Anda di halaman 1dari 7

Tak Ku Sangka

Burung burung bernyanyi dengan indahnya. Daun daun


pohon menari nari ikuti alunan sang bayu. Pagi itu ku
melangkah menyusuri hutan untuk mencari kayu. Hari ini
aku belum memasak karena kayu dirumah sudah habis.
Kulihat kanan dan kiri kuamati setiap tempat dan kuambil
kayu kayu yang jatuh. Sudah terkumpul banyak aku
mengikatnya dengan kain dan kugendong dipunggungku.
Waktunya pulang, kayu kali ini cukup banyak sehingga
terasa berat saat kugendong. Aku sampai di gubuk tua ku
dan ku bersedia untuk memasak. Aki mulai menyalakan api
dengan korek api. Sulit sekali untuk menghidupkannya,
seperti nya korek api itu hampir habis. Ku tak pantang
menyerah aku mencoba lagi dan akhirnya, "jress,"api pun
menyala. Langsung aku ambil kayu kecil sebagai perantara,
segera ku masukan kayu itu ke tungku. "Akhirnya...,"
ucapku. Aku memasak ikan kuah kuning yang pas dimakan
bersama dengan papeda hangat. Rasanya seperti ada
kehangatan memeluk lidahku. Aku hanya tinggal dengan
bapakku,ibuku telah meninggal ketika ia melahirkan ku.
bapakku bekerja di kebun paman Moa. Aku pernah ikut
dengannya walau baru 2 kali. Namaku Gasa usia ku 10
tahun, dan aku tidak bersekolah. Sesudah menghabiskan
makanan ku, aku pergi ke gubuk tepi pantai. Disana sudah
ada Mores,Obi dan Pical. Kami sudah berteman lama,
Semuanya sudah berkumpul. Kamipun pergi ke Peternakan
pak Sando untuk memandikan sapi nya, kami pergi ke
sungai seraya memandikan sapi kamipun juga bermain.
Kami dibayar 10 ribu rupiah untuk 1 sapi. Ketika sudah
selesai kamipun pulang kerumah masing-masing. Dijalan ku
melihat kearah langit dan dalam benakku timbul
pertanyaan kenapa langit berwarna biru kenapa air laut
asin dan kenapa matahari datang ketika pagi dan pergi
ketika malam datang. Sebenarnya aku sangat ingin
bersekolah seperti teman teman dan aku ingin menemukan
jawaban atas segala pertanyaanku, aku juga ingin bisa
membaca. Pernah ku meminta kepada bapakku untuk
bersekolah namun bapak berkata ,"percuma sekolah kalau
nanti hanya menganggur, toh juga banyak yang sekolah tapi
pekerjaanya sama seperti yang engga sekolah".

Seoerti itulah ucap bapaku yang masih sangat membekas


dipikiranku. Aku sudah membujuk bapaku dengan berbagai
macam cara namun hasilnya nol. Sampai nya aku di gubuk
tuaku ku duduk di depan dan merenung dalam benak
kuucap,"apakah aku bisa bersekolah". Aku ingin menjadi
seorang yang ahli dalam bidang alam, aku suka segala hal
yang membahas tentang alam. Aku punya suatu cita-cita
bahwa suatu hari aku ingin menghijaukan kembali
indonesia agar alam kembali seimbang. Pernah ku dengar
kabar bahwa di kota sana pencemaran lingkungan sudah
parah dan suhu di lingkungan meningkat. Di tengah
lamunanku ada yang memanggilku, "nak ayo masuk".
Ternyata bapaku sudah pulang tak terasa hari sudah senja.
Bapak duduk di kursi panjang dan mengambil topinya
dijadikanya topi itu sebagai kipas. Rasa letih tergambar jelas
diwajahnya yang lesu. Kami makan bersama, selesai makan
aku memberanikan diri untuk mengatakan niat ku sekali
lagi. "Pak,"ucapku dengan keraguan."ya,apa nak?"jawab
bapak yang matanya langsung tertuju padaku."pak aku
kepengen sekolah,"kata ku pelan. Bapak diam sebentar dan
mendekat padaku,"Nak,kau tahu penghasilan bapak ini pas
pasan, dan kamu tahu kan untuk apa sekolah kalau nantinya
cuma menganggur"

Aku pun menundukan kepala," tapi pak aku bisa


membuktikan bahwa aku akan menjadi orang sukses".
"Sudah cukup,kalau bapak bilang tidak ya tidak, lebih baik
kau belajar membantu pamanmu di kebun saja!" kata bapak.
Aku pun tak bisa berkata-kata lagi, aku tak bisa menolak
perkataan bapak. Meskipun begitu aku tak mengurung kan
niatku untuk bersekolah.

