Kebahagiaan yang tak mampu kuucapkan dalam hati ku, mungkin juga dalam hati kakakku, ibuku, bahkan ayahku. Kabar itu tidak lain adalah kelahiran anggota baru di keluarga kecil kami. Kehadirannya sangat ditunggu-tunggu oleh ayah dan ibuku.
Bayi itu bernama Jeo, perawakan pendek dan lebih
berisi. Mungkin dibandingkan aku dan kakakku saat bayi, dia memiliki nilai lebih baik dari segi tampilan tubuh. Dia berkulit cerah dan matanya berwarna cokelat indah. Senyumnya yang tipis dapat meluluhkan setiap hati orang yang mendekatinya. Hal itu membuatnya disenangi oleh banyak orang termasuk keluargaku dan sanak saudara. Terkadang ada pula yang meragukan, apakah dia benar benar anak dari ibu dan ayah ataukah kedua orang tuaku mencoba untuk mengadopsi anak. Seluruh pertanyaan itu ditepis dengan cepat oleh ibuku, bahwa betul dialah buah hati yang dilahirkannya.
Saat ini ayahku berumur tiga puluh lima tahun. Beliau
merupakan salah satu pahlawan yang wajib untuk aku ceritakan kepada anak cucuku kelak. Semangat, kegigihannya, dan cinta kasihnya selalu ada untuk keluargaku. Tak perlu engkau ragukan pengorbanan dari seorang ayah, banyak orang yang berkata bahwa seorang ayah rela mati mengorbankan nyawanya demi buah hatinya. Ya, aku rasa itu benar dan sangat nyata. Pria berbadan tegap yang menjadi panutanku itu bekerja sebagai seorang petani. Maklum, beliau berasal dari desa yang jauh dari perkotaan. Luput akan perkembangan teknologi membuat beliau berpikiran pragmatis sesuai yang diketahuinya. Kulit cokelatnya dan kumisnya sangat menggambarkan bagaimana beliau dapat bertahan sampai saat ini. Mungkin sudah sangat banyak peluh yang dihasilkan, mungkin juga penebalan kulit- kulit tangannya karena sibuk bekerja demi keluarga kami.
Ibu menjadi seorang sosok yang sangat aku cintai,
bahkan sebelum aku lahir ke dunia ini. Inilah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama, cinta yang murni tak beralasan karena yang kau tau apabila kau masuk ke dalamnya adalah kata cinta. Rambutnya agak keriting dan garis mata yang jatuh kebawah, tampak begitu indah bagiku. Wanita yang sangat aku kagumi, mungkin kelak aku akan memilih wanita yang seperti beliau sebagai pendamping hidupku. Cermat, bijaksana, dan sederhana merupakan kata- kata yang sudah sangat menggambarkan bagaiamana beliau sesungguhnya. Kasih tak pernah dipendam, ya itu yang tampak setiap kali aku dan kakakku melakukan kesalahan terhadap hatinya. Dia akan sangat cepat luluh dan memaafkan kami. Kesibukannya dan pendidikan yang ditempuhnya menjadi batu loncatan bagi dia untuk menjadi seorang ibu rumah tangga. Aku sangat bangga akan hal itu, hal itu yang menjadikanku sangat mencintai dia dari dulu hingga saat ini dan pasti sampai selama-lamanya.
Kakakku merupakan sosok yang sangat dekat
denganku. Maklum setiap hari aku menempati tempat tidur yang satu ruangan dengan dia. Setiap hari tidak pernah dilewatkan tanpa cerita. Kadang kami sampai tidur larut malam, sangat malam membuat kami terlelap dan akhirnya tidak bisa bangun lebih pagi untuk bersiap ke sekolah. Kakakku sangat berbeda dengan kakak-kakak yang lain, yang pernah aku kenal. Ia bahkan rela mengeluarkan banyak uangnya untuk membeli beberapa kebutuhanku. Meskipun tidak semua tapi aku berpikir bahwa itu sangat membantu ku hingga saat ini. Kakakku saat ini sedang duduk di bangku SMA, siswa akhir yang notabene memiliki jadwal sangat padat dan mungkin mereka akan banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Ini yang membuat aku sedikit kecewa.
