Adri
Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Barat
Jalan Sultan Alauddin Km 7/Tala Salapang Makassar
Telepon (0411)88240, Faksimile (0411)882403
Pos-el: adrimaddualeng@yahoo.co.id
Diterima: 26 Desember 2013; Direvisi: 20 Februari 2014; Disetujui: 15 Maret 2014
Abstract
The research aims at describing indexity meaning in poetry collection Bulan Luka Parah by Husni Djamaluddin.
Technique of data analysis used is content analysis involving identification, classification, analysis, interpretation,
description, and confirmation. Method of the research is descriptive qualitative. In poem collection Bulan Luka
Parah by husni Djamaluddin, indexity found is (1) religious expression of mankind as the creature and of deep
afection of mankind to God; (2) containing the truth of thing, including mankind awareness of his existence,
philosophy of nature; (3) mankind love to others in simple and philosophical manner; (4) mankind expression
of ancestor culture and description of local culture (South Sulawesi); (5) the existence of truth distortion that
could be example for people, and the importante of pursuing knowledge for every one.
Keywords: semiotic, index, Bulan Luka Parah
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan makna indeksitas dalam puisi-puisi Husni Djamaluddin dalam
karyanya Bulan Luka Parah. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis isi yang mencakup identifikasi,
klasifikasi, analisis, interpretasi, deskripsi, dan konfirmasi. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Dalam kumpulan puisi Bulan Luka Parah karya Husni Djamaluddin indeksitas yang ditemukan adalah (1)
pengungkapan religiusitas manusia sebagai makhluk kepada Khaliknya serta pengungkapan rasa cinta yang
mendalam (mahabbah) manusia kepada Pencipta; (2) memuat hakekat sesuatu, meliputi kesadaran manusia
akan eksistensinya, filsafat alam; (3) cinta manusia kepada manusia secara lugas, dan cinta antarmanusia secara
filosofis; (4) ekspresi manusia terhadap budaya nenek moyang, dan penggambaran budaya setempat (Sulawesi
Selatan); (5) adanya distorsi kenyataan yang dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat, dan pentingnya menuntut
ilmu bagi setiap orang.
Kata kunci: semiotika, indeks, Bulan Luka Parah
87 87
Sawerigading, Vol. 20, 1 April 2014: 87—98
yang memiliki arti atas konvensi masyarakat atau menandakannya sebagai puisi. Tanda-tanda
pernakai bahasa tersebut. Penggambaran seperti tersebut antara lain pembaitan, pilihan kata, rima,
ini merupakan salah satu kajian terpenting dan kata kias.
dalam konsep semiotik. Dalam semiotik, bahasa Bahasa yang digunakan dalam puisi pun
berfungsi sebagai medium karya sastra atau terikat dalam sistem tanda (Sobur, 2003:12).
sistem ketandaan tingkat pertama yang disebut Sistem tanda dan lambang yang digunakan di
arti (meaning). Karya sastra juga merupakan dalamnya berupa satuan-satuan bunyi arti (yang
sistem tanda yang ditentukan oleh konvensi ditentukan oleh masyarakat bahasa), diatur
masyarakat sastra. Dengan demikian, karya dalam bidang yang disebut semiotik (semiologi,
sastra merupakan sistem tanda yang lebih tinggi istilah Barthes). Tanda tersebut oleh Endraswara
kedudukannya daripada bahasa sehingga disebut (2003:54) dianggap mewakili suatu objek secara
sistem semiotik tingkat kedua. Hal ini berarti representatif.
