Anda di halaman 1dari 7

PEMAKNAAN PUISI “GADIS PEMINTA-MINTA” KARYA TOTO

SUDARTO BACHTIAR MELALUI PENDEKATAN SEMIOTIKA DAN


INTERTEKSTUALITAS

Siti Yulidhar Harunasari


Dosen Tetap STKIP Kusuma Negara
yulidhar1@stkipkusumanegara.ac.id

Abstract : As homo semioticus humans communicate to others through signs, one of which is
poem. And to understand these signs, we could use a certain method to get the meaning of the
poem, or the message sent by the writer. Riffaterre said that a poem says one thing, and means
another. It means that a poem speaks indirectly so that the use of its language is of a different
form. The indirectness is produced by displacing, distorting, or creating meaning. The true
meaning of a poem can be achieved through the two levels or stages of reading, i.e. heuristic
reading and retroactive reading.
Toto Sudarto Bachtiar sees poverty –as reflected by his poem, “Gadis Peminta-minta” –
as the manifestation of God’s affection that must be passed with patience. The intertextuality
between “Gadis Peminta-minta” and “Kepada Peminta-minta” written by Chairil Anwar as
the hypogram can be seen from the major theme in common, that is how both of them see
poverty.

Keywords: poem, meaning, signs, semiotics

Pendahuluan satunya adalah melalui analisis semiotika yang


mengkaji puisi melalui tanda-tanda yang
Sebuah puisi, mengatakan suatu hal digunakannya, dan analisis intertekstualitas yang
untuk memaksudkan sesuatu yang lain: a poem mengkaji sebuah puisi dengan
says one thing and means another (Riffaterre, membandingkannya dengan hipogramnya.
1978: 1). Artinya, puisi berbicara secara tidak Dalam artikel ini, penulis mencoba
langsung sehingga bahasa yang digunakan pun memaknai puisi “Gadis Peminta-minta” karya
berbeda dengan bahasa sehari-hari. Manusia Toto Sudarto Bachtiar melalui pendekatan
adalah homo semioticus (Zoest, 1993: xvi) yang semiotika Riffaterre, dan kemudian
dengan perantaraan tanda-tanda melakukan menganalisanya secara intertekstual dengan
komunikasi dengan sesamanya, antara lain
puisi “Kepada Peminta-minta” karya Chairil
melalui puisi. Anwar sebagai hipogramnya.
Bahasa puitis terutama berkaitan dengan
pertanyaan: Apa yang membuat bahasa verbal Kajian Teori
menjadi karya seni? karena bahasa puitis
memiliki diferentia specifica (kekhususan yang 1. Semiotika
membedakan) (Jakobson dalam Zoest, 1996: Semiotika –berasal dari bahasa Yunani semeion
65). Oleh karena itu, untuk bisa memahami dan yang berarti tanda– adalah cabang ilmu yang
menikmati sebuah puisi, diperlukan sebuah berurusan dengan pengkajian tanda dan segala
metode tertentu untuk dapat meraih konsep dan sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti
gagasan yang dimaksud oleh penulisnya. Salah sistem tanda, dan proses yang berlaku bagi
penggunaan tanda (Zoest, 1993: 1). Zoest tanda ke tanda (the semiotic process really takes
(1996:5) melanjutkan lagi dengan: cara place in the reader’s mind) (Riffaterre, 1978: 4).
berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda Untuk dapat memberi makna puisi
lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh secara semiotik, dapat dilakukan dengan
mereka yang mempergunakannya. pembacaan heuristik (heuristic reading) dan
Pada awalnya semiotika merupakan ilmu hermeneutik (hermeneutic reading) atau
yang mempelajari setiap sistem tanda yang retroaktif (retroactive reading) (Riffaterre, 1978:
digunakan dalam masyarakat manusia. Dengan 5-6). Pembacaan heuristik adalah pembacaan
kata lain, semiotika adalah ilmu yang karya sastra berdasarkan struktur bahasanya,
menyelidiki semua bentuk komunikasi yang atau secara semiotik adalah berdasarkan
berkaitan dengan makna tanda-tanda dan konvensi semiotik tingkat pertama. Dalam
berdasarkan atas sistem tanda tanda. Teeuw pembacaan heuristik, puisi dibaca berdasarkan
(1982:50) mengatakan bahwa semiotika struktur bahasanya, dan untuk memperjelas arti
merupakan tanda sebagai tindak komunikasi. bilamana perlu dapat diberi sisipan kata, atau
Tokoh yang dianggap sebagai pencetus sinonim kata-katanya diletakkan di dalam tanda
semiotika adalah dua orang yang hidup sezaman, kurung.
yang bekerja secara terpisah dan dalam lapangan Pembacaan hermeneutik adalah
yang berbeda. Tokoh semiotik tersebut adalah pembacaan karya sastra berdasarkan sistem
seorang ahli linguistik berkebangsaan Swiss, semiotik tingkat kedua atau berdasarkan
Ferdinand de Saussure (1857–1913) dan seorang konvensi sastranya. Disebut juga pembacaan
ahli filsafat Amerika, Charles Sanders Peirce retroaktif, karena dilakukan ulang sesudah
(1839– 1914). Saussure menyebut ilmu tentang pembacaan heuristik dengan memberi konvensi
tanda dengan nama semiologi sedangkan Peirce sastranya. Konvensi sastra yang memberikan
menyebutnya semiotika. Kedua istilah ini makna itu diantaranya adalah ketidaklangsungan
mengandung pengertian yang persis sama ucapan / ekspresi sajak. (Pradopo, 2003: 135-
walaupun penggunaan salah satu dari kedua 136).
istilah tersebut biasanya menunjukkan pemikiran Ketidaklangsungan ekspresi menurut
pemakainya. Riffaterre (1978:2) disebabkan oleh tiga hal:

