Anda di halaman 1dari 53

1

Rencana Penelitian

A. Judul Penelitian

(terpisah)

B. Latar Belakang

Sastra merupakan bentuk kearifan lokal yang dimiliki oleh setiap negara di

dunia. Dikatakan arif karena tercipta atas dasar pemikiran yang bijaksana dan

memiliki makna berdasarkan tujuan tertentu bergantung pada latar belakang dari

proses suatu karya sastra. Dikatakan lokal karena setiap negara menciptakan,

membudayakan, dan mentradisikan sastra sebagai hasil kedaerahan yang melekat

dalam konvensi masyarakat.

Sebagai objek kebudayaan, sastra tentu harus selalu dilestarikan

keberadaannya. Upaya pelestarian sastra (sastra Indonesia) tentu tidaklah serta-

merta dapat terlaksana tanpa perencanaan berdasarkan derajat kebutuhan dan

kesesuaian. Sastra sebagai kebudayaan dan termasuk ke dalam bidang seni, perlu

diperkenalkan dengan cara-cara tertentu sesuai karya sastra itu sendiri.

Karya sastra prosa telah mulai digemari oleh beberapa kalangan

masyarakat dengan timbulnya peningkatan jumlah pembaca prosa Indonesia,

dalam bentuk novel maupun cerita-cerita pendek dan beberapa karya telah

ditranformasikan ke dalam bentuk film. Drama sebagai karya sastra juga telah

memiliki tempatnya, yaitu pentas teater yang telah merambah diberbagai wilayah

di Indonesia dengan ciri-ciri khas kebudayaan dari wilayah tempat

berkembangkan apresiasi teater tersebut. Namun pertanyaannya, bagaimana

1
2

dengan puisi? Perlu adanya bentuk apresiasi karya sastra (prosa, drama, dan puisi)

yang diolah secara kreatif dan inovatif.

Puisi adalah karya sastra yang indah. Namun puisi sebagai karya sastra

yang paling memerhatikan unsur keindahan di dalamnya cenderung belum

dieksplorasi cara penyampaiannya. Bentuk penyampaian puisi yang paling umum

adalah dengan pembacaan puisi. Namun seharusnya tidak ada batasan dalam

upaya mengapresiasi puisi. Perlu ada cara yang baik dalam upaya peningkatan

apresiasi karya sastra puisi demi tercapainya peningkatan minat masyarakat

terhadap karya sastra puisi.

Hal yang dikhawatirkan dalam apresiasi puisi adalah apabila masyarakat

menjadi bosan dan hampir pada tingkat kejemuan terhadap puisi Indonesia.

Namun pada hakikatnya, sastra bukan hanya dapat dinilai berdasarkan

subjektivitas manusia yang lemah terhadap rasa pada makna suatu bahasa, tetapi

lebih kepada penerapan metode penyampaian yang tepat dan merakyat.

“Sastra apa pun dapat ditafsirkan dengan tepat dalam bermacam-macam

cara yang berbeda, hanya dibatasi oleh naskah pada suatu karya” (Sugihastuti,

2009:10). Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah apabila pernyataan-

pernyataan tentang makna sebuah karya sastra merupakan pernyataan-pernyataan

yang objektif, artinya makna dalam suatu karya sastra bukanlah sekadar arena

bagi gagasan, khayalan, dan pilihan pribadi yang tonggaknya bukan hanya

pengetahuan, tetapi hal yang disebut dengan nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi.

“Masyakarat perlu standar penilaian yang memperkenankan, setidaknya secara

2
3

prinsip dan hanya satu interpretasi sebuah karya untuk dinilai betul, benar, dan

berilmu” (Sugihastuti, 2009:11).

Dalam memahami suatu makna puisi, perlu ada metode yang

berkedudukan sebagai cara penyampai isi puisi. Akan menjadi masalah jika

penyampaian isi puisi dilakukan dengan sembarangan sehingga tidak tepat sasaran

atau jauh dari pemaknaan yang optimal. Deklamator-deklamator puisi selazimnya

mengetahui cara-cara yang tepat dalam menyampaikan isi puisi,

mempertimbangkan seluruh unsur yang terdapat pada puisi dan kemudian

menentukan bunyi, intonasi, penjedaan, dan ekspresi yang paling tepat. Namun

apabila penyampaian yang dilakukan kurang tepat atau bahkan tidak tepat, yang

menjadi kabur adalah makna puisi yang disampaikan.

Pemikiran peneliti mengenai karya sastra dan interpretasi tersebut akan

terakomodasi melalui metode musikalisasi karya sastra. Peneliti memilih

musikalisasi sebagai metode yang tepat dalam upaya kemudahan pencapaian

interpretasi yang betul, baik, dan berilmu, serta memberikan kemudahan bagi

penikmat karya sastra karena sastra dan musik berada pada lingkup bidang yang

sama yang melandaskan estetika dan harmoni sebagai esensi karyanya yang

disebut dengan seni.

Pada zaman dahulu, pertunjukan puisi dengan musik tradisional pernah

dilakukan masyarakat Karo, Melayu, dan Minangkabau yang dijadikan sebagai

penghibur atau pengisi dalam upacara adat. Hal tersebut mengartikan bahwa sejak

dulu karya sastra telah didampingi oleh musik sebagai media penyalurnya.

3
4

Berdasarkan ilmu psikologi, musik mampu merangsang pola pikir dan

menjadi jembatan bagi pemikiran-pemikiran yang lebih kompleks. Kemampuan-

kemampuan seperti ini makin dioptimalkan melalui stimulasi dengan

memperdengarkan musik, terutama musik klasik. Irama, melodi, dan harmoni

merupakan stimulasi untuk meningkatkan kemampuan kognitif. Hal penting lain

menjelaskan bahwa neuron akan menjadi sirkuit jika ada rangsangan musik,

rangsangan yang berupa gerakan, suara mengakibatkan neuron yang terpisah

bertautan dan mengintegrasikan diri dalam sirkuit otak. Semakin banyak

rangsangan musik, semakin kompleks jalinan antarneuron itu. Itulah sebenarnya

dasar adanya kemampuan logika, bahasa, musik, dan emosi pada manusia.

Alasan utama peneliti memilih metode musikalisasi puisi adalah metode

ini dapat menjadi alternatif penyampaian keindahan puisi kepada masyarakat.

Musikalisasi merupakan bentuk penyampaian yang dapat diminati oleh berbagai

kalangan masyarakat. Metode ini akan memperkecil kerenggangan masyarakat

terhadap karya sastra terutama puisi. Perpaduan keindahan musik dengan syair

puisi dikelola dengan tepat dan disesuaikan dengan interpretasi yang tepat pula.

Dengan demikian, musikalisasi dapat menjadi metode terbarukan yang diolah

dengan inovatif dan kreatif.

Perbedaan metode musikalisasi puisi dengan metode pembacaan puisi

adalah kedua metode ini menggunakan cara penyampaian yang berbeda walaupun

keduanya menggunakan bahasa sebagai media utama substansinya. Metode

musikalisasi menggandeng beberapa unsur-unsur seni, seperti musik yang terdiri

dari melodi, irama, dan harmoni. Selain itu, metode ini juga menggunakan vokal

4
5

yang relevan dengan isi syair puisi. Penyanyi atau pembaca puisi juga memiliki

tugas yang besar dalam mempertepat makna isi puisi dengan menyampaikan

melodi (bunyi), ekspresi, dan gerak tubuh yang menggambarkan kondisi yang

ingin disampaikan penyair dalam puisinya. Vokal atau pembaca puisi ini

merupakan penyampai utama dalam proses musikalisasi puisi. Musik hanya

bertugas sebagai pengiring yang bertujuan mempermudah penyampaian nuansa

yang terdapat pada puisi-puisi. Walaupun demikian, musik juga tidak bisa

dikesampingkan karena apabila salah dalam menentukan bentuk musik dan

konten-konten yang terdapat dalam musik, makna yang akan ditangkap oleh

penikmat puisi juga akan berbeda. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam

musik, yaitu unsur pokok dan unsur ekspresi. Itulah sebabnya perlu ada

pencocokan untuk memperoleh hasil yang paling tepat dalam menyampaikan isi

puisi. Berbeda dengan pembacaan puisi, pembaca puisi hanya berpatok pada

kemampuan pembaca puisi tersebut dalam mengolah syair puisi ke dalam

berbagai intonasi yang tepat dan mimik yang tepat pula. Tidak dipermudah

dengan musik sebagai bagian yang mendahului suasana yang terdapat dalam puisi.

Pembacaan puisi terbatas oleh pembaca puisi itu sendiri. Pembacaan puisi

cenderung mengurangi kebebasan pendengar dalam menikmati dan merasakan

secara mendalam makna puisi.

Dalam penelitian ini, objek yang digunakan sebagai realisasi penggunaan

musik tersebut adalah puisi. Alasan peneliti memilih puisi sebagai objek

penelitian karena puisi sangat dekat dengan unsur musik di dalamnya.

Puisi merupakan pemikiran yang musikal. Penyair


dalam menciptakan puisi itu memikirkan bunyi

5
6

yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata


disusun sedemikian rupa hingga yang menonjol
adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti
musik, yaitu dengan menggunakan orkestrasi bunyi.
(Pradopo, 1990:6)

Dalam puisi terdapat istilah yang disebut dengan “horizon harapan

pembaca” yaitu bagian kosong yang diserahkan kepada pembaca untuk merenung.

Bagian inilah yang kemudian menjadi celah bagi setiap penikmat sastra

memahami makna dalam setiap kata-kata yang kemudian dimusikalisasikan

menggunakan nada minor dan mayor, tinggi dan rendah, tegas dan lembut

berdasarkan keperluan bunyi dan kesesuaian kata yang dituju.