bahwa dalam bahasa, arti kata-kata (bahasa) Jabrohim (2002:23) mengungkapkan
yang digunakan ditentukan oleh konvensi sastra bahwa dalam karya sastra arti bahasa ditentukan
sehingga timbul arti sastra itu sendiri (Pradopo, oleh konvensi sastra. Hal ini relevan dengan
2002:35) anggapan Preminger, seperti yang dikutip oleh
Semiotik merupakan ilmu tentang tanda Pradopo bahwa konvensi sernacarn itu disebut
atau sebagai pengkajian tentang tanda-tanda konvensi tambahan, yaitu konvensi yang
“the study of sign”. Semiotik pada dasarnya ditambahkan kepada konvensi bahasa. Dengan
merupakan sebuah studi atas kode-kode/ begitu, sastra bergantung atau ditentukan oleh
lambang, yaitu sistem yang memungkinkan konvensi tambahan tersebut. Artinya, makna
sebuahentitastertentu sebagai tanda-tanda yang dalam sastra sama sekali tidak lepas dan arti
bermakna. Pengkajian tentang tanda/lambang bahasanya, meskipun telah mendapat makna
merupakan pengkajian bahasa karena bahasa tambahan sesuai konvensi sastranya. Apalagi
merupakan suatu medium dalam menafsirkan dalam puisi, bahasa menjadi lebih bervariasi
sebuah makna yang memiliki sejumlah aspek sebab mendapat anti tambahan dan konotasinya.
secara situasional dan informativitas. Misalnya Tata letak huruf atau model huruf serta tipografi
sebuah teks puisi tidak dipahami sebagai misalnya, secara, linguistik tidak mempunyai
konfigurasi dan morfem dan kalimat tanpa arti, namun sangat bermakna dalam puisi sebab
melihat sebagai satuan dan pola operasional yang konvensinya.
secara keseluruhan untuk menafsirkan sejumlah Dalam hubungan ini, pemberian makna
makna dan tujuan selama proses komunikasi terhadap sebuah puisi membutuhkan kecakapan
berlangsung. tersendiri. Salah satu di antara sekian banyak
Dalam mengkaji karya sastra, terdapat metode dalam mengungkap makna puisi adalah
beberapa pendekatan yang tepat digunakan dengan pendekatan semiotik. Pada intinya,
untuk mengungkap maksud yang tersirat dalam menggunakan pendekatanini merupakan upaya
ide, gagasan, dan pikiran pengarang. Salah mengungkap keseluruhan tanda yang terkandung
satu pendekatan tersebut, yaitu semiotik yang di dalamnya.Makna pada sebuah puisi berarti
mengkhususkan pada sistem tanda (ikon, indeks, mencari tanda-tanda yang terdapat di dalamnya
dan simbol). (memburu tanda-tanda). Tanda-tanda tersebut
Puisi sebagai bagian dan sastra memiliki meliputi tanda-tanda kebahasaan berupa
sistem tanda yang membedakannya dengan pengulangan-pengulangan, persajakan, tipografi,
genre sastra lain. Artinya, ada syarat-syarat yang pembaitan, persajakan, dan makna kiasan.
dimiliki oleh sebuah puisi sehingga disebut Hal-hal yang dimaksudkan tersebut telah
puisi. Dengan kata lain, sebuah karya disebut diteliti oleh beberapa peneliti sebelumnya, antara
puisi jika ia berada dalam suatu wilayah yang lain Eku (2004) mengkaji Surah Lukman dari
88 88
Adri: Indeksitas dalam Puisi-Puisi Bulan...
aspek semiotik. Penelitian lain dilakukan oleh pemahaman bahwa penelitian yang relevan
Hawariah dengan judul “Makna Religiositas dengan penelitian ini belum pernah dikaji oleh
dan Eksistensi Manusia dalam Kumpulan peneliti sebelumnya. Sementara, dalam kumpulan
Puisi ‘0 Amuk Kapak “Karya Sutardji Calzoun puisi ini terkandung makna yang dituangkan
Bachri; Kajian Semiotik” dengan penerapan oleh Husni Djamalauddin yang relevan dengan
teori semiotik yang dikembangkan oleh Barthes. situasi masyarakat Sulawesi Selatan. Makna
Adapun Mantasiah (2005) yang melakukan tersebut dapat dilihat berdasarkan aspek ikonitas,
analisis terhadap puisi-puisi Emha Ainun Nadjib simbolitas, dan indeksitas. Namun dalam
kajiannya lebih mirip dengan yang dilakukan penelitian ini dikhususkan pada bagian indeks.
