Anda di halaman 1dari 8

ANNA MARIA WIDYAPUTRI S

2311417053

annamariawps97@gmail.com

SEMIOTIKA RIFATTERE DALAM PUISI IL N’Y A PAS D’AMOUR


HEREUX KARYA LOUIS ARAGON

A. Pendahuluan
Karya sastra adalah suatu hasil karya seni yang berdasarkan pengalaman emosi
manusia lalu dituangkan dalam bentuk tulisan. Melalui sastra, seseorang dapat
mengungkapkan ide, gagasan, perasaan, dan peristiwa yang dialami dalam kehidupannya.
Karya sastra juga didefinisikan oleh Schmit dan Viala (1976:16) sebagai berikut : la
littérature, au sens strict, comme l’ensemble des textes qui, à chaque époque, ont été
considérés comme échappant aux usages de la pratique courante, et visent à signifier plus en
signifiant différement-bref  : l’ensemble des textes ayant une dimension esthétique.”sastra
dalam arti sempit seperti tulisan pada umumnya yang setiap zaman dianggap menyimpang
dari pemakaian penggunaan semestinya dan dimaksudkan memiliki arti yang berbeda :bahwa
tulisan adalah suatu dimensi keindahan.) Karya sastra dapat dibedakan menjadi tiga bentuk,
yakni prosa, drama, dan puisi.

Puisi adalah salah satu karya sastra yang mengalami perkembangan baik dari segi
strukturalnya, maupun dari segi makna. Meskipun demikian, puisi sejatinya adalah sebuah
ungkapan dari pengarang dalam menyampaikan sesuatu. Nilai-nilai kehidupan seputar
manusia juga termuat dalam puisi meskipun tidak akan termaknai dengan sekali baca saja.
Hal ini dikarenakan pengarang menyajikan puisi dengan cara yang berbeda dari karya sastra
lainnya.

Perkembangan puisi, tak lepas dari berkembangnya lapisan masyarakat yang


mengonsumsi karya sastra, terutama puisi itu sendiri. Riffaterre menjelaskan puisi selalu
berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perubahan konsep estetiknya. Hal ini serupa
dengan kodrat manusia yang tidak akan pernah puas terhadap sesuatu, seperti itu juga
perkembangan puisi dari masa ke masa. Dari waktu ke waktu, para pengarang memberikan
sentuhan baru dalam karyanya.

Louis Aragon, yang lahir di Paris pada tahun 1897 dan meninggal pada tahun 1982, ia
menyaksikan beberapa kekejaman selama hidupnya. Pada usia 19 tahun, ia menjadi seorang
prajurit di Perang Dunia Pertama; setelah selamat, dia masih harus berjuang melawan musuh
sebagai anggota perlawanan selama Perang Dunia Kedua. Baginya kontribusi politik (sebagai
anggota Partai Komunis Perancis) juga penting daripada kontribusi sastranya (sebagai
pemimpin gerakan Dada dan Surealis di Perancis). Karya Aragon mendekati surealisme
untuk ditemukan dan mengekspresikan realitas baru di abad perubahan besar.

Ketertarikan pada rasa sakit karena cinta adalah tema yang sangat umum selama ini
beberapa abad. Pada abad ke-20, Louis Aragon menulis sebuah puisi berjudul " Il n'y a pas
d'amour heureux. " Puisi ini ditulis oleh Aragon pada Januari 1943 dan diterbitkan dalam
koleksi La Diane Française pada tahun 1944. Aragon mengungkapkan konsepsinya tentang
cinta sebagai hal yang mutlak tidak dapat dibuktikan. Dia juga membuat banyak referensi
tentang Perlawanan, terutama dalam ayat terakhir. Puisi itu ditulis di Montchat, distrik
arondisemen ke-3 Lyon, dengan seorang teman Aragon, juga seorang penyair dan tahan,
René Tavernier, ayah dari Bertrand Tavernier. Puisi ini juga didedikasikan untuk ibu
Bertrand Tavernier, Geneviève.