Puisi serenada dijadikan sebagai objek penelitian adalah karena puisi ini

dapat menjadi batu acuan dalam penerapan puisi lainnya untuk merangsang

keinginan masyarakat dalam mengapresiasi sastra. Karena puisi serenada

memiliki syair yang indah dan lekat dengan tema cinta, peneliti berekspektasi

tinggi terhadap pengembangan efektivitas penyampaian isi puisi serenada tersebut

dengan pemilihan melodi (bunyi) dan aransemen musik oleh rekan peneliti

nantinya. Serenada dapat dikatakan pula sebagai puisi yang unik karena judul-

judul setiap puisi serenada hanya dibedakan oleh nama-nama warna dan warna

tersebut mewakili perasaan utama yang terkadung di dalam tiap-tiap puisi. Selain

itu, asalan peneliti memilih puisi-puisi serenda adalah karena pada buku “Empat

Kumpulan Sajak WS Rendra” terdapat tujuh puisi serenada yang dapat saling

dibandingkan hasil musikalisasinya dan akan didapatkan kesimpulan yang lebih

optimal berdasarkan tujuh puisi tersebut. Puisi serenada dapat dikatakan puisi lirik

yang romantik, puisi-puisi tersebut cenderung sarat akan variasi bunyi dan setiap

6
7

bunyi-bunyi yang terdapat di dalam puisi serenada merupakan gambaran dari

berbagai suasana hati yang terangkum di dalam tujuh puisi serenada.

Sebagai contoh:

Kupacu kudaku.
Kupacu kudaku menujumu.
Bila bulan
menegurkan salam
dan syahdu malam
bergantung di dahan-dahan.
Menyusuri kali kenangan
yang berkata tentang rindu

(Serenada Hijau, dalam
Empat Kumpulan Sajak, hlm
9)

Ketika hujan datang
malamnya sudah tua:
angin sangat garang
dinginnya tak terkira.
Aku bangkit dari tidurku
dan menatap langit kelabu.
Wahai, janganlah angin itu
menyingkap selimut kekasihku!
(Serenada Biru, dalam
Empat Kumpulan Sajak, hlm
10)
Aku akan masuk ke dalam hutan
Lari ke dalam hutan
Menangis ke dalam hutan.
Kerna mereka telah memisahkan kami:
aku dan panjiku:

(Serenada Hitam, dalam
Empat Kumpulan Sajak, hlm
15)

Dalam tiga penggalan puisi di atas, secara umum dapat dilihat bahwa terdapat

banyak penggunaan bunyi-bunyi khas di setiap puisi. Pada Serenada Hijau,

terdapat asonansi u dan a. Dari adanya asonansi tersebut, dapat diketahui bahwa

7
8

puisi ini sebaiknya dibaca secara bersemangat namun dengan syahdu dan penuh

penghayatan, berdasarkan istilah musik yaitu dengan penggabungan tempo

moderato dan andante. Disamping itu, pada Serenada Biru juga ditemukan

asonansi a dan u. Namun yang menjadi perbedaan adalah suasana yang terkadung

di dalamnya. Pada puisi ini, tempo yang sebaiknya diterapkan adalah adante-

adagio-lento. Pada bagian akhir berangsur-angsur diperlambat sampai pada tempo

lento. Hal ini dikarenakan isi puisi ini menyampaikan kerinduan yang teramat

dalam yang penulis puisi rasakan ketika dia tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya

bisa menikmati rasa rindu tersebut kepada kekasihnya. Beda halnya dengan

Serenada Hitam, pada puisi ini terdapat banyak aliterasi m dan n bersuara berat.

Dari puisi ini, penyampaiannya harus dengan ekspresi kemarahan yang tinggi

karena terdapat banyak pengulangan bunyi yang bertujuan untuk menegaskan isi-

isi curahan hati penulis. Dalam penyampaian, akan lebih baik menggunakan

tempo presto-allegro-moderato dengan gambungan syncope. Dari ketiga kutipan

puisi-puisi tersebut, peneliti menyampaikan secara umum dan singkat tentang

keunikan puisi serenada yang kemudian akan dianalisis hasil musikalisasinya ke

dalam laporan penelitian.

Sebelum menganalisis hasil suatu musikalisasi puisi, peneliti harus

terlebih dahulu menganalisis puisi-puisi serenada. Bentuk analisis yang digunakan

adalah analisis pendekatan semiotik dalam upaya pendalaman makna-makna

tanda yang terdapat di dalam puisi, yaitu diksi dan kata-kata konkret. Selain itu,

peneliti tidak hanya memahami puisi berdasarkan diksi dan kata-kata konkret,

peneliti memilih pendekatan strata norma (lapis bunyi) untuk menemukan

8
9

kesesuaian hasil analisis nantinya terhadap permasalahan dalam penelitian.

Pendekatan strata norma akan memberikan ruang untuk meninjau, mencermati,

melihat secara mendalam hal-hal yang terdapat di dalam puisi, terutama yang

berkenaan dengan bunyi serta kaitan bunyi-bunyi dalam syair puisi terhadap

makna puisi. Maka dari itu, peneliti memillih kedua pendekatan ini.

Hal lain yang juga menjadi alasan peneliti adalah karena puisi serenada

belum pernah diteliti sehingga masih perlu dianalisis dan tentu layak dijadikan

objek penelitian. Puisi-puisi serenada berisi berbagai perasaan cinta yang

dirasakan oleh WS Rendra, dalam hal ini adalah percintaan orang dewasa. Oleh

sebab itu, peneliti memilih masyarakat usia dewasa sebagai rekan penelitian pada

musikalisasi puisi dalam upaya mendekati pemahaman optimal terhadap makna

puisi serenada. Rekan tersebut yaitu mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan

Seni (PBS) yang terdiri dari Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa

Inggris, Bahasa Mandarin, Seni Tari dan Musik pada Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan (FKIP), Universitas Tanjungpura (Untan) di Pontianak.

Peneliti memilih mahasiswa PBS FKIP Untan sebagai rekan penelitian

adalah karena mahasiswa telah berada pada jenjang umur dewasa dan memiliki

latar belakang pendidikan formal yang sama, yaitu pada bidang bahasa dan seni.

Dengan kesamaan tersebut, penelitian akan terfokus pada satu kategori sumber

data dan akan mendapatkan kesimpulan yang terfokus pula. Mahasiswa yang

dimaksud adalah mahasiswa yang memiliki minat dan kecintaan terhadap bidang

seni (sastra maupun nonsastra), seperti pembaca puisi, pencipta puisi, penyanyi,

pemain musik, dan lain-lain. Rekan-rekan mahasiswa ini akan memusikalisasikan

9
10

puisi dan kemudian akan dianalisis kesesuaian bunyi terhadap makna puisi oleh

peneliti.

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, yakni oleh

Krisdianto Pangestu (2012) dengan judul “Efektivitas Penggunaan Teknik

Musikalisasi Puisi dalam Meningkatkan Kemampuan Siswa Mengapresiasi Puisi

(Studi Ekisperimen pada Siswa Kelompok VII-D SMP Negeri 19 Bandung Tahun

Ajaran 2009/ 2010)”. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan antara kemampuan siswa kelompok eksperimen dengan kelompok

kontrol dalam pembelajaran apresiasi puisi dengan teknik musikalisasi puisi dan

pembelajaran apresiasi puisi dengan teknik maupun model yang biasa dilakukan

dalam pembelajaran apresiasi puisi di kelompok VII SMP Negeri 19 Bandung

(model pembacaan puisi). Hal tersebut terbukti melalui pengujian hipotesis

dengan menggunakan uji-t SPSS 15.0 for Windows yaitu karena nilai signifikansi

0,000 < 0,05, meskipun nilai signifikansi kurang, namun terdapat perbedaan di

antara keduanya, dengan kata lain terdapat berbedaan rata-rata kelompok

eksperimen dengan kelompok kontrol, hal ini dapat terlihat juga dari nilai rata-rata

postes kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol yaitu 66,77 rata-rata nilai

postes kelompok eksperimen dan 47,73 nilai rata-rata kelompok kontrol. Hal

tersebut menandakan bahwa teknik musikalisasi puisi efektif digunakan dalam

pembelajaran apresiasi (refleksi) puisi.

Penelitian lainnya, yaitu oleh Muhammad Hasan dengan judul

“Musikalisasi Puisi: Studi atas Transformasi Sejumlah Puisi Menjadi Lirik Lagu”

(1997). Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat tranformasi suatu karya puisi

10
11

setelah dimusikalisasikan. Pembuktian tersebut tertuang dalam tiga dasar

transformasi, yaitu (1) peralihan bentuk tulis menjadi bentuk lisan, (2)

penyesuaian puisi terhadap aransemen musik, dan (3) pemaknaan atas puisi

bersangkutan.

Penelitian relevan berdasarka analisis strata norma dan semiotik, yaitu

oleh Ronauli Gultom dengan judul “Analisis Struktural dan Semiotik terhadap

Kumpulan Puisi Renungan Kloset Karya Rieke Diah Pitaloka” (2009). Hasil

penelitian ini adalah (1) puisi-puisi Pitaloka banyak menggunakan bunyi-bunyi

yang dominan yaitu konsonan bersuara berat, menggunakan pengulanjgan kata,

dan kata kiasan; (2) berdasarkan hasil semiotik, Pitaloka menggunakan tanda-

tanda di dalam puisinya yang dapat memberi makna lain seperti tanah dewata dan

bulan yang gelisah. Dari hasil analisis, kumpulan puisi Renungan Kloset banyak

menggambarkan kehidupan manusia yang sedang dialami masyarakat Indonesia

mulai dari tahun 1998-2002 pada masa penulisan puisi-puisi tersebut.