oleh Eku, yaitu rnengungkap jenis-jenis tanda di
dalam puisi yang ditelitinya. KERANGKA TEORI
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis Secara etimologis istilah semiotik
tertarik mengungkap tanda-tanda dalam puisi, diturunkan dari kata Yunani, “semeion” yang
khususnya puisi Husni Djamaluddin dengan berarti tanda. Tanda didefinisikan sebagai
beberapa pertimbangan. Pertama, Husni sesuatu yang atas dasar konvensi masyarakat
Djamaluddin (selanjutnya disingkat HD) yang terbangun sebelumnya dapat dianggap
merupakan penyair daerah Sulawesi Selatan mewakili sesuatu yang lain (Eco,1979:16).
yang bertaraf nasional, sebagaimana penilaian Versi lain, semiotik berasal dari kata “semeion”
Abdul Hadi W.M. memang tidak dapat atau “semiotikos” yang berarti penafsiran
dipisahkan dengan tanah kelahirannya. Namun, tanda-tanda (Zoest, 1993)Secara terminologis
ia adalah penyair berskala nasional. Warna Zoest (1996:5) mendefinisikan “semiotik
tanah kelahirannya mendominasi puisi-puisinya sebagai ilmu tentang tanda dan segala hal
(yang terkumpul dalam buku Bulan Luka Parah, yang berhubungan dengannya, termasuk tanda
1986). Kedua, HD bersama beberapa penyair berfungsinya, hubungannya dengan tanda yang
lain seperti Sutardji Calzoum Bachri memberi lain, pengirimnya dan penerimanya bagi mereka
corak perpuisian Indonesia tahun 1970-an yang yang rnenggunakannya.” Selanjutnya, Kristeva
melahirkan Angkatan 70. Corak perpuisian (dalam Zaimar, (1993:182) mengatakan bahwa
tersebut ditandai oleh adanya upaya yang sadar “semiotik (semanalyse) tidak melihat semiotik
untuk kembali ke akar (back to basic). Situmorang sebagai sistem tanda tetapi sebagai proses
(1983) menderet nama HD sejajar dengan nama- memaknai tanda.” Kristeva berasumsi bahwa
narna seperti Sutardji Calzoum Bahri, Hamid semiotik memandang bahasa sebagai struktur
Jabbar, dan seterusnya, dengan mencontohkan yang heterogen. Dalam hal ini, bahasa merupakan
puisi “Pada Mulanya Sepi”. Sementara itu, suatu proses pemahaman yang dinamis, bukan
Teeuw (1989) menempatkan HD dan Rahman sekedar sistem yang statis. Selanjutnya, Hartako
Arge dua penyair Sulawesi Selatan pada tempat (1986:131) mengemukakan bahwa “semiotik
khusus bersama beberapa penyair lainnya. adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda
Berikut ini tanggapan Teeuw: “...akhirnya dari dan proses tanda tersebut diartikan. Tanda
Sulawesi Selatan kita mempunyai dua penyair, tersebut bersifat representatif dan berhubungan
Husni Djamaluddin dan Rahman Arge. ... Karya- dengan tanda-tanda lainnya dan dengan barang
karya mereka, mengandung unsur-unsur ironi yang dilambangkan, serta dengan orang yang
yang segar.” memaknai tanda itu.”
Berdasarkan uraian di atas, penulis Selanjutnya, Zaimar (1991:20) menyatakan
terinspirasi mengkaji puisi HD dalam bentuk bahwa “antara strukturalisme dan semiotik
penelitian yang berjudul: indensiktas dalam sering dipertentangkan. Setidaknya kedua
puisi-puisi Bulan Luka Parah karya Husni metode tersebut tidak berhubungan sama
Djamaluddin. Judul ini dipilih berdasarkan
89 89
Sawerigading, Vol. 20, 1 April 2014: 87—98
sekali. Dikatakan bahwa dengan strukturalisme salah sebuah ilmu yang melihat tanda
hanya bisa dicapai pembahasan tentang bentuk (representamen) sebagai bagian yang
tanpa menghubungkannya dengan interpretasi, tidak dapat dipisahkan dan objek
sedangkan untuk mempelajani interpretasi representasinya. Demikian halnya
tanda digunakan semiotik”. Pendapat tersebut dengan subjek atau tanda (interprotant).
