Anda di halaman 1dari 18

Vol. 17 No.

3, Desember 2016: 140-157

Musik Panting di Desa Barikin Kalimantan Selatan:


Kemunculan, Keberadaan dan Perubahannya
Lupi Anderiani1
Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Surakarta

ABSTRAK
Panting merupakan sebuah praktik musik yang berasal dari Kalimantan Selatan, Indonesia. Istilah
“Panting” memiliki dua arti, yakni, pertama, sebagai nama sebuah instrumen berdawai yang dimainkan
dengan cara dipetik; dan, kedua, nama dari sebuah ansambel musik. Musik Panting muncul sekitar
tahun 1980-an. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnomusikologis dengan menekankan pada
kerja lapangan, bertujuan untuk menelaah kemunculan dan perubahan musik Panting. Berdasarkan
analisis, terlihat bahwa musik Panting terutama muncul sebagai hasil laku kreatif seniman pelopornya
dalam menanggapi praktik-praktik musik yang sudah ada. Dalam perjalanannya musik ini mengalami
sejumlah perubahan, yakni dalam hal fungsi musik, bentuk penyajian, konstruksi instrumen, dan
pola transmisi. Perubahan ini terutama disebabkan oleh keinginan personal para musisinya dan juga
kondisi lingkungan kultural yang memungkinkan.
Kata kunci: Panting, musik Borneo, Barikin

ABSTRACT
Panting Music in Desa Barikin, South Kalimantan: Emergence, Existence, and its Change.
Panting is a musical practice of South Kalimantan, Indonesia. The term “Panting” has two meanings, a
name of a string instrument and a musical ensemble. Such ensamble emerged in 1980s. This study used
ethnomusicological approach which was emphasized on fieldwork and was aimed to examine the emergence
and change of Panting music. Based on the analysis, the emergence of Panting music is primarily caused
by the creative action of its pioneer in responding to the existing musical practices. The music is undergoing
a number of changes in terms of the functions of music, performance, construction of panting instrument,
and pattern of transmission. These changes are mainly due to the personal desire of the musicians as well as
the allowances of surrounding cultural circumstances.
Keywords: Panting, Borneo string instrument, Barikin

Pendahuluan yakni orang Dayak, lazim disebut dengan Urang


Bukit. Oleh masyarakat setempat, Banjar dan Dayak
Secara kultural, Kalimantan Selatan dianggap sebagai suku-bangsa asli Kalimantan
merupakan wilayah yang heterogen karena Selatan (Radam, 2001: 95).
didiami oleh lebih dari satu suku-bangsa, yakni Kata “Banjar” konon berasal dari Banjarmasih,
Melayu, Dayak, Jawa, Madura, Bugis, Cina dan yang dulunya merupakan nama sebuah kampung
Arab. Kendati demikian, penduduk mayoritas di suku-bangsa Melayu yang terletak di muara Sungai
Kalimantan Selatan adalah Melayu dan Dayak. Kuwin, salah satu anak Sungai Barito. Banjarmasih
Di daerah ini, suku-bangsa Melayu biasa disebut sendiri terbentuk dari dua kata, yakni “Banjar”,
dengan Suku Banjar, sedangkan kelompok- yang berarti kampung; dan “Masih”, yakni nama
kelompok yang mendiami wilayah pedalaman, seorang kepala suku Melayu atau Patih—orang

1
Alamat korespondensi: Prodi Pengkajian dan Penciptaan Seni, PPS ISI Surakarta. Jln Ki Hajar Dewantara,
Kentingan, Surakarta. Email: lupianderiani@gmail.com

140 Naskah diterima: 4 Oktober 2016 | Revisi akhir: 5 November 2016


Vol. 17 No. 3, Desember 2016

Dayak Ngaju menyebut kepala suku Melayu sekarang wilayahnya dikenal dengan nama Kota
ini, yakni Patih Masih, sebagai Oloh Masih. Tanjung (Idham dkk., 2005: 11-12). Orang Melayu
Versi lain menyebutkan bahwa kata “Banjar” dan Dayak menjalin hubungan yang harmonis
berarti berderet-deret, yakni deretan perumahan, dan hidup berdampingan. Orang-orang Melayu
kampung, pedukuhan atau desa di atas air, di pertama ini kelak terdesak ke daerah Pegunungan
sepanjang tepi sungai. Nama Banjarmasih lambat Meratus (dan menjadi cikal bakal Orang Bukit)
laun berubah pelafalannya menjadi Banjarmasin oleh Orang Melayu yang datang belakangan.
karena pengucapan orang Belanda (Saleh, 1981/82: Setelah itu, datang para imigran dari Pulau Jawa,
2). yang kemudian membangun kerajaan di daerah
Suku-bangsa Melayu konon sudah mendiami pertemuan antara Sungai Amandit dan Sungai
wilayah ini jauh sebelum masuknya agama Islam Nagara. Ketiga kelompok masyarakat ini tentu
dan sebelum berdirinya Kerajaan Banjar. Mereka datang dengan membawa serta kebudayaannya
hidup berdampingan dengan suku-bangsa Dayak. masing-masing. Ketiga kebudayaan inilah
Seiring berjalannya waktu, suku-bangsa Banjar, yang kemudian membaur, memunculkan satu
dengan identitas keislamannya, terbagi ke dalam kebudayaan baru, yakni kebudayaan Banjar (Idham
tiga kelompok besar, yaitu suku-bangsa Banjar dkk., 2005: 12-14).
Kula, yang mendiami wilayah Banjarmasin dan Keanekaragaman suku-bangsa di Kalimantan
Martapura; suku-bangsa Banjar Batang Banyu, Selatan antara lain juga berdampak pada keragaman
yang mendiami wilayah tepian Sungai Tabalong keseniannya. Akulturasi kebudayaan asli dengan
hingga ke Kelua; dan suku-bangsa Banjar pendatang memunculkan sebuah kebudayaan
Hulu (Pahuluan), yang mendiami daerah kaki yang dapat disebut baru, yang hidup dan mampu
Pegunungan Meratus, mulai dari Tanjung hingga bertahan hingga saat ini. Banyak terdapat jenis
ke Pelaihari. Ketiga kelompok besar ini memiliki kesenian di Kalimantan Selatan, mulai dari musik
ciri khas masing-masing, terutama dalam hal dialek tradisi, tari hingga teater rakyat, yang berasal dari
bahasanya (Radam, 2001: 95). suku bangsa yang ada di wilayah ini. Kendati
Suku-bangsa lain yang dianggap sebagai demikian, kesenian rakyat yang cukup menonjol
penduduk asli di Kalimantan Selatan, yakni Dayak di Kalimantan Selatan adalah yang berasal dari
atau yang juga disebut Urang Bukit, mendiami suku Banjar. Selain kesenian Melayu, Suku Banjar
wilayah kaki Pegunungan Meratus. Menurut juga memiliki kesenian yang mendapat pengaruh
Mallinckrodt, seperti yang dikutip dalam Radam dari Jawa dan sudah ada sejak zaman kerajaan di
(2001: 95), mereka merupakan pecahan atau salah Kalimantan Selatan, misalnya gamelan Banjar,
satu puak suku-bangsa Maanyatn yang sebagian wayang kulit, wayang orang, wayang gong, dan
besar menyerap unsur-unsur kebudayaan melayu, tarian klasik peninggalan Keraton Banjar. Salah
terutama dalam hal bahasa. Dalam bahasa Banjar, satu kesenian rakyat yang cukup dikenal di wilayah
kata “bukit” memiliki dua pengertian: pertama, Kalimantan Selatan hingga saat ini adalah musik
berarti ketertinggalan dalam hal peradaban, Panting yang berakar dari musik Melayu.
biasanya digunakan untuk menyebut suatu Musik Panting merupakan kesenian asli
kelompok masyarakat atau individu; kedua, berarti Kalimantan Selatan hasil karya cipta, dan
gunung kecil atau anak gunung. berkembang di dalam masyarakat suku Banjar
Pada awalnya, masyarakat yang mendiami (Bakhtiar Sanderta, Komunikasi Pribadi). Kini,
daerah Kalimantan Selatan adalah Dayak Ma’anyan. kesenian ini masih sering dipergelarkan oleh
Suku-bangsa ini mendirikan sebuah kerajaan, yakni masyarakat, baik di pedesaan maupun di perkotaan.
Nan Sarunai, yang diperkirakan terletak di wilayah Bahkan, musik ini juga kerap diundang sampai
Hulu Sungai Utara. Setelah itu, datang lah orang- ke luar daerah, misalnya Kalimantan Tengah,
orang Melayu pertama, yang kemudian mendirikan Kalimantan Timur, Tembilahan (daerah Kepulauan
kerajaan bernama Tanjung Puri. Kerajaan Tanjung Riau), dan Pulau Jawa. Beberapa grup musik
Puri diperkirakan terletak di daerah Tabalong, yang Panting juga tidak jarang mendapat undangan

