Anda di halaman 1dari 18

Teori Sastra

Kelompok 4 :
Adi Gunawan (2040602086)
Cindy Fatika Putri (2040602020)
Isnaini Ariska (2040602055)
Kharunia Indah (2040602043)
Nethania Aureliana (2040602048)
Silvana Regina Sari (2040602019)
1. Pengertian Teori Semiotika
Definisi semiotika dapat dipahami melalui pengertian semiotika yang berasal dari kata
MON semeion, bahasa asal Yunani yang berarti tanda. Semiotika ditentukan sebagai cabang ilmu
yang berurusan dengan tanda, mulai dari sistem tanda, dan proses yang berlaku bagi
TUE penggunaan tanda pada akhir abad ke-18. J.H. Lambert, seorang filsuf jerman yang sempat
dilupakan, menggunakan kata semiotika sebagai sebutan untuk tanda. Untuk beberapa masa,
perbincangan mengenai semiotika sempat tenggelam dan tidak menarik perhatian para filsuf
WED atau pemerhati ilmu bahasa dan kesastraan lainnya. Baru setelah seorang filsuf Logika
Amerika pertama, C.S. Peirce (1834-1914) menuliskan pikirannya guna mendapatkan
THU perhatian pada tahun 30-an, semiotika kembali dikenal di abad barunya. Hal ini
diperkenalkan oleh Charles Morris (Amerika) dan Max bense (Eropa). Perkembangan
FRI semiotika sebagai salah satu cabang ilmu memang tergolong sebagai ilmu tua yang baru.
Perkembangan teori semiotika tidak dapat dikatakan pesat. Ilmu tanda, sistem tanda, serta
proses dalam penggunaan tanda hingga pada taraf pemahaman melalui makna memerlukan
kepekaan yang besar. Makna yang berada dibalik setiap karya sastra atau bahasa, dengan
kepekaan tersebut akan dapat diungkap dan dipahami dengan baik.
a. Ilmu Tanda
Sebagai ilmu tanda, semiotik membagi aspek tanda menjadi petanda ( signifier)
MON dan petanda (signified) dengan pemahaman penanda sebagai bentuk formal yang
menandai petanda, dipahami sebagai sesuatu yang ditandai oleh penanda. Unsur karya
TUE sastra dalam bentuk tanda dibedakan atas ikon, dengan pengertian sebagai tanda
yang memiliki hubungan alamiah antara penanda dan petanda, indeks sebagai tanda
WED yang bersifat memiliki hubungan kausal antara penanda dan petanda, serta simbol
yang merupakan tanda petunjuk yang menyatakan tidak adanya hubungan alamiah
THU antara penanda dan petanda, bersifat arbitrer dan ditentukan oleh konvensi
(kesepakatan bersama). Kaitannya dengan bahasa dan sastra (kesusastraan) maka
pendekatan semiotik ditetapkan pada tindakan analisis tanda yang terbaca terhadap
FRI
karya sastra terbaca. Secara struktural, Barthes (1957) menyatakan bahasa atau
perangkat yang digunakan untuk menguraikan bahasa (metabahasa) dan konotasi
merupakan hasil pengembangan dalam cara manusia memaknai tanda.
Bahasa Sebagai Tanda

Menurut North (1990:42), tanda-tanda hadir dalam pikiran penafsir (Noman,


MON 2004:111) yang diintepretasikan, dan semiotika sebagai ilmu menurut Arthur Asa Berger
(2000), secara definitif mengartikan bahwasanya tanda memiliki hal yang diwakilinya dengan
TUE bahasa metaforis konotatif, hakikat kreativitas imajinatif menjadi faktor utama karya sastra
yang diduga didominasi oleh sistem tanda. Tanda-tanda sastra dari pemahamannya sebagai
tanda terdapat pada teks tertulis, hubungan antara penulis, karya sastra dan pembaca yang
WED mengatakan karya sastra mengandung makna tanda-tanda sebagai tanda non verbal yang
secara semiotic dihubungkan dengan ground, denotatum, intepretant sebagai objek nyata yang
sejajar dengan penanda (signifier).
THU
Teks dan konteks atau situasi termasuk dalam faktor unsur kebahasaan yang dikatakan
pula oleh Whorf (1958) bahwasanya bahasa dapat membentuk pikiran dan mempengaruhi
FRI eksternalisasi kebudayaan yang berkaitan dengan pencipta karya sastra. Rangkaian nilai yang
terbaca dan dipahami sebagai pesan ( message) secara implisit disampaikan dalam bentuk lain
sebagai tanda. Semiotika sebagai ilmu yang mengkaji pemaknaan dan kehidupan tanda,
mendefinisikan, tanda berkedudukan sebagai relasi antara ekspresi dan isi yang mewakili,
serta ingin disampaikan untuk dipahami. Untuk itulah, dunia semiotikan menganggap
bahwasanya bahasa sebagai salah satu unsur pendting pembangun karya sastra merupakan
sistem tanda.
02
MON