2.1. Penggantian arti (displace of meaning)


2. Pembacaan Semiotik
Preminger dalam Pradopo (2010:142) Penggantian arti disebabkan oleh penggunaan
mengatakan bahwa bahasa merupakan sistem metafora dan metonimi (untuk menyebut bahasa
semiotik tingkat pertama yang sudah mempunyai kiasan pada umumnya) dalam karya sastra.
arti (meaning). Dalam karya sastra, arti bahasa Namun penggantian arti tidak terbatas pada
ditingkatkan menjadi makna (significance) bahasa kiasan saja, tetapi bisa juga pada simile,
sehingga karya sastra itu merupakan sistem personifikasi, sinekdoke, perbandingan epos, dan
semiotik tingkat kedua. Riffaterre (1978:166) alegori.
mengatakan bahwa pembacalah yang bertugas
untuk memberikan makna tanda-tanda yang 2.2. Penyimpangan arti (distorting of meaning)
terdapat pada karya sastra.
Penyimpangan arti disebabkan oleh tiga hal,
Tanda-tanda itu akan memiliki makna
yaitu ambiguitas, kontradiksi, (berhubungan
setelah dilakukan pembacaan dan pemaknaan
dengan ironi, yang umumnya digunakan untuk
terhadapnya karena sesungguhnya di dalam
mengejek sesuatu yang keterlaluan), dan non-
pikiran pembacalah terjadi transfer semiotik dari
sense (bentuk kata-kata yang secara linguistik
tidak mempunyai arti, sebab tidak terdapat
dalam kosa-kata, misalnya penggabungan dua menemukan makna yang utuh dan
kata atau lebih, pengulangan suku kata dalam menyeluruh dalam puisi Gadis Peminta-
satu kata). minta.

