Anda di halaman 1dari 26

BAB 2

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK MIND


MAPPING

2.1 Puisi
2.1.1 Pengertian Puisi
Puisi merupakan bentuk kesusastraan yang paling tua. Tradisi berpuisi sudah
merupakan tradisi kuno dalam masyarakat. Puisi hidup sejak manusia menemukan
kesenangan dalam bahasa. Puisi merupakan bahasa multidimensional, yang mampu
menembus pikiran, perasaan, dan imajinasi manusia.
Puisi adalah karya sastra yang bersifat imajinatif. Bahasa sastra bersifat konotatif
karena banyak menggunakan bahasa kias dan makna lambang (majas). Dibandingkan
dengan bentuk karya sastra yang lain, puisi lebih bersifat konotatif. Bahasanya lebih
banyak memiliki kemungkinan pemaknaan. Hal ini disebabkan oleh adanya
pengonsentrasian atau pemadatan segenap kekuatan bahasa di dalam puisi. Struktur fisik
dan struktur batin puisi juga padat. Keduanya bersenyawa secara padu bagaikan sebuah
adonan.
Slamet Muljana dalam Waluyo (1951: 58) mengatakan bahwa, puisi merupakan
bentuk kesusastraan yang menggunakan pengulangan suara sebagai ciri khasnya.
Pengulangan kata itu menghasilkan rima, ritma, dan musikalitas. Batasan yang diberikan
Slamet Muljana ini berkaitan dengan struktur fisiknya saja. James Reeves juga
memberikan batasan yang berhubungan dengan struktur fisik dengan mengatakan bahwa

puisi adalah ekspresi bahasa yang kaya dan penuh daya pikat. Bahasa puisi menurut
Coleridge adalah bahasa pilihan, yakni bahasa yang benar-benar diseleksi penentuannya
secara ketat oleh penyair. Clive Sansom (1960: 6) dalam Waluyo memberikan batasan
puisi sebagai bentuk pengucapan bahasa yang ritmis, yang mengungkapkan pengalaman
intelektual yang bersifat inajinatif dan emosional.
Jika pengertian itu ditinjau dari segi bentuk batin puisi maka Herbert Spencer
(1960: 5) dalam Waluyo mengatakan bahwa puisi merupakan bentuk pengucapan
gagasan yang bersifat emosional dengan mempertimbangkan efek keindahan. Ahli lain
yang memberi batasan tentang puisi adalah Lord Byron dalam Ahmad Badrun
mengatakan bahwa puisi adalah lahar imajinasi yang menahan terjadinya gempa bumi.
Pengertian-pengertian yang diuraikan di atas berkenaan dengan bentuk fisik dan
bentuk batin puisi. Dari beberapa pengertian tersebut dapat dibuat definisi umum tentang
puisi, yaitu puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan
penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa
dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
2.1.2 Jenis-jenis Puisi
Dalam memahami sebuah puisi, pembaca sering melakukan kesalahan dalam
menafsirkan makna judul puisi. Hal tersebut terjadi karena belum memahami konsepnya.
Berikut ini merupakan beberapa klasifikasi jenis puisi, yaitu.
1) Puisi Naratif, Lirik, dan Deskriptif
Klasifikasi ini berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau gagasan yang
hendak disampaikan.

a) Puisi Naratif
Puisi naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair. Ada puisi naratif
yang sederhana, ada yang sugestif, dan ada yang kompleks. Puisi-puisi naratif
misalnya epik, romansa, balada, dan syair (berisi cerita).
b) Puisi Lirik
Dalam puisi lirik, penyair mengungkapkan gagasan pribadinya. Ia tidak
bercerita. Yang termasuk jenis puisi ini adalah elegi, ode, dan serenade.
c) Puisi Deskriptif
Dalam puisi deskriptif, penyair bertindak sebagai pemberi kesan terhadap
keadaan/peristiwa, benda, atau suasana yang dipandang menarik perhatian penyair.
Jenis puisi yang dapat diklasifikasikan dalam puisi deskriptif ini adalah puisi satire,
kritik sosial, dan puisi-puisi impresionistik.
2) Puisi Kamar dan Puisi Auditorium
Puisi kamar adalah puisi yang cocok dibaca sendirian atau dengan satu atau dua
orang pendengar saja di dalam kamar, sedangkan puisi auditorium adalah puisi yang
cocok untuk dibaca di auditorium atau mimbar yang jumlah pendengarnya dapat
ratusan orang.
Sajak-sajak Leon Agusta banyak yang dimaksudkan untuk sajak auditorium. Puisipuisi Rendra yang baru memperlihatkan keindahannya setelah suaranya terdengar
lewat pembacaan secara keras. Puisi auditorium disebut juga puisi oral karena cocok
untuk dioralkan.
3)

Puisi Fisikal, Platonik, dan Metafisikal

Pembagian puisi oleh David Daiches ini berdasarkan sifat dari isi yang
dikemukakan dalam puisi itu. Puisi fisikal bersifat realistis artinya menggambarkan
kenyataan apa adanya. Yang dilukiskan adalah kenyataan bukan gagasan. Hal-hal yang
didengar, dilihat, dan dirasakan merupakan objek ciptaannya.
Puisi platonik adalah puisi yang sepenuhnya berisi hal-hal yang bersifat spiritual
atau kejiwaan. Puisi-puisi ide, cita-cita, dan puisi religius dapat dimasukkan ke dalam
klasifikasi puisi platonik. Sama halnya dengan puisi yang mengungkapkan cinta yang
luhur seorang kekasih atau orang tua kepada anaknya, puisi ini termasuk puisi platonik.
Puisi metafisikal adalah puisi yang bersifat filosofis dan mengajak pembaca
merenungkan kehidupan dan Tuhan.

