Anda di halaman 1dari 12

PENGUNGKAPAN MAKNA PUISI BILA TOMANURUNG

BALIK KE LANGIT KARYA HUSNI DJAMALUDDIN:


PENDEKATAN SEMIOTIKA

(THE EXPRESSION OF MEANING IN THE POEM


“BILA TOMANURUNG BALIK KE LANGIT”
BY HUSNI DJAMALUDDIN: SEMIOTIC APPROACH)

Herianah
Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Barat
Jalan Sultan Alauddin Km 7 /Tala Salapang Makassar
Telepon 0411 882401/Faksimile 0411 882403
Pos-el: anaherianah@yahoo.co.id

Abstract
This poetry tells about “Bila Tomanurung Balik ke Langit”. To understand this poetry semiotic
approach is used. Method used is descriptive qualitative research, a research describes its
object as it should be. Data collecting of the research uses inventory, reading-observing,
and noting technique. Technique of analyzing data used in this research is content analysis
which includes identification, classification, analysis, interpretation, description, and
confirmation. Results found in this research are description of icon, index, and symbol in
poetry. Then, the researcher reads poetry heuristically and hermeneutically. Finally, the
researcher finds the theme and relevance of the theme of the poem. The relevance of the
theme of the poem with the culture in South Sulawesi is the myth of the Buginese community
and public religiosity and relationship with the myths.

Keywords: poetry, icon, index, symbol, heuristic, hermeneutic

Abstrak
Puisi ini mengisahkan tentang puisi tema budaya “Bila Tomanurung Balik ke Langit”. Untuk
memahami puisi ini salah satunya dengan pendekatan semiotika. Metode yang digunakan adalah
metode penelitian deksriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan objeknya secara
apa adanya. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik inventarisasi, baca simak, dan
pencatatan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis isi yang
mencakupi identifikasi, kiasifikasi, analisis, interpretasi, deskripsi, dan konfirmasi. Hasil temuan
yang diperoleh dalam penelitian ini adalah deskripsi ikon, indeks, dan simbol dalam puisi. Setelah itu
dilanjutkan dengan pembacaan puisi secara heuristik dan hermeneutic. Pada akhirnya, peneliti
menemukan tema dan relevansi tema pada puisi. Relevansi tema puisi dengan kebudayaan yang
ada di Sulawesi Selatan adalah mitos dalam masyarakat Bugis serta religiusitas masyarakat dan
hubungannya dengan mitos-mitos.

Kata kunci: puisi, ikon, indeks, simbol, heuristik, hermeneutik

Herianah, Pengungkapan Makna Puisi Bila Tomanurung Balik ke Langit Karya Husni Djamaluddin: 113
Pendekatan Semiotika
1. Pendahuluan oleh Eku, yaitu rnengungkap jenis-jenis tanda di da-
1.1 Latar Belakang lam puisi yang ditelitinya.
Karya sastra merupakan pencerminan kehidupan Sehubungan dengan hal tersebut, penulis tertarik
masyarakat. Melalui sastra, pengarang mengung- mengungkap tanda-tanda dalam puisi, khuusnya
kapkan kehidupan yang berguna dalam upaya Husni Djamaluddin dengan beberapa pertimbangan,
mengatur pola perubahan dalam masyarakat secara Pertama, Husni Djamaluddin (selanjutnya disingkat
HD) merupakan penyair daerah Sulawesi Selatan
positif. Dalam karya sastra terdapat nilai atau norma
yang dapat menentukan suatu perbuatan yang lebih yang bertaraf nasional, sebagaimana penilaian Abdul
tinggi nilainya dan diharapkan dapat memberikan Hadi W.M. memang tidak dapat dipisahkan dengan
tanah kelahirannya. Namun, ia adalah penyair ber-
sesuatu yang berguna bagi kehidupan. Nilai itu hanya
dapat dipetik oleh pembaca yang memahami dengan skala nasional. Warna tanah kelahirannya mendo-
baik karya sastra yang dibacanya. minasi puisi-puisinya (yang terkumpul dalam buku
“Bulan Luka Parah”, 1986). Kedua, HD bersama
Sastra memiliki fungsi yang vital dalam kehi-
beberapa penyair lain seperti Sutardji Calzoum Bachri
dupan manusia. Salah satu di antara fungsi tersebut
memberi corak perpuisian Indonesia tahun 1970-an
adalah sebagai wadah untuk mengejawantahkan se-
yang melahirkan Angkatan 70. Corak perpuisian ter-
gala rasa dan pikiran manusia. Betapa tidak, sastra
sebut ditandai oleh adanya upaya yang sadar untuk
merupakan penjabaran dan suatu abstraksi. Artinya,
kembali ke akar (back to basic). Situmorang (1983)
sastra menjadi suatu medium untuk menjabarkan hal-
menderet nama HD sejajar dengan nama-nama
hal yang bersifat abstrak dalam hidup menjadi sesuatu
seperti Sutardji Calzourn Bahri, Hamid Jabbar, dan
yang logis.
seterusnya, dengan mencontohkan puisi “Pada Mula-
Bahasa sebagai sebagai medium karya sastra
nya Sepi”. Sementara itu, Teeuw (1989) menempat-
merupakan sistem ketandaan, yaitu sistem yang mem-
kan HD dan Rahman Arge dua penyair Sulawesi Se-
punyai arti (makna). Medium karya sastra novel bu-
latan pada tempat khusus bersama beberapa penyair
kanlah bahan yang bebas, seperti pada musik atau
lainnya. Berikut ini tanggapan Teeuw: “...akhirnya dari
warna pada lukisan. Lain halnya dengan kata-kata,
Sulawesi Selatan kita mempunyai dua penyair, Husni
bahasa sebelum dipergunakan dalam karya sastra
Djamaluddin dan Rahrnan Arge. .... Karya-karya
novel sudah merupakan lambang yang mempunyai
mereka, mengandung unsur unsur ironi yang segar.”
arti dan ditentukan oleh konvensi masyarakat bahasa.
Berdasarkan uraian di atas, penulis terinspirasi
Makna pada sebuah puisi berarti mencari tan-
mengkaji puisi HD dalam bentuk penelitian yang ber-
da-tanda yang terdapat di dalamnya. Tanda-tanda
judul:Pengungkapan makna puisi “Bila Tomanurung
tersebut meliputi tanda-tanda kebahasaan berupa
Balik ke Langit” Karya Husni Djamaluddin: Pen-
pengulangan-pengulangan, persajakan, tipografi,
dekatan Semiotika”.
pembaitan, persajakan, dan makna kiasan.
Judul ini dipilih berdasarkan pemahaman bahwa
Hal-hal yang dimaksudkan tersebut telah diteliti
penelitian yang relevan dengan penelitian ini belum
oleh beberapa peneliti sebelumnya, antara lain Eku
pernah dikaji oleh peneliti sebelumnya. Padahal, da-
(2004) mengkaji surah Lukman dan aspek semiotik.
lam puisi ini terkandung makna yang dituangkan oleh
Menurut Eku dalam penelitiannya, ada tiga jenis
Husni Djamalauddin yang relevan dengan situasi ma-
tanda dalam simbolitas. Penelitian lain dilakukan oleh
syarakat Sulawesi Selatan. Makna tersebut dapat
Hawariah (2006) dengan judul “Makna Religiusitas
dilihat berdasarkan aspek ikonitas, simbolitas, dan
dan Eksistensi Manusia dalam Kumpulan Puisi ‘0
indeksitas.
Amuk Kapak “Karya Sutardji Calzoun Bachri; Ka-
jian Semiotik” dengan penerapan teori semiotik yang 1.2 Rumusan Masalah
dikembangkan oleh Barthes. Adapun Mantasiah yang 1. Bagaimanakah pembacaan puisi secara heuris-
melakukan analisis terhadap puisi-puisi Emha Ainun tik dan hermeneutik puisi Husni Djamaluddin
Nadjib lebih mirip kajiannya dengan yang dilakukan

