Anda di halaman 1dari 14

DEIKSIS Vol. 11 No.

01, Januari-April 2019


p-ISSN: 2085-2274, e-ISSN 2502-227X hlm. 7-20
DOI: 10.30998/deiksis.v11i01.3317

PEMBACAAN HEURISTIK DAN HERMENEUTIK


PUISI INDONESIA MODERN BERTEMA PEWAYANGAN
Dian Hartati

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Singaperbangsa Karawang


dian.hartati@fkip.unsika.ac.id

Abstrak

Perkembangan puisi modern Indonesia tidak terlepas dari kebudayaan yang telah mengakar. Salah satu
sumber penciptaan puisi yang diusung penyair berasal dari kisah-kisah pewayangan. Pembacaan heuristik
dan hermeneutik perlu dilakukan agar makna puisi dapat diterima pembaca dengan baik. Mengingat
kisah-kisah pewayangan hanya diketahui kelompok masyarakat tertentu. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode kualitatif. Hasil penelitian dipaparkan secara deskriptif. Analisis puisi
menggunakan pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik Michael Riffaterre. Data yang digunakan
adalah puisi “Sita Sihir” karya Sapardi Djoko Damono, puisi “Hikayat Sri Rama” karya Goenawan
Mohamad, dan puisi “Penyesalan Kunti” karya Djoko Saryono. Hasil pembacaan merujuk pada
pemaknaan nilai-nilai yang humanis.

Kata Kunci: puisi, pembacaan heuristik, pembacaan hermeneutik.

Abstract

The development of modern Indonesian poetry is inseparable from deeply rooted culture. One of the
sources of poetry creation carried by poets comes from puppet stories. Heuristic and hermeneutic read
needs to be done, so the meaning of poetry reader to be acceptable. Given that puppet stories are only
knowling to certain community groups. The research method used is a qualitative method. The results of
the study were present the descriptiv. Poetry analysis uses heuristic read and hermeneutic of Michael
Riffaterre. The data used is the poem "Sita Sihir" by Sapardi Djoko Damono, the poem "Hikayat Sri
Rama" by Goenawan Mohamad, and the poem "Penyesalan Kunti" by Djoko Saryono. The results of the
reading refer to the meaning of humanistic values.

Keywords: poem, the read heuristic, the read hermeneutic

PENDAHULUAN dan mulai berkembang pada zaman


Kisah pewayangan muncul Hindu Jawa. Zaman Hindu menjadi
pertama kali sejak ajaran Hindu salah satu zaman di mana wayang
bersamaan dengan datangnya dicoba untuk dikembangkan sedemikian
kebudayaan India yang masuk ke di rupa, sehingga wayang pada waktu itu
Indonesia. Setelah ajaran Islam disenangi sebagai bentuk falsafah,
berkembang, wayang dianggap sebagai pelajaran penting yang bisa dianut
cerminan kehidupan dan memberikan dalam kehidupan (Ra‘uf, 2010: 22).
nilai-nilai pendidikan moral yang tinggi. Berdasarkan paparan tersebut
Sejarah wayang dalam maka kisah pewayangan memiliki
bentuknya yang asli timbul sebelum makna yang kuat. Dengan kata lain
kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia tokoh-tokoh wayang memiliki posisi

7
DEIKSIS | Vol. 11 No. 01 | Januari-April 2019: 7-20

dalam benak manusia. Kehadirannya keseluruhan dan kembali ke bagian


menjadi salah satu sumber gagasan bagi yang lain dan seterusnya.
penyair Indonesia modern. Tema-tema Menurut Endraswara (2013: 42)
lokal digali guna menyegarkan puisi- secara sederhana hermeneutik berarti
puisi yang berkiblat ke barat. Salah satu tafsir, sedangkan menurut Ricouer
tema lokal yang diangkat adalah kisah hermeneutik adalah acara memahami
pewayangan yang selama ini dikenal makna sastra yang ada di balik struktur.
masyarakat Jawa. Umar Kayam (dalam Pemahaman makna, tak hanya pada
Zaidan, 2002: 9) menegaskan bahwa simbol, melainkan memandang sastra
bagi orang Jawa, wayang merupakan sebagai teks.
sumber rujukan untuk memahami
peristiwa yang terjadi dan akan terjadi. METODE PENELITIAN
Kisah-kisah pewayangan dipilih Metode penelitian yang
dari sekian banyak tema dan dihadirkan digunakan adalah metode kualitatif.
dengan beragam tafsir. Ada yang Metode penelitian (Sugiyono, 2014: 2)
mempertahankan kisah atau bahkan pada dasarnya merupakan cara ilmiah
menjungkirbalikkan kisah sesuai untuk mendapatkan data dengan tujuan
interpretasi masing-masing penyair. dan kegunaan tertentu. Sumber data
Pengadaptasian kisah-kisah utama pada penelitian kualitatif ialah
pewayangan dalam perpuisian kata-kata, dan tindakan, selebihnya
Indonesia modern tentu saja adalah data tambahan seperti dokumen
menciptakan makna baru. dan lain-lain (Moleong: 2010). Hasil
Salah satu cara untuk penelitian akan dipaparkan secara
mendapatkan pemaknaan tersebut deskriptif berdasarkan temuan yang
dengan melakukan pembacaan puisi didapatkan setelah data dianalisis.
secara heuristik dan heurmeneutik. Menurut Ratna (2004: 53) metode
Pembacaan heuristik dan pembacaan analisis deskriptif adalah metode yang
heurmeneutik merupakan bagian dari digunakan dengan cara menganalisis
semiotik yang digagas Riffatere dalam dan menguraikan untuk
Semiotic of Peotry. Pembacaan menggambarkan keadaan objek yang
heuristik, pada dasarnya, merupakan diteliti yang dijadikan pusat perhatian
interpretasi tahap pertama, yang dalam menggambarkan penelitian.
bergerak dari awal ke akhir teks sastra, Dari penelusuran literatur (di
dari atas ke bawah mengikuti rangkaian antaranya: Teeuw, 1989; Nurgiyantoro,
sintagmatik (Ratih, 2016: 6). 1998; Nurgiyantoro, 2003; Danardana,
Pembacaan hermeneutik adalah 2013) ditemukan penyair-penyair yang
pembacaan yang didasarkan pada menulis puisi tertema kisah
konvensi sastra. Kata-kata yang semula pewayangan sebagai berikut.
tidak gramatikal menjadi himpunan 1. Angkatan Balai Pustaka penyair
kata-kata ekuivalen, maksudnya adalah Sanusi Pane menulis puisi berjudul
pembacaan yang bermuara pada “Arjuna”, “Kepada Krisna”, dan
ditemukannya satuan makna puisi “Wijaya Kesuma”.
secara utuh dan terpadu. Puisi harus 2. Angkatan Pujangga Baru penyair
dipahami sebagai sebuah satuan yang Armijn Pane yang menulis puisi
bersifat struktural atau bangunan yang berjudul “Panggilan Krisna”.
tersusun dari berbagai unsur 3. Periode 1953-1961 penyair Subagio
kebahasaan. Pembacaan dilakukan Sastrowardojo menulis puisi
bolak-balik dari suatu bagian ke “Parasu Rama”, “Kayon”,