dinilai Zaimar sebagai “ada benamya, ada juga Pierce, pakar komunikasi menekankan
salahnya” sebab beberapa aliran strukturalisme, bahwa peran subjek (seseorang) sebagai
seperti kaum strukturalis Rusia, tidak ingin bagian yang tak terpisahkan dan
melibatkan diri dalarn interpretasi. Meskipun pertandaan, merupakan landasan bagi
demikian, strukturalisme sangat erat kaitannya semiotika sebagai tindak komunikasi.
dengan semiotik. Hal ini ditekankan pula oleh Eco
Barthes, salah seorang penggagas semiotik (1979) bahwa hal yang ditekankan
dari Perancis, membuka berbagai kemungkinan dalarn semiotika adalah aspek produksi
terhadap teks-teks sastra. Artinya, pembaca tanda (sign production). Semiotika
berhadapan dengan pluralitas signifikasi merupakan mesin produksi tanda
(Kurniawan, 2001: vii). Jadi, penafsiran tunggal dan sangat bertumpu pada ‘pekerja
merupakan suatu cara reprosif yang tidak tanda’ (labor) yang memilih tanda
produktif. Roland Barthes memasukkan meta dan bahan baku tanda-tanda yang
bahasa, retorika, mitologi, dan ideologi yang ada, lalu mengombinasikannya untuk
menjadi kata-kata kunci dalarn semiologinya. memproduksi sebuah ekspresi bahasa
Ada dua sistem semiologi, yaitu bahasa yang bermakna (Sobur, 2003).
dan mitos. Sistem linguistik, bahasa akan Dalam konsep hipersemiotika, Eco (1979)
disebut bahasa objek sebab dan disitulah mitos mengungkapkan, semiotika pada prinsipnya
mengambil contoh untuk membentuk sistemnya adalah sebuah disiplin yang mempelajari segala
sendiri, dari mitos itu sendiri disebut metabahasa sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta.
sebab merupakan bahasa tahap kedua, dan di Maksudnya, semiotika mengeksplisitkan konsep
dalamnya dipakai juga bahasa pertama. dusta sehingga dusta menjadi prinsip utama
Pada prinsipnya penjelajahan semiotik semiotika. Eco menjelaskan, sebagai berikut:
sebagai metode kajian dalam berbagai disiplin
ilmu senantiasa membuka pintu kemungkinan “Bila sesuatu tidak dapat digunakan
untuk mengungkapkan dusta, maka
sebab ada kencenderungan untuk memandang
sebaliknya ia dapat pula digunakan untuk
wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Dalam mengungkapkan kebenaran (truth). Ia pada
hal in bahasa dijadikan model dalam berbagai kenyataannya tidak dapat digunakan untuk
wacana sosial itu. Pada anggapan semiotikus, mengungkap sesuatu. Definisi kedustaan
jika seluruh praktik sosial dapat dianggap sudah sepantasnya diterima sebagai sebuah
fenomena bahasa, semuanya dapat pula dilihat program komprehensif untuk smeiotika
sebagai tanda-tanda. Hal tersebut dapat saja urnum (general semiotik).”
terjadi, mengingat luasnya pengertian tanda itu Pendapat tersebut menginformasikan
sendiri (Sobur, 2003:36). bahwa semiotika merupakan teori kebenaran.
Semiotika berhubungan dengan dua Alasannya, jika sebuah tanda tidak dapat
cara kerja, yaitu (1) semiotika sebagai tindak digunakan untuk mengungkapkan kedustaan.
komunikasi dan (2) semiotika sebagai sistem Makna kata dusta tersebut sangat erat kaitannya
tanda. dengan relasi semiotika antara tanda makna, dan
1) Pertama, semiotika sebagai tindak realitas (referensi). Dalam terminologi, semiotika
komunikasi dimaksudkan sebagai terdapat jurang antara sebuah tanda (sign) dan
90 90
Adri: Indeksitas dalam Puisi-Puisi Bulan...