Selain itu, penelitian lain yang telah dilakukan adalah oleh Gustaf Sitepu

“Analisis Strata Norma terhadap Kumpulan Puisi Nostalgi = Transendensi Karya

Tori Heraty” (2006). Hasil dari penelitian tersebut, antara lain (1) secara analisis

strata norma, bunyi yang mendominasi adalah bunyi vokal (asonansi), yakni /a/,

/u/, dan konsonan (aliterasi) berat, yaitu /g/, /k/, /p/, /t/; (2) tema yang

dimunculkan adalah tentang ketragisan, kegelisahan, dan kesepian dalam hidup

manusia; (3) berdasarkan tema yang dimiliki, jelas penyair dipengaruhi oleh

filsafat eksistensialisme; (4) penggunaan kata-kata sangat sederhana, mudah

dipahami; (5) bahasa kiasan tidak memasuki klise yang taat konvensi; (6) citraan

11
12

digunakan penyair hamper tiap puisinya; (7) puisi-puisi pada bagian Geram

merupakan pengalaman penyair tetang masyarakat modern; dan (8) penyair

tergolong seorang penyair wanita yang cukup produktif dalam menulis berbagai

karya serta mampu mengamati lingkungannya.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lainnya yang serupa adalah

proses penelitian dilakukan pada hasil musikalisasi puisi yang telah

ditranskipsikan. Penelitian dilakukan pada data berdasarkan teknik analisis

terhadap trasformasi strata norma dan unsur semiotik yang terdapat pada hasil

musikalisasi puisi yang disesuaikan dengan strata norma dan unsur semiotik yang

diinterpretasikan oleh peneliti. Selain itu, perbedaan penelitian ini dengan

penelitian lainnya adalah objek penelitian yang akan diberlakukan musikalisasi

puisi adalah puisi serenada yang merupakan puisi percintaan dan belum pernah

diteliti sebelumnya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji sebuah apresiasi puisi

yang dikaitkan dengan musik sastra. Maka dengan itu, peneliti akan melakukan

penelitian dalam pengkajian apresiasi tersebut dengan judul (bergantung

pilihan).

Alasan peneliti menggunakan metode kualitatif-deskriptif adalah metode

ini dapat menjadi cara yang baik dan tepat dalam mengidentifikasi, meninjau, dan

mengungkapkan data penelitian. Data yang didapat akan diolah menggunakan

bahasa (kata-kata), ditinjau ketepatan dan kesesuaiannya, dan dianalisis

berdasarkan pokok-pokok persoalan yang telah ditetapkan. Metode ini juga sangat

12
13

tepat sebagai bentuk penelitian sastra yang menggunakan bahasa sebagai media

utama.

Dengan meningkatnya apresiasi puisi dalam bentuk musikalisasi puisi,

peneliti berharap terjadi peningkatan atensi masyarakat Indonesia pada umumnya

dan masyarakat Pontianak pada khususnya terhadap sastra Indonesia, terutama

puisi. Penelitian ini juga sekiranya dapat dijadikan tolok ukur pemanfaatan musik

sastra dalam upaya penyampaian makna karya sastra, dalam hal ini adalah puisi.

C. Rumusan Masalah

(terpisah)

D. Tujuan Penelitian

1. (menyesuaikan)

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari hasil penelitian

tentang analisis transformasi strata norma dan unsur semiotik ke dalam tujuh puisi

karya WS Rendra oleh seniman di Pontianak dan sekitarnya adalah sebagai

berikut.

1. Manfaat Teoretis

a) Penelitian ini erat hubungannya dengan mata kuliah pengkajian puisi

dan beberapa mata kuliah lain yang berkaitan dengan kesusastraan

13
14

sehingga dengan melakukan penelitian ini diharapkan penulis dan

semua pihak yang berkepentingan dapat lebih memahaminya.

b) Memberikan sumbangan bagi pembinaan dan pengembangan bahasa

dan sastra Indonesia khususnya mengenai apresiasi karya sastra oleh

masyarakat.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini berupaya untuk meningkatkan apresiasi puisi oleh

masyarakat Indonesia melalui musikalisasi puisi pada Empat Kumpulan

Sajak karya WS Rendra. Berikut ini beberapa manfaat praktis dalam

penelitian ini.

a) Penelitian ini dapat menjadi tolok ukur pemanfaatan modernisasi

metode musikalisasi puisi yang kemudian tertuang ke dalam suatu

media penyampaian makna karya sastra bagi masyarakat luas.

b) Hasil penelitian berupa musikalisasi puisi ini dapat diproduksi menjadi

industri karya sastra terbarukan dan dapat dinikmati oleh berbagai

kalangan masyarakat.

F. Ruang Lingkup

Penelitian tentang kesusastraan ini ditempatkan pada ruang lingkup kajian

deskriptif-kualitatif dalam analisis musikalisasi tujuh puisi serenada karya WS

Rendra oleh seniman di Pontianak dan sekitarnya. Adapun ruang lingkup

penelitian ini yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti adalah sebagai

berikut.

14
15

1. Analisis yang digunakan dalam interpretasi makna puisi adalah strata

norma Roman Ingarden dan semiotik.

2. Karya sastra yang digunakan adalah puisi modern. Puisi yang diciptakan

pada abad ini dan berbahasa Indonesia.

3. Puisi modern yang digunakan adalah puisi serenada pada empat kumpulan

sajak karya WS Rendra, yaitu Serenada Hijau, Serenada Biru, Serenada

Violet, Serenada Putih, Serenada Hitam, Serenada Kelabu, dan Serenada

Merah Padam.

4. Masyarakat yang akan menerapkan metode musikalisasi puisi pada tujuh

puisi serenada adalah mahasiswa PBS FKIP Untan di Pontianak yang

terdiri dari pembaca puisi, pencipta puisi, penyanyi, pemusik, dan lain-

lain.

5. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif-kualitatif yang

menggunakan bahasa sebagai media penyampaian analisis.

G. Penjelasan Istilah

Peneliti akan menguraikan beberapa istilah yang perlu diketahui oleh

pembaca agar tidak terjadi salah pengertian antara peneliti dan pembaca. Istilah

tersebut adalah sebagai berikut.

1. Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu

pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang

bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai

tujuan yang ditentukan.

15
16

2. Musikalisasi puisi sebagai sarana mengomunikasikan puisi kepada

apresian melalui persembahan musik (nada, irama, lagu, atau nyanyian)

(Ari, 2008:9). Musikalisasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tiga

jenis musikalisasi, yaitu musikalisasi awal, musikalisasi terapan, dan

musikalisasi campuran.

3. “Empat Kumpulan Sajak” adalah satu di antara antologi puisi WS Rendra

yang diterbitkan pada 1961, terdiri dari 89 judul puisi yang terbagi ke

dalam empat sub bab (Kakawin Kawin, Malam Stanza, Nyanyian dari

Jalanan, dan Sajak-Sajak Dua Belas Perak). Puisi-puisi serenada terdapat

pada sub bab “Kakawin Kawin”.

4. Serenada (serenata Lt) adalah sajak percintaan yang bisa dinyanyikan.

Serenada adalah jenis puisi lirik (Zaidan dkk, 2007:187). Puisi serenada

yang menjadi objek penelitian adalah Serenada Hijau, Serenada Biru,

Serenada Violet, Serenada Putih, Serenada Hitam, Serenada Kelabu, dan

Serenada Merah Padam.

5. WS Rendra adalah sastrawan Indonesia yang aktif menciptakan dan

membaca puisi-puisi; menciptakan dan memerankan naskah drama. WS

Rendra adalah penyair yang terkenal dengan karya-karya yang bersifat

balada, satu di antara karyanya adalah Empat Kumpulan Sajak yang juga

berisi puisi-puisi serenada.

16
17

H. Kajian Pustaka

1. Puisi

Puisi adalah satu di antara bentuk karya sastra yang dulunya terikat

dengan baris, bait, dan sajak. Pada zaman sekarang ini, puisi yang diciptakan

sudah dikategorikan sebagai puisi modern yang tidak terikat dengan baris,

bait, dan sajak.

Puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan


perasaan yang merangsang imajinasi panca indera dalam
susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang
penting yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan
dengan menarik dan memberi kesan. Puisi itu merupakan
rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang
penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan
(Pradopo, 1990:7)

Berdasarkan pernyataan Pradopo tersebut, diketahui bahwa puisi sebagai

bagian dari karya sastra merupakan hasil pencerminan atau mimesis dari

pengalaman manusia itu sendiri. Puisi lahir akibat adanya suatu pemikiran

sudut pandang manusia yang diwarnai dengan berbagai imajinasi dan

kemudian dipadukan pada suatu bahasa yang paling mendalam.

Hal lain dikemukakan oleh Damono (2009:2) mengenai puisi-puisi

lama yang dirangkum ke dalam masa pujangga baru bahwa “puisi juga tidak

luput dari upaya para penyair untuk membuat inovasi”. Damono ingin

mengungkapkan bahwa puisi juga tidak lain merupakan hasil rekayasa penyair

dalam merangkai bahasa ke dalam bentuk puisi dengan berbagai perbedaan-

perbedaan baru.

Selanjutnya, Zaidan dkk (2007:160) dalam Kamus Istilah Sastra

menuliskan bahwa “puisi adalah gubahan dalam bahasa yang bentuknya

17
18

dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan

pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi,

irama, dan makna khusus”. Dengan kata lain dapat dipahami bahwa puisi

mempunyai bunyi, irama, dan makna khusus yang dirangkai dengan baik dan

dapat menimbulkan rasa yang lebih mendalam.