8
Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik Puisi Indonesia Modern Bertema Pewayangan
(Dian Hartati)

“Garuda”, “Wayang”, “Bima”, Kegelapan”; Triyanto Triwikromo


“Matiya Pandawa yang Saleh”, menulis puisi “Sumpah Drupadi”,
“Kayal Arjuna”, “Dalang”, “Semar Sungsang”, “Hikayat
“Asmaradana”, dan “Batara Kala”; Togog”, “Pembakaran Sinta”; Djoko
Sapardi Djoko Damono menulis “Di Saryono puisi berjudul “Perasaan
Banjar Tunjuk, Tabanan”, Hati Wibisana” dan “Penyesalan
“Setengah Kenangan”, “Pesan”, Kunti”; Edwar Maulana menulis
“Telinga”, “Benih”, dan “Sita “Madrim” dan “Dasamuka”, dan
Sihir”. Adimas Imanuel menulis
4. Angkatan 66 penyair Goenawan “Sembrada” dan “Jatayu”.
Muhammad menulis “Parikesit”, Berdasarkan penelusuran
“Asmaradana”; Darmanto Jt. tersebut, hasil analisis pembacaan
Menulis “Hal-hal yang Mokal dan heuristik dan hermeneutik yang akan
Lokan-okal Badrayana Lawan disajikan adalah Puisi “Sita Sihir”
Narada”. Karya Sapardi Djoko Damono
5. Periode 1970-1980-an terdapat (Grasindo, 2004), Puisi “Hikayat Sri
penyair-penyair seperti Linus Rama” Karya Goenawan Mohamad
Suryadi AG menulis “Bonowati dan (Tempo, 2013), dan Puisi “Penyesalan
Limbuk”, “Abimanyu di Padang Kunti” Karya Djoko Saryono (Aditya
Kurusetra”, “Duryudana dan Media Publishing, 2013).
Durna”, “Pengakuan Kunti
Talibrata”, “Himbauan Cangik”, HASIL DAN PEMBAHASAN
“Petruk Kumat”; Saini KM menulis Kesusastraan Indonesia modern
“Dewa Ruci”; Nyoman Tusthi Eddy (Teeuw, 1980: 15) lahir pada sekitar
menulis puisi “Brahma dan tahun 1920. Ketika itulah para pemuda
Nilotama”; Heru Emka menulis Indonesia untuk pertama kali mulai
“Asmaradana”, Bambang Sarwono menyatakan perasaan dan ide yang pada
menulis puisi “Wibisono”, dasarnya berbeda daripada perasaan dan
“Suprobo”, “Arjuna”, Yudisthira ide yang terdapat dalam masyarakat
ANM Massardi menulis puisi “Di setempat yang tradisional dan mulai
Beranda ini, Mohamad Pariksit, berbuat demikian dalam bentuk-bentuk
Telah jadi Logam”, Suminto A. sastra Melayu, Jawa, dan sastra lainnya
Sayuti dengan puisi “Genderang yang lebih tua, baik lisan maupun
Kurusetra”, Bambang Suryanto tulisan.
dengan judul puisi “Cinta Pertama”, Puisi modern Indonesia
Isma Sawitri menulis “Pesona mengalami perubahan tema dalam
Kurusetra”; Dorothea Rosa Herliany setiap periode. Pada periode awal
menulis puisi berjudul “Elegi kemunculannya, tema-tema yang ditulis
Sinta”; Soni Farid Maulana menulis penyair di antaranya perjuangan untuk
“Sita Obong”. persatuan dan mencapai kemerdekaan,
6. Periode 2000-an terdapat penyair- keagamaan, sosial, kritik sosial,
penyair seperti Setiyo Bardono personal, nasihat, alam dan
menulis “Kelahiran Kurawa”, lingkungannya (Mahmud, 2011: 41-50).
“Sayap Kejujuran Yudistira”, Kehadiran tema-tema tersebut
Gunawan Maryanto menulis berhubungan dengan situasi negara,
“Surtikanti”, “Banowati”, peristiwa Sumpah Pemuda, dan
“Aswatama”, “Gandari Memasuki keberanian-keberanian dalam hal
Kegelapan”, “Gandari di Puncak