Ayahku merupakan seorang yang suka berpetualang,
ya itu mulai dari sejak beliau muda. Hal ini yang menjadi faktor paling penting kenapa kami sampai saat ini suka berpindah-pindah tempat untuk beberapa tahun. “Nak, kalau nanti kamu memilih calon isteri, pilih yang bisa kamu ajak jalan jalan ya nak dan masakkan kamu makanan tiap hari.” Kata ayahku. Lalu aku menjawab, “Sungguh yah? APakah ibu seperti itu juga?”. Ayah menjawab,”Tentu nak, itu yang membuat ayah sangat mencintai ibumu sampai saat ini.” Ayahku memilih pendamping yang sangat cocok untuk dirinya. Beragam masalah yang terjadi dan menimpa keluargaku menjadi cambuk bagi ayahku dan ibuku untuk berpikir sangat keras. Alasannya adalah terkadang ada beberapa orang yang memberikan pengaruh negatif bagi keluarga kami. Maka ayah memutuskan untuk berpindah tempat, bukan karena akibat hubungan yang dijalin antara mereka namun pengaruh yang akan diberikan kepada kami, anak-anaknya.
Rumah yang cukup besar berukuran 40 meter ke
belakang dan 10 meter ke samping sangat menjadi tempat yang nyaman bagi keluarga kami. Ayah sengaja memilih tempat itu karena masyarakat sekitarnya sangat ramah dan pemandangan yang sangat asri. Terletak di sebelah selatan daerah bogor memberikan udara yang sangat sejuk untuk daerah itu.
Beberapa tahun berlalu dengan cepat, tidak terasa
aku yang dulunya duduk di bangku SMP sekarang sudah akan tamat dalam jenjang SMA. Adikku yang dulunya kecil sudah tumbuh menjadi seorang remaja yang sangat digemari oleh teman seangkatannya. Dia juga termasuk orang yang terbilang cerdas dalam akademik, dia juga sangat ramah kepada semua orang yang ditemuinya. Namun, ada sesuatu yang menjadi sifat buruknya yakni dia memiliki sifat ingin menang sendiri. Tak jarang dia menimbulkan berbagai masalah bahkan dari hal kecil sampai besar. Mungkin hal itu dikarenakan dia selalu menganggap dirinya adalah yang paling tinggi. Terutama di kalangan anak seusianya. Pernah dia berkata,”Kak, kenapa ya? Teman temanku banyak nanya tentang rahasia biar dikagumi? Lalu aku menjawab,”Ya, mungkin karena mereka sangat mendambakan berada di posisi mu dik.”
Pernah terjadi sebuah keributan, dimana dia
melaporkan ulah temannya yang sangat tidak baik ditiru. Pada siang itu, mereka satu kelas mengikuti jam pelajaran bahasa Indonesia, bertepatan dengan waktu ulangan. Dia sudah sangat mempersiapkan diri untuk ulangan hari ini. Namun, hal itu bermula saat dia mulai mengerjakan beberapa soal. Ya, mereka duduk dengan jarak masing- masing satu meter. Adikku tampak senang, tentu saja karena dia sangat mengerti akan pelajaran yang sedang dikerjakannya, namun tidak dengan teman di sekelilingya, terutama Alex yang sangat iri kepada adikku. “Aku akan menjawab semua soal ini dengan baik.” Bisiknya dalam hati. Alex, dia selalu mencoba untuk menjatuhkan adikku ke dalam keadaan sulit. Hampir sejam sudah waktu berjalan, Ibu Rita pun terlihat sudah mempersiapkan diri untuk mengumpulkan jawaban. Mungkin bagi sebagian besar orang, momen inilah yang akan menjadi kesempatan untuk memperbaiki jawaban ataupun mengisi jawaban yang kosong sembari ibu guru sibuk mengumpulkan tugas teman-teman lainnya.