4)

Puisi Subjektif dan Puisi Objektif


Puisi subjektif juga disebut puisi personal, yakni puisi yang mengungkapkan
gagasan, pikiran, perasaan, dan suasana dalam diri penyair. Puisi-puisi yang ditulis
kaum ekspresionis dapat diklasifikasikan sebagai puisi subjektif.
Puisi objektif adalah puisi yang mengungkapkan hal-hal di luar diri penyair itu
sendiri. Puisi ini disebut juga puisi impersonal.

5) Puisi Konkret
Puisi konkret sangat terkenal di perpuisian di Indonesia sejak tahun 1970-an. X.J.
Kennedy memberikan jenis nama puisi tertentu dengan nama puisi konkret, yakni puisi
yang bersifat visual, yang dapat dihayati dari keindahan bentuknya dari sudut

penglihatan (poem for the eye). Kita mengenal bentuk grafis dari puisi, kaligrafi,
ideogramatik, atau puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri yang menunjukkan pengimajian
kata lewat bentuk grafis. Dalam puisi konkret, tanda baca dan huruf besar atau kecil
sangat potensial membentuk gambar wujud fisik yang kasat mata lebih dipentingkan
daripada makna yang ingin disampaikan.
Kerapian susunan kata dari baris ke baris dan jarak kata dalam puisi ini sangat
dipertimbangkan. Penyair membuat sesuatu yang tidak bermakna menjadi bermakna.
6) Puisi Diafan dan Prismatis
Puisi diafan atau puisi polos adalah puisi yang kurang sekali menggunakan
pengimajian, kata konkret dan bahasa figuratif, sehingga puisinya mirip dengan bahasa
sehari-hari. Puisi seperti ini akan lebih mudah dihayati maknanya. Puisi diafan tidak
terlalu banyak menggunakan majas dan versifikiasi.
Dalam puisi prismatis, penyair mampu menyelaraskan kemampuan menciptakan
majas, versifikasi, diksi, dan pengimajian sedemikian rupa, sehingga pembaca tidak
terlalu mudah menafsirkan makna puisinya, tetapi tidak terlalu gelap. Pembaca tetap
dapat menelusuri makna puisi tersebut. Jika pembaca mempunyai latar belakang
pengetahuan yang cukup tentang penyair dan kenytaan sejarah, maka pembaca akan
lebih cepat dalam menafsirkan puisi tersebut.
7) Puisi Parnasian dan Puisi inspiratif
Parnasian adalah sekelompok penyair Perancis pada pertengahan akhir abad 19
yang menunjukkan sifat-sifat puisi yang mengandung nilai keilmuan. Puisi parnasian
ini dibuat berdasarkan pertimbngan ilmu atau pengetahuan dan bukan didasari oleh

inspirasi karena adanya mood dalam jiwa penyair. puisi-puisi rendra dalam Potret
Pembangunan dalam Puisi yang banyak berlatar belakang teori ekonomi dan sosiologi
dapat diklasifikasikan sebagai puisi parnasian.
Puisi inspiratif diciptakan berdasarkan mood atau passion. Penyair benar-benar
masuk ke dalam suasana yang hendak dilukiskan. suasana penyair benar-benar terlibat
ke dalam puisi itu. Dengan mood, puisi yang diciptakan akan mempunyai tenaga
gaib, mempunyai kekuatan untuk memikat perhatian pembaca. Puisi inspiratif biasanya
tidak dapat dibaca hanya sekali saja, tetapi memerlukan waktu cukup lama dalam
menafsirkan.
8) Stansa
Stansa artinya puisi yang terdiri atas 8 baris. Stansa berbeda dengan oktaf karena
oktaf dapat terdiri atas 16 atau 24 baris. Jenis puisi yang bernama stansa ini dapat kita
jumpai dalam Empat Kumpulan Sajak karya Rendra.
9) Puisi Demonstrasi dan Pamflet
Puisi demonstrasi merupakan hasil refleksi demonstrasi para mahasiswa dan
pelajar-KAMI-KAPPI- sekitar tahun 1966. menurut Subagio Sastrowardoyo, puisipuisi demonstrasi 1966 bersifat kekitaan, artinya melukiskan perasaan kelompok dan
bukan perasaan individu. Puisi-puisi mereka adalah endapan dari pengalaman fisik,
mental, dan emosional selama para penyair terlibat dalam demonstrasi 1966. Gaya
paradoks dan ironi banyak kita jumpai dalam puisi ini. Selain itu, kata-kata yang
membakar semangat kelompok banyak dipergunakan.