141
Lupi Anderiani, Musik Panting di Kalimantan

untuk bertandang ke negeri jiran Malaysia guna observasi, terutama untuk data-data yang bersifat
menghibur masyarakat Banjar yang ada di sana. historis, digali dengan studi literatur. Secara garis
Musik Panting tidak hanya ditampilkan dalam besar, data yang dikumpulkan berfokus pada proses
kemunculan, keberadaan dan perubahan musik Panting
acara yang digelar oleh masyarakat saja, melainkan
sejak awal kemunculanya, yakni tahun 1980-an hingga
juga dalam kegiatan resmi yang melibatkan para
saat ini.
pejabat.
Kemunculan musik ini dipelopori oleh
Hasil dan Pembahasan
masyarakat Desa Barikin, Kecamatan Haruyan,
Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan
1. Musik Panting
Selatatan Timur (Bakhtiar Sanderta, Komunikasi
Istilah “Panting” memiliki dua arti: pertama,
Pribadi). Masyarakat Barikin kemudian
Panting merupakan nama instrumen musik jenis
mengembangkan dan menyebarkan musik
kordofon yang berasal dari instrumen kecapi
Panting ke wilayah lain di Kalimantan Selatan
Dayak yang kemudian mendapat pengaruh
dan daerah-daerah lainnya, termasuk Kalimantan
dari gambus Melayu. Bentuk instrumen Panting
Tengah dan Kalimantan Timur. Musik Panting
sangat identik dengan gambus yang tersebar
di Desa Barikin cukup termahsyur di kalangan
luas di Alam Melayu. Sebutan Panting diambil
masyarakat Kalimantan Selatan, sehingga banyak
dari teknik memainkan instrumen tersebut,
orang datang ke desa ini untuk mempelajarinya.
yakni dipetik—dipetik, dalam bahasa Banjar
Bahkan, beberapa grup musik Panting yang ada di
Hulu, adalah di-panting. Instrumen Panting
Kalimantan Selatan merupakan binaan dari Desa
hanya digunakan oleh masyarakat Banjar
Barikin. Desa Barikin memang cukup dikenal
Hulu, sementara masyarakat Banjar wilayah
di wilayah Kalimantan Selatan karena potensi
pesisir menggunakan instrumen gambus
keseniannya, bahkan sebelum lahirnya musik
Melayu. Kedua, Panting merupakan nama dari
Panting. Potensi seni dan budaya yang dimiliki
sebuah ansambel musik, dengan instrumen
oleh desa ini merupakan warisan turun temurun
Panting sebagai instrumen utamanya, selain
dari leluhur mereka dan masih dilestarikan hingga
juga instrumen suling, biola, babun (sejenis
saat ini.
kendang), kampul (sejenis kempul), agung basar
Terlepas dari kemahsyurannya di kalangan
(sejenis gong suwuk), kaprak atau marawis,
masyarakat, sejauh ini belum ada literatur yang
kulimpat(sejenis ketipung), dan kicik (tamborin).
membahas secara cukup mendalam tentang musik
Tangga nada yang digunakan mendekati atau
Panting. Kemunculan musik Panting merupakan
sangat serupa dengan tangga nada diatonis.
fenomena yang menarik untuk dilihat lebih
dekat: Bagaimana kemunculannya? Bagaimana
2. Kemunculan Musik Panting di Desa Barikin
kehidupan atau keberadaannya? Apakah ia
a. Barikin sebagai Basis Seni Tradisional
mengalami perubahan dalam keberadaannya?
Kalimantan Selatan
Melalui penelitian ini, penulis mencoba menelaah
Desa Barikin memiliki potensi seni dan
kemunculan, keberadaan dan perubahan yang
budaya yang terbilang besar dalam lingkup
dialami oleh musik Panting.
wilayah Kalimantan Selatan. Ini antara lain
Penelitian ini menggunakan pendekatan
etnomusikologis yang menekankan pada kerja lapangan. terlihat dari masih adanya sejumlah seni
Data mengenai musik Panting nyaris seluruhnya pertunjukan rakyat dan juga kesenian klasik
bersifat lisan, masih berada di “kepala” para pelaku peninggalan Keraton Banjar di desa ini. Jika
dan informan, sehingga cara utama untuk menggali ada riset yang berkaitan dengan seni dan
dan mengumpulkannya adalah dengan melakukan budaya yang ada di Kalimantan Selatan,
wawancara dan observasi. Para informan adalah mereka pemerintah setempat seringkali mengarahkan
yang terlibat atau bersinggungan langsung dengan
para peneliti untuk datang ke Barikin.
musik Panting sejak awal kemuculannnya hingga
saat ini, termasuk pelopornya. Selain wawancara dan Barikin dijadikan sebagai rujukan. Salah satu
tokoh seni lokal-tradisional yang membina,
142
Vol. 17 No. 3, Desember 2016

melestarikan dan mengembangkan seni lokal ksatria kerajaan Negara Dipa (wilayah yang
adalah A. W. Syarbaini (1955-2016). sekarang menjadi Hulu Sungai Utara) yang
Mayoritas seni tradisional yang ada di bergelar Datu Taruna. Bersama istri dan
daerah Kalimantan Selatan, khususnya seni keluarganya, Datu Taruna membuka hutan
pertunjukan, memang terdapat di Desa Bari- dan mendirikan pemukiman di wilayah
kin. Bahkan, ada sejumlah kesenian yang di yang sekarang menjadi Desa Barikin. Selain
tempat asalnya sudah tidak ditemukan lagi, merupakan seorang ksatria yang sangat disegani
namun justru masih tetap dilestarikan hingga dan dihormati, Datu Taruna juga ahli dalam
saat ini di Barikin. Banyak orang yang datang bidang kesenian keraton, khususnya gamelan
ke desa ini untuk mempelajari seni-seni tradi- Banjar (lihat Maman dkk., 2006: 10). Datu
sional, seperti musik dan tari, untuk kemu- Taruna memiliki enam orang saudara, dua di
dian dibawa ke daerahnya dan diajarkan di antaranya memiliki keahlian di bidang seni
sana. Selain itu, banyak komunitas seni di Ka- keraton. Adik Datu Taruna yang nomor dua
limantan Selatan merupakan hasil binaan dari adalah seorang yang ahli dalam mendalang,
para seniman dan seniwati dari Desa Barikin. sementara adik perempuannya yang bungsu,
b. Pelopor Musik Panting di Barikin yang bergelar Datu Putih, ahli dalam seni
Instrumen panting awalnya merupakan tari keraton. Datu Taruna dan kedua adiknya
perangkat yang digunakan untuk hiburan inilah yang kemudian menyebarkan kesenian
pribadi, mengisi waktu luang saat sedang Keraton Banjar di Desa Barikin. Datu
sendirian, dan belum disebut dengan Taruna dan keluarganya, serta keturunannya
“musik Panting”. Lazimnya, seseorang kemudian menjadi sebuah komunitas besar
mendendangkan pantun atau syair sambil dan membentuk suatu kelompok masyarakat,
memainkan instrumen panting saat naik yakni masyarakat Desa Barikin.
perahu untuk mengisi kekosongan waktu A. W. Syarbaini lahir pada tanggal 8 Mei
agar tidak terasa sepi atau suntuk. Selain itu, 1955 di Desa Barikin, Kecamatan Haruyan,
seringkali orang juga memainkan instrumen Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan
panting sembari berdendang saat sedang Selatan. Sebagai putra ke empat dari sembilan
menjaga tanaman di sawah atau kebun. bersaudara, ia terlahir dan dibesarkan di
Akhirnya, seiring perkembangan zaman, lingkungan keluarga seniman. Keterampilan
instrumen ini bersama-sama sejumlah seni diperolehnya secara otodidak dari orang
instrumen lain disatukan dalam format tua dan para kerabat. Keterampilan seni yang
sebuah ansambel musik, dan oleh penduduk pertama kali ia pelajari adalah gamelan Banjar
lokal disebut dengan musik Panting. dan tari klasik Banjar. Selain musik dan tari,
Kemunculan musik Panting di Desa A. W. Syarbaini juga belajar mendalang pada
Barikin dipelopori oleh salah seorang tokoh pamannya, Ki Dalang Tulur, seorang tokoh
seniman lokal, yakni A. W. Syarbaini. Berda- dalang di Kalimantan Selatan. Menginjak
sarkan silsilahnya, A. W. Syarbaini adalah usia 14 tahun, A. W. Syarbaini telah memiliki
pewaris komunitas Desa Barikin yang meru- cukup banyak pengalaman berkesenian
pakan keturunan Datu Taruna. Darah seni- dengan ikut serta dalam pementasan keliling
nya ia warisi dari para pendahulunya serta kampung hingga pentas antarkota/kabupaten
didukung oleh lingkungan sekitar, sehingga bersama orang tua, paman, serta masyarakat
jiwa seni beliau yang sudah dimiliki sejak kecil Desa Barikin lainnya. Mereka membawakan
semakin kuat. Andilnya cukup besar dalam kesenian wayang kulit Banjar, wayang orang,
usaha pelestarian dan pengembangan budaya wayang gong, dan kuda gepang dalam acara-
dan seni tradisional di Kalimantan Selatan. acara hiburan masyarakat di masa itu. Dari
Menurut cerita masyarakat setempat, pementasan-pementasan itulah ia banyak
penduduk Desa Barikin berasal dari seorang mendapat pelajaran berkesenian, selain juga

