Anda di halaman 1dari 11

IDEOLOGI SUFISTIK DALAM KARYA SASTRA

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH

Sosiologi Sastra

Yang dibina oleh : Moh. Badrih, S.Pd., M.Pd

Kelompok 9:

M.Nur Hanif 21501071138

Davit Ardiansyah 21501071125

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Desember 2016

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sastra sufistik merupakan ekspresi dari pengalaman kesufian. Rujukan dan penghayatan
mereka adalah Al-quran dan Hadits, maka tidak mengherankan apabila sastra sufistik
mengungkapkan renungan falsafah hidup yang bertujuan meningkatkan taraf hubungan jiwa
manusia dengan Kenyataan Tertinggi. Sastra sufistik merupakan ekspresi estetik yang berkenaan
dengan zikir dan pikir, yaitu mengingat dan memikirkan Allah. Allah dengan segala keagungan
dan keindahan-Nya menjadi tumpuan utama renungan penyair-penyair sufi. Puisi Sufistik ditulis
untuk membawa pembaca melakukan kenaikan, pendakian atau miraj ke alam malakut dengan
segala kesempurnaannya.
Abdul Hadi menyatakan bahwa sastra sufistik dapat disebut juga sebagai sastra
transendental, karena pengalaman yang dipaparkan penulisnya ialah pengalaman transendental
seperti ekstase, kerinduan dan persatuan mistikal dengan Yang Transenden. Pengalaman ini
berada di atas pengalaman keseharian dan bersifat supralogis. Sementara menurut Bani Sudardi,
sastra sufistik adalah karya sastra yang mengandung ajaran sufi. Dalam hal ini, perlu dijelaskan
apa yang dimaksud dengan sastra sufi. Pemilihan istilah sastra sufi sejauh ini karena sastra sufi
dianggap karya sastra yang memiliki kriteria dan identitas yang lebih spesifik dibandingkan
dengan istilah sastra religius atau sastra Islam. Sastra religius dianggap terlalu luas dan longgar
untuk segala karya sastra yang sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran keagamaan tertentu. Setiap
karya sastra dapat diidentifikasi sebagai sastra religius sejauh karya sastra tersebut, minimal,
tidak bertentangan dengan nilai-nilai religiusitas.
Itulah sebabnya, diperlukan sejumlah kriteria yang cukup jelas, dan sangat mungkin
penyederhanaan dalam menempatkan apa yang dimaksud dengan sastra sufi. Dalam
kriterianya, secara umum sebuah karya sastra baru dianggap memenuhi penyebutan sastra sufi,
jika karya sastra itu terutama dan pertama adalah karya sastra yang mempersoalkan prinsip
Tauhid (prinsip Keesaan Tuhan), prinsip ke-Ada-an Tuhan, prinsip fana-baka, prinsip penetrasi
Tuhan dan kehendak bebas manusia, dan derivasi yang berkaitan dengan prinsip-prinsip tersebut.

2
Artinya, jika sebuah karya tidak mengandung prinsip-prinsip tersebut, karya sastra tersebut tidak
termasuk karya sastra sufi. Dari konsep ini, dapat diambil kesimpulan bahwa sastra sufi
dipastikan berdimensi religius dan Islami, tetapi tidak berarti sastra religius otomatis sastra sufi.

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, fokus dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa representasi nilai sufisme yang terkandung dalam novel Jack & Sufi dikota remang-
remang Jakarta karya Mohammad Luqman Hakim ?
2. Bagaimanakah representasi nilai sufisme yang terkandung dalam novel Jack & Sufi dikota
remang-remang Jakarta karya Mohammad Luqman Hakim ?

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Hakikat Dimensi Sastra

Sastra secara etimologi diambil dari bahasa-bahasa Barat (Eropa)


seperti literature (bahasa Inggris), littrature (bahasa Prancis), literatur

3
(bahasa Jerman), dan literatuur (bahasa Belanda). Semuanya berasal dari
kata litteratura (bahasa Latin) yang sebenarnya tercipta dari terjemahan
kata grammatika (bahasa Yunani). Litteratura dan grammatika masing-
masing berdasarkan kata littera dan gramma yang berarti huruf (tulisan
atau letter). Dalam bahasa Prancis, dikenal adanya istilah belles-lettres untuk
menyebut sastra yang bernilai estetik. Istilah belles-lettres tersebut juga
digunakan dalam bahasa Inggris sebagai kata serapan, sedangkan dalam
bahasa Belanda terdapat istilah bellettrie untuk merujuk makna belles-
lettres. Dijelaskan juga, sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Sansekerta yang merupakan gabungan dari kata sas, berarti mengarahkan,
mengajarkan dan memberi petunjuk. Kata sastra tersebut mendapatakhiran tra yang
biasanya digunakan untuk menunjukkan alat atau sarana.Sehingga, sastra berarti alat untuk
mengajar, buku petunjuk atau pengajaran.Sebuah kata lain yang juga diambil dari bahasa
Sansekerta adalah kata pustakayang secara luas berarti buku (Teeuw, 1984: 22-23).