Puisi pamflet adalah puisi yang berisi protes sosial. Disebut puisi pamflet karena
bahasanya adalah bahasa pamflet. Kata-katanya mengungkapkan rasa tidak puas
terhadap keadaan. Munculnya kata-kata protes secara spontan tanpa proses pemikiran
atau perenungan yang mendalam.

10)

Alegori
Puisi alegori adalah puisi yang mengungkapkan cerita yang isinya dimaksudkan
untuk memberikan nasihat tentang budi pekerti dan agama. Jenis alegori yang terkenal
ialah farabel yang juga disebut dongeng perumpamaan yang maknanya dapat kita cari
dibalik yang tersurat.
Dapat disimpulkan bahwa puisi memiliki jenis yang beragam. Jenis-jenis tersebut
dapat membantu pembaca dalam menganalisis isi serta makna dalam puisi.

2.1.3 Unsur-unsur yang Membentuk Puisi


Sebuah puisi adalah sebuah struktur yang terdiri atas unsur-unsur pembangun.
Unsur-unsur tersebut bersifat padu karena tidak dapat dipisahkan tanpa mengaitkan
unsur yang lainnya.
Tiap-tiap ahli mempunyai pendapat yang berbeda-beda tentang unsur-unsur puisi.
Perbedaan itu dilatarbelakangi teori yang mereka anut. Tidak jarang pula ahli-ahli
yang sealiran pun memilki pendapat yang berbeda tentang unsur puisi.

Gurrey dalam Ahmad Badrun secara jelas menyatakan bahwa puisi memiliki
unsur-unsur: pemikiran (tema), makna tambahan, imaji, emosi, bunyi, ritme, dan
bentuk.
Masih dalam Ahmad Badrun, Meyer dalam bukunya The Bedford Introduction to
Literatur menyatakan bahwa unsur-unsur puisi terdiri atas: diksi, imaji, bahasa
kiasan,simbol, bunyi, ritme, dan bentuk.
Ahmad Badrun menyatakan bahwa unsur-unsur puisi antara lain: diksi, imaji,
bahasa kiasan, sarana retorika, bunyi, irama, tipografi, tema, dan makna.
Ahli lain yang mempunyai pendapat tentang unsur-unsur puisi adalah I.A.
Richard. I.A. Richard dalam Waluyo (1976) mengatakan bahwa unsur-unsur puisi
adalah tema, nada, perasaan, dan amanat yang selanjutnya disebut hakikat puisi.
Sedangkan diksi, pengimajian, kata konkret, majas, rima, dan ritma termasuk ke dalam
metode puisi.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, pendapat I.A. Richard sering dijadikan
acuan sebagai unsur-unsur puisi.
2.1.3.1 Struktur Fisik (Metode Puisi)
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, pendapat I.A. Richard sering dijadikan
acuan sebagai unsur-unsur puisi. Unsur-unsur tersebut adalah tema, nada, perasaan,
dan amanat yang disebut hakikat puisi. sedangkan metode puisi terdiri atas diksi,
pengimajian, kata konkret, majas, rima, dan ritma.
1) Diksi

Pemilihan kata yang tepat sangat penting dilakukan oleh penyair karena puisi
dibentuk oelh kata-kata. Kata-kata dalam puisi memberikan kekuatan daya magis
dalam puisi. Kekuatan ini dapat membuat puisi menjadi hidup dan tidak kering.
Karena pentingnya kata-kata dalam puisi, maka bunyi kata juga dipertimbangkan
secara cermat dalam pemilihannya. Pemilihan kata dalam puisi ini
mempertimbangkan berbagai aspek estetis sehingga kata-kata yang sudah dipih
penyair bersifat absolut, artinya tidak bisa diganti dengan padanan katanya,
sekalipun makna katanya sama. Apabila kata tersebut diganti, maka akan
mengganggu komposisi dengan kata lainnya dalam konstruksi keseluruhan puisi itu.
Kata-kata dalam puisi bersifat konotatif artinya memiliki kemungkinan makna
yang lebih dari satu. Kata-katanya juga dipilih yang puitis artinya mempunyai efek
keindahan dan berbeda dengan kata-kata yang dipakai sehari-hari. Dengan pemilihan
kata yang cermat ini, orang akan langsung tahu bahwa yang dihadapi itu adalah
puisi.
2) Pengimajian
Terdapat hubungan yang erat antara diksi, pengimajian, dan kata konkret. Diksi
yang dipilih harus menghasilkan pengimajian sehingga kata-kata tersebut menjadi
lebih konkret, dapat kita hayati melalui penglihatan, pendengaran, atau cita rasa.
Pengimajian dapat dibatasi dengan pengertian: kata atau susunan kata-kata yang
dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan
perasaan. Baris atau bait puisi itu seolah-olah mengandung gema suara (imaji
auditif), benda yang nampak (imaji visual), atau sesuatu yang dapat kita rasakan,