Melalui puisi itu, Aragon menunjukkan bagaimana seseorang dapat bereaksi terhadap
kekosongan hidup, yaitu dieksplorasi melalui tema perang, agama, dan cinta. Aragon
menyinggung perang dan perlawanan untuk menunjukkan dan memperluas definisi cinta.
Pengaruh perang yang tak terbantahkan dengan sempurna tercermin dalam puisinya, "" Il N'y
a Pas D'amour Heureux " Puisi itu dibaca seperti elegi yang menekankan efek mengerikan
perang terhadap prajurit.

Semiotika merupakan suatu kajian ilmu tentang mengkaji tanda. Dalam kajian
semiotika menganggap bahwa fenomena sosial pada masyarakat dan kebudayaan itu
merupakan tanda-tanda, semiotik itu mempelajari sistemsistem, aturan-aturan, dan konvensi-
konvensi yang memungkikan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Kajian semiotika berada
pada dua paradigma yakni paradigma konstruktif dan paradigma kritis. Semiotika Riffaterre
mengemukakan metode pemaknaan yang khusus, yaitu dengan memberi makna karya sastra
sebagai sistem tanda-tanda itu, istilahnya memproduksi makna tanda-tanda. Riffaterre
menjelaskan puisi merupakan aktivitas bahasa yang berbeda dengan pemakaian bahasa pada
umumnya. Puisi senantiasa berbicara mengenai sesuatu secara tidak langsung dengan
menyembunyikannya ke dalam suatu tanda. Oleh karena itu, Semiotika Riffaterre inilah yang
paling tepat digunakan dalam puisi karena analisisnya mengarah pada pemberian makna
sebuah karya sastra.

Ada empat hal yang dikemukakan Riffaterre dalam memproduksi makna puisi, yaitu
(1) pembacaan heuristik dan hermeneutik, (2) ketidaklangsungan ekspresi puisi (karya sastra)
yang disebabkan oleh penggantian arti (displacing of meaning), penyimpangan arti (distorting
of meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning), (2) matriks, model, dan varian, dan
(4) hipogram (hypogram) atau hubungan intertekstual.

1. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik

a. Heuristik
Heuristik merupakan langkah untuk menemukan makna melalui penkajian struktur
bahasa dengan mengintrepetasikan teks sastra secara referensial lewat tanda-tanda
linguistik. Langkah ini berasumsi bahwa bahasa bersifat referensial, artinya bahasa harus
dihubungkan dengan hal-hal nyata.
Menurut Riffaterre, analisis secara heuristik adalah analisis pemberian makna
berdasarkan struktur bahasa secara konvensional, artinya bahasa dianalisis dalam pengertian
yang sesungguhnya dari maksud bahasa. Kerja heuristik menghasilkan pemahaman makna
secara harfiah, makna tersurat, actual meaning.
Heuristik, merupakan langkah melakukan interpretasi secara referensial melalui
tanda-tanda linguistik. Dalam hal ini pembaca diharapkan mampu memberi arti terhadap
bentuk-bentuk linguistik yang mungkin saja tidak gramatikal. Pembaca berasumsi bahwa
bahasa itu bersifat referensial, dalam arti bahasa harus dihubungkan dengan hal-hal yang
nyata. Realisasi dari pembacaan heuristik dapat berupa sinopsis, pengucapan teknik cerita,
gaya bahasa yang digunakan atau pesan yang dikemukakan.

b. Hermeneutik

Pembacaan hermeneutik atau retroaktif merupakan kelanjutan dari pembacaan


heuristik untuk mencari makna. Metode ini merupakan cara kerja yang dilakukan pembaca
dengan bekerja secara terus menerus lewat pembacaan teks sastra secara bolak-balik dari
awal sampai akhir. Salah satu tugas hermeneutik adalah menghidupkan dan merekontruksi
sebuah teks dalam jaringan interaksi antara pembicara, pendengar, dan kondisi batin serta
sosial yang melingkupinya agar sebuah pernyataan tidak mengalami alienasi dan
menyesatkan pembacanya.