9
DEIKSIS | Vol. 11 No. 01 | Januari-April 2019: 7-20

mengungkapkan pengakuan rasa cinta dari segala cengkeraman Rama bahkan


terhadap tanah air. melupakan cinta yang pernah ada di
Pembacaan Heuristik Puisi “Sita antara mereka.
Sihir” Karya Sapardi Djoko Damono
Terbebas juga akhirnya aku – Makna Puisi “Sita Sihir” Karya
entah dari cakar Garuda atau lengan Sapardi Djoko Damono
Dasamuka (yang begitu kuat.) (Aku) Setelah terbebas dari kekuasaan
Sendiri(an), di menara tinggi (dan) Dasamuka, Sita harus menjalani
kusaksikan di atas: Langit yang tak upacara bakar diri untuk membuktikan
luntur dingin-birunya; dan di bawah kesuciannya. Penyataan tokoh Sita
(sana): (aku lihat) api yang disulut dalam teks puisi yang ingin terbebas
Rama – (api itu) berkobar bagai rindu dari pengaruh Rama diungkapkan
abadi(.) dengan sangat tegas. Tokoh Sita dalam
“Terjunlah, Sita,” bentak-Mu, puisi “Sita Sihir” bertentangan dengan
“agar udara, air, api, dan tanah, kembali kisah pewayangan.
murni.” “Sihir” yang bermakna kekuatan
(Aku pasrah,) Tapi (sebenarnya) gaib menjadi simbol bagi Sita bahwa
aku ingin juga terbebas dari sihir Rama dirinya telah terpesona, telah terpikat,
(yang selama ini mengekangku). dan akan selalu mengikuti kemauan
Rama, salah satunya menuruti
Pembacaan Hermeneutik Puisi “Sita keinginan Rama mengadakan upacara
Sihir” Karya Sapardi Djoko Damono bakar diri. Sita merasa kepercayaan
Sita telah terbebas dari Rama sebagai suami telah berkurang
perjumpaannya dengan seekor burung dan karenanya Sita ingin terbebas dari
Garuda. Sita merasa dirinya dimata- sosok yang tidak mempercayainya lagi.
matai oleh burung suruhan suaminya.
Baru saja terlepas dari Garuda, Sita Pembacaan Heuristik Puisi “Hikayat
jatuh ke tangan Dasamuka. Pemimpin Sri Rama” Karya Goenawan
raksasa yang terkenal kejam itu Mohamad
menyekap Sita. Dengan usaha keras, Di dalam puisi “Hikayat Sri
Sita berusaha lepas dari kurungan Rama” terdapat lima fragmen. Fragmen
Dasamuka. Usaha Sita tidak sia-sia. Dia pertama berjudul Kumbakarna, fragmen
bebas dari segala ketakutan yang kedua Trijatha kepada Kapi Jembawan,
diciptakan Rahwana. fragmen ketiga berjudul Sugriwa,
Takdir buruk masih saja fragmen keempat berjudul Sita, fragmen
mengikuti Sita setelah lepas dari kelima berjudul Epilog. Fragmen
cengkeraman Dasamuka. Dia diminta pertama terdiri atas 35 larik, fragmen
Rama, suaminya, terjun ke kobaran api kedua terdiri atas 36 larik, fragmen
untuk memurnikan alam semesta. ketiga terdiri atas 26 larik, fragmen
Udara, air, api, dan tanah harus suci keempat terdiri atas 8 larik, dan
kembali. Sinta pun harus dalam keadaan fragmen terdiri atas 30 larik, sehingga
suci setelah tinggal bersama Dasamuka. keseluruhan larik berjumlah 135.
Mau tak mau Sita mengikuti perintah Keseluruhan larik merupakan kesatuan
suaminya. Dia harus masuk ke kobaran yang padu, walau begitu fragmen-
api yang telah disediakan Rama. fragmen tersebut dapat berdiri sendiri
Tapi, sebenarnya yang ingin jika puisi dibacakan secara terpisah.
dilakukan Sita adalah pergi
meninggalkan Rama. Sita ingin lepas

10
Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik Puisi Indonesia Modern Bertema Pewayangan
(Dian Hartati)

Fragmen Kesatu Ayahnya (Si Anak) pun


Ayah itu bercerita tentang menutup ceritanya, (dengan) lelah: ‘Di
seorang penidur yang sakti, (juga) jalan yang tak mudah, (sosok)
seorang tambun yang bertapa di bukit, Kumbakarna bermimpi tentang sebuah
(dia) yang (suka) mendengkur dan ingin negeri yang tak punya raja.”
bermimpi tentang negeri yang tak punya
raja. Fragmen Kedua
“(D)Ia bernama Kumbakarna.” Aku akan (mencoba)
(ucap ayah.) Anaknya hanya memahat mencintaimu, monyet tua, karena
kayu, (dan) mungkin separuh engkau adalah lelaki yang memalsukan
mendengarkan (cerita sang ayah). (D)Ia diri.
(Si Anak) tahu cerita itu akan berakhir (Entah mengapa) Kudengar
dengan kematian; (d)ia ingin pahat itu kesedihanmu. Tapi juga aku tahu apa
tak melukai tubuh ikan yang yang ka(m)u percayai. Telah ka(m)u
dibentuknya (dengan hati-hati), karena katakan, kepada senja yang hujan: “Aku
(ke)sedih(an) akan jadi panjang dan Kapi Jembawan yang tak akan berakhir;
umur (ia merasa begitu) hanya pendek. aku (mampu) mengubah (semuanya),
“Aku menunggumu, Alengka, di aku seperti curah air; aku mungkin
jalan yang tak mudah,’ kata (pohon) trembesi yang tak ditakdirkan
Kumbakarna sebelum berangkat.” (semesta).”
(Kumbakarna pergi.) “Meninggalkan Saat itu langit pasti mendengar
tujuh pengawal yang menemaninya, si (gemuruh), seperti bumi mendengar
tambun (itu) pun menyeberangi derum guruh (saat hujan).
bentangan hutan. Dan sejak pagi itu, di Jangan takut. Meskipun ka(m)u
Alengka semua berhenti. Kata-kata, tahu: pada tiap datang gelap (malam)
selalu dimaksudkan, selalu didesakkan, dan nyanyian katak dari semak yang
berubah seperti defile prajurit yang tergenang, aku memang inginkan
berputar(-putar). (Seolah) Tak ada lagi dengus (napas) seorang pangeran yang
garis depan.” telah bersumpah akan menolak tubuhku.
‘Esoknya, dari tepi selat, orang Leksmana, pangeran Ayudhya
(-orang) melihat sepasukan makhluk yang menang (dalam peperangan), ingin
(kera) aneh melintasi laut. Hanya samar. menghilang kembali ke dalam hutan.
(Ada) Kabut membentuk berpuluh- “Aku adalah peran,” bisiknya
puluh cerita. (Dan) Seorang pengintai (lemah) kepadaku, “yang tak ingin
mengatakan ada musuh datang dari ditakdirkan.”
(kerajaan) Kiskenda, tapi (sebenarnya) Ka(m)u tahu kita semua bisa
tak ada yang tahu benarkah ada negeri menangis (sejadi-jadinya).
(bernama) Kiskenda.” Maka sentuhkan rambutmu yang
‘Kumbakarna berbisik, “tidak”, menakutkan, monyet tua, ke bibirku.
(menoleh ke belakang) dan (d)ia pergi Apak, kusut, kering. Tanpa (kuasa)
ke lekuk bukit.’ (jauh di sana). berahi, ranjang tetap akan menutupkan
Di luar cerita, anak itu (terus) selimutnya sebelum lampu padam.
meraut sirip dan membayangkan arus Relief pada tembok (,) tetap tak
yang biru gelap, (dalam bayangan itu) akan selesai bercerita tentang seorang
di mana tak ada yang tak bergerak, (Si dewa yang melepaskan zakarnya.
Anak khawatir pada waktu) juga Kita semua bisa menangis
kematian. (sejadi-jadinya).

