Abstract : As homo semioticus humans communicate to others through signs, one of which is
poem. And to understand these signs, we could use a certain method to get the meaning of the
poem, or the message sent by the writer. Riffaterre said that a poem says one thing, and means
another. It means that a poem speaks indirectly so that the use of its language is of a different
form. The indirectness is produced by displacing, distorting, or creating meaning. The true
meaning of a poem can be achieved through the two levels or stages of reading, i.e. heuristic
reading and retroactive reading.
Toto Sudarto Bachtiar sees poverty –as reflected by his poem, “Gadis Peminta-minta” –
as the manifestation of God’s affection that must be passed with patience. The intertextuality
between “Gadis Peminta-minta” and “Kepada Peminta-minta” written by Chairil Anwar as
the hypogram can be seen from the major theme in common, that is how both of them see
poverty.
1.2.2. Kontradiksi
Pada puisi Gadis Peminta-minta,
kontradiksi tampak pada bait kedua dan
ketiga. Di satu sisi gadis peminta-minta
tinggal di kolong jembatan, namun
2. Pembacaan heuristik puisi Gadis Peminta- 3. Pembacaan hermeunetik puisi Gadis
minta karya Toto Sudarto Bachtiar Peminta-minta karya Toto Sudarto
Bachtiar
2.1. Bait Pertama
3.1. Bait Pertama
Setiap (kali) kita bertemu, (duhai) gadis kecil Bait ini mengisahkan kesan si aku pada gadis
berkaleng kecil (=yang membawa kaleng peminta-minta yang walaupun hidupnya
kecil) sebenarnya penuh dengan duka, tetapi si gadis
Senyummu terlalu kekal untuk (me)kenal peminta-minta selalu tersenyum. Senyumnya
duka pada si aku membuat si aku bahagia. Namun
(Engkau) (me)Tengadah padaku pada (saat) kejamnya kehidupan kota membuat si aku
bulan (berwarna) merah jambu merasa bahwa kehidupan kota sampai tak
Tapi kotaku jadi (merasa) (ke)hilang(an), memiliki hati/jiwa karena kerasnya.
tanpa (memiliki) jiwa
3.2. Bait Kedua
2.2. Bait Kedua Bait kedua menggambarkan keinginan si aku untuk
Ingin aku (me)ikut(i)(mu), (duhai)gadis kecil mengenal lebih jauh kehidupan gadis peminta-
berkaleng (=yang membawa kaleng) kecil minta yang tinggal di kolong sebuah jembatan.
Pulang ke bawah (=kolong) jembatan yang Penghuni kolong jembatan tersebut digambarkan
melulur sosok (yang penghuninya) berangan-angan bisa merasakan kehidupan yang
Hidup dari kehidupan (akan) angan-angan mewah, dan kegembiraan yang mereka rasakan
(tentang) (ke)gemerlapan hanyalah bersifat maya.
Gembira dari kemayaan riang (=riang yang
bersifat maya) 3.3. Bait Ketiga
Dalam bait ini, si aku menggambarkan bahwa
2.3. Bait Ketiga jiwa gadis peminta-minta sangat murni dan suci,
jauh dari kemunafikan. Namun pemilik jiwa
Duniamu yang (murni) lebih tinggi dari yang murni ini harus tinggal dan melintas di atas
menara katedral (yang suci) air sungai yang kotor. Karena jiwa gadis
Melintas-lintas di atas air (yang) kotor, tetapi peminta-minta yang sangat murni itulah si aku
yang begitu kau hafal merasa bahwa tidak sepantasnyalah si gadis
(=sangat engkau hafal) peminta-minta merasakan duka dan pahitnya
Jiwa(mu) begitu murni, (bahkan) terlalu kehidupan.
murni
Untuk bisa membagi (=merasakan) dukaku 3.4. Bait Keempat
Bait terakhir berisi kesedihan si aku andaikata
2.4. Bait Keempat gadis peminta-minta meninggal dunia, karena
tidak akan ada lagi kemurnian jiwa kaum
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
miskin.