representasinya pada relitas (referent). Konsep Menurut Zoest (1993) ada tiga cara tanda
(concept), isi content), atau makna (meaning) untuk menunjukkan denotatumnya. Jika melalui
sesuatu yang dibicarakan atau ditulis tidak sesuai kemiripan, ia adalah tanda yang menggambarkan
dengan realitas yang dilukiskan. Dikatakan ikon. Akan tetapi dalam teks bahasa pun terdapat
benar kalau ada kesesuaian antara tanda dengan banyak ikonitas, misalnya untuk menunjukkan
referennya. Jadi, tanda A harus menceritakan bagian-bagian kalimat. Bahkan boleh jadi pada
realitas A, tidak boleh tanda A menceritakan semua teks terdapat tanda-tanda ikonitas.
realitas B. Keharusan seperti inilah yang Mantasiah (2005) mengemukakan bahwa
mustahil ditemukan dalam semiotika. Artinya, dalam teks persuasif pun dibutuhkan ikonitas
dalam semiotika hanya dijumpai konsep tanda sebab pada teks-teks seperti itu juga memiliki
A menceritakan realitas B. Dengan demikian, aspek “memikat” penting. Bahkan dalam teks-
arti kata dusta dan kebenaran dalam teori Eko teks argumentatif pun terdapat ikonitas, seperti
saling beroposisi. Maksudnya, meskipun Eco yang dicontohkan oleh Peirce.
menjelaskan semiotika sebagai teori kedustaan, Dalam kaitan cara kerja ikonitas, yang
di dalamnya terkandung teori kebenaran. harus diingat adalah bahwa teks yang sama
(2)
Kedua, semiotika sebagai sistem dapat menujukkan aneka ciri struktur yang bisa
komunikasi dipelopori oleh Ferdinand ikonis masing-masing. Di antara sekian banyak
deiksis Saussure . Semiotika merupakan ikonitas, ikonitas metafor merupakan jenis ikon
ilmu yang mempelajari peran tanda yang paling mudah dikenal. Sebagai contoh
(sign) sebagai bagian dan kehidupan dalam sebuah cerita fabel, melukiskan denotasi
sosial. Tersirat dalam definisi tersebut perbuatan manusia-manusia melalui tokoh-
bahwa tanda merupakan bagian dan tokoh binatang berdasarkan tipe-tipe manusia
kehidupan sosial. Hal ini menandakan tertentu dan cara tertentu dalam bertindak. Di
bahwa tanda merupakan bagian dari antara dua tokoh binatang dengan denotatumnya
aturan sosial yang berlaku. Saussure (manusia) secara langsung dan tak langsung
mengajukan dua model analisis bahasa, terikat oleh suatu yang sifatnya metaforis.
yakni analisis bahasa sebagai sebuah Ada dua macam tanda ikonis, yaitu ikonitas
sistem tanda (language) dan bahasa tipologis, yakni ikonitas berdasarkan persamaan
sebagaimana digunakan oleh individu ruang dan ikonitas diagramatis, yaitu ikonitas
secara nyata dalam berkomunikasi berdasarkan persamaan struktur (relasional).
secara sosial (parole). Ikonitas metaforis berdasarkan persamaan antara
kenyataan yang didenotasikan secara sekaligus,
Pradopo (dalam Jabrohim, 2002:66) baik langsung maupun tak langsung.
mengungkapkan bahwa “ada beberapa macam Indeks adalah tanda yang menunjukkan
tanda berdasarkan hubungan antara penanda dan kausal (sebab akibat) antara penanda dan
petandanya, yaitu ikon, indeks, dan simbol.” petandanya, misalnya asap menandai api, alat
Tanda-tanda ikonis adalah tanda yang penanda angin, menunjukkan arah angin, dan
menunjukkan hubungan alamiah antara penanda sebagainya (Pradopo dalam Jabrohim, 2002:28).
dan petandanya. Misalnya gambar kuda sebagai Dalam kaitan ini, dapat dikatakan bahwa semua
penanda rnenandai kuda (petanda) sebagai teks, sebagaimana anggapan Zoest (1993) secara
artinya, gambar pohon menandai pohon. Tanda- keseluruhan merupakan tanda-tanda indeksitas
tanda ikonis ini amat penting dijelaskan lebih sebab teks memiliki hubungan perbatasan
jauh sebab tanda-tanda seperti ini merupakan dengan hal-hal yang direpresentasikannya, yaitu
tanda tanda yang memikat, dan karena teks- dunia yang diciptakannya. Jika dibandingkan
teks sastra memiliki daya pikat yang lebih besar dengan teks lain, teks sastra berperan lebih halus
dibandingkan dengan yang non-sastra. dan sering secara tidak langsung.