TUE
Teori Semiotika
Riffaterre
WED

THU

FRI
Semiotika Michael Riffaterre mengemukakan empat hal
MON pokok untuk memproduksi makna, yaitu ketidak langsungan
ekspresi, pembacaan heurisik, retroaktif (hermeneutic), matrik
TUE dan hipogram. Ketidaklangsungan ekspresi disebabkan oleh
penggantian arti penyimpangan arti dan penciptaan arti (Kusuji,
WED
1999:3, 5). Pembacaan heuristic merupakan pembacaan objek
berdasarkan struktur kebahasaannya. Adapun pembacaan
retroaktif (hermeneutic) merupakan pembacaan ulang setelah
THU
diadakan pembacaan heuristic dengan memberikan penafsiran
berdasarkan konvensi sastranya.
FRI
b. Pembacaan
a. Pembacaan Heuristik
Hermeneutik
Pembacaan heuristik adalah pembacaan Pembacaan hermeneutik dapat juga dianggap
menurut sistem bahasa normatif, sebagai pembacaan ulang guna memberikan
pembacaan pada tingkat pertama. Dalam hal penafsiran dengan berdasarkan konvensi sastra,
ini, karya sastra puisi dinaturalisasikan, yaitu puisi sebagai bentuk ekspresi tidak
kata-kata yang kehilangan imbuhan diberi langsung. Sehingga dapat dimengerti, bahwasanya
MON imbuhan kembali. selain itu, dalam hal pembacaan hermeneutic merupakan pembacaan
pembacaan ini dapat pula ditambahkan menurut sistem semiotik tingkat kedua. Ini
kata-kata, frase, atau kalimat untuk merupakan upaya memperjelas makna lebih lanjut,
TUE perlu pencarian tema dan masalahnya dengan
memperjelas hubungan antar baris dan bait.
mencari matriks, model dan varian-variannya.

WED
c. Penggantian Arti d. Penyimpangan arti
THU
Menurut Riffatere penggantian arti Riffatere mengemukakan bahwasanya penyimpangan
arti disebabkan oleh tiga hal yaitu 1) ambiguitas, 2)
disebabkan oleh penggunaan metafora dan
FRI kontradiksi, 3) nonsense. Ambiguitas muncul karena
metonimi dalam karya sastra yang dalam arti adanya pemaknaan ganda (polyintepretable) yang kerap
luasnya bertujuan menyebut bahasa kiasan ditemui lebih jelas pada puisi, namun tidak menutup
secara umum dengan ragam bahasa kiasan kemungkinan juga akan terjadi pada karya sastra
lainnya, seperti simile, personifikasi, sinekdoki, prosa. kegandaan arti melalui kata, frase, maupun
epos, dan alegori. kalimat dikatakan sebagai salah satu media terjadinya
penyimpangan arti.
e. Penciptaan arti
MON Penciptaan arti akan berkaitan erat dengan konvensi
berupa bentuk visual secara linguistik yang tidak memiliki
TUE
arti, tetapi dapat menimbulkan makna, juga sebagai
WED organisasi teks di luar linguistik. Penerapannya pada puisi
akan tampak pada pembaitan, enjambement, rima,
THU tipograsi, dan homologues.

FRI
MON
03
TUE

WED
Teori Semiotika Roland
THU
Barthes
FRI
Roland Barthes adalah salah satu ahli semiotika yang
MON menunjukkan sebuah doktrin semiotika baru yang
memungkinkan para peneliti untuk menganalisa sistem tanda
TUE guna membuktikan bagaimana komunikasi nonverbal terbuka
terhadap interpretasi melalui makna tambahan atau
WED
connotative (Bouzida, 2014). Roland Barthes menyatakan bahwa
semiologi adalah tujuan untuk mengambil berbagai sistem tanda
THU
seperti substansi dan batasan, gambar-gambar, berbagai
macam gesture, berbagai suara music, serta berbagai obyek,
FRI
yang menyatu dalam system of significance.
Menurut Roland Barthes, semiotika memiliki beberapa konsep inti, yaitu signification, denotation
dan connotation, dan metalanguage atau myth.