Jadi, berdasarkan berbagai pendapat tersebut, peneliti dapat

menemukan bahwa puisi merupakan olahan bahasa imajinatif yang

diekspresikan berdasarkan interpretasi terhadap sesuatu yang pernah dirasakan

ke dalam suatu irama dan bunyi khusus secara terbarukan yang dapat

menimbulkan kontemplasi tersendiri bagi penikmat puisi.

a. Unsur Batin Puisi

1) Sense (tema, arti)

Sense atau tema adalah pokok persoalan (subjek matter) yang

dikemukakan oleh pengarang melalui puisinya. Dengan latar belakang

pengetahuan yang sama, penafsiran-penafsiran puisi akan memberikan

tafsiran tema yang sama bagi sebuah puisi karena tema puisi bersifat

lugas, objektif, dan khusus. Tema puisi harus dihubungkan dengan

pernyairnya, dengan konsep-konsepnya yang terimajinasikan. Oleh

sebab itu, tema bersifat khusus, tetapi objektif, dan lugas. Pokok

persoalan dikemukakan oleh pengarang baik secara langsung maupun

secara tidak langsung (pembaca harus menebak atau mencari-cari,

menafsirkan) (Waluyo, 1987:106).

2) Feeling (perasaan)

18
19

Feeling adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan yang

dikemukakan dalam puisinya. Setiap penyair mempunyai pandangan

yang berbeda dalam menghadapi suatu persoalan. Untuk

mengungkapkan tema yang sama, penyair yang satu dengan perasaan

yang berbeda dengan penyair lainnya, sehingga hasil puisi yang

diciptakan berbeda. Perasaan yang diungkapkan penyair berpengaruh

terhadap pemilihan bentuk fisik (metode) puisi (Wahluyo, 1987:121).

3) Tone (nada)

Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu

terhadap pembaca, apakah dia bersifat menggurui, menasihati,

mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu

kepada pembaca. Tone adalah sikap penyair terhadap pembaca atau

penikmat karyanya pada umumnya. Terhadap pembaca, penyair bisa

bersikap rendah hati, angkuh, persuasif, sugestif (Waluyo, 1987:125).

4) Intention (tujuan, amanat)

Intention adalah tujuan penyair dalam menciptakan puisi

tersebut. Walaupun kadang-kadang tujuan tersebut tidak disadari,

semua orang pasti mempunyai tujuan dalam karyanya. Tujuan atau

amanat ini bergantung pada pekerjaan, cita-cita, pandangan hidup, dan

keyakinan yang dianut penyair (Waluyo, 1987:130).

b. Unsur Fisik Puisi

19
20

Untuk mencapai maksud tersebut, penyair menggunakan sarana-

sarana yang disebut metode puisi. Metode puisi yang dimaksud adalah

sebagai berikut ini.

1) Diction (diksi)

Diksi adalah pilihan atau pemulihan kata yang biasanya

diusahakan oleh penyair dengan secermat mungkin. Penyair mencoba

menyeleksi kata-kata baik kata yang bermakna denotatif maupun

konotatif sehingga kata-kata yang dipakai benar-benar mendukung

maksud puisinya.

2) Imageri (imaji, daya bayang)

Imageri adalah kemampuan kata-kata yang dipakai pengarang

dalam mengantarkan pembaca untuk terlibat atau mampu merasakan

hal yang dirasakan oleh penyair. Maka penyair menggunakan segenap

kemampuan imajinasinya, kemampuan melihat dan merasakannya

dalam membuat puisi.

Imaji disebut juga citraan, atau gambaran angan. Ada beberapa

macam citraan antara lain sebagai berikut.

a) Citra penglihatan, yaitu citraan yang timbul oleh penglihatan atau

berhubugan dengan indra penglihatan.

b) Citra pendengaran, yaitu citraan yang timbul oleh pendengaran

atau berhubungan dengan indra pendengaran.

c) Citra penciuman dan pengecapan, yaitu citraan yang timbul oleh

penciuman dan pengecapan.

20
21

d) Citra intelektual, yaitu citraan yang timbul oleh asosiasi

intelektual/ pemikiran.

e) Citra gerak, yaitu citraan yang menggambarkan sesuatu yang

sebetulnya tidak bergerak tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak.

f) Citra lingkungan, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-

gambaran selingkungan.

g) Citra kesedihan, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-

gambaran kesedihan.

3) The Concrete Word (Kata-Kata Konkret)

The concrete word adalah kata-kata yang jika dilihat secara

denotatif sama tetapi secara konotatif mempunyai arti yang berbeda

sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya. Slamet Mulyana

menyebutnya sebagai kata berjiwa, yaitu kata-kata yang telah

dipergunakan oleh penyair yang artinya tidak sama dengan kamus.

4) Figurative Language (Gaya Bahasa)

Gaya bahasa yang digunakan oleh penyair untuk

membangkitkan dan menciptakan imaji dengan menggunakan gaya

bahasa, perbandingan, kiasan, pelambangan, dan sebagainya. Jenis-

jenis gaya bahasa, yaitu:

a) perbandingan (simile), yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu

hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding

seperti bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, umpama, laksana, dan

lain-lain;

21
22

b) metafora, yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan

hal lain tanpa mempergunakan kata-kata pembanding;

c) perumpamaan, epos (epic simile), yaitu perbandingan yang

dilanjutkan atau diperpanjang dengan cara melanjutkan sifat-sifat

perbandingannya dalam kaliat berturut-turut;

d) personifikasi, ialah kiasan yang mempersamakan benda dengan

manusia ketika benda mati dapat berbuat dan berpikir seperti

manusia;

e) metonimia, yaitu kiasan pengganti nama;

f) sinekdoke, yaitu bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian

yang penting untuk benda itu sendiri; dan

g) allegori, yaitu cerita kiasan atau lukisan kiasan, merupakan

metafora yang dilanjutkan.

5) Rhythm dan Rima (Irama dan Sajak)

Irama ialah pengganti turun naik, panjang pendek, keras

lembutnya ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Irama dibedakan

menjadi dua, metrum, yaitu irama yang tetap, menurut pola tertentu.

Ritme, yaitu irama yang disebabkan pertentangan atau pergantian

bunyi tinggi rendah secara teratur. Irama menyebabkan aliran perasaan

atau pikiran tidak terputus dan terkonsenterasi sehingga menimbulkan

bayangan angan (imaji) yang jelas dan hidup. Irama diwujudkan dalam

bentuk tekanan-tekanan pada kata. Tenakan tersebut dibedakan

menjadi tiga. Dinamik, yaitu tekanan keras lembutnya ucapan pada

22
23

kata tertentu. Nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya suara. Tempo,

yaitu tekanan cepat lambatnya pengucapan kata. Rima adalah

persamaan bunyi dalam puisi. Dalam rima dikenal perulangan bunyi

yang cerah, ringan, yang mampu menciptakan suasana kegembiraan.

Bunyi semacam ini disebut euphony. Sebaliknya, ada pula bunyi-bunyi

yang berat, menekan, yang membawa suasana kesedihan. Bunyi

semacam ini disebut cacophony. (Waluyo, 1987:72-90)

2. Strata Norma

Bentuk analisis strata norma adalah pengkajian (dalam hal ini adalah

puisi) yang melihat peran norma-norma dalam membentuk suatu karya sastra.

Karya sastra dikatakan sebagai bukti adanya suatu pengalaman. Norma-norma

yang terkandung di dalam karya sastra tertentu dapat dikatakan memiliki

sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah suatu perangkat yang

teratur dan saling mengikat sehingga membentuk suatu pokok pemikiran dan

dituangkan ke dalam karya sastra puisi.

Roman Ingarden adalah tokoh yang mengemukakan analisis strata

norma. Tokoh ini adalah seorang filsuf Polandia yang mengategorikan sistem

norma ke dalam lima lapis norma. Lapis norma tersebut yaitu lapis suara, lapis

arti, lapis objek, lapis dunia, dan lapis metafisis.

a. Lapis Suara (Sound Stratum)

23
24

Dalam lapis pertama ini, ada beberapa bentuk bunyi yang tercakup.

Bunyi-bunyi tersebut yaitu eufoni, kakofoni, aliterasi, asonansi,

onomatope, kiasan suara, lambang rasa, sajak, metrum, dan ritme.

Bila orang membaca puisi, maka yang terdengar itu ialah


rangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang,
dan panjang. Tetapi, suara itu bukan hanya suara tak
berarti. Suara yang sesuai dengan konvensi bahasa, disusun
sedemikian rupa hingga menimbulkan arti. (Pradopo, 1990:
15)
Bunyi-bunyi yang terdapat di dalam puisi tersusun sedemikian rupa

dengan mempertimbangkan kesesuaian makna yang dituju dengan bunyi

yang dipilih. Berbagai unsur bunyi yang terdapat pada puisi dibentuk

menjadi pola bunyi yang bersifat istimewa dan khusus (Pradopo, 1990:

16). Puisi terbentuk oleh syair yang bersajak. Dalam sajak tersebut

terdapat berbagai suara suku kata, kata, dan kemudian terangkai menjadi

suara frasa dan suara kalimat.

Sangat jelas bahwa puisi adalah karya seni. Dalam menciptakan

suatu puisi, diperlukan kepiawaian dalam menentukan keindahan bunyi-

bunyi, baik secara disengaja maupun berdasarkan kemampuan mengolah

bunyi yang indah secara spontanitas. Hal tersebut dilakukan agar

menimbulkan efek puitis dalam puisi.

Namun yang perlu dicatat bahwa di dalam keteraturan terdapat

ketidakteraturan bunyi. Hal-hal yang dikatakan tidak teratur atau

dipertentangkan merupakan daya dalam meningkatkan keistimewaan

tersendiri pada suatu karya sastra. Sugihatuti (2009: 15) berpendapat

bahwa keistimewaan-keistimewaan isi adalah bukti dari sebuah karya

24
25

sastra karena menjadi bukti dari apa yang dimaksud pengarang. Karakter

bunyi dalam satu puisi bisa saja berubah pada bagian-bagian tertentu di

dalam tubuh puisi. Akan tetapi, perubahan karakter tersebut membentuk

cerita atau perubahan emosional. Tiap-tiap bunyi yang terbentuk menjadi

puisi bergerak secara bebas, namun akan membentuk pola bunyi yang

bernilai seni dan memiliki keistimewaan.