91 91
Sawerigading, Vol. 20, 1 April 2014: 87—98
93 93
Sawerigading, Vol. 20, 1 April 2014: 87—98
95 95
Sawerigading, Vol. 20, 1 April 2014: 87—98
Orang-tua marah-marah kalau anak bicara orang tuanya sendiri atau kepada orang lain.
benar Dengan demikian, ungkapan mulai bicara pada
Orang-tua menganggap puisi ini berubah, yaitu (1) dan aspek makna, pada
Anak-anak yang bicara benar larik 1 bait I bermakna belajar bicara, dan pada
Adalah anak-anak yang kurang ajar larik 1 bait II bermakna protes, mengeluarkan
Orang-tua menyekap aspirasi atau berekspresi. Dengan begitu, terjadi
Anak-anak yang kurang ajar perubahan makna; (2) dan aspek kesan yang
Di dalam kamar dikandung oleh ungkapan tersebut. Pada larik
Yang pengap 1 bait I kesan yang terkandung pada ungkapan
Makna Indeksitas mulai bicara adalah positif, sedangkan pada larik
I bait II terkesan negatif sebab membingungkan
Indeks dalam puisi ini adalah mulai bicara, orang tua.
pintar bicara, dan bicara benar. Ungkapan mulai Indeks pintar bicara pada larik “orang tua
bicara dalam larik “orang tua mengajar anak- mengajar anak-anaknya pintar bicara” mengacu
anaknya mulai bicara” mengacu pada proses pada makna tahap kedua dalam proses belajar
yang dialami oleh sang anak yang baru belajar mengajar anak-anak dalam hal bicara. Pertama
bicara, yakni sekitar anak-anak tersebut berumur adalah mulai bicara, kedua pintar bicara. Pada
antara satu sampai dengan dua tahun, pada saat larik I mulai bicara, sedangkan pada larik 2
ini orang tua berupaya agar anaknya mulai bicara. sudah pada tahap pintar atau mahir bicara.
Ungkapan mulai bicara ini mengandung makna Beberapa macam makna yang terkandung dalam
‘sudah pandai bicara’, meskipun perbendaharaan ungkapan pintar bicara adalah mahir, terampil
kata-katanya belumlah selengkap perbendaharaan bicara, pandai berdebat, pandai berdiplomasi,
kata-kata orang dewasa. Pada dasarnya, pada atau piawai dalam membahasakan ide-idenya.
saat ini ungkapan mulai bicara betul-betul Hal-hal seperti ini menjadi kebanggaan dan yang
merepresentasikan ungkapan “mulai bicara” diharapkan oleh orang tua sebagai “pengajar”.
sebab pada saat tersebut betul-betul manusia Sebagai pengajar, orang tua tersebut memiliki
kecil itu mulai bicara dalam kehidupannya. Oleh rasa puas atas keberhasilannya dalam mengajar
karena itu, orang tualah yang mengajari sang anak sebab memang itulah yang diharapkannya.
mulai bicara, biasanya nama orang tualah yang Tak merasa puas juga karena merasa telah
pertama sanggup untuk disebut/diucapkan anak menjalankan amanah dan Allah dengan baik.
tersebut, seperti kata mama, papa atau ummi, Lain halnya dengan ungkapan pintar bicara
mami, atau indo. Dalam hal ini, si orang tua amat pada larik 2 bait II, yang justru membuat orang
membanggakan anak-anaknya yang sudah dapat tua tersinggung. Pada larik tersebut kedudukan
menyebut sepatah dua patah kata pada masa- orang tua bukan sebagai pengajar, melainkan
masa “mulai bicara” tersebut. Pokoknya apapun sebagai objek yang tersinggung (sebab mungkin
yang diucapkan oleh si anak tersebut sangat sengaja atau tidak disengaja) oleh sang anak
membanggakan orang tuanya. untuk menyinggungnya, sehingga ia tersinggung.