Alex pun melancarkan tindakannya, dia datang ke
meja adikku dan melihat seluruh jawaban yang ditulisnya. “Eh kamu, permisi dikit aku mau lihat jawaban kamu!” seru Alex. Sontak adikku terkejut, “Ini apa apaan, kamu buat apa melihat jawab aku? Kan kamu belajar juga di rumah.” Bagaimana tidak jika engkau sudah belajar mati-matian namun orang langsung meniru jawaban yang telah kau tulis. Alex pun langsung menjawab, “Diam kamu! Aku cuman ingin melihat jawaban kamu, gak usah sok pintar deh, aku juga belajar kok di rumah.” Dia pun bergegas menghampiri ibu guru dan memberitahukan kelakuan Alex. “Bu guru, Alex meniru jawaban aku.” Ibu gurumenghampiri,”Benar itu Alex?” Raut muka Alex langsung berubah seketika seakan akan menggambarkan dendam yang sangat besar. Akhirnya ibu guru mengambil kertas jawaban Alex dengan segera membulatkan namanya menjadi angka nol besar. “Karena kelakuan kamu yang tidak baik, ibu kasih kamu nilai 0!” Tak lama kemudian, Alex langsung mendekati adikku dan mendorongnya ke dinding lalu memukul pipinya hingga ia meronta kesakitan.”Kamu mau apa? Aku hanya melihat sebentar, kenapa kamu langsung melaporkanku ke ibu guru?” Ibu guru berlari ke arah mereka dan berusaha untuk memisahkan mereka namun Alex menggenggam dengan kuat tangan adikku dan ingin memutarnya dengan sangat kuat. Adikku meminta ampun kepada Alex lalu ibu guru berhasil memisahkan mereka. “Alex, hentikan!”, kata bu guru. Alex langsung keluar dari ruangan dengan membawa tas karena jam pelajaran saat itu adalah yang terakhir. Ibu guru pun langsung dengan sigap membawaku ke UKS dan membersihkan luka yang ada di pipi adikku. Adikku sedikit trauma dengan kejadian itu hingga akhirnya dia diantarkan oleh wali kelasnya bernama bu Sita ke rumah. bungsunya babak belur. Adikku berlari cepat dan segera masuk ke rumah tanpa sempat menyalam ayah seperti biasanya. Akhirnya bu Sita menceritakan hal tersebut dan kemudia ayah mengerti. Bu sita berpamitan kepada ayah dan kembali ke sekolah. Ayah sangat cemas dengan keadaan adikku namun apa daya, dia mengurung dirinya di kamar dan tidak ingin keluar. Sepulang dari sekolah, aku bergegas menuju rumah karena ayah berpesan kepadaku untuk cepat pulang. Aku sangat khawatir karena tidak biasanya ayah berpesan seperti ini. Hingga beberapa kali mencoba menelponku walaupun sedang dalam kelas.
Sesampainya di rumah, aku langsung bertemu
dengan ayah dan menanyakan yang terjadi . “Ada apa yah?”tanya ku. “Adikmu telah dipukul oleh temannya karena masalah kecil.” “Lah, kok bisa yah?” tanya ku balik. Ternyata adikku telah dipukul oleh temannya. Sontak aku berteriak marah, aku tidak rela dengan sikap temannya yang seperti itu. Aku ingin menemui teman adikku dan menemui orang tuanya. “Baiklah saat ini aku ingin menjumpaui orang tua dari anak itu!” tegas ku. Ayah berkata,”Tidak usah nak, maafkan saja, ini hanya masalah kecil, tidak perlu dibesarkan” usap tangan ayah di kepala ku. Namun, ayah berpesan bahwa aku harus tabah dan memaafkan.
Aku mengetuk pintu kamar adikku dan mencoba
meyakinkan dirinya. “Dik, adik, keluar yuk, kita makan siang dulu.” seru ku. Beberapa ketukan ku coba, namun adik tak membalas. “Kak, kak…”tengisnya pun mulai terdengar. Hampir setelah aku ingin berbalik karena ragu, adik membukakan pintu kamarnya dan akhirnya ia mau menceritakan yang terjadi. Aku pun memberikan saran kepadanya, dan meminta dia untuk minta maaf kepada Alex.
Keesokan harinya, tepatnya hari minggu saat itu. Aku
dan adikku mengunjungi rumah Alex. Alex tampak murung. “Halo Alex, kamu apa kabar dik?” tanyaku sambil memegang bahunya. Namun dia tidak menjawab. Kemudian, aku bertanya kepada orang tua Alex mengapa demikian. “Mohon maaf tante da nom, saya ingin bertanya tentang keadaan Alex saat ini.” Orangtuanya menjelaskan bahwa sudah beberapa hari Alex merasa sangat bersalah akan perlakuannya kepada adikku. “Nah adik, kalian kan satu kelas dan juga udah kenal lama, gak boleh ada kata dendam lagi ya.. kan lebih bagus kalau saling membantu dan memaafkan?”kata ku.”Benar kak, aku minta maaf ya Jeo.” kata Alex. “Aku juga minta maaf ya Lex, bagaimana kalau mulai sekarang kita belajar bersama saja sebelum ujian?” Akhirnya aku meminta adikku untuk meminta maaf kepada Alex hingga akhirnya mereka berdua berpelukan dan saling memaafkan.
Setelah selesai, aku dan adikku meminta izin untuk
pulang. Adikku tampak senang dan bahagia. Kini, Alex dan adikku sangat akrab dan berteman baik, mereka juga sering belajar bersama-sama di rumah kami.