2.3. Penciptaan arti (creating of meaning)


ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
GADIS PEMINTA-MINTA
Penciptaan arti merupakan konvensi
(Karya: Toto Sudarto Bachtiar)
kepuitisan yang berupa bentuk visual yang
secara linguistik tidak mempunyai arti, tetapi Setiap kita bertemu, gadis kecil
menimbulkan makna dalam karya sastra. berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal
3. Hubungan Intertekstual duka
Tengadah padaku pada bulan merah
Teeuw dalam Pradopo (2003: 131-132) jambu
mengatakan bahwa sebuah karya sastra Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
merupakan sebuah response terhadap karya
sastra yang terbit sebelumnya. Oleh karena Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng
itu sebuah teks tidak dapat dilepaskan sama kecil
sekali dari teks yang lain. Sebuah karya Pulang ke bawah jembatan yang melulur
sastra baru mendapatkan maknanya yang sosok
hakiki dalam kontrasnya dengan karya Hidup dari kehidupan angan-angan
sebelumnya. gemerlapan
Masih dalam Pradopo, Julia Kristeva Gembira dari kemayaan riang
mengemukakan bahwa tiap teks termasuk
teks sastra, merupakan mozaik kutipan- Duniamu yang lebih tinggi dari menara
kutipan dan merupakan penyerapan serta katedral
transformasi teks-teks lain. Transformasi itu Melintas-lintas di atas air kotor, tetapi
sendiri adalah memindahkan sesuatu dalam yang begitu kau hafal
bentuk atau wujud lain yang pada hakikatnya Jiwa begitu murni, terlalu murni
sama (Pradopo, 2010:132). Teks tertentu Untuk bisa membagi dukaku
yang menjadi latar penciptaan sebuah karya
inilah yang oleh Riffatrre (1978: 23) Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng
disebut hipogram (hypogram). Sedangkan kecil
teks yang menyerap dan mentransformasikan Bulan di atas itu tak ada yang punya
hipogram disebut teks transformasi Dan kotaku, ah kotaku
(Riffaterre, 1978: 51). Hidupnya tak lagi punya tanda
Untuk mendapatkan makna hakiki dari
teks sastra tersebut, digunakanlah metode (Sumber: Kinayati Djojosuroto, Teori dan
intertekstual yaitu membandingkan, Pemahaman Apresiasi Puisi. Yogyakarta:
menjajarkan, dan mengkontraskan sebuah Pustaka Book Publisher, 2009)
teks transformasi dengan hipogramnya. 1. Ketidaklangsungan ekspresi
Lewat tanda-tanda yang terdapat dalam 1.1. Penggantian Arti
sajak-sajak itu, maka proses pemaknaan akan Bait Pertama
dilakukan. Dengan demikian, konsep Secara metaforis menggambarkan
semiotika Riffaterre yang akan digunakan senyum gadis peminta-minta yang terlalu
dalam kajian ini dapat membantu untuk kekal untuk mengenal duka. Bulan
digambarkan secara metafora berwarna merah kehidupannya penuh dengan angan-angan
jambu. Sedangkan kotaku digambarkan akan kegemerlapan hidup.
secara personifikasi kehilangan jiwanya. Pada bait ketiga, jiwa gadis peminta-minta
digambarkan lebih tinggi dari menara katedral,
Bait Kedua artinya jiwanya sangatlah suci dan mulia.
Kolong jembatan digambarkan secara Namun ia tinggal dan sehari-hari melintasi air
personifikasi sebagai yang melulur sosok. Di yang kotor, yang wilayahnya sangat ia kenal.
mana penghuni-penghuninya digambarkan
secara metaforis hidup dari angan-angan akan 1.2.3. Non-sense
gemerlapnya dunia, dan kegembiraan mereka Dalam puisi ini, non-sense muncul dalam
hanyalah bersifat maya semata. kata melulur sosok. Melulur adalah perbuatan
membaluri tubuh dengan lulur dengan tujuan
Bait Ketiga agar si pemilik tubuh akan bersih dan kuning
Bait ini berisi metafora tentang dunia tubuhnya. Penyair menggunakan kata melulur
gadis peminta-minta yang digambarkan lebih sosok untuk menggambarkan bagaimana
tinggi atau mulia dari sesuatu yang sifatnya kehidupan di bawah kolong jembatan itu akan
suci, yang dalam bait ini disimbolkan dengan “membersihkan” penghuninya, sehingga pada
menara katedral. Dunia si gadis peminta saat kembali pada yang kuasa mereka akan
secara personifikasi digambarkan melintas- bersih dari dosa karena terhapuskan oleh
lintas atau melewati air yang kotor. Walaupun penderitaan yang mereka alami selama hidup.
begitu, jiwa gadis peminta-minta terlalu Hal ini sejalan dengan keyakinan dalam agama
murni jika harus merasakan kedukaan si aku. Islam yang dianut penyair, yang menyatakan
bahwa tempat orang miskin adalah di surga
Bait Keempat berdampingan bersama Rasulullah SAW.
Bait kelima berisi kesedihan si aku yang
kotanya tak akan lagi memiliki tanda dan 1.3. Penciptaan Arti
bulan yang akan kehilangan pemiliknya jika
Dalam puisi Gadis Peminta-minta,
si gadis peminta-minta mati.
penciptaan arti yang menonjol adalah sajak.
Terdapat ulangan bunyi il dalam : gadis kecil
1.2. Penyimpangan Arti
berkaleng kecil; ulangan bunyi al dalam: terlalu
1.2.1. Ambiguitas
kekal untuk kenal duka, dan dalam larik
Dalam puisi Gadis Peminta-minta, ambiguitas //duniamu yang lebih tinggi dari menara
tampak di bait pertama pada larik katedral/ melintas-lintas di atas air kotor, tetapi
//senyummu terlalu kekal untuk kenal duka/ yang begitu kau hafal//, serta ulangan bunyi an
tengadah padaku pada bulan merah jambu//, dalam: hidup dari kehidupan angan-angan
yang bertengadah pada si aku adalah gadis gemerlapan, Persajakan ini secara linguistik
peminta-minta ataukah personifikasi tidak menimbulkan arti, tetapi secara kepuitisan
senyummu. menimbulkan intensitas makna.