143
Lupi Anderiani, Musik Panting di Kalimantan

ilmu yang diberikan secara langsung oleh yang dibawakan dalam kesenian zapin adalah
orang tua dan pamannya. lagu zapin Melayu Banjar.
Pada tahun 1973, A. W. Syarbaini Di dalam masyarakat pedalaman, bentuk
membentuk sebuah sanggar seni tradisional zapin mengalami sejumlah perubahan, baik
di Desa Barikin. Sanggar itu ia beri nama dari segi tari, lagu, iringan, dan bentuk penya-
“Ading Bastari”. Pada waktu itu, Ading Bastari jian. Japin gunung menyajikan seni berbalas
mengusung sejumlah seni pertunjukan rakyat, pantun sambil menari. Biasanya ada sepasang
seperti wayang kulit Banjar, teater Melayu biduan, yakni satu pria dan satu wanita yang
mamanda, tarian Melayu Banjar, tari kuda menari sembari menyanyi dan berbalas pan-
gepang, kesenian bajapin atau bagandut, tun. Bila salah satu di antara mereka tidak bisa
wayang orang dan wayang gong. Sanggar membalas pantun yang dilontarkan oleh yang
Ading Bastari masih tetap eksis di Kalimantan lainnya, maka yang tidak bisa membalas itu
Selatan hingga saat ini. Atas prestasi dan jasanya dianggap kalah dan akan mendapat ejekan
dalam usaha pelestarian dan pengembangan dari penonton. Sebaliknya, bagi biduan yang
seni tradisional di Kalimantan Selatan, A. W. pantunnya tidak dapat dijawab oleh pasangan-
Syarbaini mendapat sejumlah penghargaan nya, dianggap menang dan akan mendapat
seni baik dari pemerintah provinsi maupun uang sirih (sawer). Atau, bila ada salah satu
pemerintah pusat. penonton yang membuat salah seorang dari
c. Japin Gunung: Latar Belakang Musik Panting penonton merasa tersanjung atau tersentuh,
di Desa Barikin maka orang tersebut biasanya juga akan mem-
Menurut A. W. Syarbaini, kemunculan berikan uang sirih. Demikian seterusnya hing-
musik Panting di Desa Barikin dilatarbelakangi ga pertunjukan selesai.
oleh kesenian japin gunung. Japin gunung Instrumen yang digunakan untuk
merupakan sebuah bentuk seni pertunjukan mengiringi japin gunung adalah panting,
berupa tari dan musik bernuansa Melayu yang babun, dan kampul. Lagu yang dibawakan
sifatnya hiburan. Istilah japin merupakan dalam pertunjukan japin gunung berbeda
perubahan pelafalan dari zapin, kesenian dengan lagu-lagu japin di wilayah pesisir.
yang umum dijumpai di Alam Melayu. Zapin Lagu dalam japin gunung lebih kental
sendiri berasal dari kosakata Arab, zaffana, dengan irama musik pedalaman, karena
yang berarti langkah kaki atau gerakan kaki. sudah dipengaruhi oleh budaya masyarakat
Sebagai kesenian Melayu, zapin juga dijumpai lokal. Lagu yang dibawakan pun hanya satu,
dalam masyarakat Suku Banjar dan tersebar yang oleh masyarakat setempat biasa disebut
di berbagai wilayah Kalimantan Selatan dan dengan lagu japin gunung. Pertunjukan ini
mengalami perubahan penyebutan menjadi biasanya digelar pada malam hari untuk
japin. Kesenian ini kemudian diadopsi oleh hiburan masyarakat.
orang-orang bukit dan dibawa ke pedalaman, Japin gunung hanya terdapat dalam
lalu berkembang menjadi japin gunung. masyarakat Desa Sungai Harang, Desa Batu
Japin gunung yang berkembang di wilayah Panggung, dan berkembang di masyarakat
perbukitan atau pedalaman sudah berbeda dari sekitar desa ini saja. Kapan dan siapa pencetus
japin yang berkembang di dalam masyarakat japin gunung di desa ini belum diketahui secara
pesisir di Kalimantan Selatan, terutama dalam pasti, karena kesenian ini sudah lama punah
bentuk penyajiannya. Bentuk sajian japin di desa asalnya, dan tokoh-tokohnya pun
dalam masyarakat pesisir bernuansa Islami sudah meninggal dunia. Kendati demikian,
dengan iringan musik Melayu Banjar. Musik menurut masyarakat, terakhir japin gunung
pengiring tarian japin terdiri dari gambus sering dipentaskan sebelum tahun 1970.
Melayu, kaprak (marawis), babun (kendang), Setelah tahun-tahun itu, kesenian ini tidak
kampul (sejenis kempul), dan vokal. Lagu-lagu diketahui lagi keberadaannya di desa asalnya.

144
Vol. 17 No. 3, Desember 2016

Tahun 1970, japin gunung dibawa pertunjukan dan sesekali juga memainkan
dan dilestarikan di Desa Barikin oleh A. W. biola. Lagu-lagu yang dibawakan dalam
Syarbaini. Musik pengiring japin gunung, pertunjukan ini masih sangat terbatas dan
oleh A. W. Syarbaini juga digunakan untuk cara penyajiannya pun terbilang masih sangat
mengiringi tari-tari rakyat dan sering diundang sederhana atau belum mengenal variasi dan
oleh masyarakat sebagai hiburan untuk mengisi aransmen lagu. Pada masa itu, pertunjukan
acara, misalnya dalam acara pernikahan dan ini juga belum memiliki penamaan atau
peringatan hari-hari besar nasional, baik penyebutan yang baku. Namun, karena
di desa-desa se-kecamatan atau antarkota- pertunjukan ini menyajikan musik dan lagu
kabupaten. Kesenian yang dibawakan pun saja, masyarakat sering menyebutnya dengan
berbeda-beda, misalnya teater atau tari rakyat istilah acara banyanyanyian (bernyanyi-
Kalimantan Selatan, tergantung permintaan nyanyi) atau musik japin. Acara banyanyanyian
pihak yang mengundang. pada waktu itu hanyalah hiburan untuk
Ketika akan memulai sebuah mengumpulkan penonton dalam sebuah acara
pertunjukan, baik tari ataupun teater rakyat, pertunjukan. Artinya, banyanyanyian tidak
biasanya A. W. Syarbaini dan rekan-rekan pernah digelar secara mandiri, melainkan
pemusik memainkan musik iringan japin hanya untuk mengawali sebuah pementasan
gunung sebagai pengisi waktu sekaligus untuk seni pertunjukan saja.
menarik dan mengumpulkan penonton. Banyanyanyian waktu itu mulai digemari
Setelah cukup banyak penonton yang datang, oleh masyarakat di sekitar Desa Barikin. Oleh
baru lah acara inti, yakni pertunjukan tari atau karena itu, muncullah keinginan hati A. W.
teater rakyat, disajikan. Musik iringan japin Syarbaini untuk lebih mengembangkannya
gunung yang disajikan di awal pertunjukan agar semakin dikenal di masyarakat luas,
biasanya membawakan lagu-lagu rakyat khususnya di daerah Kalimantan Selatan.
Melayu Banjar yang sudah ada. Selain itu, Langkah awal yang dilakukannya ialah
tidak ketinggalan pula dimainkan lagu japin menggali lagu-lagu rakyat, khususnya yang
gunung itu sendiri. ada di Desa Barikin, dan lagu-lagu Melayu
Sajian musik iringan japin gunung Banjar pada umumnya. Ini dilakukan untuk
pertama kali dipentaskan tahun 1970-an, menambah perbendaharaan lagu dalam acara
menggunakan instrumen yang sama dengan banyanyanyian. Satu demi satu lagu rakyat
kesenian aslinya. Namun, yang disajikan dan lagu Melayu Banjar ia pelajari dan ia
di sini hanya berupa musik dan lagu saja; kumpulkan dari masyarakat Desa Barikin
vokalis hanya menyanyi, tidak sambil menari. secara lisan.
Dalam pertunjukan ini, para pemain biasanya Masyarakat Desa Barikin yang seluruhnya
mengambil posisi berdiri atau duduk di beragama Islam memiliki kebiasaan berzikir
kursi. Lazimnya, yang berada di posisi paling sambil berpantun dengan lagu-lagu bernuansa
depan adalah vokalis dan pemain gambus, Melayu. Zikir ini biasa disebut masyarakat
selanjutnya di belakangnya adalah pemain setempat dengan istilah zikir simak, karena
babun (gendang) yang sejajar dengan pemain dalam zikir ini diselingi pantun dengan syair
kampul dan giring-giring. Atau, pemain giring- bermakna ketuhanan yang harus disimak
giring dan kampul juga bisa ditempatkan di dan dipahami dengan sungguh-sungguh.
belakang pemain babun. Kendati demikian, Zikir simak, dalam lagu-lagunya, biasanya
susunan tersebut bukanlah susunan yang baku diiringi dengan satu buah alat musik sejenis
atau mutlak; susunan bisa berubah sesuai siter yang biasa disebut masyarakat setempat
dengan kebutuhan para pemain. dengan panting mandolin dan tarbang
A. W. Syarbaini biasanya mengambil buldarah (terbang atau gendang Melayu
peran sebagai pemain panting dalam berukuran besar) sebanyak empat buah