11
DEIKSIS | Vol. 11 No. 01 | Januari-April 2019: 7-20

Fragmen Ketiga hitam di sudut taman (argasoka).


‘Aku telah berkhianat,’ kata kera (Barangkali) Kota separuh hangus. Dan
merah itu (tertunduk). (tak ada pahlawan pemberani) di tahta
‘Apa yang terjadi?’ tanya sang yang kosong di dalam, jauh di dalam,
pertapa (sambil mencermati wajah ingatan telah jadi bekas.
Sugriwa).
“Aku tak mengerti: telah datang Fragmen Kelima
dua orang asing dari (kerajaan) Anak itu selesai meraut hiu dari
Ayudhya yang membunuh saudara (gelondongan) kayu dan
kandungku, dan (anehnya) aku melontarkannya ke danau.
memeluk mereka sebelum aku memeluk Ia (menatap arus dan) tak
tubuh Saudaraku (yang tak berdaya), mengatakan apa-apa, tapi ayahnya tahu,
dan mereka berkata dengan suara yang di (hasil) pahat(an) itu hikayat (sang
tenteram (juga sungging senyum), “Ada anak) memilih arahnya sendiri.
keadilan.” ‘Dongeng adalah metamorfosa,
‘Aku takut,’ sambung kera ayah, karena kiasan berhenti dan Sita
merah itu pula (memandang pertapa). menolak perjalanan (pulang) ke
‘Kita tak perlu takut kepada Ayudhya lagi.’
yang ada dan bisa jelas (pertapa ‘Apa yang terjadi dengan Sita?’
mengingat sesuatu).’ tanya sang ayah (pura-pura tidak tahu).
Empat malam sebelumnya, dari ‘Ia terjun (dan berdiam) ke
sebelah tenggara hutan, pertapa itu telaga mencari ikan terbang yang
mendengar jerit(an): ‘Namaku Subali!’ menentang (arus) kematian.’
Ia pun berjalan mendekat. Bulan ‘Tapi di sebuah hutan, jauh dari
hanya sebelah (malam itu). Dalam istana Rama yang pulih, dua pangeran
terang yang terbatas, ditemukannya piatu yang menyingkirkan diri
genangan darah (putih) dan sehelai daun membentuk busur bambu dan urat
tal yang tergeletak (begitu saja). daging: (mereka menantang kehidupan).
Seekor burung pungguk “Kami Kusya dan Lawa,
memandangi dari gelap —merasa lebih pembangkang yang berkabung, yang tak
mengerti tentang malam dan jejak ingin
(peristiwa) yang terhapus. siapapun mati (sia-sia).”
Keadilan (yang seperti apa) dan “Tapi dalam mimpi mereka
kematian (yang sunyi) begitu sederhana (yang kelam) mereka bunuh ayah
di semak kosong ini. mereka (sendiri).”
Juga sesal dan suara sedih ‘Dengan rahang mengetam
(seorang saudara kandung). ‘Aku mereka berbisik, “Jangan Paduka sentuh
memang ingin ia tak ada,’ kata kera (lagi) ibu kami: permaisuri itu telah
merah itu pula, ‘tapi aku tak ingin lama (pasrah) bertopang di punggung
membunuh Subali.’ hiu, mencari arah ikan terbang
‘Kau tak membunuhnya, (sendirian)”.
Sugriwa. Ada perang dan keinginan Dan dalam cerita (yang) saya
(besar) yang selalu bukan milik kita.’ (kisahkan) ini, ayah itu pun menatap
cemas mata anaknya.
Fragmen Keempat ‘Kita tak pernah mengerti Sri
Letakkan pelan kesunyianmu, Rama (menentukan pilihan),’ katanya.
Rahwana, di sisi kesunyianku. (Kulihat)
Hanya ada pohon nagasari yang tumbuh

12
Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik Puisi Indonesia Modern Bertema Pewayangan
(Dian Hartati)

Pembacaan Hermeneutik Puisi kayu. Tugasnya sebagai ayah memang


“Hikayat Sri Rama” Karya berat. Harus menjaga dan terkadang
Goenawan Mohamad mendongengkan kisah. Kali ini kisah
Fragmen Kesatu tentang Kumbakarna yang hidup di
Judul pada fragmen pertama sebuah kerajaan besar. Kumbakarna
mengacu pada Kumbakarna dalam kisah menunggu kerajaan yang ditinggalinya
Ramayana. Seorang adik Rahwana atau menjadi lebih baik. Kumbakarna akan
Dasamuka yang memiliki sifat berbeda memperhatikan nasib mendatangi
dengan kakaknya. Dalam fragmen ini, Alengka. Sebelum pergi bertapa atau
dipaparkan ada seorang ayah yang sebelum meninggalkan tempat
bercerita kepada anaknya (Ayah itu tinggalnya, Kumbakarna selalu berdoa
bercerita tentang seorang penidur yang agar Alengka menjadi lebih baik dan
sakti,). Si anak mendengarkan sambil mampu memberikan kesejahteraan
membuat mainan serupa pahatan ikan kepada rakyatnya (“Aku menunggumu,
dari kayu (Anaknya hanya memahat Alengka, di jalan yang tak mudah,”).
kayu, mungkin). Kisah yang diceritakan Kumbakarna memang bukan seorang
sang ayah adalah sosok Kumbakarna raja, tetapi dia sangat peduli kepada
yang memiliki badan besar menyerupai rakyat Alengka.
raksasa (“Ia bernama Kumbakarna.”). Kumbakarna seorang pahlawan
Kumbakarna sangat suka tidur, walau bagi rakyatnya. Dia membela tanah
begitu dia seorang yang sakti. airnya dari musuh. Musuh yang
Kebiasaannya bertapa, membuat dimaksud adalah siapa saja yang
Kumbakarna ditakuti lawan. Sebagai mendatangi tanahnya dan
seorang adik, Kumbakarna tidak memeranginya. Kumbakarna pergi ke
memiliki kekuasaan atas wilayah medan pertempuran yang jauh,
kerajaan Alengka. Sebenarnya ada meninggalkan Alengka demi membela
pemimpin di kerajaan Alengka, tetapi harga diri. Kelompok yang mengganggu
bukan pemimpin sejati yang pasti dikalahkan. Kepergian
memikirkan rakyatnya. Alengka Kumbakarna menuju medan peperangan
dipimpin seseorang yang hanya sibuk membuat Alengka kehilangan kendali.
mencari kesenangan diri sendiri Alengka menjadi goyah dan seolah
(tentang negeri yang tak punya raja.). tidak memiliki panutan (“Tak ada lagi
Sambil mendengarkan kisah garis depan.”).
tentang Kumbakarna, Si Anak memahat Sampai di tempat peperangan,
kayu dan menjadikannya mainan seorang pengintai mengabarkan kepada
berbetuk ikan. Dengan hati-hati Si Anak Kumbakarna bahwa sekelompok
mengukir kayu karena dia tidak ingin pasukan aneh telah bersiap menyerang.
melukai kulit tangannya jika tergesa- Kumbakarna tidak pernah takut pada
gesa. Jika bagian tubuhnya terluka, dia apa pun, termasuk pasukan aneh yang
akan menangis karena kesakitan. Si dikabarkan datang dari Kiskenda (ada
Anak takut darah yang keluar dari musuh datang dari Kiskenda).
tubuhnya dapat membuatnya Sayangnya kumbakarna tidak percaya
meninggal. Siapapun tidak tahu ada tempat bernama Kiskenda.
kematian akan datang dan dengan cara Kumbakarna melihat ada yang
yang seperti apa (dan umur (ia merasa tidak sesuai dengan hati nuraninya. Dia
begitu) hanya pendek.). pun pergi meninggalkan medan
Ayahnya terus bercerita, sambil peperangan. Hatinya menyatakan dia
memperhatikan anaknya yang meraut harus pergi (dan ia pergi ke lekuk