Lain halnya dengan indeks mulai bicara Dengan demikian ungkapan “pintar bicara” pada
pada larik “orang tua bingung kalau anak- larik tersebut mengandung dan mengundang
anaknya mulai bicara”. Indeks tersebut justru konotasi negatif. Makna pintar bicara pada larik 2
membingungkan orang tua, sang pengajar bait II menjadikan/menerangkan kondisi perasaan
bicara pada usia satu sampai dua tahun, Indeks dan tabiat orang tua pada larik yang sama, yaitu
pada larik 1 bait I tersebut bukan mengacu pada orang tua yang tidak mau terungkap kekurangan-
makna sebenarnya “mulai bicara”, melainkan kekurangannya yang ada dan terbongkar oleh
kiasan bagi orang/anak-anak berekspresi atau sang anak. Dengan demikian, “kepintaran” anak
mengeluarkan aspirasinya, atau protes terhadap dalam hal bicara tersebut justru dirasakan oleh
96 96
Adri: Indeksitas dalam Puisi-Puisi Bulan...
sang orang tua sebagai bumerang. benar pada bait III lebih intens sebab dapat
Pada larik 3 bait I dan II serta III memancing emosi yang tinggi, sehingga sanksi
terdapat indeks bicara benar, yang tentu saja yang dijatuhkannya terhadap anaknya yang dicap
memiliki nuansa makna yang berlainan, sebagai kurang ajar tersebut juga tinggi, yaitu
bahkan berseberangan. Pada larik 3 bait I menyekap si anak “kurang ajar” dalam kamar
bicara benar memuat makna yang mewakili yang pengap, tidak sekedar membuat orang tua
dirinya sendiri, yakni mengatakan hal yang marah-marah, seperti pada larik 2 bait II.
sesungguhnya atau mengatakan kebenaran. Hal Pada bait I ungkapan mulai bicara, pintar
tersebut membanggakan orang tuanya sebagai bicara, dan bicara benar kadar emosi (dalam arti
“pengajar”, Untuk tujuan itulah kebanyakan emosi marah) tidak ada sama sekali, sedangkan
orang tua mengajarkan hal-hal yang menyangkut pada bait II menampakkan bahwa kadar emosi
pernyataan kebenaran tersebut. Tidak ada satu kemarahan yang ditimbulkan oleh ungkapan
orang tua pun yang ingin anaknya tidak bicara tersebut tampak, yaitu bingung, tersinggung,
benar sebab hal tersebut memang diperintahkan dan marah-marah. Adapun ungkapan yang sama
oleh agama apapun. Adapun ungkapan bicara pada bait III mencapai puncaknya sebab orang
benar pada larik 3 bait II memiliki dampak atau tua yang bingung, tersinggung, dan marah-marah
tujuan yang berlainan dengan ungkapan yang (bait II) tersebut lebih jauh bertindak aktif dalam
sama pada larik sebelumnya. Pada larik 1 bait memberi sanksi pada anak yang dianggap kurang
III tersebut bicara benar justru membuat orang ajar, yakni dengan menyekap anak anak tersebut
tua marah-marah. Dengan demikian, ungkapan dalam kamar yang pengap.
tersebut mengindikasikan bahwa orang tua
tersebut memiliki kelemahan yang diungkap PENUTUP
atau dibeberkan oleh sang anak sehingga orang Dalam kumpulan puisi Bulan Luka Parah
tua tersebut marah-marah. Artinya, orang tua karya Husni Djamaluddin indeksitas yang dapat
tersebut “anti kebenaran” sebab marah-marah ditemukan adalah (1) pengungkapan religiusitas
kalau anaknya mengungkap kebenaran, atau manusia sebagai makhluk kepada Khaliknya
membicarakan tentang kebenaran. Setidaknya serta pengungkapan rasa cinta yang mendalam
orang tua tersebut tidak ingin anaknya (mahabbah) manusia kepada Pencipta; (2)
menyinggung kebenaran yang seharusnya memuat hakekat sesuatu, meliputi kesadaran
diungkapkan, mungkin kebenaran tersebut manusia akan eksistensinya, filsafat alam ; (3)
menyangkut pribadinya, atau bahkan menyerang cinta manusia kepada manusia secara lugas, dan
pribadinya. cinta antar manusia secara fiolosofis (4) ekspresi
Senada dengan ungkapan tersebut dengan manusia terhadap budaya nenek moyang, dan
ungkapan yang sama pada larik 2 bait III, penggambaran budaya setempat (Sulawesi
meskipun memiliki nuansa makna yang berbeda, Selatan); (5) adanya distorsi kenyataan yang
juga mengundang dan mengandung nuansa dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat, dan
yang buruk dan sudut pandang si orang tua. pentingnya menuntut ilmu bagi setiap orang.