Gramatika, Volume I, Nomor 2, Juli—Desember 2013 114


dalam karyanya “Bila Tomanurung Balik ke tentang tradisi yang dikembangkan oleh Charles
Langit”? Morris dan C.S. Peirce, ia menyebutnya semiotik.
2. Bagaimanakah makna ikonitas, indeksitas,dan Dalam buku Umberto Eco, A Theory of Semiotics
simbol dalam puisi Husni Djamaluddin dalam (1979) cenderung digunakan istilah semiotik sesuai
karyanya “Bila Tomanurung Balik ke Langit”? dengan resolusi yang dipetik dari komite internasional
3. Bagaimanakah relevansi tema puisi Husni di Paris pada tahun 1969, dan selanjutnya dikukuh-
Djamaluddin dalam karyanya “Bila Tomanurung kan oleh Assosiation for Semiotics Studies pada
Balik ke Langit” dengan budaya masyarakat kongresnya yang pertama tahun 1974 (Segers, 1978:
Sulawesi Selatan? 391; Eco, 1979: 9).
Paparan di atas menyuratkan bahwa dalam
1.3 Tujuan Penelitian pelajaran semiotika dan semiologi, akhirnya pakar
1. Mendeskripsikan puisi secara heuristik dan lebih banyak menggunakan istilah semiotika daripada
hermeneutik puisi Husni Djamaluddin dalam semiologi. Hal ini tidak menandakan bahwa istilah
karyanya “Bila Tomanurung Balik ke Langit”. yang satu lebih baik daripada yang lain.
2. Mendeskripsikan makna ikonitas, indeksi-
2.2 Semiotika Sastra
tas,dan simbol dalam puisi Husni Djamaluddin
dalam karyanya “Bila Tomanurung Balik ke Pradopo (dalam Jabrohim, 2002: 66) mengungkap-
Langit”. kan bahwa ada tiga macam tanda berdasarkan hu-
3. Mendeskripsikan relevansi tema puisi Husni bungan antara penanda dan petandanya, yaitu ikon,
Djamaluddin dalam karyanya “BilaTomanurung indeks, dan simbol.
Balik ke Langit” dengan budaya Sulawesi a. Tanda ikonitas
Selatan. Tanda-tanda ikonis adalah tanda yang menun-
jukkan hubungan alamiah antara penanda dan
2. Tinjauan Pustaka petandanya. Misalnya, gambar kuda sebagai
penanda rnenandai kuda (petanda) sebagai
2.1 Pengertian semiotik
artinya; gambar pohon menandai pohon. Tanda-
Pada dasarnya pendekatan semiotik merupakan lan- tanda ikonis ini amat penting dijelaskan lebih
jutan dari pendekatan strukturalisrne (Jabrohim, jauh sebab tanda-tanda seperti ini merupakan
2002:67). Anggapan ini berawal dan uraian Yunus tanda-tanda yang memikat, dan teks-teks sastra
(1981: 78) bahwa “Pada prinsipnya, baik semiotik memiliki daya pikat yang lebih besar diban-
maupun strukturalisrne melihat bahwa karya sastra dingkan dengan yang nonsastra.
itu merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna b. Tanda indeksitas
dan perlu dimaknai. Tanpa hal itu, sebuah karya sas-
Indeks adalah tanda yang menunjukkan kausal
tra tidak dapat dimengerti maknanya dengan op-
(sebab akibat) antara penanda dan petandanya,
timal”.
misalnya asap menandai api, alat penanda angin
Dalam perkembangan semiotik ada dua tokoh menunjukkan arah angin, dan sebagainya (Pra-
utama yang merupakan peletak dasar istilah tanda. dopo dalam Jabrohim, 2002: 66). Dalam kaitan
Mereka adalah C.S. Peirce dan F. de Saussure, se- ini, dapat dikatakan bahwa semua teks, seba-
perti yang diungkapkan oleh Sudjiman dan van Zoest gaimana anggapan Zoest (1993), secara kese-
(1992: 1), van Zoest (1993: 1), dan Jabrohim (2002: luruhan merupakan tanda-tanda indeksitas se-
119), serta Endraswara (2003: 64). Kedua tokoh bab teks memiliki hubungan perbatasan dengan
tersebut menggunakan istilah yang berbeda untuk pe- hal-hal yang direpresentasikannya, yaitu dunia
ngertian/konsep yang sama (semiologi dan semiotik). yang diciptakannya. Jika dibandingkan dengan
Seseorang menyebutkan semiologi jika ia berpikir teks lain, teks sastra berperan lebih halus dan
tentang tradisi Saussurean, sedangkan jika ia berpikir sering secara tidak langsung.