raba atau sentuh (imaji taktil). Pengimajian ditandai oleh kata yang konkret dan
khas. Ungkapan perasaan penyair dijelmakan ke dalam gambaran konkret mirip
musik, gambar, atau cita rasa tertentu. Jika penyair menginginkan imaji pendengaran
(auditif), kita menghayati puisi tersebut seolah-olah mendengarkan sesuatu. Jika
penyair ingin melukiskan imaji penglihatan (visual), maka puisi itu seolah-olah
melukiskan sesuatu yang bergerak-gerak. Jika imaji taktil yang ingin digambarkan,
maka pembaca seolah-olah merasakan sentuhan perasaan.
Pengimajian disebut juga pencitraan. S. Effendi dalam Walujo menyatakan
bahwa, pengimajian dalam sajak dapat dijelaskan sebagai usaha penyair untuk
menciptakan atau menggugah timbulnya imaji dalam diri pembaca, sehingga
pembaca tergugah menggunakan mata hati untuk melihat benda-benda, warna,
dengan telinga hati mendengar bunyi-bunyian, dan dengan perasaan hati kita
menyentuh kesejukan dan keindahan benda dan warna.
3) Kata Konkret
Untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca, maka kata-kata harus
diperkonkret. Maksudnya adalah bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada arti
yang menyeluruh. Seperti halnya pengimajian, kata yang diperkonkret juga erat
hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang. Jika penyair mahir
memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar, dan
merasakan apa yangt dilukiskan oleh penyair. dengan demikian, pembaca terlibat
penuh secara batin ke dalam puisi.

Jika imaji pembaca merupakan akibat dari pengkajian yang diciptakan penyair,
maka kata konkret ini merupakan syarat atau sebab terjadinya pengimajian itu.
Dengan kata yang diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas
peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair.
Setiap penyair berusaha mengkonkretkan hal yang ingin dikemukakan agar
pembaca membayangkan dengan lebih hidup apa yang dimaksudkan. Cara yang
digunakan oleh penyair yang satu berbeda dari cara yang digunakan oleh penyair
lainnya. Pengkonkretan kata ini berhubungan erat dengan pengimajian,
pelambangan, dan pengiasan. Ketiga hal tersebut juga memanfaatkan gaya bahasa
untuk memperjelas apa yang dikemukakan.
4)

Bahasa Figuratif
Penyair menggunakan bahasa yang bersusun-susun atau berpigura sehingga
disebut bahasa figuratif. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis,
artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Bahasa figuratif adalaha
bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak
biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Kata atau bahasanya
bermakna kias atau makna lambang.
Bahasa figuratif dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang
dimaksudkan penyair, karena (1) bahasa figuratif mampu menghasilkan kesenangan
imajinatif; (2) bahasa figuratif adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan
dalam puisi, sehingga abstrak jadi konkret, dan menjadikan puisi lebih nikmat
dibaca; (3) bahasa figuratif adalah cara menambah intensitas perasaan penyair untuk

puisinya dan menyampaikan sikap penyair; (4) bahasa figuratif adalah cara untuk
mengonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan
sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat (Perrin, 1974:616-617).
Di atas telah dikemukakan bahwa bahasa figuratif terdiri atas pengiasan yang
meimbulkan makna kias dan pelambangan yang menimbulkan makna lambang.
Pengiasan disebut juga simile atau persamaan, karena membandingkan/menyamakan
sesuatu hal dengan hal lain. Dalam pelambangan, sesuatu hal diganti atau
dilambangkan dengan hal lain. Untuk memahami bahasa figuratif ini, pembaca harus
menafsirkan kiasan dan lambang yang dibuat penyair baik lambang yang
konvensional maupun yang nonkonvensional.
a) Kiasan (Gaya Bahasa).
Kiasan yang dimaksud di sini mempunyai makna lebih luas dengan gaya
bahasa kiasan karena mewakili apa yang secara tradisional disebut gaya bahasa
secara keseluruhan. Dalam gaya bahasa, suatu hal dibandingkan dengan hal
lainnya. Seperti di depan telah disebutkan, tujuan penggunaan kiasan ialah untuk
menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif dalam bahasa puisi.
Majas majas dalam puisi.
1. Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu tidak
disebutkan. Contoh: lintah darat, bunga bangsa, kambing hitam, dan
sebagainya.

2. Perbandingan adalah kiasan yang tidak langsung disebut perbandingan atau


simile. Digunakan katakata seperti, laksana, bagaikan, bagai, bak dan
sebagainya.
3. Personifikasi adalah keadaan atau peristiwa alam sering dikiaskan sebagai
keadaan atau peristiwa yang dialami oleh manusia. Contoh: bulan diatas itu tak
ada yang punya, angin pulang menyejuk bumi, dan lain lain.
4. Hiperbola adalah kiasan yang berlebih lebihan. Dapat kita dapati dalam
bahasa sehari hari, seperti: bekerja membanting tulang, menunggu seribu
tahun dan sebagainya.
5. Sinekdoce adalah menyebutkan sebagian untuk maksud keseluruhan (part pro
toto), atau menyebutkan keseluruhan untuk maksud sebagian (totem pro parte).
Contoh: (part pro toto) para petani bekerja/ berumah di gubuk gubuk tanpa
jendela/ menanam bibit ditanah yang subur/ memanen hasil yang berlimpah
dan makmur/ namun hidup mereka sendiri sengsara. Dan untuk contoh (totem
pro parte) pendeitaan mengalir/ dari parit parit wajah rakyatku/ dari pagi
sampai sore/ rakyat negeriku bergerak dengan lunglai/ menggapai gapai/
menoleh ke kiri, menoleh ke kanan/ dalam usaha tak menentu.
6. Ironi. Dalam puisi pamplet, demonstrasi, dan kritik sosial, banyak digunakan
ironi yakni kata kata yang bersifat berlawanan untuk memberikan sindiran.
Nada yang seperti ini dapat kita lihat dalam petikan sajak berikut: apakah
gunanya pendidikan/ bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing/
ditengah kenyataan persoalnnya/ apakah gunanya pendidikan/ bila hanya

mendorong seseorang/ menjadi layang layang di ibu kota/ kikuk pulang ke


daerahnya?
b)