Sumardjo & Saini (1997: 3-4) menyatakan bahwa sastra adalah ungkapanpribadi manusia
yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk
gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Sehingga sastra memiliki
unsur-unsur berupa pikiran,pengalaman, ide, perasaan, semangat, kepercayaan (keyakinan),
ekspresi atau ungkapan, bentuk dan bahasa. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Saryono (2009: 18)
bahwa sastra juga mempunyai kemampuan untuk merekam semua pengalaman yang empiris-
natural maupun pengalaman yang nonempiris-supernatural, dengan kata lain sastra mampu
menjadi saksi dan pengomentar kehidupan manusia.

Menurut Saryono (2009: 16-17) sastra bukan sekedar artefak (barangmati), tetapi sastra
merupakan sosok yang hidup. Sebagai sosok yang hidup, sastra berkembang dengan dinamis
menyertai sosok-sosok lainnya, seperti politik, ekonomi, kesenian, dan kebudayaan. Sastra
dianggap mampu menjadi pemandu menuju jalan kebenaran karena sastra yang baik adalah
sastra yang ditulis dengan penuh kejujuran, kebeningan, kesungguhan, kearifan, dan keluhuran
nurani manusia. Sastra yang baik tersebut mampu mengingatkan, menyadarkan,
danmengembalikan manusia ke jalan yang semestinya, yaitu jalan kebenaran dalam usaha
menunaikan tugas-tugas kehidupannya (Saryono, 2009: 20). Sastra dapat dipandang sebagai

4
suatu gejala sosial (Luxemburg, 1984: 23). Hal itu dikarenakan sastra ditulis dalam kurun waktu
tertentu yang langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat itiadat zaman itu dan pengarang
sastra merupakan bagian dari suatu masyarakat atau menempatkan dirinya sebagai anggota dari
masyarakat tersebut.

2.2 Batasan Fiksi dalam Sastra

Wellek dan Warren (1968) merupakan teoretisi yang percaya pada


pengertian sastra sebagai karya inovatif, imajinatif, dan fiktif. Menurut
keduanya, acuan karya sastra bukanlah dunia nyata, melainkan dunia fiksi,
imajinasi. Pernyataan-pernyataan yang ada di dalam berbagai genre karya
sastra bukanlah proposisi-proposisi logis. Karakter di dalam karya-karya
sastra bukan tokoh-tokoh sejarah dalam kehidupan nyata. Tokoh-tokoh dalam
karya sastra itu merupakan hasil ciptaan atau rekaan pengarang yang
muncul begitu saja, tidak mempunyai sejarah, tidak mempunyai masa lalu.
Ruang dan waktu dalam karya sastra pun bukan ruang dan waktu kehidupan
nyata. Dalam hubungan dalam kecenderungan demikian, karya sastra juga
dipahami sebagai karya kreatif, hasil ciptaan pengarang.

Pengertian yang serupa itu cukup lama bertahan dalam lingkungan


sastra dan bahkan dalam masyarakat. Williams (1969)menunjukkan bahwa
pengertian sastra sebagai sebuah karya imajinatif telah muncul sejak zaman
romantik, sejak dekade terakhir abad XVIII. Meskipun demikian,
sebagaimana yang akhir-akhir ini menampakkan diri di indonesia, misalnya
dalam diskusi sastra kontekstual di tahun 1984 (Heryanto, 1985) dan juga
dalam beberapa esai lepas Seno Gumira Ajidarma, pemisahan antara fiksi
dengan fakta dalam karya sastra tidak lagi dipercaya.

Eagleton (1983) mengemukakan beberapa kemungkinan yang dapat


membantah pengertian tersebut. Di inggris akhir abad XVI dan awal abad
XVII, menurutnya, novel cenderung dipahami sebagai wacana yang bercerita

5
mengenai peristiwa-peristiwa yang sekaligus fiksional dan faktual. Sering kali
banyak karya-karya faktual, biografis, justru digolongkan ke dalam karya
sastra. Sebaliknya, tidak kalah banyak karya-karya yang jelas fiksional,
misalnya cerita superman, justru tidak dimasukkan ke dalam pengertian
tersebut. Lebih jauh bila karya sastra dipandang sebagai karya kreatif,
pengertian itu tidak membedakan karya sastra dari, misalnya, ilmu
pengetahuan yang juga kreatif. Williams sendiri dalam bukunya yang lain
(1961), membantah bahwa kreativitas merupakan ciri khas sastra.
Menurutnya, kreativitas tidak hanya merupakan ciri karya sastra dan bahkan
karya seni, melainkan menyangkut keseluruhan tata kehidupan masyarakat.
Dunia sosial secara keseluruhan pada dasarnya merupakan hasil karya
kreatif.
2.3 Fakta dalam Sastra