1. Signification
Menurut Barthes, signification dapat dipahami sebagai sebuah proses yang berupa
tindakan, yang mengikat signifier dan signified, dan yang menghasilkan sebuah tanda. Dalam proses
tersebut, dua bagian dari sebuah tanda tergantung satu sama lain dalam arti bahwa signified
MON diungkapkan melalui signifier, dan signifier diungkapkan dengan signified. Misalnya, kata “kucing”.
Ketika kita mengintegrasikan signifier “kucing” dengan signified “hewan berkaki empat yang
TUE mengeong”, maka bahasa tanda “kucing” pun muncul. Proses ini disebut sebagai signification atau
sebuah sistem signifikasi.
2. Denotation (arti penunjukkan) dan Connotation (makna tambahan)
WED Dalam semiotika, denotation dan connotation adalah dua istilah yang menggambarkan
hubungan antara signifier dan signified. Selain itu, denotation dan connotation juga menggambarkan
sebuah perbedaan analitis yang dibuat antara dua jenis signified yaitu denotative signified dan
THU
connotative signified.
Denotation adalah order of signification yang pertama. Pada tingkatan ini terdapat
FRI sebuah tanda yang terdiri atas sebuah signifier dan sebuah signified. Dalam artian, denotation
merupakan apa yang kita pikirkan sebagai sebuah literal, bersifat tetap, dan memiliki makna kamus
sebuah kata yang secara ideal telah disepakati secara universal. Sedangkan, connotation adalah
order of signification yang kedua yang berisi perubahan makna kata secara asosiatif. Menurut
Barthes, hal ini hanya berlaku pada tataran teoritis. Pada tataran praktis, membatasi makna ke
dalam sebuah denotative akan sangat sulit karena tanda selalu meninggalkan jejak makna dari
konteks sebelumnya.
3. Metalanguange atau Myth (Mitos)

Barthes mencoba untuk mengkonseptualisasikan mitos sebagai sebuah sistem


komunikasi, oleh karena itu sebuah pesan tidak dapat mungkin menjadi sebuah obyek,
MON konsep, atau gagasan, melainkan sebuah bentuk signification. Ia juga menganalisa proses
mitos secara jelas dengan menyajikan contoh-contoh yang khusus.
Menurut Barthes, mitos adalah signification dalam tingkatan connotation.
TUE
Jika sebuah tanda diadopsi secara berulang dalam dimensi syntagmatic maka bagian
adopsi akan terlihat lebih sesuai dibandingkan dengan penerapan lainnya dalam dimensi
WED syntagmatic maka bagian adopsi akan terlihat lebih sesuai dibandingkan dengan
penerapan lainnya dalam paradigmatic. Kemudian connotation tanda menjadi
THU dinaturalisasi dan dinormalisasi. Naturalisasi mitos adalah sebuah bentuk budaya.