2. Ketidaklangsungan Ekspresi

Ketidaklangsungan ekspresi menurut Riffaterre disebabkan oleh tiga hal, yaitu:

a. Penyimpangan Arti
Riffaterre mengemukakan penyimpangan arti terjadi bila dalam sajak ada (1) ambiguitas
memberi kesempatan kepada pembaca untuk memberikan arti sesuai dengan asosiasinya,
(2) kontradiksi atau ironi yaitu salah satu cara menyampaikan maksud secara berlawanan
atau berkebalikan, dan (3) nonsense merupakan bentuk kata-kata yang secara linguistik
tidak mempunyai arti sebab tidak terdapat dalam kosakata.

b. Penggantian Arti
Dalam penggantian arti ini suatu kata (kiasan) berarti yang lain (tidak menurut arti
sesungguhnya). Bahasa atau kata-kata kiasan tersebut antara lain, (1) metafora adalah
analogi yang membandingkan hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat, (2)
simile adalah perbandingan yang langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang
lain, (3) personifikasi adalah menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang
tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan, (4) metonimia adalah gaya
bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain karena
mempunyai pertalian yang sangat dekat, dan (5) sinekdoke, yakni pars pro toto,
mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan, dan totem pro
parte, mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian.

3. Matriks, Model dan Varian


Dalam Pradopo (2010: 299), untuk “membuka” sajak supaya dapat mudah dipahami,
dalam konkretisasi puisi, haruslah dicari matriks atau kata-kata kuncinya. Kata-kata kunci
adalah kata yang menjadi kunci penafsiran sajak yang dikonkretisasikan. Riffaterre
menegaskan bahwa puisi dihasilkan dari tranformasi matriks berupa kata, kelompok kata,
atau kalimat sederhana menjadi sebuah wacana yang lebih panjang, kompleks, dan nonliteral.
Matriks bersifat hipotesis, hanya merupakan aktualisasi gramatikal dan leksikal sebuah
struktur. Matriks bisa dilambangkan dalam satu kata, tetapi tidak muncul dalam teks. Ia selalu
diaktialisasi secara berturut-turut dalam varian-varian. Kemudian, bentuk varian-varian ini
ditentukan oleh aktualisasi dasar pertama, yaitu model.

4. Hipogram

Riffaterre mengemukakan hipogram adalah teks yang menjadi latar penciptaan teks lain
atau sajak yang menjadi latar penciptaan sajak lain. Seringkali sebuah sajak baru mendapat
makna hakikinya bila dikontraskan (dijajarkan) dengan sajak yang menjadi hipogramnya.
Jadi, puisi itu tidak dapat dilepaskan dari hubungan kesejarahannya dengan puisi sebelumnya.

B. Metode

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, karena data yang dikumpulkan berasal
dari data tertulis, yaitu berasal dari buku dan referensi. Metode deskriptif adalah penelitian
yang mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang
dikaji secara empiris. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta
hubungan antarfenomena yang diteliti. Data penelitian ini yaitu berupa kata, frasa, klausa
atau kalimat dari puisi “Il n’y a pas d’amour hereux” karya Louis Aragon.

Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis dengan cara menginterpretasikan puisi “Il
N’y a Pas D’amour Hereux” karya Louis Aragon dengan cara menghubungkan temuan
penelitian dengan teori dan latar belakang. Pada penelitian ini, data akan dianalisis dengan
langkah-langkah berikut: (1) pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik, (2)
ketidaklangsungan ekspresi, (3) menentukan matriks, model, dan varian, (4) hipogram puisi
“Il n’y a pas d’amour hereux” karya Louis Aragon, dan (5) menyimpulkan data dan menulis
laporan.

C. Hasil dan Pembahasan

Puisi Il n'y a pas d'amour heureux

Sebelum menganalisis puisi ‘Il N'y a Pas D'amour Heureux’ melalui semiotika Riffaterre,
berikut puisi ‘Il N'y a Pas D'amour Heureux’ karya Louis Aragon dalam bentuk utuh beserta
terjemahan bahasa Indonesia untuk mempermudah memahami makna puisi tersebut.