Bunyi-bunyi yang terdapat dalam setiap puisi dapat dipastikan

memiliki ciri khasnya masing-masing sehingga membentuk makna yang

khas pula. Secara konvensional, bunyi-bunyi yang terdapat pada setiap

bahasa mampu menimbulkan gambaran perasaan. Dari adanya perasaan

yang timbul akibat adanya bunyi, timbullah makna. Makna yang ingin

disampaikan dapat diketahui berdasarkan bunyi-bunyi emosional yang

terdapat di dalam puisi, dengan atau tanpa mendalami makna suatu

bahasa. Sebelum menganalisis secara mendalam tanda-tanda bahasa di

dalam puisi, bunyi yang terdapat di dalam puisi telah mampu

mengungkapkan makna itu sendiri, secara emosional. Eufoni sebagai

tanda kebahagiaan dan kegembiraan, kakafoni sebagai tanda

kesengsaraan, dukacita, dan kesedihan. Berikut ini adalah bunyi beserta

perasaan yang ditimbulkannya.

Kategori Nama Pengertian Makna Contoh


Bunyi
Orkestrasi Eufoni 1. Bunyi merdu Kebahagiaan Vokal
bunyi Bunyi yang enak a, i, u,
didengar; bunyi yang Keceriaan e, o
dihasilkan oleh (ringan
kombinasi vokal dan Kehalusan dan
konsonan yang halus)

25
26

harmonis Keindahan
(Kamus Sastra). Sengau
2. Kombinasi bunyi Kemesraan m, n,
yang dianggap enak ny, ng
didengar (KBBI). Bersifat
sukacita Ringan
k, p, t, s

Kakafoni 1. Bunyi janggal Kesedihan Berat


Bunyi-bunyi kasar b, d, g,
yang kadang-kadang Kesengsaraan m, v, w,
dipakai dengan z
sengaja oleh para Penderitaan
penulis, khususnya
para penyair untuk Menyeramkan
mencapai efek
kekacauan (Kamus Mengerikan
Sastra).
2. Rangkaian bunyi Menakutkan
yang tidak harmonis
yang sengaja Bersifat
digunakan dalam dukacita
puisi untuk
mendapatkan efek Kekuatan
artistik atau
menggoda perhatian
pembaca (KBBI).

Kombinasi Aliterasi 1. Pengulangan bunyi Penekanan


vokal dan konsonan yang
konsonan biasanya terdapat Artistik
tertentu pada awal kata
berurutan untuk
mencapai keindahan
bunyi; runtun
konsonan (Kamus
Sastra).
2. Sajak awal (untuk
mendapatkan efek
kesedapan bunyi)
(KBBI).
Asonansi 1. Ulangan bunyi vokal
yang berurutan; rima
terbuka; runtun
vokal; purwakanti
(Kamus Sastra).

26
27

2. Perulangan bunyi
vokal dalam deretan
kata; purwakanti
(KBBI).
Simbol Onomatope 1. Majas yang Desir
menggunakan kata Desau
bunyi yang mirip dengan Desas-
bunyi atau suara yang desus
dihasilkan oleh Cemplu
barang, gerak, atau ng
orang (Kamus
Sastra).
2. Kata tiruan bunyi,
missal “kokok”
merupakan tiruan
bunyi ayam,l “cicit”
merupakan tiruan
bunyi tikus (KBBI).
Kiasan
suara
Lambang
rasa
Sajak *) Awal *)
1. Salah satu jenis puisi
Tengah yang kedudukannya
sejajar dengan pantun,
Akhir mantra, syair, sonata,
gurindam, dan
sebagainya; puisi
(Kamus Sastra).
2. Gubahan sastra yang
berbentuk puisi;
bentuk karya sastra
yang penyajiannya
dilakukan dalam
baris-baris yang
teratur dan terikat;
gubahan karya sastra
yang sangat
mementingkan
keselarasan bunyi
bahasa, baik
kesepadanan bunyi,
kekontrasan, maupaun
kesamaan (KBBI).

27
28

2
Irama Metrum 1. Tanda sukat; /2
3
hubungan ritmik yang /4
4
berlaku secara teratur /4
dalam jumlah yang
sama bagi seluruh
ruas birama pada
sebuah lagu,
dinyatakan dalam
bentuk pembilang dan
penyebut (Kamus
Musik).
2. Ukuran irama yang
ditentukan oleh
jumlah dan panjang
tekanan suku kata
dalam setiap baris
(KBBI).
Ritme 1. Irama; alunan bunyi
dalam pembacaan
puisi atau tembang
yang ditimbulkan oleh
peraturan rima dan
satuan sintaksis yang
dapat diwujudkan
dalam tekanan yang
mengeras lembut,
tempo yang
mencepat-melambat,
dan nada yang
meninggi-rendah di
antara batas-batas
yang diwujudkan
dalam jeda; ritme
(Kamus Sastra).
2. Ritmis; keadaan atau
sesuatu yang teratur
gerak atau langkahnya
(Kamus Musik).
3. Irama; alunan yang
tercipta oleh kalimat
yang berimbang,
selingan bangun
kalimat, dan panjang
pendek serta
kemerduan bunyi
(dalam prosa)

28
29

(KBBI).

3. Semiotik

a. Semiotik Peirce ??

1. Tanda

2. Objek

3. Interpretan

4. Puisi Serenada

Serenada adalah satu di antara puisi modern yang digolongkan dalam

jenis puisi lirik (selain Elegi, ode) ciri khas puisi ini yakni menonjolkan sisi

romantisme karena serenada merupakan puisi lirik percintaan yang bisa

dinyanyikan. Serenada dibuat dengan menggubah kedalaman hati dan

perasaan sang penyair, setiap larik dan baitnya seakan merefleksikan gemuruh

emosi dan isyarat-isyarat hati. Tidak sekadar kata-kata indah, serenada ditulis

dengan menunjukkan ketulusan yang syahdu dan penuh kesungguhan. Penyair

besar yang mempopulerkan serenada adalah WS Rendra. Ciri khas serenada

dari WS Rendra iyalah menggunakan nama warna sebagai perlambangan

perasaan, seperti Serenada Hijau, Serenada Biru, Serenada Violet, Serenada

Putih, Serenada Hitam, Serenada Kelabu, dan Serenada Merah Padam.

Serenada dapat dikatakan pula sebagai Sajak percintaan yang bisa

dinyanyikan. Kata serenada berarti nyanyian yang tepat dinyanyikan pada

waktu senja. WS Rendra banyak menciptakan serenada dalam “Empat

29
30

Kumpulan Sajak”. Warna-warna dibelakang serenada itu melambangkan sifat

nyanyian cinta itu, ada yang bahagia, sedih, kecewa, dan seterusnya. (puisi

dilampirkan).

5. Musik Sastra

a. Musik

1) Teori Dasar Musik

2) Komposisi Musik

b. Jenis-Jenis Musik Sastra

1) Musikalisasi Prosa

2) Musikalisasi Drama

3) Musikalisasi Puisi

a. Pengertian Musikalisasi Puisi

Musikalisasi puisi merupakan penggabungan dari musik

dan puisi. Musikalisasi puisi adalah suatu kegiatan penciptaan

musik berdasar pada sebuah puisi sehingga pesan yang ada di puisi

tersebut semakin jelas maknanya. Musikalisasi merupakan

kegiatan menyanyikan puisi total dengan member melodi, pola

ritme, pemilihan jenis tangga nada, hingga pemberian rambu-

rambu dinamik dan ekspresi pada puisi tersebut.

Untuk mewujudkan penelitian ini, terlebih dahulu

diperlukan suatu rumusan yang jelas mengenai musikalisasi puisi.

Berangkat dari pendapat bahwa musikalisasi puisi adalah salah

30
31

satu cara untuk melisankan puisi (Sapardi Djoko Damono, 1996)

dan bahwa musikalisasi puisi merupakan salah satu cara untuk

menafsirkan puisi (Sapardi Djoko Damono, 1996), serta pendapat

RG Collingwood di dalam The Principles of Art sebagaimana

dikutip Raffman (1993: 13) bahwa sesuatu yang puitis dapat

membangkitkan emosi (perasaan).

Musikalisasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

musikalisasi atas suatu puisi tertulis/ tercetak yang sebelum

dimusikalisasikan telah berdiri sendiri sebagai sebuah puisi

(dikoleksi atau diterbitkan). Artinya, lagu hasil musikalisasi yang

dikaji di dalam penelitian ini adalah lagu yang tercipta melalui

interpretasi atas suatu puisi yang berdiri sendiri.

Beberapa lagu Bimbo berawal dari suatu komposisi musik

yang kemudian diberi lirik oleh Taufik Ismail, seorang penyair.

Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, lagu-lagu itu dapat disebut

sebagai lagu-lagu dengan lirik puitis. Lirik ciptaan Taufik Ismail

tersebut berawal dari pemahaman atas suatu komposisi musik yang

kemudian dicarikan kata-kata yang cocok untuknya. Lirik ciptaan

Taufik Ismail tersebut sebelumnya juga tidak berdiri sendiri

sebagai sebuah puisi komposisi musik. Hal yang sama juga terjadi

pada proses penciptaan lagu “Jangan Menyerah” karya grup band

pop D’Massiv dan beberapa karya musik lainnya yang serupa

dengan proses terciptanya suatu lagu seperti yang lebih

31
32

dipaparkan. Dengan demikian, lagu-lagu yang proses

penciptaannya seperti itu tidak dapat dikatakan sebagai lagu hasil

musikalisasi puisi berdasarkan prinsip-prinsip di atas. Sekali lagi,

mempertegas yang telah dikemukakan oleh Sapardi Djoko

Damono, yang dimaksud dengan musikalisasi puisi adalah

pelisanan puisi: ada puisi terlebih dahulu, dimaknai

(diinterpretasi), baru kemudian dilisankan/ dinyanyikan di dalam

lagu.

b. Proses Musikalisasi Puisi

Untuk memperjelas perjalanan suatu puisi sampai menjadi

lagu hasil musikalisasi, tersusun bagan sebagai berikut.