13
DEIKSIS | Vol. 11 No. 01 | Januari-April 2019: 7-20

bukit). Bertapa kembali di bukit yang yang dimilikinya, rela menjadi tempat
pernah disinggahinya. Kumbakarna singgah seperti pohon-pohon yang
tidak mau ada korban. Dia pun memilih mampu meneduhi (aku mungkin
melanjutkan pertapaannya. trembesi).
Sambil mendengarkan cerita Pernyataan-pernyataan yang
ayahnya, Si Anak mulai memahat sirip diucapkan Kapi Jembawan didengar
ikan (Di luar cerita, anak itu meraut bumi dan langit. Alam semesta seolah
sirip). Dia memandang mainan menyetujui ucapan Kapi Jembawan
buatannya dan membayangkan ikan itu (Saat itu langit pasti mendengar,) dan
bergerak-gerak di dalam sungai yang merestui tindakan yang akan dilakukan
dalam. Berenang-renang di arus yang Kapi Jembawan.
deras, sebelum akhirnya kematian Berbeda dengan kehendak
datang. Ikan dipancing dan membuat semesta, Trijatha tidak menginginkan
ikan menggelepar-gelepar lalu mati tak kehadiran Kapi Jembawan. Setiap
berdaya. malam, Trijatha melamunkan nasib
Melihat anaknya mulai hidupnya. Trijatha menginginkan
melamun, si ayah mengakhiri cerita Dia pendamping hidup seorang pangeran,
lelah dan menutup kisah Kumbakarna tetapi keinginan itu tidak pernah
dengan kalimat-kalimat pamungkas. didapatkannya (aku memang inginkan
Kumbakarna tetap harus melalui banyak dengus seorang pangeran). Karena
peristiwa yang menyulitkan. Apalagi suatu peristiwa yang tidak diketahui
dia tinggal di sebuah tempat yang tidak Trijatha, pangeran pernah mengucapkan
memiliki pemimpin sejati. sebuah sumpah.
Pangeran itu bernama
Fragmen Kedua Leksmana, seorang bangsawan yang
Judul fragmen dua mengacu berasal dari Ayudhya (Leksmana,
pada kisah cinta terlarang antara pangeran Ayudhya yang menang,).
bangsawan, seorang bangsa monyet, Pangeran perkasa yang sering
dan perempuan jelita. memenangkan peperangan. Laki-laki
Aku lirik dalam fragmen yang hidup di hutan untuk waktu lama.
dua adalah tokoh Trijatha yang sedang Trijatha masih berhadapan
berhadapan dengan Kapi Jembawan. dengan Kapi Jembawan. Seorang
Trijatha menerima kehadiran Kapi perempuan yang tidak mampu menolak
Jembawan dengan terpaksa karena karena hidupnya memang telah
sebuah kejadian yang tidak sesuai ditakdirkan bersanding dengan
dengan keinginannya (/karena engkau keturunan kera. Kapi Jembawan masih
adalah lelaki//yang memalsukan diri./). berusaha meyakinkan Trijatha (“Aku
Trijatha mengetahui perasaan adalah peran,” bisiknya kepadaku,).
Kapi Jembawan karena dia seorang Trijatha pasrah. Dia akan
perempuan yang memiliki kepekaan. menjalani kehidupan bersama Kapi
Trijatha merasakan kesedihan Kapi Jembawan. Trijatha bersedih hati,
Jembawan dan mempercayai firasat namun tidak mampu berbuat apa-apa
hatinya sendiri. Saat dipenuhi (Kau tahu kita semua bisa menangis.).
kesedihan, Kapi Jembawan mengatakan Trijatha menerima kehadiran
isi hatinya kepada Trijatha (“Aku Kapi Kapi Jembawan. Kehidupan
Jembawan yang tak akan berakhir;) berkeluarga yang selama ini sudah
dengan penuh kejujuran. Kapi dibayangkan bersama seorang pangeran.
Jembawan rela mengubah kebiasaan Dengan ragu-ragu Trijatha menerima