Dunia kesastraan juga mengenal karya sastra yang berdasarkan cerita atau realita. Karya
yang demikian menurut Abrams (via Nurgyantoro, 2009: 4) disebut sebagai fiksi historis
(historcal fiction) jika penulisannya berdasarkan fakta sejarah, fiksi biografis (biografical fiction)
jika berdasarkan fakta biografis, dan fiksi sains (science fiction) jika penulisannya berdasarkan
pada ilmu pengetahuan. Ketiga jenis ini disebut fiksi nonfiksi (nonfiction fiction).
Menurut pandangan Sugihastuti (2007: 81-82) karya sastra merupakan media yang
digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasan dan pengalamannya. Sebagai
media, peran karya sastra sebagai media untuk menghubungkan pikiran-pikiran pengarang untuk
disampaikan kepada pembaca. Selain itu, karya sastra juga dapat merefleksikan pandangan
pengarang terhadap berbagai masalah yang diamati di lingkungannya. Realitas sosial yang
dihadirkan melalui teks kepada pembaca merupakan gambaran tentang berbagai fenomenasosial
yang pernah terjadi di masyarakat dan dihadirkan kembali oleh pengarang dalam bentuk dan cara
yang berbeda. Selain itu, karya sastra dapat menghibur, menambah pengetahuan dan
memperkaya wawasan pembacanya dengan cara yang unik, yaitu menuliskannya dalam bentuk
naratif. Sehingga pesan disampaikan kepada pembaca tanpa berkesan mengguruinya.

6
BAB III

ANALISIS

3.1 Metode
Dari uraian yang terkandung dalam novel Jack & Sufi di kota remang-remang Jakarta
tepatnya, maka secara objektif peneliti menggunakan pendekatan pragmatik yang mana
pendekatan itu mengandung karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu
kepada pembaca. Dalam hal ini tujuan tersebut dapat berupa tujuan politik, pendidikan, moral,
agama maupun tujuan yang lain. Namun dalam uraian yang terkait tentang novel Jack & Sufi
maka yang terkandung dalam tujuan penyampaian agama. Peneliti menggunakan pendekatan
pragmatik karena penelitian ini memiliki ciri sebagai berikut, (1) menyampaikan tujuan tertentu
kepada pembaca, dalam hal ini tujuan yang dimaksud adalah tujuan politik, pendidikan, moral,
agama, maupun tujuan yang lain. Namun, pada novel yang peneliti kaji ini lebih fokus pada
agama. (2) bersifat pragmatik, (3) menekankan pada fungsinya. Ciri-ciri ini sejalan dengan
pendapat (Pradopo, 1994).

Peneliti bertindak sebagai instrumen dalam pengumpulan data yang mana dengan
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Peneliti mencari sumber rujukan mengenai pengertian sufisme dan memahami tentang
sufisme.
2. Peneliti membaca naskah.
3. Mengumpulakan data.
4. Melakukan seleksi data.
5. Mengidentifikasi.
6. Mengklarifikasi nilai-nilai yang terkandung didalamnya.
7. Menganalisis.
8. Membuat kesimpulan.

7
Objek penelitian fokus pada novel Jack&Sufi karya Mohammad Luqman Hakim yang
mengandung nilai-nilai spiritual. Data penelitian ini berupa kalimat-kalimat atau kata yang
termuat didalam novel Jack & Sufi karya Mohammad Luqman Hakim yang memuat nilai-nilai
spiritual.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi teks.
Data dikumpulkan dan diklarifikasi yang selanjutnya dianalisis menurut kriteria yang sudah
ditetapkan.

Pengambilan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut, (1) membaca novel
Jack & Sufi karya Mohammad Lukman Hakim secara berulangulang, (2) mencari literatur yang
sesuai dengan tujuan penelitian yaitu analisis novel Jack & Sufi karya Mohammad Luqman
Hakim berdasarkan pendekatan strukturisme genetik, (3) menyelidikidan meneliti serta
mencermati nilai-nilai dalam novel Jack & Sufi karya Mohammad Luqman Hakim, (4) menandai
data pada setiap bagian yang memuat nilai-nilai tersebut, (5) mengeluarkan data dari naskah atau
teks aslinya, (6) memasukkan data ke dalam tabel, dan (7) memberi kode pada data.