Herianah, Pengungkapan Makna Puisi Bila Tomanurung Balik ke Langit Karya Husni Djamaluddin: 115
Pendekatan Semiotika
c. Tanda simbolitas Berdasarkan uraian di atas penulis menyimpul-
Menurut Paul Ricoeur (dalam Dharmojo, kan bahwa puisi merupakan pernyataan pikiran, ba-
2005) simbol merupakan bentuk yang menan- hasa, pengalaman, dan penghayatan penyair dengan
dai sesuatu yang lain di luar perwujudan bentuk menggunakan bahasa yang ekonomis serta pengung-
simbol, sekunder, figuratif, serta hanya dapat kapan yang intens untuk disampaikan kepada pem-
dipahami melalui arti pertama. Hubungan antara baca/penikmat.
simbol dan yang disimbolkan bersifat banyak b. Unsur-Unsur Puisi
arah. Contoh, kata bunga tidak hanya memiliki 1) Citraan (Pengimajian)
hubungan timbale-balik antara gambaran yang Pengimajian atau pencitraan dalam puisi dapat
disebut bunga. Kata ini secara asosiatif juga dijelaskan sebagai usaha penyair untuk men-
dihubungkan dengan keindahan, kelembutan, ciptakan atau menggugah timbulnya imaji dalam
kasih sayang, perdamaian, ketenangan, dan diri pembacanya sehingga pembaca tergugah
sebagainya. Dengan demikian, kesadaran sim- menggunakan mata hati untuk melihat benda,
bolik di samping menampilkan gambaran objek warna, dengan telinga hati mendengar bunyi, dan
yang diacu, juga menggambarkan ide, citraan, dengan perasaan hati kita menyentuh kesejukan
dan konfigurasi gagasan yang melingkupi bentuk dan keindahan benda dan warna (Effendi dalam
simbolik dan gambaran objeknya sendiri. Jadi, Waluyo, 1987: 80).
makna suatu simbol sebenarnya merupakan ha- 2) Simbolisasi/Perlambangan
sil representasi ciri semantik yang diabstraksikan Lambang atau simbol merupakan sesuatu yang
dan membentuk suatu pengertian tertentu. mewakili sesuatu yang lain yang mengandung
2.3 Puisi makna tertentu. Pada dasarnya tujuan puisi ti-
dak hanya sekadar menggambarkan pikiran,
a. Pengertian Puisi
perasaan, dan pengalaman penyair, tetapi juga
Secara etimologis, istilah puisi berasal dan bahasa mengajak pembaca untuk ikut masuk ke dalam
Yunani poeima “membuat ” atau poeisis pengalaman tersebut. Dalam puisi, perlambang-
“pembuatan”, dan dalam bahasa Inggris disebut an atau simbolisasi memiliki kedudukan yang
poem atau poetry. Puisi diartikan “membuat” atau amat penting sebab melalui simbolisasi, sesuatu
“pembuatan” karena melalui puisi pada dasamya yang pada awalnya terlihat kabur, tidak jelas,
seseorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri dan sulit ditangkap dan dipahami oleh pembaca
yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana- kemudian menjadi nyata danjelas (Pradopo,
suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah (Ami- 2005: 32).
nuddin, 2000: 134).
3) Musikalitas
Waluyo (1987: 4) berpendapat bahwa puisi
Musikalitas adalah salah satu unsur struktur
adalah bentuk karya sastra yang paling tua. Sejak
puisi. Selain berfungsi sebagai hiasan musikalisasi
kelahirannya, puisi memang sudah menunjukkan ciri-
juga berfungsi untuk mempertegas makna puisi,
ciri khas seperti yang kita kenal sekarang meskipun
bahkan suasana dapat menjadi lebih efektif, su-
puisi telah mengalami perkembangan dan perubahan
gestif karena musikalitas. Unsur bunyi musik da-
tahun demi tahun. Bentuk karya sastra puisi memang
pat memperdalam arti, tanggapan, dan mem-
dikonsep oleh penulis atau penciptanya sebagai suatu
perdalam perasaan (Pradopo, 2005: 32)
puisi dan bukan bentuk prosa yang kemudian dipuisi-
4) Diksi (Pemilihan Kata)
kan. Sementara itu, menurut Djunaedi (1992: 5) puisi
adalah salah satu wujud sastra. Puisi dapat dibedakan Diksi adalah pemilihan kata dalam puisi. De-
dengan karya sastra yang lain karena bahasanya yang ngan puisi, penyair mencurahkan segenap pera-
ekonomis serta pengungkapannya yang intens. saan dan pikirannya, juga untuk mengekspre-
sikan pengalaman jiwanya secara padat dan in-

Gramatika, Volume I, Nomor 2, Juli—Desember 2013 116


tens. Oleh karena itu, penyair harus mampu 8) Tema dan Amanat
memilih kata yang setepat-tepatnya yang dapat Tema merupakan gagasan pokok yang dike-
menjelmakan pengalaman jiwanya. Di samping mukakan oleh penyair. Tema puisi bersifat
memilih kata yang tepat, penyair juga harus lugas, objektif, dan khusus. Karena itu, penafsir-
mempertimbangkan urutan kata dan kekuatan an-penafsiran puisi pada dasarnya akan membe-
dan kata-kata tersebut (Waluyo,1987: 72). rikan tafsiran tema yang sama bagi sebuah puisi.
5) Gaya Bahasa Tema puisi harus dihubungkan dengan penyair-
Gaya bahasa adalah susunan perkataan yang nya, dengan konsep-konsepnya yang terimaji-
terjadi karena perasaan yang timbul atau dalam nasi. Secara umum, tema puisi dibagi dalam lima
hati penulis yang menimbulkan suatu perasaan golongan besar yaitu tema ketuhanan, kema-
tertentu dalam hati pembaca” (Slamet Muljana nusiaan, patriotisme/kebangsaan, kedaulatan
dalam Pradopo, 2002: 93). Gaya bahasa mam- rakyat, dan keadilan sosial (Waluyo, 1987:
pu menghidupkan kalimat dan memberikan 106). Amanat puisi adalah maksud yang hendak
gerak pada kalimat. Gaya bahasa bertujuan un- disampaikan/diimbaukan atau pesan atau tujuan
tuk menimbulkan reaksi tertentu untuk menim- yang hendak disampaikan oleh seorang penyair
bulkan pikiran kepada pembaca. kepada pembaca. Penghayatan terhadap ama-
6) Kata Konkret nat sebuah puisi tidak secara objektif, tetapi
Untuk membangkitkan daya bayang (imaji) subjektif (berdasarkan interpretasi pembaca)
pembaca dalam membaca sebuah puisi, maka Waluyo (1987: 130).
kata-kata harus diperkonkret. Tujuannya bah-
2.4 Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik
wa kata-kata tersebut dapat mengarah kepada
arti yang menyeluruh. Jika imaji pembaca meru- Pertama-tama yang dilakukan dalam memberikan
pakan akibat dan pengimajian yang diciptakan makna puisi secara semiotik adalah dengan
oleh penyair, maka kata konkret adalah syarat pembacaan heuristik dan hermeneutik (Riffaterre,
atau sebab terjadinya pengimajian itu. Seorang 1978:5—6). Proses atau cara pembacaan pertama
penyair yang mahir memperkongkret kata- kata dimaksudkan sebagai pembacaan berdasarkan
maka pembaca dapat membayangkan secara struktur kebahasaan atau berdasarkan konvensi se-
jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan miotik tingkat pertama, sedangkan pembacaan cara
oleh penyair. Ia seolah-olah dapat melihat, men- kedua dimaksudkan sebagai pembacaan karya sas-
dengar, atau merasa apa yang dilukiskan oleh tra berdasarkan konvensi-konvensi karya sastranya
penyair (Waluyo, 1987: 81). (Selden, 1993: 124). Dengan demikian, pembacaan
kedua ini merupakan pembacaan lanjutan (retroaktif
7) Nada dan Suasana
setelah pembacaan heuristik dengan memberikan
Dalam menciptakan sebuah puisi, penyair mem-
konvensi sastranya).
punyai sikap tertentu terhadap pembaca dan
Untuk memahami puisi dengan baik diperlukan
sikap penyair terhadap apa yang diungkapkan
cara pembacaan heuristik, yaitu pembacaan tahap
dalam sajaknya, apa dia ingin bersikap meng-
pertama yang menghasilkan pemahaman makna se-
gurui, menyindir, menasihati, atau bersifat lugas
cara harfiah, makna tersurat, actual meaning, dan
hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca.
pembacaan hermeneutik berupa pemahaman karya
Sikap penyair kepada pembaca dan terhadap
sastra pada tataran semiotik tingkat kedua (Nurgi-
apa yang diungkapkan disebut nada puisi. Se-
yantoro, 1998: 33). Pada tataran kerja heuristik dibu-
dangkan suasana adalah keadaan jiwa pemba-
tuhkan pengetahuan tentang kode sastra dan kode
ca setelah membaca puisi itu atau akibat psiko-
budaya. Kedua kode tersebut harus dikuasai oleh
logis yang ditimbulkan puisi terhadap pembaca
seseorang yang menganalisis sebuah puisi.
(Waluyo, 1987: 126).