Puisi

Pemaknaan (interpretasi)

Vokal yang bermelodi berdasarkan interpretasi

Aransemen (pengembangan musik berdasarkan tujuan dan pemerkayaan


rasa berdasarkan melodi, harmoni, keindahan, intonasi, dan dinamika)

Lagu hasil
musikalisasi
Komposisi Komposisi vocal
bermelodi tanpa
musik musik
tanpa puisi

32
33

Dengan memahami musikalisasi puisi sebagai kegiatan

kreatif yang berawal dari interpretasi atas suatu teks tertulis, maka

dapat dikatakan bahwa lagu hasil musikalisasi sesungguhnya

adalah transformasi dari suatu seni tertulis menjadi suatu seni lisan.

Akan tetapi, perlu dicatat bahwa tranformasi sebagai hasil

interpretasi atas puisi tidak menggantikan puisi itu sendiri

sebagaimana dikatakan Teeuw (1980: 102) bahwa penjelasan dan

penafsiran sajak tidak pernah dapat menggantikan sajak itu sendiri;

penjelasan dan penafsiran hanya berfungsi sebagai pengantar

kembali kepada sajak itu sendiri. Dengan demikian, lagu hasil

musikalisasi puisi tidak dapat menggantikan puisi yang

dimusikalisasi. Musikalisasi hanyalah sebuah tranformasi yang

dapat dikembalikan kepada puisi yang menjadi cikal-bakalnya.

c. Jenis Musikalisasi Puisi

Dilihat dari cara penyuguhan musikalisasi puisi, maka

musikalisasi puisi bisa dikelompokkan menjadi tiga jenis

musikalisasi puisi, yaitu sebagai berikut.

1) Musikalisasi Puisi Awal

Musikalisasi puisi yang dibawakan dengan cara pembacaan

puisi yang dilatarbelakangi suatu komposisi musik, baik musik

vocal maupun musik instrumental.

2) Musikalisasi Puisi Terapan

33
34

Musikalisasi puisi yang syair-syair pusinya diterapkan

menjadi lirik lagu, sebagaimana halnya beberapa lagu-lagu populer

pada umumnya.

3) Musikalisasi Puisi Campuran

Musikalisasi puisi yang ditampilkan dengan cara

menyuguhkan komposisi musik yang di dalamnya ada sebuah puisi

yang syair-syairnya ada yang dilagukan dan dinarasikan.

(Kpin, 2008:9)

d. Manfaat Musikalisasi Puisi

Mengomusikasikan puisi dengan jalan dimusikalisasi ini

mengandung banyak manfaat. Manfaat itu antara lain sebagai

berikut ini.

a) Memudahkan upaya sosialisasi puisi kepada masyarakat.

b) Lebih merangsang minat masyarakat untuk memasuki dunia

sastra.

c) Memberi alternatif penafsiran kandungan suatu puisi.

d) Memperkuat daya sentuh puisi lewat interpretasi musik.

e) Memperkuat aspek-aspek bunyi.

e. Sejarah Musikalisasi Puisi

(1) Sejarah Musikalisasi Puisi di Eropa

“Di Eropa, musikalisasi puisi telah lebih dahulu

muncul. Para trubadur, penyanyi lagu-lagu cinta; kelompok

34
35

penyair lirik yang menyanyikan sanjak, terutama sanjak cinta

terhadap wanita keturunan bangsawan; menyanyikan puisi saat

mengamen di pelosok-pelosok kota Eropa sejak dulu” (Hasan,

1997:85). Para trubadur atau para musikus-penyair itu pertama

kali muncul di Perancis dan Eropa bagian selatan pada abad

pertengahan. Lagu-lagu mereka bertemakan problematika

rakyat kecil dan berbagai persoalan lingkungan hidup. Roman

tragedi pun mereka nyanyikan. Trubadur mulai muncul di

Eropa pada masa pemerintahan raja-raja penindas di sekikat

tahun 1100-an. Karena kebebasan berbicara tidak tersalurkan,

orang mencari cara lain untuk berbicara, kemudian terciptalah

lagu-lagu yang bertemakan proses sosial. “Dibandingkan

dengan musikus pop dunia, jumlah musikus trubadur sedikit

jumlahnya. Dengan kekuataan utama pada lirik lagunya, Bob

Dylan, Glen Campbell, John Denver, Linda Ronstadt, Slim

Dusty, Don McLean, dan Cat Steven tampil dalam kegiatan

musik dunia sebagai trubadur wanita yang dikenal dunia”

(Ensiklopedia Nasional Indonesia, 1991:460). Hal yang juga

perlu dicatat dari sejarah musikalisasi puisi di Eropa adalah

munculnya symphonic poem atau tone poem.

(2) Sejarah Musikalisasi Puisi di Indonesia

Sapardi Djoko Damono menyebutkan, sejak tahun

1940-1950 di Indonesia orang sudah melakukan musikalisasi.

35
36

Bahkan, sejak zaman sebelum perang orang sudah

menggunakan sajak unyuk membuat lagu. Misalnya, sejak

Chairil Anwar dan Rustam Effendi pernah dimusikalisasikan

sebagai lagu seriosa. Demikian juga dengan sajak Sanusi Pane

berjudul “Kemuning” pernah dimusikalisasikan dalam masa

yang sama.

Musikalisasi puisi kerapkali diidentikkan dengan para

trubadur yaitu musisi yang menyanyikan lagu bertema kritik

sosial dan lingkungan hidup (Ensiklopesi Nasional Indonesia,

1991:460-461). Pemunculan trubadur di Indonesia diawali pada

tahun 1970-an melalui Leo Kristi serta Gombloh dengan

Lemon Trees dan kemudian juga trio Bimbo. Era kebangkitan

trubadur di Indonesia terjadi pada awal 1980-an melalui warna

musik folk dan country yang dilahirkan Ebiet D. Ade, Franky

Sihalatua dan Jane, Ully Sigar Rusady, serta Harry Rusli. Pada

era kini, para trubadur masih menyuarakan tema kepincangan

sosial, lingkungan hidup, dan penderitaan masyarakat kelas

bawah. Seorang trubadur yang dengan keras menyuarakan

kritiknya di era kini adalah Virgiawan Listantyo yang lebih

dikenal dengan Iwan Fals. Demikian juga dengan para trubadur

lain seperti Doel Sumbang, Wanda Caplin, dan Tom Slepe

(Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1991:460-461). Trubadur

Franky Sihalatua pada pertengahan tahun 1996 meluncurkan

36
37

sebuah album berjudul Perahu Retak. Di dalam album tersebut

Franky menyanyikan sejumlah puisi karya Emha Ainun Nadjib

yang bertema kritik sosial. Jauh sebelumnya, puisi Taufiq

Ismail dan Yudhistira ANM Masardi juga pernah dilakukan

oleh Bimbo dan Franky Sahilatua (Media Indonesia, Selasa 2

Juli 1996).

f. Musikalisasi Tujuh Puisi Serenada

Musikalisasi puisi berkedudukan sebagai metode. Metode

tersebut akan digunakan sebagai cara penyampaian puisi kepada

penyimak guna meningkatkan pemahaman terhadap suatu karya

sastra, dalam hal ini adalah karya sastra puisi. Musikalisasi

memang sudah tidak asing bagi beberapa kalangan tapi yang perlu

diketahui adalah bagaimana kesesuaian bunyi yang dipilih dengan

makna yang terdapat di dalam puisi yang telah dimusikalisasikan.

Musikalisasi yang kemudian akan diimplementasikan akan

dibentuk dan dikomposisikan dengan berbagai alat musik dan

harmonisasi vokal bergantung dari rekan peneliti, yaitu para

seniman di Pontianak. Peneliti tidak memutuskan alat musik yang

akan digunakan dan jenis musikalisasi yang akan dipilih oleh para

rekan tersebut. Semua hal yang berkaitan dengan mengomposisi

musikalisasi puisi, murni merupakan hasil dari para rekan tersebut.

Metode musikalisasi puisi ini adalah cara yang peneliti

tawarkan untuk dijadikan sebagai metode yang akan

37
38

mempermudah penikmat sastra dalam memahami isi suatu karya

sastra, dalam hal ini adalah karya sastra puisi. Hasil musikalisasi

tersebut akan direkam oleh peneliti. Rekaman yang dimaksud

hanyalah rekaman suara. Peneliti tidak menggunakan rekaman

video. Hal ini dikarenakan yang menjadi fokus penelitian adalah

kesesuaian bunyi musikalisasi puisi terhadap makna puisi.

Rekaman tersebut nantinya akan dijadikan sebagai data penelitian,

data tersebut kemudian diolah ke dalam bentuk notasi

menggunakan aplikasi Sibelius 6.

Berdasarkan hasil transkipsi ke dalam bentuk tulisan notasi

beserta berbagai tanda-tanda musik lainnya, peneliti akan mengkaji

dan kemudian dikategorikan berdasarkan hal-hal yang berkaitan

dengan unsur-unsur yang menjadi fokus analisis, yaitu diksi, kata-

kata konkret, dan bunyi. Peneliti menggunakan buku catatan dan

alat-alat tulis penanda lainnya untuk memberikan tanda pada

bagian-bagian musikalisasi yang akan teliti.