3 hari kemudian pak Ace, kepala dusun, datang ke gubuk tua


ku. Dia mencari bapakku namun kukatakan bahwa bapakku
telah berangkat bekerja. "Gosa, bapakmu ada di rumah?"

"Oh tidak pak, bapak sudah berangkat sedari subuh".

"Waduh, kalau pulang biasanya kapan".

"Kalau pulang biasanya menjelang magrib"

"Hmmm begitu ya,baiklah nanti tolong bilang sama


bapakmu kalau di cari saya"

"Baik pak nanti saya sampaikan".

Sorenya bapak pulang,aku mengatakan bahwa tadi bapak


dicari pak Kepala dusun.

Bapakku tersontak

"Pak, tadi bapak dicari Pak Ace,"

"Waduh ada apa ini ya"

Bapak langsung bergegas menunu kediaman Pak ace.

Disana bapak dan Pak Ace berbincang cukup lama. Bapak


pulang kerumah, dengan raut wajah datar. Dengan wajah
kesal dan menggerutu,"apa apaan ikut campur aja urusan
hiduo orang lain".

Aku bertanya kepada bapak,"ada apa pak?"

"tak apa,sudah sana masuk ke kamarmu"ucap bapak dengan


nada yang masih terdengar kesal.

Tak biasanya bapak begini,aku jadi penasaran apa yang ia


bicarakan dengan Pak Ace tadi. Ingin rasanya ku bertanya,
tapi ku tak berani. Keesokan harinya aku berniat
mengunjungi rumah Pak Ace untuk bertanya. Ku berjalan
ditengah rerimbunan pohon, dan sampailah aku di rumah
Pak Ace. Aku bertanya apa yang Pak Ace dan Bapakku
omongkan kemarin sore. Pak Ace bercerita bahwa
sebenarnya Pak Ace menyarankan Bapak untuk
menyekolahkanku namun bapaku menolak. Padahal aku
hisa sekolah dengan biaya pemerintah. Aku pun
berkata,"pak berati saya bisa bersekolah?"

"Ya tentu saja,kenapa tidak" jawab Pak Ace.

"Saya ingin sekolah pak," ucapku dengan wajah berbinar


binar.

"Bagus bapak akan coba urus, besok kamu datang lagi


kerumah bapak,"ucap pak Ace

"Siap pak trimaksih,"

Aku kembali lagi kerumah pak Ace paginya, dan aku


mendapat kabar baik bahwa ada sd yang menerima murid
baru. Namun aku harus mengulang dari kelas 1, tapi tak apa
asal aku jisa sekolah. Aku diberi seragam oleh pak Ace dan
beberapa buku tulis. Aku sangat bahagia, tapi bapakku
belum tahu hal ini. Aku memang tak beeniat memberitahu
bapakku. Aku akan bersekolah secara diam diam.