Herianah, Pengungkapan Makna Puisi Bila Tomanurung Balik ke Langit Karya Husni Djamaluddin: 117
Pendekatan Semiotika
Kode bahasa dimaksudkan bahwa sastra ada- BILA TOMANURUNG BALIK
lah bahasa yang berbeda khas, bahkan dapat saja KE LANGIT
menyimpang dari bahasa sehari-hari (Teeuw, 1984: Yang menurun dari langit yang tegak
70). Sementara itu, kode sastra dimaksudkan bahwa di puncak gunung
sebuah karya memiliki konvensi-konvensi sendiri Yang lahir dari belah bambu yang hadir dari buih
berupa kode yang tidak dimiliki oleh seni lain. Kode sungai
sastra tidak dapat lepas dari kode bahasa. Bahasa Yang alir ke hilir yang berhulu
yang digunakan tersebut merupakan sistem tanda, ke Sa’dang
sistem semiotik, yang setiap unsurnya memiliki arti Yang bibit di ladang yang benih
tertentu secara konvensi, disetujui, dan diterima oleh di sawah yang padi di Lumbung
masyarakat pemakainya.
Yang tuak di bambu yang babi dipanggang
Yang kerbau diadu yang kalah dibunuh yang
3. Metode Penelitian menang di Parang
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yang putra berpesta yang kerabat datang yang
kualitatif. Metode kualitatif berusaha memahami dan wafat dipajang
menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah Yang ma’badong melolong yang jenazah diboyong
laku manusia dalam situasi tertentu menurut persperk- pawai duka
tif peneliti sendiri (Usman dan Akbar, 2000). Selan- Yang panjang pawai duka yang purba duka
jutnya, diungkapkan bahwa ciri penelitian kualitatif keluarga duka
adalah sumber data yang berupa natural setting. Toraja
Data dikumpulkan secara langsung dari lingkungan Yang turun dari langit telah balik naik ke langit
nyata dalam situasi sebagaimana adanya, yang dila- Yang tegak di puncak gunung telah rebah di kaki
kukan oleh subjek dalam kegiatan sehari-hari. lembah
Dalam halini, penulis mendeskripsikan ikon, in- Yang lahir dari belah bambu telah gaib dari
deks, dan simbol-simbol yang terdapat dalam puisi rumpun bambu
Husni Djamaluddin dengan pendekatan kualitatif. Yang hadir dari buih sungai telah hilir ke mulut
Jadi, jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. laut
Adapun prosedur yang ditempuh adalah tahap pe- Tinggal bibit di ladang tinggal benih di sawah
ngumpulan data, pengolahan, analisis data, dan pena- tinggal pawai
rikan simpulan. Duka
Tinggal duka keluarga tinggal duka Toraja tinggal
Pengumpulan data penelitian ini menggunakan
duka di
teknik inventarisasi, baca simak, dan pencatatan.
Dalam
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian
Tinggal lengang di gua tinggal belulang di makam
ini adalah teknik analisis isi yang mencakupi identifi-
kasi, klasifikasi, analisis, interpretasi, deskripsi, dan Tinggal patung termenung tinggal patung selamat
tinggal
konfirmasi.
4.1 Pembacaan Puisi secara Heuristik dan
4. Hasil dan Pembahasan Hermeneutik
Sebagaimana telah dipaparkan pada butir rumusan
4.1.1 Pembacaan Puisi secara Heuristik
masalah dan metode analisis data, pada bagian ini
dideskripsikan temuan yang diperoleh melalui hasil Pembacaan puisi secara heuristik dapat dilaku-
deskripsi ikon, indeks, dan simbol dalam puisi, dilan- kan dengan menampilkan bait demi bait sehingga
jutkan dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik, membentuk prosa. Pembacaan heuristik adalah pem-
kemudian ditemukan tema, dan pada akhirnya dike- bacaan yang didasarkan pada konvensi bahasa yang
tahui relevansi tema puisi yang dikaji dengan budaya. bersifat mimetis dan membangun serangkaian arti