145
Lupi Anderiani, Musik Panting di Kalimantan

sehingga masyarakat biasa menyebutnya menutup kemungkinan seni buldarah atau


dengan tarbang ampat (terbang empat). tarbang ampat diadopsi dari Malaysia, sebab
Selain untuk mengiringi zikir simak, menurut catatan sejarah, masuknya instrumen
tarbang ampat dalam masyarakat Barikin juga terbang (gendang Melayu) berasal dari daerah
digunakan sebagai iringan dalam Maulid Rasul Malaka, Malaysia (Sanderta dkk., 2000: 22).
Al Barzanji yang biasa disebut masyarakat Dari zikir simak dan maulid tarbang
dengan maulid tarbang ampat. Zikir simak ampat inilah A. W. Syarbaini banyak
dan maulid tarbang ampat dibawa oleh Auliya memperoleh lagu untuk digunakan dalam
Syekh Abdussyukur Shihab, seorang ulama acara banyanyanyian. Dalam banyanyanyian,
yang masih berdarah Barikin, yang menurut syair yang dibawakan bukanlah syair dari
riwayat menuntut ilmu agama di Mekah dan zikir simak atau Barzanji, melainkan diganti
merupakan seorang pelopor agama Islam di dengan pantun-pantun bebas atau tidak baku
Desa Barikin. Kendati demikian, asal-usul seni untuk lagu tersebut. Artinya, pantun dalam
tarbang ampat ini belum diketahui secara pasti, lagu-lagu banyanyanyian bisa berubah sesuai
karena belum ditemukan data yang akurat dengan keinginan sang vokalis, karena pada
terkait hal tersebut. Pada dasarnya, instrumen saat itu A. W. Syarbaini belum mengenal
dan ansambel terbang umum dijumpai dalam istilah mencipta lagu. Oleh karena itu, lagu-
masyarakat yang mayoritas memeluk agama lagu yang dibawakan dalam banyanyanyian
Islam. Konon, terbang diperkenalkan oleh hanya berkutat di seputar lagu rakyat
pedagang dari Arab dan Afrika Utara (Irawan, dan lagu Melayu Banjar yang sudah ada,
2010: 97). khususnya lagu-lagu peninggalan Auliya
Auliya Syekh Abdussyukur Shihab adalah Syekh Abdussyukur yang tergolong masih
seorang ulama yang menggunakan seni musik kakek buyutnya.
sebagai media dakwahnya terutama di Desa Acara banyanyanyian terus dipentaskan
Barikin. Musik yang digunakan adalah zikir untuk mengawali sebuah pertunjukan yang
simak. Ketika membawakan zikir simak, ia akan ditampilkan oleh A. W. Syarbaini
biasanya memainkan panting mandolin setiap kali ada undangan masyarakat untuk
sambil melantunkan lagu-lagunya. Menurut mengisi acara hiburan. Tentu saja, lagu-lagu
cerita masyarakat setempat, ke manapun ia yang disajikan pun sudah mulai bertambah.
pergi, selalu membawa panting mandolin Banyanyanyian atau musik japin makin
dan selalu ia mainkan saat sedang sendiri dikenal oleh masyarakat Hulu Sungai Tengah
sembari mendendangkan pantun-pantun pada masa itu, terutama masyarakat pedesaan.
yang bermakna sufi. Banyak lagu, pantun, dan Keinginan A. W. Syarbaini untuk terus
syair ciptaannya untuk zikir simak dan lagu menggali seni tradisi di Kalimantan Selatan
untuk menyanyikan syair-syair Barzanji yang tidak hanya sampai di situ. Ia terus mencari
masih digunakan oleh masyarakat setempat dan mengumpulkan informasi di masyarakat
sampai saat ini. tentang seni dan budaya daerah Kalimantan
Dahulu banyak di antara masyarakat Selatan. Informasi tentang kesenian banyak
Desa Barikin yang merantau ke daerah di ia peroleh dari masyarakat ketika mendapat
Pulau Sumatera, yaitu daerah Tembilahan undangan untuk menggelar pertunjukan di
(Kepulauan Riau) dan Batu Pahat (Malaysia), desa-desa yang tersebar di berbagai penjuru
termasuk Auliya Syekh Abdussyukur. Menurut Kalimantan Selatan. Dari sini pula lah ia
informasi masyarakat setempat, banyak juga berkenalan dengan tokoh-tokoh seni tradisi
lagu Melayu yang dibawa dari dua daerah Kalimantan Selatan. Kesempatan ini tidak ia
ini, seperti lagu-lagu senandung dan zapin sia-siakan begitu saja; ia banyak menggali dan
Melayu, untuk digunakan sebagai lagu zikir belajar, khususnya di bidang seni dan budaya
simak dan maulid tarbang ampat. Tidak dari tokoh-tokoh yang ia temui.

146
Vol. 17 No. 3, Desember 2016

Di Desa Pandahan, Kabupaten Tapin, dalam japin gunung; dalam japin gunung,
yang masyarakatnya masih termasuk suku penonton tidak diajak untuk ikut menari,
Banjar Hulu, ada sebuah seni pertunjukan sementara dalam bagandut penonton diajak
yang disebut bagandut, atau yang lebih berpartisipasi menari bersama sang gandut.
dikenal luas dengan sebutan kesenian bajapin. Kendati demikian, kedua kesenian tersebut
Bagandut atau bajapin adalah kesenian yang memiliki latar belakang yang sama, yakni dari
sejenis dengan ronggeng atau tayuban yang kesenian ronggeng Melayu.
ada di Pulau Jawa. Gandut adalah sebutan Bagandut atau bajapin tidak luput dari
untuk penari atau biduan dalam kesenian ini. perhatian A. W. Syarbaini. Ia mendatangi
Kendati demikian, arti gandut dalam kesenian beberapa tokoh kesenian ini di Desa Pandahan
ini tidak diketahui secara pasti. Masyarakat yang masih memiliki hubungan keluarga
setempat juga tidak mengetahui apa arti dengannya untuk belajar secara langsung.
gandut yang sebenarnya. Penyebutan ini sudah Setelah beberapa lama mendalami bagandut,
ada sejak zaman kakek-nenek mereka. Dalam terutama dalam hal lagu-lagunya, kesenian
kamus bahasa Banjar, kata gandut berarti ini ia bawa ke Desa Barikin. Di sana, ia
gendut atau buncit. Namun, kata gandut membentuk kesenian bagandut pada tahun
yang digunakan dalam penyebutan bagandut 1973. Karena di Barikin sudah dikenal japin
belum diketahui artinya. Perlu studi lebih gunung, maka kesenian bagandut ini tidak
lanjut untuk memperoleh data yang akurat. begitu asing dan dapat diterima dengan
Menurut masyarakat lokal, kesenian bagandut baik oleh masyarakat setempat. Bahkan,
sudah ada sejak zaman nenek moyang dan masyarakat sangat menggemari kesenian
diwariskan secara turun-temurun secara lisan bagandut yang dibawa oleh A. W. Syarbaini
di kalangan masyarakat Desa Pandahan. dari Desa Pandahan ini. Saat itu, di Barikin
Kapan persisnya kesenian ini muncul, dan belum ada yang mampu menjadi seorang
siapa pencetusnya, belum diketahui. gandut, sebab bagandut memiliki lagu dan
Kesenian bagandut menyajikan lagu- tarian yang khas dan beragam. Jika ada
lagu rakyat setempat dan mengajak penonton permintaan dari masyarakat, biasanya ia
untuk menari bersama gandut yang ada menjemput gandut dari Pandahan untuk
dengan cara memberikan uang sirih (sawer) membantu pertunjukannya.
kepada gandut tersebut. Bagandut biasanya Bagandut, yang oleh masyarakat Barikin
dipentaskan pada malam hari sebagai hiburan sering disebut bajapin, sangat populer di
untuk masyarakat seusai panen raya atau pada Hulu Sungai Tengah dan Selatan. Dalam
perayaan-perayaan lainnya, khususnya di perkembangannya, keberadaan kesenian ini
Desa Pandahan. Lagu-lagu dalam kesenian menggeser popularitas japin gunung yang
bagandut masih bernuansa Melayu Banjar sudah lebih dahulu dikenal oleh masyarakat
dengan iringan instrumen-instrumen musik Barikin dan sekitarnya. Setelah masuknya
yang nyaris sama dengan iringan japin bagandut di Desa Barikin, japin gunung
gunung, yaitu satu buah panting, satu buah menjadi sangat jarang digelar di kalangan
babun, giring-giring, satu buah kampul, satu masyarakat. Ini antara lain disebabkan karena
buah rabab (sejenis rebab, terbuat dari batok tidak ada lagi generasi penerus di desa asalnya,
kelapa dan kulit ular), serta gandut (vokalis selain juga masyarakat lebih tertarik dengan
sekaligus penari). bajapin. Sejak itu pula lah japin gunung
Bagandut memiliki beberapa kesamaan lambat laun jarang muncul hingga akhirnya
dengan japin gunung. Perbedaan antara tidak pernah digelar atau bisa dikatakan
keduanya hanya terletak pada instrumen punah.
dan bentuk penyajian. Instrumen rabab yang Kesenian bagandut juga memberi
digunakan dalam bagandut tidak dijumpai pengaruh pada musik japin atau acara

147
Lupi Anderiani, Musik Panting di Kalimantan

banyanyanyian, terutama pada lagu-lagu dalam hal instrumen dan lagu yang
dari kedua kesenian ini. Lagu-lagu bagandut dibawakan. Instrumen yang digunakan saat
sering dibawakan dalam musik japin atau itu mengalami penambahan jumlah dan jenis:
banyanyanyian di samping lagu-lagu yang panting, yang tadinya hanya satu, menjadi tiga
terdahulu. Alhasil, pertunjukan ini semakin buah; lima buah kulimpat (sejenis ketipung);
berkembang dan digandrungi oleh masyarakat. suling; agung basar (sejenis gong suwuk);
Meskipun perkembangan terjadi hanya dalam babun (gendang) dan giring-giring tidak
hal jumlah lagu yang dibawakan dan belum mengalami perubahan. Sejak tahun ini pula
ada sentuhan lain yang lebih jauh, namun A. W. Syarbaini mulai menciptakan lagu-lagu
harus diakui bahwa ini cukup disukai oleh tradisional khusus untuk pertunjukan musik
masyarakat. japin (A. W. Syarbaini, Komunikasi Pribadi,
Jika A. W. Syarbaini sudah memetik 6 Maret 2007).
dawai-dawai panting-nya dan melantunkan Pada tahun 1985, kesenian ini diikutkan
lagu-lagu Melayu Banjar dengan diiringi dalam festival musik rakyat tingkat nasional
instrumen lain, sebagian masyarakat sudah tahu di Jakarta, yang diwakili oleh kontingen
bahwa yang akan mengadakan pertunjukan dari Kabupaten Tapin Rantau, dan masuk
adalah kelompok atau rombongan A. W. dalam kategori 10 penyaji terbaik. Saat akan
Syarbaini. Mereka lalu berkumpul di lokasi diberangkatkan, kesenian ini masih belum
pertunjukan untuk menikmati banyanyanyian memiliki nama definitif atau resmi. Akhirnya,
atau musik japin dan pertunjukan inti yang dari hasil kesepakatan beberapa tokoh seni,
akan digelar setelah itu. Ini disebabkan di antaranya Bakhtiar Sanderta, Yustan
karena banyanyanyian atau musik japin yang Azidin, dan Anang Ardiansyah, kesenian ini
mendahului sebuah pertunjukan hanya diberi nama musik Panting. Alasan utamanya
disajikan oleh kelompok A. W. Syarbaini adalah karena instrumen panting merupakan
dari Desa Barikin. Pada tanggal 15 November instrumen utama, yakni pembawa lagu dalam
1977, musik japin ditampilkan secara khusus kesenian ini. Sejak saat itu kesenian tersebut
dalam resepsi perkawinan A. W. Syarbaini di mulai berkembang, dikenal dengan nama
Desa Barikin. Dalam acara ini, musik japin musik Panting, dan diakui masyarakat sebagai
disajikan sebagai musik pengantar, serta untuk kesenian rakyat Kalimantan Selatan.
menyambut sekaligus menghibur para tamu Pertunjukan musik Panting pada awalnya
yang hadir. Instrumen yang digunakan dan hanya dijumpai di Desa Barikin. Namun,
lagu yang dibawakan dalam musik japin masih kesenian ini kemudian menyebar luas di
belum mengalami perkembangan, hanya saja kalangan masyarakat Kalimantan Selatan.
pertunjukan ini dikhususkan untuk sajian A. W. Syarbaini dan musik Panting-nya
musik japin. kerap diundang di tingkat provinsi untuk
Pada resepsi tersebut, hadir pula sejumlah tampil dalam berbagai acara. Selain itu,
tokoh seniman di Kalimantan Selatan, antara masyarakat juga menyukai kesenian ini dan
lain Yustan Azidin (almarhum), Marsudi B. sering menggelarnya dalam acara perkawinan.
A., Anang Ardiansyah, dan Drs. Bakhtiar Sejak itulah musik Panting memasyarakat
Sanderta. Para tokoh seni ini tertarik melihat di Kalimantan Selatan, yang antara lain
pertunjukan musik japin yang ditampilkan, ditandai dengan munculnya grup-grup
dan mereka turut bernyanyi secara bergantian. musik panting di daerah lain. Tidak hanya di
Dari sinilah kemudian pertunjukan musik kalangan masyarakat awam, musik Panting
japin mulai mendapat perhatian di tingkat juga disebarluaskan di sekolah-sekolah dengan
provinsi, khususnya dari para senimannya. cara membagikan alat-alat musik Panting
Pada tahun 1979 pertunjukan musik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
japin mengalami perkembangan, khususnya Kalimantan Selatan.