Sehingga memungkinkan untuk tahap analisis selanjutnya yaitu analisis dan penarikan
simpulan. Penyajian data dalam penelitian ini dituangkan dalam teks deskriptif.

1. Representasi nilai keagamaan dalam novel ini meliputi: (a) nilai kepercayaan kepada Tuhan
(b) nilai kepatuhan kepada Tuhan. Nilai-nilai tersebut sangat tampak pada konsep tentang
makna hidup sebagai hamba Allah Swt. Dalam novel ini terlihat jelas dan teraplikasi dalam
hal ketaatan hamba kepada TuhanNya saya seorang janda mas, dengan dua anak, laki-laki
dan perempuan. Anak laki-laki saya sedang menghafal Al-quran disebuah pesantren,
sedangkan anak perempuan saya sekolah madrasah dikampung halaman, ikut neneknya.
Saya melacur ini untuk membiayai hidup mereka berdua, dan setiap hari saya berdoa agar
kelak nanti anak saya jadi ulama yang sholeh, sementara yang perempuan sholaekhah yang
berguna (dalam kutipan hal: 120)
2. Representasi nilai sufisme dalam novel ini meliputi: (a) dari tokoh seorang perempuan yang
mengalami peristiwa yang tidak masuk akal, bukti kebesaran Allah Swt seluruh tubuh saya
penuh dengan Al-Quran semuanya. Tolong doankan saya, jack., ibu baca istigfar dan

8
shalawat saja, secara bebarengan. Kalau bacda shalawat, artinya istigfar, dan kalau baca
istigfar artinya shalawat (dalam kutipan hal: 205)
3. Reperesentasi nilai kepribadian dalam novel ini meliputi: untuk tokoh Jack itu sendiri
memiliki kepribadian yang sangat tangguh dan tak mudah menyerah dalam mengambil jalan
sufi yang menjadi laku spiritual dalm mencari sebuah hakikat hidup. Jack adalah penempuh
jalan sufi yang harus bertarung dengan dirinya sendiri, dengan kebudayaan, dan beradapan
kota. pertemuan itu jadi jack ? jadi dong, itulah pertemuan dengan manghadirkan music
jazz yang lembut, dan diakhiri dengan sebuah pengajian. Pengajian sufi yang pertama kali
meluncur dihadapan para pelacur (dalam kutipan hal: 9).
4. Nilai social yang sangat tampak pada novel ini adalah nilai kepedulian, nilai kebersaam yang
sangat tampak ketika seorang teman yang lama tak bertemu, dengan spontanitas kawan lama
mencari dan mengumandangkan apa yang diajarkan seorang teman. jack, sekarang ini ada
tradisi baru diantara kawan-kawan, apa jon ?, ya sekedar mempratikkan ajaran andalah.
Mana lagi kalau bukan anda yang kasih tau. Masak sudah lupa ? , saya benar-benar sudah
lupa lho. yahh.. payah deh. Kan ente bilang agar kita belajar berdzikir dari deru suara
Harley Davidson ini jack tertawa terbahak-bahak sampai tubuhnyaq terguncang-
guncang. (kuitipan hal: 17)

BAB IV

PENUTUP

9
4.1 Kesimpulan

Melalui kajian dan analisis, nilai-nilaitersebut dapat dikatakan layak untuk diteladani,
dapat dijadikan referensi dalam bertindak dan berpikir, serta dapat dijadikan sebagai sumber
inspirasi dalam mewujudkan siswa berprestasi sekaligus berkarakter mulia. Tidak hanya itu,
nilai-nilai dalam novel Jack & Sufi karya M Lukman Hakim juga dapat menumbuhkan semangat
belajar dan berjuang bagi pembacanya, menumbuhkan optimis terhadap masa depan,
mempertebal keimanan dan ketakwaan, memupuk kesabaran, serta menggugah kesadaran untuk
membangun karakter yang mulia.

4.2 Saran

Para mahasiswa prodi bahasa dan sastra indonesia memiliki pengaruh yang besar dalam
kiprahnya untuk mewujudkan siswa berprestasi dan berkarakter mulia di samping menjaga dan
membina moral para siswa dari dampak globalisasi dan derasnyaarus informasi. Oleh karena itu,
mahasiswa prodi bahasa dan sastra Indonesia untuk lebih dalam mengkaji nilai-nilaqi yang
terkandung dalam karyua sastra seperti novel dan karya sastra lainyya. Karena terdapat nilai-nilai
yang baik yang terkandung didalamnya.

DAFTAR RUJUKAN

10
Faruq. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Teeuw, A., 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: Sinar Baru.

Badrul munir. Sastra nusantara (sumber:internet).

11

Anda mungkin juga menyukai