Gramatika, Volume I, Nomor 2, Juli—Desember 2013 118


yang heterogen dan tidak gramatikal. Hal ini dikare- Larik selanjutnya yaitu di awali dengan kata
nakan pembacaan heuristik hanya didasarkan pada partikel Yang, dikuti oleh kata bibit atau benih, di
pemahaman arti kebahasaan yang bersifat lugas (de- ladang diawali dengan kata depan di- dan diikuti
notatif). Adapun pembacaan puisi secara heuristik kata ladang, yaitu sebuah lahan bercocok tanam,
adalah sebagai berikut. yang benih di sawah, merupakan frasa yang diawali
Kata yang pertama yang digunakan dalam puisi kata partikel yang, diikuti kata benih atau bibit, di
di atas adalah judul puisi tersebut yaitu kata Bila, sawah diawali dengan kata depan di- dan diikuti kata
merupakan pronominal kata tanya untuk menanya- sawah tempat menanam padi, yang merupakan
kan waktu; kapan. Kemudian diikuti oleh kata To- partikel, diawali dengan kata depan di yang diikuti
manurung yang menandakan tentang keberadaaan kata padi yang merupakan makanan pokok dan lum-
orang pertama yang turun ke bumi yang biasa juga bung tempat menyimpan padi.
dikatakan nenek moyang manusia pertama. Toma- Larik berikutnya adalah frasa Yang tuak di
nurung dalam konsep ideologi mitologi tradisional, bambu, diawali dengan partikel yang, diikuti kata
adalah orang yang diutus dari langit (botilangi) atau tuak yang sejenis minuman keras dan di bambu di-
dunia atas turun ke dunia tengah (peretiwi) untuk awali dengan kata depan did an bambu merupakan
mengisi kehidupan dan peradaban agar manusia hi- tanaman beruas yang bisa digunakan untuk menyim-
dup damai dan sejahtera di bumi. Kata Balik meru- pan minuman seperti tuak. Frasa yang babi di pang-
pakan kata berlawanan arah dengan kata datang, gang, diawali dengan kata partikel yang diikuti kata
dan Ke Langit diawali kata depan ke dan langit babi yaitu binatang yang biasa disembelih oleh ma-
ruang luas yang terbentang di atas bumi. syarakat nonmuslim, dan di panggang, diawali kata
Kata berikutnya adalah partikel Yang, yang di- depan di dan kata panggang merupakan salah satu
ikuti kata menurun, menunjukkan ke arah bawah cara memasak sesuatu dengan cara membakar.
dan lawan kata mendaki, dari merupakan asal dari Larik berikutnya adalah Yang kerbau diadu,
sesuatu, dan langit merupakan ruang luas yang ter- yang kalah dibunuh dan yang menang diparang.
bentang atas bumi, yang tegak menunjukkan sesuatu Frasa yang kerbau diadu, diawali dengan partikel
berdiri kuat dan di puncak gunung menunjukkan yang diikuti oleh kata kerbau yaitu sebuah hewan
tempat yang berada pada tempat yang tinggi di atas memamah biak yang biasa diternakkan dan diambil
gunung. dagingnya atau untuk dipekerjakan. Frasa yang ka-
Selanjutnya partikel Yang diikuti olehkata lahir lah dibunuh dan yang menang diparang, diawali
menunjukkan sebuah awal diikuti oleh kata dari yaitu dengan partikel yang diikuti dengan kata kalah yang
sebuah kata depan dan kata belah menunjukkan merupakan lawan kata menang dan kata dibunuh
suatu benda yang terbuka dan bambu merupakan diawali dengan kata depan di dan kata bunuh ber-
tumbuh-tumbuhan yang beruas, yang merupakan makna habisi nyawa secara sengaja. Selanjutnya ada-
kata hubung, hadir menandakan keberadaan, dari lah frasa dan yang menang diparang, diawali
sebuah kata depan, buih merupakan ombak kecil, dengan kata hubung dan,diikuti partikel yang, kata
sungai adalah tempat yang berair tempat komunitas menang lawan kata kalah, dan kata diparang di-
hewan dan tumbuhan air. awali kata depan di dan kata parang atau pisau
Larik berikutnya adalah kata Yang merupakan besar.
partikel, kata alir menandakan adanya perpindahan Selanjutnya larik Yang putra berpesta yang
benda cair, ke hilir diawali kata depan dan hilir bagi- kerabat datang yang wafat di pajang. Diawali de-
an hilir sebelah muara, kemudian diikuti oleh partikel ngan frasa yang putra berpesta, yang merupakan
yang dan berhulu menunjukkan bagian atas dan di partikel, putra adalah seorang anak laki-laki, berpes-
Sa’dang diawali dengan kata depan di dan Sa’dang ta terdiri dari prefiks ber- dan pesta merupakan perja-
menunjukkan sebuah sungai di Tana Toraja. muan makan dan minum (bersuka ria dsb.). Frasa
yang kerabat datang,diawali dengan partikel yang,

Herianah, Pengungkapan Makna Puisi Bila Tomanurung Balik ke Langit Karya Husni Djamaluddin: 119
Pendekatan Semiotika
kerabat merupakan pertalian keluarga, datang atau keluar dari kandungan, kata dari belah yang
lawan kata pulang.Frasa yang wafat di pajang, di- artinya celah panjang, bamboo merupakan tumbuhan
awali dengan partikel yang, diikuti oleh kata wafat berumpun dan berakar serabut yang batangnya bulat
atau meninggal dunia, dan dipajang diawali dengan berongga, beruas, keras dan tinggi.Selanjutnya ter-
kata depan di dan pajang atau dipamerkan. dapat kata telah atau sudah, kata gaib maknanya
Larik selanjutnya adalah Yang ma’badong me- tidak kelihatan, dari rumpun bambu maksudnya ber-
lolong, yang jenazah diboyong pawai duka. Frasa asal dari suatu rumpun bambu.
yang ma’badong melolong, diawali dengan partikel Larik selanjutnya adalah Yang hadir dan buih
yang, diikuti kata ma’badong yaitu menari sambil sungai telah hilir ke mulut laut. Larik ini dimulai
menyanti pada acara kematian orang Toraja, dan dengan partikel yang, diikuti oleh kata hadir atau
melolong diawali dngan prefiks me- dan melolong ikut serta, selanjutnya terdapat kata hubung dan, kata
atau meratap, frasa yang jenazah diboyong pawai buih yaitu gelembung-gelembung kecil pada per-
duka, diawali dengan partikel yang diikuti kata mukaan barang cair seperti pada air. Kata sungai
jenazah atau mayat, diboyong diawali dengan atau kali berupa aliran air yang besar, kata telah atau
prefiks di- dan diboyong bermakna dibawa, pawai sudah, hilir merupakan bagian sungai sebelah muara,
duka bermakna tanda kedukaan. frase ke mulut laut diawali kata depan ke dan mulut
Larik selanjutnya adalah Yang panjang pawai merupakan salah satu pancaindra, dan laut merupa-
duka yang purba duka keluarga duka Toraja. La- kan kumpulan air asin yang luas.
rik yang panjang pawai duka, diawali dengan Selanjutnya adalah Tinggal bibit yang di la-
partikel yang, diikuti oleh kata panjang lawan dari dang tinggal benih di sawah tinggal pawai duka.
kata pendek, pawai duka tanda kedukaan, selan- Pada larik tersebut diawali dengan kata tinggal me-
jutnya larik yang purba duka keluarga duka To- nandakan masih tetap tinggal pada tempatnya, kata
raja, diawalidenganpartikel yang diikuti oleh kata bibit atau semaian, partikel yang dan kata di ladang
purba tentang zaman dahulu, duka menandakan ten- diawali dengan kata depan di, ladang merupakan
tang kesedihan, keluarga adalah kerabat, duka tempat berkebun, tinggal benih di sawah menan-
Toraja merupakan duka orang Toraja. dakan sesuatu yang tinggal di sawah, dan tinggal
Selanjutnya adalah larik Yang turun dari langit pawai duka menandakan kedukaan.
telah balik naik ke langit.Larik ini dimulai dengan Selanjutnya terdapat Tinggal duka keluarga
partikel yang, diikuti oleh kata turun lawan kata naik, tinggal duka Toraja di dalam. Larik ini diawali
kemudian diikuti partikel kata depan dari yang me- dengan kata tinggal duka keluarga, yang menan-
nyatakan tempat permulaan, langit merupakan ruang dakan tentang kedukaan pada sebuah keluarga
luas yang terbentang di atas bumi, kata telah atau Toraja, yang juga terdapat pada frase tinggal duka
sudah, balik lawan kata datang, dan naik lawan kata Toraja di dalam.
turun dan ke langit diawali oleh kata depan ke yang Larik berikutnya adalah Tinggal lengang di
maknanya ke atas langit. gua tinggal belulang dimakam. Larik ini di awali
Larik selanjutnya adalah Yang tegak di puncak dengan kata tinggal lengang yang menandakan ten-
gunung telah rebah di kaki lembah. Larik ini di- tang kesunyian yang ada di gua. Selanjutnya terdapat
awali dengan partikel yang, diikuti oleh kata tegak kata tinggal belulang menandakan tentang keadaan
atau berdiri lurus ke arah atas, di merupakan kata tulang belulang yang tertinggal, dan frase di makam
depan mengikuti kata puncak gunung atau bagian yang ditandai dengan kata depan di dan makam atau
atas gunung, telah atau sudah, di merupakan kata kuburan.
depan dan kaki lembah atau di dasar lembah. Larik terakhir yaitu Tinggal patung termenung
Larik selanjutnya adalah Yang lahir dari belah tinggal patung selamat tinggal. Larik ini diawali
bambu telah gaib dan rumpun bambu. Larik ini dengan kata tinggal kemudian terdapat kata patung
dimulai dengan partikel yang, diikuti oleh kata lahir atau tiruan bentuk orang, hewan dsb. Diikuti oleh