IL N’Y A PAS D’AMOUR HEREUX (Tidak Ada Cinta Yang Bahagia)


(1) Rien n'est jamais acquis à l'homme Ni sa force (Manusia tidak pernah benar-
benar memiliki apa pun, bukan
kekuatannya)

(2) Ni sa faiblesse ni son coeur Et quand il croit (atau kelemahannya, atau


hatinya)

(3) Ouvrir ses bras son ombre est celle d'une croix (Dan ketika dia membuka
tangannya,bayangannya
adalah salib)

(4) Et quand il croit serrer son bonheur il le broie (dan ketika dia mencoba
merangkul kebahagiaan, dia
menghancurkannya)

(5) Sa vie est un étrange et douloureux divorce (Hidupnya adalah perpisahan


yang ganjil dan menyakitkan)

(6) Il n'y a pas d'amour heureux (Tidak ada cinta yang bahagia)

(7) Sa vie Elle ressemble à ces soldats sans armes (Hidupnya menyerupai para
prajurit tanpa senjata)

(8) Qu'on avait habillés pour un autre destin (yang telah didandani untuk
nasib yang berbeda)

(9) À quoi peut leur servir de se lever matin (Mengapa mereka harus
bangun di pagi hari)

(10) Eux qu'on retrouve au soir désoeuvrés incertains (ketika malam menemukan
mereka diam, tidak pasti)

(11) Dites ces mots Ma vie Et retenez vos larmes (Ucapkan kata-kata ini
hidupku, dan tahan air
matamu)

(12) Il n’y a pas d’amour hereux (Tidak ada cinta yang bahagia)
(13) Mon bel amour mon cher amour ma déchirure (Cintaku yang indah, cintaku
tersayang, air mataku)

(14) Je te porte dans moi comme un oiseau blesse (aku membawamu dalam
diriku seperti burung yang
terluka)

(15) Et ceux-là sans savoir nous regardent passer (dan mereka yang tidak tahu,
melihat kita lewat)

(16) Répétant après moi les mots que j'ai tresses (Ulangi setelahku, kata-kata ini
aku jalin bersama)

(17) Et qui pour tes grands yeux tout aussitôt moururent (Yang mana untuk matamu
yang besar langsung mati)

(18) Il n'y a pas d'amour heureux (Tidak ada cinta yang bahagia)

(19) Le temps d'apprendre à vivre il est déjà trop tard (Pada saat kita belajar untuk
hidup, itu sudah terlambat)

(20) Que pleurent dans la nuit nos coeurs à l'unisson (Biarkan hati kita serentak
menangis di malam hari)

(21) Ce qu'il faut de malheur pour la moindre chanson (Berapa banyak ketidakbahagiaan
yang dibutuhkan untuk lagu
paling tidak?)

(22) Ce qu'il faut de regrets pour payer un frisson (Berapa banyak penyesalan
untuk membayar kecemasan?)

(23) Ce qu'il faut de sanglots pour un air de guitar (Berapa banyak air mata untuk
melodi gitar?)

(24) Il n'y a pas d'amour heureux. (Tidak ada cinta yang bahagia)

(25) Il n'y a pas d'amour qui ne soit à douleur (Tidak ada cinta yang tidak
sakit)

(26) Il n'y a pas d'amour dont on ne soit meurtri (Tidak ada cinta yang tidak
memar)

(27) Il n'y a pas d'amour dont on ne soit flétri (Tidak ada cinta yang tidak
layu)
(28) Et pas plus que de toi l'amour de la patrie (Dan tidak lebih dari kamu
mencintai Negara)

(29) Il n'y a pas d'amour qui ne vive de pleurs (Tidak ada cinta yang tidak
hidup dari air mata)

(30) Il n'y a pas d'amour heureux (Tidak ada cinta yang bahagia)

(31) Mais c'est notre amour à tous les deux (Tetapi ini adalah cinta kami
untuk kami berdua)