Besar harapan peneliti untuk meningkatkan apresiasi

masyarakat terhadap sastra yang sekarang ini diangkap tidak

menarik dan membosankan dan kadang kala kurang tepat sesuai

dengan makna yang terdapat di dalam puisi. Harapan tersebut

kemudian akan diupayakan dengan memilih metode musikalisasi

puisi dalam penyampaian puisi cinta, puisi serenada.

38
39

6. Riwayat Hidup Willibrordus Surendra Broto Rendra ??

I. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara bertindak menurut sistem

aturan atau tatanan yang bertujuan agar kegiatan praktis terlaksana

secara rasional dan terarah sehingga dapat mencapai hasil yang

maksimal dan optimal. Dalam mengkaji transformasi strata norma dan

unsur semiotik menjadi musikalisasi puisi adalah menggunakan

metode deskriptif kualitatif. Menurut Aminuddin (1990: 16) metode

deskriptif kualitatif artinya menganalisis dan hasil yang dianalisis

berbentuk deskripsi, tidak berupa angka-angka atau koefisien tentang

hubungan antara variabel. Dalam analisis deskriptif kualitatif, hal-hal

yang dianalisis dengan menguraikan data berupa kata-kata, kalimat,

paragraf, dan gambar.

Menurut Syam (2011:11) metode yang digunakan biasanya

adalah metode kualitatif yang bercirikan deskriptif, sebab data yang

diteliti berupa kata-kata, kalimat-kalimat, integrasi dari kata dengan

kalimat berupa formulasi kebahasaan, aspek kebahasaan yang tidak

memiliki referensi (ambiguinitas, konotasi, figurative, metafor). Dalam

penelitian ini, data yang diterima dianalisis secara mendalam

berdasarkan transkipsi musikalisasi puisi dalam bentuk rekaman dan

dalam bentuk tulisan (notasi). Kemudian, data tersebut dianalisis dan

39
40

hasil pemikiran serta pengkajian mendalam yang dilakukan akan

dikemukakan menggunakan bahasa secara rinci dan sistematis.

2. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif didefinisikan sebagai suatu proses yang mencoba untuk

mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas

yang ada dalam interaksi manusia (Catherine Marshal, 1995). Susliana

(2006: 1) mengungkapkan bahwa penelitian bentuk kualitatif sifatnya

mendasar dan naturalistis atau bersifat kealamian, serta tidak bisa

dilakukan di laboratorium, melainkan di lapangan.

Berdasarkan landasan teori tersebut, penelitian ini akan berisi

kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan

tersebut dan hasil telitian secara keseluruhan. Data tersebut berasal dari

catatan lapangan, foto, rekaman suara, dokumen pribadi, catatan atau

memo, dan dokumen resmi lainnya.

Rancangan penelitian kualitatif dipilih karena penelitian ini

berkaitan dengan ciri-ciri kualitatif. Seperti yang dikemukakan

Moleong (2004: 4) penelitian kualitatif memiliki karakteristik sebagai

berikut.

1. Latar alamiah.
Latar alamiah menghindari kenyataan-
kenyataan sebagai ketentuan yang tidak dapat
dipisahkan dari konteksnya.
2. Manusia sebagai instrumen.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri
sebagai alat pengumpul data.
3. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif.

40
41

Dalam penelitian deskriptif, data yang


dikumpulkan berupa kata-kata tertulis dan lisan,
bukan dalam bentuk angka-angka.
4. Analisis data secara induktif.
Penelitian kualitatif cenderung untuk mencari
data atau bukti-bukti yang bermunculan dari
masalah yang bersifat khusus ke hal-hal umum.
5. Lebih mementingkan proses dari pada hasil.
Hal ii disebabkan hubungan-hubungan yang
sendang diteliti akan lebih jelas apabila diamati
melalui proses.
Dalam penelitian ini, musikalisasi puisi akan direkam dan

kemudian ditranskipsikan ke dalam bentuk tulisan, notasi, dan tanda-

tanda musik dengan memperhatikan unsur pokok dan unsur ekspresi

musik. Unsur pokok meliputi irama, harmoni, dan bentuk atau struktur

lagu. Unsur ekspresi meliputi tempo, dinamika, dan warna nada

(Jamalus, 1988: 7). Data tersebut menghasilkan makna yang

memberikan gambaran secara lebih terperinci.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan strata norma Roman Ingarden (sound stratum) dan

struktural semiotik. Menurut Teeuw (1984: 135), pendekatan dan

asumsi bahwa karya sastra merupakan suatu unsur kebutuhan yang

bulat, dengan tujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat,

seteliti, semendetail, dan sedalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan

semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan

makna menyeluruh.

41
42

Menurut Pradopo (1990: 15) karya sastra itu tak hanya

merupakan suatu sistem norma, melainkan terdiri dari beberapa strata

(lapis) norma, yaitu lapis bunyi, lapis makna, lapis objek, lapis dunia,

dan lapis metafisis. Melihat bahwa puisi sebagai karya sastra

merupakan tulisan yang memiliki berbagai komponen-komponen

pembangun yang dikategorikan ke dalam lima lapis strata, maka dari

itu akan ditemukan berbagai analisis mendalam terhadap hal-hal

tersebut dan kemudian tampaklah makna-makna yang tersirat di dalam

puisi. Dalam penelitian ini, pendekatan terfokus pada lapis pertama,

yaitu lapis bunyi atau sound stratum.

Selain perlu adanya pendekatan strata norma, perlu ada

pendekatan tambahan dalam upaya optimalisasi makna puisi secara

keseluruhan, pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan semiotik.

Menurut Hoed (2011: 3) semiotik adalah ilmu yang mengkaji tanda

dalam kehidupan manusia. Dalam penelitian ini teori semiotik yang

digunakan adalah semiotik Pierce, yaitu mendalami makna dalam

suatu bahasa berdasarkan tiga hal (tanda, objek, dan interpretasi).

"...action, or influence, which is, or involves, a


cooperation of three subjects, such as a sign, its
object, and its interpretant, this tri-relative
influence not being in any way resolvable into
actions between pairs." (Pierce
Berdasarkan pemikiran tersebut, peneliti akan melakukan analisis pada

puisi-puisi serenada dengan mengkaji secara mendalam penggunaan

objek-objek bahasa yang menjadi tanda-tanda dalam pemaknaan. Demi

tercapainya interpretasi yang optimal, peneliti tidak membatasi

42
43

pemaknaan secara induktif maupun deduktif. Proses penelitian akan

dilakukan secara menyeluruh dengan mendeskripsikan berbagai

temuan dalam pemaknaan. Selain itu, peneliti juga akan

mengungkapkan isi puisi secara mendalam dengan mengkaji lima

aspek suatu karya, yaitu makna unsut teks (semiotik), latar belakang

pemroduksi teks, lingkungan teks, kaitan dengan teks lain, dan dialog

dengan pembaca.

Adapun langkah-langkah penelitian berdasarkan pendekatan

strata norma dan semiotik untuk musikalisasi tujuh puisi serenada

karya WS Rendra ini adalah:

a. peneliti memahami diksi dalam puisi-puisi serenada;

b. peneliti memahami kata-kata konkret yang terdapat di dalam puisi-

puisi serenada;

c. peneliti memahami bunyi di dalam puisi-puisi serenada;

d. peneliti melakukan analisis yang lebih rinci dan mendalam

menyangkut keistimewaan makna yang terdapat di dalam puisi

serenada;

e. peneliti melakukan analisis secara mendalam tentang perpaduan

pemahaman antara diksi, kata-kata konkret, dan bunyi dalam puisi-

puisi serenada; kemudian

f. peneliti menginterpretasikan seluruh makna tujuh puisi serenada

secara mendalam dan optimal.

43
44

Penelitian ini sangat berkaitan dengan teori-teori musik. Dalam

melakukan musikalisasi puisi, perlu ada pemahaman mengenai

komposisi musik. Peneliti juga menggunakan pendekatan teori

komposisi musik. Hal yang nantinya akan diperbandingkan adalah

kesesuaian makna puisi sebelum dimusikalisasi (strata norma dan

semiotik) dengan makna puisi setelah dimusikalisasikan dengan

memperhatikan dua unsur di dalam musik, yaitu unsur pokok dan

unsur ekspresi.

4. Sumber Data dan Data

a. Sumber Data

Menurut Lofland (dalam Moleong, 2005: 157) sumber data

utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan,

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Sumber data dalam penelitian ini berupa rekaman dan transkripsi

musikalisasi puisi tujuh serenada yang diperoleh dari mahasiswa-

mahasiswa, yakni tiga mahasiswa pada setiap judul puisi. Penyanyi

atau pembaca puisi memusikalisasikan secara solo (sendirian), namun

jumlah musik dan pemain musik tidak dibatasi. Artinya, penelitian ini

bekerjasama dengan 21 mahasiswa PBS FKIP Untan di Pontianak

untuk memusikalisasikan tujuh puisi serenada karya WS Rendra

beserta pemain musik lainnya sebagai pengiring.

44
45

Hal-hal yang perlu dicatat dalam memilih rekan penelitian

adalah (1) umur; (2) jenis kelamin; (3) suku; (4) tempat dan tanggal

lahir; (5) pendidikan; (6) pekerjaan (dahulu, sekarang); (7) bahasa

yang dikuasai; (8) bidang keahlian yang dimiliki; (9) pengalaman

perjalanan; (10) perkawinan (sudah menikah/belum); (11) anak-anak;

(12) status sosial; (13) agama (Syam, 2010: 5). Sedangkan Hutomo

(1991:78) menjelaskan catatan yang harus dibuat seorang peneliti,

yaitu: (1) nama; (2) umur; (3) jenis kelamin; (4) pekerjaan; (5)

masyarakat (termasuk masyarakat apa); (6) bahasa sehari-hari yang

digunakan; (7) kedudukan dalam masyarakat.