Gramatika, Volume I, Nomor 2, Juli—Desember 2013 120


kata termenung yang terdiri dari prefiks ter- artinya buih sungai, balik ke langit’, rebah di kaki lembah
dalam keadaan termenung. Selanjutnya terdapat kata dan gaib dari rumpun bambu. Ikon menurun dari
tinggal patung menandakan seperti bentuk patung, langit merujuk pada Tomanurung yang diyakini turun
dan kata selamat tinggal yang menandakan dari langit. Tomanurung tersebut adalah orang yang
perpisahan. pertama menduduki bumi ini. Tomanurung dalam
konsep ideologi mitologi tradisional, adalah orang
4.1.2 Pembacaan Puisi secara Hermeneutik
yang diutus dari langit (botilangi) atau dunia atas
Puisi ini memuat mitos tentang kehadiran Tomanurung turun ke dunia tengah (peretiwi) untuk mengisi kehi-
yang balik ke langit. Tomanurung yang berawal turun dupan dan peradaban agar manusia hidup damai dan
dari langit, yang tegak di puncak gunung dan lahir sejahtera di bumi. Dalam mitos (lebih tepat legenda)
dari belah bambu yang hadir dari buih sungai, yang orang Sulawesi Selatan, Tomanurung tersebut diya-
mengalir ke hilir, yang bermula di Sa’dang. Toma- kini bermacam-macam asalnya sesuai dengan daerah
nurung yang berasal dan bibit di ladang yang menjadi yang mempercayainya. Ada anggapan bahwa Toma-
benih di sawah dan timbul menjadi padi di lumbung. nurung (orang dari langit) turun ke bumi melalui
Konsep tentang Tomanurung dicemari oleh puncak gunung: “yang menurun dari langit yang tegak
orang-orang yang meminum tuak di dalam bambu di puncak gunung” (larik 1 bait I). Ada pula yang
serta babi dipanggang. Selain itu kerbau yang diadu, meyakini Tomanurung tersebut turun dan langit melalui
yang kalah dibunuh yang menang diparangi (terjadi rumpun bambu, demikian pula ada yang berasumsi
saling membunuh di dunia ini). bahwa Tornanurung tersebut turun dan langit melalui
Larik Yang putra (putra raja, anak pejabat) dan belah bambu yang hadir dari buih sungai, seperti
berpesta, sehingga para kerabat datang untuk me- pada larik “yang lahir dari belah bambu, yang hadir
nyaksikan yang wafat (dalam upacara tersebut). Se- dari buih sungai” (larik 2 bait I). Ada pula yang me-
mentara itu, yang ma’badong melolong, dan jenazah yakini Tomanurung tersebut turun dari langit melalui
diboyong dalam upacara yang menyerupai pawai hulu sungai di Sa’dang dan menjadi bibit di ladang
tetapi dalam suasana duka di Toraja. Tomanurung dan benih di sawah, dan menjadi padi di lumbung,
yang turun dari langit telah kembali lagi ke langit, yang seperti pada larik 4 bait I “yang bibit di ladang yang
digambarkan dalam tegak di puncak gunung telah benih di sawah yang padi di lumbung”.
rebah di kaki lembah; yang terlahir dari belah bambu Ikon yang balik ke langit mengacu pada Toma-
telah gaib dari rumpun bambu, yang hadir dari buih nurung tersebut yang digambarkan telah kembali ke
sungai telah berhilir ke mulut laut; yang tinggal hanya langit, demikian pula ikon yang tegak di puncak gu-
bibit di ladang dan benih di sawah, serta pawai duka; nung, telah rebah di kaki lembah dan gaib di rumpun
tinggal duka keluarga; tinggal duka Toraja; tinggal bambu mengacu pada objek yang sama, yaitu Toma-
duka di dalam; tinggal lengang di gua tinggal belulang nurung yang digambarkan telah kembali ke langit.
di makam, tinggal patung termenung, dan patung Khusus dalam kebudayaan Toraja, Tomanu-
selamat tinggal. Hal ini bermakna jika Tomanurung rung tersebut “berhulu di Sa’dang” (sungai), relevan
balik ke langit akan membawa balik peradaban dan dengan episode perayaan rambu solo’ yakni pesta
memadamkan cahaya-cahaya kehidupan di dunia. adat. Hal tersebut ditandai oleh kata-kata seperti
Manusia pun mengalami kegelapan peradaban, se- berpesta, kerabat datang, yang wafat dipajang,
hingga yang tersisa adalah kegelapan dan kekacauan ma‘badong, melolong, jenazah diboyong, pawai
masyarakat sosial sehingga diibaratkan seperti patung duka (pesta orang mati), dan duka keluarga Toraja.
selamat tinggal. Dalam masyarakat Bugis-Makassar diyakini
4.1.2 Makna Ikonitas, Indeksitas, dan Simbolitas adanya Tomanurung tersebut bukan hanya sekadar
a) Makna Ikonitas mitos, melainkan juga dianggap pernah ada, meme-
rintah dengan segala kebijaksanaannya, kelebihan dan
Ikon dalam puisi ini antara lain adalah menurun dari
keberdaulatannya. Dia dipercaya sebagai pemimpin
langit tegak di puncak gunung, di belah bambu, di