148
Vol. 17 No. 3, Desember 2016

3. Keberadaan Musik Panting musik Panting pada awalnya adalah beberapa


Kebudayaan bersifat dinamis, berubah buah mikrofon, satu unit amplifier dan satu
seiring dengan perubahan yang dialami oleh unit speaker corong. Menurut A. W. Syarbaini,
masyarakat pemiliknya. Demikian pula yang sebagian dari perangkat tersebut biasanya
terjadi dalam kabudayaan masyarakat Banjar, disewa dari tetangga, dan sebagian merupakan
tidak terkecuali yang hidup di Desa Barikin. milik sendiri. Dengan alat yang terbilang
Masyarakat Barikin masih memelihara adat masih sederhana ini, A. W. Syarbaini bersama
istiadat dan budaya warisan leluhur mereka. rombongan musik Panting-nya mengadakan
Namun, mereka tidak serta merta menutup diri pertunjukan untuk memenuhi keinginan
dari perubahan zaman dan menerima pengaruh atau permintaan masyarakat, baik di daerah
akibat kontak yang terjadi dengan kelompok Hulu Sungai Tengah sendiri maupun ke luar
masyarakat lain. Perubahan ini antara lain terlihat wilayah kabupaten ini.
dari cara berpakaian, terutama anak muda Pendapatan yang diperoleh dari
yang selalu mengikuti perkembangan mode, pementasan, juga sebagian sisa honorarium
kepemilikan alat elektronik seperti televisi, alat para pemain ditabung atau dimasukkan ke
komunikasi, alat transportasi, dan sebagainya. dalam kas kelompok untuk biaya peralatan
Perubahan zaman, tidak dapat dipungkiri, juga dan penambahan alat-alat yang masih kurang.
berdampak pada keberadaan musik Panting. Uang kas yang terkumpul, ditambah dengan
a. Musik Panting Tahun 1985 dana pribadi A. W. Syarbaini, digunakan
Sejak tahun 1970-an, A. W. Syarbaini untuk membeli sedikit demi sedikit perangkat
sering diutus sebagai delegasi oleh pemerintah sound system serta memperbarui sebagian alat
daerah untuk menjadi wakil dalam festival- musik panting yang dinilai sudah kurang layak
festival kesenian tradisional, baik musik, tari, pakai. Sebagian dari perangkat sound system
atau acara lainnya di tingkat nasional. Dari dibeli dalam bentuk sudah jadi, sementara
sinilah ia banyak melihat perkembangan sebagian lainnya dirakit atau dirangkai
kesenian-kesenian di daerah lain di Indonesia, sendiri dengan membeli bahan-bahannya
dan menjadikannya sebagai referensi dan terlebih dahulu. Ini dilakukan karena dana
perbandingan untuk pengembangan kesenian yang dimiliki tidak cukup untuk membeli
yang ada di Desa Barikin secara khusus, dan perangkat sound system yang sudah jadi
Kalimantan Selatan secara umum. Pengalaman secara lengkap. Pada tahun ini pula A. W.
kesenian di luar daerah ini memberikan Syarbaini mulai banyak menciptakan lagu
pengaruh, secara langsung ataupun tidak, untuk pertunjukan musik Panting. Salah
terhadap perkembangan kesenian yang ada satu lagu ciptaannya yang cukup dikenal
di Desa Barikin. hingga saat ini adalah lagu berjudul “Musik
Tahun 1985 merupakan era Panting” dan “Ayun Apan”. Instrumen pan-
perkembangan musik Panting, khususnya ting juga mulai mengalami perubahan dalam
di Desa Barikin, dan kemudian menyebar hal konstruksinya pada tahun 1985. A. W.
di kalangan masyarakat Kalimantan Selatan Syarbaini berinisiatif mengganti kulit penutup
pada umumnya. Pada tahun 1985, A. W. kotak resonator dengan menggunakan kayu
Syarbaini mulai menggunakan perangkat tipis. Hal ini ia lakukan karena berdasarkan
elektronik untuk menunjang pertunjukan pengalaman, kulit penutup resonator
musik Panting-nya, meskipun terbilang masih instrumen panting jika digunakan pada
sangat sederhana. Perangkat elektronik yang malam hari atau terkena udara dingin akan
digunakan adalah beberapa buah alat pengeras menjadi lembab dan kendur, sehingga suara
suara, agar kualitas suara yang dihasilkan lebih yang dihasilkan tidak maksimal. Hal seperti
maksimal. Beberapa buah perangkat pengeras ini tidak lagi terjadi setelah penutup resonator
suara yang digunakan dalam pertunjukan diganti dengan kayu tipis.

149
Lupi Anderiani, Musik Panting di Kalimantan

Pada era 1980-an, di kalangan masyarakat rombongannya, yaitu M. Aini. Sejak usia 13
pedesaan, terutama di daerah Hulu Sungai tahun (tahun 1970), M. Aini sudah bergabung
Tengah, sudah populer musik dangdut. Di dengan, atau mengikuti A. W. Syarbaini,
Desa Barikin, musik dangdut juga sering sebagai pemain panting dalam kesenian
dipentaskan oleh masyarakat setempat. Grup bajapin. Ia menciptakan lagu untuk musik
musik dangdut biasanya datang dari Kota Panting sejak tahun 1989 hingga sekarang.
Banjarmasin dan mengadakan pertunjukan Lagu-lagu ciptaan A. W Syarbaini dan M. Aini
keliling ke daerah-daerah kabupaten sampai masih dibawakan hingga saat ini oleh grup-
ke pelosok pedesaan. Musik dangdut ini grup musik Panting lainnya di Kalimantan
biasa dipentaskan pada malam hari. Dalam Selatan.
pertunjukannya, mereka menggunakan c. Musik Panting Tahun 1990
perangkat sound system yang lengkap sehingga Sejak tahun 1990, penggunaan perangkat
suasana yang tercipta terkesan sangat meriah. sound system dalam pertunjukan musik Panting
Dangdut cukup digandrungi oleh masyarakat, diikuti oleh grup-grup musik Panting lainnya
sehingga hampir setiap ada perayaan, musik di berbagai wilayah Kalimantan Selatan. Pada
dangdut nyaris selalu disertakan sebagai masa ini pula, menurut keterangan A. W.
hiburan pada malam harinya. Syarbaini, ia mendapat proyek dari Kanwil
A. W. Syarbaini sering menyaksikan Depdikbud Provinsi Kalimantan Selatan
pertunjukan musik dangdut di Desa Barikin. untuk membuat instrumen panting dalam
Ia kemudian tertarik dengan perangkat sound jumlah banyak guna dibagikan ke sekolah-
system yang digunakan dalam pertunjukan sekolah. Ini merupakan salah satu upaya
musik tersebut. Dari sini lah kemudian pemerintah daerah setempat dalam rangka
muncul pemikirannya untuk mencoba pengembangan musik Panting di Kalimantan
menggunakan perangkat sound system Selatan.
serupa dalam pertunjukan musik Panting. Instrumen musik merupakan salah satu
Oleh karena itu, ia kemudian belajar cara hasil budi daya manusia yang juga memiliki
menggabungkan sebuah alat musik ke dalam ciri atau sifat kebudayaan, yaitu tidak lepas
perangkat sound system. dari perubahan. Faktor yang antara lain
b. Musik Panting Tahun 1989 mempengaruhi perubahan instrumen musik
A. W. Syarbaini mengumpulkan pe- adalah lingkungan (masyarakat) dan akulturasi
rangkat sound system dengan menggunakan Kebudayaan (Banoe, 1984: 11). Hal ini juga
pendapatan atau hasil pementasan musik terjadi pada instrumen panting. Pada awal
Panting yang ditambah dengan dana milik tahun 1990, A. W. Syarbaini melakukan eks-
pribadi. Satu demi satu perangkat sound plorasi dan eksperimen terhadap instrumen
system mulai terkumpul dan alat-alat dalam panting. Ia mencoba membuat panting
ansambel musik Panting juga diperbarui. elektrik dengan cara memasang perangkat
Menurutnya, usaha ini dilakukan selama pengeras suara (spool) pada instrumen
bertahun-tahun. Pada tahun 1989, A. W. tersebut. Sebelumnya, ia hanya menggunakan
Syarbaini sudah menggunakan sound system mikrofon eksternal yang terhubung dengan
layaknya pertunjukan musik dangdut, antara mixer dan loudspeaker untuk mengamplifikasi
lain beberapa unit sound control, sound untuk bunyi instrumen panting. Menurutnya, cara
di luar panggung, mixer, mesin power, dan alat ini kurang begitu praktis dan suara yang
elektronik lainnya. dihasilkan belum benar-benar maskimal.
Sejak tahun 1989 ini juga mulai banyak Oleh karena itu, timbul keinginannya
diciptakan lagu untuk musik Panting. Selain untuk membuat amplifikasi panting yang
ciptaan A. W. Syarbaini, banyak juga lagu lebih praktis tanpa harus mengubah bentuk
yang diciptakan oleh salah seorang anggota instrumen tersebut.

