan hanya sekedar pertukaran atribut
atau sesuatu hal pada suatu yempat tau suatu waktu, tetapi dapat juga berupa aliran antara
individua tau sekumpulan objek.
Sampai pada Islamisai Banjarmasin menghasilkan identitas baru pada etnis Dayak
islam sebagai Melayu sekaligus menjadi Banjar. Hal ini di perkuat ketika Dayak islam
melakukan perdagangan dan bergabung dengan komunitas Melayu-Malaka, dan disatukan oleh
Kesultanan Banjarmasin. Etnis Dayak yang telah menerima islam, kemudian secara cerdas
melakukan adaftasi, difusi, asimilasi dan akulturasi kebudayaannya, daurhidupnya, dengan
ajaran-ajaran islam, menghasilkan format pribumisasi Islam. Indonesia adalah sebuah entitas
bangsa dan Negara yang unik, berdiri di atas perbedaan yang sangat luas, dari keberagaman
budaya, agama, bahasa, dialek kesukuan, marga dan aspek-aspek humaniora lainnya. Dalam
banyak peristiwa dan fenomena sosial, sering terjadi benturan antara kelompok-kelompok
sosisal agama dan budaya. Maka hal inilah budaya sebagai dijadikan sebagai objek pola pikir
dan kepercayaan yang dimiliki bersama satu kelompok sosial dan memandu perilaku dalam
menanggapi perkembangan masyarakatnya. Dan budaya Banjar adalah pikiran, perbuatan atau
tingkah laku, serta artifak-artifak terkait dengan orang Banjar dalam konsep sejarah maupun
peninggalannnya, dari masa lalu hingga kekinian yang terangkum dalam alam Melayu beserta
unsur pembentukannya.

Jambi, Mei 2022

Anda mungkin juga menyukai