Perlambangan
Seperti halnya kiasan, perlambangan digunakan penyair untuk

memperjelas makna dan membuat nada dan suasana sajak menjadi lebih jelas,
sehingga dapat menggugah hati pembaca. Jika dalam kiasan sesuatu hal dibandingkan
atau dikiaskan dengan hal lain maka dalam pelambangan, sesuatu hal diganti atau
dilambangkan dengan hal lain. Dalam masyarakat banyak digunakan lambang
lambang yang umum. Misalnya lambang yang terdapat dalam upacara perkawinan,
berupa janur kuning, pohon pisang, tebu, bunga kelapa, menginjak telur, membasuh
kaki, dan sebagainya. Semuanya itu mengandung lambang. Janur kuning
melambangkan kebahagiaan dan kesucian pengantin yang masih muda (janur adalah
lambang kemudaan, karena janur itu daun kelapa muda). Pohon tebu melambangkan
hati yang telah mantap. Membasuh kaki melambangkan sikap yang berbakti.
Menginjak telur melambangkan harapan agar sang pengantin segeta dikaruniani anak,
dan sebagainya.
Macam macam lambang ditentukan oleh keadaan atau peristiwa apa yang
digunakan oleh penyair untuk mengganti keadaan atau peristiwa itu. Ada lambang
warna, lambang benda, lambang bunyi, lambang suasana dan sebagainya.
Pelambangan erat hubungannya dengan kata konkret. Dengan pelambangan, kata
kata yang diciptakan menjadi lebih konkret sehingga mempermudah proses
pengimajian. Berdasarkan hubungannya dengan imaji, ada lambang auditif, lambang
visual, lambang gerak, dan sebagainya.

5) Versifikasi ( Rima dan Ritma)


Bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritma. Rima adalah pengulangan bunyi
dalam puisi. Rima digunakan untuk mengganti istilah persajakan pada sistem lama karena
diharapkan penempatan bunyi dan pengulangannya tidak hanya pada akhir setiap baris,
tetapi juga untuk keseluruhan baris dan bait. Pengulangan bunyi dalam puisi membentuk
suatu musikalitas atau orkestrasi. Dengan pengulangan itu puisi menjadi merdu jika
dibaca. Untuk mengulang bunyi ini, penyair mempertimbangkan lambang-lambang
bunyi. Dengan cara ini, pemilihan bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana puisi.
Ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan juga berhubungan dengan
pengulangan bunyi, kata, frase, dan kalimat. Ritma juga dapat dibayangkan seperti
tembang Jawa. Dalam tembang tersebut, irama berupa pemotongan baris-baris puisi
secara berulang-ulang setiap suku kata 4 suku kata pada baris-baris puisi sehingga
menimbulkan gelombang yang teratur. Ritma berasal dari bahasa Yunani, rheo, yang
artinya gerakan-gerakan air yang teratur, terus-menerus dan tidak putus-putus. Slamet
Muljana mengatakan bahwa ritma merupakan pertentangan bunyi (tinggi-rendah,
panjang-pendek, keras-lemah) yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang
sehingga membentuk keindahan.
6) Tata Wajah (Tipografi)
Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi, prosa, dan drama.
Larik-larik puisi tidak membangun periodistet yang disebut paragraph, tetapi membentuk
bait. Baris puisi tidak bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri dan
tepi kanan dari halaman yang memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan, ciri ini
menunjukkan eksistensi sebuah puisi.

Dalam puisi kontemporer, seperti karya Sutardji Calzoum Bachri yang pernah
ada, tipografi dianggap dan dipandang begitu penting, sehingga menggeser makna katakata.
2.1.3.2 Struktur Batin (Hakikat Puisi)
Dalam puisi, kata kata, frasa, dan kalimat mengandung makna tambahan atau
makna konotatif. Bahasa figurartif yang digunakan menyebabkan makna dalam baris
baris puisi itu tersembunyi dan harus ditafsirkan. Proses mencari makna dalam puisi
merupakan proses pergulatan terus menerus. Bahasa puisi adalah bahasa figuratif yang
bersusun susun. Sebuah kata memiliki kemungkinan makna ganda. Kata yang
nampaknya tidak bermakna diberi makna oleh penyair. Makna kata mungkin diberi
makna baru. Nilai rasa diberi nilai rasa baru. Tidak semua kata, frasa, dan kalimat
bermakna tambahan. Kalau keadaannya demikian, puisi akan menjadi sangat gelap.
Sebaliknya puisi tidak mungkin tanpa makna tambahan (transparan) sehingga kehilangan
kodrat bahasa puisi.
Struktur fisik puisi adalah medium untuk mengungkapkan makna yang hendak
disampaikan penyair. I. A. Richards menyebut makna atau sruktur batin itu dengan istilah
hakikat puisi (1976 : 180-181). Ada empat unsur hakikat puisi, yakni : tema (sense),
perasaan penyair (feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone), dan alamat
(intention). Keempat unsur itu menyatu dalam wujud penyampaian bahasa penyair.
1)