14
Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik Puisi Indonesia Modern Bertema Pewayangan
(Dian Hartati)

cinta Kapi Jembawan dengan perasaan jeritan seseorang. Jeritan itu


hampa (Tanpa berahi, ranjang tetap). menyebutkan sebuah nama (‘Namaku
Dia masih saja tidak percaya ada Subali!’). Dia penasaran dengan apa
seorang pangeran yang melepaskan alat yang terjadi. Sayangnya Si Pertapa
kelaminnya. Alat vital bagi seorang hanya menemukan genangan darah
laki-laki yang berfungsi untuk putih dan daun-daun berserakan seolah
melanjutkan keturunan (yang baru terjadi perkelahian. Si Pertapa
melepaskan zakarnya). mendengar suara burung hantu (Seekor
Trijatha mengetahui dirinya burung pungguk). Barangkali burung itu
akan terus bersedih sepanjang hidup. melihat apa yang baru saja terjadi.
Dia juga tahu Leksmana dan Kapi Sayangnya Si Pertapa tidak dapat
Jembawan memiliki kesedihan masing- memahami bahasa burung hantu.
masing. Rasa cinta Trijatha kepada Si Pertapa hanya menemukan
Leksmana tidak dapat diwujudkan. Rasa hutan yang sunyi dan perasaan aneh dari
cinta Kapi Jembawan kepada Trijatha dalam hatinya. Sebagai seorang yang
hanya berlangsung searah walau mereka sedang melepaskan nafsu duniawi, Si
hidup bersama. Sementara itu Pertapa tahu ada peristiwa besar yang
Leksmana memilih hidup di tengah akan menuntunnya bertemu seseorang.
kesunyian (ingin menghilang kembali Firasat Si Pertapa terbukti,
ke dalam hutan.). beberapa hari selanjutnya dirinya
bertemu Sugriwa yang tak lain adalah
Fragmen Ketiga adik Subali. Mereka berdua bercakap
Puisi pada bagian fragmen tiga dan mendapatkan kesedihan di wajah
berisi percakapan antara Sugriwa dan Sugriwa. Si Pertapa menasihati kera
seorang pertapa (‘Apa yang terjadi?’ merah yang ada di hadapannya.
tanya sang pertapa.). Sugriwa lahir Kebenaran akan selalu dimenangkan
sebagai bangsa kera. Dia Memiliki dan alam semesta akan memperlihatkan
kakak kandung bernama Subali. Kakak segala kebenaran. Dengan rasa sedih,
adik tersebut hidup dalam sebuah Sugriwa menerima kepergian kakaknya.
kerajaan dengan Sang Kakak yang
memimpin kerajaan. Karena sebuah Fragmen Keempat
peristiwa, kakak adik tersebut berubah Bagian ini berisi kisah
haluan. Perbedaan membuat hubungan penculikan Sita yang dilakukan
persaudaraan berubah menjadi musuh. Rahwana. Sita diculik ketika berada di
Permusuhan tersebut hutan. Saat itu Sita sedang menemani
dimanfaatkan oleh tamu yang datang masa hukuman yang dijalankan
dari kerajaan Ayudhya. Dua pangeran suaminya, Ramawijaya. Ketika
yang tak lain Sri Rama dan Laksmana Ramawijaya sedang berburu, Rahwana
datang ke Kiskenda dengan sebuah mengubah diri menjadi resi tua
alasan. Mereka sedang membutuhkan peminta-minta. Sita yang welas asih
bantuan prajurit kera untuk membantu memberikan makanan kepada Rahwana
menyelamatkan Sita yang diculik yang sedang menyamar. Pada saat
Rahwana (nama lain Prabu Dasamuka). itulah Sita diculik.
Akhirnya mereka bersepakat bahwa Sita dibawa ke kerajaan Alengka
prajurit kera akan membantu pencarian tempat Rahwana berkuasa. Di Alengka
Sita. Sita ditempatkan di taman Argasoka.
Si Pertapa menceritakan bahwa Sita senantiasa menjaga diri dan
empat hari sebelumnya dia mendengar menjaga kesuciannya. Sehari-hari Sita

15
DEIKSIS | Vol. 11 No. 01 | Januari-April 2019: 7-20

berteman sunyi karena dia tidak mau memutuskan mendengarkan anaknya


bertemu siapa pun termasuk Rahwana. berkisah.
Di taman yang sangat indah tersebut, Sita kecewa kepada Rama. Sita
kebutuhan Sita dipenuhi. Dia tidak pun terjun ke telaga api yang menjilat-
pernah kelaparan dan dapat melakukan jilat. Sita yang tidak pernah takut apa
apa saja. pun, seolah menentang kematian. Di
Hingga pada suatu hari, datang dalam api suci, Sita ingin membuktikan
suruhan Ramawijaya untuk mencari kepada suaminya, Ramawijaya, bahwa
kabar Sita. Suruhan itu mengobrak- dirinya seorang istri yang baik. Mampu
abrik tempat Sita ditawan dan menjaga semua tanggung jawab yang
membakar taman hingga pusat kota diberikan. Hingga akhirnya telaga api
kerajaan Alenka. Setelah mengacak- itu padam dan menyisakan Sita yang
ngacak wilayah kekuasaan Alengka, bersinar. Sita mampu membuktikan
Suruhan itu pergi. Sita melihat keraguan Rama. Sita yang kecewa pada
kehancuran taman yang awalnya indah. suaminya memutuskan pergi.
Saat itu Sita merasakan kesunyian yang Di tempat yang baru, Sita
sangat dalam. Sita tidak tahu harus membesarkan kedua anaknya bernama
mencurahkan isi hatinya kepada siapa, Kusya dan Lawa. Ramawijaya mengira
kegundahan sebagai perempuan kedua anak itu adalah benih Rahwana
tawanan dan ingatan akan suaminya. (fragmen empat). Namun, keberhasilan
upacara bakar diri yang dilakukan Sita
Fragmen Kelima menjawab keraguan Ramawijaya.
Judul terakhir adalah klimaks Sayangnya, tindakan Ramawijaya yang
dari seluruh rangkaian fragmen. mencurigai istrinya menumbuhkan
“Epilog” berarti penutup, juga berarti dendam di dada Kusya dan Lawa.
peristiwa terakhir yang menyelesaikan Kedua anak itu ingin membalaskan
peristiwa induk. Bait pertama dalam sakit hati ibunya.
fragmen lima berkait dengan bait ketiga Mereka sedih jika mengingat
pada fragmen pertama. perlakuan ayah mereka kepada Sita.
Seorang anak telah selesai Kesedihan itu terbawa sampai mimpi.
membuat pahatan ikan dari kayu. Anak Di dalam tidur, Kusya dan Lawa
itu ingin mencoba hasil karya dengan membunuh Ramawijaya. Mengancam
cara melemparkannya ke danau. Anak ayah mereka untuk tidak berdekatan
itu memperhatikan ikan buatannya dari dengan Sita. Ibu mereka telah menjadi
tepi danau. perempuan suci dan tidak memiliki dosa
Sementara ayah Si Anak hanya apa-apa.
diam saja. Dia tidak berkomentar Sang Ayah masih mendengarkan
dengan karya anaknya. Si Ayah seolah anaknya berkisah. Tiba-tiba dia
tahu nasib anaknya hanya dengan khawatir dengan kemampuan yang
melihat ikan yang sedang mengambang dimiliki anaknya. Khawatir nasib buruk
di hadapannya. menimpa anaknya, seperti nasib buruk
Tiba-tiba si anak melanjutkan yang menimpa Sita. Sang Ayah tidak
kisah Sita. Katanya, Sita tak mau tahu takdir anaknya di masa depan,
pulang ke Ayudha. Si Ayah kaget seperti dia tidak mengerti dengan
dengan ucapan anaknya. Dari mana keputusan Rama terhadap Sita.
anaknya tahu kelanjutan kisah,
sementara dirinya belum bercerita. Si Makna Puisi “Hikayat Sri Rama”
Ayah pura-pura tidak tahu, dia Karya Goenawan Mohamad