150
Vol. 17 No. 3, Desember 2016

Panting elektrik dengan hasil yang Panting dapat lebih diminati dan berkembang
maksimal akhirnya berhasil dibuat oleh A. di kalangan masyarakat yang lebih luas.
W. Syarbaini setelah melewati beberapa kali Musik Panting di daerah Barikin
uji coba. Setelah itu, ia mulai berpikir tentang kemudian menyebar ke daerah-daerah lain di
aransmen musik Panting. Saat itu, dalam Kalimantan Selatan. Hampir di setiap daerah
pertunjukan, ia menggunakan tiga buah terdapat grup musik Panting, dan sebagian
instrumen panting, namun ketiganya memiliki di antaranya merupakan hasil binaan A. W.
fungsi yang sama dalam permainannya, yakni Syarbaini. Grup binaannya tidak hanya berasal
sebagai pembawa melodi pokok lagu. Ia dari Hulu Sungai Tengah saja, melainkan juga
kemudian mencoba membagi fungsi musikal dari Hulu Sungai Selatan, Tabalong, hingga
dalam permainan instrumen panting. Banjarmasin. Bahkan, boleh dikatakan bahwa
Tiga buah panting masing-masing ia musik Panting di Desa Barikin merupakan
beri fungsi yang berbeda. Panting satu tetap kiblat musik Panting di Kalimantan Selatan.
sebagai pembawa melodi pokok lagu, panting Setiap perkembangan yang terjadi di Barikin
dua berfungsi sebagai pemberi variasi satu, selalu dicontoh oleh grup-grup lain di
dan panting tiga berfungsi memberikan variasi Kalimantan Selatan.
dua karena masing-masing instrumen panting Perbedaan pendapat antara beberapa
kini sudah memiliki fungsi berbeda, maka tokoh seni di Kalimantan Selatan soal
penamaannya pun dibedakan sesuai fungsinya penggunaan perangkat sound system dalam
itu: panting satu, karena berfungsi sebagai pertunjukan musik Panting lambat laun
pembawa melodi pokok, disebut dengan dapat diselaraskan. Mereka yang tadinya
panting pambawa; panting dua dinamai kontra menjadi dapat menerima setelah
panting paningkah; dan panting tiga diberi mendapati bahwa pertunjukan musik Panting
nama panting panggulung. yang memanfaatkan teknologi sound system
Pemanfaatan teknologi dalam pertun- sangat digandrungi dan berkembang luas di
jukan musik sedikit-banyak turut berpengaruh masyarakat.
terhadap penerimaan masyarakat terhadap Pengembangan musik Panting di
musik itu. Pertunjukan musik Panting dengan Desa Barikin tidak hanya berkutat pada
menggunakan sound system lebih disukai penggunaan perangkat amplifikasi saja. A. W.
masyarakat, sebab bunyi setiap instrumen Syarbaini juga melakukan aktivitas kreatif lain
dapat terdengar lebih maksimal, jangkauannya terkait musik Panting. Hal ini dilakukan agar
lebih jauh sehingga lebih banyak orang musik ini bisa tetap tumbuh dan berkembang
yang mendengarkan dan hadir, dan kesan di masyarakat. Musik Panting sudah diakui
yang dimunculkan lebih meriah. Kendati sebagai musik tradisi asli Kalimantan Selatan,
demikian, tidak semua orang berpandangan sehingga harus tetap dijaga keberadaannya.
demikian. Ada beberapa tokoh seni yang Tanpa ada dukungan dari masyarakat, maka
awalnya menyatakan ketidak-setujuannya dapat hampir dipastikan keberadaan kesenian
dengan penggunaan perangkat sound system tersebut akan terancam.
dalam pertunjukan musik Panting. Alasannya d. Musik Panting Tahun 1995, Era Tahun
antara lain ialah bahwa kehadiran perangkat 2000-an, hingga Sekarang
ini dikhawatirkan merusak citra seni tradisi, Untuk menjaga kelestarian musik
dalam hal ini musik Panting. Namun, tentu Panting di Kalimantan Selatan, khususnya
A. W. Syarbaini memiliki alasan tersendiri di di Desa Barikin, A. W. Syarbaini berinisiatif
balik penggunaan perangkat modern pada saat membina anak-anak untuk mempelajari
itu, yakni agar musik Panting bisa bersaing musik ini. Pada tahun 1995, ia membina anak-
dengan musik dangdut yang kala itu sangat anak setempat yang berusia antara 6-10 tahun
populer di masyarakat. Ia berharap agar musik untuk memainkan musik Panting. Kelompok

151
Lupi Anderiani, Musik Panting di Kalimantan

anak-anak ini ia namai “Musik Panting Cilik”, diaransemen dengan menggunakan irama
karena memang semua pemainnya terdiri dari musik lain, misalnya irama dangdut jaipong
anak-anak. Diharapkan anak-anak ini nanti dan irama musik tingkilan. Menurut Irawati
akan menjadi generasi pelaku musik Panting. (2013: 2) Tingkilan merupakan salah satu jenis
Format Musik Panting Cilik ini tidak kesenian musik masyarakat Kutai yang berasal
seperti yang lazimnya dibawakan oleh orang dari perjalanan masuknya Islam ke Kutai dan
dewasa. Instrumen musik yang digunakan memiliki kesamaan dengan kesenian rumpun
lebih sedikit, yakni dua buah panting Melayu yang kemudian beralkulturasi
berukuran kecil, satu buah babun, agung basar, dengan budaya-budaya lain yang ada di
kampul, giring-giring, dan kulimpat, serta Kutai seperti idiom musik keroncong jenis
dua orang vokalis atau lebih. Musik Panting langgam, hadrah, melayu dan lain-lain. Tetapi
Cilik juga sering ditampilkan dengan format yang tetap membuat musik tersebut masih
kolaborasi dengan gamelan Banjar, namun dikatakan Tingkilan adalah dari instrumen
hanya dalam peristiwa tertentu saja. gambus yang dipakai, irama musik dan syair
Musik Panting Cilik ini cukup menyita lagu yang digunakan.
perhatian Pemerintah Daerah Kalimantan Grup musik Panting Pandan Sari dari
Selatan. Oleh karena itu, kelompok ini sering Desa Tabat Padang, Kecamatan Haruyan,
diundang ke tingkat provinsi untuk mengisi Kabupaten Hulu Sungai Tengah, merupakan
acara tertentu. Ini antara lain dilakukan agar salah satu hasil binaan A. W Syarbaini.
Musik Panting Cilik dapat lebih dikenal dan Menurut Romeo, mereka membangun
memasyarakat, terutama di daerah Kalimantan kelompok ini sejak tahun 2002 dan belajar
Selatan. Ini juga merupakan salah satu cara di Sanggar Ading Bastari, Desa Barikin.
untuk menarik minat anak-anak untuk mau Kelompok lain yang merupakan binaan beliau
mempelajari dan lebih mengenal seni tradisi, adalah Grup Moneca dari Desa Masimpan,
sehingga pada gilirannya musik Panting Kecamatan Telaga Langsat, Kabupaten Hulu
khususnya, dan juga seni tradisi lainnya, dapat Sungai Selatan. Menurut Iyus, kelompok
diwariskan terus dari generasi ke generasi. tersebut dibentuk tahun 2003, dan mereka
Perhatian pemerintah daerah terhadap juga belajar dari Sanggar Ading Bastari.
Musik Panting Cilik tidak hanya sampai di A. W. Syarbaini juga sering menyajikan
situ. Beberapa upaya lain juga dilakukan pertunjukan musik Panting dengan sajian
untuk mengenalkan dan melestarikannya. berbeda untuk menarik minat masyarakat,
Pada tahun 1999, kelompok Musik Panting misalnya mengkolaborasikannya dengan
Cilik dari Barikin ini diutus untuk mengiringi instrumen musik lain. Ia beberapa kali
teater anak dalam rangka Festival Teater Anak mengkolaborasikan musik Panting dengan
Nusantara Tingkat Nasional di Jakarta, dan gamelan Banjar maupun musik band,
berhasil meraih predikat musik terbaik. Tahun namun hanya dalam kesempatan tertentu
2000, mereka kembali menjadi delegasi saja. Kendati demikian, dalam pertunjukan
Kalimantan Selatan dalam Festival Musik biasa seperti dalam acara perkawinan, musik
Tradisi Anak Nusantara Tingkat Nasional di Panting tetap disajikan dalam format tradisi.
Jakarta, dan masuk dalam kategori 5 besar. Perkembangan lain dari musik Panting di
Musik Panting di Desa Barikin masih Kalimantan Selatan adalah adanya beberapa
terus berkembang hingga kini. Hingga akhir grup musik Panting yang mengkolaborasikan
hayatnya, A. W Syarbaini (1955-2016) terus musiknya dengan musik dangdut atau panting
membina musik Panting baik di Barikin dangdut. Grup semacam ini juga disukai dan
maupun di daerah lain dalam wilayah sering ditampilkan di tengah masyarakat,
Kalimantan Selatan. Lagu-lagu musik Panting meski ada juga kelompok masyarakat
yang sudah ada atau ciptaan baru biasanya yang tidak setuju dengan panting dangdut