Tema
Tema merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukakan oleh
penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa

penyair. Sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. Jika desakan yang kuat
itu berupa hubungan antara penyair dengan Tuhan, maka puisinya bertema
ketuhanan. Jika desakan yang kuat berupa rasa belas kasih atatu kemanusiaan, maka
puisi bertema kemanusiaan. Jika yang kuat adalah dorongan untuk memprotes
ketidakadilan, maka tema puisinya adalah protes atau kritik sosial. Perasaan cinta
atau patah hati yang kuat juga dapat melahirkan tema cinta atau tema kedukaan hati
karena cinta.
Dengan latar belakang pengetahuan yang sama, penafsir penafsir puisi
akan memberikan tafsriran tema yang sama bagi sebuah puisi, karena tema puisi
bersifat lugas, objektif dan khusus. Tema puisi harus dihubungkan dengan
penyairnya, dengan konsep konsepnya yang terimajinasikan. Oleh sebab itu, tema
bersifat khusus (penyair), tetapi objektif (bagi semua penafsir), dam lugas (tidak
dibuat buat).
2)

Perasaan (feeling)
Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan
dan harus dapat dihayati oleh pembaca. Untuk mengungkapkan tema yang sama,
penyair yang satu dengan penyair lainnya memiliki perbedaan dalam
perasaannya.dalam menghadapi tema keadilan sosial atau kemanusiaan, penyair
banyak menampilkan kehidupan pengemis atau gelandangan. Perasaan Chairil
Anwar berbeda dengan perasaan Toto Sudarto Bachtiar. Begitu pun perasaan Arifin
C. Noer dan Rendra, ketika memandang pengemis dan gelandangan. Toto Sudarto
Bachtiar menghadapi gadis kecil berkaleng kecil dengan perasaan iba, penuh rasa
belas kasih. Rendra bersikap benci dan memandang rendah para pengemis karena

Rendra memandang pengemis tidak berusaha keras untuk menopang kehidupannya.


Sikap Chairil Anwar sama dengan Rendra.
Hal-hal tersebut di atas memberikan kita gambaran bahwa setiap penyair
memiliki sikap dan pandangan yang berbeda terhadap suatu objek tertentu sehingga
menimbulkan perasaan yang berbeda pula dalam menciptakan sebuah puisi.
3)

Nada dan Suasana


Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca
apakah dia ingin menggurui, menasihati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas
hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair kepada pembaca ini
disebut nada puisi. Sering kali puisi bernada santai karena penyair bersikap santai
kepada pembaca.
Jika nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca, maka suasana
adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi tersebut. Jika kita berbicara
tentang sikap penyair, kita berbicara tentang nada; jika kita berbicara tentang
suasana jiwa, kita berbicara tentang suasana.

4)

Amanat
Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair, dapat ditelaah setelah kita
memahami tema, rasa, dan nada puisi. Tujuan/amanat, merupakan hal yang
mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat yang hendak disampaikan
oleh penyair mungkin secara sadar berada dalam pikiran penyair, namun lebih
banyak penyair tidak sadar akan amanat yang diberikan.

Banyak penyair yang tidak sadar apa amanat puisi yang ditulisnya.
Mereka yang berada dalam situasi tersebut biasanya merasa bahwa menulis puisi
merupakan suatu kebutuhan untuk berekspresi, berkomunikasi, dan
mengaktualisasikan diri. Penghayatan mengenai amanat suatu puisi tidak secara
objektif, tetapi bersifat subjektif.
Walaupun tafsiran amanat puisi dapat bermacam-macam, dengan
memahami dasar pandangan, filosofi, dan aliran yang dianut oleh pengarangnya,
kita dapat memperkecil perbedaan tersebut.
2.2 Teknik-teknik Pembelajaran Puisi
Selama ini puisi masih mendapat tempat terhormat dalam setiap budaya yang
menjungjung tinggi karya sastra. Tidak hanya itu, puisi juga dijadikan sebagai salah satu
bahan pembelajaran di sekolah-sekolah. Akan tetapi, pengajaran puisi menjumpai banyak
kesulitan. Tidak jarang guru sastra sendiri merasa kesulitan untuk mengajarkannya.
Dalam mengajarkan puisi pada anak, terdapat dua hambatan yang cukup mengganggu.
Hambatan pertama adalah adanya anggapan sebagian orang yang berpendapat bahwa puisi
sudah tidak ada gunanya lagi. Dewasa ini kita semakin hidup secara dalam dunia praktis
yang banyak bergantung pada bisnis, ilmu pengetahuan alam, serta teknologi modern.
Hambatan kedua adalah adalah pandangan yang disertai prasangka bahwa mempelajari puisi
sering tersandung pada pengalaman pahit dalam arti siswa harus berusaha keras untuk
memahami dan menikmatisajak-sajak terkenal yang ditulis penyair terkenal yang sering
menggunakan simbol, kiasan, dan ungkapan-ungkapan tertentu.

Dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut di atas, guru hendaknya memilih bahan


puisi yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa-siswanya. Guru juga harus selalu ingat
bahwa tidak ada unsur-unsur magis yang melekat pada nama-nama penyairnya.
Hal terpenting dalam pengajaran puisi di kelas adalah menjaga suasana agar tetap santai.
Jangan sampai guru atau siswa merasakan awal pelajaran sebagai sesuatu yang menegangkan
atau terlalu kaku. Dalam mengajak siswa untuk memahami dan menikmati puisi hendaknya
para guru tidak terlalu tergesa-gesa membebani siswa dengan istilah-istilah teknis seperti
gaya bahasa metafora, hiperbola, personifikasi, dan sebagainya.
Dalam mengajarkan puisi di kelas, terdapat beberapa teknik pengajaran yang bisa
dijadikan rujukan oleh para guru. Teknik-teknik tersebut antara lain: pelacakan pendahuluan,
penentuan sikap praktis, introduksi, penyajian, diskusi, dan pengukuhan.
1) Pelacakan pendahuluan
Sebelum menyajikan puisi di kelas, guru perlu mempelajarinya terlebih dahulu. Hal
ini ditujukan untuk memeroleh pemahaman awal tentang puisi yang akan disajikan
sebagai bahan. Pemahaman ini sangat penting terutama untuk dapat menentukan strategi
yang tepat, menentukan aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian khusus dari siswa
dan meneliti fakta-fakta yang mesih perlu dijelaskan. Salah satu yang penting dalam
pelacakan awal ini adalah menemukan cara yang tepat dengan mempertimbangkan
beberapa hal antara lain: siapakah yang menjadi sasaran yang dituju oleh penyair, pribadi
tertentu atau manusia pada umumnya; bagaimana penyair menyajikan puisi tersebut,
dengan dialog atau monolog; dan apakah secara keseluruhan puisi tersebut lebih
bermakna tersirat atau tersurat.

2) Penentuan sikap praktis


Puisi yang disajikan di kelas hendaknya tidak terlalu panjang agar dapat dibahas
sampai selesai dalam setiap pertemuan. Hendaknya guru memberikan informasi yang
dapat mempermudah siswa memahami puisi yang disajikan. Keterangan yang diberikan
jangan terlalu berlebihan agar siswa tidak kebingungan. Guru juga perlu menentukan
kapan teks pusis harus dibagikan.

3) Introduksi
Penyajian pengantar ini sangat bergantung pada setiap individu guru, keadaan siswa,
dan karakteristik puidi yang akan diberikan. Selain itu, situasi dan kondisi pada saat
penyajian juga dapat menjadi faktor yang memengaruhi pengajaran puisi di kelas.
4) Penyajian
Puisi pada dasarnya merupakan karya sastra lisan, pesan dan kesan yang dibawakan
baru akan benar-benar menyentuh hati seseorang jika puisi itu dibacakan atau dikutip
secara lisan. Puisi memilki nilai iramatis dan dramatis yang sangat menentukan
kualitasnya. Biasanya siswa akan lebih mudah mengenal puisi untuk pertama kalinya
dengan mendengarkan guru membacakannya daripada dibacakan sendiri. Jika puisi yang
disajikan sulit ditangkap isinya dengan hanya sekali didengar, guru dapat
membacakannya dua atau tiga kali sehingga berbagai unsur yang terkandung di dalamnya
menjadi lebih jelas. Pembacaan ulang dapat dilakukan dengan lebih cepat apabila
sekiranya siswa sudah menangkap isi secara keseluruhan.
5) Diskusi

Urutan masalah yang dibahas dalam diskusi kelas ini akan banyak dipengaruhi oleh
imajinasi guru, kekhususan puisi yang dipilih dan tanggapan siswa di kelas. Apabila
siswa pada umumnya telah mampu memahami ide (pemikiran) global dalam puisi yang
disajikan, diskusi dapat beralih ke hal-hal yang lebih rinci dan pemerian ini harus ada
hubungannya dengan pemikiran global. Setelah pembahasan hal-hal rinci itu dipadukan
menjadi suatu kesatuan, kemudian diskusi dapat diarahkan pada kesimpulan yang
mengandung unsur-unsur penilaian.
Salah satu hal yang hatus dihindari pada saat diskusi adalah pembahasan-pembahasan
berdasarkan alasan-alasan yang tidak relevan dengan pokok masalah dalam puisi yang
dibahas.
6) Pengukuhan
Tidak semua puisi cocok untuk latihan lanjutan di luar kelas. Akan tetapi, apabila
puisi tersebut mendapat tanggapan yang antusias dari siswa, guru hendaknya berusaha
agar puisi itu semakin berkesan sehingga menambah pengalaman siswa. Latihan lanjutan
pengukuhan ini berupa aktivitas-aktivitas lisan dan tulisan di luar kelas.
2.3 Pembelajaran Menulis Puisi dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang
disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan
memperhatikan standar kompetensi dan komptensi dasar yang dikembangkan Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum ini juga dikenal dengan sebutan
kurikulum 2006 karena kurikulum ini mulai diberlakukan secara berangsur angsur pada
tahun 2006 / 2007.

