Anda di halaman 1dari 2

Si Kecil Cassie

Karya Modifikasi: Togi Lestari Manurung, Mahasiswa PGG UNP 2022

Gemericik air keran di taman rumah, yang sudah kupandangi sejak satu jam
yang lalu, masih saja sama. Tik… tik… tik… meneteskan air dari keran yang
longgar seakan membantuku menghitung detik demi detik waktu yang berlalu. Aku
Cassie, seorang perempuan – yang kata orang masih kecil –menunggu Ibu dan
Bapakku pulang. Aku sudah membayangkan deretan keseruan yang akan kami
lakukan bersama sehingga kakiku tak kuat untuk duduk di kamar dan bersabar
menunggu sampai Mbok mengabariku. Melihat matahari tidak lagi bersinar terang
dan angin mulai ramah menyapa, membuatku semakin gusar. Kuputuskan untuk
ke kamar.
“Tet!”, suara klakson mobil Ibu dan Bapak melontarkan kakiku untuk berlari
menuju lantai bawah. Kulihat kedua orang yang paling ku sayang telah ada
bersama-sama denganku di rumah yang tadinya dingin dan sepi ini.
“Ibu… Kenapa lama banget pulangnya? Apa Ibu mau aku ambilkan air
minum? Atau aku pijet? Atau Ibu belum makan? Ayo kita makan sama-sama?”
tanyaku bertubi-tubi.
“Cas… Kamu kenapa sih ya? Ibu ini sedang capek sekali, sudah sana
makan saja duluan”, jawab Ibu sembari memijat dahinya dan memejamkan mata.
Sontak aku terkaget dengan jawaban Ibu, aku bingung apakah aku salah?
Apakah aku harus mengurangi pertanyaanku? Ataukah aku tidak perlu bertanya
untuk dapat makan bersama-sama? Pertanyaan-pertanyaan muncul di kepalaku
dan berhenti seketika saat tak kusadari langkahku sudah mentok dan tubuhku
menabrak dinding bagian belakang rumah. Kucoba untuk memaklumi kondisi Ibu
dan Bapak. Aku yakin besok akan lebih baik dari hari ini.
Tahun demi tahun pun berlalu. Aku lalui dengan berbagai jawaban yang
hampir sama dan semuanya menjadi terpola dalam pikiranku bahwa caraku
bukanlah cara yang mereka senangi. Bagai mencincang air, usahaku untuk
menjadi lebih dekat dengan Ibu dan Bapak tetap tidak berbuah manis. Kuputuskan
bahwa cara lain adalah yang lebih baik.
Bertahun-tahun yang panjang pun berlalu, aku tidak lagi seorang anak kecil
yang dikatakan orang-orang. Badanku sudah bertumbuh besar dan tinggi
layaknya gadis remaja pada umumnya. Tahun-tahun yang sepi dan tidak hangat
lagi tetap kulalui dengan seadanya. Aku bersekolah dan menemui banyak hal
dalam hidupku namun dengan satu pertanyaan yang masih tidak kutemui
jawabannya.
Di suatu malam, saat Ibu dan Bapak pulang dari kerja, aku spontan
mengangkat kakiku menuju kamar tempat peraduanku. Kulihat Ibu dan Bapak
berbicara ke Mbok dan pergi ke kamar mereka. Tidak lama mereka kembali dan
duduk berdua untuk menikmati pepes ikan di atas meja beserta hidangan lainnya
yang telah ku santap sebelumnya. Ingin rasanya aku duduk di situ, berbagi meja
dan obrolan bersama mereka. Namun, aku mengurungkan niatku itu sejak lama
dan hanya bisa melihat dari kejauhan demi mengurangi rasa lelah Bapak dan Ibu
setelah bekerja. Ya… ini lebih baik.
“atau tidak lebih baik?”, tanyaku pada diriku sendiri. Ngomong-ngomong
tentang pertanyaan, aku masih diam dan menahan diri dengan satu pertanyaan
yang bertahun-tahun tidak kutemukan jawabannya. Ingin rasanya aku
menanyakannya kepada Ibu dan Bapak, “tolong katakan padaku, bagaimana
caranya aku memeluk landak?”.

Anda mungkin juga menyukai