Mereka menganggap bahwa anak-anak yang Analisis yang dilakukan terhadap puisi-
bicara benar merupakan anak-anak yang kurang puisi yang terkumpul dalam kumpulan Bulan
ajar, sehingga anak-anak tersebut mereka sekap Luka Parah hanya menyentuh sebagian
dalam kamar yang pengap. Makna ungkapan kecil wilayah pembicaraan semiotika, yakni
bicara benar pada larik tersebut senada dengan mengungkap tema makna tema lima puisi yang
makna ungkapan yang sama pada bait II terpilih secara purposif. Dengan begitu, masih
sebelumnya. Perbedaannya hanya pada dampak luas wilayah yang dapat dikaji oleh peneliti lain
yang ditimbulkan oleh dua ungakapan tersebut. sebab ruang lingkup kajian semiotika terhadap
Dampak yang ditimbulkan oleh ungkapan bicara
97 97
Sawerigading, Vol. 20, 1 April 2014: 87—98
puisi luas sekali. Peneliti lain dapat mengkaji diterbitkan. Makassar: PPS Unhas.
nilai-nilai sosial yang terdapat dalam kumpulan Jabrohim (ed). 2002. Metodologi Penelitian
tersebut secara mendalam, atau makna-makna Sastra. Yogyakarta: Hanindita.
lain. Dapat pula dikaji dan aspek semantik, Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes.
fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Magelang: Indonesiatera.
Mantasiah. 2005. “Analisis Seni Puisi Emha
DAFTAR PUSTAKA Ainun Nadjib”. Tesis tidak Diterbitkan.
Eco, Umberto. 1979. “A Theo of Semiotics”. Makassar: PPS UNM.
Bloomington: Indiana University Press. Pradopo, Rahmat Djoko. 2002. Pengkajian Puisi.
Eku, Amran. 2004. “Surah Lukman.’ Kajian Yokyakarta: Gadjah Mada University
Semiotik”. Tesis tidak diterbitkan. Press.
Makassar: PPS UNM. Salam. 2004. “Struktur Penalaran dalam Karya
Endraswara, Swardi. 2003. Metodologi Penelitian Ilmiah Mahasiswa UNM”. Disertasi tidak
Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan diterbitkan. Malang: PPS Unbraw.
Aplikasi. Yogyakarta: Hanindita. Situmorang, B.P. 1983. Puisi, Teori Apresiasi
Hartoko, A. 1986. Penuntun Tulis Menulis. Bentuk dan Struktur. Ende-Flores: Nusa
Banjarmasin: Aulia. Jndah.
Hawariah M. 2004. “Makna Religiositas dan Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi.
Eksistensi Manusia dalam Kumpulan Puisi Bandung: Remaja Rosda Karya.
“0 Amuk Kapak” Karya Sutardji Calzoum Teeuw, A. 1989. Tergantung pada Kata. Jakarta:
Bachri: Kajian Semiotik”. Tesis tidak Pustaka Jaya.
Zaimar, Okke K.S.1993. Meretas Ranah. Jakarta:
Indonesia University Press.
Zoest, Van Aart. 1996. Semiotika: Tentang Tanda,
Cara Kerjanya, dan Apa yang dilakukan
dengannya. Jakarta: Sumber Agung.
Zoest, Van Aart dan Panuti Sudjiman. 1993.
Serba Semiotika. Jakarta: Gramedia.
98 98