1. Pembacaan Heuristik dan Pembacaan Hermeneutik

Secara hermeneutik puisi ”Il N’y a Pas D’amour Hereux’’ menceritakan tentang seseorang
prajurit perang yang sedang jatuh cinta pada seorang wanita, tetapi ia harus meninggalkan
kekasihnya itu untuk berjuang di medan perang. Ia merasakan bahwa cinta tidak selalu baik
adanya, terkadang cinta bisa membawa kepahitan untuknya. Pengarang menekankan aspek –
aspek negatif dan positif dari cinta seperti paragraf pertama yang menceritakan beberapa
kiasan tentang perang. Puisi ini berakhir dengan perasaan persatuan dan kohesi; pengarang
ingin menggambarkan bahwa meskipun cinta penuh dengan kesedihan, itu adalah kesedihan
yang harus dihadapi semua pasangan. Meskipun ada konflik yang cenderung memisahkan
orang secara fisik dan emosional, cinta dapat mengatasi segalanya.

2. Ketidaklangsungan Ekspresi

a. Penggantian Arti

Tahap enggantian arti pada puisi “Il N’y a Pas D’amour Hereux” dapat dilihat pada
uraian berikut.

(3) Ouvrir ses bras son ombre est celle d'une croix (Dan ketika dia membuka
tangannya,bayangannya
adalah salib)

Larik diatas adalah majas metafora, karena salib merupakan metafora segala pencobaan berat
dan menyakitkan, yang dijatuhkan untuk menguji iman/kekuatan kita. Jika merujuk pada
puisi diatas metafora ini menggambarkan seseorang yang selalu dihantui oleh rasa takut akan
kepahitan yang ia harus hadapi.

b. Penciptaan Arti

Tahap penciptaan arti pada pada puisi “Il N’y a Pas D’amour Hereux” adalah sebagai
berikut. Simitri terdapat pada larik “Il N’y a Pas D’amour Hereux” Terdapat keseimbangan
baik dalam rima akhir katanya, maupun pada pengulangan-pengulangan kata yeng
menimbulkan bunyi dan irama.

3. Matriks, Model dan Varian


Matriks dalam puisi ini adalah bagaimana seorang tentara bereaksi terhadap
kekosongan hidup yang dieksplorasi melalui tema cinta akibat efek perang dunia kedua
yang dialaminya. Model dalam puisi ini adalah tentara itu sendiri.

4. Hipogram

Hipogram dari puisi ini adalah bagaimana seseorang dapat bereaksi terhadap
kekosongan hidup, yaitu dieksplorasi melalui tema perang, agama, dan cinta. Aragon
menyinggung perang dan Perlawanan untuk menunjukkan dan memperluas definisi cinta.
Pengaruh perang yang tak terbantahkan tercermin dengan sempurna dalam puisi, "Il N’y
a Pas D’amour Hereux" Puisi itu dibaca seperti elegi yang menekankan efek perang yang
mengerikan pada prajurit.

D. Simpulan
Berdasarkan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa analisis puisi menggunakan
tahapan Semiotika Riffaterre yakni (1) pembacaan heuristik dan hermeneutik, (2)
ketidaklangsungan ekspresi yang terdiri dari penggantian arti, penyimpangan arti, dan
penciptaan arti, (3) matriks, model, dan varian, dan (4) hipogram, akan ditemukan makna
puisi secara utuh. Selain itu, tahapan terakhir atau hipogram yang menunjukkan latar
penciptaan dari puisi ‘Il N’y a Pas D’amour Hereux’’ karya Louis Aragon menceritakan
tentang kisah seorang tentara bereaksi terhadap kekosongan hidup yang dieksplorasi
melalui tema cinta akibat efek perang dunia kedua yang dialaminya.. Dalam hal ini,
hipogram tidak berarti teks atau karya sastra yang lebih dahulu diciptakan, namun juga
dapat bersumber dari suatu peristiwa.

E. Daftar Pustaka

Ratih, Rina. 2016. Teori dan Aplikasi Semiotik Michael Riffaterre. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2010. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

http://msaigal102.pomona.edu/Spring03/group4/amour_heureux.html#:~:text=Dans%20son
%20po%C3%A8me%2C%20%22%20Il%20n,sans%20tristesse%2C%20ni%20sans%20douleur.

https://zaen.blog.uns.ac.id/2016/02/18/hipogram/

Anda mungkin juga menyukai