(=yang membawa kaleng kecil)
Bulan di atas (langit) itu tak (akan) ada yang
punya (=memiliki)
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya (=hidup kotaku) tak lagi
(mem)punya(i) tanda
4. Analisis Intertekstual “Gadis Peminta- Namun kegarangan Chairil Anwar
minta” dengan “Kepada Peminta-minta” melunak, ketika ia menyadari onak-onak
kemiskinan. Ia menjadi melunak dan tertunduk
KEPADA PEMINTA- GADIS PEMINTA-MINTA
MINTA pada saat menyuarakan kemiskinan: //Baik, baik,
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng aku akan menghadap Dia/ Menyerahkan diri
Baik, baik, baik aku akan kecil
menghadap Dia Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka dari segala dosa/ Tetapi jangan tentang aku
Menyerahkan diri dengan Tengadah padaku pada bulan merah jambu lagi/ Nanti darahku jadi beku//
segala dosa Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Tetapi jangan tentang lagi aku Kata dosa merujuk kepada perasaan
Nanti darahku jadi beku Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil Chairil Anwar yang merasa bersalah karena ia
Pulang ke bawah jembatan yang melulur
Jangan lagi kau bercerita sosok sejatinya dapat berbuat sesuatu dalam
Sudah tercecer semua di muka Hidup dari kehidupan angan-angan mengentaskan kemiskinan, paling tidak dengan
Nanah meleleh dari luka gemerlapan
Sambil berjalan kau usap juga Gembira dari kemayaan riang cara menyuarakannya. Namun tampaknya dia
berkendala sehingga di sisi lain dia tidak mampu
Bersuara tiap kau melangkah Duniamu yang lebih tinggi dari menara
Mengerang tiap kau katedral melakukan apa yang bisa dia lakukan. Dia
memandang Melintas-lintas di atas air kotor, tetapi yang merasa miris tapi tidak tahu harus berbuat apa.
Menetes dari suasana kau begitu kau hafal
datang Jiwamu begitu murni, terlalu murni Sementara itu Toto Sudarto Bachtiar
Sembarang kau meraba Untuk bisa membagi dukaku memaknai kemiskinan yang tercermin melalui si
Mengganggu dalam mimpiku Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil Gadis peminta-minta sebagai wujud kasih
Mengempas aku di bumi keras Bulan di atas itu tak ada yang punya sayang Tuhan pada hambanya yang harus dilalui
Di bibirku terasa pedas Dan kotaku, ah kotaku
Mengaum di telingaku Hidupnya tak lagi punya tanda dengan penuh arif dan sabar, karena kemiskinan
adalah jalan menuju kekayaan di hari akhir
Baik, baik, baik aku akan
menghadap Dia (Toto Sudarto Bachtiar) kelak. Hal ini tergambar dalam larik Duniamu
Menyerahkan diri dari segala yang lebih tinggi dari menara katedral.
dosa (Sumber: Kinayati Djojosuroto, Teori dan
Tetapi jangan tentang aku lagi Pemahaman Apresiasi Puisi. Yogyakarta: Toto Sudarto juga menunjukkan
Nanti darahku jadi beku Pustaka Book Publisher, 2009) bagaimana ia mamahami kehidupan kemiskinan
(Chairil Anwar) di bawah kolong jembatan, yang mana
kemewahan bagi para penghuninya hanyalah
(Sumber: Kinayati
Djojosuroto, Teori dan angan-angan, dan bahwa kegembiraan mereka
Pemahaman Apresiasi Puisi. sifatnya hanya maya. Dan bagi Toto, kemiskinan
Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2009) adalah keniscayaan, dan apabila kemiskinan itu
hilang, maka ia akan kehilangan kemurnian jiwa
Jika puisi “Gadis Peminta-minta” karya kaum miskin.
Toto Sudarto Bachtiar dikaitkan dengan puisi
“Kepada Peminta-minta” karya Chairil Anwar, Kesimpulan
maka intertekstualitas kedua puisi ini terlihat Setelah analisis dilakukan, makna puisi
dari tema besar yang sama, yaitu bagaimana Gadis Peminta-minta menjadi semakin jelas,
mereka berdua memaknai kemiskinan. walaupun tentu saja masih terbuka kemungkinan
Chairil Anwar memaknai kemiskinan interpretasi oleh pembaca lain, karena pada
sebagai hantu yang mengejarnya sebagaimana dasarnya pemaknaan puisi melalui analisis
tergambar dalam larik mengganggu dalam semiotika Riffaterre menyerahkan kepada
mimpiku. Kemiskinan baginya adalah realita pembaca untuk memberikan makna tanda-tanda
yang tak terelakkan, dan dituangkannya dalam yang terdapat pada karya sastra.
//Mengempas aku di bumi keras/ Di bibirku
Melalui puisinya, Toto Sudarto Bachtiar
terasa pedas/ Mengaum di telingaku//
memaknai kemiskinan yang tercermin melalui si
Gadis Peminta-minta sebagai wujud kasih
sayang Tuhan pada hambanya yang harus dilalui
dengan penuh arif dan sabar, karena kemiskinan
adalah jalan menuju kekayaan di hari akhir
kelak.
DAFTAR PUSTAKA