152
Vol. 17 No. 3, Desember 2016

semacam ini karena dianggap mengurangi seni, yang kemudian membuat iklim berkesenian
nilai tradisinya. di Barikin menjadi aktif. Desa Barikin memiliki
Menurut pandangan A. W. Syarbaini, potensi seni, sehingga masyarakat jadi terlatih dan
kolaborasi panting dangdut adalah hal yang terpacu untuk berkesenian; sebaliknya, ada (atau
wajar, karena ia menganggapnya sebagai banyak) orang di Desa Barikin yang mumpuni
salah satu bukti bahwa musik Panting sudah dalam bidang seni, sehingga kesenian di desa ini
berkembang di masyarakat. Kendati demikian, menjadi hidup dan berkembang. Tentu saja, kedua
ia tetap bertahan dengan musik Panting dalam logika ini saling terkait membentuk suatu lingkaran
bentuk sajian tradisi, agar generasi berikutnya yang sulit untuk ditentukan ujung pangkalnya.
masih dapat mengetahui bentuk asli dari Kendati demikian, ini dapat dipahami sebagai
musik Panting. Pendapat ini selaras dengan bentuk aksi dan reaksi (gambar 1).
beberapa tokoh seni di Kalimantan Selatan Salah satu tokoh seni yang ada di Barikin
yang mengemukakan bahwa seni tradisi boleh adalah A. W. Syarbaini. Berdasarkan kerangka
berkembang, namun bentuk aslinya jangan pikir di atas, maka bisa diasumsikan bahwa kondisi
sampai hilang. atau kehidupan seni di Barikin turut membentuk
Untuk memelihara keberlangsungan A. W. Syarbaini sebagai seseorang yang memiliki
musik Panting di Kalimantan Selatan, setiap pengetahuan dan keterampilan mumpuni di
tahunnya diadakan lomba musik Panting bidang seni, sementara di sisi lain keberadaan A. W.
di tingkat provinsi, baik antarpelajar, guru- Syarbaini ini juga memberikan dorongan bagi geliat
guru sekolah, dan antargrup musik Panting. seni di Desa Barikin. Dengan kemampuan dan
Ini antara lain bertujuan agar musik Panting kepekaannya, A. W. Syarbaini mencoba merespon
dapat juga berkembang di lembaga-lembaga keadaan di Barikin, melihat adanya ruang-ruang
pendidikan selain di masyarakat umum. yang memungkinkan munculnya bentuk-bentuk
Dengan demikian, keberlangsungan musik aktivitas baru. Bisa jadi beliau sendiri tidak
ini bisa tetap terpelihara dan diteruskan berpikir tentang memunculkan sesuatu yang baru,
dari generasi ke generasi. Inilah yang antara melainkan hanya merespon saja apa yang ada.
lain menyebabkan hampir setiap sekolah Namun, bisa juga ia memang sudah memikirkan
di Kalimantan Selatan memiliki kelompok akan munculnya sebuah bentuk baru.
musik Panting dan musik ini menjadi salah Keberadaan japin gunung agaknya secara tidak
satu pelajaran muatan lokal. langsung cukup memantik A.W. Syarbaini untuk
bergerak dan membuat sesuatu yang berbeda.
4. Musik Panting sebagai Hasil Laku Kreatif Awalnya ia hanya mengambil iringan musik japin
gunung lalu menyajikannya dalam konteks yang
Desa Barikin, sebagai basis seni di Kalimantan baru, yakni pada bagian awal sebelum mulainya
Selatan, merupakan sebuah ruang yang sangat suatu pertunjukan inti, yang kemudian dikenal oleh
potensial bagi kehidupan seni itu. Mengapa masyarakat lokal dengan sebutan banyanyanyian.
demikian? Pertama, orang-orang yang tinggal atau Sajian musik japin gunung atau banyanyanyian,
hidup di desa ini, mau tidak mau, sengaja atau dalam perjalannya, ditambah dengan materi-
tidak, pasti banyak bersinggungan dengan aktivitas materi dari zikir simak, maulid tarbang ampat,
seni, baik itu secara pasif (menjadi pendengar,
penonton, penikmat) maupun secara aktif (menjadi
pemusik, penari, penampil, dan semacamnya). Hal
ini antara lain disebabkan karena banyak aktivitas
seni yang terjadi di tempat ini. Kedua, dan pada
dasarnya merupakan rangkaian dari alasan pertama,
ada orang (atau mungkin banyak orang) di desa ini Gambar 1. Keadaan seni di Barikin dan potensi sumber
yang memiliki kemampuan dan dedikasi di bidang daya manusia dalam hubungan aksi dan reaksi.

153
Lupi Anderiani, Musik Panting di Kalimantan

dan bagandut, hingga pada akhirnya memunculkan masyarakat dan kebudayaan. Menurut Irawati
sebuah sajian pertunjukan baru, yang kemudian (2016: 17), Berkaitan dengan praktik-praktik seni
dinamai musik Panting. Sajian baru yang dipelopori khususnya seni pertunjukan, perlu dicermati bahwa
ini kemudian diterima dengan tangan terbuka transmisi tidak hanya terjadi antara pemain musik
oleh masyarakat. Setidaknya ada satu alasan dan calon pemain musik, melainkan juga antara
utama yang menyebabkan diterimanya musik pemain musik dengan para khalayak penonton.
Panting dalam masyarakat Desa Barikin karena Artinya, dalam suatu peristiwa, tidak hanya terjadi
musik ini masih berada dalam kerangka budaya regenerasi pemain musik, melainkan juga regenerasi
masyarakat setempat, yakni budaya Melayu, dan penonton.
tidak berbeda secara radikal dari kesenian-kesenian Berdasarkan uraian data di atas yang diperoleh
lokal terdahulu. dari penelitian, terlihat bahwa musik Panting
Masih menggunakan kerangka pikir aksi dan mengalami sejumlah bentuk perubahan. Perubahan-
reaksi, musik Panting dapat dilihat sebagai hasil perubahan tersebut dapat dikelompokkan sebagai
reaksi A. W. Syarbaini terhadap kesenian-kesenian berikut.
yang lebih dulu ada, yakni mulai dari japin 1) Perubahan Fungsi
gunung, zikir simak, maulid tarbang ampat hingga Instrumen panting pada awalnya
bagandut. Dengan kata lain, kemunculan musik merupakan perangkat yang digunakan untuk
Panting merupakan hasil laku kreatif pelopornya tujuan hiburan pribadi. Namun, dalam
dalam merespon atau bereaksi terhadap apa yang perjalanannya, fungsi panting berkembang
sudah ada, yakni memberi sentuhan pada bentuk menjadi hiburan masyarakat. Awalnya panting
pertunjukan (menjadikannya sebagai sajian musik digunakan untuk mengiringi kesenian japin
mandiri), mengambil lagu-lagu dari sejumlah gunung di kalangan masyarakat pedalaman
sumber, dan menambah instrumentasi. Dalam Kalimantan Selatan. Musik japin gunung
konteks ini, meminjam istilah yang digunakan oleh seringkali disajikan secara mandiri, yakni dalam
Bruno Nettl (2015: 57), A. W. Syarbaini dapat bentuk pertunjukan musik saja tanpa tarian,
dipandang sebagai salah satu “musicalgenius” dalam sebagai hiburan sekaligus pembuka sebelum
kebudayaan di Desa Barikin. acara inti dimulai. Dalam bentuk ini, masyarakat
Konteks historis dan atau perjalanan setempat menyebutnya banyanyanyian. Selain
waktu perlu dipertimbangkan sebab karya itu, sekitar tahun 1970-an musik ini juga
seni memperoleh pengaruh dari sejarah saat digunakan sebagai iringan tari tradisi Melayu.
seni itu diciptakan. Seni memiliki karakter Minimnya sarana hiburan di tengah
sesuai sejarahnya dan bentuk-bentuk seni yang masyarakat yang berkembang dan dinamis
dipresentasikan akan berbeda-beda sesuai dengan merupakan salah satu penyebab hiburan
tingkatan interaksi masyarakat pemilik kesenian musik japin begitu diminati oleh masyarakat.
dengan kondisi lingkungan sekitarnya; bagaimana
kondisi eksternal mempengaruhi unsur internalnya
(Hauser, 2011: 72). Hal ini menunjukkan bahwa
transmisi pola-pola budaya yang berlangsung dari
satu generasi ke generasi berikutnya mengalami
perubahan sebagai konsekuensi perubahan

Gambar 2. Japin Gunung menjadi latar belakang


munculnya musik Panting yang dipelopori oleh Gambar 3. Kelompok Musik Panting Ading Bastari dari
A. W. Syarbaini. Desa Barikin. (Foto: Lupi Anderiani, 2016)