Jadi, berdasarkan pendapat di atas kriteria informan atau

penutur yang dipilih peneliti adalah berikut ini.

(1) Berusia di atas 21 tahun (dewasa).

(2) Berjenis kelamin perempuan/ laki-laki.

(3) Bertempat tinggal di Pontianak dan sekitarya.

(4) Berminat dan memiliki kesenangan di bidang seni tertentu

(pembaca puisi, pencipta puisi, penyanyi, pemusik, dan lain-lain).

(5) Berstatus sosial (menikah/ belum menikah).

(6) Berkemampuan komunikasi (alat ucap normal).

(7) Sehat jasmani dan rohani.

b. Data

Data adalah bahan keterangan tentang kata dan frasa yang

diperoleh di lokasi penelitian. Menurut Syam (2006: 80) data adalah

45
46

keterangan atau bahan faktual yang dapat dijadikan sebagai dasar

kajian untuk sampai pada suatu kesimpulan yang objektif. Jadi, data

dalam penelitian ini adalah meliputi simbol-simbol musik yang

menjadi representatif makna dalam puisi.

5. Teknik dan Alat Pengumpul Data

a. Teknik Pengumpul Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah teknik perekaman, pengamatan langsung, teknik

wawancara bebas terarah.

1) Teknik perekaman digunakan untuk mendokumentasikan

musikalisasi puisi oleh para rekan seniman dengan

menggunakan mp3 player, memudahkan peneliti untuk

mentranskripsikan musikalisasi tujuh puisi serenada.

2) Teknik pengamatan langsung adalah proses pengambilan data

yang digunakan peneliti dengan melihat dan mengamati sendiri

kondisi dalam proses musikalisasi puisi dengan tujuan untuk

memperoleh penilaian secara mendalam tentang memaknaan

dan penghayatan yang dilakukan oleh rekan-rekan seniman.

3) Teknik wawancara bebas dan terarah, maksudnya adalah

bahwa peneliti mengadakan komunikasi langsung maupun

tidak langsung bersama secara bebas dan terarah.

b. Alat Pengumpul Data

46
47

Alat pengumpul data berfungsi sebagai alat bantu yang

digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar lebih mudah

dan hasilnya lebih baik, lengkap, dan sistematis. Alat yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Menurut Syam (2010: 69)

alat-alat pengumpul data, sebagai berikut.

1. Alat-alat atau instrument perekam


a). Camera (kamera foto)
b). Tape recorder (alat perekam suara)
c). Video tape (pembuat film) atau VCD
d). CD
e). Battery (batu baterai)
2. Alat-alat atau instrument tulis
a). Buku catatan lapangan
b). Daftar pengamatan
c). Daftar wawancara
d). Pensil/pulpen
e). Mistar (penggaris)
f). Tape-x
g). Karet penghapus
h). Laptop dan perlengkapannya (jika ada)
i). Printer dan perlengkapannya (jika ada)

Adapun alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen kunci karena peneliti

dapat memperluas pengetahuan secara langsung dan memungkinkan

pemprosesan data, sehingga dapat mengemukakan hipotesis di

lapangan. Selain itu, peneliti juga menggunakan alat bantu sebagai

instrumen pembantu. Adapun alat bantu yang digunakan peneliti

dalam penelitian ini, sebagai berikut.

1) Kamera

Kamera berfungsi untuk mengambil data-data gambar yang

diperlukan.

47
48

2) MP3

MP3 Player berfungsi merekam musikalisasi tujuh puisi serenada

yang diperoleh dari para rekan seniman.

3) Pedoman wawancara

Pedoman wawancara berfungsi untuk melengkapi data yang

diperoleh dari menanyakan apabila ada hal-hal yang belum jelas.

4) Sibelius 6

Sibelius 6 adalah aplikasi komputer yang akan digunakan sebagai

transkripsi dari bentuk rekaman musikalisasi puisi ke dalam notasi

musik.

6. Teknik Keabsahan Data

Teknik keabsahan data diperlukan untuk mengetahui apakah

data yang telah dikumpulkan peneliti dapat dipastikan kebenarannya

dengan menguji kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas) data

yang diperoleh. Adapun teknik pengecekan keabsahan data yang

digunakan peneliti adalah sebagai berikut.

a. Memenuhi kecakupan referensi

Peneliti menggunakan teknik kecakupan referensi dalam

pengecekan kesahihan data, yakni ketepatan dan keterkaitan referensi

yang digunakan dalam penelitian. Hal ini bertujuan memberikan

pemahaman dan sebagai arah dalam melakukan penelitian.

b. Triangulasi

48
49

Peneliti menggunakan teknik triangulasi, yakni pengecekan

keabsahan data dengan cara melakukan perbandingan dengan hal-hal

di luar data. Untuk mengecek keabsahan data peneliti dapat

menggunakan teknik triangulasi, Moleong (2007:330) mengatakan

triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

Adapun triangulasi yang digunakan adalah triangulasi teori.

Triangulasi teori adalah memeriksa suatu derajat kepercayaan suatu

fakta dengan menggunakan satu atau lebih teori. Triangulasi teori

disebut juga sebagai penjelasan banding (rival explanation). Moleong

(2002: 179) mengemukakan bahwa jika analisis telah menguraikan

pola, hubungan dan penjelasan yang muncul dari analisis, penting

untuk mencari tema atau penjelasan pembanding atau penyaring.

c. Ketekunan pengamatan

Ketekunan pengamatan terhadap berbagai fenomena yang

terjadi yang memiliki hubungan dengan masalah dan data penelitian

secara teliti dan rinci. Data yang ditampilkan peneliti berupa rekaman

musikalisasi tujuh puisi serenada.

d. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi

Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara

atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan

sejawat dan dosen pembimbing. Rekan sejawat yang akan membantu

49
50

proses koreksi dalam optimalisasi hasil penelitian akan ditentukan

berdasarkan kesesuaian bidang keahlian pada penelitian ini, seperti

seniman.

7. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan

mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar

sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hopotesis kerja

seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2002: 103). Teknik

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

interaktif yang mempunyai tiga komponen.

a. Reduksi data (data reduction)

Merupakan seleksi pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi (kasar)

yang terdapat dalam field note (catatan lapangan)

b. Penyajian data (data display)

Adalah suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan

kesimpulan riset dapat dilakukan.

c. Penarikan kesimpulan (conclusion drawing)

Dalam pengumpulan data peneliti harus mengerti apa arti dari hal-hal

yang diteliti dengan melakukan pencatatan, pengaturan, pola

pertanyaan, konfigurasi yang mungkin, analisis akibat, dan proporsi-

proporsi sehingga memudahkan dalam pengambilan kesimpulan.

50
51

Aktivitas dari ketiga komponen analisis tersebut dilakukan

dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu

proses siklus. Dalam penelitian ini tetap bergerak di antara komponen

selama proses pengumpulan data langsung. Adapun langkah-langkah

yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

a. pengumpulan data;

b. melakukan analisis awal bila sudah memperoleh data; dan

c. melakukan pendalaman data bila ternyata di dalam menganalisis

data- datanya kurang lengkap.

8. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah urutan-urutan pekerjaan yang harus

dilakukan oleh peneliti dalam suatu kegiatan penelitian (Sangidu,

2004:6). Agar penelitian dapat berjalan dengan baik dan lancar, dalam

melaksanakan penelitian terhadap musikalisasi tujuh puisi serenada

karya WS Rendra, peneliti menggunakan prosedur. Adapun prosedur

penelitian yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut.

a. Tahap Penyusunan Proposal Penelitian

Pada tahap ini, peneliti menyusun rancangan kegiatan penelitian

yang terdiri atas Pendahuluan, Kajian Teori, dan Metodologi

Penelitian.

b. Tahap Pengumpulan Data

51
52

Pada tahap ini peneliti terlebih dulu melakukan analisis dan

interpretasi puisi-puisi serenada karya WS Rendra berdasarkan

diksi, kata-kata konkret, dan bunyi. Selain itu, peneliti juga

menentukan rekan-rekan mahasiswa yang akan melakukan proses

musikalisasi puisi berjumlah 21 orang. Kemudian akan dilakukan

proses perekaman 21 musikalisasi puisi serenada sesuai

kesepakatan dengan rekan-rekan seniman tersebut. Perekaman

tidak harus dilakukan secara bersamaan. Setelah dilakukan proses

perekaman, peneliti akan melakukan proses transkripsi ke dalam

bentuk notasi musik menggunakan aplikasi Sibelius 6.

c. Tahap Analisis Data

Pada tahap ini peneliti melakukan analisis kesesuaian musikalisasi

puisi terhadap diksi, kata-kata konkret, dan bunyi yang terdapat di

dalam puisi. Dalam tingkatan ini, peneliti akan mengkategorikan

berdasarkan dua unsur musik, yaitu unsur pokok yang terdiri dari

irama, melodi, harmoni, dan bentuk atau struktur lagu; dan unsur

ekspresi yang terdiri dari tempo, dinamik, dan warna nada. Kedua

unsur musik yang terbentuk dalam musikalisasi puisi akan

dianalisis kesesuaian dan ketepatannya berdasarkan analisis diksi,

kata-kata konkret, dan bunyi pada tujuh puisi serenada yang telah

dilakukan terlebih dahulu. Dalam tahap analisis data ini, peneliti

juga akan memaparkan solusi dan bentuk musikalisasi puisi yang

52
53

lebih tepat digunakan apabila dalam memusikalisasikan puisi

serenada terdapat kekurangan.

d. Tahap Akhir Penelitian

Kegiatan yang dilakukan peneliti pada tahap akhir yaitu menyusun

laporan hasil penelitian. Laporan penelitian disusun berdasar data

yang telah dianalisis dengan cermat dan valid.

53

Anda mungkin juga menyukai