1.2.2. Kontradiksi
Pada puisi Gadis Peminta-minta,
kontradiksi tampak pada bait kedua dan
ketiga. Di satu sisi gadis peminta-minta
tinggal di kolong jembatan, namun
2. Pembacaan heuristik puisi Gadis Peminta- 3. Pembacaan hermeunetik puisi Gadis
minta karya Toto Sudarto Bachtiar Peminta-minta karya Toto Sudarto
Bachtiar
2.1. Bait Pertama
3.1. Bait Pertama
Setiap (kali) kita bertemu, (duhai) gadis kecil Bait ini mengisahkan kesan si aku pada gadis
berkaleng kecil (=yang membawa kaleng peminta-minta yang walaupun hidupnya
kecil) sebenarnya penuh dengan duka, tetapi si gadis
Senyummu terlalu kekal untuk (me)kenal peminta-minta selalu tersenyum. Senyumnya
duka pada si aku membuat si aku bahagia. Namun
(Engkau) (me)Tengadah padaku pada (saat) kejamnya kehidupan kota membuat si aku
bulan (berwarna) merah jambu merasa bahwa kehidupan kota sampai tak
Tapi kotaku jadi (merasa) (ke)hilang(an), memiliki hati/jiwa karena kerasnya.
tanpa (memiliki) jiwa
3.2. Bait Kedua
2.2. Bait Kedua Bait kedua menggambarkan keinginan si aku untuk
Ingin aku (me)ikut(i)(mu), (duhai)gadis kecil mengenal lebih jauh kehidupan gadis peminta-
berkaleng (=yang membawa kaleng) kecil minta yang tinggal di kolong sebuah jembatan.
Pulang ke bawah (=kolong) jembatan yang Penghuni kolong jembatan tersebut digambarkan
melulur sosok (yang penghuninya) berangan-angan bisa merasakan kehidupan yang
Hidup dari kehidupan (akan) angan-angan mewah, dan kegembiraan yang mereka rasakan
(tentang) (ke)gemerlapan hanyalah bersifat maya.
Gembira dari kemayaan riang (=riang yang
bersifat maya) 3.3. Bait Ketiga
Dalam bait ini, si aku menggambarkan bahwa
2.3. Bait Ketiga jiwa gadis peminta-minta sangat murni dan suci,
jauh dari kemunafikan. Namun pemilik jiwa
Duniamu yang (murni) lebih tinggi dari yang murni ini harus tinggal dan melintas di atas
menara katedral (yang suci) air sungai yang kotor. Karena jiwa gadis
Melintas-lintas di atas air (yang) kotor, tetapi peminta-minta yang sangat murni itulah si aku
yang begitu kau hafal merasa bahwa tidak sepantasnyalah si gadis
(=sangat engkau hafal) peminta-minta merasakan duka dan pahitnya
Jiwa(mu) begitu murni, (bahkan) terlalu kehidupan.
murni
Untuk bisa membagi (=merasakan) dukaku 3.4. Bait Keempat
Bait terakhir berisi kesedihan si aku andaikata
2.4. Bait Keempat gadis peminta-minta meninggal dunia, karena
tidak akan ada lagi kemurnian jiwa kaum
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
miskin.
(=yang membawa kaleng kecil)
Bulan di atas (langit) itu tak (akan) ada yang
punya (=memiliki)
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya (=hidup kotaku) tak lagi
(mem)punya(i) tanda
4. Analisis Intertekstual “Gadis Peminta- Namun kegarangan Chairil Anwar
minta” dengan “Kepada Peminta-minta” melunak, ketika ia menyadari onak-onak
kemiskinan. Ia menjadi melunak dan tertunduk
KEPADA PEMINTA- GADIS PEMINTA-MINTA
MINTA pada saat menyuarakan kemiskinan: //Baik, baik,
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng aku akan menghadap Dia/ Menyerahkan diri
Baik, baik, baik aku akan kecil
menghadap Dia Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka dari segala dosa/ Tetapi jangan tentang aku
Menyerahkan diri dengan Tengadah padaku pada bulan merah jambu lagi/ Nanti darahku jadi beku//
segala dosa Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Tetapi jangan tentang lagi aku Kata dosa merujuk kepada perasaan
Nanti darahku jadi beku Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil Chairil Anwar yang merasa bersalah karena ia
Pulang ke bawah jembatan yang melulur
Jangan lagi kau bercerita sosok sejatinya dapat berbuat sesuatu dalam
Sudah tercecer semua di muka Hidup dari kehidupan angan-angan mengentaskan kemiskinan, paling tidak dengan
Nanah meleleh dari luka gemerlapan