154
Vol. 17 No. 3, Desember 2016

Selain itu, mereka memang belum pernah Musik Panting yang pada awalnya disajikan
menyaksikan sajian ini sebelumnya. Setelah dalam bentuk “tradisional” mulai didukung
diterima oleh masyarakat, panting berkembang dengan penggunaan perangkat sound system,
menjadi sebuah ansambel musik yang kemudian kostum para penampilnya yang seragam,
dinamakan musik Panting. Awalnya, musik dan semakin banyaknya perbendaharaan
Panting hanya digunakan sebagai sajian lagu. Bahkan, sajian musik Panting dalam
hiburan dalam acara-acara perkawinan saja. perkembangannya juga ada yang berbentuk
Namun, setelah berkembang di tengah kolaborasi dengan instrumen musik Barat,
masyarakat, musik ini juga diminati sebagai misalnya gitar, gitar bass, keyboard, dan
hiburan dalam kegiatan resmi di kalangan instrumen lain. Selain itu, ada juga sajian
para pejabat Kalimantan Selatan. Setidaknya, musik Panting versi dangdut. Tempat penyajian
ini memperlihatkan berkembangnya kelompok musik Panting juga mengalami perubahan; yang
sosial (yang tadinya masyarakat biasa ke pejabat tadinya hanya disajikan di panggung terbuka
dan lingkungan formal) yang menaruh minat dalam acara perkawinan, dalam perjalanannya
pada musik Panting. juga disajikan dalam ruangan tertutup atau
2) Perubahan Bentuk Penyajian gedung, baik dalam acara perkawinan maupun
Pada tahun 1985, musik Panting disajikan acara resmi pemerintah yang dihadiri pejabat,
dalam bentuk yang terbilang sederhana, misalnya penyambutan tamu dari luar daerah,
terutama dalam segi peralatan, kostum, acara peresmian, dan sebagainya.
dan jumlah lagu yang dibawakan. Semakin 3) Perubahan Pola Transmisi
meningkatnya pendidikan di kalangan Pada tahun 1985, musik Panting disajikan
masyarakat menyebabkan referensi mereka dalam bentuk yang terbilang sederhana,
terkait dunia hiburan semakin bertambah, terutama dalam segi peralatan, kostum,
sehingga tuntutan mereka terhadap sarana dan jumlah lagu yang dibawakan. Semakin
hiburan pun semakin bertambah pula. Ini meningkatnya pendidikan di kalangan
mendorong para seniman musik Panting untuk masyarakat menyebabkan referensi mereka
terus memberikan sentuhan perubahan pada terkait dunia hiburan semakin bertambah,
kesenian yang mereka usung agar tetap diminati sehingga tuntutan mereka terhadap sarana
oleh masyarakat dan tidak terlindas oleh hiburan pun semakin bertambah pula. Ini
bentuk-bentuk kesenian lain, yang mungkin mendorong para seniman musik Panting untuk
lebih mutakhir atau modern. Salah satu reaksi terus memberikan sentuhan perubahan pada
terhadap tuntutan itu adalah mengubah kesenian yang mereka usung agar tetap diminati
kemasan, menyajikan musik Panting dalam oleh masyarakat dan tidak terlindas oleh
bentuk sajian baru. bentuk-bentuk kesenian lain, yang mungkin

Gambar 4. Instrumen Perkusi tambahan, Biola, Panting,


Agung-Kampul, dan Penyanyi, dalam kelompok Ading Gambar 5. Instrumen suling dan Panting dalam
Bastari. (Foto: Lupi Anderiani, 2016) kelompok Ading Bastari. (Foto: Lupi Anderiani, 2016)

155
Lupi Anderiani, Musik Panting di Kalimantan

lebih mutakhir atau modern. Salah satu reaksi lain mengalami perubahan dalam hal berikut ini:
terhadap tuntutan itu adalah mengubah (1) Fungsi musik, yang tadinya merupakan hiburan
kemasan, menyajikan musik Panting dalam pribadi, kemudian menjadi hiburan masyarakat.
bentuk sajian baru. Selain itu, kelompok atau kelas sosial peminatnya
Musik Panting yang pada awalnya disajikan juga mengalami perubahan, yang tadinya hanya
dalam bentuk “tradisional” mulai didukung di kalangan masyarakat, kini merambah diminati
dengan penggunaan perangkat sound system, dalam acara-acara resmi yang dihadiri pejabat. (2)
kostum para penampilnya yang seragam, Bentuk penyajian, yakni dalam hal penggunaan
dan semakin banyaknya perbendaharaan sound system, kostum yang mulai menggunakan
lagu. Bahkan, sajian musik Panting dalam seragam, dan perbendaharaan lagu yang semakin
perkembangannya juga ada yang berbentuk banyak. (3) Kontruksi instrumen panting, yakni
kolaborasi dengan instrumen musik Barat, digantinya penutup resonator yang tadinya kulit
misalnya gitar, gitar bass, keyboard, dan dengan kayu tipis dan dibuatnya panting elektrik.
instrumen lain. Selain itu, ada juga sajian (4) Pola transmisi, yang tadinya transmisi hanya
musik Panting versi dangdut. Tempat penyajian terjadi secara langsung lewat pertunjukan (live)
musik Panting juga mengalami perubahan; yang dan wilayah cakupannya terbatas, kini bisa
tadinya hanya disajikan di panggung terbuka diakses secara global melalui media digital virtual
dalam acara perkawinan, dalam perjalanannya atau maya; dan transmisi yang tadinya terjadi di
juga disajikan dalam ruangan tertutup atau lingkungan masyarakat secara informal, kini juga
gedung, baik dalam acara perkawinan maupun ditransmisikan ke sekolah-sekolah dalam bentuk
acara resmi pemerintah yang dihadiri pejabat, pembelajaran formal. Perubahan-perubahan ini
misalnya penyambutan tamu dari luar daerah, terutama terjadi karena inisiatif dari para pelakunya
acara peresmian, dan sebagainya. dalam merespon keadaan masyarakat dan dinamika
kebudayaan dan penerimaan masyarakat terhadap
Penutup kemunculan dan perubahan musik ini, karena
pada dasarnya musik Panting masih sangat kental
Sebagai salah satu hasil kebudayaan, musik mengusung elemen-elemen budaya masyarakatnya,
Panting juga mengalami fase kemunculan dan juga yaitu Melayu.
perubahan dalam keberlangsungannya. Ini sejalan
dengan sifat kebudayaan yang dinamis dan adaptatif. Kepustakaan
Penelitian ini memperlihatkan bahwa suatu hasil
kebudayaan bisa muncul sebagai respon atau reaksi Hauser, Arnold. (2011). The Sociology of Art.
terhadap keadaan yang ada. Hasil-hasil budaya London & New York: Rouledge.
yang sudah ada menjadi pemicu sekaligus benih Irawan, Andre. (2010). “Selawatan sebagai Seni
terjadinya sebuah laku kreatif. Pada gilirannya, laku Pertunjukan Musikal.” Resital Jurnal Seni
kreatif ini menghasilkan suatu bentuk yang baru. Pertunjukan Vol. 11, No. 2, Desember: 95-
Sebagai salah satu tokoh seni di Desa Barikin, A. 105.
W . Syarbaini merespon japin gunung, mengambil Irawati, Eli. (2013). Eksistensi Tingkilan Kutai
iringannya dan meletakkannya dalam konteks yang Suatu Tinjauan Etnomusikologis. Yogyakarta:
berbeda, serta memasukkan elemen-elemen dari Kaukaba Dipantara.
kesenian lain, yakni zikir simak, maulid tarbang Irawati, Eli. (2016). “Transmisi Kelentangan dalam
ampat, dan bagandut, hingga muncullah sajian Masyarakat Dayak Benuaq.” Resital Jurnal
musik yang kemudian dinamakan dengan musik Seni Pertunjukan Vol. 17, No. 1, April: 1-25.
Panting. Maman, Mukhlis, dkk. (2006). Topeng Banjar di
Dalam perjalanannya, musik Panting Barikin. Banjarmasin: UPTD Taman Budaya
tidak bisa mengelak dari perubahan. Sejak awal Provinsi Kalimantan Selatan.
kemunculannya hingga saat ini, musik Panting antara Nettl, B. (2015). The Study of Ethnomusicology:Thirty-

156
Vol. 17 No. 3, Desember 2016

Three Discussions. Urbana: University of Tengah, Kalimantan Selatan.


Illinois Press. Bakhtiar Sanderta. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil
Radam, N. H. (2001). Religi Orang Bukit. (Taman Budaya), Tokoh Seni dan Budayawan
Yogyakarta: Penerbit Yayasan Semesta. Kalimantan Selatan, 65-an tahun, Kayu Tangi
Saleh, M. I. (1981/82. Banjarmasih. Banjarmasin: II Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Proyek Pengembangan Permuseuman Iyus. Swasta, Pimpinan Kelompok Musik Panting
Kalimantan Selatan. Moneca, 43 tahun, Desa Masimpan,
Sanderta, Bakhtiar, dkk. (2000). Pantun Madihin Kecamatan Telaga Langsat, Kabupaten Hulu
Lamut. Banjarmasin: Dinas Pendidikan dan Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.
Kebudayaan Tingkat I dan Dewan Kesenian Romeo. Swasta, Pimpinan Kelompok Musik
Kalimantan Selatan. Panting Pandan Sari, 39 Tahun, Desa Tabat
Satriana, Rasita, Timbul Haryono & Sri Hastanto. Padang, Kecamatan Haruyan, Kabupaten
(2014). “Kanca Indihiang sebagai Embrio Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.
Kreativitas Mang Koko”. Resital Jurnal Seni M. Aini. Pegawai Negeri Sipil, Seniman dan
Pertunjukan Vol. 15, No. 1, Juni: 32-42. Pencipta Lagu Musik Panting, 43 tahun, Desa
Barikin, Kecamatan Haruyan, Kabupaten
Informan Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.
A. Riadi. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil,
A. W. Syarbaini. Pegawai Negeri Sipil, Tokoh Seniman Gandut, 60-an tahun, Desa Bungur,
Seniman Panting, 1955-2016, Desa Barikin, Kecamatan Bungur, Kabupaten Tapin,
Kecamatan Haruyan, Kabupaten Hulu Sungai Kalimantan Selatan.

157

Anda mungkin juga menyukai