16
Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik Puisi Indonesia Modern Bertema Pewayangan
(Dian Hartati)

Salah satu makna yang terdapat “Duh Gusti kang murbeng


dalam puisi “Hikayat Sri Rama” dumadi (,) anakku Basukarna terpaksa
berhubungan dengan zaman modern ini kularung
adalah hubungan anak dan orangtua. di kali (,) kupisahkan dari belas
Pengasuhan atau pengawasan anak kasih ibu kandung sejati karena
sudah tidak lagi dilakukan ayah atau ibu gemerlap (dunia) citra wanita istana
karena sibuk bekerja. Seringkali lebih kuikuti (,) karena kilap status
pengasuhan digantikan orang lain, terpandang mesti lebih kuimani
sehingga hubungan anak dan orangtua ketimbang tanggung jawab pada
berjarak. Ayah atau ibu tidak lagi perbuatan tak terpuji (dahulu kala,)
mengetahui sifat atau kesukaan si anak. karena kesempurnaan palsu lebih
Melalui puisi ini, masyarakat diingatkan kuimami (,) karena kepura-puraan suci
kembali pentingnya pengasuhan mesti kulindungi ketimbang mengakui
orangtua. Salah satunya menggunakan Basukarna (sebagai) anak kandung
media bercerita. Nasihat-nasihat dari sendiri (,)” sesal Kunti dituntun jernih
orangtua akan lebih mudah diserap budi ketika (ke)sadar(an) merambati(.)
melalui perantara cerita, misalnya “Duh Gusti kang murbeng
menggunakan kisah pewayangan seperti dumadi (,) Basukarna berjalan dari
yang dilakukan tokoh ayah dalam puisi kehinaan ke kehinaan bumi
ini. (berikutnya,) karena segenap terang
telah kusembunyikan di (dalam) hati
Pembacaan Heuristik Puisi dan kututupi gengsi sebagai wanita
“Penyesalan Kunti” Karya Djoko muda idaman lelaki(.) apakah aku ibu
Saryono (kandung yang) tak punya sanubari dan
Risau tiba di dada ketika Kunti lancung pekerti?
(sendirian) dirajam duri-duri sepi. “Duh Gusti kang murbeng
Cekam kuat ingatan pada (nama) dumadi (,) memang aku tak sedahsyat,
Basukarna tak (pernah) sudi pergi: tak sehebat Satyawati (yang) berani
mengiris-iris pipih serpih(an) hati (yang mengakui Abiyasa anak kandung
sakit). sendiri ketika kekalutan dinasti
“Duh Gusti kang murbeng mengirim segenap jeri (,) (se)hingga
dumadi (,) kenapa mantra aji pepanggil* keutuhan negeri terlindungi, tegak
(itu) berdiri (sampai kini)”, leluhur Astina
kucoba semau sendiri (,) tak nan luar biasa dikagumi Kunti(.)
hati-hati hingga terjadi kehamilan Risau jiwa telah pulang ke desah
(yang) tak kuingini (,) padahal aku tak dada(.) Ingatan pada Basukarna
sudi tubuh terlukai, (ia) harus tetap suci (semakin) lekat di syaraf kepala(.) Kunti
(,) keperawanan tetap kumiliki selepas terpana: “kegelapan selalu menuntut
kelahiran bayi (yang tak kuduga.) tak dibuka (paksa)!” Kunti ternganga:
(ada yang) boleh tahu (,) seorang lelaki, “jalan hidup sungguh susah diterka!”
bahkan seisi bumi (ini.) sebelum terang
meminang pagi, (lalu) melamar Pembacaan Hermeneutik Puisi
matahari(.)” “Penyesalan Kunti” Karya Djoko
[Dan Batara Surya (mem)bantu Saryono
(me)lahirkan bayi lewat telinga (,) maka Pada masa remaja, Kunti
ia bernama Basukarna, putra mentari di mendapatkan anugerah dari Batara
dunia (fana,) ia tak pernah merasai Surya. Dia diberikan mantra atau doa
keindahan gua garba (milik) ibunda(.)] bernama aji pepanggil. Batara Surya