Seperti biasa bapakku sudah berangkat bekerja. Aku


berganti seragam dan mempersiapkan yang akan kubaws.
Ini adalah hari pertama sekolahku. Hari ini pun untuk
pertama kalinya aku berbohong kepada bapak dan aku tak
berangkat ke kebun paman. Langkah pertama ku terasa
begitu ringan namun aku merasa langit mulai gelap, cemeti
dewa menyembar dan langitpun mulai menangis. Aku tak
sendiri, aku berangkat bersama Mores,Obi dan Pical.
Mereka diberikan izin oleh orangtua nya, tapi aku tidak. Aku
menyuruh mereka untuk diam saja. Jalanan licin jarak
pandang pun menjadi pendek karena hujan semakin deras.
Kami harus menyusuri hutan terlebih dahulu agar sampai
ke pantai. Kami kehujanan karena kami tak punya payung
untungnya kami mewadahi tas dan sepatu kami di kresek
besar. Hawa dingin tentu sangat terasa menusuk kulit tapi
kami masih harus terus berjalan. Hujan mulai reda hinngga
sampailah kami di tepi pantai. Kami menaiki kapal untuk
sampai ke sekolah. Aku dan mores mendayung kapal. Hujan
reda dn baju kami perlahan mengering.setalah sekitar 1 jam
diatas kapal akhirnya sampailah kami di dekat sekolah.
Kami berlari agar tidak terlambat. Namun sepertinya kami
terlambar, aku bertanya kepada guru yang ada di depan. Dia
mengijinkan kami masuk serta mengantar kami ke kelas.
Rupanya dia adalah wali kelas kami namanya Bu Fara, kami
bwrtiga berkenalan. Bu Fara berasal dari jakarta,yang
ditugaskan di sekolahanku.aku bersekolah di SD Negeri
Tasinwaha. Aku sangat senang dapat bersekolah disana.
Hari hariku berjalan lancar bapakku belum tahu. Aku
menjemur seragam ketika bapak masih bekerja dan aku
menyimpan perlengkapan sekolahku dalam almari. Aku
dapat belajar dengan baik disana sehingga aku bisa
langsung naik ke kelas 3 setelah 3 bulan. Betapa senangnya
hatiku, aku dapat sekelas dengan teman yang seumuran
denganku. Sedangkan Mores,Obi dan Pical masih tinggal di
kelas 1, aku sedih karena tak sekelas dengan mereka lagi
namun tak apa kami tetap bersahabat. Di sekolah aku sangat
menyukai pelajaran IPA, tak terasa 1 semester sudah aku
sekolah secara diam-diam. Untungnya dulu aku bilang
kepada pamanku bahwa aku ingin sekolah dan memintanya
agar tak mengatakan apapun kepada Bapakku. Aku
diikutkan Olimpiade Sains Junior Nasional di jakarta. Aku
begitu bahagia dan aku sangat senang. Tapi ini diadakan di
jakarta apa yang harus kukatakan kepada bapak nanti.
Diperjalanan pulang aku terus memikirkan hal itu.
Sesampainya dirumah aku termenung dan memikirkan cara
berbicara dengan bapak. Malam itu juga aku jujur kepada
bapak bahwa aku sebenarnya sudah sekolah. Bapak terkejut
dengan rauy muka yang tak bisa kutebak. "Apakah bapak
marwh padaku?"kataku.

"Kenapa kau tak jujur saja kepada bapak", jqwqb bapak


dengan nada datar

"Aku takut bapak marah",aku membalas ucapan bapak.

"Kau tau nak, apa alasan sebenarnya bapak tak


mengizinkanmu sekolah?" Ucap bapak.

"Tentu tidak bapak selalu berkata hal yang sama ketika aku
bilang ingin sekolah". Kataku saat itu.

"Bapak tak ingin kau pergi meninggalkan bapak kelak, nanti


kau sukses dan kau meninggalkan bapak sendiri disini.
Bapak hanya punya kamu, bapak tak ingin kau pergi dan
melupakan bapak."

Perkataan bapak membuat ku tam bisa berkata


kata,bagaimana bapak bisa berpikir begitu.

"Tentu tidak pak, aku tak akan meninggalkan bapak apapun


alasanya. Ini janjiku kepada bapak."kataku sambil
mengangkat telapan tangan kananku.

"Tapi pak apakah aku besok boleh mengikuti olimpiade


Sains di Jakarta,"sambung ku.

Suasana menjadi hening,dan bapakpun berkata,"Kenapa


harus jauh jauh kesana, bapak ragu untuk mengizinkanmu
berangkat kesana sendiri."

"Tapi pak kata bu guru boleh ditemani orangtua"kata ku.

"Hmm baik lah nak bapak belum pernah memberikan


sesuatu yang membuatmu bahagia, untuk kali ini bapak
mengizinkanmu, namun bapak harus ikut dengamu."

Perkataab bapak barusan bagai hembusan angin kebahagiaan


menerpa diriku. 3 hari berikutnya kami berangkat, aku bersama
bapak, bu fara dan pak tony.Suasana disana terasa sangat baru
bagiku, yang itu adalah kali pertama aku pergi ke sana. Aku
mengikuti segala rangkaian kegiatan disana. Perasaan gembir
menyelimuti hati ku ketika  diumumkan bahwa aku menadapat
juara pertama dalam olimpiade tersebut. Untuk pertama kali aku
melihat senyum terbaik bapakku. Bapak memeluku buliran air
menetes dari matanya,”Nak, bapak bangga kepada mu" ,ucap bapak.
Besoknya kami pulang ke dusun dengan perasaan gembira dan
penuh kebanggan. Di dusun rupanya kami disambut oleh warga
desa. Tak kusangka hal ini akan terjadi padaku.

Anda mungkin juga menyukai