Sambil berjalan kau usap juga Gembira dari kemayaan riang cara menyuarakannya. Namun tampaknya dia
berkendala sehingga di sisi lain dia tidak mampu
Bersuara tiap kau melangkah Duniamu yang lebih tinggi dari menara
Mengerang tiap kau katedral melakukan apa yang bisa dia lakukan. Dia
memandang Melintas-lintas di atas air kotor, tetapi yang merasa miris tapi tidak tahu harus berbuat apa.
Menetes dari suasana kau begitu kau hafal
datang Jiwamu begitu murni, terlalu murni Sementara itu Toto Sudarto Bachtiar
Sembarang kau meraba Untuk bisa membagi dukaku memaknai kemiskinan yang tercermin melalui si
Mengganggu dalam mimpiku Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil Gadis peminta-minta sebagai wujud kasih
Mengempas aku di bumi keras Bulan di atas itu tak ada yang punya sayang Tuhan pada hambanya yang harus dilalui
Di bibirku terasa pedas Dan kotaku, ah kotaku
Mengaum di telingaku Hidupnya tak lagi punya tanda dengan penuh arif dan sabar, karena kemiskinan
adalah jalan menuju kekayaan di hari akhir
Baik, baik, baik aku akan
menghadap Dia (Toto Sudarto Bachtiar) kelak. Hal ini tergambar dalam larik Duniamu
Menyerahkan diri dari segala yang lebih tinggi dari menara katedral.
dosa (Sumber: Kinayati Djojosuroto, Teori dan
Tetapi jangan tentang aku lagi Pemahaman Apresiasi Puisi. Yogyakarta: Toto Sudarto juga menunjukkan
Nanti darahku jadi beku Pustaka Book Publisher, 2009) bagaimana ia mamahami kehidupan kemiskinan
(Chairil Anwar) di bawah kolong jembatan, yang mana
kemewahan bagi para penghuninya hanyalah
(Sumber: Kinayati
Djojosuroto, Teori dan angan-angan, dan bahwa kegembiraan mereka
Pemahaman Apresiasi Puisi. sifatnya hanya maya. Dan bagi Toto, kemiskinan
Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2009) adalah keniscayaan, dan apabila kemiskinan itu
hilang, maka ia akan kehilangan kemurnian jiwa
Jika puisi “Gadis Peminta-minta” karya kaum miskin.
Toto Sudarto Bachtiar dikaitkan dengan puisi
“Kepada Peminta-minta” karya Chairil Anwar, Kesimpulan
maka intertekstualitas kedua puisi ini terlihat Setelah analisis dilakukan, makna puisi
dari tema besar yang sama, yaitu bagaimana Gadis Peminta-minta menjadi semakin jelas,
mereka berdua memaknai kemiskinan. walaupun tentu saja masih terbuka kemungkinan
Chairil Anwar memaknai kemiskinan interpretasi oleh pembaca lain, karena pada
sebagai hantu yang mengejarnya sebagaimana dasarnya pemaknaan puisi melalui analisis
tergambar dalam larik mengganggu dalam semiotika Riffaterre menyerahkan kepada
mimpiku. Kemiskinan baginya adalah realita pembaca untuk memberikan makna tanda-tanda
yang tak terelakkan, dan dituangkannya dalam yang terdapat pada karya sastra.
//Mengempas aku di bumi keras/ Di bibirku
Melalui puisinya, Toto Sudarto Bachtiar
terasa pedas/ Mengaum di telingaku//
memaknai kemiskinan yang tercermin melalui si
Gadis Peminta-minta sebagai wujud kasih
sayang Tuhan pada hambanya yang harus dilalui
dengan penuh arif dan sabar, karena kemiskinan
adalah jalan menuju kekayaan di hari akhir
kelak.

Hubungan intertekstualitas puisi Gadis


Peminta-minta karya Toto Sudarto Bachtiar
dengan puisi Kepada Peminta-minta karya
Chairil Anwar terlihat dari tema besar yang
sama, yaitu bagaimana mereka berdua
memaknai kemiskinan.

DAFTAR PUSTAKA

Djojosuroto, Kinayati. Teori dan Pemahaman


Apresiasi Puisi. 2009. Yogyakarta:
Pustaka

Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori


Sastra, Kritik dan Penerapannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Riffaterre, Michael. Semiotics of Poetry. 1978.


Bloomington: Indiana University Press.

Zoest, Aart van. 1996. Serba-Serbi Semiotika.


Editor, Panuti Sajiman dan Aart van
Zoest. Jakarta: Gramedia Pustaka

Zoest, Aart van. Semiotika. 1993. Jakarta:


Yayasan Sumber Agung

Anda mungkin juga menyukai