Herianah, Pengungkapan Makna Puisi Bila Tomanurung Balik ke Langit Karya Husni Djamaluddin: 121
Pendekatan Semiotika
yang diutus dari langit. Dia datang ke bumi untuk ta, mengharap, dan mendamba segala hal yang pantas
memberikan jalan kepada manusia tentang kebaikan. untuk diminta, dihargai, dan dambakan. Simbol yang
melekat pada langit sebagai hal yang merepresen-
b) Makna Indeksitas tasikan Tuhan, maka selama ini ketika orang-orang
Indeks dalam puisi ini adalah pawai duka, duka yang berdua, dia melihat ke atas atau menadahkan tangan
purba, dan patung selamat tinggal. Indeks pawai langit sebab diyakini bahwa di langitlah tempat berse-
duka mengacu pada iring-iringan atau pasukan yang mayam yang menjadi sesembahan. Buih persembah-
membawa orang mati dan rumah duka setelah sekian an yang bernama Allah, Tuhan, Dewa atau apapun
lama disimpan di atas rumah duka tersebut pada namanya, atau dalam bahasa yang sering terlontar
saatnya tiba dibawalah orang mati tersebut ke tempat seperti ‘kalau yang di atas menghendaki” atau “ter-
peristirahatan yang terakhir. Disebut pawai sebab gantung yang di atas.”
memang mirip dengan pawai sungguhan yang meng- Kata puncak gunung juga merupakan simbol
antarkan orang mati tersebut sebab digelar dalam ketinggian martabat, kedudukan harga diri dan segala
arak-arakan yang dihadiri oleh semua kerabat dan hal yang berhubungan dengan status sosial yang tinggi,
kawan-kawan serta para undangan, baik dan dekat seperti raja (Tomanurung). Dengan demikian, kata
maupun jauh untuk menyaksikan upacara tersebut. langit dan puncak gunung merepresentasikan hal
Akan tetapi, pawai tersebut merupakan pawai duka yang sama. Secara isotopik kedua kata tersebut me-
sebab memisahkan sang mati dengan orang-orang rupakan kata yang secara bersama-sama memban-
yang mencintainya. tah makna yang sama, yakni asal segala asal (Asal)
Indeks duka yang purba dapat diartikan sebagai pada puisi ini merupakan asal dan segala sesuatu,
sakit hati yang dirasakan secara turun-temurun oleh sedangkan kata puncak gunung menunjukkan bahwa
keluarga si mati, atau purba dalam arti dahulu. Arti- tempat turunnya Tomanurung tersebut dari langit.
nya, duka tersebut dirasakan sejak dahulu, sehingga Akan halnya lumbung merupakan simbol kehi-
diupacarakan sebagai “rambu solo” (aluk tomate). dupan sebab merupakan tempat menyimpan bahan
Adapun indeks patung selamat tinggal mere- pokok/padi/gabah. Kata tersebut mengundang ke-
presentasikan segala duka, dan segala hal yang ber- san memberikan kehidupan kepada umat manusia
hubungan dengan kedukaan tersebut. Patung selamat atau makhluk hidup lainnya yang menyimbolkan ke-
tinggal adalah upacara kematian itu sendiri sebagai hidupan itu sendiri sebab berhubungan dengan padi
meminta perpisahan, tempat dan saat yang paling te- atau jenis makanan lain yang dapat menghidupi. Pada
pat untuk mengucapkan selamat tinggal (aluk to- akhirnya, hal itu merupakan simbol kekuatan sehingga
dolo); artinya upacara-upacara ritual yang dilakukan jauh dari kelaparan dan semacamnya.
sehingga penghormatan pada nenek moyang pada 4.1.4 Relevansi Tema Puisi dengan Kebudayaan
saat itu semua orang yang mencintai dan menyayangi Setempat
si mati melakukan upacara penghormatan terakhir
a) Mitos dalam Masyarakat Bugis
pada yang meninggalkan itu.
Mitos tentang Tomanurung merupakan salah satu
dan anasir yang turut serta menguatkan nilai budaya
c) Makna Simbolitas
Bugis. Mitos tersebut dipercaya sebagai cerita yang
Simbol-simbol dalam puisi ini adalah langit, pun- mengandung peristiwa-peristiwa dan makna-makna
cak gunung, lumbung, dan patung selamat tinggal. yang aktual. Menurut Bronislaw Malinowsky dalam
Kata langit merupakan simbol dan segala kekuatan Rahim (1985: 70), mitos adalah suatu unsur ter-
yang tinggi, dahsyat tidak terkalahkan, dan lain-lain. penting dari peradaban manusia. Mitos bukan cerita
Kelebihan yang tidak dapat dimiliki oleh selain yang omong kosong, melainkan suatu kekuatan aktif yang
Mahakuasa. Dengan demikian, kata langit tersebut tangguh, suatu perjanjian tentang kepercayaan dan
menyimbolkan Mahakuasa tersebut, tempat memin- kebijaksanaan moril yang mempunyai manfaat.