17
DEIKSIS | Vol. 11 No. 01 | Januari-April 2019: 7-20

menjanjikan bahwa jika Kunti keberadaan anak kandungnya kepada


membacakan mantra tersebut dia akan rakyat Astina.
mendapatkan anugerah menjadi seorang Kunti hanya bisa mengharap
ibu. belas pengampunan Yang Maha Kuasa
Kunti bermain-main (“Duh Gusti kang murbeng dumadi).
membacakan mantra aji pepanggil. Dia Kunti hanya bisa meratap dan
belum benar-benar mengerti apa yang menyesali apa yang telah diperbuatnya.
harus dilakukan jika sesuatu terjadi Tidak ada yang dapat dilakukannya
pada dirinya (kenapa mantra aji karena waktu tidak dapat diputar ulang.
pepanggil* kucoba semau sendiri). Takdir hidup menjadikan Kunti seorang
Tetapi apa daya, mantra terlanjur dibaca ibu yang tidak sempurna dan dia ingin
oleh Kunti dan dia mendapatkan membenahi hidupnya (Kunti terpana:
anugerah seorang anak. Seiring “kegelapan selalu menuntut dibuka!”).
berjalannya waktu, Kunti
menyembunyikan anak yang terdapat di Makna Puisi “Penyesalan Kunti”
rahimnya. Saat waktunya persalinan, Karya Djoko Saryono
Kunti dibantu Batara Surya Setiap manusia dianugerahi
mengeluarkan calon anak manusia kemampuan berpikir dan seharusnya
melalui telinga. mampu memaksimalkan kelebihan itu.
Kunti menghanyutkan anaknya Sebelum melakukan suatu hal,
yang diberi nama Basukarna ke sungai sebaiknya dipikirkan matang-matang,
(anakku Basukarna terpaksa kularung sehingga tidak menyesal pada kemudian
di kali). Dia benar-benar belum siap hari. Puisi “Penyesalan Kunti” berusaha
menjadi ibu. Semua hal yang mengingatkan kembali pembaca untuk
dialaminya harus dirahasiakan karena tidak melakukan hal-hal yang sia-sia.
Kunti akan menjadi seorang istri dari Lima ajaran pokok tentang kebenaran
salah satu pangeran muda kerajaan yang terdapat dalam kisah pewayangan
Astina. Kunti lebih memilih kedudukan menurut Kresna (2012) adalah
dan kehidupan yang enak di istana. Dia menembah (menyembah kepada Tuhan
harus melupakan anak keturuan dewa yang Maha Esa), menepi (sabar,
yang dibuangnya. introspeksi diri, dan menghindari
Tahun-tahun berlalu dan Kunti pertengkaran), maguru (berguru
menyadari kesalahannya (Risau jiwa mencari ilmu pengtahuan), mangabdi
telah pulang ke desah dada). Dia (mengabdi kepada keluarga,
menyesali perbuatan yang telah masyarakat, bangsa dan negara serta
dilakukannya pada masa remaja. Kini agama), dan makarya (bekerja tanpa
hanya ada kesedihan dan kegelisahan pamrih untuk mencukupi kebutuhan dan
yang mengurung Kunti pada masa tua. mencapai kesejahteraan). Puisi
Dia menyadari dirinya bukanlah “Penyesalan Kunti” dapat merujuk pada
seorang ibu yang baik. Kunti ajaran menepi atau intropeksi diri.
membayangkan anaknya mencari-cari Jika dihubungkan dengan masa
dirinya. Basukarna pasti menderita kini, berseliweran berita-berita bohong
karena tidak pernah merasakan kasih yang dapat dengan mudah diakses.
sayang ibu kandungnya (Basukarna Sebagai individu seharusnya berpikir
berjalan dari kehinaan ke kehinaan dahulu sebelum ikut menyebarkan
bumi). Seharusnya dia mencontoh dengan cara mengecek kebenaran
Satyawati yang berani mengakui terlebih dahulu. Tokoh Kunti dalam
teks puisi adalah perempuan yang

18
Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik Puisi Indonesia Modern Bertema Pewayangan
(Dian Hartati)

menyesal karena telah bermain-main Endraswara, S. (2013). Metodologi


dengan mantra pemberian dewa menjadi Penelitian Sastra. Yogyakarta:
metafor keadaan saat ini. CAPS.

SIMPULAN Kresna, A. (2012). Mengenal Wayang.


Pembacaan heuristik dan Yogyakarta: Laksana.
pembacaan hermeneutik merupakan dua
tahap pembacaan yang mengarahkan Mahmud, A. (2011). Tema Puisi
pada keterkaitan teks puisi dengan teks Indonesia Modern Periode
pendahulunya (kisah pewayangan). Awal. Atavisme, 14 (1), hlm.
Terdapat perkembangan teks puisi yang 41‒50.
merujuk pada perubahan zaman. Teks
Mohamad, G. (2013). Gandari. Jakarta:
puisi atau yang dapat disebut teks
Tempo.
tranformasi menyerap perubahan waktu
dan berdampak pada tindakan-tindakan Moleong, L. J. (2014). Metodologi
tokoh kisah pewayangan dalam teks Penelitian Kualitatif: Edisi
puisi. Revisi. Bandung: Rosda.
Usaha yang dilakukan penyair-
penyair Indonesia, di antaranya: Sapardi Nurgiyantoro, B. (1998). Transformasi
Djoko Damono, Goenawan Mohamad, Unsur Pewayangan Dalam Fiksi
dan Djoko Saryono mendatangkan Indonesia. Yogyakarta: Gadjah
harapan baru bahwa budaya bangsa Mada University Press.
tidak akan hilang tergerus zaman yang
terus mengarah ke era digital. Nurgiyantoro, B. (2003). “Wayang
Kehadiran puisi berdasarkan kisah dalam Fiksi Indonesia”.
pewayangan Jawa, menjadi langkah Humaniora, 15 (1), hlm. 1‒14.
strategis agar masyarakat luas
mengenali budaya adiluhung. Kisah Ra‘uf, A. (2010). Jagad Wayang: Epos
pewayangan sebagai warisan bangsa Pintar Yang Membuat Anda
memiliki nilai-nilai humanis dan Melek Kearifan Tradisi Dan
menjadi pondasi kuat agar tidak terjadi Sejarah. Jogyakarta: Garailmu.
gegar budaya pada generasi muda.
Ratih, Rina. (2016). Teori dan Aplikasi
Semiotik Michael Riffaterre.
DAFTAR PUSTAKA Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Damono, S. D. (2004). Hujan Bulan
Juni. Jakarta: Grasindo. Ratna, N. K. (2010). Sastra dan
Cultural Studies: Representasi
------------------ (2014). Bilangnya Fiksi dan Fakta. Yogyakarta:
Begini Maksudnya Begitu. Pustaka Pelajar.
Jakarta: Gramedia.
Saryono, D. (2013). Arung Diri.
Danardana, A. S. (2013). Pelangi Malang: Aditya Media
Sastra: Ulasan Dan Model- Publishing.
Model Apresiasi. Pekanbaru:
Palagan Press. Sugiyono. (2014). Metode Penelitian
Kombinasi (Mixed Methods).
Bandung: Alfabeta.

19
DEIKSIS | Vol. 11 No. 01 | Januari-April 2019: 7-20

Teeuw, A. (1980). Sastra Baru Tim Penulis Sena Wangi. (1999).


Indonesia Modern I. Ende: Nusa Ensiklopedi Wayang Indonesia.
Indah. Jakarta: Sena Wangi.

------------------ (1989). Sastra Indonesia Zaidan, A. R. dkk. (2002). Mitologi


Modern II. Jakarta: Pustaka Jawa Dalam Puisi Indonesia
Jaya. 1971-1990. Jakarta: Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional.

20

Anda mungkin juga menyukai