FRI
MON
04
TUE

WED
Teori Semiotika
THU Charles Sanders
FRI
Semiotika Model Charles Sanders Peirce Semiotika adalah suatu ilmu
atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang
MON dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia
dan bersama-sama manusia.
TUE Menurut Teori Semiotika Charles Sander Peirce, semiotika didasarkan
pada logika, karena logika mempelajari bagaimana orang bernalar, sedangkan
WED penalaran menurut Peirce dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-tanda ini menurut
Peirce memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain dan memberi
THU makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta. Dalam hal ini manusia
mempunyai keanekaragaman akan tanda-tanda dalam berbagai aspek di
kehidupanya. Dimana tanda linguistik menjadi salah satu yang terpenting. Dalam
FRI
teori semiotika ini fungsi dan kegunaan dari suatu tanda itulah yang menjadi pusat
perhatian. Tanda sebagai suatu alat komunikasi merupakan hal yang teramat
penting dalam berbagai kondisi serta dapat dimanfaatkan dalam berbagai aspek
komunikasi.
a. Pemaknaan Tanda
Pemahaman tanda, atau dengan sebutan simbol menurut beberapa ahli antara lain
MON Peirce dibedakan dalam ciri-ciri tertentu yang olehnya, simbol dibedakan atas indeks dan ikon
yang dapat dianalisis melalui suku kata, kata, kalimat, alinea dan bagian lainnya hingga
pemanfaatan fokalisasi.
TUE Bagi Peirce yang menyebut ilmu tanda dengan sebutan semiosis, jagat raya terdiri atas
tanda-tanda (signs) sebagai pandangan, bahwasanya tanda tidaklah sebagai suatu struktur,
tetapi proses pemaknaan yang dilakukan dengan tiga tahap ( triadic) atau tahap semiosis
WED (hoed, 2001: 139-166), yaitu tahap pertama, pencerapan representamen (R) wajah luar tanda
yang berkaitan dengan manusia secara langsung, tahap kedua yaitu penunjukan representamen
pada objek (O), sebagai konsep yang dikenal oleh pemakai tanda, berkaitan dengan
THU
representamen tersebut, dan tahap ketiga, yaitu penafsiran lanjut oleh pemakai tanda yang
disebut intepretant (i) setelah representamen dikaitkan dengan objek.
FRI Peirce mengatakan bahwasanya ia menduduki semiotika dalam kegiatan ilmiah yang
secara sederhana dianggap sebagai upaya penjabaran atas tanda. Pokok perihal yang bersifat
praktis (pragmatis) seperti halnya pemahaman terhadap makna ( definition of meaning) yang
secara sederhana sebagai upaya penangkapan makna dari sisi efektifnya.
b. Jenis Tanda
Ragam tanda yang diungkapkan Peirce (Fiske, 1990:46) antara lain adalah ikon yang
didefinisikan sebagai tanda yang serupa dengan yang ditandai, simbol dengan pengertian
sebagai tandai yang tidak serupa dengan yang ditandai, tetapi bersifat arbitrer dan murni
MON konvensional, serta indeks yang didefinisikan sebagai tanda yang bersifat terkait secara
otomatis dalam suatu hal dengan yang ditandai atau kausal (eksistensial)
TUE Paradigma dan sintagma dalam struktur kalimat, kumpulan tanda diatur dalam kode-
kode. Paradigma merupakan klasifikasi tanda, sedangkan tanda yang merupakan anggota dari
kategori tertentu (Subur, 2002). Bagi Peirce ciri dasar penting dari tanda adalah ground
WED
(dasar), dan bagian atas tanda disebut dengan kode yang mengarah pada kode bahasa, tanda
dan dasarnya (ground) terbagi menjadi tiga, yaitu
THU 1. qualisigns sebagai tanda-tanda yang merupakan tanda berdasarkan suatu
sifat,
FRI 2. sinsigns yaitu tanda yang merupakan tanda atas dasar tampilnya
dalam kenyataan, dan
3. yaitu tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar suatu peraturan yang
berlaku umum (konvensi)
Istilah denotatum dalam dunia semiotika Peirce terkait dengan tanda
sebagai istilah yang dipergunakan untuk menandakan unsur kenyataan yang
ditunjuk oleh tanda. Oleh Peirce digunakan dengan istilah objek dan
membedakannya menjadi tiga macam;
1. ikon sebagai tanda yang ada,
2. indeks sebagai tanda yang tergantung pada denotatum, dan
3. simbol yaitu tanda yang berhubungan dengan denotatum ditentukan oleh
suatu konvensi.
Tanda dan intepretantnya oleh Peirce disebut sebagai hal muncul pada diri
intepretantry di dalam menafsirkan, maka tanda melalui proses representasi dan
intepretasi, sehingga menyebabkan perkembangan suatu tanda lain. Oleh Peirce
membedakan tiga macam intepretasi, antara lain:
1. rheme, apabila dapat diintepretasikan sebagai representasi di seuatu
kemungkinan denotatum,
2. decisign, bila bagi intepretantnya tanda tersebut menawarkan hubungan
yang benar ada di antara tanda denotatum untuk itu bagi Peirce tanda
dikatakan juga menjadi tanda untuk masyarakat umum,
3. argument, apabila dapat dikaitkan dengan kebenaran.
MON

Sekian dan Terima


TUE

WED

THU
Kasih
FRI

Anda mungkin juga menyukai