Gramatika, Volume I, Nomor 2, Juli—Desember 2013 122


Menurut Rahim, Manurung di Bone, misalnya, ngan “matinya”, tetapi “kembalinya” sebab dalam
digelari “Matasilompo-e” sebab keistimewaan pe- keyakinan masyarakat tradisional Toraja, seorang
ngetahuannya sampai rambut putus di Jawa dapat raja yang rnangkat bukanlah meninggal, melainkan
didengarnya. Sama halnya dengan Tomanurung di ia kembali ke tempatnya semula, yaitu langit sebagai
Bone, yang begitu melihat orang banyak langsung simbol asal segala asal.
tahu jumlahnya, meskipun jumlahnya banyak sekali.
Demikian pula kekuatan dan kelemahan yang dimiliki b) Religiusitas Masyarakat dan Hubungan
orang banyak tersebut, langsung diketahui oleh To- dengan Mitos-Mitos
manurung tersebut. Kelebihan-kelebihan tersebut Sehubungan dengan pendapat Koentjaraningrat
membuat orang banyak memberikan penghargaan (1981), masalah asal mula dan inti unsur universal,
dan kemuliaan kepadanya sehingga dia dipandang seperti religi dan agama yang terkait dengan masalah
tinggi. Bila berada di tengah masyarakat, dia pun mengapa manusia percaya kepada suatu kekuatan
pantas menyebutnya manurung. Dia pun tidak ubah- yang dianggap lebih tinggi dan mengapa manusia me-
nya dengan manusia kebanyakan, beliau turun terse- lakukan berbagai hal dengan berbagai cara untuk
but disebut Tomanurung yang berarti orang yang mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan terse-
turun. but telah menjadi fokus perhatian para pakar. Hal
Berhubungan sifat-sifat itu rnempunyai kemung- tersebut dimotivasi oleh (1) kelakuan manusia yang
kinan berubah, dalam setiap percakapan perjanjian bersifat religius dan terjadi karena manusia mengakui
antara Tomanurung sebagai raja dan rakyat selalu adanya gejala-gejala yang tidak dapat diterangkan
tampil hak dan kewajiban yang digariskan oleh rak- dengan akalnya; (2) bahwa religiusitas tersebut terjadi
yat. Namun, rakyatlah yang menyebutnya Tomanu- dengan maksud untuk menghadapi krisis-krisis yang
rung. Dia sendiri tidak mengklaim dirinya begitu. ada dalam jangka waktu hidup manusia; (3) religiusi-
Oleh sebab itu, ia pun yakin bahwa rakyatlah yang tas manusia terjadi karena kejadian-kejadian yang
mengangkatnya sebagai raja. luar biasa dalam hidupnya dan alam sekelilingnya;
Dalam puisi ini digambarkan tentang budaya/ serta (4) religiusitas manusia terjadi karena suatu ge-
kepercayaan masyarakat Sulawesi Selatan secara taran atau emosi yang ditimbulkan dalam jiwa ma-
urnum. Tidak satu pun suku di Sulawesi Selatan yang nusia sebagai akibat dan pengaruh rasa kesatuan se-
terlepas dan mitos Tomanurung ini. Mulai dari dae- bagai warga masyarakat.
rah Makassar, Bugis (seperti yang sudah ditulis di Dalam kaitannya dengan masyarakat Sulawesi
atas) juga daerah lain yang non-Bugis/non-Makas- Selatan, motivasi kepercayaan kepercayaan tersebut
sar, dalam hal ini suku bangsa Mandar, Toraja, dan masih dipelihara secara baik, terutama di masyarakat
Maspul (Massenrempulu). Di daerah-daerah yang yang masih memiliki alam pikiran tradisional dan men-
dimaksudkan ini terdapat pula keyakinan yang sama. junjung tinggi nilai-nilai adat/kepercayaan terhadap
Di daerah Maspul, misalnya, diyakini sesuai dengan nenek moyang, misalnya di daerah Toraja, sebagian
pekabaran Lontarag Dun bahwa Raja Dun berasal masyarakat Sidrap (yang beragama Tolotang), dan
dan langit melalui Buntu Bolong, yang melahirkan ra- penduduk masyarakat Kajang di Kabupaten Bu-
ja-raja, yang tersebar ke daerah-daerah lam di Mas- lukumba.
pul, seperti Baroko, Baraka, Maiwa, Enrekang, Dalam masyarakat Sulawesi Selatan khususnya,
Taulan, dan Cakke, yang lebih dikenal dengan kera- Indonesia pada umumnya, kepercayaan seperti itu
jaan “Tallu Batu Papan”. bermuara pada adanya kekuatan di luar din manusia
Demikian pula di daerah lain, seperti Toraja dan yang tidak dapat dikalahkan, tidak dapat dijangkau
Mandar, tentu memiliki mitos-mitos yang sama me- oleh akal pikirannya, dan untuk menghadapi krisis-
ngenai Tomanurung. Dalam puisi ini khusus dipa- krisis yang terjadi dalam kehidupannya, serta meng-
parkan tentang baliknya Tomanurung versi Toraja antisipasi getaran emosi yang ditimbulkan dalam jiwa
ke langit. Kembalinya tersebut tidak diistilahkan de-

Herianah, Pengungkapan Makna Puisi Bila Tomanurung Balik ke Langit Karya Husni Djamaluddin: 123
Pendekatan Semiotika
sebagai akibat dan pengaruh rasa kesatuan dengan Eku, Amran. 2004. “Surah Lukman. Kajian
rnasyarakatnya. Semiotik.” Tesis. Makassar: PPS UNM.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Pene-
5. Penutup litian Sastra: Epistemologi, Model,Teori, dan
Beberapa pendekatan yang tepat digunakan untuk Aplikasi. Yogyakarta: Hanindita.
mengungkap maksud yang tersirat dalam ide, ga- Jabrohim (Ed). 2002. Metodologi Penelitian
gasan, dan pikiran pengarang. Salah satu pendekatan Sastra. Yogyakarta: Hanindita.
tersebut adalah semiotik yang mengkhususkan pada Koentjaraningrat. 1981. Antropologi Sosial.
sistem tanda (ikon, indeks, dan simbol). Untuk Jakarta: Dian Rakyat.
mengungkap makna yang tersirat di balik puisi adalah Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian
terlebih dahulu melalui pembacaan heuristik dan Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
hermeneutik, menemukan ikon, indeks, dan simbol. Press.
Setelah itu, menemukan relevansi tema puisi dengan Pradopo, R. Djoko. 2005. Pengkajian Puisi.
mitos-mitos cinta dalam masyarakat. Adapun rele- Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
vansi tema puisi dengan kebudayaan Sulawesi Selatan Segers. 1978. Studies in Semiotics, The Eva-
terkait dengan (a) mitos dalammasyarakat Bugis, (b) luation of Literary Text. Lisse: The eter de
religiusitas masyarakat, dan (c) hubungan dengan Ridders Press.
mitos-mitos. Selden, Raman. 1993. Panduan Pembaca Teori
Analisis yang dilakukan terhadap puisiBila To- Sastra. Diterjemahkan oleh Rahmat Djoko
manurung Balik ke Langit hanya menyentuh se- Pradopo. Yogyakarta: Gadjah Mada University
bagian kecil wilayah pernbicaraan semiotika, yakni Press.
mengungkap temamakna puisi yang terpilih secara Teeuw, A. 1984. Tergantung pada Kata. Jakarta:
purposif. Dengan begitu, masih luas wilayah yang Pustaka Jaya.
dapat dikaji oleh peneliti lain sebab ruang lingkup Rahim, A. Rahman. 1985. Nilai-Nilai Utama
kajian semiotika terhadap puisi luas sekali. Peneliti Kebudayaan Bugis. Makassar: Lembaga
lain dapat rnengkaji nilai-nilai sosial yang terdapat Penerbitan Universitas Hasanuddin.
dalarn kumpulan tersebut secara mendalam, atau
Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry.
makna-makna lain. Dapat pula dikaji dari aspek fo-
Bloomington and London: Indiana University
nologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.
Press.
Usman, H. dan P. S. Akbar. 2000. Metode
Daftar Pustaka Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Waluyo, 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta:
Sastra. Jakarta: Sinar Baru Algesindo. Erlangga.
Dharmojo. 2005. Sistem Simbol dalam Munaba Zoest, van Aart dan Panuti Sudjiman. 1992. Serba-
Waropen Papua. Jakarta: Pusat Bahasa Serbi Semiotika. Jakarta: Gramedia.
Depdiknas. Zoest, van Aart. 1993. Semiotika: Tentang Tanda,
Djunaedi, Moha. 1992. Apresiasi Sastra Indonesia. Cara Kerjanya, dan Apa yang Dilakukan
Ujung Pandang: Putra Maspul. Dengannya. Jakarta: Sumber Agung.
Eco, Umberto. 1979. A Theory of Semiotics.
Bloomington: Indiana University Press.

Gramatika, Volume I, Nomor 2, Juli—Desember 2013 124

Anda mungkin juga menyukai