Tujuan umum pengajaran sastra adalah siswa mampu menikmati, memahami, dan
memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan
kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa (Depdikbud, 1993
: 1).
Hal ini senada dengan pendapat Burhan Nurgiantoro bahwa tujuan pengajaran sastra
secara umum ditekankan pada kemampuan siswa untuk mengapresiasi sastra secara
memadai.
Pengajaran sastra secara langsung, menyaran pada pengertian bahwa siswa dihadapkan
pada berbagai jenis karya sastra secara langsung. Siswa secara kritis dibimbing untuk
memahami, mengenali, dan menggali berbagai unsurnya yang khas. Oleh karena itu,
kegiatan pembelajaran sastra perlu dipersiapkan dengan optimal
2.3 Mind Mapping
2.4.1 Pengertian Mind Mapping
Mind Mapping adalah cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak
dan mengambil informasi ke luar dari otak. Mind Mapping adalah cara mencatat yang
kreatif, efektif, dan secara harfiah akan memetakan pikiran-pikiran kita. Mind Mapping
juga sangat sederhana.
Sama seperti peta jalan, Mind Mapping akan:
a)

memberi pandangan menyeluruh pokok masalah atau area yang luas

b)

memungkinkan kita merencanakan rute atau membuat pilihan pilihan dan


mengetahui kemana kita akan pergi dan dimana kita berada.

c)

mengumpulkan sejumlah besar data di satu tempat

d)

mendorong pemecahan masalah dengan membiarkan kita melihat jalan jalan


terobosan kreatif baru

e)

menyenangkan untuk dilihat, dibaca, dicerna, dan diingat.


Selain itu, Mind Mapping juga dapat membantu kita dalam banyak hal, yaitu:

a) merencanakan
b) berkomunikasi
c) menjadi lebih kreatif
d) menghemat waktu
e) menyelesaikan masalah
f) memusatkan perhatian
Bahan bahan untuk resep Mind Map sangatlah sedikit:
a) kertas kosong
b) pena dan pensil warrna
c) otak
d) imajinasi

2.4.2 Langkah-langkah Membuat Mind Mapping


Tujuh langkah dalam membuat Mind Map:
1) mulailah dari bagian tengah kertas kosong yang sisi panjangnya diletakan mendatar.
Mengapa? Karena memulai dari tengah memberikan kebebasan kepada otak untuk

menyebar ke segala arah dan untuk mengungkapkan dirinya dengan lebih bebas dan
alami;
2) munakan gambar atau foto untuk ide sentral anda. Mengapa? Karena sebuah gambar
bermakna seribu kata dan membantu kita menggunakan imajinasi. Sebuah gambar sentral
akan lebih menarik, membuat kita tetap terfokus, membantu kita berkonsentrasi,
mengaktifkan otak kita;
3) gunakan warna. Mengapa? Karena bagi otak, warna sama menariknya dengan gambar.
Warna membuat Mind Map lebih hidup, menambah energi kepada pemikiran kreatif, dan
menyenangkan;
4) hubungkan cabang cabang utama ke gambar pusat. Mengapa? Karena otak bekerja
menurut asosiasi. Otak senang mengaitkan dua (atau tiga, atau empat) hal sekaligus. Bila
kita menghubungkan cabang cabang, kita akan lebih mudah mengerti dan mengingat;
5) buatlah garis hubung yang melenngkung, bukan garis lurus. Mengapa? Karena garis lurus
akan membosankan otak;
6) gunakan satu kata kunci untuk setiap garis. Mengapa? Karena kata kunci tunggal
memberi lebih banyak daya dan fleksibilitas kepada Mind Map;
7) gunakan gambar. Mengapa? Karena seperti gambar sentral, setiap gambar bermakna
seribu kata.
2.5.2 Penerapan Teknik Mind Mapping dalam Pembelajaran
Langkah langkah yang dapat dilakukan dalam menulis puisi dengan
menggunakan Teknik Mind Mapping adalah sebagai berikut:
1) tentukan tema yang akan digunakan;

2) tulislah tema tersebut dengan menggunakan huruf kapital dengan ukuran huruf
yang besar;
3) kembangkan tema tersebut dengan cara memetakan pikiran;
4) pilihlah kata kata yang sesuai dengan tema;
5) pergunakanlah majas agar puisi lebih baik;
6) pemetaan pikiran, dapat menggunakan simbol atau gambar supaya lebih menarik;
7) hasil pemetaan pikiran dapat diberi warna agar menimbulkan kesan yang
mendalam;
8) tulislah puisi sesuai dengan hasil pemetaan pikiran yang dibuat.
Langkah langkah di atas dapat membantu kita mengembangkan gagasan dalam
menulis puisi. Kesulitan yang ada ketika menulis puisi akan terbantu oleh cara ini.
Langkah langkah ini disebut Teknik Mind Mapping.

Anda mungkin juga menyukai